makalah sosiologi pendidikan
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Agama Islam adalah agama yang universal, yang mengajarkan kepada
umat manusia mengenai berbagai aspek kehidupan, baik duniawi maupun
ukhrawi.
Salah satu di antara ajaran Islam tersebut adalah, mewajibkan kepada
ummat Islam untuk melaksanakan pendidikan. Karena menurut ajaran Islam,
pendidikan juga merupakan kebutuhan hidup manusia yang mutlak harus
dipenuhi, demi tercapainya kesejahteraan dan kebahagiaan dunia serta akhirat.
Dengan pendidikan itu pula manusia akan mendapatkan berbagai macam
ilmu pengetahuan untuk bekal dan kehidupannya.
Terlebih lagi Islam adalah merupakan agama ilmu dan agama akal
karena Islam selalu mendorong umatnya untuk mempergunakan akal dan
menuntut ilmu pengetahuan, agar dengan demikian mereka dapat membedakan
mana yang benar dan mana yang salah, dapat menyelami hakikat alam, dapat
menganalisa segala pengalaman yang telah dialami oleh umat-umat yang telah
lalu dengan pandangan ahli-ahli filsafat yang menyebut manusia sebagai Homo
sapiens, yaitu sebagai makhluk yang mempunyai kemampuan untuk berilmu
pengetahuan, dan dengan dasar itu manusia ingin selalu mengetahui dengan apa
yang ada di sekitarnya.
1
B. Rumusan masalah
1. Pendidikan : kewajiban dalam Islam.
2. Kebebasan dan Demokrasi dalam pendidikan Islam.
3. Konsep fitrah dan kebebasan dalam pendidikan Islam.
4. Wanita : kesetaraan dalam pendidikan Islam.
5. Pembentukan masyarakat Islam pertama : sebuah ilustrasi.
C. Tujuan
Agar para Mahasiswa mengetahui tentang kewajiban pendidikan
dalam Islam, kebebasan dan demokrasi dalam pendidikan Islam, konsep fitrah
dan kebebasan dalam pendidikan Islam dan juga kesetaraan wanita
pendidikan Islam dalam serta mengetahui bagaimana gambaran atau ilustrasi
terbentuknya masyarakat Islam pertama.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendidikan (Kewajiban dalam Islam)
Agama Islam adalah agama yang universal, yang mengajarkan kepada
umat manusia mengenai berbagai aspek kehidupan, baik duniawi maupun
ukhrawi. Salah satu di antara ajaran Islam tersebut adalah, mewajibkan kepada
ummat Islam untuk melaksanakan pendidikan. Karena menurut ajaran Islam,
pendidikan juga merupakan kebutuhan hidup manusia yang mutlak harus
dipenuhi, demi tercapainya kesejahteraan dan kebahagiaan dunia serta akhirat.
Dengan pendidikan itu pula manusia akan mendapatkan berbagai macam
ilmu pengetahuan untuk bekal dan kehidupannya. Terlebih lagi Islam adalah
merupakan agama ilmu dan agama akal karena Islam selalu mendorong umatnya
untuk mempergunakan akal dan menuntut ilmu pengetahuan, agar dengan
demikian mereka dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah,
dapat menyelami hakikat alam, dapat menganalisa segala pengalaman yang telah
dialami oleh umat-umat yang telah lalu dengan pandangan ahli-ahli filsafat yang
menyebut manusia sebagai Homo sapiens, yaitu sebagai makhluk yang
mempunyai kemampuan untuk berilmu pengetahuan, dan dengan dasar itu
manusia ingin selalu mengetahui dengan apa yang ada di sekitarnya. Bertolak
dari itu pula manusia dapat dididik dan diajar
Kewajiban akan pendidikan dalam pandangan Islam sangat banyak
diantaranya yakni dalam Alquran dan Alhadis.
3
Sebagaimana ayat Alquran dalam surah al-alaq berikut,
ذ�ي خ�ل�ق� ) �ك� ال ب � ر� �اس�م ب� أ ان� م�ن� ع�ل�ق� )١اق�ر� �س� �ق� الإن �٢(خ�ل أ (اق�ر�
م# ) ر� ك� الأك%� ب%) � )٣و�ر� �م �ق�ل ال م� ب%� ذ�ي ع�ل �م�٤(ال% ا ل ان� م%� �س%� م� الإن (ع�ل
�م� ) �ع�ل (٥ي
Artinya:”Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang
Menciptakan,Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan
Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran
kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Dari ayat tersebut jelaslah bahwa agama Islam mendorong umatnya agar
menjadi umat yang pandai, dimulai dengan belajar baca tulis dan diteruskan
dengan belajar berbagai macam ilmu pengetahuan.
Islam di samping menekankan kepada umatnya untuk belajar juga
menyuruh umatnya untuk mengajarkan ilmunya kepada orang lain. Jadi Islam
mewajibkan umatnya belajar dan mengajar. Melakukan proses belajar dan
mengajar adalah besifat manusiawi, yakni sesuai dengan harkat
kemanusiaannya, sebagai makhluk Homo educandus, dalam arti manusia itu
sebagai makhluk yang dapat dididik dan dapat mendidik.
Di dalam hadist nabi juga menerangkan kewajiban tentang pendidikan
sebagai berikut,
�م�ة�. )رواه إبن ل � و�م#س%%� �م ل ل� م#س%%� ة7 ع�ل�ي ك%%# �ض%%� � ف�ر�ي �م �ع�ل ط�ل�ب# ال
عبد البر(
4
” menuntut Ilmu pengetahuan itu adalah kewajiban bagi setiap muslim
pria dan wanita.”
أطلبوا العلم من المهد إلى اللهد. )رواه إبن عبد البر(
“tuntutlah ilmu mulai dari ayunan sampai ke liang lahat”
من أراد الدنيا فعليه ب%%العلم ومن أراد األخ%%رة فعلي%%ه ب%%العلم
ومن أرادهما فعليه بالعلم.
“ barang siapa yang menginginkan dunia, maka hendaklah ia berilmu,
dan barang siapa yang menginginkan akhirat, maka hendaklah ia berilmu. Dan
barang siapa yang menginginkan keduanya, maka hendaklah berilmu.”
Dengan adanya ayat Alquran serta beberapa hadis maka dapat
disimpulkan bahwa agama Islam sangat mewajibkan akan pendidikan atau
menuntut ilmu pengetahuan kepada seluruh kaum muslimin baik pria maupun
wanita sepanjang hidupnya, sejak lahir sampai meninggal dunia. Allah sangat
mendorong hambanya untuk belajar dan mengajar dan sangat menghargai
orang yang berilmu pengetahuan, bahkan akan mengangkat martabat atau
derajat mereka ketempat yang terpuji.
B. Kebebasan dan Demokrasi dalam Pendidikan Islam
Acuan pemahaman demokrasi pendidikan dalam pandangan ajaran
Islam bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits. Selain itu demokrasi
pendidikan Islam merupakan implementasi prinsip-prinsip demokrasi Islam
terhadap pendidikan Islam, adanya demokrasi dalam pendidikan Islam
sebagaimana telah dijelaskan dalam sebuah hadis berikut,
5
�م�ة� ل � و�م#س� �م ل #ل� م#س� �ض�ة7 ع�ل�ي ك � ف�ر�ي �م �ع�ل . ط�ل�ب# ال
” menuntut Ilmu pengetahuan itu adalah kewajiban bagi setiap muslim
pria dan wanita.”
Dari hadis tersebut dapat dilihat bahwa pendidikan itu harus
disebarluaskan hingga meliputi segenap lapisan masyarakat, baik itu laki-laki
ataupun perempuan masing-masing memiliki kewajiban untuk menuntut ilmu
selain itu juga mempunyai kebebasan dalam meraih pendidikan.
Adapun bentuk demokrasi dalam pendidikan Islam adalah sebagai
berikut,
1. Kebebasan bagi pendidik dan peserta didik
Kebebasan di sini meliputi : (1) kebebasan berkarya, (2) kebebasan
mengembangkan potensi dan, (3) kebebasan berpendapat
a. Kebebasan berkarya
Kebebasan dalam berkarya yaitu kebebasan dalam berfikir tanpa
terpaku pada pendapat orang lain, sehingga dapat menentukan secara
bebas masa depannya sendiri berdasarkan kemampuan yang ada pada
dirinya sendiri.
b. Kebebasan mengembangkan potensi
Masing-masing individu memiliki kebebasan dalam mengembangkan
potensinya, pengembangan potensi ini dapat dilakukan melalui proses
pendidikan yang mampu menghantarkan seorang individu menjadi
hamba Allah dan khalifah Allah di muka bumi ini dengan berpegang
teguh pada nilai-nilai ilahiyyah.
6
c. Kebebasan berpendapat
Dalam hal ini pendidik dituntut untuk menghargai pendapat peserta
didik, dan peserta didik dituntut pula untuk menghargai pendapat
pendidik dan sesama peserta didik, karena menghargai pendapat
merupakan salah satu kebutuhan dalam melaksanakan pendidikan.
2. Persamaan terhadap peserta didik dalam pendidikan Islam
Islam memberikan kesempatan yang sama bagi semua penganutnya
untuk mendapatkan pendidikan atau belajar. Abuddin Nata menyatakan
bahwa peserta didik yang masuk di lembaga pendidikan tidak ada perbedaan
derajat atau martabat, karena penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan
dalam suatu ruangan dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan dari
pendidik. Pendidik harus mengajar anak orang yang tidak mampu dengan yang
mampu secara bersama atas dasar penyediaan kesempatan belajar yang sama bagi
semua peserta didik.
Dalam pendidikan Islam juga tidak ada sistem sekolah unggul karena
hal tersebut tidak sesuai dengan prinsip demokrasi pendidikan Islam sebab bersifat
diskriminasi atau membedakan terhadap peserta didik. Dalam pendidikan Islam
yang ada adalah sistem pelayanan unggul, dimana setiap peserta didik dibimbing
mengembangkan potensinya secara maksimal.
3. Penghormatan akan martabat individu dalam pendidikan Islam
Demokrasi sebagai penghormatan akan martabat orang lain, maksudnya ialah
seseorang akan memperlakukan orang lain sebagaimana dirinya sendiri. Secara
7
historis prinsip penghormatan akan martabat individu telah ditunjukan oleh Nabi
Muhammad SAW dalam praktek pembebasan kaum tertindas di Mekkah seperti
memerdekakan budak.
Dalam proses pendidikan pendidik menghargai pendapat peserta didik,
tanpa membedakan dari mana asalnya. Pendidik dapat menimbulkan sikap
saling menghargai pendapat di antara sesama peserta didik. Pendidik dalam
memberikan ganjaran atau hukuman kepada peserta didik harus yang
bersifat mendidik, karena dengan cara yang demikian akan tercipta situasi
dan kondisi yang demokratis dalam proses belajar mengajar.
C. Konsep Fitrah dan Kebebasan dalam Pendidikan Islam
Kata fitrah berasal dari kata "fathara" (menciptakan), kata “fitrah”
merupakan isim masdar, berarti sifat dasar yang telah ada pada saat
diciptakannya atau "asal kejadian".
Pendapat Al-Gazali mengenai fitrah yakni bahwa arti fitrah adalah
beriman kepada Allah SWT yaitu mengakui ke EsaanNya, yang mana kata
fitrah dalam pandangan Islam dinamakan dengan ketauhidan, karena manusia
diciptakan atas dasar iman(tauhid).
Sebagaimana dalam hadist nabi berikut,
عن أبي هري%%رة ق%%ال الن%%بي ص%%لى الل%%ه علي%%ه وس%%لم : ك%%ل
مولود يولد علي فطرة فأبواه يهوLدانه و ينصLرانه و يمجLسانه
)رواه مسلم(
8
Artinya:” dari abu hurairah, nabi saw. Bersabda :” setiap manusia
dilahirkan dalam keadaan fitrah, hanya kedua orangtuanya lah yang
menjadikannya yahudi, nasrani dan majusi”
Fitrah dapat diartikan sebagai suatu dorongan ingin tahu kepada
kebenaran yang dibawa sejak lahir. Oleh karena itu dorongan untuk mencari
kebenaran tersebut, diberikan kepada setiap individu.
Adapun fitrah dari segi pandangan pendidikan diartikan sebagai
“potensi”. Manusia sebagai makhluk paedagogik yang diciptakan Allah swt.
Terlahir membawa potensi dapat dididik dan mendidik sehingga mampu
menjadi khalifah di bumi, sebagai pendukung dan pengembang kebudayaan
yang mana mereka dilengkapi dengan fitrah Allah berupa bentuk atau wadah
yang dapat diisi dengan berbagai kecakapan dan keterampilan yang dapat
berkembang, sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk yang mulia.
Menurut Ibnu Taimiyah membagi fitrah manusia kepada dua bentuk,
yaitu:
1. Fitrah al gharizat
Merupakan potensi dalam diri manusia yang dibawanya sejak lahir.
Bentuk fitrah ini berupa nafsu, akal, dan hati nurani. Fitrah (potensi) ini
dapat dikembangkan melalui jalan pendidikan.
2. Fitrah al munazalat
Merupakan potensi luar manusia. Adapun fitrah ini adalah wahyu
ilahi yang diturunkan Allah untuk membimbing dan mengarahkan fitrah al
gharizat berkembang sesuai dengan fitrahnya yang hanif. Semakin tinggi
9
interaksi antara kedua fitrah tersebut, maka akan semakin tinggi pula
kualitas manusia.
Potensi manusia yang dapat dididik dan mendidik memiliki
kemungkinan untuk berkembang dan meningkat sehingga kemampuannya
dapat melampaui kemampuan maupun perkembangan fisiknya yang tidak
berkembang, maka dari itu demi berkembangnya potensi tersebut maka perlu
lah dikembangkan dan pengembangan tersebut senantiasa dilakukan dalam
usaha dan kegiatan pendidikan, di dalam proses pendidikan itulah maka
potensi tersebut akan berkembang sebagaimana mestinya. Oleh karena itu
pendidikan Islam bertugas membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan
perkembangan fitrah manusia tersebut sehingga terbentuk seorang yang
berkepribadian muslim.
Adapun kebebasan dalam pendidikan Islam, bahwasanya pendidikan
Islam memberi kebebasan untuk memilih, karena kebebasan merupakan syarat
mutlak untuk pengembangan potensi fitrah manusia serta kemampuannya
untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, akan tetapi Kebebasan bukan
sesuatu yang sederhana, kebebasan mengandung resiko yang besar.
Dalam Islam Allah telah mempertaruhkan tentang kebebasan, termasuk
kebebasan memilih yang baik, dan yang tidak baik. Karena hanya manusia
makhluk Tuhan yang berani bertaruh untuk memikul tanggung jawab ini.
Karena itu kebebasan yang diberikan oleh Allah kepada manusia harus
dimanfaatkan secara bijaksana dan konstruktif atau bersifat membina.
10
Sebagaimana firman Allah swt. Berikut,
ر� �ف%%# �ك �غ�ي� ف�م�ن� ي د# م�ن� ال ش%%� ن� الر) �ي �ب د� ت اه� ف�ي ال%%د�ين� ق%%� ر� �ك%%� ال إ
�ق�ى ال و#ث و�ة� ال%� �ع#ر� ال ك� ب%� �م�س%� ت د� اس� ه� ف�ق%� �الل% #ؤ�م�ن� ب �الطاغ#وت� و�ي ب
�يم7 ) م�يع7 ع�ل ه# س� �ه�ا و�الل �ف�ص�ام� ل (٢٥٦ان
Artinya :”tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam);
Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. karena
itu Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut[162] dan beriman kepada Allah,
Maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat
yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”
Karena adanya kebebasan maka manusia memiliki dinamika dan daya
adaptasi terhadap lingkungan serta daya kreatifitas hidup sehingga kehidupan
dan lingkungan hidupnya menjadi bervariasi dengan memilih jalan yang tepat
agar nantinya semua pilihan, penentuan dan tindakan yang dilakukan oleh
manusia selalu berakibat baik dan menguntungkan bagi manusia itu sendiri.
Adapun kebebasan tersebut terbatas, sebagaimana petunjuk yang Allah
berikan melalui agama, di dalam petunjuk (Alquran) tersebut diungkapkan
beberapa batasan serta akibat-akibatnya, dengan adanya kebebasan dan
petunjuk yang diterima maka akan mudah dalam mencapai kesempurnaan
hidup.
D. Wanita (Kesetaraan dalam Pendidikan Islam)
11
Islam tidak membeda-bedakan antara laki-laki dan perempuan baik
sebagai manusia, maupun sebagai muslimah di dalam undang-undang, untuk
memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya. Apa yang dapat dicita-
citakan kaum laki-laki, maka kaum wanitapun dapat mencita-citakannya.
Sebagaimana ayat Alquran berikut,
�ن�...... ب �س%%� �ت ا اك يب7 م�م%% �ص%%� اء� ن �س%%� �لن #وا و�ل ب �س� �ت �ص�يب7 م�ما اك ج�ال� ن �لر� ل
�ه� ه� م�ن� ف�ض�ل #وا الل ل� أ (٣٢ )....و�اس�
Artinya:”... bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang
mereka usahakan, dan bagi Para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang
mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. ...”
Dari pengertian ayat tersebut, maka jelaslah adanya
emansipasi(persamaan hak antara laki-laki dan perempuan) dalam terjun
keberbagai usaha termasuk mengikuti program pendidikan sesuai dengan
fitrah dan kemampuannya.
Adanya persamaan hak dalam pendidikan bagi wanita dapat dilihat
pada hadis nabi berikut,
�م�ة�. )رواه إبن ل � و�م#س%%� �م ل ل� م#س%%� ة7 ع�ل�ي ك%%# �ض%%� � ف�ر�ي �م �ع�ل ط�ل�ب# ال
عبد البر(
” menuntut Ilmu pengetahuan itu adalah kewajiban bagi setiap muslim
pria dan wanita.”
Senada dengan hadis tersebut,
12
Diriwayatkan dari Aisyah ra. Bahwa rasulullah saw.
Bersabda:”barangsiapa mengurus suatu urusan anak-anak perempuan ini lalu
berbuat baik kepada mereka, maka mereka akan menjadi penghalang baginya
dari siksaan neraka. (HR. Bukhari dan Muslim).
Maka dari itu dalam lapangan pendidikan wanita berhak mendapat
pendidikan dan pengajaran, mulai dari pra sekolah, sampai kepada perguruan
tinggi, dan memilih berbagai jurusan, serta memperdalam dan
mengembangkan berbagai cabang ilmu pengetahuan, sesuai dengan bakat dan
kemampuannya.
E. Pembentukan Masyarakat Islam Pertama (Sebuah Ilustrasi)
Mengenai masyarakat yang Islami, maka akan terbayang pada
masyarakat Islam pertama di Madinah pada awal-awal perkembangan Islam
dibawah bimbingan dan kepemimpinan dari Rasulullah saw. dimana beliau
benar-benar berhasil membangun masyarakat yang madani, yang belum ada
duanya di dunia ini.
Di Madinah Rasulullah telah mencontohkan dan membuktikan serta
memperlihatkan kepada seluruh dunia tatanan masyarakat yang sempurna,
dimana seluruh anggota masyarakat yang heterogen (beraneka ragam) itu
hidup damai, sejahtera, saling tenggang rasa, aman dan saling mencintai hidup
rukun berdampingan walaupun mereka berbeda suku, bangsa, keyakinan dan
ideologi.
13
Pembentukan masyarakat Islami untuk pertama kalinya, dikerjakan
sendiri oleh Rasulullah saw. Beliau memberi pelajaran kepada semua
ummatnya bagaimana seharusnya masyarakat Islam itu terbentuk, langkah-
langkah apa saja yang dilakukan oleh Rasulullah dalam membina masyarakat
Madinah yang heterogen itu, menjadi satu keluarga besar, yang
memperhatikan seluruh anggota masyarakatnya tanpa memandang asal suku
dan kabilahnya. Itulah keluarga Islam "masyarakat Islam".
Berikut penjelasan beberapa langkah praktis yang dilakukan oleh
Rasulullah dalam membentuk masyarakat Islam sebagai berikut,
1. Membangun mesjid
Di dalam masyarakat Islam mesjid berkedudukan sebagai pusat
pembinaan mental spiritual dan phisik material, tempat berhubungan
dengan Tuhan sepanjang zaman, yang akan melahirkan hubungan yang
kokoh antara hamba dengan Tuhannya dan akan menjadi sumber kekuatan
individu-individu muslim. Bagaimana tidak kaum muslimin diwajibkan
melakukan kejama'ahan shalat fardu yang lima di mesjid-mesjid, dan
shalat jum'at berjama'ah setiap minggu. Kejam'ahan shalat di mesjid inilah
yang akan membentuk jama'ah (masyarakat) Islam yang solid, menjadi
kultur (adat istiadat) perkampungan kaum muslimin, sehingga terwujud
masyarakat yang "la khaufun 'alaihim walahum yahzanun".
Selain itu mesjid bukan sekedar tempat untuk melaksanakan shalat
semata, tetapi juga menjadi sekolah bagi orang-orang Muslim untuk
menerima pengajaran dan bimbingan-bimbingan Islam, sebagai balai
14
pertemuan dan tempat untuk mempersatukan berbagai unsur kekabilahan
dan sisa-sisa pengaruh perselisihan semasa Jahiliyah, sebagai tempat untuk
mengatur segala urusan dan sekaligus sebagai gedung parlemen untuk
bermusyawarah dan menjalankan roda pemerintahan.
Kemudian diantara sistem dan prinsip Islam adalah tersebarnya
mahabba dan ukhuwah sesama kaum muslimin, tetapi ikatan ini tidak akan
terjadi kecuali dalam mesjid, dengan bertemunya kaum muslimin berkali-
kali dalam sehari dimana kedudukan, kekayaan dan status sosial lainnya
terhapuskan.
2. Pembinaan melalui persaudaraan kaum muslimin (kaum anshar dan
muhajirin)
Sebagai langkah selanjutnya, Rasulullah mempersaudarakan para
sahabatnya dari kaum Muhajirin dan Anshar. Sebab masyarakat manapun,
tidak akan berdiri tegak, kokoh tanpa adanya kesatuan dan dukungan
anggota masyarakatnya. Sedangkan dukungan dan kesatuan tidak akan
lahir tanpa adanya persaudaraan dan saling mencintai. Suatu masyarakat
yang tidak disatukan oleh tali ikatan kasih sayang dan persaudaraan yang
sebenarnya, tidak mungkin bersatu pada satu prinsip. Persaudaraan itu
harus didasari oleh aqidah yang menjadi idiologi dan faktor pemersatu.
Oleh sebab itu Rasulullah menjadikan aqidah Islamiyah yang bersumber
dari Allah swt. Sebagai asas persaudaraan yang menghimpun hati para
sahabatnya.
15
3. Perjanjian kaum muslimin dengan orang-orang di luar Islam (piagam
madinah)
Setelah Rasulullah mengokohkan persatuan kaum Muslimin, dan
telah berhasil memancangkan sendi-sendi masyarakat Islam yang baru,
dengan menciptakan kesatuan aqidah, politik dan sistem kehidupan di
antara orang-orang Muslim, maka langkah selanjutnya yang dilakukan
oleh Rasulullah adalah menawarkan perjanjian damai kepada golongan
atau pihak di luar Islam.
Secara garis besar perjanjian antara rasulullah dengan golongan di luar
Islam yang kemudian dikenal dengan nama Piagam Madinah, dapat
disebutkan empat prisip hukum yang terkandung di dalamnya, yaitu :
Pertama, pada pasal pertama disebutkan bahwa Islam adalah satu-
satunya faktor yang dapat menghimpun kesatuan kaum muslimin dan
menjadikan mereka satu ummat. Semua perbedaan akan sirna di dalam
kerangka kesatuan yang integral ini. Ini merupakan asas pertama yang harus
diwujudkan untuk menegakkan masyarakat Islam yang kokoh dan kuat.
Kedua, Pada pasal kedua dan ketiga disebutkan bahwa di antara ciri
khas terpenting dari masyarakat Islam ialah, tumbuhnya nilai solodaritas serta
jiwa senasib dan sepenanggungan antar kaum Muslimin. Setiap orang
bertanggungjawab kepada yang lainnya baik dalam urusan dunia maupun
akhirat.
Ketiga, Pada pasal keenam disebutkan betapa dalamnya asas
persamaan sesama kaum muslimin. Ia bukan hanya slogan, tetapi merupakan
16
salah satu rukun syari'at yang terpenting bagi masyarakat islam yang harus
diterapkan secara detil dan sempurna. Ini berarti bahwa jaminan seorang
Muslim, siapapun orangnya, harus dihormati dan tidak boleh diremehkan.
Keempat, Pada pasal kesebelas disebutkan bahwa hakim yang adil bagi
kaum Muslimin, dalam segala perselisihan dan urusan mereka, hanyalah
syari'at dan hukum Allah swt yaitu apa yang terkandung di dalam kitab Allah
swt dan sunnah Rasul-Nya. Jika mereka mencari penyelesaian bagi
problematika mereka kepada selain sumber ini maka mereka berdosa dan
terancam kesengsaraan di dunia dan siksa Allah swt di akhirat.
Adapun ciri-ciri masyarakat Islam yang ideal adalah diantaranya
sebagai berikut,
1. Masyarakat yang dibangun atas dasar tiang iman kepada Allah, Nabi,
Rasul, kitab-kitab samawi, hari kiamat, hari kebangkitan, perhitungan dan
pembalasan.
2. Masyarakat yang memandang tinggi nilai-nilai akhlak serta tata susila,dan
memberikan perhatian utama terhadap ilmu dan pendidikan.
3. Masyarakat yang saling hormat menghormati jga saling menghargai
(toleransi) dan lain-lain
17
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Agama Islam sangat mewajibkan akan pendidikan atau menuntut ilmu
pengetahuan kepada seluruh kaum muslimin baik pria maupun wanita sepanjang
hidupnya, sejak lahir sampai meninggal dunia. Dan agama Islam juga memberikan
kesempatan yang sama bagi semua penganutnya untuk mendapatkan pendidikan
atau belajar. Sebagaimana hadis nabi tentang kewajiban menuntut ilmu itu wajib
bagi laki-laki dan perempuan bahwa kewajiban menuntut ilmu itu terletak pada
pundak muslim laki-laki dan perempuan, tanpa kecuali dan tidak ada seorangpun
yang tidak mendapatkan pendidikan.
Fitrah dapat diartikan sebagai suatu dorongan ingin tahu kepada kebenaran
yang dibawa sejak lahir. Fitrah dari segi pandangan pendidikan diartikan sebagai
“potensi”
Menurut Ibnu Taimiyah membagi fitrah manusia kepada dua bentuk,
yaitu:
a. Fitrah al gharizat
b. Fitrah al munazalat
Kebebasan dalam pendidikan Islam, bahwasanya pendidikan Islam
memberi kebebasan untuk memilih, karena kebebasan merupakan syarat mutlak
untuk pengembangan potensi fitrah manusia serta kemampuannya untuk
berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.
18
Dalam lapangan pendidikan wanita berhak mendapat pendidikan dan
pengajaran, mulai dari pra sekolah, sampai kepada perguruan tinggi, dan memilih
berbagai jurusan, serta memperdalam dan mengembangkan berbagai cabang ilmu
pengetahuan, sesuai dengan bakat dan kemampuannya.
Pembentukan masyarakat Islami untuk pertama kalinya, dikerjakan sendiri
oleh Rasulullah saw.
Beberapa langkah praktis yang dilakukan oleh Rasulullah dalam
membentuk masyarakat Islam sebagai berikut,
a. Membangun mesjid
b. Pembinaan melalui persaudaraan kaum muslimin (kaum anshar dan
muhajirin)
c. Perjanjian kaum muslimin dengan orang-orang di luar Islam (piagam
madinah)
19
DAFTAR PUSTAKA
Ali, H.B Hamdani, Filsafat Pendidikan, Yogyakarta, Kota Kembang, 1986.
Arifin, H.M, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Akasara bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Depag, 1992.
Chabib Thoho, HM., Kapita Selekta Pendidikan Islam, Yogyakarta, Pustaka Pelajar Offset, 1996.
Djafar, Muhammad, Membina Pribadi Muslim, Jakarta, Kalam Mulia, 1994.
Drajat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, Cet. IV, 2000.
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan, Jakarta, PT Al-Husna Zikra, Cet. III, 1995,
http://gagaskarya.wordpress.com/2011/07/14/fitrah-manusia-dalam-pendidikan-islam/. diakses pada 4 april 2012, 09:45 am.
http://www.stidnatsir.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=112:pembinaan masyarakat-di-masa-rasulullah-saw-sebuah-tatanan-masyarakat-modren-pertama-di-dunia&catid=29:artikel&Itemid=86 diakses pada 14 april 2012 08:55
Ibnu Rusn, Abidin, Pemikiran Al-Gazali Tentang Pendidikan, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1998.
Juhairini, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 1992.
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Kalam Mulia, Cet. VI, 2008.
Syuqqah, Abu, Jati Diri Wanita Menurut Alquran dan Alhadis, Bandung, Al-Bayan, Cet. II, 1994.
Zainuddin, dkk., Seluk-beluk Pendidikan dari Al-Gazali, Jakarta, Bumi Aksara, 1991
20