makalah tpp legitimasi

37
1 BAB I LATAR BELAKANG MASALAH Subjek utama kajian mata kuliah Teori Perbandingan Politik adalah berkaitan dengan sistem politik suatu negara dan komparasinya dengan sistem negara lain, dengan kata lain Teori Perbandingan Politik/Perbandingan Sistem Politik adalah studi yang mempelajari teori-teori sistem politik dan sistem kenegaraan. Teori Perbandingan Politik bertujuan untuk memperbandingkan sistem politik baik perbandingan negara maupun komparasi berdasarkan masa pemerintahan. Sedangkan studi perbandingan politik mempelajari kegiatan-kegiatan politik dalam cakupan lebih luas, termasuk mengenai pemerintahan dan berbagai lembaganya dan juga aneka organisasi yang tidak secara langsung berhubungan dengan pemerintahan (antara lain adalah suku-suku bangsa, masyarakat, asosiasi-asosiasi, dan berbagai perserikatan). (Chilcote, 2007, hal. 4)

Upload: wawanxxx

Post on 13-Sep-2015

256 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

legitimate

TRANSCRIPT

22

BAB ILATAR BELAKANG MASALAHSubjek utama kajian mata kuliah Teori Perbandingan Politik adalah berkaitan dengan sistem politik suatu negara dan komparasinya dengan sistem negara lain, dengan kata lain Teori Perbandingan Politik/Perbandingan Sistem Politik adalah studi yang mempelajari teori-teori sistem politik dan sistem kenegaraan. Teori Perbandingan Politik bertujuan untuk memperbandingkan sistem politik baik perbandingan negara maupun komparasi berdasarkan masa pemerintahan. Sedangkan studi perbandingan politik mempelajari kegiatan-kegiatan politik dalam cakupan lebih luas, termasuk mengenai pemerintahan dan berbagai lembaganya dan juga aneka organisasi yang tidak secara langsung berhubungan dengan pemerintahan (antara lain adalah suku-suku bangsa, masyarakat, asosiasi-asosiasi, dan berbagai perserikatan). (Chilcote, 2007, hal. 4)Menurut Gabriel A. Almond Sistem diartikan sebagai suatu konsep ekologis yang menunjukkan adanya suatu organisasi yang berinteraksi dengan suatu lingkungan, yang mempengaruhinya maupun dipengaruhinya. (Masoed & MacAndrews, 2006, hal. 23).Politik adalah usaha untuk menentukan peraturan-peraturan yang dapat diterima baik oleh sebagian besar warga, untuk membawa masyarakat ke arah kehidupan yang harmonis. (Budiarjo, 2007, hal. 15) Dapat disimpulkan bahwa sistem politik (political system) adalah dasar mekanisme, bentuk dan relasi-relasi bagi bekerjanya unsur unsur dalam suatu negara, kesepakatan filosofis dan tujuan ideal yang hendak dicapai dan dasar negara yang dianut. Jadi hal tersebut merupakan manifestasi dari kerangka berfikir dan hubungan sinergis antara cita cita dan realisasi cita cita.Setiap negara memiliki sistem politik yang berbeda-beda, hal itu diakibatkan karena unsur-unsur atau sub-sistem sebuah negara berbeda beda. Begitu pula tujuan-tujuan tetentu yg ingin dicapai, karena negara baru (merdeka) akan berjalan kalau kita memiliki kesepakan yang dihormati dan dilaksanakan. Ini erat hubungannya dengan stabilitas negara.Konsep sistem politik dalam penerapan pada situasi yang konkret seperti negara, mencoba mendasarkan studi tentang gejala-gejala politik dalam konteks tingkah laku di masyarakat. Setiap sistem masing-masing mempunyai fungsi tertentu yang dimaksudkan untuk menjaga kelangsungan hidup dan mencapai tujuan dari masyarakat tersebut. Sistem-sistem ini merupakan lingkungan dari sistem politik serta pelaku-pelaku politik.Dalam konsep sistem politik ini dapat ditemukan istilah-istilah seperti proses, struktur, dan fungsi. Proses adalah pola-pola (sosial dan politik) yang dibuat oleh manusia dalam mengatur hubungan antara satu sama lain. Dalam suatu negara, lembaga-lembaga seperti parlemen, partai, birokrasi, sekalipun sudah mempunyai kehidupan sendiri. Struktur mencakup lembaga-lembaga formal seperti parlemen, kelompok kepentingan, kepala negara, jaringan komunikasi, dan sebagainya. Sistem politik meyelenggarakan fungsi-fungsi tertentu untuk masyarakat. Fungsi-fungsi itu adalah membuat keputusan-keputusan kebijakan (policy decisions) yang mengikat mengenai alokasi dari nilai-nilai. (Budiarjo, 2007, hal. 58)Seperti yang telah diterangkan di atas, keputusan-keputusan kebijaksanaan ini diarahkan kepada tercapainya tujuan-tujuan masyarakat. Sistem politik menghasilkan output yaitu keputusan-keputusan kebijaksanaan yang mengikat. Terdapat lima konsep politik yaitu:1. Negara (state)2. Kekuasaan (power)3. Pengambilan Keputusan (decision making)4. Kebijakan (policy, beleid)5. Pembagian (distribution) atau alokasi (allocation) (Budiarjo, 2007, hal. 17)Di antara konsep politik yang paling banyak dibahas adalah kekuasaan. Hal ini tidak mengherankan sebab konsep ini sangat krusial dalam ilmu sosial pada umumnya, dan dalam ilmu politik khususnya. Bahkan pada suatu ketika politik dianggap identik dengan kekuasaan. Perumusan yang umumnya dikenal ialah bahwa kekuasaan adalah kemampuan seorang pelaku untuk memengaruhi perilaku seorang perilaku lain, sehingga perilakunya menjadi sesuai dengan keinginan dari perilaku yang mempunyai kekuasaan. (Budiarjo, 2007, hal. 60)Ada dua konsepsi berbeda tentang kekuasaan yang dianut dalam ilmu sosial maupun dalam bahasa awam:1. Kekuasaan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi individu-individu lain.2. Kekuasaan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi pembuatan keputusan kolektif. (Masoed & MacAndrews, 2006, hal. 80)Esensi dari kekuasaan adalah hak mengadakan sanksi. Cara untuk menyelenggarakan kekuasaan berbeda-beda. Upaya yang paling ampuh adalah kekerasan fisik (force). Kekuasaan dapat juga diselenggarakan lewat koersi (coercion), yaitu melalui ancaman akan diadakan sanksi. Suatu upaya yang sedikit lebih lunak adalah melalui persuasi (persuasion) yaitu proses meakinkan, berargumentasi atau menunjuk pada pendapat seorang ahli (expert advice). Dalam kehidupan sehari-hari seorang pelaku berkuasa kadang-kadang cenderung memakai cara ini agar tidak terlalu menonjolkan kekuasaannya. (Budiarjo, 2007, hal. 61)Sumber kekuasaan dapat berupa kedudukan, kekayaan, atau kepercayaan. Ada dua istilah yang menyangkut konsep kekuasaan menurut Jack H. Nagel dalam bukunya The Descriptive Analysis of Power, yaitu scope of power dan domain of power. Cakupan kekuasaan (scope of power) menunjuk pada kegiatan, perilaku, serta sikap dan keputusan-keputusan yang menjadi obyek dari kekuasaan. Istilah wilayah kekuasaan (domain of power) menjawab pertanyaan siapa-siapa saja yang dikuasai oleh orang atau kelompok yang berkuasa, jadi menunjuk pada pelaku, kelompok organisasi atau kolektivitas yang kena kekuasaan. Dalam suatu hubungan kekuasaan selalu ada satu pihak yang lebih kuat dari pihak lain.Ada beberapa pengertian yang erat kaitannya dengan kekuasaan, yaitu otoritas atau wewenang (authority) dan legitimasi (legitimacy atau keabsahan). Robert Bierstedt dalam karangannya An Analysis of Social Power yang mengatakan bahwa wewenang (authority) adalah institutionalized power (kekuasaan yang dilembagakan). Dengan kata lain yang mempunyai wewenang berhak untuk mengeluarkan perintah dan membuat peraturan-peraturan serta berhak untuk mengharapkan kepatuhan terhadap peraturan-peraturannya.Selain konsep wewenang juga dikenal konsep legitimasi (legitimacy atau keabsahan) yang terutama penting dalam suatu sistem politik. Legitimasi atau keabsahan adalah keyakinan anggota-anggota masyarakat bahwa wewenang yang ada pada seseorang, kelompok, atau penguasa adalah wajar dan patut dihormati. Kewajaran ini berdasarkan persepsi bahwa pelakasanaan wewenang itu sesuai dengan asas-asas dan prosedur yang sudah diterima secara luas dalam masyarakat dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan prosedur yang sah. (Budiarjo, 2007, hal. 65)Dilihat dari sudut penguasa, menurut A. M. Lipset legitimasi mencakup kemampuan untuk membentuk dan mempertahankan kepercayaan bahwa lembaga-lembaga atau bentuk-bentuk politik yang ada adalah yang paling wajar untuk masyarakat itu.Konsep legitimasi berkaitan dengan sikap masyarakat terhadap kewenangan, artinya apakah masyarakat menerima dan mengakui hak moral pemimpin untuk membuat dan melaksanakan keputusan yang mengikat masyarakat ataukah tidak. Maksudnya, legitimasi merupakan penerimaan dan pengakuan masyarakat terhadap hak moral pemimpin untuk memerintah, membuat dan melaksanakan keputusan politik. Kata legitimasi identik dengan munculnya kata-kata seperti legalitas, legal dan legitim. Secara etimologi legitimasi berasal dari bahasa latin lex yang berarti hukum. Legalitas adalah keseuaian dengan hukum yang berlaku. Legalitas adalah salah satu kemungkinan kriteria bagi keabsahan wewenang. (Suseno, 1987, hal. 59)Jadi secara sederhana legitimasi adalah kesesuaian suatu tindakan perbuatan dengan hukum yang berlaku, atau peraturan yang ada, baik peraturan hukum formal, etis, adat istiadat maupun hukum kemasyarakatan yang sudah lama tercipta secara sah.Suatu sistem politik dapat lestari apabila sistem politik secara keseluruhan mendapatkan dukungan, seperti penerimaan dan pengakuan dari masyarakat. Dengan demikian, legitimasi diperlukan bukan hanya untuk pemerintah, tetapi juga untuk unsur-unsur sistem politik yang ada. Jadi legitimasi dalam arti luas adalah dukungan masyarakat terhadap sistem politik sedangkan dalam arti sempit legitimasi merupakan dukungan masyarakat terhadap pemerintah yang berwenang (berkuasa). Dilihat dari segi obyek, legitimasi dapat dibagi atas dua bentuk yakni:1. Legitimasi materi wewenang Legitimasi materi wewenang mempertanyakan wewenang dari segi fungsinya. Wewenang tertinggi dalam dimensi politis kehidupan manusia menjelma dalam dua lembaga yang sekaligus merupakan dua dimensi hakiki kekuasaan politik: yakni dalam hukum sebagai lembaga penataan masyarakat yang normatif dan dalam kekuasaan (eksekutif) negara sebagai lembaga penataan efektif dalam arti mampu mengambil tindakan. 2. Legitimasi subyek kekuasaan Legitimasi ini mempertanyakan apa yang menjadi dasar wewenang seseorang atau sekompok orang untuk membuat undang-undang dan peraturan bagi masyarakat dan untuk memegang kekuasaan negara. Pada prinsipnya terdapat tiga macam legitimasi subyek kekuasaan: (1) Legitimasi religius, (2) Legitimasi eliter, dan (3) Legitimasi demokratis. (Suseno, 1987, hal. 54)

1.1 PermasalahanFokus dalam makalah ini adalah akan membahas legitimasi lembaga yang memiliki kekuasaan untuk secara efektif menata kehidupan masyarakat, yaitu negara. Tuntutan legitimasi melekat pada kekuasaan negara/pemerintah dalam konteks negara modern.Kata negara mempunyai dua arti. Pertama, negara adalah masyarakat atau wilayah yang merupakan satu kesatuan politis. Kedua, negara adalah lembaga pusat yang menjamin kesatuan politis itu, yang menata dan dengan demikian menguasai wilayah itu. Negara yang dibahas dalam filsafat politik adalah terutama negara dalam arti kedua, sebagai lembaga pusat pemersatu suatu masyarakat. (Suseno, 1987, hal. 170)Ciri khas negara adalah kekuasaannya memiliki wewenang, maka kekuasaan negara juga dapat disebut otoritas atau wewenang. Otoritas atau wewenang adalah kekuasaan yang dilembagakan, yaitu kekuasaan yang tidak hanya de facto menguasai, melainkan juga berhak untuk menguasai. (Budiarjo, 1984, hal. 14) Wewenang adalah kekuasaan yang berhak untuk menuntut ketaatan, jadi berhak untuk memberikan perintah.Menurut Charles Andrain, berdasarkan prinsip pengakuan dan dukungan masyarakat terhadap pemerintah, legitimasi dikelompokan menjadi lima tipe, yaitu:1. Legitimasi TradisionalMasyarakat memberikan pengakuan dan dukungan kepada pemimpin pemerintahan karena pemimpin tersebut merupakan keturunan pemimpin berdarah biru yang dipercaya harus memimpin masyarakat. 2. Legitimasi IdeologiMasyarakat memberikan dukungan kepada pemimpin pemerintahan karena pemimpin tersebut dianggap sebagai penafsir dan pelaksana ideologi. Ideologi yang dimaksudkan tidak hanya yang doktriner seperti komunisme, tetapi juga yang pragmatis seperti liberalisme dan ideologi pancasila. 3. Legitimasi Kualitas PribadiMasyarakat memberikan pengakuan dan dukungan kepada pemerintah karena pemimpin tersebut memiliki kualitas pribadi berupa kharismatik maupun penampilan pribadi dan prestasi cemerlang dalam bidang tertentu. 4. Legitimasi ProseduralMasyarakat memberikan pengakuan dan dukungan kepada pemerintah karena pemimpin tersebut mendapat kewenangan menurut prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. 5. Legitimasi InstrumentalMasyarakat memberikan pengakuan dan dukungan kepada pemerintah karena pemimpin tersebut menjanjikan atau menjamin kesejahteraan materiil (instrumental) kepada masyarakat. (Surbakti, 2010, hal. 124)Dalam tatanan masyarakat modern saat ini yang cenderung semakin berkembangnya paham demokrasi, legitimasi prosedural adalah tipe yang paling sering digunakan. Pasca perang dunia II mulai munculah rezim-rezim di negara-negara dunia. Dengan banyaknya negara-negara yang hancur akibat perang dunia II, pemimpin-pemimpin negara di dunia ingin memulihkan kembali negaranya yang hancur. Maka dari itu munculah rezim-rezim yang berkuasa untuk memulihkan negaranya, seiring berjalannya waktu, rezim-rezim otoriter negara mulai terlihat yang menyalahgunakan kewenangannya sebagai pemimpin. Walaupun sebenarnya jika rezim digunakan sesuai pada porsinya dan tidak mementingkan diri sendiri melainkan mementingkan makhluk sosial maka akan terjadinya rezim yang baik.

1.2 Rumusan MasalahSetiap pemimpin negara yang membuat rezim otoriter selalu menginginkan perbaikan dalam perkembangan negaranya. Dalam melakukan pengembangan negaranya, pemimpin sewajarnya menggunakan wewenang yang sesuai dengan porsinya, tetapi pada kenyataannya di Indonesia pada masa Soeharto dan di Filipina pada masa Ferdinand Marcos menggunakan kewenangannya tidak sesuai porsinya. 1.3 Pertanyaan PenelitianBerdasarkan pemaparan di atas, maka dapat ditarik suatu pertanyaan, Bagaimana penerapan legitimasi di Indonesia pada masa Soeharto dan di Filipina pada masa Ferdinand Marcos?

1.4 Kerangka TeoriMenurut Max Webber dalam buku Economy and Society pada chapter III: The Types of Legitimate Domination menjabarkan ada tiga tipe legitimasi sosiologis. Pertama adalah kewenangan tradisional (traditional domination), bahwa kekuasaan untuk mengambil keputusan umum diserahkan kepada seseorang berdasarkan keyakinan-keyakinan tradisional. Misalnya, seseorang diberi hak atau kekuasaan karena ia berasal dari golongan bangsawan atau dinasti yang memang sudah memerintah untuk kurun waktu yang lama. Jenis kewenangan ini mirip dengan legitimasi religius. Kedua, kewenangan kharismatik, yang mengambil landasan pada kharisma pribadi seseorang sehingga ia dikagumi dan dihormati oleh khalayak. Ketiga, kewenangan legal-rasional yag mengambil landasan dari hukum-hukum formal dan rasional bagi dipegangnya kekuasaan oleh seorang pemimpin. Kehidupan kenegaraan yang modern lebih banyak menggunakan konsepsi kewenangan legal-rasional. Legitimasi sosiologis menyangkut proses interaksi di dalam masyarakat yang memungkinkan sebagian besar kelompok sosial setuju bahwa seseorang patut memimpin mereka dalam periode pemerintahan tertentu. Ini ditentukan oleh keyakinan anggota-anggota masyarakat bahwa wewenang yang melekat patut dihormati. Apabila bagian terbesar dari masyarakat sudah memiliki keyakinan tersebut, kekuasaan tersebut dianggap absah secara sosiologis. Singkatnya, legitimasi sosiologis mempertanyakan mekanisme motivatif mana yang nyata-nyata membuat masyarakat mau menerima wewenang penguasa. Beberapa ciri yang spesifik mengenai legitimasi etis.Pertama, kerangka legitimasi etis mengandaikan bahwa setiap persoalan yang menyangkut manusia hendaknya diselesaikan secara etis termasuk persoalan kekuasaan. Hal yang dipertanyakan dalam hal ini adalah apakah kedudukan seseorang yang punya hak untuk mengatur perilaku sejumlah besar orang itu memang telah benar-benar sesuai dengan nilai-nilai moral. Kedua, legitimasi etis berada di belakang setiap tatanan normatif dalam perilaku manusia. Etika menjadi landasan dari setiap kodifikasi peraturan hukum pada suatu negara. Oleh karena itu, paham etis tidak dilecehkan oleh perubahan situasi kemasyarakatan atau positivitas hukum. Dalang yang justru menjadi kekuatan pokok yang menopang aturan-aturan hukum yang terdapat dalam masyarakat. Akhirnya, karena etika tidak mendasarkan diri pada pandangan-pandangan moral de facto yang berlaku dalam masyarakat saja, legitimasi etis tak akan pernah dibatasi oleh ruang dan waktu. 1.4.1Legitimasi Kekuasaan Menurut Para Ahli1. PlatoPlato merumuskan bahwa pemerintahan akan adil jika raja yang berkuasa adalah seorang yang bijaksana. Kebijaksanaan (wisdom) kebanyakan dimiliki oleh seorang filsuf. Maka konsepsi tentang filsuf raja atau raja filsuf banyak disebut sebagai inti teori Plato mengenai kekuasaan negara. Selain itu, Plato mengatakan bahwa kebaikan publik akan tercapai jika setiap potensi individu terpenuhi. Oligarki musti dicegah untuk menghindari supaya kelas penguasa tidak justru melayani diri sendiri. Jika dibandingkan dengan kondisi negara-negara modern sekarang ini, model Plato terasa sangat utopis. 2. Thomas AquinaisMasalah keadilan diterjemahkannya ke dalam dua bentuk yaitu pertama, keadilan yang timbul dari transaksi-transaksi seperti pembelian penjualan yang sesuai dengan azas-azas distribusi pasar, dan kedua, menyangkut pangkat bahwa keadilan yang wajar terjadi bila seorang penguasa atau pemimpin memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya berdasarkan pangkat. Kemudian, St. Thomass aquinas membahas tentang hukum melalui pembedaan jenis-jenis hukum berikut ini menjadi tiga, yaitu:a. Hukum abadi (Lex Eterna)Kebenaran dari hukum ini ditunjang oleh kearifan ilahi yang merupakan landasan dari segala ciptaan.b. Hukum Kodrat (Lex Naturalis)Menurut Aquinas, Tuhan menghendaki agar manusia hidup sesuai dengan kodratnya. Itu berarti bahwa manusia hidup sedemikian rupa sehingga ia dapat berkembang, membangun dan menemukan identitasnya, serta dapat mencapai kebahagiaan. Aquinas menolak segala paham kewajiban yang tidak absah dan tidak sesuai dengan martabat manusia.c. Hukum Buatan Manusia (Lex Humana) Hukum ini dimaksudkan untuk mengatur tatanan sosial sesuai dengan nilai-nilai kebajikan dan keadilan. Aquinas menekankan bahwa isi hukum buatan manusia hendaknya sesuai dengan hukum kodrat. Secara radikal dia menegaskan bahwa hukum yang bertentangan dengan hukum kodrat tidak meiliki status hukum melainkan justru merupakan penghancuran hukum (corruptio legis). Dalam hal kekuasaan raja atau negara, Aquinas menggolongkan dua corak pemerintahan, yaitu: pemerintahan despotik dan pemerintahan politik. Pertama adalah pemerintahan yang hanya berdasarkan kekuasaan, sedangkan yang kedua adalah pemerintahan yang sesuai dengan kodrat masyarakat sebagai kelompok individu yang bebas.

3. Niccolo MachiavelliPada saat Niccolo Machiavelli menulis pemikiran-pemikirannya tentang filsafat politik, ia menyaksikan terpecah belahnya kekuasan di Italia dengan banyak munculnya negara-negara kota yang rapuh. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa ajaran-ajarannya kemudian mengandung sinisme yang keras terhadap moralitas di dalam kekuasaan. Esensi dari pemikiran Machiaveli mengenai kekuasaan adalah menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya.

4. Thomas HobbesDasar dari ajaran Hobbes adalah tinjauan psikologis terhadap motivasi tindakan manusia. Dia menemukan bahwa manusia selalu memiliki harapan dan keinginan yang terkadang absurd, licik, dan emosional. Semua itu akan berpengaruh apabila seseorang manusia mengenggam kekuasaan.Hobbes mengatakan bahwa untuk menertibkan tindakan manusia, mencegah kekacauan, dan mengatasi anarki, kita tidak mungkin mengandalkan kepada imbauan-imbaauan moral. Negara harus membuat supaya manusia-manusia itu takut, dan perkakas utama yang mesti digunakan adalah tatanan hukum. Hobbes adalah orang yang pertama kali menyatakan dengan pasti paham positivisme hukum; bagi Hobbes hukum di atas segala-galanya. Sesuatu dianggap adil apabila itu sesuai dengan undang-undang, betapapun buruknya. Kesimpulan pemikiran Hobbes bahwa pembatasan konflik itu dilakukan melalui saran hukum.

BAB IIPEMBAHASAN

2.1Naik dan Runtuhnya Rezim Soeharto di IndonesiaSoeharto, yang memimpin Indonesia dari tahun 1966 sampai dengan 1998, adalah penentu arah politik dan perekonomian Indonesia setelah tahun 1966. Para pendukungnya memuji keberhasilannya memelihara stabilitas bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Para pengkritiknya mengkritik pemerintahannya yang penuh korupsi, ditandai oleh kebekuan politik dan bersifat otoriter.Naiknya Soeharto ke jajaran kepemimpinan terjadi selama karirnya dalam militer Indonesia, khususnya selama perang kemerdekaan Indonesia melawan Belanda (1945-1949). Di tahun 1962 presiden Indonesia saat itu, Soekarno, menunjuk Soeharto sebagai pemimpin Operasi Mandala bagi pembebasan Irian Barat (Papua Barat) (1962-1963) dan juga sebagai pemimpin Operasi Trikora dalam konfrontasi dengan Malaysia (1963-1965). Di tahun 1964 Soeharto yang telah menjadi Mayor Jenderal diangkat sebagai komandan KOSTRAD (Komando Strategis Angkatan Darat).Pada14 Oktober1965, Soeharto dilantik sebagai Menteri Panglima Angkatan Darat dan segera membubarkan PKI dan ormas-ormasnya. Tepat11 Maret 1966, Soeharto menerimaSurat Perintah Sebelas Maret(Supersemar) dari Presiden Soekarno melalui tiga jenderal, yaitu Basuki Rachmat, Amir Machmud, dan M. Yusuf. Isi Supersemar adalah memberikan kekuasaan kepada Soeharto untuk dan atas nama Presiden/Panglima Tertinggi/Panglima Besar Revolusi agar mengambil tindakan yang dianggap perlu demi terjaminnya keamanan, ketenangan, serta kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya revolusi. Pada Maret1967, Soeharto ditunjuk sebagai presiden sesuai hasil Sidang Umum MPRS. Ia terpilih kembali sebagai presiden dalam pemilihan yang ketat diatur pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Selama itu, para pemegang kuasa pemerintahan di Amerika Serikat menyediakan bantuan politis, militer, dan ekonomi, dengan pertimbangan bahwa Soeharto adalah rekan anti komunis dan benteng stabilitas yang vital secara strategik.Orde Baru dari Soeharto dapat digambarkan sebagai rezim militer yang birokratik, dengan administrasi militer yang paralel dengan administrasi sipil sampai ke tingkat pedesaan. Administrasi militer-politik ini terbukti dalam menjaga keteraturan. Selama periode Orde Baru, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, didukung sebagian oleh meningkatnya pendapatan dari minyak bumi.Sekitar tahun 1990-an meningkatnya ketidakmerataan sosial dan ekonomi dan tekanan keras atas para penentang menggerogoti legitimasi Soeharto yang didasarkan atas janji kestabilan politik dan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan itu di dalam negeri. Korupsi yang merajalela dan kurangnya transparansi dalam rezim ini juga menggerogoti stabilitas ekonomi.

2.1.1Faktor-faktor Penyebab Runtuhnya Pemerintahan SoehartoRuntuhnya pemerintahan Soeharto pada Mei 1998 yang disertai dengan tuntutan demokratisasi di segala bidang serta tuntutan untuk menindak tegas para pelaku pelanggaran Hak Asasi Manusia telah menjadi perubahan di Indonesia berlangsung dengan akselarasi yang sangat cepat dan dinamis. Ada beberapa faktor yang menyebabkan runtuhnya kekuasaan orde baru dibawah kepemimpinan Soeharto antara lain sebagai berikut:1. Krisis Ekonomi dan MoneterPada waktu krisis melanda Thailand, keadaan Indonesia masih baik. Inflasi rendah, ekspor masih surplus sebesar US$ 900 juta dan cadangan devisa masih besar. Banyak perusahaan besar menggunakan hutang dalam US Dollar. Ini merupakan cara yang menguntungkan ketika Rupiah masih kuat. Hutang dan bunga tidak jadi masalah karena diimbangi kekuatan penghasilan Rupiah. Akan tetapi, setelah Thailand melepaskan kaitan Baht pada US Dollar, Indonesia sangat merasakan dampak paling buruk. Hal ini disebabkan oleh rapuhnya pondasi Indonesia dan banyaknya praktik KKN serta monopoli ekonomi. Pada tanggal 1 Juli 1997 nilai tukar rupiah turun dari Rp2.575,00 menjadi Rp2.603,00 per dollar Amerika Serikat. Bahkan pada bulan Maret 1998 telah mencapai Rp16.000,00 per dollar Amerika Serikat.2. Hutang Luar Negeri IndonesiaHutang luar negeri Indonesia tidak sepenuhnya merupakan hutang negara, tetapi sebagian merupakan hutang swasta. Hutang yang menjadi tanggungan negara hingga 6 Februari 1998 yang disampaikan oleh Radius Prawira pada sidang Dewan Pemantapan Ketahanan Ekonomi yang dipimpin oleh Presiden Soeharto di Bina Graha mencapai 63,462 milliar dollar AS, sedangkan utang pihak swasta mencapai 73,962 milliar dollar AS.3. Krisis PolitikSalah satu penyebab runtuhnya Soeharto adalah melemahnya dukungan politik. Pada dasarnya secara de jure (secara hukum) kedaulatan rakyat tersebut dilakukan oleh MPR sebagai wakil-wakil dari rakyat, tetapi ternyata secara de facto (dalam kenyataannya) anggota MPR sudah diatur dan direkayasa, sehingga sebagian besar anggota MPR tersebut diangkat berdasarkan pada ikatan kekeluargaan (nepotisme). Mengakarnya budaya KKN dalam tubuh birokrasi pemerintahan, menyebabkan mahasiswa mengajukan tuntutan untuk mengganti presiden, reshuffle cabinet, dan menggelar Sidang Istimewa MPR serta melaksanakan pemilu secepatnya.4. Krisis KepercayaanDalam pemerintahan Orde Baru berkembang KKN yang dilaksanakan secara terselubung maupun secara terang-terangan. Hal tersebut mengakibatkan munculnya ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintah dan ketidakpercayaan luar negeri terhadap Indonesia.Kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan Presiden Soeharto berkurang setelah bangsa Indonesia dilanda krisis multidimensi.5. Krisis SosialAda dua jenis aspirasi dalam masyarakat, yaitu mendukun Soeharto atau menuntut Seoharto turun dari kursi kepresidenan. Kelompok yang menuntut Presiden Soeharto untuk mundur diwakili oleh mahasiswa.2.2 Naik dan Runtuhnya Rezim Ferdinand Marcos di FilipinaSecara umum, rezim Marcos sama dengan rezim Orde Baru di Indonesia, dengan karakteristik yang hampir sama. Marcos memiliki visi Bagong Lipunan (Masyarakat baru), dimana doktrinnya adalah "orang miskin dan kaya harus bekerjasama satu sama lain untuk menuju satu tujuan masyarakat dan mencapai kebebasan melalui kesadaran diri". Karakter rezim ini yang serupa Orde Baru adalah lebih menekankan pembangunan ekonomi negara, yang banyak memanfaatkan pinjaman dari luar negeri.Marcos memulai karier politiknya sebagai mantan manager kampanye presiden Filipina sebelumnya, Diosdado Macapagal. Popularitas Macapagal sebagai presiden yang semakin merosot akibat kinerjanya yang dinilai buruk dimata rakyat, terutama mengenai masalah keberpihakannya terhadap pengusaha Amerika, Stonehill, yang dituduh melakukan manipulasi pajak. Peristiwa tersebut kemudian membuat Macapagal kalah dalam pemilu 1955, dan Marcos punmaju mengambil tampuk kekuasaan Filiipina.Di awal kepemimpinannya, Marcos maju sebagai presiden yang inovatif dan banyak membuat program-program nasional untuk kemajuan Filipina. Di masa yang sama, saat itu Filipina juga sedang mengalami kelebihan produksi beras, yang kemudian oleh Marcos diekspor ke beberapa negara dan mengakibatkan surplus devisa bagi Filipina sendiri. Dengan kemajuan pemerintahan yang dijalankan oleh Marcos maka pada pemilu tahun 1959 Marcos terpilih kembali menjadi Presiden Filipina.Banyak produk politik Marcos dalam menjalankan kekuasaannya yang bertentangan dengan konstitusi. Hal ini mendorong partai-partai oposisi dinegeri itu untuk menggalang persatuan diantara mereka untuk melancarkan suatu gerakan perlawanan. Karena situasi didalam negeri masih membahayakan stabilitas nasional, Marcos memberlakukan undang-undang keadaan darurat yang memberikan kekuasaan lebih besar untuk mengambil segala tindakan untuk menyelamatkan Filipina dari kehancuran namun kekuasaan tersebut menurut tuduhan pihak oposisi justru dipergunakan Marcos untuk melestarikan kekuasaannya.Marcos menangkap dan memenjarakan lawan-lawan politiknya, puncaknya, pada Agustus 1983 seorang tokoh oposisi yang merupakan saingan politik utama Marcos kembali ke Filipina setelah tinggal dalam pengasingan selama beberapa tahun di Amerika Serikat. Senator tersebut yaitu Benigno Aquino, Jr., begitu menginjakkan kakinya dilapangan udara internasional Manila ia langsung ditembak mati oleh seorang penembak misterius. Pihak oposisi menuduh Marcos dan para pemimpin militer yang mendukungnya berada dibalik peristiwa pembunuhan tersebut. Dengan tewasnya Benigno Aquino Jr. kaum oposisi memperoleh momentum yang dahsyat untuk melancarkan perlawanan yang lebih keras lagi untuk mengakhiri pemerintahan Marcos.Pihak pemimpin gereja katolik negeri itu ikut mendukung oposisi dan secara langsung berhadapan dengan rezim Marcos. Demontrasi dijalan-jalan kota Manila dan kota-kota lainnya makin sering diadakan oleh pihak oposisi dibantu oleh rakyat.Istri Benigno Aquino Jr. yaitu Maria Corazon bersama senatornya Salvados Laurel, mengambil alih kepemimpinan oposisi menentang Markos. Untuk meredakan ketegangan politik yang berkembang dengan cepat dan semakin memanas, presiden Marcos memutuskan untuk menyelenggarakan pemilihan umum. Kampanye-kampanye yang dilakukan oleh kedua belah pihak antara Marcos dan Corazon menjelang februari 1986 berlangsung dengan frekuensi tinggi. Berkali-kali Marcos melancarkan serangan kealamat Corazon dengan cara meremehkan kemampuannya sebagai seorang wanita.Ketika hasil pemilu, ternyata Marcos memperoleh suara lebih banyak. Pihak oposisi ikut mendeteksi hasil pemilihan umum dan mendapat bukti bahwa Corazonlah yang mendapat suara terbanyak. Dalam suasana saling menuduh dan unjuk rasa yang meluas, Marcos mengambil tindakan sendiri dengan mempercepat proses pengambilan sumpah dan melantikkan dirinya sebagai persiden. Hal serupa juga dilakukan Corazon sehingga Filipina mempunyai dua orang presiden.Pada saat krisis mengancam persatuan dan kehancuran negara, dua orang tokoh pimpinan militer Amerika yaitu menteri pertahanan, Juan Ponce dan staf angkatan bersenjata Filipina, jenderal Fidel Ramos yang semula mendukung Marcos kemudian bergabung dengan Corazon. Revolusi damai turut serta menyertai pergantian pemerintahan ini. Revolusi tak berdarah yang sering dijuluki Revolusi bunga itu berhasil dengan sukses.Pada 25 Februari 1986 majelis nasional melantik dan mengambil sumpah Ny. Corazon Aquino sebagai presiden Filipina yang baru dan Salvador Laurel menjadi wakil presiden.

BAB IIIKESIMPULAN

Inti dari legitimasi adalah kekuasaan, kekuasaan sendiri mempunyai berbagai macam jenis, salah satunya adalah kekuasaan dalam lembaga negara. Masih sering kita jumpai kekuasaan dalam lembaga negara yang tidak sesuai dengan porsinya. Mereka cenderung memakai wewenangnya untuk memperluas kekuasaannya. Salah satu contohnya adalah rezim Soeharto di Indonesia dan Ferdinand Marcos di Filipina. Kedua pemimpin tersebut membuat rezim di negaranya masing-masing.Pada awal rezim Soeharto Indonesia mendapat peningkatan ekonomi yang sangat signifikan, begitupun dengan Ferdinand Marcos. Tetapi seiring berjalannya waktu kedua pemimpin negara tersebut mengalami krisis legitimasi yang berakhir pada diturunkanpaksanya kedua rezim tersebut. Rezim Soeharto diturunkan oleh para mahasiswa, sedangkan rezim Marcos diturunkan oleh rakyat dan para pemimpin gereja katolik.1

20