makalah "sumpah pocong"
TRANSCRIPT
1
MAKALAH
” MAKNA SUMPAH POCONG SEBAGAI UPAYA
PENYELESAIAN SENGKETA PADA MASYARAKAT “
Disusun oleh :
Nama : Klara Tri Meiyana
NIM : 13120075
Kelas : A.10.2
JURUSAN S1 ILMU GIZI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA
2013/2014
2
Kata Pengantar
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berkat limpahan rahmat-Nya, saya
dapat menyelesaikan penulisan makalah ini.
Makalah ini saya susun dalam rangka penugasan mata kuliah Pendidikan Agama Islam Semester
satu mengenai penulisan makalah serta sebagai contoh perkuliahan yang dapat digunakan oleh semua
mahasiswa maupun dosen.
Makalah yang berjudul ” MAKNA SUMPAH POCONG SEBAGAI UPAYA PENYELESAIAN
SENGKETA PADA MASYARAKAT “ ini berisi penjelasan tentang makna sumpah pocong dan faktor-
faktor yang melatarbelakanginya, yang saya tulis secara jelas dan sistematis.
Untuk membuat makalah ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu
saya ucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah yang telah membimbing saya, teman-teman yang
telah membantu, orang tua saya yang mendukung saya, dan semua pihak lain yang telah turut serta
membantu.
Makalah yang saya buat ini tentunya jauh dari sempurna dan banyak kekurangan. Oleh karena
itu, supaya makalah saya selanjutnya menjadi lebih baik, saya mohon kritik dan saran yang membangun.
Semoga makalah saya ini berguna dan menambah wawasan pembaca. Terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Yogyakarta, Januari 2014
Penyusun
3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................................... i
KATA PENGANTAR..................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................ 1
A. Latar Belakang............................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................... 2
C. Tujuan............................................................................................................................ 3
D. Sistematika penulisan.................................................................................................... 3
BAB II LANDASAN TEORI.......................................................................................... 4
BAB III HASIL PENELITIAN....................................................................................... 10
BAB IV PEMBAHASAN................................................................................................ 12
BAB V PENUTUP.......................................................................................................... 20
A. Kesimpulan.................................................................................................................... 20
B. Saran.............................................................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 21
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengertian Sumpah dapat dilihat dari dua segi yaitu : Dari segi bahasa, Sumpah
berasal dari bahasa arab yaitu Al yamin berarti adalah tangan kanan, karena waktu
sumpah diikuti/sambil mengangkat tangannya. Dari segi istilah Sumpah itu adalah
menguatkan suatu perkara (mentahkiq) dengan cara menyebut salah satu sifat-sifat Allah,
seperti Demi zat yang maha kuasa.
Pocong adalah kain putih yang digunakan untuk membungkus jenazah. Jadi,
Sumpah Pocong adalah sumpah yang mana pihak yang disumpah ditidurkan (ada juga
yang sambil berdiri) dan dibungkus dengan kain kafan dan diletakkan sebagaimana posisi
orang mati dengan wajah yang tetap terbuka. (Mujtaba, 2007 : 52). Sumpah Pocong
sendiri adalah salah satu tradisi masyarakat pendalungan dalam menyelesaikan konflik
antar personal. Konflik yang biasanya didasari oleh prasangka dari salah satu pihak
kepada pihak lain dengan suatu tuduhan.
Sumpah pocong biasanya dilakukan oleh pemeluk agama Islam dan dilengkapi
dengan saksi dan dilakukan di rumah ibadah (masjid). Di dalam hukum Islam sebenarnya
tidak ada sumpah dengan mengenakan kain kafan seperti ini. Sumpah ini merupakan
tradisi lokal yang masih kental menerapkan norma-norma adat. Sumpah ini dilakukan
untuk membuktikan suatu tuduhan atau kasus yang sedikit atau bahkan tidak memiliki
bukti sama sekali. Konsekuensinya, apabila keterangan atau janjinya tidak benar, yang
bersumpah diyakini mendapat hukuman atau laknat dari Tuhan.
Di era modernisasi yang telah melanda negara-negara berkembang, termasuk
Indonesia, sejalan dengan makin meningkatnya kesadaran seseorang untuk
menyelesaikan sengketa melalui jalur peradilan. Namun yang terjadi pada praktek
kehidupan bermasyarakat tidak selamanya setiap sengketa diselesaikan melalui jalur
peradilan, justru lebih banyak yang diselesaikan melalui jalur di luar peradilan. Hal ini
dapat dilihat dalam kehidupan masyarakat Indonesia dimana penyelesaian sengketa
(disputing process) melalui jalur di luar peradilan seperti sumpah pocong yang telah
berkembang di Kalimantan Barat dan Madura (Intisari, Desember 1996). Namun tidak
5
menutup kemungkinan dikalangan elite politik seperti anggota DPRD yang dituduh
korupsi uang negara di Gresik dan Bondowoso juga melakukan sumpah pocong.
Persengketaan akan muncul karena adanya konflik antara seseorang sebagai
penggugat melawan orang lain sebagai tergugat dan masing-masing pihak yang
bersengketa kurangnya bukti-bukti dan saksi-saksi sehingga tidak mungkin untuk
diselesaikan ke jalur peradilan. Oleh sebab itu pihak yang bersengketa, hanya bisa bicara,
bersikukuh pada dalil masing-masing dan tidak mempunyai bukti yang lengkap untuk
mencari fakta yang benar, maka mereka menyelesaikan sengketa melalui sumpah pocong.
Menurut penelitian (Jurnal Penelitian Dinamika Sosial Vol. 6 No. 2 Agustus
2005) bahwa persengketaan masalah harta waris, tanah, persaingan bisnis, utang piutang
dan gangguan terhadap istri pada masyarakat, pada umumnya diselesaikan melalui
sumpah.
Pelaksanaan sumpah pocong selalu dilakukan di masjid, karena akan menambah
keyakinan bagi orang yang disumpah dan memiliki keampuhan dari sumpah pocong
tersebut (Intisari, Desember 1996).
Masyarakat pada umumnya masih melakukan sumpah pocong untuk menentukan
perilaku mana yang benar dan yang salah. Sumpah pocong tersebut dilaksanakan
berkaitan erat dengan pola penghayatan dalam memaknai peristiwa.
Di tengah hirup pikuknya kemajuan jaman dan teknologi saat sekarang ini,
penggunaan sumpah pocong sebagai sarana untuk menyelesaikan sengketa yang ada
sangat menarik perhatian berbagai kalangan. Hal tersebut didasarkan pada praktek
pelaksanaan sumpah pocong yang selalu ramai dikunjungi oleh banyak masyarakat yang
ingin menyaksikannya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka timbul masalah sebagai berikut.
1. Apakah Islam membolehkan umatnya untuk melakukan sumpah pocong ?
2. Faktor-faktor apa yang melatarbelakangi masih berlakunya sumpah pocong dalam
penyelesaian sengketa ?
3. Bagaimana makna sumpah pocong dalam adat istiadat masyarakat ?
6
C. Tujuan
1. Mengetahui apakah Islam membolehkan umatnya untuk melakukan sumpah pocong.
2. Mengetahui faktor-faktor yang melatarbelakangi masih berlakunya sumpah pocong
dalam penyelesaian sengketa.
3. Mengetahui makna sumpah pocong dalam adat istiadat masyarakat.
D. Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari lima bab. Bab I yang merupakan pendahuluan berisikan
latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan dan sistematika penulisan. Pada bab
II berisi landasan teori sesuai dengan topik apabila dilihat dari berbagai aspek atau sudut
pandang. Pada bab III berisikan hasil penelitian. Pada bab IV berisi pembahasan dari
masalah tersebut. Pada bab V atau bab penutup berisikan kesimpulan dan saran dari
masalah tersebut.
7
BAB II
LANDASAN TEORI
Sejarah Lahirnya Sumpah Pocong
Banyak dikalangan para ahli yang berbeda pendapat dalam mencari awal mula
munculnya ritual Sumpah Pocong ini, dapat dilihat dari beberapa sebab antara lain :
1. Akibat adanya santet, tenung, sihir, nujum, kejadian ini bukan hanya jaman sekarang saja
akan tetapi dijaman Nabipun juga ada, seperti pada zaman Nabi Musa, Nabi Muhammad.
Sehingga terjadi di zaman sekarang ini yakni di jember khususnya tentang isu santet,
tukang santet dan konflik sosial dan didahului konflik personal pernah sampai pada titik
ekstrim, seperti dalam peristiwa pembantaian orang-orang yang dianggap sebagai dukun
santet pada tahun 1998 di Jawa Timur.
2. Akibat main hakim sendiri, karena dikhawatirkan terjadi persengketaan dari kedua pihak
yang akhirnya mengakibatkan main hakim sendiri, diadakanlah upacara Sumpah Pocong,
dengan tujuan untuk meredam perselisihan tersebut.
3. Landasan hukum negera tentang santet tidak dapat memecahkan suatu
masalah/meredamkan masalah karena revisi hukum apapun tidak dapat menyelesaikan
kasus santet yang unik ini, artinya pemecahan baru sampai tahap hubungan antara tukang
santet dengan orang yang menyewanya sebagai suatu permufakatan jahat, belum benar-
benar menyentuh inti persoalan santet, yaitu hubungan antara penyentet dengan orang
yang disantet.
4. Alternatif sumpah pocong sebagai pendekatan budaya, sumpah pocong adalah salah satu
tradisi masyarakat pendalungan dalam menyelesaikan konflik antar personal. Konflik
yang biasanya didasari oleh prasangka dari salah satu pihak kepada pihak lain dengan
menuduhnya sebagai tukang santet. Hal ini mendasarkan pada karakteristik masyarakat
pendalungan sebagai pemeluk Islam. Masyarakat pendalungan pada dasarnya adalah
masyarakat religius berbudaya santri yang meletakkan Kyai sebagai tokoh panutan. Kyai
dianggap sebagai tokoh masyarakat yang dapat dijadikan penuntun hidup karena ilmu
agamanya yang dianggap lebih tinggi. Kepercayaan masyarakat terhadap Kyai untuk
menyelesaikan konflik juga terlihat dalam prosesi sumpah pocong.
8
Hukum Sumpah Pocong menurut Islam
Adapun sumpah hukumnya wajib apabila memenuhi 4 syarat yaitu :
1. Sengaja bersumpah, sumpah tidak sah apabila diucapkan tanpa sengaja untuk bersumpah,
hal itu dinamakan “Laghwu Yamin” (sumpah tanpa sengaja) seperti “tidak, demi
Allah”,”tentu, demi Allah”.
2. Bersumpah atas sesuatu yang akan datang dan mungkin terjadi, yang disebut “Yamin
Ghamus” (sumpah palsu yang termasuk dalam dosa besar) atau ia bersumpah atas sesuatu
yang akan datang sedang ia menyangka dirinya benar namun ternyata sangkaannya
meleset.
3. Bersumpah dengan kemauannya sendiri tanpa ada paksaan.
4. Melanggar sumpahnya yaitu dengan melakukan sesuatu, ia bersumpah untuk
meninggalkannya.
Apabila sumpah itu di ingkari/dilanggarnya maka harus membayar tebusan sebagai
berikut :
1. Memerdekakan budak.
2. Memberi makan kepada 10 orang miskin (satu orang 1 mut) atau memberi pakaian
masing-masing 1 orang 1 pakaian.
3. Puasa 3 hari (kalau kedua diatas tidak dapat ditemukan).
Keterangan ini dilandasi dalam firman Allah: ” Dan peliharalah (tepati) janji-
janjimu.” Dan sumpah ini diterangkan dalam hadist Nabi: ” Sumpah itu digunakan oleh
orang yang tertuduh “.
Dengan demikian, maka pelaksanaan sumpah pocong pada hakikatnya dapat
diqiaskan dengan pemberatan sumpah melalui sistem yang telah ada, karena diantara
keduanya terdapat persamaan illat yaitu sistem pengerasan tersebut sama-sama
dimaksudkan untuk mendorong orang yang bersumpah agar lebih berhati-hati dan jujur
dalam sumpahnya. (Mujtaba, 2007 : 54).
9
Secara singkat, sumpah dengan sistem pocong (sumpah pocong) dapat
dimasukkan secara deduksi dalam sistem “Taqlidul Yamin” yang dibenarkan oleh fiqih
islam.
Yang pasti, Sumpah pocong tidak dikenal dalam sistem hukum Indonesia, sumpah
ini hanya ada dikalangan agama Islam saja. Tetapi bukan berarti hukum ini mendapat
perlawanan dari pemerintah, sama sekali tidak. Hal ini terbukti sudah sangat banyak
pelaksanaan sumpah pocong yang bahkan disaksikan oleh jajaran muspida, terutama di
daerah-daerah yang sering merebak isu adanya dukun santet. Sumpah ini dianggap efektif
karena secara psikologis, dalam sumpah ini ada satu beban akan adanya efek bagi si
pengucap sumpah apabila mengucap dusta.
Mengenai apa efek atas kebohongan yang diucapkan oleh si pelaku sumpah
sangat beragam, tergantung dari ikrar yang “berani” diucapkan oleh si pelaku sumpah
dan di”amin-i” oleh saksi-saksi.
Bagaimana Islam Menilai Sumpah Pocong
Dalam Islam Pelaksanaan sumpah pocong dibolehkan selama bersumpahnya atas
nama Allah.
“Barangsiapa bersumpah dengan selain Allah maka ia telah kufur atau syirik.”
(HR Tirmidzi dari Umar ibnu Khattab).
"Barangsiapa yang bersumpah demi selain Allah, maka ia telah berbuat syirik.”
(Dikeluarkan oleh Ahmad dengan sanad yang shahih, dari Umar bin Al-Khattab)
Bagaimana Pelaksanaan Sumpah Pocong
Dilihat dari kasusnya
1. Adanya kasus/masalah yang diragukan kebenarannya
2. Adanya kasus/masalah Bid’ah/Fitnah yang ditimpakan kepada seseorang
3. Adanya kasus sengketa
4. Dan kasus-kasus lain yang dianggap oleh imam setempat layak diadakan sumpah pocong
10
Pelaku Sumpah
Adalah orang/pihak yang merasa difitnah dan atau ingin menyampaikan
kebenaran yang dia sungguh-sungguh yakini benar tetapi sulit diterima oleh kelompok
masyarakat sekitar. Maka dengan adanya sumpah pocong ini dianggap sebagai satu
puncak pernyataan atas kebenaran yang ingin disampaikan.
Saksi Pelaksanaan Sumpah
1. Keluarga Pelaku Sumpah
2. Saksi atas kebenaran yang ingin disampaikan dalam materi sumpah
3. Imam Agama / Ulama
4. Tokoh Masyarakat yang ditunjuk
5. Wakil pemerintah yang ditunjuk. Contoh : Jajaran muspika untuk kelas kecamatan
Tempat Pelaksanaan Sumpah
Rumah ibadah, karena ini adalah perilaku kaum islam sehingga pelaksanaannya
dilakukan di masjid. Kenapa dipilih rumah ibadah? Karena masjid diyakini sebagai
rumah Tuhan. Maka jika ada dusta yang diikrarkan ditempat ini, maka laknat dan azab
akan ditimpakan kepada si pendusta.
Tata Cara Sumpah Pocong
1. Si pelaku sumpah dimandikan/disucikan sebagaimana memandikan/mensucikan mayat.
Dimandikan oleh keluarga dekat (muhrim) disaksikan oleh saksi-saksi yang ditunjuk
(sejenis kelaminnya).
2. Si pelaku didandani selayaknya mayat (dipocong).
3. Si pelaku mengucap syahadat sebagai bentuk pengakuan bahwa memang yang dia imani
hanya Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW.
11
4. Pembacaan surat Yasin dan doa-doa/tahlil tahmid selayaknya diberikan kepada yang
sudah mati.
5. Si pelaku mengucapkan sumpah/ijab atas hal apa yang dia kukuhkan atau dia sangkal.
Contoh : Bismillahirohmannirohim. Dengan nama Allah SWT yang Maha Melihat atas
semua yang saya lakukan maka Saya Aisah binti Muhammad dengan sadar menyatakan
bahwa tuduhan yang ditimpakan atas saya adalah fitnah dan apabila ada dusta atas
sumpah saya, saya siap menerima azab dan laknat dari Allah berupa : A – Z tergantung
keberanian si pelaku sumpah dan atau sudah ditetapkan oleh si saksi-saksi dan seringkali
efek yang disebutkan diantaranya adalah : 7 Keturunan tidak akan selamat, sanggup
mati saat pengambilan sumpah, sanggup mendapat sakit tak terobati setelah
mengucap sumpah, dan lain sebagainya.
6. Para saksi dan hadirin berdoa bersama, diantaranya adalah permohonan ampun kepada
Allah SWT tentang segala kekhilafan yang dilakukan oleh semua yang ada.
7. Si pelaku sumpah dibuka pocongnya.
8. Bersalam-salaman antara si pelaku sumpah, saksi-saksi dan pihak-pihak yang
berseberangan dengan si pelaku sumpah
Hasil Sumpah Pocong
Menunggu azab Allah/sinyal penyelesaian yang diberikan Allah kadang melalui
mimpi dan atau kutukan secara langsung misalnya si pelaku sumpah benar-benar sakit
dan ini masih sangat absurd karena tidak definitif antara azab Allah dan hukuman
masyarakat sekitar untuk si pelaku sumpah.
Bagi umat Islam, praktik semacam ini berhasil meredam aksi anarkis masyarakat
terhadap warga yang dituding memiliki ilmu sesat. Tidak adanya bukti dan saksi
menghalangi pihak yang bersengketa memperkarakan masalah mereka ke meja
hijau. Meskipun dengan konsekuensi orang yang menuntut ‘sumpah pocong’
mengeluarkan biaya yang sangat besar.
Bagi umat Islam, sumpah pocong perlu dipertahankan karena masih relevan
dengan pengetahuan dan keyakinan masyarakat dan mampu mencegah meruyaknya
12
tindakan main hakim sendiri dalam menuntaskan perselisihan. Kalaupun cara ini tampak
berkesan primitif, sebenarnya tak lebih disebabkan perbedaan paradigma dan ukuran
yang digunakan untuk menilai. Kalau diperhatikan secara cermat, psikologi masyarakat
yang mengamalkannya percaya bahwa konsekuensi bagi mereka yang berbohong akan
dihukum oleh Tuhan adalah semacam penjara batin yang sangat dahsyat.
Bagi Umat Islam, gagasan untuk melakukan sumpah adalah salah satu upaya
mencari kebenaran dari sesuatu yang dipersengketakan. Kenyataannya, ada salah satu
pelaku meninggal tak lama setelah bersumpah, sehingga serta-merta diketahui siapa yang
berbohong, meskipun ini juga tidak dijadikan penanda karena kematian merupakan
otoritas Tuhan.
Persoalan yang acapkali mendera masyarakat awam, seperti tuduhan santet,
hutang-piutang, dan perselingkuhan kadang berujung kebuntuan, sehingga ada sebagian
mereka yang menuntut pelaksanaan sumpah pocong.
Sumpah pocong memiliki akar hukum dalam Islam, yaitu sumpah li’an, meskipun
tata caranya menampilkan drama kematian dengan mengkafani si tertuduh adalah hasil
kreativitas budaya lokal. Melalui upacara yang dipimpin tokoh agama yang melibatkan
masyarakat luas diharapkan penyelesaian perselisihan yang mempunyai efek dramatik
sehingga menyentuh jiwa, bukan emosi pihak yang terlibat.
13
BAB III
HASIL PENELITIAN
Tanya : Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Ada yang ingin
saya tanyakan, apakah Islam membolehkan umatnya untuk melakukan sumpah pocong?
Karena ada sebagian orang Islam yang melakukannya.
Jawab : (Al Ustadz Abu Hamzah Al Atsary)
Wa’alaikumussalam warohmatullahi wabarokatuh.
Pertama, Islam tidak mengenal adanya sumpah pocong, hal ini menunjukkan
bahwa sumpah pocong bukan berasal dari Islam.
Kedua, didapatinya sebagian orang Islam yang melakukannya ini bukanlah
dalil/ukuran dalam menilai suatu kebenaran, barometer kebenaran itu hanyalah Al Kitab
dan As Sunnah.
Ketiga, masalah sumpah itu sendiri sebenarnya ada dalam Islam, di mana kita
tidak boleh bersumpah kecuali atas nama Allah. Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda,
“Barangsiapa bersumpah dengan selain Allah maka ia telah kufur atau syirik. ”
(HR Tirmidzi dari Umar ibnu Khattab)
Dalam hadits lain disebutkan bahwa orang-orang Yahudi mendatangi Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
“Sesungguhnya kalian telah berbuat syirik, kalian mengatakan, ‘Atas kehendak
Allah dan kehendakku’ dan kalian mengatakan, ‘Demi Ka’bah’…” (HR. Nasa`i dari
Qutailah)
14
Dari hadits-hadits ini adanya larangan bersumpah dengan selain Allah, meskipun
dengan Ka’bah yang padahal ia sebagai baitullah, apalagi kalau selain Ka’bah.
15
BAB IV
PEMBAHASAN
Penggunaan sumpah pocong berawal dari adanya sengketa yang terjadi di suatu
masyarakat. Pada umumnya sengketa yang muncul untuk kasus-kasus sumpah pocong
adalah mengenai masalah tuduhan santet, masalah bisnis, utang piutang, perselingkuhan,
pencurian dan masalah aib (misal: hamil di luar nikah). Gagasan untuk melakukan
sumpah pocong sebagai penyelesaian sengketa (disputing process), diajukan penggugat
yang merasa sangat yakin berada di pihak yang paling benar. Tertuduh juga mempunyai
keyakinan pada pihak yang benar. Pada umumnya penggugat-tergugat tidak ingin
permasalahan diselesaikan melalui jalur peradilan, dikarenakan tidak mempunyai bukti-
bukti yang lengkap dan saksi-saksi yang kuat. Mereka memilih sumpah pocong supaya
persoalan tidak berlarut-larut dan segera diselesaikan untuk memastikan siapa yang salah
dan siapa yang benar. Selain itu, penyelesaian sengketa melalui sumpah pocong dianggap
oleh masyarakat tidak menghabiskan tenaga, dan waktu yang terlalu banyak.
Penggugat-tergugat dalam pelaksanaan sumpah pocong selalu didukung oleh kerabat dan
temannya. Sengketa pada masyarakat pada mulanya dari antar individu dan berkembang
menjadi antar kerabat. Hal ini juga diungkapkan oleh Gulliver sebagaimana dikutip oleh
Satjipto Rahardjo bahwa sengketa dapat timbul dari individu dengan individu yang lain,
namun bisa juga antar kerabat. (Satjipto Rahardjo, Antropologi Hukum, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung, 1991 : 336)
Sumpah pocong yang dikatakan sebagai disputing proces melalui jalur di luar
peradilan; ternyata sebelum dan saat prosesi sumpah pocong diperlukan adanya pelegalan
(pengesahan) dari aparat negara (legal structure). Dalam hal ini menurut Hooker disebut
percampuran struktur (Coumpounding Struction), yaitu adanya penyelesaian sengketa
melalui jalur di luar peradilan dipengaruhi oleh adat yang terikat oleh kebijakan negara.
Bagi pihak-pihak yang bersengketa menyelesaikan perkara di luar pengadilan merupakan
jalur yang efektif karena secara tenaga dan waktu lebih cepat prosesnya dibanding
dengan jalur hukum konstitusional. Selain itu dilihat dari rasa keadilan belum tentu
penyelesaian yang dilakukan melalui pengadilan legal (pengadilan konstitusional) dengan
keputusan berdasarkan kepastian hukum memberi kepuasan bagi yang bersengketa.
16
Penyelesaian sengketa dibawah bimbingan pemuka agama (kyai) lebih dirasakan sebagai
keadilan yang membawa kondisi sosial kembali stabil (harmonis).
Untuk mencari makna yang terkandung di dalam sumpah pocong pada
masyarakat haruslah mengacu pada pengertian: sumpah yang berarti suatu pernyataan
tentang keterangan atau janji, yang diucapkan dihadapan kyai (tokoh agama) dengan
mengingat sifat kemahakuasaan Tuhan. Sedangkan pocong berati mayat yang diselubungi
dengan kain kafan. Jadi sumpah pocong berarti pernyataan tentang janji yang dilakukan
oleh penganut agama Islam, dengan cara dibalut seluruh tubuhnya dengan kain kafan
seperti orang meninggal, disumpah di bawah kitab suci Al Qur’an.
Sumpah pocong memiliki konsekuensi, apabila keterangan atau janjinya tidak
benar, orang yang disumpah diyakini mendapat hukuman dari Tuhan (Intisari, Desember
1996; Surya, 30 April 2002). Hukuman dalam hal ini yang diterima biasanya adalah
dalam bentuk kematian.
Makna sumpah pocong pada masyarakat selain berkaitan dengan harkat dan
martabat juga mempunyai makna untuk membawa keharmonisan kehidupan sosial
mayarakat. Karena sengketa-sengketa yang terjadi itu merusak tatanan yang ada. Jika
tindakan ini dibiarkan berlarut-larut maka tatanan sosial secara keseluruhan akan rusak.
Oleh karena itu, demi menjaga agar tatanan sosial yang terlanjur dirusak itu menjadi
normal kembali sebagaimana semula pelakunya harus segera di sumpah pocong.
Dengan demikian sumpah pocong yang berakibat kematian merupakan resiko yang harus
diterima sebagai bentuk pertanggung jawaban atas tindakannya tersebut.
Adapun yang hampir serupa dengan fenomena sumpah pocong adalah apa yang
disebut sebagai sumpah cor di kalangan masyarakat hindu di Bali. Pakar hukum adat
yang pernah menerbitkan buku sumpah cor, I Wayan P. Windia, menegaskan bahwa
sumpah ini hanya di kenal dan dilaksanakan oleh umat Hindu. Pelaksanaannya
menggunakan sarana upacara berupa sesajen tertentu, sesuai ajaran agama Hindu, dengan
acuan lontar aricandani. Sumpah cor sendiri uraiannya, adalah sumpah bahwa memang
benar telah terjadi sesuatu atau tidak terjadi sesuatu. Sehingga kalau bohong siap terima
sanksi niskala. Sumpah cor ini lazim dikenal dalam persengketaan utang piutang, sumpah
cor memang hanya untuk umat Hindu Bali. Sedangkan dalam masyarakat etnis Cina juga
dikenal sumpah sejenis sumpah pocong yang dilaksanakan di kelenteng (toapekong). Di
17
hadapan meja sembahyang di sebuah kelenteng, sambil berdoa pelaku pengucap sumpah
menggenggam erat sebilah pisau lalu memotong leher ayam hidup. Sementara harum
dupa merebak ke segenap ruangan menusuk hidung serta kucuran darah ayam deras
mengalir ke mangkuk, si pelaku segera mengucapkan kalimat-kalimat sumpah. Sesaat
setelah unggas tersebut meregang nyawa, darahnya yang memenuhi mangkuk segera
dioles-oleskan ke tubuh pelaku sumpah. Pada intinya tersimpan makna, bila yang
diucapkan ternyata dusta maka pengucap sumpah akan mati sebagaimana ayam tersebut.
Hasil penelitian terhadap praktek sumpah pocong dalam masyarakat menunjukkan
bahwa ada beberapa faktor yang melatarbelakangi masih berlakunya sumpah pocong di
masyarakat antara lain:
1. Berdasarkan sejarah masjid Madegan, sumpah pocong sudah dilakukan sejak Ratu Ibu
masih hidup, sehingga sumpah pocong ini merupakan tradisi penyelesaian sengketa
secara turun temurun sampai saat ini.
2. Masalah-masalah yang muncul diselesaikan dengan sumpah pocong lebih mengarah pada
tuduhan, sehingga dalam kasus-kasus yang ada tidak cukup bukti dan saksi jika diproses
melalui jalur peradilan.
3. Alasan bagi para pihak yang bersengketa memilih sumpah pocong sebagai penyelesaian
sengketa, dikarenakan proses pelaksanaan sumpah pocong tidak terlalu banyak
mengeluarkan tenaga dan waktu dan lebih memenuhi rasa keadilan bagi mereka
dibandingkan melalui jalur peradilan.
Masalah yang diselesaikan melalui sumpah pocong selalu didukung kerabatnya
dimana pihak yang bersengketa berada dalam kondisi permusuhan. Dalam hal ini, bukan
hanya masalah perorangan tetapi juga masalah kerabat atau juga bisa dikatakan antar
pemukiman karena pemukiman di wilayah tertentu biasanya didasarkan pengelompokan
rumah atas hubungan kekerabatan.
Pada proses sumpah pocong, para pendukung kebudayaan yang berupa perilaku
dan benda-benda yang digunakan untuk sumpah pocong bermuatan makna, yaitu
konsekuensi dari orang yang bersalah akan mendapatkan hukuman dari Tuhan berupa
18
kematian yang suci, artinya kematian yang dikehendaki oleh Tuhannya seperti
disimbolkan dengan ayam putih.
Makna sumpah pocong dalam budaya lebih berkaitan harga diri, harkat dan
martabat serta perasaan malu. Dengan adanya sumpah pocong akan membawa
keharmonisan alam kehidupan sosial.
Dampak setelah sumpah pocong, disatu sisi adanya ketentraman dalam
masyarakat, di sisi lain adanya pengucilan dari masyarakat dan dijauhkan dalam masalah
perjodohan.
Di dalam sistem pengadilan Indonesia, sumpah pocong ini dikenal sebagai
‘sumpah mimbar’ dan merupakan salah satu pembuktian yang dijalankan oleh pengadilan
dalam memeriksa perkara-perkara perdata, walaupun bentuk sumpah pocong sendiri tidak
diatur dalam peraturan Hukum Perdata dan Hukum Acara Perdata. Sumpah mimbar lahir
karena adanya perselisihan antara seseorang sebagai penggugat melawan orang lain
sebagai tergugat, biasanya berupa perebutan harta warisan, hak-hak tanah, utang-piutang,
dan sebagainya.
Dalam suatu kasus perdata ada beberapa tingkatan bukti yang layak diajukan,
pertama adalah bukti surat dan kedua bukti saksi. Ada kalanya kedua belah pihak sulit
menyediakan bukti-bukti tersebut, misalnya soal warisan, turun-temurunnya harta, atau
utang-piutang yang dilakukan antara almarhum orang tua kedua belah pihak beberapa
puluh tahun yang lalu. Bila hal ini terjadi maka bukti ketiga yang diajukan adalah bukti
persangkaan yaitu dengan meneliti rentetan kejadian di masa lalu. Bukti ini agak rawan
dilakukan. Bila ketiga macam bukti tersebut masih belum cukup bagi hakim untuk
memutuskan suatu perkara maka dimintakan bukti keempat yaitu pengakuan. Mengingat
letaknya yang paling akhir, sumpah pun menjadi alat satu-satunya untuk memutuskan
sengketa tersebut. Jadi sumpah tersebut memberikan dampak langsung kepada pemutusan
yang dilakukan hakim.
Sengketa perdata (mu'amalah) seringkali diwarnai pengingkaran gugatan (klaim),
semisal pihak lawan merasa tidak menerima penyerahan sertifikat tanah yang digunakan,
19
merasa tidak berhutang kepada seseorang dan lain-lain. Dalam kasus tuduhan berlaku hal
sama seperti pengingkaran atas tuduhan berpraktik sebagai dukun santet, tuduhan
selingkuh dengan wanita bukan isterinya dan lain sebagainya. Dalam hal ini para pihak
tidak memiliki dalil (fakta) untuk memperkuat gugatan maupun pengingkarannya.
Sementara dalam fiqih murafa'at dikenal adanya sumpah pemutus (yamin al-istidzar)
sebagai upaya mengakhiri sengketa karena para pihak tidak dapat mengajukan alat bukti
lain. Sebagaimana sumpah li'an untuk menyudahi tuduhan zina oleh suami kepada
isterinya karena tak cukup saksi yang diperlukan. Demikian juga dalam kasus amanah
lewat wasiat (Qs. Al Maidah: 106) dikenal cara pemberatan (taghlidl) sumpah yang
ditandai oleh waktu (ba'da shalat ashar) dan tempat pengambilan sumpah di dalam
masjid.
Sumpah ada dua macam yaitu Sumpah Suppletoir dan Sumpah Decisoir. Sumpah
Supletoir atau sumpah tambahan dilakukan apabila sudah ada bukti permulaan tapi belum
bisa meyakinkan kebenaran fakta, karenanya perlu ditambah sumpah. Dalam keadaan
tanpa bukti sama sekali, hakim akan memberikan sumpah decisoir atau sumpah pemutus
yang sifatnya tuntas, menyelesaikan perkara. Dengan menggunakan alat sumpah decisoir,
putusan hakim akan semata-mata tergantung kepada bunyi sumpah dan keberanian
pengucap sumpah. Agar memperoleh kebenaran yang hakiki, karena keputusan
berdasarkan semata-mata pada bunyi sumpah, maka sumpah itu dikaitkan dengan sumpah
pocong. Sumpah pocong dilakukan untuk memberikan dorongan psikologis pada
pengucap sumpah untuk tidak berdusta. Berkaitan dengan Tuhan Yang Maha Esa maka
sumpahnya pun disebut sumpah mimbar. Artinya, pihak yang dibebani sumpah akan
dibawa ke muka mimbar rumah ibadah.
Meski jarang dilakukan, sumpah ini mewakili wajah masyarakat kita yang masih
kental menerapkan norma-norma adat. Sumpah yang ternyata dikenal di berbagai kota
tersebut tak jarang dipraktekkan dengan tata cara yang berbeda, misalnya pelaku sumpah
tidak dipocongi tapi hanya dikerudungi kain kafan dengan posisi duduk.
Sumpah pocong, yang mulai marak dipraktekkan di lingkungan peradilan sejak
pertengahan 1970-an, biasa dikenal dalam proses acara perdata. Secara implisit sumpah
20
pocong memang tidak diatur dalam serangkaian peraturan Hukum Perdata dan Hukum Acara
Perdata. Sumpah pocong merupakan salah satu pembuktian yang dijalankan oleh pengadilan
dalam memeriksa perkara-perkara perdata, Istilah sumpah pocong yang beredar di
masyarakat sebenarnya dalam istilah pengadilan disebut sumpah mimbar.
Risiko sumpah pocong atau sumpah mimbar besar sekali. Tidak semua orang, lebih-
lebih kalau orang itu orang yang beriman, mau nekat melakukannya. Kecuali kalau orang itu
memang sudah memiliki niat penipu, atau sifat buruk lainnya.
"Paling repot kalau menghadapi seorang psikopat atau sosiopat yang tidak memiliki
rasa bersalah bila melanggar sumpah. Norma-norma penderita kepribadian terbelah itu
biasanya sudah kacau balau," ujar psikolog Sartono Mukadis yang memberikan contoh
bahwa seorang sosiopat tidak akan merasakan beban psikologis bila harus mengucapkan
sumpah apa pun.
Berikut ini diuraikan beberapa contoh kasus yang penyelesaiannya dilakukan atau
ditawarkan untuk dilaksanakan sumpah pocong, antara lain :
1. Di Pontianak sudah pernah dilakukan sumpah pocong yaitu pada persidangan sengketa
tanah kasus Dharma Hotel tahun 1992. Saat itu antara penggugat dan tergugat tidak bisa
menunjukkan bukti dan salah satu di antara mereka meminta kepada hakim untuk sumpah
pocong. Hakim saat itu mengabulkan permintaan tersebut dan sumpah pocong dilakukan
di Masjid Mujahidin. Saat itu sumpah dilakukan oleh tokoh agama dan dilihat hakim
serta perangkat persidangan lainnya. Sumpah pocong tidak mesti dilakukan oleh tergugat
dan penggugat. Kalau memang lawannya tidak berani ikut bersumpah, berarti ada
sesuatu. Sumpah pocong pada dasarnya menantang kejujuran seseorang.
2. Sumpah pocong pernah juga digelar di Dusun Jambuan, Kelurahan Antirogo, Kecamatan
Sumbersari, Jember. Di bawah pimpinan K.H Lutfi Ahmad, disumpah pocong 1.000
warga dan hanya empat saja yang terbukti alamiah. Dari empat orang itu, semuanya
meninggal dunia dengan berbagai sebab dan hanya satu yang meninggal karena dibunuh
orang.
21
3. Di Masjid Agung Al-Ikhlas, Ketapang, Kalimantan Barat Sumpah pocong dilaksanakan
karena sengketa tanah seluas 904 m2 yang terletak di Desa Kalinilam, Kecamatan Matan
Hilir Utara, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, antara Kunan (penggugat) dan H.
Labek Hadi (tergugat). Bermula pada tahun 1980, tutur Kunan, ketika Labek berkali-kali
membujuk Kunan agar menjual tanahnya yang berada persis di depan bioskop milik
Labek, di jalan utama Ketapang. Meski semula menolak, akhirnya Kunan mau juga
melepaskan tanah itu setelah Labek berjanji memberikan penukar berupa tanah di
samping bioskop. Selain itu ia mensyaratkan pengurusan sertifikat dan ongkos-ongkos
yang lain ditanggung Labek. Kunan pun menyerahkan surat tanah, yang hanya berupa
keterangan dari pemuka adat, tanpa tanda terima. Entah bagaimana, tahun 1983 sertifikat
tanah milik Kunan (di depan bioskop) dan tanah tukaran milik Labek (di samping
bioskop) keluar atas nama Labek Hadi. Malah, di atas tanah Kunan itu dibangun ruko.
Tak hanya itu, Labek juga membantah pernah menerima titipan surat tanah dari Kunan.
Penderitaan Kunan belum berakhir. Kunan, pedagang benda antik itu, dituduh
menyerobot tanah milik Labek. Akibatnya, pada 1988 Kunan dihadapkan ke pengadilan
dan divonis 9 bulan penjara. Namun, Kunan masih juga bernyali untuk menguasai
kembali tanahnya. Akhir 1995, Kunan menggugat perdata Labek. Tuntutannya, agar
Labek mengembalikan tanahnya. Perjalanan kasus itu tersendat. Selain karena tidak
sepenuhnya bisa menyodorkan bukti kepemilikan tanah tersebut, Kunan hanya memiliki
kesaksian lisan dari pemuka adat. Posisi Kunan lemah, lantaran hanya memiliki
keterangan lisan tanpa didukung bukti tertulis. Untuk membuktikan kepemilikannya,
Kunan pun memohon dilakukan sumpah pemutus berbentuk Sumpah Pocong. Hakim
Yusuf Naif, S.H. ternyata menerima permohonan sumpah pocong karena kedua pihak
yang berperkara tidak ada yang memiliki bukti kuat. (Gatra, 6 Juli 1996)
4. Tuntutan pelaksanaan sumpah pocong pernah juga dikeluarkan oleh Aji Massaid dan
Tommy Soeharto terhadap mantan pasangan hidupnya, namun ditolak.
5. Rencana sumpah pocong untuk warga Desa Kedungbendo, Sidoarjo yang mengajukan
luas bangunan berbeda dengan data IMB maupun survei tim ITS dipastikan jalan terus. H
Mahfud, seorang kyai asal Kecamatan Candi mengatakan, sumpah pocong itu untuk
mencari kebenaran ketika ada indikasi kepatuhan warga melemah terhadap UU atau
22
aturan yang ada. H Mahfud merupakan salah seorang kyai yang akan diminta untuk
menjalankan sumpah pocong ini.
6. Sumpah pocong ditentukan sebagai alternatif masyarakat Sumenep untuk membersihkan
nama baik dari tudingan dukun santet, yaitu salah seorang warga masyarakat Desa
Essang Kecamatan Talango, yakni Subahra atau H. Durrasid yang dituduh masyarakat
setempat memiliki ilmu santet.
7. Sumpah pocong yang mewarnai perseteruan dua orang pengurus Partai Golkar (PG)
Pontianak, Zulfadhli dan Zulkarnaen Siregar. Sumpah tersebut bisa diakui keabsahannya
dalam persidangan. Siapa yang mengajukan sumpah menjadi pemenang apabila lawannya
tidak berani bersumpah. Wakil DPP Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) Pusat, Tamsil
Sjoekoer SH mengatakan sumpah pocong pernah dilakukan dalam persidangan. Sumpah
pocong sama juga dengan sumpah pemutus dalam persoalan apa pun. Sumpah tersebut
dipandang dari sudut agama dibenarkan.
23
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan yang telah dijelaskan pada Bab II, Bab III dan Bab IV, dapat
diambil kesimpulan bahwa adanya larangan bersumpah dengan selain Allah karena Islam
tidak mengenal adanya sumpah pocong.
Faktor-faktor yang melatarbelakangi masih berlakunya sumpah pocong
dimasyarakat adalah bahwa masalah yang diselesaikan dengan sumpah pocong lebih
mengarah pada tuduhan, sehingga dalam kasus-kasus yang ada tidak cukup bukti dan
saksi jika diproses melalui jalur peradilan. Alasan bagi para pihak yang bersengketa
memilih sumpah pocong sebagai penyelesaian sengketa, dikarenakan proses pelaksanaan
sumpah pocong tidak terlalu banyak mengeluarkan tenaga, waktu dan biaya dan lebih
memenuhi rasa keadilan bagi mereka dibandingkan melalui jalur peradilan.
Makna Sumpah pocong dalam budaya masyarakat lebih berkaitan dengan harga
diri, harkat dan martabat dan perasaan malu. Dengan adanya sumpah pocong akan
membawa keharmonisan dalam kehidupan sosial.
B. Saran
Kebenaran itu sejatinya dikembalikan pada Tuhan, sebagai puncak tertinggi hierarki.
Manusia tidak bisa menjadi hakim dari ketidaktahuannya akan hakikat realitas. Jadi, dengan
sumpah pocong kita diajarkan bahwa jalan kekerasan bukan jawaban dalam menyelesaikan
sengketa, sebab akhirnya sang Pencipta yang menghukumnya. Lebih dari itu, ia telah berhasil
membumikan ajaran agama dalam kehidupan keseharian pemeluknya.
24
DAFTAR PUSTAKA
http://rae-blogs.blogspot.com/2011/08/sumpah-pocong.html
http://kaahil.wordpress.com/2010/05/14/apakah-islam-membolehkan-sumpah-pocong/
#more-2363
http://anshorysyakoer.blogspot.com/2011/04/sumpah-pocong-pengertian-sumpah-
pocong.html
Bulletin Al Wala’ Wal Bara’ Tahun ke-2 / 09 Januari 2004 M / 17 Dzul Qo’dah 1424 H.
http://fadhlihsan.wordpress.com/2010/05/09/hukum-sumpah-pocong/
http://edikurniawan26.blogspot.com/2012/06/makalah-sumpah-dan-janji.html
http://hhidayat.blogspot.com/2008/04/sumpah-pocong-upaya-mengungkap.html
http://jelita249.blogspot.com/2009/08/makna-sumpah-pocong-sebagai-upaya.html
Mujtada, Saifuddin.2007.Al Masailul Fiqhiyah. Jombang : Rausyan Fikr.
Satjipto, Rahardjo.2002.Sosiologi Hukum : Perkembangan, Metode, dan Pilihan
Masalah. Surakarta : Muhammadiyah University Press.
Soerjono, Soekanto.2003.Hukum Adat Indonesia. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.