makalah seminar proposal
DESCRIPTION
ffTRANSCRIPT
APLIKASI TANAH PASIR GUNA PERBAIKAN AERASI LAHAN
GAMBUT DALAM BUDIDAYA BAWANG MERAH
(Allium ascalonicum L.)
SEMINAR
USULAN PENELITIAN
Diajukan oleh :
Ayu Lestarie Sania
20110210032
Program Studi Agroteknologi
Kepada
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2014
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah merupakan lapisan permukaan bumi yang berasal dari bebatuan dan
telah mengalami serangkaian pelapukan oleh proses alam sehingga membentuk
regolit (lapisan partikel halus). Tanah pasir kuarsa di Palangka Raya mencapai
luas 33,6 % atau 89.955 hektar (BPS Palangka Raya, 2008). Tanah pasir tersebut
diklasifikasikan sebagai quartzipsamment, memiliki ciri pada fraksi 0,02 sampai
2,0 mm (debu hingga pasir) memiliki mineral resisten terhadap pelapukan
(umumnya kuarsa, atau rutil, zircon, turmalin dan beril) lebih besar dari 90 %
pada rata-rata tertimbang (Soil Survey Staff, 2003).
Tipe tanah seperti ini sulit untuk menahan air, tetapi mempunyai aerasi
dan drainase yang baik. Pada umumnya tanah pasir banyak didominasi mineral
primer jenis kuarsa (SiO2) yang tahan terhadap pelapukan dan sedikit mineral
sekunder. Mineral kuarsa mempunyai sifat ”inert” atau sulit bereaksi dengan
senyawa lain dan sukar mengalami pelapukan. Kondisi ini menjadikan tanah pasir
merupakan tanah yang tidak subur, kandungan unsur hara rendah dan tidak
produktif untuk pertumbuhan tanaman (Hanafiah, 2005).
Marjinalitas tanah pasir kuarsa di Palangka Raya merupakan kendala
utama. Ketidaksuburan tanah-tanah berpasir tersebut berhubungan erat dengan
kandungan kuarsa (SiO2) yang tinggi. Luas permukaan pasir yang kecil (2 – 3
m2/g) maka muatan permukaannya dapat diabaikan sehingga sangat kecil sekali
peranannya dalam ikut mempengaruhi reaksi kimia atau sifat-sifat kimia tanah.
Lahan gambut merupakan suatu ekosistem yang sangat spesifik dengan
kondisi yang selalu tergenang air (waterlogged). Lahan gambut umumnya disusun
oleh sisa-sisa vegetasi yang terakumulasi dalam waktu yang cukup lama dan
membentuk tanah gambut. Luas total lahan gambut di tiga pulau utama Indonesia
sebesar 14.905.574 ha yaitu Sumatera 6.436.649 ha, Kalimantan 4.778.004 ha,
dan Papua 2.644.438 ha (Ritung dkk, 2012).
Bawang merah (Allium ascalonicum L.) saat ini menjadi komoditas
sayuran yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Melonjaknya harga bawang merah
1
pada pertengahan tahun 2013 hingga mencapai harga Rp.100.000/kg
menyebabkan komoditas ini tergolong sebagai salah satu komoditas pencetus
inflasi. Hal serupa juga dialami di Palangka Raya, Kalimantan Tengah, komoditas
bawang merah juga menjadi penyebab inflasi. Upaya untuk mengembangkan
bawang merah mulai dilakukan di Palangka Raya, sejak akhir 2012 dan berhasil
dipanen pada Januari 2013 oleh Gubernur Kalimantan Tengah (Firmansyah dan
Anto, 2013). Wibowo (1994) menyatakan bahwa bawang merah dapat ditanam di
dataran rendah sampai ketinggian 900 mdpl dengan suhu 20 – 30 oC. Kondisi
tanah yang dibutuhkan oleh tanaman bawang merah adalah tanah yang subur,
drainase dan aerasi yang baik dan kaya bahan organik. Pengembangan lebih lanjut
dilakukan pada pertengahan tahun 2013 dengan varietas Super Philips. Beberapa
petani mampu panen terbaik umbi bawang merah kering hingga 12,4 ton/hektar
di lahan pasir kuarsa, sedangkan di lahan gambut panen terbaik sebesar 5,8
ton/hektar (Firmansyah 2014). Pengalaman pengembangan budidaya bawang
merah di lahan marjinal terutama lahan gambut menjadi tantangan tersendiri.
Untuk meningkatkan hasil bawang merah tersebut maka perlu dilakukan
penelitian dengan mengaplikasikan tanah pasir untuk perbaikan aerasi tanah
gambut pada bawang merah.
B. Rumusan Masalah
Pada umumnya hasil bawang merah di lahan gambut di Palangka Raya
mencapai 5,8 ton per hektar dan hasil ini lebih rendah dibanding produktivitas
lahan pada umumnya yang mencapai 6 – 25 ton per hektar.
Tanah gambut merupakan tanah organik yang cenderung jenuh air.
Kondisi retensi air yang tinggi inilah yang menghambat perkembangan umbi
bawang merah.
Salah satu untuk mengurangi tingkat kejenuhan air tanah gambut adalah
dengan memberikan bahan mineral ke dalam satuan volume tanah gambut. Tanah
pasir kuarsa merupakan jenis tanah yang banyak tersebar di Palangka Raya
sehingga memiliki potensi memperbaiki aerasi tanah gambut, sehingga dengan
diperbaikinya aerasi, pertumbuhan dan perkembangan umbi bawang merah dapat
2
ditingkatkan. Selain itu juga, petani di Palangka Raya telah mengkombinasikan
antara tanah pasir dan tanah gambut pada budidaya bawang merah namun belum
menemukan dosis yang tepat untuk pencampuran kedua bahan tersebut. Dengan
permasalahan tersebut maka dalam penelitian ini dirumuskan beberapa masalah
antara lain :
1. Apakah penambahan sejumlah tanah pasir dapat memperbaiki aerasi
tanah gambut?
2. Apakah penambahan pasir ke dalam media tanam tanah gambut dapat
meningkatkan pertumbuhan dan hasil bawang merah?
3. Berapakah dosis kombinasi tanah pasir dan tanah gambut yang tepat
dalam budidaya bawang merah?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengkaji pengaruh penambahan pasir ke dalam media tanam gambut
pada pertumbuhan dan hasil bawang merah.
2. Mendapatkan kombinasi tanah pasir dan tanah gambut yang tepat
dalam budidaya bawang merah.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Bawang merah
Tanaman bawang merah termasuk tanaman berumbi atau spermatophyte,
memiliki biji tunggal dan memiliki ciri akar serabut. Tanaman bawang merah ini
memiliki nama latin Allium ascalonicum L. Berikut ini disajikan taksonomi
tanaman bawang merah : Divisio (Spermatophyta), Sub – division
(Angiospermae), Kelas (Monocotyledoneae), Ordo (Lilialaes), Famili (Liliales),
Genus (Allium) dan Spesies (Allium ascalonicum L.).
Umumnya bawang merah di dataran rendah memiliki umur hingga 60 – 80
hari setelah tanam ( HST ). Sedangkan untuk bawang merah yang ditanam di
dataran tinggi memiliki umur yang lebih lama yaitu 90 – 110 HST (Suwandi,
2014). Potensi hasil bawang merah pada umumnya yakni 6 – 25 ton/hektar.
3
B. Lahan Gambut
Lahan gambut merupakan salah satu proses pembentukan tanah organik
yang dapat terjadi manakala situasi iklim dan topografi suatu wilayah
menyebabkan proses akumulasi bahan organik melebihi proses dekomposisinya.
Luas tanah gambut (Histosol) di Kalimantan Tengah sekitar 2.659.234
hektar. Berdasarkan kedalaman gambutnya, maka dikelompokkan sebagai berikut
: 1) 50 – 100 cm seluas 572.372 hektar, 2) 100 – 200 cm seluas 508.648 hektar, 3)
200 –300 cm seluas 632.989 hektar dan 4) > 300 cm seluas 945.225 hektar (Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, 2011 ).
Tanah gambut memiliki kandungan bahan organik lebih dari 30% dan
tebalnya lebih dari 40 cm ( Hardjowigeno, 1993 ). Sifat tanah gambut umumnya
memiliki reaksi sangat asam, mengandung bahan organik tinggi, memiliki muka
air tanah dangkal, rawan terhadap keracunan akibat asam – asam organik yang
dilepaskan tanah gambut, serta rawan terbakar saat kemarau.
Pengelolaan tanah gambut umumnya memperbaiki tata air, melalui
pembuatan saluran drainase sehingga daerah perakaran dapat ditanami. Pemberian
amelioran seperti kapur diperlukan untuk mengurangi kemasamannya, sedangkan
petani sayuran di Kalampangan juga menggunakan abu bakaran sisa penyiangan
gulma dan tanah subur (topsoil).
a. Sifat fisik tanah gambut
Sifat fisik tanah gambut yang berpengaruh dalam pemanfaatannya
untuk pertanian yaitu daya menahan beban, penurunan permukaan
gambut, mengering tidak balik, kadar air dan berat isi.
b. Sifat kimia tanah gambut
Sifat kimia tanah gambut yang berpengaruh penting terhadap
pertumbuhan tanaman yaitu kemasaman tanah, kapasitas tukat kation
(KTK) dan basa – basa, fosfor, unsur mikro, komposisi kimia dan
asam fenolat gambut.
4
C. Tanah Pasir Kuarsa
Menurut Gunawan Budiyanto (2014), lahan pasir termasuk lahan tanah
Regosol yang dalam taksonomi tanah lebih dikenal dengan sub – ordo Psamments
yang berarti pasir dari ordo Entisol. Jenis tanah Regosol pada umunya belum
menampakkan diferensiasi horizon, meskipun pada tanah yang telah tua horizon
sudah mulai terbentuk horizon Al lemah, berwarna kelabu, mengandung bahan
yang belum atau masih baru mengalami pelapukan (Munir, 1996), sehingga
perkembangan selanjutnya dipengaruhi oleh kondisi setempat, mempunyai
kandungan bahan organik renddah, kandungan air dan lempung rendah sehingga
membatasi pemanfaatannya.
Firmansyah (2013) mengungkapkan bahwa tanah pasir kuarsa memiliki
peluang ditemukannya mineral fraksi pasir yaitu kuarsa mencapai 90 – 97 % dan
< 10 % berupa kalsedon dan lapukan. Kemampuan menahan air pada tanah
bertekstur kasar lebih kecil daripada tanah bertekstur halus. Menurut
Hardjowigeno (2003) tanah pasir umumnya jika ditanami akan lebih mudah
kekeringan daripada tanah bertekstur lempung atau liat.
Tanah kuarsa ini selain bertekstur kasar, juga sangat miskin hara dan daya
memegang unsur hara juga sangat rendah, sumber unsur hara umumnya dari
lapisan organik dipermukaan tanah. Penambahan unsur hara mutlak diperlukan
baik dari pupuk organik (pupuk kandang, kompos) yang relatif lebih banyak
dibandingkan tanah tidak berpasir, pupuk anorganik (Urea, SP36, KCl, NPK
majemuk, unsur mikro), kapur, bahkan penambahan tanah bertekstur halus seperti
lempung hingga liat sangat baik bagi peningkatan kesuburan tanah.
D. Hipotesis
Diduga dengan menggunakan perlakuan aplikasi pasir 30 % dan gambut
70 % dibandingkan gambut 100 % dapat meningkatkan hasil bawang merah.
5
III. TATA CARA PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu
Penelitian akan dilaksanakan di lahan gambut Kelurahan Jekan Raya,
Kecamatan Bukit Tunggal, Kota Palangka Raya, Provinsi Kalimantan Tengah
pada bulan Februari – April 2015.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah polybag 30 x 40 cm, gembor, tangki semprot,
alat tulis, cutter, kertas label, cangkul, timbangan kg, timbangan analitik dan
kamera.
Bahan yang digunakan adalah benih bawang merah varietas Sembrani,
kompos, dolomit, tanah gambut, tanah pasir, abu bekas pembakaran lahan, pupuk
NPK Yara Mila, pupuk SP36 dan fungisida Antracol.
C. Metode Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan dengan metode percobaan lapangan yang
disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal. Adapun
perlakuan yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. GP1 = 100 % : 0 % (gambut : pasir)
2. GP2 = 90 % : 10 % (gambut : pasir)
3. GP3 = 80% : 20 % (gambut : pasir)
4. GP4 = 70 % : 30 % (gambut : pasir)
5. GP5 = 60 % : 40 % (gambut : pasir)
Setiap perlakuan terdapat 12 polybag sebagai ulangan, sehingga diperoleh
5 x 12 = 60 unit percobaan.
6
D. Cara Penelitian
a. Persiapan benih
Bobot umbi bibit yang optimal adalah 3 – 4 gram/umbi.Umbi bibit
yang baik yang telah disimpan 2 – 3 bulan dan umbi masih dalam ikatan. Bibit
bawang yang akan ditanam dipangkas seperempat ujungnya dan diberi
perlakuan benih (Seed treatment). Pemberian fungisida Antracol atau Dithane
dengan dosis 100 g/kg benih.
b. Persiapan media tanam
Media tanam seberat 5 kg dipersiapkan dengan komposisi :
a. Tanah gambut 5 kg
b. Tanah gambut 4,5 kg dan tanah pasir 0,5 kg
c. Tanah gambut 4 kg dan tanah pasir 1 kg
d. Tanah gambut 3,5 kg dan tanah pasir 1,5 kg
e. Tanah gambut 3 kg dan tanah pasir 2 kg
Pupuk dasar berupa kompos yang terdiri atas campuran pupuk
kandang sapi 12 ton per hektar (36 gram per polybag), NPK Yara Mila
sebanyak 500 kg per hektar (1,5 gram per polybag), SP36 sebanyak 200 kg
per hektar (1,5 gram per polybag) dan kapur dolomit sebanyak 1,3 ton per
hektar (3,9 gram per polybag). Polybag yang dipakai memiliki ukuran 30 cm x
40 cm.
c. Penanaman
Bibit bawang merah ditanam di polybag sejumlah 1 umbi per polybag.
Umbi ditanam ke media tanam hingga hanya leher umbi. Kebutuhan umbi
yang dibutuhkan yakni 60 umbi bawang merah dan 10 cadangan umbi bawang
merah.
d. Pemeliharaan
1. Penyiraman dilakukan dua kali sehari, yaitu pagi dan sore hari, jika
kondisi kering karena tidak ada curah hujan. Kegiatan pengairan di
awal pertumbuhan tanaman bawang merah dilakukan secara
intensif antara 2 – 5 kali dalam seminggu hingga umur 40 hari
setelah tanam. Pada tahap pembentukan umbi, maka pengairan
7
secara berangsur – angsur dikurangi untuk mencegah pembusukan
umbi.
2. Pupuk susulan diberikan hanya sekali pada umur tanaman bawang
merah 20 hari. Pupuk susulan berupa NPK Yara Mila sebanyak
200 kg/hektar (0,6 gram per polybag).
3. Penyiangan dilakukan untuk membersihkan gulma disekitar
bawang merah. Pengendalian gulma dilakukan secara manual
sebanyak 3 kali, yaitu pada 15, 30, dan 45 hari setelah tanam.
4. Pembumbunan dilakukan dengan tujuan untuk menjaga agar semua
pekarangan bawang merah tertutup tanah dengan sempurna.
5. Pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) dilakukan
secara rutin menggunakan fungisida sistemik dan kontak secara
bergantian setiap tiga hari sekali. Selain itu dilakukan
penyemprotan pada pagi hari dengan air biasa jika malam hari
terjadi hujan atau kabut embun yang tebal. Pengendalian ulat
dilakukan saat terjadi serangan awal.
e. Panen
Bawang merah dipanen pada umur 60-an hari yang ditandai daun
mulai menguning secara merata, pangkal daun kempes, dan umbi bawang
telah nampak bernas/berisi.
E. Parameter yang Diamati
1. Pengamatan Satu Minggu Sekali Terhadap 4 Tanaman
a. Tinggi tanaman (cm)
Pengamatan dilakukan dengan menggunakan penggaris yang
satuannya centimeter (cm). Pengukurannya dimulai dari dasar pangkal
tanaman bawang merah yang bersentuhan dengan permukaan tanah hingga
ujung daun tertinggi pada tanaman bawang merah.
b. Jumlah daun (helai)
Perhitungan jumlah daun yang masih tegak atau yang dapat di
identifikasi dengan mudah.
8
2. Pengamatan Terhadap 4 Tanaman Pada Umur Tanaman Bawang
merah 2 dan 4 Minggu
a. Panjang akar (cm)
Pengamatan panjang akar tanaman dilakukan pada umur 2 dan 4
minggu dengan menggunakan 4 tanaman korban. Caranya dengan
mencabut tanaman bawang merah tersebut hingga akarnya kemudian akar
bawang merah diukur dengan menggunakan mistar dari pangkal akar
hingga akar yang terpanjang.
b. Berat kering akar ( gram )
Pengamatan berat kering akar dilakukan pada umur 2 dan 4 minggu
dengan menggunakan 4 tanaman korban. Pengamatan berat kering akar
yaitu dijemur di bawah sinar matahari selama 24 jam dan dioven pada
suhu 60oC sampai bobotnya konstan. Pengamatan berat kering akar
dilakukan dengan cara menimbang akar yang sudah kering oven
menggunakan timbangan analitik yang satuannya gram.
c. Berat kering tanaman ( gram )
Pengamatan berat kering tanaman dilakukan pada umur 2 dan 4
minggu dengan menggunakan 4 tanaman korban. Caranya dengan
ditimbang, dimasukkan ke dalam oven dan ditimbang hingga konstan.
d. Proliferasi akar
Pengamatan proliferasi akar dilakukan pada umur 2 dan 4 minggu
dengan menggunakan 4 tanaman korban. Caranya dengan di ploting diatas
kertas milimeter blok kemudian mengambil gambar perakaran bawang
merah.
3. Pengamatan Akhir Penelitian Terhadap 4 Tanaman
a. Berat umbi per tanaman ( gram )
Pengamatan berat segar umbi dilakukan setelah panen dengan
menggunakan umbi bawang merah. Caranya dengan menjemur seluruh
umbi bawang merah, dipisahkan dari akarnya, ditimbang dan diukur kadar
airnya.
9
b. Jumlah umbi per rumpun
Perhitungan jumlah umbi per rumpun dengan sampel 4 tanaman.
Jumlah umbi per rumpun dihitung dari setiap tunas yang memiliki titik
tumbuh daun yang menghasilkan umbi bawang merah pada tanaman
bawang merah.
c. Hasil (ton/hektar)
Hasil ini didapatkan dari berat umbi per tanaman yang akan dikonversi
ke dalam ton/hektar.
F. Analisis Data
Data yang diperoleh dari masing – masing parameter disidik ragam pada
taraf 5%. Untuk membedakan rata – rata pengaruh perlakuan yang berbeda nyata
diuji jarak berganda Duncan 5 %.
G. Jadual Penelitian
Kegiatan
Waktu Kegiatan
Februari Maret April
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
Penyiapan Alat
dan Bahan
Persiapan
Benih
Persiapan
Media Tanam
Penanaman
Pengamatan
Tanaman
Pemeliharaan
tanaman
Panen
Analisis Data
Pembuatan
Laporan
Evaluasi
10
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2014. Bawang Merah Sembrani Tahan Uji di Lahan Gambut.
file:///D:/Bawang%20Merah%20Sembrani%20Tahan%20Uji%20di%20La
han%20Gambut%20-%20Lain-lain%20-%20Berita%20-
%20Litbang%20Pertanian.htm. Akses tanggal 3 April 2014.
Anonim.2014. Teknik Budidaya Bawang di Musim Hujan.
http://maluku.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?option=com_content&vi
ew=article&id=338:teknik-budidaya-bawang-di-musim-
hujan&catid=15:benih. Akses tanggal 3 April 2014.
Anonim. 2014. Balitsa. http://balitsa.litbang.deptan.go.id/ind/index.php/berita-
terbaru.html?start=24. Akses tanggal 3 April 2014.
Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian-BBSDLP.2011. Teknologi
Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan untuk Meningkatkan
Sekuestrasi Karbon dan Mitigasi Gas Rumah Kaca. Balai Besar Litbang
Sumberdaya Lahan Pertanian.Bogor.
BPS Palangka Raya. 2008. Kota Palangka Raya dalam angka.
Buckman, H.O and N. C. Brady. 1982. The Natural and Properties of Soil.
Terjemahan Ilmu Tanah.Bhratara Karya Aksara. Jakarta.
Firmansyah, MA dan Anto, A. 2013. Budidaya bawang merah di lahan marjinal
luar musim. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan
Tengah, Palangka Raya. 50 hal.
Firmansyah, MA. 2014. Laporan evaluasi hasil pertanaman bawang merah 2013.
Makalah disampaikan pada Rapat Evaluasi Kegiatan Pengembangan
Bawang Merah di Aula Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi
Kalimantan Tengah, Palangka Raya, 19 Pebruari 2014. 143 hal.
Gunawan Budiyanto. 2014. Manajemen Sumberdaya Lahan. LP3M Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta. Hal: 147 – 172.
Hanafiah, K.A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Raja grafindo Persada, Jakarta.
Hal: 60 – 72.
Hardjowigeno, S. 1993. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo.Jakarta.
Hilman, Y. 2011. Petunjuk Teknis Budidaya Aneka Sayuran. Penerbit Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Jakarta. 121 hal.
Nur Muhammad. 2013. Teknologi Budidaya Bawang Merah Lahan Marjinal di
Luar Musim. Kepala Bank Indonesia Provinsi Kalimantan
Tengah.Kalimantan Tengah. 23 hal.
Ridwan, K dan Sayekti.2012.‘Usaha tani bawang merah di tengah perdagangan
bebas regional ACFTA’, Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
vol. 34, no. 4, hlm. 10-2.
Ritung, S, Wahyunto dan Nugroho, K. 2012. ‘Karakteristik dan sebaran lahan
gambut di Sumatera, Kalimantan dan Papua’, Prosiding Seminar Nasional
Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan, Badan Litbang Pertanian, hlm.
47- 61.
Satsijati dan Koswara.1993. ‘Studi penerapan formulasi teknologi cabe dan
bawang merah di lahan pasang surut’,J. Hort. vol. 3, no. 1, hlm. 13-20.
Soil Survey Staff.2003. Key to Soil Taxonomy. 9th Edition. United States
Departement of Agriculture. Natural Resources Conservation Service.
New York.
Sulastri, F. 2012. Pengaruh Proporsi Penambahan Kompos Biopa dan Mulsa
Jerami Terhadap Serapan Hara Na, Mg Serta Kandungan Klorofil
Tanaman Kacang Hijau (Phaseolus Radiatus l.) Yang Ditanam Di
Kawasan Pantai Pandansari Bantul. S1 Skripsi, Universitas Negeri
Yogyakarta.Yogyakarta.
Suwandi. 2014. Bawang Merah. balitsa. litbang. deptan. go. id/ind/index.
php/penelitian/hasil-penelitian. Html//download=177:18041621-
suwandi&start=6. Akses tanggal 3 April 2014.
LAMPIRAN
Lampiran I. Kebutuhan Pupuk Per Tanaman
a. ∑tanaman/hektar =
=
= 333.333 tanaman
b. Dosis pupuk kandang sapi/tanaman =
=
= 36
gram/tanaman
c. Dosis pupuk NPK/tanaman =
=
= 0,6 gram/tanaman
d. Dosis pupuk SP36/tanaman =
=
= 0,6 gram/tanaman
Lampiran II. Kebutuhan Tanah Gambut dan Pasir Per Polybag
a. Tanah Gambut 100 % = 5 kg
b. Tanah Gambut 90 % =
c. Tanah Gambut 80 % =
d. Tanah Gambut 70 % =
e. Tanah Gambut 60 % =
f. Tanah Pasir 10 % = 5 kg – 4,5 kg = 0,5 kg
g. Tanah Pasir 20 % = 5 kg – 4 kg = 1 kg
h. Tanah Pasir 30 % = 5 kg – 3,5 kg = 1,5 kg
i. Tanah Pasir 40 % = 5 kg – 3 kg = 2 kg