makalah tugas akhir - digilib.its.ac.id
TRANSCRIPT
1
MAKALAH TUGAS AKHIR PENGARUH PERKUATAN BUIS BETON
DIBAWAH PONDASI DANGKAL AKIBAT PEMBEBNAN STATIS DAN DINAMIS (PEMODELAN DI LABORATORIUM)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Secara geografis sebagian besar wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia berada pada kawasan rawan bencana alam dan salah satu bencana alam yang sering terjadi adalah gempa bumi, hal ini disebabkan sebagian besar wilayah Indonesia terletak pada perbenturan tiga lempeng kerak bumi yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng India Australia. Ditinjau secara geologis, kepulauan Indonesia berada pada pertemuan 2 jalur gempa utama, yaitu jalur gempa Sirkum Pasifik dan jalur gempa Alpide Transasiatic. Karena itu, kepulauan Indonesia berada pada daerah yang mempunyai aktivitas gempa bumi cukup tinggi.
Gempa bumi merupakan suatu bencana alam yang tidak dapat dihindari dan tidak dapat diramalkan kapan akan terjadi dan seberapa besar kekuatan nya, serta akan menimbulkan kerugian baik harta maupun jiwa. Gempa dengan kekuatan cukup kuat di wilayah Pulau Jawa bagian selatan pernah terjadi sebelumnya. Pada 27 Mei 2006, gempa tektonik di Samudra India mengguncang Yogyakarta dan Jawa Tengah dengan kekuatan 5,9 skala Richter. Kabupaten Bantul adalah wilayah paling parah mengalami kerusakan. Tidak hanya itu saja gempa berkekuatan 5,9 SR yang berpusat di kedalaman 33 kilometer di laut selatan mengakibatkan bangunan di jalan Bantul-Yogyakarta rusak berat serta tercatat sekitar 6.000 korban tewas (Kompas, 27 Mei 2006). Gempa bumi yang sering terjadi di Indonesia hampir selalu menelan korban jiwa. Namun sebagian besar korban jiwa tersebut bukan diakibatkan secara langsung oleh gempa, tetapi diakibatkan oleh keruntuhan bangunan pada saat terjadi gempa.
Pondasi adalah bangunan sub struktur dibawah tanah yang berfungsi untuk melakukan transfer beban bangunan di atasnya ke dalam tanah pendukung di bawahnya serta menstabilkan beban . Bangunan yang mengalami keruntuhan saat terjadi gempa di Bantul menggunakan sistem pondasi dangkal (perbandingan D/B ≤ 4) yang tidak tahan terhadap gempa. (Sumber: Bowles, 1991). Salah satu desain pondasi untuk struktur tahan gempa pada bangunan rumah sederhana (kurang dari 3 lantai) adalah penggunaan buis beton sebagai perkuatan pada pondasi dangkal. Penggunaan buis beton diharapkan mampu menahan gaya aksial serta gaya geser yang cukup besar dan juga dapat mengurangi penurunan tanah saat terjadi gempa
Pada penelitian ini digunakan buis beton diameter 20 cm dengan kedalaman 1 meter dan 2 meter sedangkan pemodelan dilaboratorium menggunakan skala perbandingan 1 : 10 cm. Buis beton yang digunakan merupakan buatan tangan (bukan buatan pabrik) dari batu pecah yang kemudian dicor ditempat dengan tulangan yang tidak dihitung kebutuhannya.
Pada tahun 2010 Badan Geologi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia mengeluarkan peta gempa terbaru dengan beberapa perubahan pada percepatan gempa pada tiap zona gempa
Hal tersebut yang menjadikan dasar dilakukannya penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penurunan dan perubahan parameter fisik dan mekanis akibat kombinasi beban statis vertikal dan beban dinamis gempa terhadap penurunan pondasi dangkal dengan dan tanpa perkuatan buis beton menggunakan peta gempa 2010 . Pada penelitian kali ini akan digunakan tanah yang dikondisikan seperti tanah di daerah Bantul yaitu tanah yang dibuat dari campuran pasir 82,54% dan bentonit 17,46% sehingga menghasilkan LL 32%. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pertimbangan sebagai perkuatan pada pondasi dangkal untuk bangunan rumah sederhana sehingga penelitian ini perlu untuk dilaksanakan.
2
1.2 Perumusan Masalah Masalah yang akan dikaji dalam penelitian
tugas akhir ini antara lain sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh bentuk variasi pondasi dangkal terhadap penurunan tanah dengan variasi L/B = 1 dan 2 serta permodelan segitiga dengan beban dinamis arah melintang dan memanjang pondasi untuk L/B = 2 dengan menggunakan peta gempa 2010.
2. Bagaimana pengaruh variasi tiang terhadap penurunan tanah.
3. Bagaimana pengaruh variasi pembebanan terhadap penurunan tanah pada pondasi dengan variasi permodelan konfigurasi poer (Segitiga, L/B = 1 dan L/B = 2) dan juga modifikasi diameter buis beton bila jarak pemasangan buis beton 3D dan 3.5D serta kedalaman tiang pancang buis beton 10 dan 20 cm dengan beban dinamis arah memanjang dan melintang pondasi untuk L/B = 2.
4. Bagaimana parameter fisik tanah dasar dan kuat geser sebelum dan setelah pembebanan.
5. Bagaimana angka keamanan pondasi dengan menggunakan peta gempa 2010 akibat kombinasi beban statis vertikal dan beban dinamis pada tanah pasir berlempung dengan LL 32%.
6. Bagaimana hasil perbandingan penurunan akibat pembebanan kombinasi dengan program bantu Plaxis dengan skala lapangan dan skala laboratorium.
7. Bagaiamana menentukan tipe pondasi yang efisien untuk digunakan.
8. Bagaimana perbedaaan penurunan yang terjadi akibat perbedan percepatan peta gempa lama dengan percepatan peta gempa 2010.
1.3 Batasan Masalah Tugas akhir ini membahas tentang pengaruh
beban statis dan beban dinamis pada pondasi dangkal dengan batasan sebagai berikut :
1. Tanah yang digunakan adalah tanah laboratorium dengan campuran antara bentonit, pasir dan air dengan nilai batas cair yaitu LL 32 % (pemodelan sample tanah bantul).
2. Pondasi dangkal dengan perkuatan buis beton dimodelkan dengan perbandingan 1:10 cm atau 2 cm akan tetapi karena
keterbatasan alat pemodelan maka digunakan diameter 1,5 cm.
3. Variasi jarak pemasangan buis beton 3D dan 3,5D dengan kedalaman 10 dan 20 cm.
4. Tidak membahas likufaksi. 5. Beban dinamis yang diberikan pada
pemodelan pondasi dangkal berdasarkan peta gempa 2010 serta pemberian beban menggunakan boks getar yang digerakan oleh motor penggerak.
6. Pemberian beban statis vertikal sebesar 5 kg, 10 kg, 20 kg, dan 25 kg.
7. Pengukuran penurunan tanah menggunakan sensor penurunan pada boks getar dilakukan pada tanah di bawah pondasi.
8. Tidak membahas kenaikan tanah disekitar pondasi akibat penurunan tanah dibawahnya.
9. Percobaan menggunakan boks getar dengan ukuran 110 x 50 x 95 cm dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah, Jurusan Teknik Sipil, ITS, Surabaya.
10. Penurunan laboratorium akan dibandingkan dengan analisis program Plaxis 8.2.
11. Khusus untuk pondasi segitiga tidak dimodelkan pada program plaxis.
1.4 Tujuan penelitian
Tujuan pada penelitian ini yaitu : 1. Mengetahui pengaruh bentuk variasi
pondasi dangkal terhadap penurunan tanah dengan variasi L/B = 1 dan 2 serta permodelan segitiga dengan beban dinamis arah melintang dan memanjang pondasi untuk L/B = 2 dengan menggunakan peta gempa 2010.
2. Mengetahui pengaruh variasi tiang terhadap penurunan tanah.
3. Mengetahui pengaruh variasi pembebanan terhadap penurunan tanah pada pondasi dengan variasi permodelan konfigurasi poer (Segitiga, L/B = 1 dan L/B = 2) dan juga modifikasi diameter buis beton bila jarak pemasangan buis beton 3D dan 3.5D serta kedalaman tiang pancang buis beton 10 dan 20 cm dengan beban dinamis arah memanjang dan melintang pondasi untuk L/B = 2.
3
4. Mengetahui parameter fisik tanah dasar dan kuat geser sebelum dan setelah pembebanan.
5. Mengetahui angka keamanan pondasi dengan menggunakan peta gempa 2010 akibat kombinasi beban statis vertikal dan beban dinamis pada tanah pasir berlempung dengan LL 32%.
6. Mengetahui hasil perbandingan penurunan akibat pembebanan kombinasi dengan program bantu Plaxis dengan skala lapangan dan skala laboratorium.
7. Mengetahui tipe pondasi yang efisien digunakan.
8. Mengethui perbedaaan penurunan yang terjadi akibat perbedan percepatan peta gempa lama dengan percepatan peta gempa 2010.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengetahui seberapa besar perubahan parameter fisis, mekanis dan besar penurunan tanah pada pondasi dangkal yang diteliti. Dengan analisa yang didapat, diharapkan dapat dijadikan wacana sebagai bahan pertimbangan untuk mengurangi kerusakan akibat gempa pada bangunan rumah sederhana (kurang dari 3 lantai) dengan menggunakan pondasi dangkal khususnya pembangunan rumah sederhana pada daerah Bantul.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanah Tanah didefenisikan sebagai material yang
terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara partikel-partikel padat tersebut. Tanah berguna sebagai bahan bangunan pada berbagai macam pekerjaan teknik sipil, di samping itu tanah berfungsi juga sebagai pendukung pondasi dari bangunan. (Sumber : Das, B.M, 1998,).
2.1.1 Identifikasi Tanah Tanah berbutir kasar dapat diidentifikasi
berdasarkan ukuran butiran. Tergantung klasifikasi yang digunakan.
2.1.1.1 Pasir
Pasir adalah partikel-partikel yang lebih kecil dari kerikil tetapi lebih besar dari sekitar 0,05 sampai 0,074 mm. Bisa berbentuk halus, sedang, atau kasar ,tergantung dari ukuran partikel yang terbanayak.(sumber : Joseph E. Bowles,1986)
2.1.1.2 Lempung Lempung terdiri dari butir-butir yang
sangat kecil dan menunjukan sifat-sifat plastis dan kohesi. Kohesi menunjukan kenyataan bahwa bagian-bagian itu melekat satu sama lainnya, sedangkan plastisitas adalah sifat yang memungkinkan bentuk bahan itu mudah dirubah-rubah tanpa perubahan isi atau tanpa kembali kebentuk aslinya, dan tanpa terjadi retakan-retakan atau terpecah-pecah. (sumber : L.D. Wesley,1977)
Lempung merupakan partikel-partikel mineral yang ukurannya lebih kecil dari ukuran lanau. Partikel-partikel lempung adalah silikathidroaluminium kompleks Al2O3.nSiO2.kH2O Dimana n dan k adalah nilai-nilai numerik dari molekul-molekul yang terikat dan bervariasi untuk massa yang sama. Ada sejumlah bahan lempung yang sudah dikenal kegiatannya mempunyai rentang tertentu.
Tabel 2.1 menyajikan hubungan antara konsistensi, identifikasi dan nilai qu yang diperoleh dari pengujian kuat geser tekan bebas (unconfining pressure).
4
Tabel 2.1. Hubungan antar konsistensi, identifikasi dan kuat tekan bebas (qu)
Konsistensi Identifikasi di
lapangan
qu Tanah
Lempung (kg/cm2) Sangat lunak
Dengan mudah ditembus beberapa inci dengan kepalan tangan
< 0,25
Lunak Dengan mudah ditembus beberapa inci dengan ibu jari
0,25-0,5
Sedang Dapat ditembus beberapa inci pada kekuatan sedang dengan ibu jari
0,5 - 1,0
Kaku Melekuk bila ditekan dengan ibu jari, tapi dengan kekuatan besar
1,0 - 4,0
Sangat kaku
Melekuk bila ditekan dengan kuku ibu jari
2,0 - 4,0
Keras Dengan kesulitan, melekuk bila ditekan dengan kuku ibu jari
> 4
(Sumber: Peck dkk, 1953 dikutip dari Hardiyatmo, H.C,1996)
2.1.1.3 Bentonit Bentonite adalah lempung dengan
kadar “montnorilonit” yang tinggi. Kebanyakan bentonit terbentuk dari perubahan kimiawi abu vulkanik. Bila berhubungan dengan air, bentonit kering akan berkembang lebih besar dari lempung lainnya. Sedangkan bentonit jenuh akan menyusunt lebih banyak ketika dikeringkan. (sumber : Karl Terzaghi dan Ralph B.Peck,1993)
2.1.2 Pengujian di Laboratorium
Sifat-sifat fisik tanah dapat dipelajari dari hasil laboratorium pada contoh tanah. Hasil-hasil pengujian yang diperoleh dapat digunakan untuk menghitung kapasitas dukung dan penurunan. Secara umum, pengujian di laboratorium yang
dilakukan untuk penelitian ini adalah sebagai berikut:
2.1.1.1 Batas Plastis dan Batas Cair Pada awal tahun 1900, Atterberg
mengembangkan suatu metode untuk menjelaskan konsistensi tanah halus pada kadar air yang bervariasi. Bilamana kadar airnya sangat tinggi, campuran air dan tanah akan menjadi sangat lembek seperti cairan, sehingga akan menyebabkan berkurangnya kuat geser tanah. Oleh karena itu, atas dasar air yang dikandung, Atterberg membuat batasan-batasan yaitu: batas susut, batas plastis dan batas cair. Kadar air dimana transisi dari keadaan semipadat ke plastis dinamakan sebagai batas plastis. Dan dari keadaan plastis ke keadaan cair dinamakan batas cair (liquid limit). Batas-batas ini dikenal dengan batas – batas Atterberg. (Sumber : Das, B.M, 1998). 2.1.1.2 Pengujian Proctor Dimodifikasi
(Modified Proctor Test) Pengujian ini disebut Uji Proctor
Dimodifikasi (ASTM Test Designation D-1557 dan AASHTO Test Designation T-180). Untuk pelaksanaan uji proktor ini dipakai dengan cetakan yang sama dengan volume1/30 ft3 (944 cm3) sebagaimana pada uji proctor standar. Tetapi tanah dipadatkan dengan lima lapisan dengan menggunakan penumbuk seberat 10 lb (massa =4,54kg). Tinggi jatuh penumbuk adalah 18 in(457,2 mm). (Sumber : Das, B.M, 1998) 2.1.2.1 Pengujian Kuat Geser
Uji geser langsung merupakan pengujian tertua dan dalam bentuk yang paling sederhana untuk suatu susunan uji geser. Alat uji yang digunakan yakni terdiri dari sebuah kotak logam berisi sample tanah yang akan diuji. Sampel tanah yang umum digunakan ialah sekitar 3 sampai 4 inchi2 (1935,48 sampai 2580,64 mm2). Luas penampangnya dan tingginya 1 inchi (25,4mm). Kotak tersebut terbagi dua sama sisi dalam arah horisontal. Gaya normal pada sample tanah didapat dengan menaruh beban mati diatas sample tanah tersebut. Beban mati
5
tanah sampleruang penampang Luas
normal gaya
tanah samplelintang penampang Luas
gerakanmelawan yang geser gaya
tersebut dapat menyebabkan tekanan pada sampel tanah sampai 150 psi (1034,2 kN/m2). Gaya geser diberikan dengan mendorong sisi kotak sebelah atas sampai terjadi keruntuhan geser pada tanah.
Pada pengujian tertentu, tegangan normal dapat dihitung sebagai berikut:
ΣTeganganNormal
Tegangan geser yang melawan pergerakan geser dapat dihitung sebagai berikut:
Tegangan
(Sumber: Braja M, Das,1998,)
Gambar 2.2 Prinsip kerja geser (Manual laboratorium ITS, 2008)
2.2 Pondasi Bagian paling bawah dari suatu konstruksi
dinamakan “Pondasi”. Fungsi pondasi ini adalah meneruskan beban konstruksi kelapisan tanah yang berada di bawah pondasi. Suatu perencanaan pondasi dikatkan benar apabila beban yang diteruskan pondasi ke tanah tidak melampaui kekuatan tanah yang bersangkutan. (Sumber: Braja M, Das,1998)
2.2.1 Jenis-Jenis Pondasi 2.2.1.1 Pondasi Dangkal (Shallow
Foundation) Pondasi dangkal adalah pondasi dengan
perbandingan kedalaman dan lebar telapak kurang dari empat (D/B ≤ 4), disebut juga sebagia pondasi alas, pondasi telapak-tersebar (spread footing) dan pondasi rakit.(Sumber: Bowles, 1991).
Jenis-jenis pondasi dangkal yaitu :
1. Podasi Telapak Pondasi telapak adalah pondasi yang
mendukung bangunan secara langsung pada tanah pondasi. Pondasi telapak umumnya dibangun diatas tanah pendukung pondasi dengan membuat suatu tumpuan yang bentuk dan ukurannya (dimensinya) sesuai dengan beban bangunan dan daya dukung tanah pondasi itu.(sumber: Ir.S,Suryono dan Kazuto Nakazawa,2000) 2. Pondasi Rakit
Pondasi rakit (raft foundation): Plat beton yang besar, yang digunakan untuk mengantarai permukaan (interface) dari satu atau lebih kolom didalam beberapa garis (jalur) dengan tanah dasar. Sebuah pondasi rakit boleh digunakan dimana tanah dasar mempunyai daya dukung rendah dan atau badan kolom yang begitu besar, sehingga lebih dari 50% dari luas, ditutupi oleh pondasi telapak sebar konvensional.
2.2.1.2 Pondasi Dalam (Deep Foundation) Perbandingan kedalaman dengan
lebar pondasi lebih dari empat (D/B ≥ 4 ), meneruskan beban ke tanah keras atau batu, terletak jauh dari permukaan.Contoh : Podasi Kaison , Pondasi tiang (pilefoundation). (Sumber: Bowles, 1991).
2.2.1.3 Pondasi Tiang Pondasi tiang adalah suatu
konstruksi pondasi yang menahan gaya vertikal ke sumbu tiang dengan cara menyerap lenturan. Pondasi tiang dibuat menjadi satu kesatuan yang monolit dengan menyatukan pangkal tiang yang terdapat di bawah konstruksi dengan tumpuan pondasi. Pondasi tiang digunakan untuk suatu bangunan yang tanah dasar di bawah bangunan tersebut tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity) yang cukup untuk memikul berat bangunan dan beban yang diterimanya atau apabila tanah yang mempunyai daya dukung yang cukup letaknya sangat dalam (Sumber:Bowles, 1991).
6
1. Tiang Buis Beton
Tiang buis beton merupakan salah satu alternatif yang digunkan untuk memberikan perkuatan pada pondasi bagunan sederhana dengan biaya yang lebih murah. Tiang buis beton memiliki bentuk seperti buis beton tetapi dari segi kekuatan tiang buis beton lebih rendah dari buis beton karena dalam proses pembuatannya tidak melalui pabrikasi, tiang buis beton dibuat secara manual dengan tenaga manusia,tiang buis beton terdiri dari beberapa buis beton yang disusun hingga kedalam sekitar 1 sampai 2 meter kemudian diberi batu pecah, tulangan,kemudian di cor ditempat.
Untuk memasang tiang buis beton,tanah digali dengan diameter dan kedalaman yang direncanakan kemudian buis beton dimasukan pada lubang – lubang yang telah di buat. Setelah buis beton tertanam lalu diberikan batu pecah, tulangan dan kemudian dicor ditempat bersama pondasi. 2. Tiang Pancang
Tiang pancang adalah bagian-bagian konstruksi yang dibuat dari kayu, beton dan atau baja, yang digunakan untuk meneruskan (mentransmisikan) beban-beban permukaan ketingkat-tingkat permukaan yang lebih rendah didalam massa tanah.(sumber: Dr. Ir. Suyono Sosrodarsono dan Kazuto Nakazawa, 2000)
2.2.2 Pembebanan Perencanaan suatu struktur yang meliputi
struktur atas maupun struktur bawah untuk keadaan-keadaan batas stabil, kekuatan batas dan kemampuan-layan batas harus memperhitungkan pengaruh-pengaruh dari aksi sebagai akibat dari beban-beban berikut: 1. Beban Mati 2. Beban Hidup 3. Beban Angin 4. Beban Gempa (Dinamis) (Sumber : PPI, 1983).
2.2.2.1 Beban Dinamis
Beban yang bergerak merupakan problem yang kompleks karena merupakan perpaduan dari struktur, geoteknik dan teori getaran. Konstruksi dari pondasi yang menerima beban dinamis juga tergantung dari besarnya getaran dan para ahli geoteknik. 2.2.2.2 Penyaluran Beban Yang Diterima
Tiang Ke Dalam Tanah
Berdasarkan cara penyaluran bebannya ke tanah, pondasi tiang dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Pondasi tiang dengan tahanan ujung (End Bearing Pile)
Tiang ini akan meneruskan beban melalui tahanan ujung tiang ke lapisan tanah pendukung.
Gambar 2.3. Pondasi Tiang Dengan Tahanan Ujung (Sumber: Sardjono, H.S. 1988)
2. Tiang pancang dengan tahanan gesekan (Friction Pile).
Gambar 2.4. Pondasi Tiang Dengan Tahanan Gesekan (Sumber: Sardjono, H.S. 1988)
7
3. Tiang pancang dengan tahanan lekatan (Adhesive Pile)
Gambar 2.5. Pondasi Tiang Dengan Tahanan Lekatan. (Sumber: Sardjono, H.S. 1988)
2.2.3 Daya Dukung Pondasi Tanah harus mampu memikul beban dari
setiap konstruksi teknik yang diletakkan pada tanah tersebut tanpa kegagalan geser dan dengan penurunan yang dapat ditolerir untuk konstruksi tersebut. Persamaan daya dukung menurut Mayerhof :
- Bebam Vertikal: .(2.3)
- Beban Miring: .(2.4)
Faktor Bentuk, Kedalaman, dan Faktor Inklinasi untuk persamaan Mayerhof:
1. Faktor bentuk untuk pondasi bentuk persegi panjang:
2. Faktor bentuk untuk pondasi bentuk persegi:
(Sumber : Das, B.M, 1998,).
Pada saat diberi beban yang sentris podasi model segitiga memiliki daya dukung 20-30% lebih besar dibandingkan dengan pondasi persegi, sedangkan pada saat pondasi diberi
beban eksentri, maka pondasi model segitiga memiliki daya dukung sekitar 60% lebih kecil dibandingkan dengan pondasi persegi.
(Sumber : BGA International Conference on Foundations, Kevin Stone, Tim Newson, james Sandon.2003).
2.2.3.1 Daya Dukung Pondasi Beban Dinamis
2.2.3.1.1 Pondasi Dangkal Daya dukung statis pondasi dangkal
sudah dipelajari secara intensif di buku-buku literatur. Beban bisa berbentuk dinamis, vertikal dari nuklir, horisontal dari gempa. Kedua tipe ini akan menimbulkan deformasi besar yang permanen pada pondasi. Tetapi dasar-dasar yang menjelaskan definisi daya dukung dinamis belum ditemukan. Beberapa informasi tentang daya dukung dinamis dibedakan untuk tanah pasir dan tanah lempung: Untuk tanah pasir(Sumber: Vesic,
A.S.dkk, 1963) : qu = q.Nq.γqs + 0,5.B.γ. Nγ. λγ………(2.10)
Bila Dr< 70% → keruntuhan geser lokal mungkin terjadi Bila 0 < Dr (kepadatan relatif)< 67% → Nilai Ø di koreksi dengan Ø’ untuk tanah pasir, Dimana:
Ø’= tg-1 [(0,67 + Dr – 0,75 Dr2) tg Ø]....(2.11)
Untuk tanah lempung(Sumber: Vesic, A.S.dkk, 1963):
qu =Cu.Nc.λcs + q.Nq.γq
Nγ = 0 untuk Ø =0 Untuk df/B >1(Sumber: Vesic, A.S.dkk,
1965) : qu = 5.14. Cu [ 1+0,1964(B/L)] [ 1+ 0,49(df/B)] +q..(2.14)
Untuk df/B >1(Sumber: Vesic, A.S.dkk, 1965) :
qijin statis+dinamis = 75% x σ..................(2.15)
2.2.3.1.2 Tiang Pancang Kapasitas horisontal tiang pancang dengan
ujung tiang tertahan (tanah non kohesif) menurut Broms(1972):
)7.2......(..............................1
)6.2(....................).........(tan)(1
)5.2.(....................).........()(1
(B/L) 0,4 q
LB
NN
LB
s
qs
c
qcs
dBN dqN dCN qqqcccult 5,0q
idBN idqN idCN q qqqCCCult 5,0
6,0)9.2..(..................................................).........(tan1
)8.2....(..................................................).........(1
q
NN
s
qs
c
qcs
8
Tahap 1. Tentukan kuat lentur ultimate My tiang pancang
.............................. (2.16)
3
............................ (2.17)
Tahap 2. Bila L< L1 Maka tiang di klasifikasikan sebagai tiang ”pendek” dan demikian di ketahui L/D, Nilai QL=Hu dapat di peroleh dari Gambar 2.6
Gambar 2.6 Ketahanan Lateral Ultimate Dari Tiang Pendek Tanah Non Kohesif (sumber : Broms,1972)
Tahap 3. Bila L< L1 , periksa apakah sebuah sendi ke dua akan terbentuk yaitu M maksimum ≥ My
............................. (2.18)
..................
(2.19) Mmax= . (2.20)
Tahap 4. Bila Mmaksimum≥ My Tiang di klasifikasikan sebagai tiang panjang dan diketahui
.................................. (2.21)
Cari nilai QL
Tahap 5. Bila M maksimum ≥ Mytiang di klasifikasikan sebagai tiang panjang dan diketahui
.......... (2.22)
Dimana : Kp = koefisien tekanan tanah pasif L1 = panjang tiang My = kuat lentur ultimate tiang pancang t = berat volume tanah basah
D = diameter tiang f = posisi momen maksimun dari muka tanah QL = daya dukung tanah maksimum pada pondasi
E = .............................(2.23)
2.2.3.2 Perencanaan Pondasi Tiang Pada perencanaan pondasi tiang pada
umumnya diperkirakan pengaturan tiang–tiangnya terlebih dahulu seperti letak/susunan, diameter dan panjang tiang.
Kapasitas daya dukung tiang pancang berdasarkan data laboratorium, didapatkan nilai berat isi tanah (γt), nilai kohesif tanah (c) serta nilai sudut geser tanah (φ), kapasitas ultimate tahanan ujung Tanah non Kohesif berdasarkan Mayerhof sebagai berikut:
Qp= Ap (C.Nc + q’ Nq)……….….. (2.24) fs = 0.5 q’x Ks x Tan ………...... (2.25) Qs= As x fs x ∆L…………….... (2.26)
Dimana: Qp = Kapasitas ultimate tahan ujung tiang Ap = Luas penampang tiang pancang (cm2) C = Kohesi tanah (kg/cm2) Nc = Faktor kapasitas daya dukung Nq = Faktor kapasitas daya dukung q’ = Tegangan vertikal efektif pada tiang pancang (kg/cm2) QS = Kapasitas ultimate tahanan kulit As = Luas permukaan efektif tiang pancang (cm2) fs = Tahanan kulit Ks = Koefisien rata-rata tekanan tanah pada seluruh panjang yang tertanam dipengaruhi oleh jenis tiang dan kondisi tanah. = Sudut geser efektif
25,1 fDKQ tpL
3
21 fDKMfQ tpyL
LM
DLKQ ytpL
25,0sin1sin1
pK
31
1 DKM
Ltp
y
31
2DK
Mf
tp
y
4tp
y
DγKM2
cf4700
9
Untuk daya dukung group pondasi, harus dikoreksi terlebih dahulu dengan koefisien efisisnsi (Ce)
Ql(group)= QL (1tiang) x n x Ce…..... (2.27)
Dimana: n = Jumlah tiang dalam group Ce = Koefisien efisiensi
Beberapa perumusan yang ada untuk menghitung Ce Sbb:
a. Converse-Labare:
... (2.28)
Dengan : D = Diameter sebuah tiang pondasi S = Jarak as ke as antar tiang dalam group m = Jumlah baris tiang dalam group n = Jumlah Kolom tiang dalam group
b. Los Angeles:
Dengan : B = Lebar group tiang L = Panjang group tiang
(Wahyudi, H. 1999)
2.2.4 Keruntuhan Daya Dukung Pondasi Dangkal Akibat Beban Dinamis
Dari dokumentasi kasus–kasus keruntuhan daya dukung selama gempa didapat tiga faktor yang menjadi sebab terjadinya keruntuhan. Faktor–faktor ini dapat bekerja sendiri maupun bersama–sama. Faktor–faktor tersebut adalah: 1. Tegangan geser tanah 2. Beban struktural
(Bowles, 1986). 2.2.4.1 Mekanisme Keruntuhan Kondisi
Drained Apabila tanah mengalami
pembebanan seperti beban pondasi, tanah akan mengalami tekanan dan penurunan. Untuk dapat memahami konsep daya dukung batas tanah dan bentuk keruntuhan
geser dalam tanah pada kondisi drained, ditunjukkan pada sebuah pondasi berbentuk persegi dengan lebar B yang terletak di atas tanah pasir padat atau tanah lempung kaku. Jika beban terbagi rata q di atas pondasi ditambah, maka penurunan yang akan terjadi juga akan bertambah. Tetapi pada titik tertentu apabila besar q = qu (Gambar 2.7a) telah dicapai, maka keruntuhan daya dukung akan terjadi di mana tanah di sebelah kanan dan kiri pondasi akan menyembul dan bidang kelongsoran akan mencapai permukaan. Untuk keadaan ini didefinisikan qu sebagai daya dukung batas. Keruntuhan jenis ini dinamakan keruntuhan geser menyeluruh (general shear failure) dan merupakan karakteristik dari pondasi dangkal yang memiliki telapak yang sempit dengan kedalaman yang dangkal dan berada pada tanah yang relatif kuat dan padat.
Pada kondisi yang berbeda di mana pondasi terletak di atas pasir tanah lempung (Gambar 2.7b), apabila beban dinaikkan maka penurunan juga akan bertambah. Tetapi bila beban per satuan luas pada pondasi sama dengan qu (1), maka pondasi akan mengalami gerakan ke bawah yang diiringi dengan sentakan secara tiba-tiba, tetapi tidak seperti keruntuhan geser menyeluruh, bidang keruntuhan berakhir di suatu tempat di dalam tanah. Walaupun demikian, keruntuhan permukaan akan terjadi secara berangsur-angsur di mana tanah akan terangkat di sekitar pondasi. Dalam keadaan ini, apabila q (beban per satuan luas) = qu, maka qu didefinisikan sebagai daya dukung batas dari tanah, sedangkan qu (1) didefinisikan sebagai the first failure load (Vesic, 1963). Tipe keruntuhan ini dinamakan keruntuhan geser setempat (local shear failure), terjadi pada tanah yang relatif lemah dan kompresibel dengan telapak yang cukup lebar dan cukup dalam.
Apabila pondasi terletak di atas tanah lunak (fairly loose soil), hubungan antara beban dan penurunan di mana untuk kondisi
)112(90
/1nm
xS)(D arctan C oe
nmmnnmmn
xLB Ce )1)(1(2)1()1(11
10
ini dapat dikatakan keruntuhan geser tanah tidak terjadi.
Akibat bebannya, pondasi hanya menembus dan menekan tanah ke samping yang menyebabkan pemampatan tanah di dekat pondasi. Jika beban melewati batas keruntuhan qu, penurunan pondasi bertambah hampir secara linier dan bertingkat dengan penambahan bebannya. Tipe keruntuhan ini dinamakan keruntuhan penetrasi (punching).
Gambar 2.7 Keruntuhan pondasi dangkal: (a) keruntuhan geser umum; (b) keruntuhangeser lokal; (c) keruntuhan penetrasi. (Vesic, 1963)
Terzaghi (1943) mengevaluasi besarnya daya dukung tanah di bawah pondasi dangkal yang memanjang. Untuk pertimbangan praktis, pondasi yang mempunyai rasio antara panjang dan lebar lebih besar 5 dinamakan pondasi lajur, dan pondasi didefinisikan sebagai pondasi dangkal apabila kedalaman Df ≤ lebar pondasi. Tetapi pada percobaan lanjutan dianggap pondasi dangkal, jika kedalaman Df sama dengan 3 – 4 kali lebar pondasi.
Mekanisme keruntuhan pondasi memanjang yang memanjang pada kedalaman Df dan mempunyai dasar yang kasar, dianalisis dengan anggapan bahwa keruntuhan terjadi pada kondisi keruntuhan geser umum. Di samping itu, Terzaghi menganggap bahwa berat tanah di sebelah kanan dan kiri pondasi sampai kedalaman dasar pondasi, diganti dengan beban terbagi rata (surcharge), q = γ x Df. Zona keruntuhan di bawah pondasi dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu :
Zona segi tiga ACD adalah di dalam zona elastis
Zona geser radial ADF dan CDE dengan kurva DE dan DF merupakan busur spiral logaritmis
Zona pasif menurut Rankine pada segi tiga AFH dan CEG
Dua sudut CAD dan ACD dianggap sama dengan sudut geser . Dengan catatan perpindahan tanah di atas dasar pondasi sama dengan beban merata q, tahanan geser tanah sepanjang garis keruntuhan GI dan HJ diabaikan.
Gambar 2.8 Analisa keruntuhan daya dukung
(Terzaghi,1943).
Dengan menggunakan analisa keseimbangan, Terzaghi menyatakan daya dukung batas dengan rumus :
Qu = C.Nc + q.Nq + ½.γ.B.Nγ.........(2.30)
Dimana : C = kohesi = berat volume tanah
q = γ . Df Nc, Nq, Nγ = faktor daya dukung menurut Terzaghi
B = lebar pondasi Nilai – nilai koefisien Nc, Nq, dan Nγ
untuk perhitungan daya dukung dapat dilihat pada tabel 2.4 dibawah ini. Tabel 2.4 Koefisien Vesic
Ø Nc Nq Nγ(H) Nγ(M) Nγ(v) Nq/ Nc
2 tan Ø(1-sin Ø)2
0 5 10 15 20 25 26 28 30 32 34
5,14 6,49 8,34 10,97 14,83 20,71 22,25 25,79 30,13 35,47 42,14
1,0 1,6 2,5 3,9 6,4 10,7 11,8 14,7 18,4 23,2 29,4
0,0 0,1 0,4 1,2 2,9 6,8 7,9 10,9 15,1 20,8 28,7
0,0 0,1 0,4 1,1 2,9 6,8 8,0 11,2 15,7 22,0 31,1
0,0 0,4 1,2 2,6 5,4 10,9 12,5 16,7 22,4 30,2 41,0
0,15 0,24 0,29 0,35 0,43 0,51 0,53 0,57 0,61 0,65 0,69
0,00 0,14 0,24 0,29 0,31 0,31 0,30 0,29 0,28 0,27 0,26
CBB
C
A
Penuru
nan
Beban
Penuru
nan
Beban
Penuru
nan
Beban
a) Keruntuhan geser umum
b) Keruntuhan geser lokal
c)Keruntuhan penetrasi
11
36 38 40 45 50
50,55 61,31 75,25 133,73 266,50
37,7 48,9 64,1 134,7 318,5
40,0 56,1 79,4 200,5 567,4
44,4 64,0 93,6 262,3 871,7
56,2 77,9 109,3 271,3 761,3
0,74 0,79 0,85 1,00 1,19
0,24 0,23 0,21 0,17 0,13
(Sumber: Vesic, 1963). 2.2.4.2 Mekanisme Keruntuhan Kondisi
Undrained Kejadian di lapangan pada tanah
lempung kebanyakan dianggap sebagai kondisi UU (Unconsolidated Undrained) artinya pada saat beban diberikan belum terjadi konsolidasi pada tanah dasar karena beban diberikan dalam waktu yang relatif singkat sehingga air sulit keluar dari tanahnya waktu beban bekerja dan pada saat terjadi keruntuhan karena geser (shear failure) praktis tidak ada pengaliran air dari masa tanah yang bergeser, jadi jenis keruntuhan dari kondisi UU adalah keruntuhan mendadak. Sehingga perancangan daya dukung pondasi pada tanah lempung dilakukan pada tinjauan analisis tegangan total atau digunakan kuat geser tanpa drainase (Cu) dengan Øu= 0. Jika tanah lempung tidak mengandung pasir atau lanau nilai Cu dapat diperoleh dari pengujian geser baling-baling (Vane Shear) di lapangan.
Pada kondisi undrained, apabila sebuah pondasi dengan lebar B seperti pada Gambar 2.9a mendapat beban sebesar F, maka tekanan daya dukung tanah yang terjadi adalah sebesar q = F/B. Apabila beban tersebut ditambah maka penurunan sebesar ρ akan bertambah pula seperti pada Gambar 2.9.
Gambar 2.9 Penurunan dan keruntuhan pondasi untuk pembebanan kondisi undrained. (J.H. Atkinson, 1980).
Ketika beban tersebut mencapai beban runtuh Fc (Collapse Load), maka keruntuhan daya dukung terjadi yang berarti penurunan bisa meningkat tanpa adanya penambahan beban. Sehingga tekanan runtuh qc = Fc/B dinamakan sebagai daya dukung batas tanah pondasi.
Sebuah mekanisme keruntuhan plastis pada tanah dengan kondisi undrained yang terjadi pada perletakan kaku pada bidang setengah lingkaran dengan titik pusat pada ujung pondasi seperti Gambar 2.10. Keruntuhan tersebut terjadi karena adanya rotasi pada bidang perletakkan dengan sudut sebesar , penurunan vertikal yang terjadi pada pusat pondasi adalah sebesar
Keruntuhan terjadi dengan cara menggelincir secara horisontal sehingga gaya berat perletakan tidak bekerja.
Gambar 2.10 Mekanisme keruntuhan plastis pondasi pada pembebanan undrained. (J.H. Atkinson, 1980)
2.2.5 Penurunan
Istilah penurunan (settlement) digunakan untuk menunjukkan gerakan titik tertentu pada bangunan terhadap titik referensi yang tetap. Jika seluruh permukaan tanah di bawah dan di sekitar bangunan turun secara seragam dan penurunan terjadi tidak berlebihan, maka turunnya bangunan akan tidak nampak oleh pandangan mata dan penurunan yang terjadi tidak menyebabkan kerusakan bangunan. Namun, kondisi demikian tentu mengganggu baik pandangan mata maupun kestabilan bangunan, bila penurunan terjadi secara berlebihan. Umumnya, penurunan tak seragam lebih membahayakan bangunan daripada penurunan total. (Sumber: Hardiyatmo H C, 2010).
12
2.3 Peta Hazard Gempa Indonesia 2010 Peta hazard gempa Indonesia yang disajikan
disini meliputi peta percepatan puncak (PGA) dan respon spektra percepatan di batuan dasar (SB) untuk perioda pendek 0,2 detik (Ss) dan untuk perioda 1,0 detik (S1) dengan redaman 5% mewakili tiga level hazard gempa yaitu 500, 1000 dan 2500 tahun atau memiliki kemungkinan terlampaui 10% dalam 50 tahun, 10% dalam 100 tahun, dan 2% dalam 50 tahun. Definisi batuan dasar SB adalah lapisan batuan di bawah permukaan tanah yang memiliki memiliki kecepatan rambat gelombang geser (Vs) mencapai 750 m/detik dan tidak ada lapisan batuan lain di bawahnya yang memiliki nilai kecepatan rambat gelombang geser yang kurang dari itu. Dengan demikian untuk suatu lokasi tinjauan, PGA, SS, dan S1 di batuan dasar yang dibutuhkan untuk perencanaan dapat diperoleh. Penjelasan untuk masing-masing peta dapat dilihat dalam Tabel 2.5 Tabel 2.5 Penjelasan peta hazard gempa Indonesia 2010 No No Gambar Level
Gempa*) Keterangan
1 Gambar 2.11 10%
dalam 50 tahun (Gempa 500 tahun)
Peta percepatan puncak (PGA) di batuan dasar (SB)
2 Gambar 2.12
Peta respon spektra percepatan untuk perioda pendek 0,2 detik (Ss) di batuan dasar (SB)
3 Gambar 2.13
Peta respon spektra percepatan untuk perioda 1,0 detik (S1) di batuan dasar (SB)
4 Gambar 2.14 10%
dalam 100 tahun (Gempa 1000 tahun)
Peta percepatan puncak (PGA) di batuan dasar (SB)
5 Gambar 2.15
Peta respon spectra percepatan untuk perioda pendek 0,2 detik (Ss) di batuan dasar (SB)
6 Gambar 2.16
Peta respon spektra percepatan untuk perioda 1,0 detik (S1) di batuan dasar (SB)
7 Gambar 2.17 2% dalam
50 tahun (Gempa 2500 tahun)
Peta percepatan puncak (PGA) di batuan dasar (SB)
8 Gambar 2.18
Peta respon spectra percepatan untuk perioda pendek 0,2 detik (Ss) di batuan dasar (SB)
9 Gambar 2.19
Peta respon spektra percepatan untuk perioda 1,0 detik (S1) di batuan dasar (SB)
(Sumber : Buku Penggunaan Peta Gempa Indonesia 2010)
Gambar 2.11. Peta percepatan puncak (PGA) di batuan dasar (SB) untuk probabilitas terlampaui
10% dalam 50 tahun
Gambar 2.12. Peta respon spektra percepatan 0.2 detik (SS) di batuan dasar (SB) untuk probabilitas terlampaui 10% dalam 50 tahun. (Sumber : Buku Penggunaan Peta Gempa Indonesia 2010)
Gambar 2.13. Peta respon spektra percepatan 1.0 detik (S1) di batuan dasar (SB) untuk probabilitas terlampaui 10% dalam 50 tahun. (Sumber : Buku Penggunaan Peta Gempa Indonesia 2010)
13
Gambar 2.14 Peta percepatan puncak (PGA) di batuan dasar (SB) untuk probabilitas terlampaui 10% dalam 100 tahun. (Sumber : Buku Penggunaan Peta Gempa Indonesia 2010)
Gambar 2.15. Peta respon spektra percepatan 0.2 detik (SS) di batuan dasar (SB) untuk probabilitas terlampaui 10% dalam 100 tahun. (Sumber : Buku Penggunaan Peta Gempa Indonesia 2010)
Gambar 2.16. Peta respon spektra percepatan 1.0 detik (S1) di batuan dasar (SB) untuk probabilitas terlampaui 10% dalam 100 tahun. (Sumber : Buku Penggunaan Peta Gempa Indonesia 2010)
Gambar 2.17. Peta percepatan puncak (PGA) di batuan dasar (SB) untuk probabilitas terlampaui 2% dalam 50 tahun. (Sumber : Buku Penggunaan Peta Gempa Indonesia 2010)
Gambar 2.18. Peta respon spektra percepatan 0.2 detik (SS) di batuan dasar (SB) untuk probabilitas terlampaui 2% dalam 50 tahun. (Sumber : Buku Penggunaan Peta Gempa Indonesia 2010)
Gambar 2.19. Peta respon spektra percepatan 1.0 detik (S1) di batuan dasar (SB) untuk probabilitas terlampaui 2% dalam 50 tahun. (Sumber : Buku Penggunaan Peta Gempa Indonesia 2010)
14
2.3.1 Goncangan Gempa di Permukaan Tanah dan Faktor Amplifikasi Perambatan gelombang gempa dari
batuan dasar ke permukaan tanah menyebabkan terjadinya perubahan goncangan gempa yang sampai di permukaan tanah dan dipengaruhi oleh kondisi lapisan tanah seperti jenis, ketebalan, kekakuan dan muka air tanah. Goncangan gempa yang sampai di permukaan tanah pada umumnya akan mengalami pembesaran atau amplifikasi. Faktor amplifikasi didefinisikan sebagai rasio besarnya percepatan puncak atau spektra percepatan di permukan dibagi percepatan puncak atau spektra percepatan di batuan dasar. Faktor amplifikasi ini memiliki nilai yang berbeda dan tergantung dari jenis dan modulus geser tanah sesuai dengan level tegangan dan regangan yang terjadi. Faktor amplifikasi yang digunakan dalam buku ini mengacu pada American Society of Civil Engineers (ASCE) 07-2010 dan International Building Code (IBC) 2009.
Besar amplifikasi di permukaan tanah dapat ditentukan dengan melakukan analisis respon spesifik (Site-Specific Response Analysis) yaitu dengan melakukan perambatan gelombang dari batuan dasar ke permukaan. Bila tidak dilakukan analisis respon spesifik, besar amplifikasi yang terjadi di permukaan tanah harus ditentukan mengikuti petunjuk di bawah ini. Petunjuk ini mengacu pada klasifikasi jenis tanah hingga kedalaman 30 m.
2.3.2 Klasifikasi Site Untuk mendapatkan percepatan
maksimum dan respon spektra di permukaan tanah di suatu lokasi tinjauan, terlebih dahulu perlu dilakukan klasifikasikan site (jenis tanah). Klasifikasi site harus ditentukan untuk lapisan setebal 30 m sesuai dengan definisi dalam Tabel 2.6 yang didasarkan atas korelasi hasil penyelidikan tanah lapangan dan laboratorium. Disarankan untuk menggunakan sedikitnya 2
(dua) jenis penyelidikan tanah yang berbeda dalam klasifikasi site ini.
Tabel 2.6 Klasifikasi site didasarkan atas korelasi penyelidikan tanah lapangan dan laboratorium (SNI-2002, UBC-97, IBC-2009, ASCE 7-10,)
Klasifikasi Site
(kPa) A. Batuan Keras ≥ 1500 N/A N/A
B. Batuan 750 < ≤ 1500
N/A N/A
C. Tanah Sangat Padat dan Batuan Lunak
350 < ≤ 750
> 50 ≥
100 D. Tanah
Sedang 175< ≤ 350
15 ≤ ≤ 50
50 ≤ ≤ 100
E. Tanah Lunak < 750 < 15 < 50 Atau setiap lapisan tanah dengan
ketebalan lebih dari 3 m dengan karakteristik sebagai berikut :
1. Indeks plastisitas, PI > 20,
2. Kadar air (w) ≥ 40%, dan
3. Kuat geser tak
terdrainase < 25 kPa
F. Lokasi yang membutuhkan penyelidikan geoteknik dan analisis respon spesifik (Site- Specific Response Analysis)
Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu atau lebih dari karakteristik seperti: - Rentan dan berpotensi gagal
terhadap beban gempa seperti likuifaksi, tanah lempung sangat sensitif, tanah tersementasi lemah.
- Lempung organik tinggi dan/atau gambut (dengan ketebalan > 3m)
- Plastisitas tinggi (ketebalan H > 7.5m dengan PI > 75)
- Lapisan lempung lunak/medium kaku dengan ketebalan H > 35m
(Sumber : Buku Penggunaan Peta Gempa Indonesia 2010)
Dalam Tabel 2.6 , , dan adalah nilai rata-rata dan harus dihitung menurut persamaan-persamaan berikut :
m
i SIi
m
i iS
Vt
tV
1
1
/.........................(2.31)
m
i ii
m
i i
Nt
tN
1
1
/ .................... (2.32)
15
m
i uii
m
i iu
St
tS
1
1
/..........................(2.33)
dimana : ti = tebal lapisan tanah ke-i antara
kedalaman 0 sampai 30 m. VSI = kecepatan rambat gelombang geser
pada lapisan tanah ke-i dalam satuan m/detik.
Sui = Kuat geser undrained (tak terdrainase) lapisan tanah ke-i.
Ni = nilai hasil Uji Penetrasi Standar (SPT) lapisan tanah ke-i.
m = jumlah lapisan tanah yang ada antara kedalaman 0 sampai 30 m.
Su = kuat geser niralir lapisan tanah yang ditinjau
m
i it1 = 30 m.
2.3.3 Penentuan Percepatan Puncak di
Permukaan Tanah Besarnya percepatan puncak di
permukaan tanah diperoleh dengan mengalikan faktor amplifikasi untuk PGA (FPGA) dengan nilai PGA yang diperoleh dari Gambar 2.11 Gambar 2.14, atau Gambar 2.17. Besarnya FPGA tergantung dari klasifikasi site yang didasarkan pada tabel 2.7.
Tabel 2.7 Faktor amplifikasi untuk PGA
(FPGA) (ASCE 7-10) Klasifikasi Site (sesuai tabel 2.5)
SPGA PGA ≤ 0,1
PGA = 0,2
PGA = 0,3
PGA = 0,4
PGA ≥ 0,5
Batuan Keras (SA)
0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
Batuan (SB) 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 Tanah Sangat Padat dan Batuan Lunak (SC)
1,2 1,2 1,1 1,0 1,0
Tanah Sedang (SD)
1,6 1,4 1,2 1,1 1,0
Tanah Lunak (SE)
2,5 1,7 1,2 0,9 0,9
Tanah Khusus (SF)
SS SS SS SS SS
(Sumber : Buku Penggunaan Peta Gempa Indonesia 2010)
Keterangan : SPGA = Nilai PGA di batuan dasar (SB) mengacu pada Peta Gempa Indonesia 2010 Gambar 2.11, Gambar 2.14 atau Gambar 2.17 SS = Lokasi yang memerlukan investigasi geoteknik dan analisis respon spesifik. Percepatan puncak di permukaan tanah dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan berikut: PGAM = FPGA x SPGA...........(2.34) dimana : PGAM = nilai percepatan puncak dipermukaan tanah berdasarkan klasifikasi site. FPGA = faktor amplifikasi untuk PGA.
2.3.4 Penentuan Respon Spektra di Permukaan Tanah
Respon spektra adalah nilai yang menggambarkan respon maksimum dari sistem berderajat-kebebasan-tunggal (SDOF) pada berbagai frekuensi alami (periode alami) teredam akibat suatu goyangan tanah.Untuk kebutuhan praktis, maka respon spektra percepatan dibuat dalam bentuk respon spektra yang sudah disederhanakan.
Untuk penentuan parameter respon spektra percepatan di permukaan tanah, diperlukan faktor amplifikasi terkait spektra percepatan untuk periode pendek (F). Selanjutnya parameter respon spektra percepatan di permukaan tanah dapat diperoleh dengan cara mengalikan Koefisien (F) di batuan dasar yang diperoleh dari peta gempa Indonesia 2010 sesuai rumus berikut:
SMB = FS x SS..................(2.35)
16
T
SS D1a
Ds
D1
S
STs
SM1 = Fv x S1................. (2.36) dimana : SS = Nilai spektra percepatan untuk
periode pendek 0.2 detik di batuan dasar (SB) mengacu pada peta gempa Indonesia 2010, Gambar 2.12, Gambar 2.15, atau Gambar 2.18
S1 = Nilai spektra percepatan untuk periode 1.0 detik di batuan dasar (SB) mengacu pada peta gempa Indonesia 2010, Gambar 2.13, Gambar 2.16, atau Gambar 2.19
Fa = Koefisien perioda pendek FV = Koefisien perioda 1.0 detik
Tabel 2.8 Koefisien periode pendek (Fa) Klasifikasi Site (sesuai tabel 2.5)
SS SS ≤ 0,25
SS = 0,5
SS = 0,75
SS = 1,0
SS ≥ 1,25
Batuan Keras (SA)
0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
Batuan (SB) 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 Tanah Sangat Padat dan Batuan Lunak (Sc)
1,2 1,2 1,1 1,0 1,0
Tanah Sedang (SD)
1,6 1,4 1,2 1,1 1,0
Tanah Lunak (SE)
2,5 1,7 1,2 0,9 0,9
Tanah Khusus (SF)
SS SS SS SS SS
(Sumber : Buku Penggunaan Peta Gempa Indonesia 2010)
Tabel 2.9 Koefisien periode 1.0 detik (FV) Klasifikasi Site (sesuai tabel 2.5)
S1
S1 ≤ 0,1
S1 = 0,2
S1 = 0,3
S1 = 0,4
S1 ≥ 0,5
Batuan Keras (SA) 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
Batuan (SB) 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
Tanah Sangat Padat dan Batuan Lunak (Sc)
1,2 1,2 1,1 1,0 1,0
Tanah Sedang (SD) 1,6 1,4 1,2 1,1 1,0
Tanah Lunak (SE) 2,5 1,7 1,2 0,9 0,9 Tanah Khusus (SF) SS SS SS SS SS
(Sumber : Buku Penggunaan Peta Gempa Indonesia 2010) SS = Lokasi yang memerlukan investigasi
geoteknik dan analisis respon spesifik. Selanjutnya, untuk mendapatkan
parameter respon spektra desain, spektra percepatan desain untuk perioda pendek dan
perioda 1.0 detik dapat diperoleh melalui perumusan berikut ini: SDS = µ x SMS...........................(2.31) SD1 = µ x SM1...........................(2.32)
dimana : SDS = respon spektra percepatan desain
perioda pendek. SD1 = respon spektra percepatan desain
perioda 1,0 detik. µ = konstanta yang tergantung pada
peraturan perencanaan bangunan yang digunakan, misalnya untuk IBC-2009 dan ASCE 7-10 dengan gempa 2500 tahun menggunakan nilai µ sebesar 2/3 tahun.
Selanjutnya respon spektra desain di permukaan tanah dapat ditetapkan sesuai dengan gambar di bawah ini:
Gambar 2.20 Bentuk tipikal respon spektra desain di permukaan tanah,dimana :
1. Untuk periode lebih kecil dari T0, respon spektra percepatan, SB didapatkan dari persamaan berikut : Sa = SDS(0,4 + 0,6 T/T0) ………(2.33)
2. Untuk periode lebih besar atau sama dengan T0, dan lebih kecil atau sama dengan Ts, respon spektra percepatan Sa adalah sama dengan SDS.
3. Untuk periode lebih besar dari Ts, respon spektra percepatan, SB didapatkan dari persamaan berikut :
………………….... (2.37) Keterangan :
T0 = 0,2 TS
17
2.3.5 Percepatan Dibatuan Dasar. Besarnya percepatan dibatuan dasar
pada peta gempa 2010 pada daerah yang ditinjau dirangkum dalam tebel berikut:
2.3.6 Simulasi Beban Dinamis yang akan di
Pakai Untuk menghasilkan beban dinamis
maka dibuat alat pemodelan, alat pemodelan ini berfungsi untuk menghasilkan beban dinamis serta mencatat besarnya penurunan yang terjadi pada pemodelan pondasi. Alat simulasi ini dipengaruhi oleh faktor percepatan, lamanya waktu pembebanan, frekuensi getaran yang terjadi dan jenis tanah yang diuji. Untuk mendapatkan percepatan yang dihasilkan oleh alat pemodelan diperoleh dari perumusan sebagai berikut : Untuk menggerakkan alat pemodelan digunakan motor penggerak sebagai penghasil getaran dengan spesifikasi Gerak Rotasi (GR) dan kecepatan rotasi 1430 rpm
atau dengan frekuensi mendekati 23,833 Hz , frekuensi ini adalah konstan. Pada bak pemodelan bekerja Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB), sehingga dibutuhkan suatu konversi dari GR menjadi GLBB. Pada gerak rotasi kecepatan lintasan adalah konstan sesuai perumusan :
Kecepatan lintasan = keliling lingkaran Vlintasan = 2. .r / T = 2. .f.r = .r......... (2.38)
Vlintasan= 22yx VV ....................(2.39)
Kecepatan sesaat V(t) pada bak simulator bekerja pada sumbu x (Vx) mengalami perubahan seiring dengan perubahan waktu dan dirumuskan dari persamaan(2.37) dan (2.43) :
V(t)=Vx(t)=Vlintasan.Cos .t= .r Cos .t.(2.40)
Sehingga percepatan sesaat Ax(t) juga mengalami perubahan tiap waktunya dengan perumusan sebagai berikut : Ax (t) = d Vx/ dt = 2. r Sin .t
Sehingga didapat percepatan maksimum : Ax (max) = 2.r................... (2.41)
Maka hubungan percepatan maksimum pada sistem adalah : Ax (max) = (2. .f)2.r............. (2.42)
Ax (max) = percepatan maksimum (m/s2) F = frekuensi sistem (Hz) r = jari-jari (m)
2.3.7 Permodelan Varaiasi Percepatan Gempa
Untuk memodelkan percepatan gempa Indonesia diperlukan data-data mengenai percepatan puncak batuan dasar untuk masing-masing wilayah gempa Indonesia. Pada tabel 2.10 dapat dilihat percepatan-percepatan yang terjadi pada butiran dasar. Percepatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah percepatan pada gamabar 2.12 yakni dengan percepatan antara 0,25–0,3g.
Untuk memodelkan frekuensi, diperlukan suatu faktor koreksi dimana faktor ini muncul akibat efisiensi alat, berikut ini adalah daftar faktor koreksi alat :
(sumber : Peta Hazard Gempa Indonesia 2010)
Tabel 2.10 Percepatan di batuan dasar pada wilayah Bantul
No No Gambar Level Gempa*) Percepatan gempa
dibutiran dasar
1. Gambar 2.11 0,2 - 0,25g 0,25 - 0,3g
2. Gambar 2.12 10% dalam 50
tahun 0,5 - 0,6g
(Gempa 500 tahun) 0,6 - 0,7g
3. Gambar 2.13 0,15- 0,2 g 0,2 - 0,25g
4. Gambar 2.14 0,3 - 0,4g 0,4 - 0,5g
5. Gambar 2.15
10% dalam 100 tahun 0,6 - 0,7g
(Gempa 1000 tahun) 0,7 - 0,8g
6. Gambar 2.16 0,2 - 0,25g 0,25 - 0,3g
7. Gambar 2.17 0,4 - 0,5g 0,5 – 0,6g
8. Gambar 2.18
10% dalam 50 tahun 0,8 - 0,9 g
(Gempa 5000 tahun) 0,9–1,0 g
9. Gambar 2.19 0,3 - 0,4g 0,4 - 0,5g
18
- Motor berkapasitas maksimum 1500 rpm tetapi bekerja efektif pada kecepatan 1425 rpm, sehingga faktor efisiensi sebesar 1425/1500 = 0.95.
- Motor mempunyai rasio ½ sehingga faktor reduksi = 0.5
- Gear Box memiliki rasio 1/20 sehingga faktor reduksi = 0.05, tetapi tempat dudukan fan belt pada gear box mengecil sebesar ½ jari-jari sehingga faktor reduksi gear box total = 0.05 x 2 = 0.1
Sehingga apabila ditotal faktor reduksi dari motor ke baks getar adalah 0.95 x 0.5 x 0.1 = 0.0475. Jadi apabila ingin memodelkan frekuensi sebesar 2.3 Hz maka frekuensi yang muncul pada inverter sebesar
0475.03,1 = 27,36 Hz
Berikut ini adalah tabel pemodelan percepatan gempa yang telah disesuaikan dengan percepatan motor :
Tabel 2.12 Tabel percepatan pemodelan yang telah disesuaikandengan kapasitasmotor
Daerah percepata
n
Percepatan
pemodelan (m/s2)
Percepatan alat (m/s2)
Jari-jari pemodela
n (m)
frekuensi
pemodelan (Hz)
frekuensi alat (Hz)
0,3g 2,943 3,004 0,045 27,36 1,3
0,25g 2,453 2,56 0,04 26,315
1,25
2.4 Penjelasan Umum Program Plaxis
2.4.1 Tools Plaxis Tool yang ada dalam program ini terdiri dari 4 tahapan program yaitu : 1. Plaxis input 2. Plaxis calculation 3. PlaxisOutput 4. Plaxis Curve
2.4.2 Properti Material Untuk memodelkan hubungan
antara tanah dengan air ini pada Plaxis dapat dimodelkan menajadi 3 tipe seperti di bawah ini :
1. Drained Behaviour 2. Undrained Behaviour 3. Non-porous Behaviour
Untuk sifat-sifat tanah yang harus di masukkan kedalam Plaxis adalah sebagai berikut : 1. Berat kering dan basah (γdry dan γwet ) : 2. Permeabilities (Kx & Ky) 3. Young’s Modulus 4. Poisson Ratio (μ) 5. Kohesi (c) partikel.
(Sumber: Manual book Plaxis)
2.5 Studi Terdahulu Trihanyndio Rendy Satrya pada
tahun 2008 melakukan penelitian dengan judul “Studi Pengaruh Beberapa Variasi Batas Cair Tanah Lempung Pada Pondasi Dangkal Dengan Pembebanan Dinamis Zona Gempa Indonesia 4,5,6”.Hasil dari penelitian itu adalahKuat geser tanah (kohesi tanah) adalah parameter yang sangat mempengaruhi perilaku tanah saat dibebani gempa, hal ini terlihat dari penurunan tanah dengan LL yang tinggi jauh lebih kecil dibandingkan dengan tanah dengan LL yang rendah.
Sugiarto pada tahun 2010 melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Penggunaan Tyresoil dan Material Granuler Terhadap Penurunan Pondasi Dangkal Akibat Beban Dinamis Dengan Variasi Batas Cair”. Hasil dari penelitian itu adalah Hampir pada semua perkuatan dengan material granular lebih efaktif dibandingkan penggunaan tyresoil,dimana dengan perkuatan material granuler mampu mereduksi penurunan lebih besar dibanding kondisi tampa perkuatan.
Luthfi Amri Wicaksono dan Fajar Kurniawan pada tahun 2010 melakukan penelitian dengan judul “Studi Pengaruh Pembebanan Dinamis Terhadap Pondasi Buis Beton”. Hasil dari penelitian itu adalah Dengan Penambahan jumlah buis beton dapat meningkatkan angkakeamanan pondasi sehingga memperkecil penurunan yang terjadi.
19
Ferdiansyah Permana, Zikriyullah, dan Reza Sakti Pradanamelakukan penelitian dengan judul “Studi Pengaruh Pembebanan Statis dan Dinamis TerhadapPenurunan Pondasi Dangkal Dengan dan Tanpa Perkuatan Buis Beton Pada Zona Gempa 3 dan 4”. Hasil dari percobaan itu adalahPada percobaan di laboratorium pemberian beban dinamis menurut zona gempa 3 dan 4, memberikan perbedaan penurunan pada setiap model pondasi, pada beban dinamis zona gempa 4 penurunan cenderung lebih besar dibandingkan dengan beban dinamis zona 3.
BAB III
METODOLOGI
3.1. Diagram Alir Berikut adalah gambar diagram alir sebagai langkah-langkah penelitian:
Merah dikerjakan oleh Andika Saputra B. Biru dikerjakan oleh Dimas Candrika U. C. Hijau dikerjakan oleh Arif kurniawan 3.2 Persiapan Material.
Material yang dipersiapkan adalah pasir bangunan yang diayak hingga lolos saringan no. 4 dan bentonit yang memiliki nilai LL ± 276,66%. Perbandingan campuran pasir dan bentonite yang digunakan adalah 17,46 % : 82,54 %.
3.3 Identifikasi Sifat – Sifat Material dan Uji Konsistensi Material.
1. Material pasir dan bentonite terlebih dahulu dikeringkan hingga mendekati kering sempurna (kadar air ± 2 %).
2. Pengujian untuk mengetahui sifat – sifat fisik material bentonit didasarkan pada beberapa pengujian seperti konsistensi yang lebih dikenal dengan Atterberg Limit (LL dan PL), berat jenis butiran (γt), berat kering (γd), kadar air (Wc), dan Specific Gravity (Gs).
3. Perbandingan antara jumlah bentonit dan pasir didapatkan dengan cara coba –coba sehingga diperoleh benda uji yang memiliki LL 32%, sesuai pemodelan tanah bantul. Hasil dari percobaan yaitu : kadar bentonit 17,46% dan kadar pasir 82,54%.
3.4 Pembuatan Tanah Uji. Pembuatan tanah benda uji dengan nilai LL
32 %, tanah kemudian diperam selama 3 hari dengan menjaga kadar air nya. Pemeraman bertujuan agar air, bentonit, dan pasir tercampur secara homogen. Selanjutnya, tanah dimasukkan ke dalam bak pemodelan dan dipadatkan lapis demi lapis sampai seluruh tanah masuk kedalam bak dan siap untuk di uji pembebanan.
3.5 Identifikasi Parameter Dasar Tanah Campuran Sebelum Dibebani.
Tanah yang digunakan adalah tanah campuran antara Benonite dan pasir dengan nilai LL 32% kemudian dilakukan pengujian volumetri, dan kuat geser (direct shear) untuk mengetahui parameter dasar tanah sebelum diberi beban statis dan beban dinamis dengan mengunakan bak pemodelan.
20
Tiang
Penyangga Motor/Dina
mo Tiang
Penyangga Pend
el Roda
Pemutar Model
Pondasi
L
30x30x2 Pipa baja 2
" Tanah
Uji
Boks
Beban
Bau
t L
30x30x2 L
30x30x2
3.6 Persiapan Bak Pemodelan Bak pemodelan dibuat dengan ukuran 110
cm x 50 cm x 94 cm dari bahan plat siku dan plat besi. Dalam satu sisi bak pemodelan dibuat dari plat besi, sedang sisi lainnya terbuat dari bahan akrilik tebal 1 cm dengan tujuan saat pengujian beban dimungkinkan bisa melihat perubahan pola keruntuhan pondasi. Alat yang digunakan untuk mengukur deformasi adalah dengan menggunakan sensor penurunan dengan ketelitian 0,1 cm.
Gambar 3.2 Box Getar
3.7 Pemodelan Pondasi Sebagai pondasi poer persegi digunakan beton dengan perbandingan panjang dan lebar L/B = 1 dan 2 sedangkan pondasi poer segitiga juga mengunakan beton dengan perbandingan sisinya adalah sama (segitiga sama sisi), Pondasi buis beton terkecil yang tersedia dilapangan adalah pondasi dengan diameter 20 cm, buis beton ini akan dimodelkan dilaboratorium dengan perbandingan skala 1 : 10 cm, maka diameter buis beton yang harus digunakan adalah 2 cm, akan tetapi karena terkendala pada alat permodelan maka buis beton yang dibuat pada permodelan laboratorium yaitu buis beton diameter 1,5 cm:
A. Permodelan Pondasi Tanpa Perkuatan dengan L/B =1 dan L/B =2 dan model segitiga Bentuk dan ukuranpondasi telapak dapat dilihat pada gambar berikut :
B. Permodelan Pondasi Dengan Perkuatan dengan L/B =1 dan L/B =2 dan model segitiga ]
3,5 D
(A) L/B =1
3,5 D
(B) L/B =2 3 D 3,5 D
3 D
21
Gambar 3.3 Ukuran pemodelan pondasi model sgitiga dan persegi dengan perbandingan panjang dan lebar ((L/B = 1 dan L/B = 2) dengan perkuatan tiang buis beton S = 3D dan 3,5D) dengan kedalaman tiang 10 cm dan 20 cm.
3.8 Pengujian Beban dan Pengamatan Pada Model Pondasi.
Pengujian di lakukan pada masing – masing jenis pondasi dengan variasi L/B = 1 dan 2 untuk persegi dan segitiga, serta pemasangan tiang pancang 3D dan 3,5D , pembebanan dilakukan dengan arah beban dinamis memanjang dan melintang pondasi. Langkah – langkah persiapan alat bor penggetar : 1. Lepaskan besi penghubung antara radial plate
dengan batang penyodok, sehingga motor tidak terhubung dengan bak permodelan
2. Hubungkan kabel motor ke panel sesuai tanda( kabel biru pada tanda B, kabel hitam pada tanda H, dan table kuning pada tanda K)
Gambar 3.4. (a) tanda H, B, K pada panel; (b) Sambungan kabel dari motor ke panel. 3. Aktifkan (posisi on) ketiga CB pada panel.
Jika lampu merah menyala berarti panel dalam keadaan aktif
Gambar 3.5. (a) CB pada panel; (b) Tanda
lampu menyala panel aktif
4. Lakukan pemanasan pada motor selama 10-15 menit dengan mengubah posisi switch pada panel dari posisi off ke posisi manual
Gambar 3.6 Switch menunjukan tanda off
5. Setelah dirasa cukup, matikan motor dengan cara mengubah posisi switch pada panel ke posisi off. Kemudian non aktifkan ketiga CB pada panel sehingga lampu pada panel mati
6. Sambungkan batang penyodok pda bak permodelan
(C) Segitiga
3 D 3,5 D
(a) (b
)
(a) (b
)
22
7. Sambungkan besi penghubung antara radial plate dengan batang penyodok, sehingga motor terhubung dengan bak permodelan
Gambar 3.7 Sambungan pada radial plate
dengan batang penyodok
8. Hubungkan kabel motor ke panel sesuai tanda
9. Hubungkan kabel pada interface box ke computer
10. Sambungkan kabel abu-abu pada bagian depan interface boks ke stop kontak listrik terdekat. Tetapi jangan mengaktifkan interface box terlebih dahulu
11. Sambungkan kabel sensor dari interface box ke sensor
12. Sambungkan kabel ke masing-masing sensor
13. Setelah semua kabel terpasang dengan baik pada tempatnya
14. Masukan tanah kedalam bak permodelan setebal 45 cm
15. Keruk tanah setinggi pondasi 16. Letakan pondasi diatas tanah 17. Timbun pondasi dengan tanah hasil
kerukan lalu di padatkan secara manual 18. Memasang pipa penyangga beban, plat
pondasi model, sehingga plat pondasi tetap berada di tengah terhadap keempat sisi bak permodelan
19. Kemudian pasang sensor posisi pada bak permodelan yang telah berisi sampel tanah. Gunakan stopper pada sensor posisi untuk menghindari kerusakan sensor Untuk meletakan pondasi pada sensor pada posisi tengah baik, digunakan besi silang.cselain itu besi silang berfungsi agar pada saat digerakkan, pondasi dan senspr tidak ikut bergerak pada arah horizontal. Setelah itu sambungkan ujung - -ujung besi silang tersebut pada sisi –sisi bak dengan menggunakan baut dan mur.
20. Memberikan beban vertikal tetap sebesar 5 kg, 10 kg, 20 kg dan 25 kg serta mencatat penurunannya.
21. Setelah semua terpasang dengan baik, pasang boks beban pada ujung atas pondasi
22. Lepaskan stopper atas sensor posisi, kemudian aktifkan interface boks dengan menekan tombol merah pada posisi on.
23. Hidupkan computer. 24. Jalankan program eksekusi dengan icon
ground. 25. Masukan angka jari – jari sesuai dengan
jarak lubang pada radial plate terhadap pusat plate, missal 4cm untuk zona kota bantul.
26. Klik – Setting – Delay masukan lamanya interval waktu pengujian.
27. Klik tombol Run maka motor akan aktif sesuai pada interval yang akan dimasukan.
28. Setelah motor berhenti Klik – File – Print untuk melihat hasil perekaman data dalam bentuk grafik.
29. Untuk melihat hasil perekaman dalam bentuk tabel Klik -File- Data list.
30. Untuk mentimpan hasil rekaman terlebih dahulu masukan nama file kemudian Klik save.
31. Membongkar sensor, rangka pipa penyangga beban.
32. Setelah pemberian beban selesai (arah beban memanjang dan melintang pondasi) sampel tanah diambil sebagian untuk diidentifikasi kembali ke parameter dasarnya sehingga diketahui besarnya perubahan parameter yang terjadi.
Setelah pemberian beban dinamis selesai, kemudian sampel tanah diambil sebagian untuk diidentifikasi kembali parameter dasarnya, sehingga diketahui besarnya perubahan parameter tanah akibat beban statis dan beban dinamis yang terjadi.
3.9 Identifikasi Parameter Dasar Tanah Campuran Setelah Pembebanan. Pengujian dilakuakan pada masing – masing
jenis variasi pondasi dengan pemberian beban dimanis sesuai dengan percepatan gempa yang akan dipakai, pembebanan dinamis dilakuakan dengan arah memanjang dan melintang pondasi :
1. Memasukan tanah ke dalam bak pemodelan setebal 50 cm.
2. Memasang plat beban, model pondasi,sehingga plat berada di tengah terhadap ke empat sisi bak pemodelan.
23
3. Menimbun pondasi dengan tanah lalu di padatkan dengan cara manual.
4. Memasang rangka pipa penyangga beban. 5. Memasang sensor penurunan,yaitu
penunjuk penurunan tanah di bawah pondasi.
6. Memberikan beban vertikal tetap sebesar 5 kg, 10 kg, 20 kg dan 25 kg.
7. Memberikan beban dinamis dengan percepatan sesuai dengan peta gempa 2010 selama 15 detik lalu mencatat berapa besarnya penurunan akibat adanya kombinasi beban statis vertikal dan beban dinamis.
8. Membongkar sensor penurunan dan rangkaian pipa penyangga beban vertikal.
9. Mengambil sampel pada tanah dibawah dan sekitar pondasi kemudian diidentifikasi kembali untuk mengetahui perubahan parameter fisis dan mekanis tanah akibat konbinasi beban statis dan dinamis. Parameter yang ingin di ketahui adalah : a) Berat volume tanah basah ( t), derajat
kejenuhan (Sr), angka pori (e) dan nilai porositas (n) dengan menggunakan tes volume grafiti.
b) Nilai kohesi tanah (C) , Sudut geser tanah (φ) dengan uji geser tanah.
3.10 Analisa dan Perhitungan Hasil Percobaan Laboratorium.
Setelah percobaan dilaksanakan maka data-data hasil percobaan tersebut dianalisa dan dihitung sehingga akan didapat variasi perubahan penurunan dan angka keamanan. 3.11 Analisa dan Perhitungan Hasil Dengan
Menggunakan Proram Plaxis. Analisa dengan menggunakan program plaxis
menggunakan skala laboratorium dan juga skala sebenarnya, analisa dengan plaxisi ini akan menghasilkan variasi perubahan penurunan dan angka keamanan. Hasil dari anlisa plaxis ini akan di bandingkan dengan analisa hasil percobaan laboratorium.
BAB IV ANALISA DAN HASIL PENELITIAN
4.1 Hasil Analisa Parameter Fisik Tanah Dasar
Hasil percobaan diolah kedalam tabel dan kurva, yang kemudian dianalisis untuk mengetahui fenomena yang terjadi dan menjelaskan kemungkinan yang menjadi penyebabnya berdasarkan tinjauan pustaka yang ada.
4.1.1 Hasil Pengujian LL untuk Tanah
Campuran
Dari hasil tersebut, dilakukan analisa regresi linier yang akhirnya mendapatkan kombinasi untuk Liquid Limit yang diharapkan dapat dilihat pada grafik berikut :
Gambar 4.1 Grafik hubungan kadar bentonit dan
batas cair (LL) (Sumber : Hasil Pengujian)
Dengan demikian dapat diketahui perbandingan antara bentonit dan pasir untuk membuat tanah uji :
Dengan Batas Cair (LL) = 32 %, maka perbandingan Bentonit : Pasir = 17,46 % : 82,54 %. Dari grafik tersebut diatas terlihat bahwa hubungan penambahan bentonit menaikkan Batas Cair (LL) secara linier.
4.1.2 Analisa Ayakan Tanah Uji
Pada penelitian ini dilakukan tes analisa ayakan untuk menentukan jenis tanah yang tepat untuk memodelkan tanah uji, hasil analisa ayak dapat dilihat dibawah ini.
y = 2,369x - 9,355R² = 0,973
0,00
25,00
50,00
75,00
100,00
125,00
150,00
175,00
200,00
225,00
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
% L
L Y
AN
G D
IHA
SILK
AN
KADAR BENTONITE %
HUBUNGAN KADAR BENTONITE VS LL YANG DIHASILKAN
24
Gambar 4.2 Kurva analisa ayak tanah uji dengan perbandingan pasir 17,46 % dan bentonit 82,54 %. (Sumber : Hasil Pengujian)
Gambar 4.2 menunjukan 89,68% tertahan oleh ayakan no. 200 berarti lebih dari 50% butiran tertahan ayakan no. 200 sehingga dapat dikelompokan sebagai tanah berbutir kasar,dan sebanyak 100% lolos ayakan no. 4 sehingga dapat di kelompokan sebagai pasir
4.1.3 Hasil dan Analisa Pengujian Proctor Pemodelan kepadatan dan kadar air tanah
uji yang didapat dari uji Proctor digunakan untuk menghitung kadar air optimum yang akan diberikan pada pencampuran bentonite dan pasir untuk menghasilkan permodelan tanah yang akan di masukkan kedalam alat uji getar.
Gambar 4.3 Kurva hubungan antara d dengan kadar air hasil uji Proctor
Pada gambar 4.3 menujukan hasil uji Proctor di laboratorium pada tanah uji yang
dilakukan dengan 1 energi. Dari grafik didapatkan kadar air (wc) = 27,5% dari d = 1,38 gr/ cm3 dan untuk nilai t didapat 1,75 gr/ cm3. Pada pengujian ini d yang dipakai bukan merupakan d optimum karena tanah uji yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tanah pemodelan yang sesuai dengan tanah bantul yaitu tanah yang memiliki nilai d = 1,38 gr/ cm3.
4.1.4 Hasil Pengujian Parameter Geser Tanah Sebelum Pembebanan
Pengujian geser langsung dilakukan untuk mengetahui nilai kohesi (c) dan sudut geser tanah ( ). Berikut adalah contoh perhitungan uji geser langsung :
Dengan beban vertikal 2 kg Tegangan Normal ( normal)
AP
normal ; (Berdasarkan rumus 2.1)
keterangan : P = Gaya/beban vertikal ( kg) A = Luas bidang kontak vertikal ( cm2) Dengan : Diameter Contoh = 6,3 cm Luas Contoh (A) = 31,17 cm2 P = 2 kg
2/06416,017,31
2 cmkgAP
normal
Tegangan Geser Maksimum ( max)
A
Pmaxmax ;
Keterangan : Pmax= Gaya geser maksimum yang telah
dikalibrasi proving ring ( kg). A = Luas bidang kontak geser ( cm2)
Bacaan gaya geser maksimum awal = 9 Angka kalibrasi proving ring = (X . 0,1433219) kg Gaya geser maksimum = (9 . 0,1433219) kg = 1,29 kg A = 31,17 cm2
2maxmax /041,0
17,3129,1 cmkg
AP
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
70,00
80,00
90,00
100,00
0,0010,010,1110
Pe
rse
nta
se L
olo
s (
%)
Diameter Butiran, (mm)
Pasir Rencana
R² = 11,30
1,40
1,50
1,60
1,70
4,0 9,0 14,0 19,0 24,0 29,0 34,0
25
Hasil perhitungan uji geser langsung tanah uji dengan LL 32% sebelum pembebanan selengkapnya disajikan dalam bentuk grafik dibawah ini:
Percobaan Tanah :
Gambar 4.4 Grafik hubungan antara tegangan
normal dan tegangan geser tanah sebelum pembebanan
Dari percobaan tanah , didapatkan nilai kohesi (C) sebesar 0,041 kg/cm2 dan sudut geser ( )sebesar 20,2o. 4.2 Hasil Perhitungan Daya Dukung Tanah Uji
4.2.1 Perhitungan Daya Dukung Pondasi Dangkal Dalam menentukan beban batas yang
dapat diterima oleh tanah uji dilakukan perhitungan daya dukung tanah tanah terlebih dahulu. Untuk perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus dasar :
Untuk contoh perhitungan digunakan pondasi telapak polos dengan L/B = 2 .
Df = 0,00 meter Ø = 20,2o
C = 0,041 kg/ cm2 t = 0,00175 kg/ cm3
B = 10 cm L = 20 cm
Nc = 15,028 Nq = 6,534 Nγ = 5,552
Faktor pengaruh bentuk persegi(B= lebar pondasi, C=Panjang pondasi)
(Berdasarkan rumus 2.5)
(Berdasarkan rumus 2.6)
(Berdasarkan rumus 2.7) qu = C.Ncs.λcs + q.Nq.λqs + 0,5.B.γt. Nγ (Berdasarkan rumus 2.30)
= (0,041x15,028x1,217)+0,00 +
(0,5x10x0,00175x5,552x0,8)
= 0,749 kg/ cm2+ 0 + 0,0388 kg/ cm2 = 0,789 kg/ cm2
Qult= qu x (B x L) Qult= 0,789 x (10 x 20) = 157,8 kg
Perhitungan daya dukung selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut ini.
Tabel 4.2 Daya Dukung Pondasi Telapak Tegangan ultimate A (cm2) Beban (kg)
L/B=1 0,913 kg/cm2 100 91,32 L/B=2 0,789 kg/cm2 200 157,8
Segitiga 1,187 kg/cm2 73,72 87,52
4.2.2 Perhitungan Daya Dukung Tiang Kelompok Kapasitas daya dukung tiang buis beton
berdasarkan data laboratorium, di dapatkan nilai berat isi tanah ( t), nilai kohesif tanah (c) serta nilai sudut geser tanah (φ), kapasitas ultimate tahanan ujung tanah non kohesif berdasarkan Meyerhof: Data Tanah:
Wc = 27,5 % C = 0.041 kg/ cm2
θ = 20,2° Nc = 15,028 Nq = 6,534 γt = 1.75 gr/ cm3 = 0.00175 kg/ cm
y = 0,368x + 0,041
R² = 0,571
0,000
0,020
0,040
0,060
0,080
0,100
0,120
0,140
0,160
0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3Tega
ngan
Ges
er M
ax K
g/cm
2
Tegangan Normal kg/cm2
Wc = 14,8% Sebelum Pembebanan
26
Gambar 4.5 Pondasi tiang buis beton L/B = 2; S=
3D; h = 10 cm
Qp= Ap (C.Nc + q’ Nq) (Berdasarkan rumus 2.24) = 1/4 (1.5)2 x ((0.041 x 15,028)+(0.00175 x 10 x 6,534)) = 1,29 kg fs = 0.5 q’x Ks x Tan (Berdasarkan rumus 2.25) = 0.5 (0.00175 x 10) x 1 x tan(2/3 x 20,2) = 0.00209 kg/ cm2 Qs= As x fs x ∆L (Berdasarkan rumus 2.26) = (1.5) x 0.00209 x 10 = 0.0987 kg Qult= Qp+Qs = 1,29 + 0.0987 = 1,388 kg (1 Tiang)
Ce = )Berdasar rumus 2.28)
Ce = = 0,743 Qult (group) = Qult 1 tiang x n x Ce(Berdasar rumus 2.27) = 1,388 x 8 x 0,743 = 8,274 kg
Qtotal= Qult telapak + Qult Tiang buis beton = 157,73 kg + 8,274 kg = 166,004 kg
Perhitungan untuk pondasi selanjutnya pada Tabel 4.3 Tabel 4.3 Daya Dukung Pondasi Tiang Buis Beton
4.2.3 Perhitungan Daya Dukung Pondasi
Dangkal Akibat Beban Dinamis Untuk contoh perhitungan digunakan
pondasi telapak polos dengan L/B = 2 . Dr = 50% Df = 0,00 meter Ø = 20,2o
C = 0,041 kg/ cm2 t = 0,00175 kg/ cm3
B = 10 cm L = 20 cm
Nc = 15,028 Nq = 6,534
Nγ = 5,552
Karena tanah berbutir menengah, maka nila kepadatan relatifnya adalah Dr = 50% , 0 < Dr < 67% maka nilai Ø di koreksi dengan Ø’ Ø’ = tg-1 [(0,67 + Dr – 0,75 Dr
2) tg Ø] (Berdasar rumus 2.6)
= tg-1 [(0,67 + 0,5 – 0,75 0,52) tg 20,2 o] = 21,03o → Nc= 15,85,Nq= 7,092; Nγ= 6,228
(Berdasarkan rumus 2.5)
(Berdasarkan rumus 2.6)
qu= q.Nq.γqs + 0,5.B. γt .Nγ. λγ
= 0,00 + 0,5 x 10 x 0,00175 x 6,228 x 0,8 = 0,0435 kg/ cm2
qu Dinamis =0,0435x 75%=0,0326kg/cm2 Qult dinamis = qu x (B x L)
= 0,0326x (10 x 10) = 3,27 kg
27
Tabel 4.4 Daya Dukung Dinamis Pondasi Telapak
Tegangan ultimate A(cm2) Beban (kg)
L/B=1 0,0327 kg/cm2 100 3,27 L/B=2 0.049 kg/cm2 200 9,81
Segitiga 0,0131 kg/cm2 73,72 0,964 (Sumber: Hasil perhitungan)
4.2.4 Perhitungan Kapasitas Horisontal Material Tiang Buis Beton (Dinamis)
Untuk Spektrum 0,25 g
1. Berat pondasi L/B = 1 (4 tiang buis beton), L = 10 cm; B = 10 cm; t = 4 cm ; DTiang buis beton= 1,5 cm ; h = 10 cm w = [(0,1 x 0,1 x0,04) + ( 4 x 0,1 x 0,25x x0,0152)] x 2400 kg/m2 = 1,13 kg
F = m .a = (1,13/ 9,81 m/s2) x 2,4525 m/s2 = 0,2825 kg
2. Berat pondasi L/B= 1 (4 tiang buis beton), L= 10 cm; B= 10 cm; t = 4 cm ; DTiang buis beton= 1,5 cm ; h= 20 w = [(0,1 x 0,1 x0,04) + ( 4 x 0,2 x 0,25x x0,0152)] x 2400 kg/m2
= 1,3 kg F = m .a
= (1,3/ 9,81 m/s2) x 2,4525 m/s2 = 0,325 kg
3. Berat pondasi L/B = 2 (8 tiang buis beton), L = 20 cm; B = 10 cm; t = 4 cm ; DTiang buis beton= 1,5 cm; h= 10 cm
w = [(0,2 x 0,1 x0,04) + ( 8 x 0,1 x 0,25 0,0152)] x 2400 kg/m2
= 2,26 kg F = m .a = (2,26/ 9,81 m/s2) x 2,4525 m/s2 = 0,565 kg
4. Berat pondasi L/B= 2 (8 tiang buis beton), L= 20 cm; B= 10 cm; t = 4 cm ; DTiang buis beton= 1,5 cm ; h= 20 cm
w = [(0,2 x 0,1 x0,04) + ( 8 x 0,2 x 0,25 0,0152)] x 2400 kg/m2
= 2,6 kg
F = m .a = (2,6/ 9,81 m/s2) x 2,4525 m/s2 = 0,65 kg
5. Berat pondasi Segitiga (3 tiang buis beton), a= 10 cm; t= 10 cm; t = 4 cm ; DTiang buis beton= 1,5 cm; h= 10 cm w = [(0,5x0,1x 0,1 x0,04) +( 3 x 0,1 x 0,25 0,0152)] x 2400kg/m2 = 0,607 kg F = m .a = (0,607/ 9,81 m/s2) x 2,4525 m/s2 = 0,152 kg
6. Berat pondasi Segitiga (3 tiang buis beton), a= 10 cm; t= 20 cm; t = 4 cm ; DTiang buis beton= 1,5 cm; h= 20 cm
w = [(0,5x0,1x 0,1 x0,04) +( 3x 0,2 x 0,25 0,0152)] x 2400 kg/m2
= 0,734 kg F = m .a = (0,734/ 9,81 m/s2) x 2,4525 m/s2 = 0,1836 kg
Untuk Spektrum 0,3 g
1. Berat pondasi L/B= 1 (4 tiang buis beton), L= 10 cm; B= 10 cm;
t = 4 cm ; DTiang buis beton= 1,5 cm ; h = 10 cm = [(0,1 x 0,1 x0,04) + ( 4 x 0,1 x 0,25x x0,0152)] x 2400 kg/m2 = 1,13 kg F = m .a = (1,13/ 9,81 m/s2) x 2,943 m/s2 = 0,34 kg
2. Berat pondasi L/B= 1 (4 tiang buis beton), L= 10 cm; B= 10 cm; t = 4 cm ; DTiang buis beton= 1,5 cm ; h= 20 cm = [(0,1 x 0,1 x0,04) + ( 4 x 0,2 x 0,25x x0,0152)] x 2400 kg/m2 = 1,3 kg F = m .a = (1,3/ 9,81 m/s2) x 2,943 m/s2 = 0,39 kg
3. Berat pondasi L/B= 2 (8 tiang buis beton), L= 20 cm; B= 10 cm;
28
t = 4 cm ; DTiang buis beton= 1,5 cm; h= 10 cm = [(0,2 x 0,1 x0,04) + ( 8 x 0,1 x 0,25 0,0152)] x 2400 kg/m2 = 2,26 kg F = m .a = (2,26/ 9,81 m/s2) x 2,943 m/s2 = 0,678 kg
4. Berat pondasi L/B= 2 (8 tiang buis beton), L= 20 cm; B= 10 cm; t = 4 cm ; DTiang buis beton= 1,5 cm ; h= 20 cm = [(0,2 x 0,1 x0,04) + ( 8 x 0,2 x 0,25 0,0152)] x 2400 kg/m2 = 2,6 kg F = m .a = (2,6/ 9,81 m/s2) x 2,943 m/s2 = 0,78 kg
5. Berat pondasi Segitiga (3 tiang buis beton), a= 10 cm; t= 10 cm; t = 4 cm ; DTiang buis beton= 1,5 cm; h= 10 cm = [(0,5x0,1x 0,1 x0,04) +( 3 x 0,1 x0,25 0,0152)] x 2400 kg/m2 = 0,152 kg F = m .a = (0,607/ 9,81 m/s2) x 2,943 m/s2 = 0,1821 kg
6. Berat pondasi Segitiga (3 tiang buis beton), a= 10 cm; t= 10 cm; t = 4 cm ; DTiang buis beton= 1,5 cm; h= 20 cm = [(0,5x0,1x 0,1 x0,04) +( 3x 0,2 x 0,25 0,0152)] x 2400 kg/m2 = 0,734 kg F = m .a = (0,734/ 9,81 m/s2) x 2,943 m/s2 = 0,2202 kg
Kapasitas horisontal dari tiang pondasi
E = = 23500 N/ mm2 = 2,35 x 107 Kn/m2 I = 1/64 D4 =1/64 154 =2485 mm4 = 2,485 x109m4
mxxnEIT
h
012,0350
10485,2 10 x 2,35597
5
Zf= 1,8T= 1,8x0,012 = 0,0232 m = 2,32 cm
Karena letak titik jepit tanah terhadap tiang pondasi (Zf)= 2,32 cm < kedalaman tiang buis beton 20 cm, maka perhitungan kapasitas horizontal tiang buis beton dihitung dengan cara sebagai sebagai berikut :
Ø= 20,2 o ; D= 1,5 cm
1. H = 10 cm
W= I/y = 1/64 D4 / 0,5D = 1/32 D3 = 0,3313 cm3 = 3,3 x 10-7 m3
σ = Mmax / W
My=Mmax= 0,7 (fc’ x 30%) W
= 0,7 (1000x 0,3) 3,3x10-7
= 6,93x10-5 ton.m (Mmax Mini pile)
Kapasitas horizontal tiang h = 10 cm cara Broms, L/D = 10/1,5 = 6,7 ; t = 0,00175 kg/cm3 = 1750 kg/m3 ujung tiang tertahan (tanah non kohesif)
05,22,20sin12,20sin1
sin1sin1
pK
…..(Rumus 2.16) 31
1 DKM
Ltp
y ……………………(Rumus 2.17)
31
2-
1 015,0175005,26,93x10L
= 0,108 m = 10,8 cm
L< L1 = 10 cm < 10,8 cm (Tiang Pendek) Dari gambar 2.14 dapat diketahui
70)( 3DK
Q
tp
L .
Maka, QL = 70 x 2,05 x 1750 x 0,0153 = 0,8475 kg
- L/B=1 (4 Mini Pile)
Hu= 4 x QL= (4 x 0,8475) = 3,39 kg
- L/B=2 ;S=3D; h=10 cm. (8 Mini Pile)
Hu= 8 x QL= (8 x 0,8475) = 6,78 kg
- Segitiga; h=10 cm (3 Mini Pile)
Hu=3 x QL= (3 x 0,8475) = 2,543 kg
254700
29
2. H = 20 cm
Kapasitas horizontal tiang h =20 cm cara Broms, L/D= 10/1,5 = 6,7 ; t= 0,00175 kg/cm3 = 1750 kg/m3 ujung tiang tertahan (tanah non kohesif)
05,22,20sin12,20sin1
sin1sin1
pK
…..(Rumus 2.16) 31
1 DKM
Ltp
y ………………(Rumus 2.17)
31
2-
1 015,0175005,26,93x10L
= 0,108 m = 10,8 cm
L< L1 = 20 cm > 10,8 cm (Tiang Panjang)
mDK
Mf
tp
y 137,0015,0175005,2
6,93x1022 31
2-31
25,1 fDKQ tpL ..………(Rumus 2.19) 2137,0015,0175005,25,1LQ = 1,515 kg
Mmax= 3tpyL fDK
21MfQ
3 2- 14,0015,0175005,2216,93x10137,0515,1
= 0,2075- 0,0693-0,0738
= 0,0643 kg.m → Mmax < My → 0,0643
kg.m < 0,0693 kg.m
LM
DLK5,0Q y2tpL
2,00693,0015,02,0175005,25,0 2
LQ = 1,423
kg - L/B=1 ; h=20 cm (4 Mini Pile) Hu= 4 x QL= (4 x 1,423) = 5,692 kg - L/B=2 ; h=20 cm. (8 Mini Pile) Hu= 8 x QL= (8 x 1,423) = 11,384 kg - Segitiga; h=20 cm (3 Mini Pile) Hu=3 x QL= (3 x 1,423) = 4,269 kg
Tabel 4.5 Kapasitas Horisontal Tiang Buis Beton.
(Sumber: Hasil perhitungan)
4.3 Variasi Percobaan Pembebanan Tanah Uji di Laboratorium Percobaan di Laboratorium menggunakan
tanah buatan dengan campuran pasir dan bentonit dengan nilai LL 32% dan kadar air (wc) 14,8%. Pondasi yang digunakan terbuat dari beton berupa pondasi telapak dan memberikan perkuatan tiang buis beton dengan variasi L/B = 1 dan L/B = 2 dan juga model segitiga, variasi perkuatan pondasi diberikan tiang buis beton dengan variasi jarak pemasangan 3D dan 3,5D sedangkan kedalaman tiang 10 cm dan 20 cm dengan diameter 1,5 cm.
Simulasi beban dinamis di laboratorium diberikan pada zona gempa dengan spectrum 0,3 g sedangkan beban statis vertikal terdapat beberapa variasi pembebanan yang berbeda-beda, dapat dilihat pada tabel 4.6 : Tabel 4.6 Variasi Beban Yang Diberikan Pada Setiap Pondasi
4.4 Hasil Percobaan Pembebanan Tanah Uji
4.4.1 Perbandingan Penurunan Pondasi Pada Tanah Uji Ditinjau Dari Variasi Pembebanan.
Analisa ini bertujuan membandingkan penurunan pondasi dengan kondisi pembebanan (beban statis dan beban dinamis dengan percepatan 0,3g dan 0,25g) pada setiap variasi bentuk. Berikut disajikan data berupa grafik disetiap percobaan tersebut.
4.4.1.1 Hasil Penurunan Akibat Pembebanan Statis Vertikal
1 2 3 4 1 2 3 4
5 kg 10 kg 20 kg 25 kg 5 kg 10 kg 20 kg 25 kg5 kg 10 kg 20 kg 25 kg 5 kg 10 kg 20 kg 25 kg5 kg 10 kg 20 kg 25 kg 5 kg 10 kg 20 kg 25 kg5 kg 10 kg 20 kg 25 kg 5 kg 10 kg 20 kg 25 kg5 kg 10 kg 20 kg 25 kg 5 kg 10 kg 20 kg 25 kg
telapak 5 kg 10 kg 20 kg 25 kg 5 kg 10 kg 20 kg 25 kg3D : h = 10 cm 5 kg 10 kg 20 kg 25 kg 5 kg 10 kg 20 kg 25 kg3D : h = 20 cm 5 kg 10 kg 20 kg 25 kg 5 kg 10 kg 20 kg 25 kg3,5D : h=10 cm 5 kg 10 kg 20 kg 25 kg 5 kg 10 kg 20 kg 25 kg3,5D : h=20 cm 5 kg 10 kg 20 kg 25 kg 5 kg 10 kg 20 kg 25 kgtelapak 5 kg 10 kg 20 kg 25 kg 5 kg 10 kg 20 kg 25 kg3D : h = 10 cm 5 kg 10 kg 20 kg 25 kg 5 kg 10 kg 20 kg 25 kg3D : h = 20 cm 5 kg 10 kg 20 kg 25 kg 5 kg 10 kg 20 kg 25 kg3,5D : h=10 cm 5 kg 10 kg 20 kg 25 kg 5 kg 10 kg 20 kg 25 kg3,5D : h=20 cm 5 kg 10 kg 20 kg 25 kg 5 kg 10 kg 20 kg 25 kg
5 kg 10 kg 20 kg 25 kg 5 kg 10 kg 20 kg 25 kg5 kg 10 kg 20 kg 25 kg 5 kg 10 kg 20 kg 25 kg5 kg 10 kg 20 kg 25 kg 5 kg 10 kg 20 kg 25 kg5 kg 10 kg 20 kg 25 kg 5 kg 10 kg 20 kg 25 kg5 kg 10 kg 20 kg 25 kg 5 kg 10 kg 20 kg 25 kg
Spectrum 0,3 g
Segi
tiga
telapak3D : h= 10 cm3D : h= 20 cm
3,5D : h= 10 cm3,5D : h= 20 cm
L/B
= 2 m
elin
tang
mem
anja
ng
Variasi Pondasi Spectrum 0,25 g
L/B
= 1
telapak3D : h= 10 cm3D : h= 20 cm
3,5D : h= 10 cm3,5D : h= 20 cm
30
1. Perbandingan penurunan pada semua variasi pondasi akibat beban statis dapat dilihat pada Gambar 4.16.
Gambar 4.16 Grafik perbandingan penurunan dan pembebanan pada semua variasi pondasi akibat beban statis vertilkal.
Pada gambar 4.16 terihat perbedaan penurunan akibat beban statis vertikal, penurunan pondasi terbesar terjadi pada pondasi model segitiga untuk semua variasi jarak dan kedalaman tiang buis beton.
Pondasi telapak segitiga mengalami penurunan terbesar dibandingkan dengan pondasi telapak L/B = 1 dan L/B = 2. Hal ini disebabkan karena luas permukaan sentuh pondasi segitiga lebih kecil dibandingkan dengan jenis pondasi lainnya.
4.4.1.2 Hasil Penurunan Akibat
Pembebanan Dinamis 0,25g atau a = 2,45 m/s2
1. Perbandingan penurunan pada semua variasi pondasi akibat beban statis vertikal dan dinamis 0,25g dapat dilihat pada Gambar 4.27.
Gambar 4.27 Grafik perbandingan penurunan dan pembebanan pada semua model pondasi akibat beban statis vertikal dan dinamis 0,25g.
Pada gambar 4.27 terihat perbedaan penurunan akibat kombinasi beban statis vertikal dan dinamis 0,25g. penurunan pondasi terbesar terjadi pada pondasi model segitiga untuk semua variasi jarak dan kedalaman tiang buis beton.
Pondasi telapak segitiga mengalami penurunan terbesar dibandingkan dengan pondasi telapak L/B=1 dan L/B=2. Hal ini disebabkan karena luas permukaan sentuh pondasi segitiga lebih kecil dibandingkan dengan jenis pondasi lainnya.
Pondasi dengan perkuatan buis beton yang ada pada model segitiga juga mengalami penurunan yang terbesar jika dibandingkan dengan pondasi L/B=1 dan L/B=2. Hal ini disebabkan jumlah tiang buis beton yang berada pada pondasi segitiga lebih sedikit (3 buah) dibandingkan dengan pondasi L/B=1 (4 buah) dan L/B=2 (8 buah).
Sebaliknya pondasi yang mengalami penurunan terkecil terjadi pada pondasi L/B=2,
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
0 5 10 15 20 25 30
Pen
uru
nan
(mm
)
Beban (Kg)
Semua Variasi Pondasi pada Beban Statis
L/B= 1 (Telapak) L/B=2 (Telapak,melintang)L/B=1;S=3D;h=10 cm L/B=1;S=3D;h=20 cmL/B=1;S=3.5D;h=10 cm L/B=1;S=3.5D;h=20 cmL/B=2;S=3D;h=10 cm(melintang) L/B=2;S=3D;h=20 cm(melintang) L/B=2;S=3.5D;h=10 cm(melintang) L/B=2;S=3.5D;h=20 cm(melintang)L/B=2 (Telapak,memanjang) L/B=2;S=3D;h=10 cm(memanjang)L/B=2;S=3D;h=20 cm(memanjang) L/B=2;S=3.5D;h=10 cm(memanjang)L/B=2;S=3.5D;h=20 cm(memanjang) segitiga (Telapak)segitiga;S=3D;h=10 cm segitiga;S=3D;h=20 cmsegitiga;S=3,5D;h=10 cm segitiga;S=3,5D;h=20 cm
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
110
120
130
140
150
0 5 10 15 20 25 30
Pen
uru
nan
(mm
)
Beban (Kg)
Penurunan Semua Model Pondasi pada Beban Statis dan Dinamis 0,25g
L/B = 1 (Telapak) L/B = 2 (Telapak,melintang)
L/B = 1; S = 3D; h = 10 cm L/B = 1; S = 3D; h = 20 cm
L/B = 1; S = 3.5D; h = 10 cm L/B = 1; S = 3.5D; h = 20 cm
L/B = 2; S = 3D; h = 10 cm(melintang) L/B = 2; S = 3D; h = 20 cm(melintang)
L/B = 2; S = 3.5D; h = 10 cm(melintang) L/B = 2; S = 3.5D; h = 20 cm(melintang)
L/B = 2 (Telapak,memanjang) L/B = 2; S = 3D; h = 10 cm(memanjang)
L/B = 2; S = 3D; h = 20 cm(memanjang) L/B = 2; S = 3.5D; h = 10 cm(memanjang)
L/B = 2; S = 3.5D; h = 20 cm(memanjang) segitiga (Telapak)
segitiga; S = 3D; h = 10 cm segitiga; S = 3D; h = 20 cm
segitiga; S = 3,5D; h = 10 cm segitiga; S = 3,5D; h = 20 cm
31
hal ini disebabkan oleh luas permukaan dan jumlah buis betonyang terpasang pada pondasi tersebut lebih besar dan lebih banyak dibandingkan dengan pondasi lainnya.
4.4.1.3 Hasil Penurunan Akibat Pembebanan Dinamis 0,3g atau a = 2,943 m/s2
1. Perbandingan penurunan pada semua variasi pondasi akibat beban statis vertikal dan dinamis 0,3g dapat dilihat pada Gambar 4.38.
Gambar 4.38 Grafik perbandingan penurunan dan pembebanan pada semua model pondasi akibat beban statis vertikal dan dinamis 0,3g.
Pada gambar 4.38 terihat perbedaan penurunan akibat kombinasi beban statis vertikal dan dinamis 0,3g. penurunan pondasi terbesar terjadi pada pondasi model segitiga untuk semua variasi jarak dan kedalaman tiang buis beton.
Pondasi telapak segitiga mengalami penurunan terbesar dibandingkan dengan pondasi telapak L/B=1 dan L/B=2. Hal ini disebabkan karena luas permukaan sentuh pondasi segitiga lebih kecil dibandingkan dengan jenis pondasi lainnya.
Pondasi dengan perkuatan buis beton yang ada pada model segitiga juga mengalami penurunan yang terbesar jika dibandingkan dengan pondasi L/B=1 dan L/B=2. Hal ini disebabkan jumlah tiang buis beton yang berada pada pondasi segitiga lebih sedikit (3 buah) dibandingkan dengan pondasi L/B=1 (4 buah) dan L/B=2 (8 buah).
Sebaliknya pondasi yang mengalami penurunan terkecil terjadi pada pondasi L/B=2, hal ini disebabkan oleh luas permukaan dan jumlah buis betonyang terpasang pada pondasi tersebut lebih besar dan lebih banyak dibandingkan dengan pondasi lainnya.
4.4.1.4 Hasil Penurunan Pada Setiap Variasi Bentuk Terhadap Kombinasi Beban Statis dengan Dinamis 0,25g serta Kombinasi Statis dan Dinamis 0,3g.
1. Penurunan akibat beban kombinasi 25 kg
dapat dilihat pada Gambar 4.51 di bawah ini.
Gambar 4.51 Grafik perbandingan penurunan terhadap variasi bentuk dengan beban 25 kg.
Pada gambar 4.51 menunjukan perbedaan penurunan pada beban statis, dinamis 0,25g dan 0,3g. Dari grafik memperlihatkan penurunan pondasi pada percepatan 0,3g lebih besar dibandingkan dengan pondasi yang diberi percepatan 0,25g.
Dari hasil percobaan beban statis saja seberat 25 kg, terjadi penurunan yang tidak jauh berbeda pada setiap model pondasi.
Dari hasil percobaan kombinasi beban statis 25 kg dan dinamis 0,3g terjadi penurunan yang berbeda-beda untuk tiap model pondasi. Penurunan terkecil terjadi pada pondasi model L/B = 2; 3,5D; h = 20
0102030405060708090
100110120130140150160170
0 5 10 15 20 25 30
Pe
nu
ru
na
n (
mm
)
Beban (Kg)
Beban Statis dan Dinamis Untuk Semua Model Pondasi
L/B= 1 (Telapak) L/B=2 (Telapak,melintang)L/B=1;S=3D;h=10 cm L/B=1;S=3D;h=20 cmL/B=1;S=3.5D;h=10 cm L/B=1;S=3.5D;h=20 cmL/B=2;S=3D;h=10 cm(melintang) L/B=2;S=3D;h=20 cm(melintang) L/B=2;S=3.5D;h=10 cm(melintang) L/B=2;S=3.5D;h=20 cm(melintang)L/B=2 (Telapak,memanjang) L/B=2;S=3D;h=10 cm(memanjang)L/B=2;S=3D;h=20 cm(memanjang) L/B=2;S=3.5D;h=10 cm(memanjang)
19,89
7,15 2,86 2,86 2,86 4,29 2,86 2,86 2,86 1,43 4,29 4,29 2,86 2,86 1,43
74,368,61
10
32,88
4,29
105,78
75,76 71,46
45,78 44,3131,73
14,29 11,43 13,864,29
35,73
10,01 8,5814,29
7,15
157,23
138,66
124,37
144,37
41,56
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
Te
lap
ak
L/B
=1
L/B
=1
; S
= 3
D ;
h=
10
cm
L/B
=1
; S
=3
D ;
h=
20
cm
L/B
=1
; S
=3
,5D
; h
=1
0 c
m
L/B
=1
; S
=3
,5D
; h
=2
0 c
m
Te
lap
ak
L
/B=
2 M
em
an
jan
g
L/B
=2
; S
=3
D ;
h=
10
cm
L/B
=2
; S
=3
D ;
h=
20
cm
L/B
=2
; S
=3
,5D
; h
=1
0 c
m
L/B
=2
; S
=3
,5D
; h
=2
0 c
m
Te
lap
ak
L/B
=2
Me
lin
tna
g
L/B
=2
; S
=3
D ;
h=
10
cm
L/B
=2
; S
=3
D ;
h=
20
cm
L/B
=2
; S
=3
,5D
; h
=1
0 c
m
L/B
=2
; S
=3
,5D
; h
=2
0 c
m
Te
lap
ak
Se
git
iga
Se
git
iga
; S
=3
D ;
h=
10
cm
Se
git
iga
; S
=3
D ;
h=
20
cm
Se
git
iga
; S
=3
,5D
; h
=1
0 c
m
Se
git
iga
; S
=3
,5D
; h
=2
0 c
m
Penurunan Pada Beban 25 Kg
Statis 25 kg
Statis + Dinamis 0,25g
Statis + Dinamis 0,3g
Pe
nu
run
an
(mm
)
32
cm (arah memanjang) yaitu sebesar 4,29 mm. Secara umum podasi model segitiga rata-rata memiliki penurunan terbesar dibandingkan dengan model pondasi yang lain, hal ini disebabkan luas permukaan sentuh dan jumlah tiang buis betonnya yang paling sedikit yaitu hanya 3 buah. 4.5 Hasil Pengujian Parameter Fisik Tanah
dan Kuat Geser Tanah Setelah dilakukan pembebanan maka dilakukan pengujian selanjutnya untuk mengetahui parameter fisik dan kuat geser tanahnya.
4.5.1 Hasil pengujian Berat Volume Tanah (γt) Setelah Diberikan Beban Dinamis di Laboratorium.
Tabel 4.7 Nilai-Nilai Berat Volume Tanah (γt) Tanah Uji.
1. Kondisi beban statsi dan dinamis percepatan
0,25g dan 0,3g pada seluruh variasi pondasi dapat dilihat pada Gambar 4.62 di bawah ini.
Gambar 4.62 Berat volume tanah (γt) pada seluruh variasi pondasi telapak percepatan 0,25g dan 0,3. 4.5.2 Hasil Pengujian Parameter Geser Tanah
(C) Setelah Diberikan Beban Dinamis Di Laboratorium.
Tabel 4.8 Nilai Kohesi Pada Tanah Uji Setelah Diberi Beban Dinamis 25 Kg.
1. Perbandingan kohesi pada seluruh variasi
pondasi dengan pembebanan statis, dinamis percepatan 0,3g dan percepatan 0,25gdapat dilihat pada Gambar 4.70 di bawah ini.
Gambar 4.70 Grafik perbandingan nilai C ( kg/ cm2) pada seluruh variasi pondasi
Pada Gambar 4.70 terlihat pada setiap variasi pondasi, pondasi yang di beri beban statis cenderung mempunyai nilai kohesi yang lebih kecil di banding dengan pondasi yang di beri beban dinamis dan pondasi yang di beri perkuatan tiang buis beton cenderung mempunyai gaya geser yang lebih kecil. Di bandingkan dengan pondasi yang tidak diberi perkuatan.Hal ini mungkin terjadi karena pondasi yang diberi perkuatan tiang buis betonmempunyai daya dukung terhadap beban
γt (gr/cm3)
0,25g 0,3g25 kg 25 kg 25 kg1,75 1,75 1,75
1,870 1,884 1,8871,866 1,881 1,8851,845 1,877 1,8821,862 1,879 1,8811,839 1,846 1,8591,788 1,824 1,8311,787 1,816 1,8291,784 1,799 1,8261,783 1,803 1,8281,781 1,794 1,7961,786 1,827 1,8291,785 1,805 1,8251,782 1,802 1,8191,784 1,799 1,8281,742 1,793 1,8041,882 1,891 1,9271,871 1,887 1,9161,839 1,878 1,9121,855 1,886 1,9221,833 1,847 1,852
Variasi Pondasi
Telapak L/B=1
S = 3D; h = 10 cm
Statis
L/B=
1
Sebelum Pembebanan
S = 3,5D; h = 20 cm
S = 3,5D; h = 20 cm (ml)
Telapak L/B=2 Melintang
S = 3D; h = 10 cm (ml)
S = 3D; h = 20 cm (ml)
Telapak L/B=2 Memanjang
S = 3D; h = 10 cm (mm)
S = 3D; h = 20 cm (mm)
S = 3,5D; h = 10 cm
S = 3,5D; h = 20 cm
γt (gr/cm3)Dinamis
S = 3,5D; h = 10 cm (mm)
S = 3D; h = 20 cm
S = 3,5D ; h = 10 cm
L/B
= 2
Segi
tiga
Telapak Segitiga
S = 3D; h = 10 cm
S = 3D; h = 20 cm
S = 3,5D; h = 10 cm (ml)
S = 3,5D; h = 20 cm (ml)
γt
(gr/
cm3 )
1,750
1,870 1,866
1,845
1,862
1,839
1,788 1,787 1,784 1,783 1,7811,786 1,785 1,782 1,784
1,742
1,8821,871
1,839
1,855
1,833
1,75
1,884 1,881 1,877 1,879
1,846
1,8241,816
1,799 1,8031,794
1,827
1,805 1,802 1,7991,793
1,891 1,8871,878
1,886
1,847
1,750
1,887 1,885 1,882 1,881
1,859
1,831 1,829 1,826 1,828
1,796
1,829 1,8251,819
1,828
1,804
1,9271,916 1,912
1,922
1,852
1,740
1,760
1,780
1,800
1,820
1,840
1,860
1,880
1,900
1,920
1,940
Se
be
lum
Pe
mb
eb
an
an
Te
lap
ak L
/B=
1
S =
3D
; h
= 1
0 c
m
S =
3D
; h
= 2
0 c
m
S =
3,5
D ; h
= 1
0 c
m
S =
3,5
D;
h =
20
cm
Te
lap
ak L/B
=2
M
em
an
jan
g
S =
3D
; h
= 1
0 c
m (
mm
)
S =
3D
; h
= 2
0 c
m (
mm
)
S =
3,5
D;
h =
10
cm
(m
m)
S =
3,5
D;
h =
20
cm
(m
l)
Te
lap
ak L
/B=
2 M
eli
nta
ng
S =
3D
; h
= 1
0 c
m (
ml)
S =
3D
; h
= 2
0 c
m (
ml)
S =
3,5
D;
h =
10
cm
(m
l)
S =
3,5
D;
h =
20
cm
(m
l)
Te
lap
ak S
eg
itig
a
S =
3D
; h
= 1
0 c
m
S =
3D
; h
= 2
0 c
m
S =
3,5
D;
h =
10
cm
S =
3,5
D;
h =
20
cm
Perbandingan γt (gr/cm3) Pada Saat Beban 25 kg Untuk Semua Varaisi Pondasi
Statis
Statis + Dinamis 0,25g
Statis + Dinamis 0,3g
25 kg 25 kg0,3 0,25
0,041 0,041 0,041
0,070 0,065 0,06
0,068 0,064 0,058
0,065 0,063 0,054
0,066 0,064 0,056
0,063 0,059 0,053
telapak 0,061 0,058 0,061
3D : h = 10 cm 0,059 0,055 0,053
3D : h = 20 cm 0,057 0,051 0,054
3,5D : h=10 cm 0,057 0,053 0,051
3,5D : h=20 cm 0,053 0,050 0,049
telapak 0,059 0,059 0,06
3D : h = 10 cm 0,057 0,058 0,055
3D : h = 20 cm 0,057 0,057 0,053
3,5D : h=10 cm 0,056 0,058 0,052
3,5D : h=20 cm 0,052 0,054 0,0510,083 0,078 0,063
0,081 0,077 0,074
0,079 0,073 0,07
0,075 0,074 0,069
0,071 0,069 0,07
segi
tiga
telapak3D : h= 10 cm3D : h= 20 cm
3,5D : h= 10 cm3,5D : h= 20 cm
3,5D : h= 20 cm
L/B
= 2 m
elin
tang
mem
anja
ng
L/B
= 1
telapak3D : h= 10 cm3D : h= 20 cm
3,5D : h= 10 cm
Variasi Pondasi C (kg/cm2)
statis
33
kombinasi statis dan dinamis yang lebih besar dibandingkan dengan pondasi telapak.Sehingga penurunan tanah lebih sedikit, berat volume tanah di bawah pondasi berkurang dan nilai kohesi menjadi lebih kecil.
4.5.3 Hasil Pengujian Derajat Kejenuhan (Sr) Setelah Diberikan Beban Dinamis Di Laboratorium.
1. Perbandingan derajat kejenuhan (Sr) pada seluruh variasi pondasi dengan pembebanan statis, dinamis percepatan 0,3g dan percepatan 0,25gdapat dilihat pada Gambar 4.71 di bawah ini.
Gambar 4.71 Grafik perbandingan nilai derajat
kejenuhan (Sr) (%) pada seluruh variasi pondasi.
Pada gambar 4.71 terlihat perbndingan nilai derajat kejenuhan (Sr) yang terjadi pada seluruh model pondasi. Pada grafik diatas terlihat bahwa derajat kejenuhan pada beban statis memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan kombinasi beban statis dan dinamis 0,25g sedangkan kombinasi beban statis dan dinamis 0,25g memiliki nilai derajat kejenuhan yang lebih kecil dibandingkan dengan kombinasi beban statis dan dinamis 0,3g. Hal ini disebabkan karena kombinasi beban statis dan dinamis 0,3g menghasilkan penurunan yang lebih besar yang menyebabkan kepadatan bertambah besar sehingga menyebabkan nilai derajat kejunuhannya juga menjadi lebih besar dibandingkan dengan beban statis saja ataupun kombinasi beban statis dan dinamis 0,25g.
Pada saat diberi beban kombinasi statis dan dinamis 0,3g, pondasi segitiga; S = 3D; h = 10 cm memiliki dereajat kejenuhan yang lebih kecil dibandingkan dengan kombinsai beban statis dan dinamis 0,25g. Hal ini mungkin diakibatkan oleh kesalahan pelaksanaan pada saat melakukan pengujian volgraf.
4.5.4 Hasil Pengujian Angka Pori (e) Setelah Diberikan Beban Dinamis Di Laboratorium.
1. Perbandingan angka pori (e) pada seluruh variasi pondasi dengan pembebanan statis, dinamis percepatan 0,3g dan percepatan 0,25gdapat dilihat pada Gambar 4.72 di bawah ini.
Gambar 4.72 Grafik perbandingan nilai angka pori (e) pada seluruh variasi pondasi
Pada gambar 4.72 terlihat perbndingan nilai angka pori (e) yang terjadi pada seluruh model pondasi. Pada grafik diatas terlihat bahwa angka pori pada beban statis memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan dengan kombinasi beban statis dan dinamis 0,25g sedangkan kombinasi beban statis dan dinamis 0,25g memiliki nilai angka pori yang lebih besar dibandingkan dengan kombinasi beban statis dan dinamis 0,3g. Hal ini disebabkan karena kombinasi beban statis dan dinamis 0,3g menghasilkan penurunan yang lebih besar yang menyebabkan kepadatan bertambah besar sehingga menyebabkan nilai angka pori juga menjadi lebih kecil dibandingkan dengan beban statis saja ataupun kombinasi beban statis dan dinamis 0,25g.
84,00
86,00
88,00
90,00
92,00
94,00
96,00
98,00
100,00
Te
lap
ak
L/B
=1
S =
3D
; h
= 1
0 c
m
S =
3D
; h
= 2
0 c
m
S =
3,5
D ;
h =
10
cm
S =
3,5
D;
h =
20
cm
Te
lap
ak
L
/B=
2 M
em
an
jan
g
S =
3D
; h
= 1
0 c
m (
mm
)
S =
3D
; h
= 2
0 c
m (
mm
)
S =
3,5
D;
h =
10
cm
(m
m)
S =
3,5
D;
h =
20
cm
(m
l)
Te
lap
ak
L/B
=2
Me
lin
tan
g
S =
3D
; h
= 1
0 c
m (
ml)
S =
3D
; h
= 2
0 c
m (
ml)
S =
3,5
D;
h =
10
cm
(m
l)
S =
3,5
D;
h =
20
cm
(m
l)
Te
lap
ak
Se
git
iga
S =
3D
; h
= 1
0 c
m
S =
3D
; h
= 2
0 c
m
S =
3,5
D;
h =
10
cm
S =
3,5
D;
h =
20
cm
Statis
Statis + Dinamis 0,25g
Statis + Dinamis 0,3g
Perbandingan Sr(%) Pada Saat Beban 25 kg Untuk Semua Varaisi Pondasi
0,40
0,50
0,60
0,70
0,80
0,90
1,00
1,10
Tela
pak
L/B=
1
S =
3D; h
= 1
0 cm
S =
3D; h
= 2
0 cm
S =
3,5D
; h
= 10
cm
S =
3,5D
; h =
20
cm
Tela
pak
L/B
=2 M
eman
jang
S =
3D; h
= 1
0 cm
(mm
)
S =
3D; h
= 2
0 cm
(mm
)
S =
3,5D
; h =
10
cm (m
m)
S =
3,5D
; h =
20
cm (m
l)
Tela
pak
L/B=
2 M
elin
tang
S =
3D; h
= 1
0 cm
(ml)
S =
3D; h
= 2
0 cm
(ml)
S =
3,5D
; h =
10
cm (m
l)
S =
3,5D
; h =
20
cm (m
l)
Tela
pak
Segi
tiga
S =
3D; h
= 1
0 cm
S =
3D; h
= 2
0 cm
S =
3,5D
; h =
10
cm
S =
3,5D
; h =
20
cm
Statis
Statis + Dinamis 0,25g
Statis + Dinamis 0,3g
Perbandingan e (angka pori) Pada Saat Beban 25 kg Untuk Semua Varaisi Pondasi
34
4.5.5 Hasil Pengujian Porositas (n) Setelah Diberikan Beban Dinamis Di Laboratorium.
1. Perbandingan porositas (n) pada seluruh
variasi pondasi dengan pembebanan statis, dinamis percepatan 0,3g dan percepatan 0,25gdapat dilihat pada Gambar 4.73 di bawah ini.
Gambar 4.73 Grafik perbandingan nilai porositas
(n) pada seluruh variasi pondasi. Pada gambar 4.73 terlihat perbndingan nilai porositas (n) yang terjadi pada seluruh model pondasi. Pada grafik diatas terlihat bahwa nilai porositas pada beban statis memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan dengan kombinasi beban statis dan dinamis 0,25g sedangkan kombinasi beban statis dan dinamis 0,25g memiliki nilai porositas yang lebih besar dibandingkan dengan kombinasi beban statis dan dinamis 0,3g. Hal ini disebabkan karena kombinasi beban statis dan dinamis 0,3g menghasilkan penurunan yang lebih besar yang menyebabkan kepadatan bertambah besar sehingga menyebabkan nilai porositas juga menjadi lebih kecil dibandingkan dengan beban statis saja ataupun kombinasi beban statis dan dinamis 0,25g. Pada saat diberi beban kombinasi statis, pondasi segitiga telapak dan pondasi segitiga; S = 3D; h = 10 cm memiliki dereajat kejenuhan yang lebih kecil dibandingkan dengan kombinsai beban statis dan dinamis. Hal ini mungkin diakibatkan oleh kesalahan pelaksanaan pada saat melakukan pengujian volgraf.
4.6 Analisa Angka Keamanan Pada Beban Statis
Analisa angka keamanan untuk kondisi pemodelan Tanah Uji pada Batas Cair (LL) = 32% dan kadar air (wc) = 27,5% pada beban Statis adalah sebagai berikut : Beban (P) yang terpakai pada kondisi ini
adalah = 5 kg, 10 kg dan 20 kg, 25 kg. Luas penampang pondasi (A) adalah L x B Tegangan yang terjadi berarti Qterjadi = P/A
( kg/ cm2). Untuk contoh perhitungan akan diambil Pembebanan (P) = 5 kg dan Qult pada Pondasi L/B = 1 polos dengan dengan Ukuran L= 10 cm dan B = 10 cm. Qterjadi = P/(B x L) = 5/(10 x 10) = 0,05 kg/ cm2
Qult = 0,913 kg/ cm2 SF = Qult / Qterjadi = 0,913/0,05 = 18,26 Jadi akan didapat angka keamanan sebesar 18,26
Untuk contoh perhitungan akan diambil Pembebanan (P) = 5 kg dan Qult pada Pondasi L/B = 2 polos dengan dengan Ukuran L= 20 cm dan B = 10 cm. Qterjadi = P/(B x L) = 5/(20 x 10) = 0,025 kg/ cm2
Qult = 0,789 kg/ cm2 SF = Qult / Qterjadi = 1,02/0,025 = 31,56 Jadi akan didapat angka keamanan sebesar 31,56
Dengan cara perhitungan angka keamanan yang sama untuk variasi kondisi pembebanan, bentuk pondasi dan perkuatan pondasi yang lain, nilai angka keamanan dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut ini :
0,30
0,35
0,40
0,45
0,50
0,55
Tela
pak
L/B
=1
S =
3D
; h =
10
cm
S =
3D
; h =
20
cm
S =
3,5
D ;
h =
10
cm
S =
3,5
D; h
= 2
0 c
m
Tela
pak
L/B
=2
Me
man
jan
g
S =
3D
; h =
10
cm
(m
m)
S =
3D
; h =
20
cm
(m
m)
S =
3,5
D; h
= 1
0 c
m (
mm
)
S =
3,5
D; h
= 2
0 c
m (
ml)
Tela
pak
L/B
=2
Me
linta
ng
S =
3D
; h =
10
cm
(m
l)
S =
3D
; h =
20
cm
(m
l)
S =
3,5
D; h
= 1
0 c
m (
ml)
S =
3,5
D; h
= 2
0 c
m (
ml)
Tela
pak
Se
giti
ga
S =
3D
; h =
10
cm
S =
3D
; h =
20
cm
S =
3,5
D; h
= 1
0 c
m
S =
3,5
D; h
= 2
0 c
m
Statis
Statis + Dinamis 0,25g
Statis + Dinamis 0,3g
Perbandingan n (porositas) Pada Saat Beban 25 kg Untuk Semua Varaisi Pondasi
35
Tabel 4.12 Nilai SF Dengan Variasi Beban Dan Bentuk Pondasi
Pada tabel 4.9 terlihat perbedaan nilai angka keamanan yang cukp besar antara pondasi L/B = 1 dan pondasi L/B = 2 tetapi untuk variasi kedalaman dan jarak pemasangan tiang buis beton peningkatan angka keamanannya sangat kecil .
4.6.1 Perbandingan Angka Keamanan Pada Setiap Variasi Pondasi Akibat Beban Statis
Perbandingan angka keamanan pada seluruh variasi pondasi dilihat pada Gambar di bawah ini
Gambar 4.77 Grafik perbandingan angka keamanan dan variasi bentuk pada setiap beban statis.
Pada gambar 4.77 terlihat perbedaan angka keamanan pada setiap beban, pada pondasi L/B = 1 angka keamanan sebesar 18,26 dan pada pondasi L/B = 2 angka keamanan sebesar 31,56 terjadi peningkatan angka keamanan sebesar 72,83% pada perubahan L/B, angka keamanan terbesar pada semua variasi bentuk pondasi terjadi pada beban 5
kg dan kemudian berurutan pada beban yang lebih besar. Dapat diperkirakan bahwa semakin besar beban yang diberikan pada pondasi maka angka keamanannya akan semakin kecil. 4.7 Analisa Angka Keamanan Pada Beban
Dinamis 4.7.1 Pondasi Telapak
Analisa angka keamanan untuk kondisi pemodelan Tanah Uji pada Batas Cair (LL) = 32% dan kadar air (wc) = 27,5% pada beban Dinamis adalah sebagai berikut : Beban (P) yang terpakai pada kondisi ini
adalah = 25 kg. Luas penampang pondasi (A) adalah L x B Tegangan yang terjadi berarti Qterjadi = P/A
( kg/ cm2). - Pembebanan (P) = 25 kg dan Qult pada Pondasi
L/B = 1 polos dengan dengan Ukuran L= 10 cm dan B = 10 cm. Pada Tabel 4.4 Qterjadi = P/(B x L) = 25/(10 x 10) = 0,25 kg/ cm2
Qult = 0,0327 kg/ cm2 SF = Qult / Qterjadi = 0,0327/0,25 = 0,1308 < 1 Jadi angka keamanan dinamis sebesar 0,1308 sedangkan angka keamanan statis sebesar 3,65, angka keamanan turun sebesar 96,41%
- Pembebanan (P) = 25 kg dan Qult pada Pondasi L/B = 2 polos dengan dengan Ukuran L= 20 cm dan B = 10 cm. Pada Tabel 4.4 Qterjadi = P/(B x L) = 25/(10 x 20) = 0,125 kg/ cm2
Qult = 0,049 kg/ cm2 SF = Qult / Qterjadi = 0,049/0,125 = 0,392 < 1 Jadi angka keamanan dinamis sebesar 0,392 sedangkan angka keamanan statis sebesar 6,31, angka keamanan turun sebesar 93,78%
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
35,00
tela
pak
L/B=
1
L/B=
1; 3
D :
h= 1
0 cm
L/B=
1; 3
D :
h= 2
0 cm
L/B=
1; 3
,5D
: h=
10
cm
L/B=
1; 3
,5D
: h=
20
cm
tela
pak
L/B=
2 (M
L)
L/B=
2; 3
D :
h =
10 c
m (M
L)
L/B=
2; 3
D :
h =
20 c
m (M
L)
L/B=
2; 3
,5D
: h=
10 c
m (M
L)
L/B=
2; 3
,5D
: h=
20 c
m (M
L)
tela
pak
L/B=
2 (M
M)
L/B=
2; 3
D :
h =
10 c
m (M
M)
L/B=
2; 3
D :
h =
20 c
m (M
M)
L/B=
2; 3
,5D
: h=
10 c
m (M
M)
L/B=
2; 3
,5D
: h=
20 c
m (M
M)
tela
pak
Segt
iga
Segt
iga;
3D
: h=
10
cm
Segt
iga;
3D
: h=
20
cm
Segt
iga;
3,5
D :
h= 1
0 cm
Segt
iga;
3,5
D :
h= 2
0 cm
Beban 5 kg
Beban 10 kg
Beban 20 kg
Beban 25 kg
Angka Keamanan Pada Variasi Pondasi
Angk
a Kea
mana
n
36
- Pembebanan (P) = 25 kg dan Qult pada Pondasi Segitiga polos dengan dengan luas telapak sebesar 73,72 cm2. Pada Tabel 4.4 Qterjadi = P/(A) = 25/(73,72) = 0,339 kg/ cm2
Qult = 0,0386 kg/ cm2 SF = Qult / Qterjadi = 0,0386/0,339 = 0,0386 < 1 Jadi angka keamanan dinamis sebesar 0,0386 dan sedangkan keamanan statis sebesar 3,5, angka keamanan turun sebesar 98,89% 4.7.2 Angka Keamanan Kapasitas Horisontal
Material Tiang Buis Beton Percepatan 0,25 g.
SF = Hu/F 1. L/B = 1 ; h = 10 cm. (4 tiang buis beton)
SF = Hu/F = 3,39 / 0,283 = 11,978 2. L/B = 1 ; h = 20 cm. (4 tiang buis beton)
SF = Hu/F = 5,692 /0,325 = 17,514 3. L/B = 2 ; h = 10 cm. (8 tiang buis beton)
SF = Hu/F = 6,78 /0,365 = 18,575 4. L/B = 2 ; h = 20 cm. (8 tiang buis beton)
SF = Hu/F = 11,384/0,65 = 17,513 5. Segitiga ; h = 10 cm. (3 tiang buis beton)
SF = Hu/F = 2,543 /0,152 = 16,73 6. Segitiga ; h = 20 cm. (3 tiang buis beton)
SF = Hu/F = 4,269 /0,184 = 23,2 Percepatan 0,3 g.
SF = Hu/F 1. L/B = 1 ; h = 10 cm. (4 tiang buis beton)
SF = Hu/F = 3,39 / 0,34 = 9,971 2. L/B = 1 ; h = 20 cm. (4 tiang buis beton)
SF = Hu/F = 5,692 /0,39 = 14,595 3. L/B = 2 ; h = 10 cm. (8 tiang buis beton)
SF = Hu/F = 6,78 /0,678 = 10 4. L/B = 2 ; h = 20 cm. (8 tiang buis beton)
SF = Hu/F = 11,384/0,78 = 14,595 5. Segitiga ; h = 10 cm. (3 tiang buis beton)
SF = Hu/F = 2,543 /0,182 = 13,973 6. Segitiga ; h = 20 cm. (3 tiang buis beton)
SF = Hu/F = 4,269 /0,22 = 19,405
Tabel 4.13 Rekap Angka Kemanana Berbagai Tipe
Pondasi.
(Sumber: Hasil pengujian) Berikut adalah perbandingan angka keamanan
kapasitas horizontal material tiang buis beton yang
ditampilkan dalam bentuk grafik
Gambar 4.78 Grafik angka keamanan kapasitas horisontal tiang buis beton pada percepatan 0,25g dan percepatan 0,3g.
Pada gambar 4.78 terlihat angka keamnanan untuk semua jenis pondasi pada percepatan 0,25g lebih besar dibandingkan dengan percepatan 0,3g. Hal ini disebabkan oleh beban yang diterima oleh pondasi pada percepatan 0,3g lebih besar dibandingkan dengan beban yang diterima oleh pondasi dengan percepatan 0,25g.
Selain itu pada gambar juga dapat terlihat bahwa pondasi yang memiliki perkuatan buis beton sepanjang 10 cm memiliki angka keamanan yang lebih kecil dibanding denagan pondasi yang memiliki perkuatan buis beton sepanjang 20 cm. 4.8.1 Hasil Analisa Penurunan Tanah Dengan
Menggunakan Program Plaxis 8.2
Perbandingan Penurunan Tanah Pada Percobaan Dilaboratoriun dan Analisa
F HU F HU
L/B=1 ; h = 10 cm 0,283 3,39 0,34 3,39L/B=1 ; h = 20 cm 0,325 5,692 0,39 5,692L/B=2 ; h = 10 cm 0,565 6,78 0,678 6,78L/B=2 ; h = 20 cm 0,65 11,384 0,78 11,384Segitiga, h = 10 cm 0,152 2,543 0,182 2,543Segitiga, h = 20 cm 0,184 4,269 0,22 4,269
13,97323,201 19,405
Spectrum 0,25g Spectrum 0,3g SFSpectrum 0,25g Spectrum 0,3g
11,979 9,97117,514 14,59512,000 10,00017,514 14,59516,730
Pondasi
8
10
12
14
16
18
20
22
24
L/B
=1
; h=
10
cm
L/B
=1
; h=
20
cm
L/B
=2
; h=
10
cm
L/B
=2
; h=
20
cm
Segi
tiga
; h
=1
0 c
m
Segi
tiga
; h
=2
0 c
m
Percepatan 0,25g
Percepatan 0,3g
37
Menggunakan Plaxis 8.2 (Asumsi tanah Drained)
a. Perbandingan Penurunan Tanah anatara Uji Lab dan Plaxis (statis 25 kg)
Gambar 4.85 Grafik perbandingan penurunan pada
percobaan di laboratoriun dengan program Plaxis 8.2dengan pembebanan statis 25 kg
Pada gambar 4.85 terlihat perbedaan anatara percobaan laboratorium dan hasil anlisis menggunakan program Plaxis 8.2. Percobaan Plaxis 8.2 memperlihatkan hampir semua variasi pondasi tidak mengalami penurunan pada saat diberi beban statis 20 kg. Sedangkan untuk percobaan laboratorium terjadi hasil penurunan yang bervariasi pada setiap model pondasi. Hasil penurunannya dapat dilihatpada table 4.14 dan 4.15 dibawah a. Perbandingan Penurunan Tanah anatara Uji
Lab dan Plaxis (statis 25 kg + Dinamis)
Gambar 4.86 Grafik perbandingan penurunan pada percobaan di laboratoriun dengan program Plaxis 8.2 dengan pembebanan statis 25 kg + Dinamis.
Pada gambar 4.86 terlihat perbedaan penurunan pada percobaan dilaboratorium dibandingkan analisa menggunakan program Plaxis 8.2. Pada pondasi L/B = 1; Telapak percepatan 0,25g, penurunan pada percobaan di laboratoriun sebesar 92,91 mm dan pada Plaxis sebesar 8,36 mm atau hasil percobaan laboratorium memiliki perbedaan 1111,36% dari analisa Plaxis 8.2. Sedangkan pada saat percepatan 0,3g, pada percobaan laboratorium mengalami penurunan sebesar 105,78 mm sedangkan Plaxis mengalami penurunan sebesar 9,06 mm atau hasil percobaan laboratorium memiliki perbedaan 1167,55% dari analisa Plaxis 8.2.
Pada pondasi L/B = 2; Telapak (Memanjang) percepatan 0,25g, penurunan pada percobaan di laboratoriun sebesar 15,72 mm dan pada Plaxis sebesar 8,34 mm atau hasil percobaan laboratorium memiliki perbedaan 188,49% dari analisa Plaxis 8.2. Sedangkan pada saat percepatan 0,3g, pada percobaan laboratorium mengalami penurunan sebesar 31,73 mm sedangkan Plaxis mengalami penurunan sebesar 9,05 mm atau hasil analisa Plaxis 8.2 memiliki perbedaan 350,61% dari percobaan laboratorium
Presentasi perbedaan penurunan untuk semua variasi pondasi dapat dilihat pada table 4.18 dibawah.
4.8.2 Perbandingan Penurunan Tanah Pada Percobaan Dilaboratoriun dan Analisa Menggunakan Plaxis 8.2 (Asumsi tanah Undrained)
Perbandingan Penurunan Tanah anatara Uji Lab dan Plaxis (statis 25 kg + Dinamis)
Gambar 4.94 Grafik perbandingan penurunan pada
percobaan di laboratoriun dengan program Plaxis 8.2 dengan pembebanan statis 25 kg + Dinamis
0
5
10
15
20
25
Tela
pak
L/B
=1
L/B
= 1
; S =
3D
; h =
10
cm
L/B
= 1
; S =
3D
; h =
20
cm
L/B
= 1
; S =
3,5
D ;
h =
10
cm
L/B
= 1
; S =
3,5
D; h
= 2
0 c
m
Tela
pak
L/B
=2
Me
man
jan
g
L/B
= 2
; S =
3D
; h =
10
cm
(m
m)
L/B
= 2
; S =
3D
; h =
20
cm
(m
m)
L/B
= 2
; S =
3,5
D; h
= 1
0 c
m (
mm
)
L/B
= 2
; S
= 3
,5D
; h
= 2
0 c
m (
ml)
Tela
pak
L/B
=2
Me
linta
ng
L/B
= 2
; S =
3D
; h =
10
cm
(m
l)
L/B
= 2
; S =
3D
; h =
20
cm
(m
l)
L/B
= 2
; S
= 3
,5D
; h
= 1
0 c
m (
ml)
L/B
= 2
; S
= 3
,5D
; h
= 2
0 c
m (
ml)
Perbandingan penurunan Lab dan Plaxis (Beban 25 kg) (Statis)
Statis 25 kg (Lab)
Statis 25 kg (Plaxis)
Pe
nu
run
an
(mm
)
0
20
40
60
80
100
120
Tela
pak
L/B
=1
L/B
= 1
; S =
3D
; h =
10
cm
L/B
= 1
; S =
3D
; h =
20
cm
L/B
= 1
; S =
3,5
D ;
h =
10
cm
L/B
= 1
; S =
3,5
D; h
= 2
0 c
m
Tela
pak
L/B
=2
Me
man
jan
g
L/B
= 2
; S =
3D
; h =
10
cm
(m
m)
L/B
= 2
; S =
3D
; h =
20
cm
(m
m)
L/B
= 2
; S =
3,5
D; h
= 1
0 c
m (
mm
)
L/B
= 2
; S =
3,5
D;
h =
20
cm
(m
l)
Tela
pak
L/B
=2
Me
linta
ng
L/B
= 2
; S =
3D
; h =
10
cm
(m
l)
L/B
= 2
; S =
3D
; h =
20
cm
(m
l)
L/B
= 2
; S =
3,5
D;
h =
10
cm
(m
l)
L/B
= 2
; S =
3,5
D; h
= 2
0 c
m (
ml)
Perbandingan penurunan Lab dan Plaxis (Beban 25 kg) (Dinamis)
Statis + Dinamis 0,25 (Lab)
Statis + Dinamis 0,3g (Lab)
Statis + Dinamis 0,25g (Plaxis)
Statis + Dinamis 0,3g (Plaxis)
Pe
nu
run
an
(mm
)
0
20
40
60
80
100
120
Tela
pak
L/B
=1
L/B
= 1
; S =
3D
; h =
10
cm
L/B
= 1
; S =
3D
; h =
20
cm
L/B
= 1
; S =
3,5
D ;
h =
10
cm
L/B
= 1
; S =
3,5
D; h
= 2
0 c
m
Tela
pak
L/B
=2
Me
man
jan
g
L/B
= 2
; S =
3D
; h =
10
cm
(m
m)
L/B
= 2
; S =
3D
; h =
20
cm
(m
m)
L/B
= 2
; S =
3,5
D; h
= 1
0 c
m (
mm
)
L/B
= 2
; S =
3,5
D; h
= 2
0 c
m (
ml)
Tela
pak
L/B
=2
Me
linta
ng
L/B
= 2
; S =
3D
; h =
10
cm
(m
l)
L/B
= 2
; S =
3D
; h =
20
cm
(m
l)
L/B
= 2
; S =
3,5
D; h
= 1
0 c
m (
ml)
L/B
= 2
; S =
3,5
D; h
= 2
0 c
m (
ml)
Perbandingan penurunan Lab dan Plaxis (Beban 25 kg) (Dinamis)
Statis + Dinamis 0,25 (Lab)
Statis + Dinamis 0,3g (Lab)
Statis + Dinamis 0,25g (Plaxis)
Statis + Dinamis 0,3g (Plaxis)
Pen
uru
nan
(mm
)
38
Pada gambar 4.94 terlihat perbedaan penurunan pada percobaan dilaboratorium dibandingkan analisa menggunakan program Plaxis 8.2. Pada pondasi L/B = 1; Telapak percepatan 0,25g, penurunan pada percobaan di laboratoriun sebesar 92,91 mm dan pada Plaxis sebesar 29,78 mm atau hasil percobaan laboratorium memiliki perbedaan 311,99% dari analisa Plaxis 8.2. Sedangkan pada saat percepatan 0,3g, pada percobaan laboratorium mengalami penurunan sebesar 105,78 mm sedangkan Plaxis mengalami penurunan sebesar 30,72 mm atau hasil percobaan laboratorium memiliki perbedaan 344,34% dari analisa Plaxis 8.2.
Pada pondasi L/B = 2; Telapak (Memanjang) percepatan 0,25g, penurunan pada percobaan di laboratoriun sebesar 15,72 mm dan pada Plaxis sebesar 29,76 mm atau hasil percobaan laboratorium lebih besar 52,82% dari analisa Plaxis 8.2. Sedangkan pada saat percepatan 0,3g, pada percobaan laboratorium mengalami penurunan sebesar 31,73 mm sedangkan Plaxis mengalami penurunan sebesar 30,7 mm atau hasil analisa Plaxis 8.2 lebih besar 103,36% dari percobaan laboratorium Presentasi perbedaan penurunan untuk semua variasi pondasi dapat dilihat pada table 4.18 dibawah. 4.8.3 Perbandingan Penurunan Tanah Pada
Percobaan Plaxis Permodelan Lapangan Antara Tanah UnDrined dengan Tanah Drained Pada Saat Menerima Beban Statis.
1. Pembebanan 130 Kn (mewakili lantai 3).
Gambar 4.97 Grafik perbandingan penurunan Plaxis permodelan di lapangan antara tanah
undrained dangan tanah drained pada pembebanan statis 130 kn
Pada gambar 4.97 terlihat perbedaan penurunan Plaxis antara tanah kondisi undrained dengan tanah kondisi drined pada pembebanan statis 105 kn. Dari grafik terlihat smua model pondasi pada kondisi tanah drained memiliki penurunan yang lebih besar dibandingkan dengan tanah undrained. Pada podasi L/B =1 telapak kondisi drained pada percepatan 0,25g mengalami penurunan sebesar 7,01 mm sedangkan pada kondisi tanah undrained mengalami penurunan sebesar 2,11 mm atau memiliki perbedaan penurunan sebesar 336,96%. Hal ini berbeda pada percobaan pemodelan laboratorium yaitu kondisi tanah drained memiliki penuruna yang lebih kecil dibandingkan dengan kondisi tanah undrained. Hal ini disebabkan pada kondisi pemodelan laboratorium hanya memiliki bidang area tanah yang terbatas yaitu hanya 50 cm x 50 cm x 50 cm, sehingga tanah tersebut sulit untuk terdrainase, padahal pada kondisi lapangan memiliki bidang area yang tidak terbatas. Sehingga terjadi perbedaan hasil Plaxis model laboratorium dengan model Plaxis lapangan pada kondisi drained dan undrained.
4.8.4 Perbandingan Penurunan Tanah Pada Percobaan Plaxis Permodelan Lapangan Antara Tanah UnDrined dengan Tanah Drained Pada Saat Menerima Beban Statis + Dinamis. 5. Pembebanan 130 Kn (mewakili lantai
3).
Gambar 4.100 Grafik perbandingan penurunan Plaxis permodelan di lapangan antara tanah undrained dangan tanah drained pada pembebanan statis 130 kn + Dinamis.
0,000
0,9320,639 0,510
0,6890,493 0,537 0,439 0,329 0,412 0,301
0,9320,639 0,510
0,6890,493
0,000
3,090
2,290
1,720
2,260
1,680
2,760
2,160
1,650
2,110
1,600
3,090
2,290
1,720
2,260
1,680
0
1
2
3
4
5
Te
lap
ak
L/B
=1
L/B
=1
; S
= 3
D ;
h=
10
cm
L/B
=1
; S
=3
D ;
h=
20
cm
L/B
=1
; S
=3
,5D
; h
=1
0 c
m
L/B
=1
; S
=3
,5D
; h
=2
0 c
m
Te
lap
ak
L
/B=
2 M
em
an
jan
g
L/B
=2
; S
=3
D ;
h=
10
cm
L/B
=2
; S
=3
D ;
h=
20
cm
L/B
=2
; S
=3
,5D
; h
=1
0 c
m
L/B
=2
; S
=3
,5D
; h
=2
0 c
m
Te
lap
ak
L/B
=2
Me
lin
tan
g
L/B
=2
; S
=3
D ;
h=
10
cm
L/B
=2
; S
=3
D ;
h=
20
cm
L/B
=2
; S
=3
,5D
; h
=1
0 c
m
L/B
=2
; S
=3
,5D
; h
=2
0 c
m
Perbandingan Penurunan Plaxisi antara Tanah Undrain dengan Tanah Drained(Beban 130= Lantai 3)
Statis (Plaxis Kondisi Undrained)
Statis (Plaxis kondisi Drained)
Pe
nu
run
an
(mm
)
0
5
10
15
20
25
30
35
Te
lap
ak
L/B
=1
L/B
=1
; S
= 3
D ;
h=
10
cm
L/B
=1
; S
=3
D ;
h=
20
cm
L/B
=1
; S
=3
,5D
; h
=1
0 c
m
L/B
=1
; S
=3
,5D
; h
=2
0 c
m
Te
lap
ak
L
/B=
2 M
em
an
jan
g
L/B
=2
; S
=3
D ;
h=
10
cm
L/B
=2
; S
=3
D ;
h=
20
cm
L/B
=2
; S
=3
,5D
; h
=1
0 c
m
L/B
=2
; S
=3
,5D
; h
=2
0 c
m
Te
lap
ak
L/B
=2
Me
lin
tan
g
L/B
=2
; S
=3
D ;
h=
10
cm
L/B
=2
; S
=3
D ;
h=
20
cm
L/B
=2
; S
=3
,5D
; h
=1
0 c
m
L/B
=2
; S
=3
,5D
; h
=2
0 c
m
Perbandingan Penurunan Plaxisi antara Tanah Undrain dengan Tanah Drained(Beban 130KN = Lantai 3)
Statis + Dinamis 0,25g (Plaxis kondisi Drained)
Statis + Dinamis 0,3g (Plaxis Kondisi Drained)
Statis + Dinamis 0,25g (Plaxis Kondisi Undrained)
Statis + Dinamis 0,3g (Plaxis Kondisi Undrained)
Pe
nu
run
an
(mm
)
39
Pada gambar 4.100 terlihat perbedaan penurunan Plaxis antara tanah kondisi undrained dengan tanah kondisi drined pada pembebanan statis 105 kn + Dinamis. Dari grafik terlihat smua model pondasi pada kondisi tanah drained memiliki penurunan yang lebih besar dibandingkan dengan tanah undrained. Pada podasi L/B =1 telapak kondisi drained pada percepatan 0,25g mengalami penurunan sebesar 32,4 mm sedangkan pada kondisi tanah undrained mengalami penurunan sebesar 13,82 mm atau memiliki perbedaan penurunan sebesar 234,44%. Hal ini berbeda pada percobaan pemodelan laboratorium yaitu kondisi tanah drained memiliki penuruna yang lebih kecil dibandingkan dengan kondisi tanah undrained. Hal ini disebabkan pada kondisi pemodelan laboratorium hanya memiliki bidang area tanah yang terbatas yaitu hanya 50 cm x 50 cm x 50 cm, sehingga tanah tersebut sulit untuk terdrainase, padahal pada kondisi lapangan memiliki bidang area yang tidak terbatas. Sehingga terjadi perbedaan hasil Plaxis model laboratorium dengan model Plaxis lapangan pada kondisi drained dan undrained. Untuk hasil rekapitulasi penurunan akibat beban dinamis pada percobaan di labalatorium dan dengan menggunakan analisa Plaxis dapat dilihat pada tabel 4.11 dan 4.12. [
Tabel 4.14 Rekapitulasi Penurunan Dinamis Pengujian Di Laboratorium & ProgramPlaxis 8.2 (Drained)
Tabel 4.15 Rekapitulasi Penurunan Dinamis Pengujian Di Laboratorium & Program Plaxis 8.2 (Undrained)
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Ditinjau dari bentuk variasi pondasi. Dapat disimpulkan bahwa adanya perbedaan perbandingan panjang dan lebar pondasi memberikan pengaruh terhadap penurunan pondasi. Pondasi telapak segitiga penurunanya cenderung paling besar diantara semua model pondasi sedangkan pondasi telapak L/B = 1 penurunannya cenderung lebih besar dibandingkan dengan pondasi telapak dengan L/B = 2. Hal ini di karenakan semakin besarnya
0,25g 0,3g 0,25g 0,3g 0,25g 0,3g 0,25g 0,3g 0,25g 0,3g 0,25g 0,3g 0,25g 0,3g 0,25g 0,3g
mm mm mm mm mm mm mm mm mm mm mm mm mm mm mm mm0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4,29 4,29 15,73 17,16 57,18 67,19 92,91 105,78 8,35 9,06 8,36 9,06 8,36 9,06 8,36 9,062,86 20,01 7,15 37,16 17,16 61,46 34,31 75,76 8,32 9,01 8,32 9,02 8,32 9,02 8,32 9,02
0 4,29 1,43 12,86 10 37,16 18,58 71,46 8,22 8,91 8,22 8,91 8,22 8,91 8,22 8,911,42 1,43 5,71 7,18 20,01 25,77 34,3 45,78 8,31 9,01 8,31 9,01 8,31 9,01 8,31 9,01
0 2,86 1,43 5,72 8,58 20,01 14,3 44,31 8,21 8,9 8,21 8,9 8,21 8,9 8,21 8,90 1,43 2,86 2,86 10 12,86 15,72 31,73 8,34 9,05 8,34 9,05 8,34 9,05 8,34 9,05
2,85 1,43 5,71 2,86 8,57 7,15 11,43 14,29 8,25 8,95 8,25 8,95 8,25 8,95 8,25 8,950 1,43 0 1,43 1,43 4,29 1,43 11,43 8,06 8,74 8,06 8,74 8,06 8,74 8,06 8,74
1,43 1,43 2,86 2,85 7,15 8,14 10,01 13,86 8,24 8,94 8,24 8,94 8,24 8,94 8,24 8,940 1,43 1,43 2,86 2,86 2,86 2,86 4,29 8,04 8,72 8,04 8,72 8,05 8,72 8,05 8,72
1,43 2,85 2,86 8,57 8,57 22,87 17,15 35,73 8,35 9,06 8,36 9,06 8,36 9,06 8,36 9,060 1,43 1,43 1,43 4,28 4,29 7,14 10,01 8,32 9,01 8,32 9,02 8,32 9,02 8,32 9,020 1,43 0 2,86 2,86 5,72 4,29 8,58 8,22 8,91 8,22 8,91 8,22 8,91 8,22 8,910 1,43 1,43 2,86 2,86 8,58 4,29 14,29 8,31 9,01 8,31 9,01 8,31 9,01 8,31 9,010 1,43 0 2,86 1,43 5,72 2,86 7,15 8,21 8,9 8,21 8,9 8,21 8,9 8,21 8,9
11,44 4,28 30,01 30,01 74,33 134,36 141,51 157,23 - - - - - - - -5,72 0 12,87 5,72 57,18 67,46 90,06 138,66 - - - - - - - -2,86 0 4,29 4,29 25,73 64,33 44,31 124,37 - - - - - - - -2,86 4,29 8,58 14,29 42,88 98,63 75,76 144,37 - - - - - - - -1,43 0 4,29 4,29 20,01 15,73 38,59 41,56 - - - - - - - -
Dinamis Dinamis Dinamis Dinamis Dinamis Dinamis
L/B=2; S=3D ; h=20 cm
Telapak L/B=2 Memanjang
L/B=2; S=3D ; h=10 cm
L/B=2; S=3D ; h=20 cm
Telapak L/B=2 Melintang
L/B=2; S=3D ; h=10 cm
L/B=2; S=3,5D ; h=10 cm
L/B=2; S=3,5D ; h=20 cm
Segitiga; S=3D ; h=20 cm
Segitiga; S=3,5D ; h=10 cm
Segitiga; S=3,5D ; h=20 cm
Seg
itig
a =
3L
/B =
2 mem
an
jan
gm
eli
nta
ng
10kg
Dinamis Dinamis Penurunan Plaxis Penurunan Plaxis
L/B=2; S=3,5D ; h=10 cm
L/B=2; S=3,5D ; h=20 cm
Telapak L/B=1
Segitiga; S= 3D ; h=10 cm
Penurunan Plaxis
L/B
= 1
Telapak L/B=1
L/B=1; S= 3D ; h=10 cm
L/B=1; S=3D ; h=20 cm
L/B=1; S=3,5D ; h=10 cm
L/B=1; S=3,5D ; h=20 cm
Penurunan Lab Penurunan Lab Penurunan Plaxis
10kg5kg25 kg 20kg 25 kg20kg
Penurunan Lab Penurunan Lab
Variasi Pondasi
5kg
0,25g 0,3g 0,25g 0,3g 0,25g 0,3g 0,25g 0,3g 0,25g 0,3g 0,25g 0,3g 0,25g 0,3g 0,25g 0,3g
mm mm mm mm mm mm mm mm mm mm mm mm mm mm mm mm0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4,29 4,29 15,73 17,16 57,18 67,19 92,91 105,78 29,78 30,72 29,78 30,72 29,78 30,72 29,78 30,722,86 20,01 7,15 37,16 17,16 61,46 34,31 75,76 29,69 30,63 29,69 30,63 29,69 30,63 29,69 30,63
0 4,29 1,43 12,86 10 37,16 18,58 71,46 29,41 30,38 29,41 30,38 29,41 30,38 29,41 30,381,42 1,43 5,71 7,18 20,01 25,77 34,3 45,78 29,67 30,62 29,67 30,62 29,67 30,62 29,67 30,62
0 2,86 1,43 5,72 8,58 20,01 14,3 44,31 29,39 30,37 29,39 30,37 29,39 30,37 29,39 30,370 1,43 2,86 2,86 10 12,86 15,72 31,73 29,76 30,7 29,76 30,7 29,76 30,7 29,76 30,7
2,85 1,43 5,71 2,86 8,57 7,15 11,43 14,29 29,44 30,4 29,44 30,4 29,44 30,4 29,44 30,40 1,43 0 1,43 1,43 4,29 1,43 11,43 28,97 29,99 28,97 29,99 28,97 29,99 28,97 29,99
1,43 1,43 2,86 2,85 7,15 8,14 10,01 13,86 29,43 30,39 29,43 30,39 29,43 30,39 29,43 30,390 1,43 1,43 2,86 2,86 2,86 2,86 4,29 28,99 30 28,99 30 28,99 30 28,99 30
1,43 2,85 2,86 8,57 8,57 22,87 17,15 35,73 29,78 30,72 29,78 30,72 29,78 30,72 29,78 30,720 1,43 1,43 1,43 4,28 4,29 7,14 10,01 29,69 30,63 29,69 30,63 29,69 30,63 29,69 30,630 1,43 0 2,86 2,86 5,72 4,29 8,58 29,41 30,38 29,41 30,38 29,41 30,38 29,41 30,380 1,43 1,43 2,86 2,86 8,58 4,29 14,29 29,67 30,62 29,67 30,62 29,67 30,62 29,67 30,620 1,43 0 2,86 1,43 5,72 2,86 7,15 29,39 30,37 29,39 30,37 29,39 30,37 29,39 30,37
11,44 4,28 30,01 30,01 74,33 134,36 141,51 157,23 - - - - - - - -5,72 0 12,87 5,72 57,18 67,46 90,06 138,66 - - - - - - - -2,86 0 4,29 4,29 25,73 64,33 44,31 124,37 - - - - - - - -2,86 4,29 8,58 14,29 42,88 98,63 75,76 144,37 - - - - - - - -1,43 0 4,29 4,29 20,01 15,73 38,59 41,56 - - - - - - - -
25 kg
Dinamis
Telapak L/B=2 Memanjang
L/B=2; S=3D ; h=10 cm
L/B=2; S=3D ; h=20 cm
L/B=2; S=3,5D ; h=10 cm
L/B=2; S=3,5D ; h=20 cm
Seg
itig
a =
3
Telapak L/B=1
Segitiga; S= 3D ; h=10 cm
Segitiga; S=3D ; h=20 cm
Segitiga; S=3,5D ; h=10 cm
Segitiga; S=3,5D ; h=20 cm
meli
nta
ng
Telapak L/B=2 Melintang
L/B
= 2 m
em
an
jan
g
L/B
= 1
Telapak L/B=1
L/B=1; S= 3D ; h=10 cm
L/B=1; S=3D ; h=20 cm
L/B=1; S=3,5D ; h=10 cm
L/B=1; S=3,5D ; h=20 cm
Variasi Pondasi
Penurunan Plaxis Penurunan Plaxis Penurunan Plaxis
5kg 10kg 20kg 25 kg 5kg
L/B=2; S=3D ; h=20 cm
L/B=2; S=3,5D ; h=10 cm
L/B=2; S=3,5D ; h=20 cm
L/B=2; S=3D ; h=10 cm
10kg 20kg
Penurunan LaboratoriumPenurunan LaboratoriumPenurunan LaboratoriumPenurunan Laboratorium Penurunan PlaxisDinamis Dinamis Dinamis Dinamis Dinamis Dinamis Dinamis
40
luasan telapak pondasi maka makin besar nilai Qult dan semakin kecilnya tegangan yang disalurkan ke tanah sehingga dapat mengurangi penurunan yang terjadi pada pondasi.
2. Ditinjau dari variasi tiang buis beton. Pada saat percobaan di Laboratorium, Dapat disimpulkan bahwa penambahan kedalaman tiang buis beton dapat mengurangi penurunan yang terjadi akibat kombinasi beban statis dan dinamis. Selain itu perbedaan jarak pemasangan tiang buis beton juga berpengaruh terhadap penurunan yang terjadi pada pondasi, Perbedaan penurunan akibat pengaruh jarak pemasangan tiang buis beton dapat terlihat dengan jelas setelah pondasi diberi beban diatas 10 kg. Pada percepatan 0,25g dengan beban statis 25 kg, untuk L/B = 1 penurunan sebesar 92,91 mm, lalu setelah diberi perkuatan tiang buis beton S = 3D; h = 10 cm, penurunan berkurang sebesar 34,31 mm. Pada h = 10 cm penurunan tereduksi sebesar 63,07% dan pada kedalaman h = 20 cm sebesar 80,002% dari pondasi telapak. Untuk Perkuatan tiang buis beton dengan jarak S = 3,5D; h = 10 dan h = 20 cm pengurangan penurunan yang terjadi sebesar 34,3 mm dan 14,3 mm. Pada saat diberikan beban kombinasi statis dan dinamis jarak pemasangan tiang buis beton 3D memiliki penurunan yang lebih besar dibandingkan dengan jarak pemasangan 3,5D.
3. Ditinjau dari variasi pembebanan Penambahan beban pada pondasi telapak dengan perkuatan tiang buis beton memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penurunan pondasi. Pada saat pembebanan statis, pondasi sedikit sekali mengalami penurunan walaupun telah diberikan penambahan beban dari 5 kg, 10 kg, 20 kg dan 25 kg sedangkan pada pembebanan dinamis terjadi penambahan penurunan pondasi yang cukup besar disetiap penambahan beban dari 5 kg, 10 kg, 20 kg dan 25 kg. Pada pondasi telapak L/B = 2 ternyata penurunan arah memanjang beban dinamis memiliki nilai penurunan yang lebih kecil dibadingkan arah melintang beban dinamis. Untuk L/B = 2 arah memanjang percepatan 0,25g penurunan sebesar 15,72 mm dan arah melintang sebesar 17,15 mm. Sedangkan untuk
percepatan 0,3g arah beban memanjang sebesar 31,73 mm dan arah melintang sebesar 35,73 mm
4. Ditinjau dari parameter tanah Pada pengujian di laboratorium nilai kohesi dan derajat kejenuhan semakin besar pada percepatan 0,3g dibandingkan 0,25g, hal ini disebabkan percepatan gempa yang diberikan mengakibatkan meningkatnya berat volume tanah di bawah pondasi sehingga nilai kohesi menjadi lebih besar. Pada percepatan 0,3g untuk pondasi telapak L/B = 1 nilai kohesi sebesar 0,07 kg/cm2 dan untuk percepatan 0,25g nilai kohesi sebesar 0,065 kg/cm2 Sedangkan nilai derajat kejenuhannya97,51% pada percepatan 0,25g dan 97,662% pada percepatan 0,3g.
5. Ditinjau dari angka keamanan, perilaku tanah bila diberi beban statis vertikal dibandingkan dengan kombinasi beban statis vertikal dan dinamis adalah berbeda. Pada pembebanan statis vertikal L/B = 2 merupakan bentuk yang lebih optimum untuk menahan beban pondasi, sementara L/B = 1 kurang optimum karena daya dukung beban pondasi lebih kecil sehingga penurunannya lebih besar dan pondasi yang memiliki angka keamanan pondasi terkecil adalah pondasi segitiga hal ini dikarenakan luasan permukaan dan jumlah tiang buis beton pondasinya lebih kecil dibandingkan dengan pondasi lainnya.
6. Ditinjau dari analisa Plaxis 8.2 Hasil analisa Plaxis akibat beban kombinasi statis dan beban dinamis memperlihatkan nilai penurunan yang bervariasi. Pada pondasi L/B = 1 , saat kombinasi pembebanann statis 5 kg dan 10 kg dengan dinamis 0,25g atau 0,3g penurunan pada Plaxis cenderung lebih besar dibandingkan pada saat percobaan laboratorium. Sedangkan pada saat diberi beban diatas 10 kg maka penurunan pada program Plaxis lebih kecil dibandingkan dengan percobaan laboratorium. Pada saat peermodelan laboratorium, Analisa Plaxis dengan mengasumsikan tanah drained memiliki penurunan yang lebih kecil dibandingkan jika dianalisis dengan mengasumsikan tanah Undrained. Sedangkan pada saat permodelan lapangan Analisa Plaxis dengan mengasumsikan tanah drained memiliki penurunan yang lebih besar dibandingkan jika
41
dianalisis dengan mengasumsikan tanah Undrained.
7. Pondasi yang efisen untuk digunakan a. Saat pondasi hanya menerima beban statis
saja: Saat menerima beban 5 kg pondasi
yang efisien dan efektif digunakan adalah pondasi L/B = 1 telapak polos atau segitiga telapak polos, sebab pondasi ini tidak mengalami penurunan, sehingga pemasangan buis beton tidak diperlukan.
Saat menerima beban 10 kg pondasi yang efisien dan efektif digunakan adalah pondasi L/B = 1 telapak polos, karena pondasi ini memiliki penurunan terkecil yaitu 1,34 mm dan juga hanya membutuhkan 4 tiang buis beton sedalam 10 cm.
Saat menerima beban 20 kg pondasi yang efisien dan efektif digunakan adalah pondasi L/B = 1; S = 3,5D; h = 10 cm, karena pondasi ini memiliki penurunan terkecil yaitu 1,43 mm dan juga hanya membutuhkan 4 tiang buis beton sedalam 10 cm.
Saat menerima beban 25 kg pondasi yang efisien dan efektif digunakan adalah pondasi L/B = 1; S = 3,5D; h = 10 cm, karena pondasi ini memiliki penurunan yang cukup kecil yaitu 2,86 mm dan juga hanya membutuhkan 4 tiang buis beton sedalam 10 cm.
b. Saat pondasi menerima kombinasi beban statis dan beban dinamis 0,25g:
Saat menerima beban 5 kg + dinamis 0,25g pondasi yang efisien dan efektif digunakan adalah pondasi L/B = 2 telapak polos, sebab pondasi ini tidak mengalami penurunan, dan juga tidak membutuhkan tiang buis beton.
Saat menerima beban 10 kg pondasi yang efisien dan efektif digunakan adalah pondasi L/B = 1; S = 3,5D; h = 20 cm, karena pondasi ini hanya mengalami penurunan sebesar 1,43 mm dan juga hanya membutuhkan 4 tiang buis beton sedalam 20 cm. Pada pondasi L/B = 2; S = 3,5D; h = 20 cm tidak mengalami
penurunan akan tetapi pondasi ini kurang efisien digunakan selain membutuhkan poer yang dua kali lebih besar dibandingkan dengan L/B = 1, pondasi L/B = 2 ini juga membutuhkan tiang buis beton sebanyak 8 buah sedalam 20 cm, sehingga jika dibandingkan dengan penurunan yang terjadi, maka pondasi yang paling efisien dan efektif untuk digunakan adalah L/B = 1; S = 3,5D; h = 20 cm.
Saat menerima beban 20 kg pondasi yang efektif digunakan adalah pondasi L/B = 2; S = 3D; h = 20 cm (memanjang) atau pondasi L/B = 2; S = 3,5D; h = 20 cm (melintang), karena pondasi ini mengalami penurunan terkecil yaitu sebesar 1,43 mm.
Saat menerima beban 25 kg pondasi yang efektif digunakan adalah pondasi L/B = 2; S = 3D; h = 20 cm (memanjang) karena pondasi ini mengalami penurunan terkecil yaitu sebesar 1,43 mm.
c. Saat pondasi menerima kombinasi beban statis dan beban dinamis 0,3g:
Saat menerima beban 5 kg + dinamis 0,3g pondasi yang efisien dan efektif digunakan adalah pondasi L/B = 1; S = 3,5D; h = 10 cm. sebab pondasi ini hanya mengalami penurunan sebesar 1,43 mm dan juga hanya membutuhkan tiang buis beton sedalam 10 cm.
Saat menerima beban 10 kg pondasi yang efisien dan efektif digunakan adalah pondasi L/B = 2; S = 3D; h = 10 cm, sebab pondasi ini hanya mengalami penurunan sebesar 1,43 mm dan juga hanya membutuhkan tiang buis beton sedalam 10 cm.
Saat menerima beban 20 kg pondasi yang efektif digunakan adalah pondasi L/B = 2; S = 3,5D; h = 20 cm (memanjang) karena pondasi ini mengalami penurunan terkecil yaitu sebesar 2,86 mm.
Saat menerima beban 25 kg pondasi yang efektif digunakan adalah pondasi L/B = 2; S = 3,5D; h = 20 cm (memanjang)
42
karena pondasi ini mengalami penurunan terkecil yaitu sebesar 4,29 mm.
8. Di tinjau dari percepatan gempa Pada percobaan di laboratorium pemberian beban dinamis pada percepatan 0,25g dan 0,3g, memberikan perbedaan penurunan pada setiap model pondasi, pada beban dinamis, 0,3g memiliki penurunan yang cenderung lebih besar dibandingkan dengan beban dinamis 0,25g, hal ini disebabkan pada percepatan 0,3g memiliki percepatan gempa yang lebih besar di banding percepatan 0,25g, untuk L/B = 1 telapak polos pada percepatan 0,25g penurunan sebesar 92,91 mm dan pada percepatan 0,3g sebesar 105,78 mm. Untuk L/B = 2 memanjang dan melintang penurunan pada percepatan 0,25g sebesar 15,72 mm dan 17,15 mm sedangkan untuk percepatan 0,3g sebesar 31,73 mm dan 35,73 mm. Jika dibandingkan dengan percobaan yang dilakukan oleh Tugas Akhir terdahulu yang dilakukan oleh Zikriyullah maka penurunan yang terjadi pada percobaan kali ini lebih kecil dibandingkan dengan percobaan terdahulu. Pada percobaan sebelumnya untuk L/B = 1 telapak polos pada zona gempa 3 penurunannya sebesar 147,23 mm dan pada zona gempa 4 sebesar 178,67 mm. Untuk L/B = 2 memanjang dan melintang penurunan pada zona gempa 3 sebesar 67,18 mm dan 78,62 mm sedangkan untuk zona gempa 4 sebesar 90,06 mm dan 117,21 mm. Hal ini disebabkan karena percepatan yang digunakan oleh percobaan sebelumnya lebih besar yaitu mereka menggunakan percepatan yang pesimistis yaitu sebesar 0,7g dan 0,8g.
5.2 Saran 1. Mengembangkan permodelan ini dengan
penambahan beban dinamis dengan arah vertikal sehingga akan didapatkan data yang sesuai dengan keadaan yang terjadi di lapangan.
2. Mengembangkan permodelan ini dengan variasi diameter tiang buis beton dan jarak pemasangan lebih dari 3,5D
3. Mengembangkan permodelan ini dengan variasi bentuk pondasi yang berbeda.
4. Pengkondisian tanah uji yang benar - benar tekontrol sehingga meminimalkan reduksi yang terjadi pada saat pelaksannan percobaan di laboratorium.
5. Perlu penelitian lebih lanjut dengan mengembangkan variasi tanah uji sehingga didapatkan data lebih banyak dengan keadaan tanah yang bervariasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Das, B.M., 1998, “Mekanika Tanah, Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis”, Penerbit Erlangga, Jakarta.
2. Sosdarsono, Suyono. dan Nakazawa, Kazuto. 2000, “Mekanika Tanah dan Teknik Fondasi”, Penerbit Pradnya Paramita, Jakarta
3. Hardiyatmo, Hary Christady., 2010, Teknik Fondasi I, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
4. Terzhagi, Karl dan Peck, R.B. 1993 “Mekanika Tanah dalam Praktek Rekayasa”, Penerbit Erlangga, Jakarta.
5. Stone K., Newson, Sandon james.2003 ”BGA International Conference on Foundations”.
6. Bowles, J.E., 1986,” Analisis dan Desain Pondasi”, Erlangga, Jakarta.
7. Bowles, J.E., 1991, “Sifat-Sifat Fisis Dan Geoteknis Tanah”, Erlangga, Jakarta.
8. Wesley, L. D., 1977,”Mekanika Tanah”, Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta
9. Sardjono, H.S.1988, Fondasi Tiang Pancang, Penerbit Sinar Wijaya, Surabaya
10. Sosdarsono, Suyono. dan Nakazawa, Kazuto. 1990, Mekanika Tanah dan Teknik Fondasi, Penerbit Pradnya Paramita, Jakarta
11. Kementrian Pekerjaan Umum, 1983, “Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung, Yayasan PMBG, Bandung.
12. Atkinson, J.H., Bransby, P.L., (1978), The Mechanics of Soil, An Introduction toCritical State Soil Mechanics, McGraw-Hill, London.
13. Dunn, I.S., Anderson, L.R., Kiefer, F.W. “Dasar-Dasar Analisis Geoteknik” penerbit IKIP Semarang Press, Semaran.
14. Kementrian Pekerjaan Umum, 2010, “Buku Hazard Gempa Indonesia 2010 Sebagai Acuan Dasar Perencanaan dan Perancangan Infrastruktur Tahan Gempa”), Yayasan LPMB, Bandung.
15. Tim Laboratorium Geoteknik, 2008,Manual Book ITS, ITS Press, Surabaya
43
16. Birinkgreve, R.B.J,Manual Book Plaxisi, Plaxis B.V, Belanda.
17. Satrya, T.R., 2008, Studi Pengaruh Beberapa Variasi Batas Cair Tanah Lempung Pada Pondasi Dangkal Dengan Pembebanan Dinamis Zona Gempa Indonesia 4,5,6, Tesis S2, Jurusan Teknik Sipil ITS, Surabaya
18. Sugiarto, Pengaruh Penggunaan Tyresoil dan Material Granuler Terhadap Penurunan Pondasi Dangkal Akibat Beban Dinamis Dengan Variasi Batas Cair , Tesis S2, Jurusan Teknik Sipil ITS, Surabaya.
19. Wicaksono, L.A. dan Kurniawan,F.,2010,”Studi Pengaruh Pembebanan Dinamis Terhadap Pondasi Buis Beton”. Skripsi S1, Jurusan Teknik Sipil ITS, Surabaya.
20. Hardiyatmo, Hary Christady., 1996, Teknik Fondasi I, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
21. Permana, F. , Zikriyullah, Sakti, R., 2010 “Studi Pengaruh Pembebanan Statis dan Dinamis Terhadap Penurunan Pondasi Dangkal Dengan dan Tanpa Perkuatan Buis Beton Pada Zona Gempa 3 dan 4”. Skripsi S1, Jurusan Teknik Sipil ITS, Surabaya.