malunion maya

55
BAB I LAPORAN KASUS I. Identitas Nama : Tn. IB Umur : 20 tahun Jenis kelamin : Laki-laki Agama : Islam Pekerjaan : Pelajar Alamat : Pangkep Tanggal masuk RS : 17 April 2016 II. Anamnesis (Autoanamnesis tanggal 17 April 2016) Keluhan utama : Nyeri pada paha kaki kiri Anamnesis Terpimpin Nyeri dirasakan sejak 1 bulan yang lalu, nyeri dirasakan lagi setelah 2 tahun yang lalu pernah mengalami kecelakaan motor. Nyeri dirasakan terus menerus sehingga membuat pasien susah untuk berjalan.

Upload: maya

Post on 10-Jul-2016

31 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

malunion fraktur femur

TRANSCRIPT

BAB I

LAPORAN KASUS

I. Identitas

Nama : Tn. IB

Umur : 20 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Pelajar

Alamat : Pangkep

Tanggal masuk RS : 17 April 2016

II. Anamnesis (Autoanamnesis tanggal 17 April 2016)

Keluhan utama : Nyeri pada paha kaki kiri

Anamnesis Terpimpin

Nyeri dirasakan sejak 1 bulan yang lalu, nyeri dirasakan lagi setelah 2 tahun

yang lalu pernah mengalami kecelakaan motor. Nyeri dirasakan terus menerus

sehingga membuat pasien susah untuk berjalan. Setelah kecelakaan terjadi

pasien tidak dapat berjalan dan langsung berobat ke tukang pijat. Selama 3

bulan lama nya pasien dibawa ke tukang pijat dan dilakukan traksi berkali-kali.

Setelah itu pasien dapat berjalan namun tidak terlalu sempurna. Dan sebulan

terakhir pasien mengalami nyeri yang sama pada paha kiri dan dibawa ke poli

ortopedi RSUD Kota Makassar.

Riwayat penyakit dahulu

Pasien tidak pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya

Riwayat penyakit hipertensi sebelumnya disangkal

Riwayat penyakit gula disangkal

Riwayat penyakit keluarga

Tidak ada dalam keluarga yang menderita keluhan seperti ini

III. Pemeriksaan Fisik

Status Generalis : Sakit sedang, Gizi cukup, Compous mentis

Status Vitalis :

Tekanan darah : 110/80 mmHg

Nadi : 102x/menit kuat angkat, regular di Arteri radialis dextra

Pernapasan : 18x/menit

Suhu : 36,6oC di Axilla dextra

Kepala

Normocephali, rambut hitam dengan distribusi merata, tidak mudah dicabut,

tidak terdapat jejas maupus benjolan.

Mata

Bentuk normal, simetris, pupil bulat dan isokor, conjungtiva anemis (-/-),

sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung (+/+), refleks cahaya tidak lagsung

(+/+).

Telinga

Normotia, liang telinga lapang, tidak hiperemis, sekret (-/-), serumen (+/+),

membran timpani utuh, benda asing (-/-).

Hidung

Bentuk normal, tidak ada deformitas, septum deviasi (-), konka hipertrofi (-/-),

tidak hiperemis, sekret (-/-).

Mulut

Bibir luka (-), hematom (-), trismus (-), gigi- geligi dalam batas normal, oral

hygiene baik.

Leher

Inpeksi : jejas (-), oedem (-), hematom (-)

Palpasi :Bentuk normal , tidak teraba pembesaran KGB dan tiroid, nyeri tekan

(-)

Thorax

- Paru – Paru

Inspeksi : gerak napas kanan dan kiri simetris, retraksi sela iga (-/-), jejas

(-),udem (-), hematom (-), deformitas (-)

Palpasi : vocal fremitus simetris kiri dan kanan, nyeri tekan (-/-)

Perkusi : sonor di kedua lapang paru

Auskultasi: suara nafas vesikuler kanan dan kiri, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

- Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak nampak

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba di ICS 5 linea midclavicula sinistra

Perkusi : Pekak, Batas jantung atas kanan ICS 2 linea parasternalis dextra,

batas jantung atas kiri ICS 2 linea midclavicula sinistra, batas jantung bawah

kanan ICS 5 linea parasternalis dextra, batas jantung bawah kiri ICS 5 linea

midclavicula sinistra

Auskultasi : bunyi jantung I-II murni reguler, gallop (-), murmur (-)

Abdomen

Inspeksi : datar, jejas (-), hematom (-), oedem (-)

Auskultasi : bising usus (+)

Palpasi : supel, nyeri tekan dinding perut (-), defense muscular (-)

Perkusi : timpani, shifting dullness (-)

Genitalia

Tidak ada jejas, tidak terdapat nyeri

Ekstremitas

Kanan Kiri

Otot Eutrofi Eutrofi

Tonus Normotoni Normotoni

Massa Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

Sendi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

Gerakkan Aktif Aktif terbatas

Kekuatan Normal Normal

Edema Tidak ada Ada

Status lokalis regio femur sinistra :

Look :

- (+) pembengkakan di tungkai atas kiri ; (-) angulasi; (-) rotasi

- (+) deformitas

 Feel :

- (+) pembengkakan di tungkai atas kiri , 12 cm diatas lutut, suhu kulit normal,

teraba keras, (-) mobile, (-) nyeri tekan, pulsasi ke distal (+), CRT 2”

Move :

- (-) krepitasi

- ROM aktif-pasif terbatas akibat nyeri

IV. Pemeriksaan Penunjang

LABORATORIUM

Tanggal 17 April 2016

TES HEMATOLOGI

LENGKAPHASIL

NILAI

RUJUKAN

DARAH RUTIN

JUMLAH LEUKOSIT 12,4 x 10^3/ul 4,0 - 10,0

JUMLAH ERITROSIT 3,85 x 10^6/uL 4,50 - 6,20

HEMOGLOBIN 10,7 g/dL 13,0 - 17,0

HEMATOKRIT 31,1 % 40,1 - 51,0

MCV 80,8 Fl 79,0 - 92,2

MCH 27,8 pg 25,6 - 32,2

MCHC 34,4 g/L 32,2 - 36,5

JUMLAH TROMBOSIT 235 x 10^3/ul 150 – 400

RDW-SD 35,3 fL 37 – 54

RDW-CV 12,3 % 10,0 - 15, 0

PDW 9,5 fL 10,0 - 18,0

MPV 9,3 fL 9,0 - 13, 0

P-LCR 18,7 % 13,0 - 43,0

PCT 0,2 % 0,2 - 0,4

RADIOLOGI X-RAY FEMUR DEXTRA

Tanggal 17 April 2016

Foto Femur Sinistra AP/Lat :

Fraktur lama pada 1/3 tengah os femur dengan displaced ± 4cm kearah

anterior

Fiksasi terpasang pada distal femur

Mineralisasi tulang baik

Soft tissue baik

Kesan : Fraktur lama dengan malunion pada 1/3 tengah os femur sinistra.

V. Resume

Seorang laki laki berusia 19 tahun datang ke Poli Ortopedi RSUD Kota Makassar

dengan keluhan nyeri pada paha kiri. Nyeri dirasakan sejak 1 bulan terakhir dan terus

menerus sehingga membuat pasien sulit untuk berjalan. Nyeri dirasakan sama seperti

2 tahun yang lalu, setelah pasien mengalami kecelakaan motor. Setelah kecelakaan

terjadi pasien tidak dapat berjalan dan dibawa berobat ke tukang pijat. Rutin dipijat

selama 3 bulan dan setelah itu pasien bisa berjalan namun tidak sempurna.

Riwayat menderita penyakit yang sama sebelumnya disangkal. Riwayat penyakit

yang sama dalam keluarga disangkal. Riwayat menderita DM dan HT disangkal. Dari

hasil pemeriksaan status vitalis TD : 110/80 mmHg, N : 102x/menit, P : 18x/menit S :

36,6oC di Axilla dextra. Pada pemeriksaan fisik head to toe didapatkan semua dalam

batas normal. Status lokalis region femur sinistra didapatkan Look : (+)

pembengkakan di tungkai atas kanan; (-) angulasi; (-) rotasi (+) deformitas. Feel : (+)

pembengkakan di tungkai atas kanan, 12 cm diatas lutut, suhu kulit normal, teraba

keras, (-) mobile, (-) nyeri tekan, pulsasi ke distal (+), CRT 2”. Move : (-) krepitasi,

ROM aktif-pasif terbatas akibat nyeri. Pada pemeriksaan radiologis didapatkan kesan

Fraktur lama dengan malunion pada 1/3 tengah os femur sinistra.

VI. Diagnosa

Malunion fraktur 1/3 tengah os femur sinistra.

VII.Penatalaksanaan

IVFD RL 20 tpm

Cefoperazone 1gr/12jam/IV

Ranitidine amp/8jam/IV

Ketorolac amp/8jam/IV

Operatif : Open reduction internal fixation Os Femur Sinistra

VIII. Prognosis

Qua Ad Vitam : Dubia ad Bonam

Qua Ad Sanitionem : Dubia ad Bonam

Qua Ad Functionem : Dubia ad Bonam

IX. Diskusi

Pasien ini mengalami fraktur tertutup pada 1/3 tengah femur sinistra yang dimana

terjadi akibat trauma langsung tetapi tidak sampai menimbulkan pendarahan

dikarenakan pulsasi dari arteri femoralis ataupun arteri dorsalis pedis pasien masih

dapat teraba. Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan

berlebihan, yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan atau

terjatuh dengan posisi miring, pemuntiran, atau penarikan. Akibat trauma bergantung

pada jenis trauma, kekuatan dan arahnya. Kita harus dapat membayangkan

rekonstruksi terjadinya kecelakaan agar dapat menduga fraktur yang dapat terjadi.

Setiap trauma dapat mengakibatkan fraktur juga dapat sekaligus merusak jaringan

lunak di sekitar fraktur mulai dari otot, fascia, kulit, tulang sampai struktur

neurovascular atau organ-organ penting lainnya. Salah satu komplikasi pada tulang

adalah penyembuhan fraktur yang abnormal adalah malunion, delayed union dan

nonunion. Malunion adalah keadaan dimana fraktur menyembuh pada saatnya tetapi

terdapat deformitas yang berbentuk angulasi, varus/valgus, rotasi, kependekkan atau

union secara menyilang. Biasanya malunion fraktur disebabkan oleh fraktur tanpa

pengobatan, pengobatan yang tidak adekuat, reduksi dan imobilisasi yang tidak baik.

Pengobatan pada malunion fraktur terbagi dua yaitu konservatif dan operatif.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Pendahuluan

Saat ini penyakit musculoskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di

pusat-pusat pelayanan kesehatan diseluruh dunia.Dengan makin pesatnya kemajuan lalu

lintas dari segi jumlah pemakai jalan, jumlah kendaraan, jumlah pemakai jasa angkutan

dan bertambahnya jaringan jalan dan kecepatan kendaraan maka mayoritas kemungkinan

terjadinya fraktur adalah akibat kecelakaan lalu lintas. Sementara trauma-trauma lain yang

dapat mengakibatkan fraktur adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja dan cedera

olahraga.

Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan,

yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan atau terjatuh dengan

posisi miring, pemuntiran, atau penarikan. Akibat trauma bergantung pada jenis trauma,

kekuatan dan arahnya. Kita harus dapat membayangkan rekonstruksi terjadinya

kecelakaan agar dapat menduga fraktur yang dapat terjadi. Setiap trauma dapat

mengakibatkan fraktur jugadapat sekaligus merusak jaringan lunak di sekitar fraktur mulai

dari otot, fascia, kulit, tulang sampai struktur neurovascular atau organ-organ penting

lainnya.

Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat

trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian) dan biasanya lebih banyak

dialami laki-laki dewasa. Femur merupakan tulang terkeras dan terpanjang pada tubuh,

oleh karena itu butuh kekuatan benturan yang besar untuk menyebabkan fraktur pada

femur. Insiden fraktur femur sebesar 1-2 kejadian pada per 10.000 jiwa penduduk setiap

tahunnya. Kebanyakan penderita berusia produktif antara 25-65 tahun, laki-laki lebih

banyak menderita terutama pada usia 30 tahun. Penyebab fraktur sangat bervariasi, baik

akibat kecelakaan ketika mngendarai mobil, sepeda motor dan kecelakaan ketika rekreasi.

Fraktur femur bisa menyebabkan pasien jatuh ke dalam syok. Oleh karena itu

insiden fraktur femur harus segera ditangani sebagai suatu kegawatdaruratan.

II. Anatomi Femur

Femur pada ujung bagian atasnya memiliki caput, collum, trochanter major

dan trochanter minor. Bagian caput merupakan lebih kurang dua pertiga bola dan

berartikulasi dengan acetabulum dari os coxae membentuk articulatio coxae. Pada

pusat caput terdapat lekukan kecil yang disebut fovea capitis, yaitu tempat perlekatan

ligamentum dari caput. Sebagian suplai darah untuk caput femoris dihantarkan

sepanjang ligamen ini dan memasuki tulang pada fovea.

Bagian collum, yang menghubungkan kepala pada batang femur, berjalan ke

bawah, belakang, lateral dan membentuk sudut lebih kurang 125 derajat (pada wanita

sedikit lebih kecil) dengan sumbu panjang batang femur. Besarnya sudut ini perlu

diingat karena dapat dirubah oleh penyakit.

Trochanter major dan minor merupakan tonjolan besar pada batas leher dan

batang. Yang menghubungkan dua trochanter ini adalah linea intertrochanterica di

depan dan crista intertrochanterica yang mencolok di bagian belakang, dan padanya

terdapat tuberculum quadratum.

Bagian batang femur umumnya menampakkan kecembungan ke depan. Ia

licin dan bulat pada permukaan anteriornya, namun pada bagian posteriornya terdapat

rabung, linea aspera. Tepian linea aspera melebar ke atas dan ke bawah.Tepian

medial berlanjut ke bawah sebagai crista supracondylaris medialis menuju

tuberculum adductorum pada condylus medialis.Tepian lateral menyatu ke bawah

dengan crista supracondylaris lateralis. Pada permukaan posterior batang femur, di

bawah trochanter major terdapat tuberositas glutealis, yang ke bawah berhubungan

dengan linea aspera. Bagian batang melebar ke arah ujung distal dan membentuk

daerah segitiga datar pada permukaan posteriornya, disebut fascia poplitea.

Ujung bawah femur memiliki condylus medialis dan lateralis, yang di bagian

posterior dipisahkan oleh incisura intercondylaris. Permukaan anterior condylus

dihubungkan oleh permukaan sendi untuk patella. Kedua condylus ikut membentuk

articulatio genu. Di atas condylus terdapat epicondylus lateralis dan medialis.

Tuberculum adductorium berhubungan langsung dengan epicondylus medialis.

III. DEFINISI FRAKTUR

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau

tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Trauma yang menyebabkan

tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang

menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung,

misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius

distal patah.

Akibat trauma pada tulang tergantung pada jenis trauma, kekuatan dan arahnya.

Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat menyebabkan tulang

patah dengan luka terbuka sampai ke tulang yang disebut patah tulang terbuka. Patah

tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang disertai

luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi.

IV. KLASIFIKASI

Salah satu kiasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan adanya luka yang

berhubungan dengan daerah yang patah. Jadi, dalam klasifikasi ini, dapat dibagi menjadi

tertutup dan terbuka.

Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 derajat yang ditentukan oleh berat ringannya luka

dan berat ringannya fraktur 2, sebagaimana yang terlihat pada Tabel 1.

Derajat Patah Tulang Terbuka Menurut Gustillo dan Anderson (1976)

Kemudian Gustillo et al. (1984) membagi tipe III dari klasifikasi Gustillo dan

Anderson (1976) menjadi tiga subtipe, yaitu tipe IIIA, IIIB dan IIIC (Tabel 2). 

IIIA terjadi apabila fragmen fraktur masih dibungkus oleh jaringan

lunak, walaupun adanya kerusakan jaringan lunak yang luas dan berat.

IIIB fragmen fraktur tidak dibungkus oleh jaringan lunak sehingga

tulang terlihat jelas atau bone expose, terdapat pelepasan periosteum,

fraktur kominutif. Biasanya disertai kontaminasi masif dan merupakan

trauma high energy tanpa memandang luas luka.

III C terdapat trauma pada arteri yang membutuhkan repair agar

kehidupan bagian distal dapat dipertahankan tanpa memandang derajat

kerusakan jaringan lunak.

Klasifikasi lanjut fraktur terbuka tipe III (Gustillo dan Anderson, 1976) oleh

Gustillo, Mendoza dan Williams (1984)

V. GAMBARAN KLINIS

Bagian paha yang patah lebih pendek dan lebih besar dibanding dengan normal

serta fragmen distal dalam posisi eksorotasi dan aduksi karena empat penyebab:

a. Tanpa stabilitas longitudinal femur, otot yang melekat pada fragmen atas

dan bawah berkontraksi dan paha memendek, yang menyebabkan bagian

paha yang patah membengkak.

b. Aduktor melekat pada fragmen distal dan abduktor pada fragmen atas.

Fraktur memisahkan dua kelompok otot tersebut, yang selanjutnya bekerja

tanpa ada aksi antagonis.

c. Beban berat kaki memutarkan fragmen distal ke rotasi eksterna.

Femur dikelilingi oleh otot yang mengalami laserasi oleh ujung tulang fraktur

yang tajam dan paha terisi dengan darah, sehingga terjadi pembengkakan.

VI. PENATALAKSANAAN

Pertolongan Pertama

Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan

pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan (breathing) dan sirkulasi

(circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah

lagi, baru lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara terperinci. Waktu tejadinya

kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS,

mengingat golden period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin

besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat, singkat dan lengkap.

Kemudian lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi

rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak

selain memudahkan proses pembuatan foto.

Perdarahan dari fraktur femur, terbuka atau tertutup, adalah antara 2 sampai 4 unit

(1-2 liter). Jalur intravena perlu dipasang dari darah dikirim ke laboratorium untuk

pemeriksaan hemoglobin dan reaksi silang. Jika tidak terjadi fraktur lainnya,

kemungkinan transfusi dapat dihindari, tetapi bila timbul trauma lainnya, 2 unit darah

perlu diberikan segera setelah tersedia.

Fraktur terbuka biasanya terbuka dan dalam/luar dengan luka di sisi lateral atau

depan paha. Debridemen luka perlu dilakukan dengan cermat dalam ruang operasi dan

semua benda asing diangkat. Jika luka telah dibersihkan secara menyeluruh, setelah

debridemen luka dapat ditutup; tetapi bila terkontaminasi, luka lebih baik dibalut dan

dirawat dengan jahitan primer yang ditunda (delayed primary suture). Antibiotika dan

antitetanus sebaiknya diberikan, seperti pada setiap fraktur terbuka.

Penatalaksanaan Fraktur

Penanganan fraktur mengikuti prinsip umum pengobatan kedokteran yaitu jangan

membuat keadaan lebih jelek, pengobatan didasarkan atas diagnosis dan prognosis

yang akurat, seleksi pengobatan dengan tujuan khusus seperti menghilangkan nyeri,

memperoleh posisi yang baik dari fragmen, mengusahakan terjadinya penyambungan

tulang dan mengembalikan fungsi secara optimal, mengingat hukum penyembuhan

secara alami, bersifat realistik dan praktis dalam memilih jenis pengobatan, dan

seleksi pengobatan sesuai dengan penderita secara individual.

Terdapat empat prinsip dalam penanganan fraktur, yaitu:

1. Recognition: dengan mengetahui dan menilai keadaan fraktur dari anamnesis,

pemeriksaan klinis dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan

lokalisasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai untuk

pengobatan dan komplikasi yang mungkin terjadi.

2. Reduction: reduksi fraktur apabila diperlukan. Posisi yang baik adalah

aligment dan aposisi yang sempurna. Reduksi terbaik adalah kontak minimal

50% dan overriding <0,5 inchi pada fraktur femur.

3. Retention: immobilisasi fraktur menggunakan Skin traction. Skin traction

merupakan pilihan terbaik dan tatalaksana yang dapat dilakukan oleh dokter

umum.

4. Rehabilitation: mengembalikan aktivitas fungsional semaksimal mungkin

Bila keadaan penderita stabil dan luka telah diatasi, fraktur dapat diimobilisasi

dengan salah satu dan empat cara berikut ini:

1. Traksi

Adalah Tarikan pada bagian distal anggota badan pasien dengan tujuan

mengembalikan fragmen tulang ke tempat semula.

Comminuted fracture dan fraktur yang tidak sesuai untuk intramedullary

nailing paling baik diatasi dengan manipulasi dibawah anestesi dan balanced

sliding skeletal traction yang dipasang melalui tibial pin. Traksi longitudinal yang

memadai diperlukan selama 24 jam untuk mengatasi spasme otot dan mencegah

pemendekan, dan fragmen harus ditopang di posterior untuk mencegah

pelengkungan. Enam belas pon biasanya cukup, tetapi penderita yang gemuk

memerlukan beban yang lebih besar dari penderita yang kurus membutuhkan

beban yang lebih kecil. Lakukan pemeriksaan radiologis setelah 24 jam untuk

mengetahui apakah berat beban tepat; bila terdapat overdistraction, berat beban

dikurangi, tetapi jika terdapat tumpang tindih, berat ditambah.

Pemeriksaan radiologi selanjutnya perlu dilakukan dua kali seminggu selama

dua minggu yang pertama dan setiap minggu sesudahnya untuk memastikan

apakah posisi dipertahankan. Jika hal ini tidak dilakukan, fraktur dapat terselip

perlahan-lahan dan menyatu dengan posisi yang buruk.

Ada 2 cara :

Traksi Kulit (skin traction). Beban pada traksi kulit sebesar 1/7 dari berat

badan, maksimal 5 kg.

Traksi Skeletal (skeletal traction)

Traksi skeletal untuk jangka pendek pada fraktur femur à tibia proksimal .

Traksi skeletal untuk jangka panjang pada fraktur femur à femur distal .

2. Fiksasi Interna

Intramedullary nail ideal untuk fraktur transversal, tetapi untuk fraktur

lainnya kurang cocok. Fraktur dapat dipertahankan lurus dan terhadap

panjangnya dengan nail, tetapi fiksasi mungkin tidak cukup kuat untuk

mengontrol rotasi. Nailing diindikasikan jika hasil pemeriksaan radiologi

memberi kesan bahwa jaringan lunak mengalami interposisi di antara ujung

tulang karena hal ini hampir selalu menyebabkan non-union.

Keuntungan intramedullary nailing adalah dapat memberikan stabilitas

longitudinal serta kesejajaran (alignment) serta membuat penderita dapat

dimobilisasi cukup cepat untuk meninggalkan rumah sakit dalam waktu 2

minggu setelah fraktur. Kerugian meliput anestesi, trauma bedah tambahan

dan risiko infeksi.

Closed nailing memungkinkan mobilisasi yang tercepat dengan

trauma yang minimal, tetapi paling sesuai untuk fraktur transversal tanpa

pemendekan. Comminuted fracture paling baik dirawat dengan locking

nail yang dapat mempertahankan panjang dan rotasi.

3. Fiksasi Eksternal

Bila fraktur yang dirawat dengan traksi stabil dan massa kalus terlihat

pada pemeriksaan radiologis, yang biasanya pada minggu ke enam, cast

brace dapat dipasang. Fraktur dengan intramedullary nail yang tidak memberi

fiksasi yang rigid juga cocok untuk tindakan ini.

VII.Komplikasi

KOMPLIKASI SEGERA

Komplikasi Lokal

1. Komplikasi pada kulit

Kulit dapat mengalami aberasi (friction burn) yang disertai partikel atau

benda asing kotor dan masuk sampai ke dermis. Bila terjadi aberasi seperti

ini harus dibersihkan secara menyeluruh untuk mencegah terjadinya

kerusakan yang menyebabkan timbulnya pigmentasi residual pada proses re-

epitelisasi.

Pembengkakkan yang luas akibat fraktur anggota gerak dapat menarik

kulit sehingga sirkulasi ke superficial lebih banyak dan menimbulkan lepuh.

Selama pengobatan fraktur, kulit secara konstan ditekan antara permukaan

sisi luar dan tulang yang menonjol. Penderita tirah baring lama yang tidak

dibalik secara teratur dapat dengan plaster of Paris pada kulit dapat

menyebabkan ulkus gips. Komplikasi iatrogenic ini dapat diatasi dengan

melakukan skin grafting.

2. Komplikasi vaskuler

A. Komplikasi arterial

Pembuluh darah kecil dapat robek pada saat terjadi fraktur, tetapi hal ini

jarang pada pembuluh darah besar. Walaupun begitu komplikasi akibat

trauma dapat menyebabkan sekuela berupa oklusi arteri yang persisten.

Arteri besar mudah rusak oleh trauma yang disertai fraktur dan dislokasi.

B. Komplikasi vena

Trauma pada vena besar dibagi atas total dan tidak total yang disebabkan

oleh trauma dari dalam akibat pergeseran fragmen fraktur atau dari luar oleh

penetrasi benda asing dari luar. Trauma pada vena besar dapat diperbaiki

dengan cara operasi untuk mencegah terjadinya sekuele akibat kongesti vena

distal yang permanen.

3. Komplikasi neurologis

Komplikasi akibat truam pada otak, sumsum tulang belakang atau saraf

perifer dapat terjadi sejak awal atau yang lebih jarang oleh karena penanganan

fraktur itu sendiri. Komplikasi neurologis sering terjadi bersama-sama dengan

jenis fraktur dan dislokasi tertentu.

4. Komplikasi pada otot

Pada setiap fraktur dapat terjadi kerusakan otot yang biasanya bersifat parsial

dan jarang bersifat total. Bilamana terjadi tegangan yang hebat pada bagian otot

yang sedang berkontraksi, maka otot dapat mengalami robekan yang akan

memberikan rasa nyeri yang hebat. Kadang-kadang dapat terjadi robekan otot

yang hebat pada daerah muskulotendinosa misalnya pada otot kuadriseps

femoris atau otot gasroknemius.

5. Komplikasi pada organ

Komplikasi pada organ dapat menyebabkan kerusakan pada organ karena

penetrasi oleh fragmen tulang yang tajam pada daerah sekitar fraktur. Fraktur

pada iga dapat mengenai jantung sehingga terjadi hemoperikardium atau

menembus pleura dan terjadi hemothoraks, bahkan dapat menembus paru-paru

sehingga terjadi hemopneumothoraks. Fraktur iga bagian bawah dapat

menembus hati, limpa atau ginjal. Fraktur pada vertebra torakalis dan lumbalis

dapat menyebabkan ileus paralitik serta dilatasi lambung. Fraktur bergeser pada

panggul dapat menyebabkan robekan pada buli-buli atau uretra dan yang lebih

jarang dapat terjadi pada kolon dan rectum.

Komplikasi diluar fraktur pada organ lain

1. Trauma multiple

Fraktur dapat timbul bersama-sama trauma pada vesira torako-

abdominal yang merupakan trauma tersendiri sebagai bagian dari

suatu trauma multipel. Pada seorang penderita dengan fraktur maka

perlu diperhatikan kemungkinan adanya kerusakan pada organ-organ

lain seperti pada otak, alat-alat dalam rongga toraks dan abdomen yang

dilakukan pada pemeriksaan awal. Fraktur merupakan kelainan dengan

prioritas terakhir untuk ditanggulangi pada suatu trauma multipel.

2. Syok hemoragik

Syok hemoragik merupakan salah satu komplikasi dari fraktur

yang merupakan suatu syok hipovolemik atau oligemik. Syok terjadi

oleh karena kerusakan pembuluh darah kecil atau besar pada waktu

terjadi fraktur. Syok hemoragik terjadi terutama pada fraktur daerah

panggul atau pada fraktur femur yang dapat menimbulkan akumulasi

perdarahan sebanyak 2 liter pada orang dewasa.

KOMPLIKASI AWAL

Komplikasi lokal

1. Komplikasi sisa dari komplikasi yang segera terjadi

a. Nekrosis kulit

Akibat trauma sejak awal atau oleh karena tekanan tulang pada

kulit dan jaringan lunak akan menyebabkan nekrosis pada kulit dan

jaringan lunak lainnya. Pada fraktur terbuka dimana terdapat

ketegangan kulit atau terdapat kehilangan jaringan lunak maka kulit

dibiarkan terbuka untuk ditutup pada tahap berikutnya.

b. Iskemik Volkmann

Merupakan salah satu komplikasi yang dapat terjadi pada

jaringan lunak akibat adanya tekanan pada arteri. Komplikasi lain

yang timbul pada jaringan lunak seperti gangrene atau thrombosis

vena juga dapat menyebabkan kerusakan serta nekrosis pada jaringan

lunak.

2. Komplikasi pada sendi

A. Infeksi pada sendi

Pada fraktur terbuka intra-artikuler dan setelah operasi terbuka

suatu fraktur intra-artikuler dapat ditemukan komplikasi hebat berupa

arthritis septic. Walaupun dilakukan penanganan secara awal dan

efektif, arthritis septic dapat menyebabkan destruksi tulang rawan

artikuler yang berkembang menjadi penyakit degeneratif sendi.

3. Komplikasi pada tulang

A. Infeksi pada tulang (osteomielitis)

Fraktur terbuka

Dapat terjadi kerusakan jaringan yang mengenai seluruh lapisan

termasuk tulang pada bagian yang mengalami fraktur. Penanganan fraktur

terbuka bertujuan mengurangi terjadinya osteomielitis akut dan

penyulitnya, osteomielitis kronik, delayed union dan union.

Fraktur tertutup

Dapat terinfeksi setelah operasi terbuka karena pemasangan implant, traksi

kontinu atau fiksasi eksterna. Tulang disekitar pin tidak hanya mengalami

nekrosis tetapi juga dapat terjadi infeksi dan membentuk sekuester.

B. Nekrosis avaskuler tulang

Nekrosis avaskuler tulang pasca trauma biasanya disebabkan oleh

terputusnya pembuluh darah yang mengantarkan nutrisi pada saat terjadi

trauma serta adanya faktor iatrogenic akibat pembedahan yang berlebihan

pada waktu reduksi terbuka fraktur dan dislokasi. Komplikasi yang dapat

terjadi berupa delayed union, sendi yang tidak sesuai serta atau dislokasi

tertentu yang disebabkan oleh suplay darah yang tidak adekuat pada bagian

yang mengalami fraktur.

Komplikasi Di Luar Organ Lain

1. Emboli lemak

Emboli lemak merupakan komplikasi yang fatal dan dapat

menyebabkan kematian sebesar 20% dari seluruh kematian akibat

fraktur.

2. Emboli paru

3. Pneumonia

Komplikasi pneumonia terjadi oleh karena perawatan tirah baring pada

periode penyembuhan, yang umumnya lebih sering mengenai orang

tua. Nyeri pada fraktur iga diikuti pembatasan respirasi dapat

menyebabkan pneumonia.

4. Tetanus

Disebabkan oleh Clostridium tetani yang merupakan salah satu

komplikasi trauma terbuk. Masa inkubasi tetanus antara 10-14 hari.

5. Delirium tremens

Penderita alkoholik kronis yang mengalami trauma, dirawat inap di

rumah sakit. Keterikatan terhadap alcohol dihentikan secara

mendadak. Selama beberapa hari dapat terjadi hal-hal yang luar biasa,

bahkan gejala withdrawal berupa disorientasi, ansietas, agitasi dan

halusinasi.

KOMPLIKASI LANJUT

Komplikasi lokal

1. Komplikasi pada sendi

a) Kekakuan sendi yang menetap

Kekakuan yang berlangsung singkat akibat imobilisasi selama

pengobatan fraktur, dapat dikurangi dengan melakukan kontraksi aktif

pada kelompok otot yang mengontrol sendi dan biasanya pengobatan

berhasil dengan menggerakkan sendi setelah imobilisasi yang

berlangsung singkat. Kekakuan sendi yang persisten merupakan suatu

komplikasi yang menghambat fungsi normal anggota gerak. Kekakuan

sendi seperti ini kebanyakkan merupakan komplikasi fraktur. Kekakuan

terutama terjadi pada orang dewasa yang mengalami perubahan

degenerative pada sendi dan jarang ditemukan pada anak-anak.

b) Penyakit degenerative pasca trauma

Adanya ketidaksesuaian permukaan sendi diikuti fraktur intra-

artikuler, dislokasi atau fraktur dislokasi khusunya pada sendi penopang

tubuh, dapat menyebabkan berkembangnya penyakit degeneratif sendi.

Komplikasi ini harus dihindarkan agar dapat terjadi pemulihan yang baik

pada permukaan sendi setelah trauma. Penyebab penyakit degeneratif

sendi pasca trauma yang mengenai sendi penopang tubuh adalah

malunion, malalignment dan fraktur akibat penekanan sendi.

2. Komplikasi pada tulang

a) Sindroma kompartemen

Sindroma kompartemen adalah suatu sindrom yang terjadi karena

beberapa hal, bisa disebabkan oleh fraktur, di mana terjadi

peningkatan tekanan intrakompartemen sehingga terjadi iskemia

jaringan. Peningkatan tekanan ini disebabkan oleh terisinya cairan ke

dalam kompartemen (fascia), dan tidak diikuti oleh pertambahan

luas/volume kompartemen itu sendiri. Cairan tersebut dapat berupa

darah atau edema yang disebabkan oleh fraktur. Dengan meningkatnya

tekanan intrakompartemen (interstitial) yang melampaui tekanan

perfusi kapiler (pembuluh darah), akan menyebabkan aliran darah

yang seyogyanya mensuplai oksigen dan nutrisi ke jaringan menjadi

tidak adekuat (kolaps). Hal ini akan memicu terjadinya iskemia

jaringan, yang menyebabkan edema sehingga tekanan

intrakompartemen tersebut akan semakin meningkat. Bila hal ini tidak

diatasi, maka iskemia yang terjadi akan menimbulkan kematian

jaringan dan nekrosis, yang pada akhirnya dapat mengancam nyawa.

Secara umum terdapat beberapa tanda (sign) untuk sindroma

kompartemen, yang disingkat menjadi 5P :

1) Pain (nyeri), yang sering ditemukan dan terjadi di awal sindrom

2) Parestesia, yaitu gangguan pada saraf sensorik

3) Paralisis, yaitu gangguan motorik yang ditemukan setelah beberapa

waktu

4) Pallor, yaitu pucat pada kulit akibat berkurangnya suplai darah

5) Pulselessness, yaitu kehilangan denyut arteri

Cara untuk mengatasi hal ini adalah dengan teknik fasciotomi, suatu tindakan

operatif untuk membebaskan cairan yang terperangkap di dalam kompartemen.

b) Penyembuhan fraktur yang abnormal

1. Non union

Non-union adalah suatu kondisi di mana tidak terjadi penyatuan

(penyembuhan) tulang  yang mengalami fraktur setelah beberapa waktu,

di mana normalnya tulang tersebut seharusnya sudah menyatu. Sebagai

contoh untuk tulang panjang dikatakan non-union jika setelah 6 bulan

tidak ada penyatuan, atau 3 bulan untuk bagian leher tulang femur.

Non-union bisa disebabkan oleh beberapa faktor, seperti usia, nutrisi

yang kurang baik/adekuat, efek penggunaan steroid, terapi radiasi, infeksi,

suplai darah yang tidak adekuat, atau imobilisasi yang kurang benar.

2. Malunion

Malunion adalah penyembuhan fraktur dalam posisi yang tidak

anatomis (abnormal). Biasanya disebabkan oleh penanganan yang kurang

adekuat. Malunion dapat menyebabkan gangguan fungsional dan estetik,

dan paling sering terjadi sebagai komplikasi fraktur tulang phalangs.

Beberapa contoh malunion adalah malrotasi (terjadi pada fraktur spiral

atau oblik), angulasi, dan pemendekan (shortening).

Bila fragmen menyambung pada posisi yang tak memuaskan

(angulasi, rotasi, atau pemendekan yang tak dapat diterima) fraktur itu

dikatakan malunion. Penyebabnya adalah tidak tereduksinya fraktur secara

cukup, kegagalan mempertahankan reduksi ketika terjadi penyembuhan,

atau kolaps yang berangsur-angsur pada tulang yang osteoporotic atau

kominutif.

Gambaran Klinik

Deformitas biasanya jelas, tetapi kadang-kadang tingkat malunion yang

sebenarnya hanya tampak pada sinar-X. deformitas rotasional pada femur, tibia,

humerus atau lengan bawah dapat terlewatkan kecuali kalau tungkai itu dibandingkan

dengan anggota di sebelahnya.

Sinar-X diperlukan untuk mengecek posisi fraktur ketika sedang terjadi penyatuan.

Ini terutama diperlukan selama 3 minggu pertama ketika keadaan dapat berubah tanpa

tanda-tanda sebelumnya.

Terapi

Malunion insipien mungkin memerlukan terapi bahkan sebelum fraktur benar-

benar menyatu; keputusan untuk melakukan remanipulasi atau koreksi itu mungkin

sangat sukar. Ada beberapa petunjuk:

a. Pada orang dewasa, fraktur harus direduksi sedekat mungkin dengan posisi

anatomis. Tetapi, aposisi kurang begitu penting dibandingkan alignment dan

rotasi. Angulasi lebih dari 15 derajat pada tulang panjang, atau deformitas

rotasional yang nyata mungkin membutuhkan koreksi dengan manu=ipulasi

ulang, atau membutuhkan osteotomi dan fiksasi internal.

b. Pada anak-anak, deformitas sudut dekat ujung tulang biasanya akan berubah

bentuknya sejalan dengan waktu; sedang deformitas rotasional tidak.

c. Pada tungkai bawah, pemendekan lebih dari 2,5 cm jarang dapat diterima oleh

pasien dan prosedur pemanjangan tungkai dapat diindikasikan.

d. Harapan pasien (sering didorong oleh penampilan kosmetik) dapat amat

berbeda dari harapan ahli bedah; ini tidak boleh diabaikan

e. Pembahasan bersama dengan pasien, dan pemandangan dengan panduan

sinar-X, akan membantu dalam pemantauan kebutuhan terapi dan dapat

mencegah kesalahpahaman di kemudian hari.

f. Efek-efek jangka panjang dari deformitas sudut yang kecil terhadap fungsi

sendi dangat sedikit yang diketahui. Tetapi, tampaknya malposisi lebih dari 15

derajat pada setiap bisang dapat menyebabkan pembebanan asimetris pada

sendi di atasnya atau dibawahnya dan menyebabkan munculnya osteoarthritis

sekunder di kemudian hari; ini terutama berlaku pada sendi-sendi yang

menahan beban besar.

3. Delayed union

Delayed union adalah keterlambatan penyembuhan/penyatuan fraktur. Tidak

ada batasan waktu yang jelas kapan suatu penyembuhan fraktur dikatakan

delayed union. Beberapa penyebab delayed union antara lain infeksi dan suplai

darah yang inadekuat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Rasjad, Chairuddin, 2003. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Penerbit Bintang

Lamumpatue Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar, Hal:

149-153

2. Apley, Graham A., Solomon, Louis. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem

Apley. 7th ed. Jakarta : Widya Medika: 1995

3. Sjamsuhidajat R., Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. ed revisi. EGC.

Jakarta: 1998. pp. 1138-96

4. Swiontkowski MF, Stovitz SD. Manual of orthopaedics. 6th ed. US:

Lippincott Williams and Wilkins; 2001.

5. Koval KJ, Zuckerman JD. Handbook of fractures. 3rd ed. US: Lippincott

Williams and Wilkins; 2006.

6. Braten M, Helland P, Mhyhre H, Malste A, Terjesen T. 11 femoral fractures

with vascular injury - good outcome with early vascular repair and internal

fixation. Acfa Orthop Scand 1996 [cited 2009 Dec 8]; 67 (2): 1614.

7. Lieurance R, Benjamin JB, Rappaport WD. Blood loss and transfusion in

patient with isolated femur fracture. J Orthop Trauma 1992 [cited 2009 Dec

8];6(2):175-9.

8. Wheeless CR. Vascular Injuries from Pelvic Fracture [Online]. 2009 July 5

[cited 2009 Dec 8]; Available from:

URL

:http://www.wheelessonline.com/ortho/vascular_injuries_from_pelvic_fractur

es

9. Schwartz. Intisari Prinsip – Prinsip Ilmu Bedah ed 6. Penerbit buku

kedokteran EGC. Jakarta 2000

10. Reksoprodjo, Soelarto. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. Hal 457-484. Penerbit buku kedokteran EGC.

JakartaRasjad, C. Buku Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi. Edisi ketiga.

Makassar: 2007.p352-489

11. Buckley R, Panaro CDA. General Principles of Fracture Care.

http://www.emedicine/orthopedi/general-principle of fracture

care.com[diakses 13 November 2015].

12. Mangunsudirejo RS, Penanganan, Penyembuhan dan komplikasi fraktur. Edisi

pertama Cetakan pertama. Semarang:2010