makalah pbl ikterus1
DESCRIPTION
bmvn,,xfhTRANSCRIPT
DAFTAR ISI
Daftar isi .................................................................................................1
Pendahuluan .................................................................................................2
Isi .................................................................................................3
Pembahasan
A. anamnesis ..................................................................... 3
B. pemeriksaan ..................................................................... 3
a.fisik ..................................................................... 3
b.penunjang ..................................................................... 4
C. diagnosis ..................................................................... 7
a.working diagnosis ..................................................................... 7
b.differensial diagnosis.................................................................... 8
D. gejala klinis ..................................................................... 12
E. patofisiologi ..................................................................... 13
F. epidemiologi ..................................................................... 17
G. etiologi ..................................................................... 18
H. penatalaksanaan ..................................................................... 18
I. prognosis ..................................................................... 19
J. pencegahan ..................................................................... 19
Penutup
Kesimpulan ............................................................................................. 21
Daftar Pustaka............................................................................................. 22
1
PENDAHULUAN
Latar belakang
Ikterus adalah perubahan warna kulit, skelera mata atau jaringan lainnya ( membran mukosa)
yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat konsentrasinya dalam
sirkulasi darah. Bilirubin dibentuk sebagai akibat pemecahan cincin hem, biasanya sebagai
akibat metabolisme sel darah merah.
Akibatnya bertambahnya bilirubin dalam serum, maka bayi kelihatan kuning. Derajat
kuningnya bayi tidak selamanya sesuai dengan Kadar bilirubin serum. Pemeriksaan Kadar
bilirubin sangat penting untuk menentukan keadaan klinik yang di hadapi.
Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk memenuhi tugas PBL Tumbuh Kembang yakni membuat hasil tertulis pribadi.
2. Untuk mempelajari tentang Ikterus
- Anamnesis dan pemeriksaan
- Diagnosis
- Gejala klinis
- Patofisiologi
- Epidemielogi
- Etiologi
- Penatalaksanaan
- Prognosis
- Pencegahan
2
ISI
PEMBAHASAN
A. ANAMNESIS2,6,8
Anamnesa adalah cara pemeiksaan yang dilakukan dengan wawancara, baik langsung kepada
pasien (autonamnesis) maupun kepada orang tua atau sumber lain ( aloanamnesis) misalnya
orang tua/wali atau pengantar.
Menanyakan waktu dan berapa lama timbulnya ikterus
Riwayat penyakit keluarga
o Riwayat ikterus pada kehamilan sebelumnya
o Riwayat ikterus pada keluarga
o Adanya turunan anemia pada keluarga
o Riwayat penyakit hepar
Riwayat saat hamil
o Ibu pernah terinfeksi virus
o Obat –obatan yang pernah dipakai selama kehamilan
o Terjadi trauma saat lahir
Menanyakan riwayat setelah lahir
o Warna feses acholic atau tidak
o Pemberian ASI atau tidak
o Adanya penurunan berat badan
o Adanya gejala atau tanda dari hipotiroid
o Adanya gejala atau tanda dari kelainan metabolism (galaktosemia, dll)
B. PEMERIKSAAN
a. Fisik2,6,8
Pada pemeriksaan fisik, salah satu indicator adanya kelainan pada hepar adalah timbulnya
ikterus. Ikterus adalah timbulnya warna kuning pada kulit, plasma, membrane mukosa dan
sclera mata. Ikterus juga biasanya berkaitan dengan urine yang hitam pekat dan feses yang
acholic.
3
Dapat pula melakukan palpasi untuk memeriksa adanya hepatomegali. Ukuran hepar normal
pada neonates adalah 3.5 cm di atas arcus costa sedangkan pada anak-anak adalah 2 cm di
atas arcus costa. Pada hepatomegali, biasanya perbesaran hepar sampai dibawah arcus costa
dan diukur berapa jari dari arcus costa. Juga di raba konsistensi dari hepar( lunak atau keras),
bentuk dari dari hepar (tumpul atau lancip) dan teraba adanya penonjolan masa atau tidak.
b. Penunjang5,8
Peningkatan aminotransminase sensitive sebagai penanda adanya kerusakan pada
hepatoselular. Pada kerusakan hepar yang akut yang disebabkan hepatitis virus, obat dan
toxin, shock, atau kelainan metabolism dan syndrome reye ditandai dengan peningkatan
akitivitas aminotransminase. Pada penyakit hepar kronik atau obstruksi empedu baik
intrahepatic dan ekstrahepatik, peningkatan aminotransminase kurang sensitive. Pada
hepatitis akut peningkatan ALT lebih besar dari AST, sedangkan bila disebabkan alcohol,
infeksi echovirus fulminan dan kelainan metabolism lebih didominasi dengan peningkatan
AST.
Pada cholestasis (obstuktif) ditandai adanya regurgitasi substansi empedu pada serum ,
peningkatan total bilirubin juga biliribun indirect dan peningkatan alkalin fosfatase sebagai
indicator adanya proses obstruksi dan inflamasi pada saluran empedu.
Memastikan peningkatan bilirubin direct atau bilirubin indirect membantu penyebab dari
peningkatan tersebut, apakah dari hemolisis atau kelainan dari fungsi hepar dan fungsi eksresi
hepar.
Peningkatan bilirubin indirect biasanya disebabkan oleh peningkatan produksi , adanya
hemolisis penurunan uptake hepar
Peningkatan bilirubin direct biasanya disebabkan adanya penurunan eksresi akibat
kerusakan sel hepar, penyakit pada saluran empedu, sepsis, adanya inflamasi atau
obstruksi pada hepar.
Pemeriksaan ikterus neonatorum sangat tergantung pada saat terjadinya ikterus, intensitas
ikterus ( kadar bilirubin serum ), jenis bilirubin, dan sebab terjadinya pemeriksaan yang perlu
dilakukan didasarkan pada hari timbulnya ikterus dan naiknya kadar bilirubin serum.
Ikterus yang timbul dalam 24 jam pertama
Pemeriksaan perlu dilakukan, baik pada bayi maupun pada Ibu.
4
Bayi : 1. Kadar bilirubin serum dan kadar albumin
2. Pemeriksaan darah tepi lengkap
3. Golongan darah ( ABO, Rh, dan lain-lain )
4. Coombs test ( langsung dan tidak langsung dengan titernya ).
Direct dan Indirect.
5. Kadar G6PD ( atau pemeriksaan skrining terhadap defisiensi G6PD ).
6. Biakan darah atau Kultur darah.
Ibu : 1. Golongan darah.
2. Coombs test tidak langsung dengan titernya.
Tindakan
1) Transfusi tukar darah bila telah dipenuhi syarat-syaratnya.
2) Bila belum dipenuhi syarat-syaratnya, diberikan terapi sinar. Bilirubin diperiksa setiap 8
jam. Kalau kenaikan kadar bilirubin tetap 0,3 – 1 mg % per jam, sebaiknya dilakukan
transfusi tukar darah, apalagi kalau yang dihadapi inkompatibilitas golongan darah.
Ikterus yang timbul sesudah 24 jam pertama
Ikterus yang timbul sesudah hari pertama, tetapi masih pada hari kedua dan ketiga, biasanya
merupakan ikterus fisiologok. Walaupun demikian, harus diawasi dengan teliti. Pemeriksaan
bilirubin dilakukan hanya sekali, selanjutnya pengawasan klinik. Dalam hal ini amnesis
kehamilan dan kelahiran yang lalu sangat menentukan tindakan selanjtnya. Bila bayi nampak
sakit dan ikterus dengan cepat menjadi berat, maka pemeriksaan dan tindakan harus
dilakukan seperti pada ikterus pada hari pertama.
Ikterus yang timbul sesudah hari ke- 4
Pada umunya ikterus yang timbul pada hari ke- 4 atau lebih bukan disebabkan oleh penyakit
hemolitik neonatus. Kemungkinan besar itu disebabkan oleh infeksi: bakteri, virus, atau
protozoa yang terjadi postnatal.Jadi pemeriksaan harus ditujukan ke arah sepsis neonatorum,
pyelonephritis, hepatitis neonatorum, toxoplasmosis, dan lain-lain.
Kemungkinan lain ialah pengaruh obat, misalnya obat sulfa tau Novobiocin, dan defisiensi
enzyma eritrosit, yaitu defisiensi G-6-PD, Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan
ialah kadar bilirubin serum, jenis bilirubin dalam serum, biakan darah, biakan air kencing,
dan kalau perlu dilakukan pemeriksaan serologik terhadap virus dan toxoplasma. Pada
persangkaan hepatitis neonatorum biopsi hepar perlu dilakukan.
5
Kadar bilirubin diperiksa setiap 24 jam. Bila dalam pemeriksaan selanjutnya kadar bilirubin
tetap baik, maka pengobatan dengan phenobarbital dapat ditukar dengan terapi
sinar.Demikian pula kalau terapi sinar gagal, sehingga kadar bilirubin mencapai 20 mg%,
dilakukan transfusi tukar darah. Ikterus yang menetap atau bertambah sesudah minggu
pertama. Selain dapat ditimbulkan oleh hal-hal yang telah disebut pada ikterus sesudah hari
keempat, sebab-sebab lain sangat tergantung pada jenis bilirubin yang meningkat.
Kalau bilirubin terutama dalam bentuk tidak langsung dan faktor-faktor di atas telah
disingkirkan, maka harus dipikirkan breasmilk jaundice, hypothyreoidismus, galaktosemia,
sindroma Criggler Najjer, dan lain-lain. Kalau bilirubin terutama dalam bentuk bilirubin
langsung, haruslah dipikirkan faktor obstruksi, misalnya hepatitis neonatorum dan obstruksi
saluran empedu.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan ialah kadar bilirubin darah ( langung dan tidak langsung),
biakan darah, biopsi hepar, dan pemeriksaan serologik terhadap virus, toxoplasma, dan lain-
lain.
Radiologi5,8
Bermacam- macam teknik imaging digunakan untuk membantu mendiagnosa ukuran,
bentuk arsitektur dari hepar dan anatomi dari saluran empedu baik intrahepatik dan
ekstrahepatik. Walaupun gambaran rontgen tidak secara tepat memberikan kelainan
histologik dan biokimia tapi dapat membari jawaban untuk mendiagnosa hepatomegali yang
disebabkan perlemakan , tumor ataupun kista.
1. Foto rontgen
Dapat mendiagnosa adanya hepatomegali, tapi pemeriksaan fisik lebih aman untuk
mengetahui perbesarannya. Densitas hati akan berkurang dari normalnya pada
perlemakan hati dan meningkat densitasnya pada penumpukan besi pada jaringan.
2. USG
USG dapat member informasi tentang ukuran, komposisi dan aliran darah pada hati.USG
telah menggantikan cholangiography untuk mendeteksi adanya batu pada kantung
empedu dan saluran empedu. Termasuk pada neonates USG dapat mengetahui ukuran
kantung empedu, mendeteksi adanya dilatasi pada saluran empedu juga kista pada
choledochus. Pada infants dengan biliary atresia, kantung empedu biasanya kecil ataupun
tidak ada. Pada pasien hipertensi porta , USG dapat mengetahui adanya sumbatan pada
porta dan saluran kolateral.
6
3. Computed tomography (CT)
Memberikan informasi yang sama dengan USG namun lebih akurat dalam mendiagnosa
adanya lesi seperti tumor, kista dan abses. Menggunakan bahan kontras, obat sedasi yang
dosis tinggi atau anestesi umun. CT merupakan metode yang sangat baik dalam
mendiagnosa tumor hati, dari anatomis, bentuk dan vaskularisasi.
4. Cholangiography
Memberikan tampilan saluran empedu intrahepatik dan ekstrahepatik secara langsung
dengan menggunakan kontras. Untuk mengevaluasi penyebab, lokasi dari sumbatan
saluran empedu. Percutaneus transhepatic cholangiography menggunakan jarum yang
langsung ditusukkan pada saluran empedu. PTC merupakan pilihan pada infant dan
anak-anak.
5. Endoscopic retrograde cholangiopancreatography
Merupakan metode alternatives untuk memeriksa saluran empedu pada anak yang lebih
besar. Memasukkan kontras dengan endoskopi melalui papilla vateri dan
menginjeksikannya sampai saluran empedu dan pancreas.
C. DIAGNOSIS
a. Working diagnosis
IKTERUS NEONATORUM2,4
Ikterus Neonaturum adalah keadaan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir. Ikterus juga
disebut Hiperbilirubinemia. Yang dimaksud ikterus pada BBL (bayi baru lahir) adalah
meningginya kadar bilirubin didalam jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva,
mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning. Ikterus pada bayi baru lahir terdapat pada
25-50% neonatus cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada neonatus kurang bulan. Ikterus pada
bayi baru lahir merupakan suatu gejala fisiologis atau dapat merupakan hal patologis.
Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit atau jaringan lain akibat penimbunan bilirubin
dalam tubuh. Ikterus (Jaundice) adalah perubahan warna kulit menjadi kuning akibat
pewarnaan jaringan oleh bilirubin.
Ikterus neonatorum (Neonatal jaundice) merupakan fenomena biologis yang timbul akibat
7
tingginya produksi dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi pada neonatus.
Pada neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih tinggi dibanding orang dewasa
normal. Hal ini dapat terjadi karena jumlah eritosit pada neonatus lebih banyak dan usianya
lebih pendek.
Keadaan bayi kuning (ikterus) sangat sering terjadi pada bayi baru lahir, terutama pada
BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah). Banyak sekali penyebab bayi kuning ini. Yang sering
terjadi adalah karena belum matangnya fungsi hati bayi untuk memproses eritrosit ( sel darah
merah). Pada bayi usia sel darah merah kira-kira 90 hari. Hasil pemecahannya, eritrosit harus
diproses oleh hati bayi. Saat lahir hati bayi belum cukup baik untuk melakukan tugasnya. Sisa
pemecahan eritrosit disebut bilirubin, bilirubin ini yang menyebabkab kuning pada bayi.
Kejadian ikterus pada bayi baru lahir (BBL) sekitar 50% pada bayi cukup bulan dan 75%
pada bayi kurang bulan (BBLR). Kejadian ini berbeda-beda untuk beberapa negara tertentu,
beberapa klinik tertentu di waktu tertentu. Hal ini disebabkan oleh perbedaan dalam
pengelolaan BBL ynag pada akhir-akhir ini mengalami banyak kemajuan.
BBLR menjadi ikterus disebabkan karena sistem enzim hatinya tidak matur dan bilirubin tak
terkonjugasi tidak dikonjugasikan secara efisien 4-5 hari berlalu. Ikterus dapat diperberat oleh
polisitemia, memar, infeksi, dan hemolisis.
BBLR ini merupakan faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas, dan disabilitas
neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupan di
masa depan.
b. Diferensial diagnosis
1. Defisiensi enzim4
Enzim adalah protein dan senyawa organik yang dihasilkan oleh sel hidup. Enzim merupakan
katalisator biologis yang mempercepat reaksi kimia didalam sel hidup. Reaksi itu bisa timbal
balik. Enzim tersebut ada yang spesifik untuk suatu reaksi tetapi ada pula satu reaksi yang
dapat dikatalisasi oleh bermacam-macam enzim. Sekarang sudah dikenal ribuan enzim pada
proses kimia dalam tubuh. Berat molekulnya antara 12.700 – 1.000.000.
Enzim terdiri atas bagian protesis yaitu bagian yang tidak mengandung vitamin atau mineral
8
dan bagian yang mengandung protein yang terdiri dari atas polipeptida. Enzim terdiri atas 6
kelas yaitu :
1. Oksidoreduktase misalnya LDH.
2. Transferase misalnya Alanin aminotransferase
3. Hidrolase misalnya CHE.
4. Liase misalnya ALD.
5. Isomerase misalnya Glukosa fosfat isomerase.
6. Ligase misalnya piruvat karbosilakse.
Enzim umumnya terdapat di dalam sel dan bisa berada dalam struktur yang spesifik seperti
organel atau mitokondria atau juga terdapat dalam sitosol.
Gejala penyakit hati sangat bervariasi dari yang tanpa gejala sampai yang sampai gejala pada
yang berat sekali kadang-kadang dapat ditemukan keadaan dengan kelainan hati sangat berat
tetapi gejal yang dibutuhkan tidak sedikit. Untuk diagnosis pasti penyakit hati, kita tidak bisa
hanya melihat salah satu pemeriksaan saja tetapi harus dimulai dengan membuat anamnesis
yang baik, melakukan pemeriksaan fisis yang teliti dan diikuti dengan pemeriksaan biokimia,
imunologi, dan pemeriksaan penunjang lainnya serta juga pemeriksaan morfologi dan
histopatologi hati.
Dalam menilai kelainan enzim kita harus berhati-hati oleh karena seringkali tidak terdapat
hubungan antara tingginya kadar enzim dengan derajat kerusakan yang terjadi.
2. Neonatal cholestasis1,6
Kolestasis adalah gangguan pembentukan, sekresi dan pengaliran empedu mulai dari
hepatosit, saluran empedu intrasel, ekstrasel dan ekstra-hepatal. Hal ini dapat menyebabkan
perubahan indikator biokimia, fisiologis, morfologis, dan klinis karena terjadi retensi bahan-
bahan larut dalam empedu. Dikatakan kolestasis apabila kadar bilirubin direk melebihi 2.0
mg/dl atau 20% dari bilirubin total.
Kolestasis pada bayi dibagi dalam dua golongan besar yaitu hepato-seluler dan bilier, intra
dan ekstra hepatal. Penyebab terbanyak kolestasis pada neonatus adalah kerusakan jaringan
hati akibat infeksi virus intra uterin, terutama TORCH. Penyebab lain diantaranya gangguan
metabolik, genetik, autoimun, dan gangguan embrional. Secara klinis maupun laboratoris
sangat sukar untuk membedakan kolestasis intra dan ekstra hepatal, sehingga diperlukan
langkah diagnostik yang kompleks.
9
Gejala klinis:
o Kuning
o Gatal-gatal di kulit
o Urin berwarna gelap
o Tinja pucat seperti dempul
o Pembesaran perut
Bayi kuning dan air kemih yang berwarna gelap merupakan akibat dari
bilirubin yang berlebihan di dalam kulit dan air kemih. Tinja terkadang
tampak pucat karena kurangnya bilirubin dalam usus. Tinja juga bisa mengandung terlalu
banyak lemak (stetore), karena dalam usus tidak terdapat empedu untuk membantu mencerna
lemak dalam makanan. Berkurangnya empedu dalam usus, juga menyebabkan berkurangnya
penyerapan kalsium dan vitamin D.
Jika kolestasis menetap, kekurang kalsium dan vitamin D akan menyebabkan pengeroposan
tulang, yang menyebabkan rasa nyeri di tulang dan patah tulang. Juga terjadi
gangguan penyerapan dari bahan-bahan yang diperlukan untuk pembekuan
darah, sehingga penderita cenderung mudah mengalami perdarahan. Terdapatnya empedu
dalam sirkulasi darah bisa menyebabkan gatal-gatal (disertai penggarukan dan kerusakan
kulit).
Jaundice yang menetap lama sebagai akibat dari kolestasis, menyebabkan kulit
berwarna gelap dan di dalam kulit terdapat endapan kuning karena lemak. Gejala lainnya
tergantung dari penyebab kolestasis, bisa berupa nyeri perut, hilangnya nafsu makan, muntah
atau demam.
3. Virus Hepatitis B (HBV)2,3
Semula disebut “hepatitis serum”, antigen yang ditemukan mula-mula disebut antigen
Australia (HAA). Berperan penting dalam proses terjadinya karsinoma hepatoselular. Dapat
menyebabkan:
Status pembawa yang simtomatik
10
Hepatitis akut dengan kemungkinan pemulihan sempurna
Hepatitis kronik, baik yang lamban maupun yang progresif
Kurang dari 1% kasus dapat progresi menjadi sirosis
Hepatitis fulminan dengan nekrosis hati massif
Penyebaran terutama melalui parenteral (tranfusi, produk darah, tertusuk jarum, pemakaian
jarum suntik bersama-sama pada pecandu obat, dan bayi neonates pada saat persalinan), atau
melalui cairan tubuh (saliva, semen dan cairan vaginal), karena itulah menjadi resiko
penularan seksual.
Biologi molekuler. Anggota keluarga hepadnavirus. Virus DNA, sferis, berdiameter 42 nm
(partikel Dane), DNA sirkuler untaian ganda dengan 3.200 nukleotida. Selubung virus
mengandung antigen permukaan (HBsAg). Nukleokapsid mempunyai HBV-DNA, DNA
polymerase, hepatitis B core antigen (HBcAg). HBeAg terdapat dalam serum selama
replikasi virus dan mengendung HBcAg ditambah daerah “pre-core”. Mutan VHB dapat tidak
memiliki kemampuan membentuk HBeAg. Masa inkubasi 4 sampai 26 minggu (biasanya 6
sampai 8 minggu).
Pathogenesis. Nekrosis hepatosit yang diperantarai system imun karena sensitisasi sel T
sitotoksik, menyebabkan ekspresi seluler antigen virus selama fase episomal replikasi virus
(fase proliferative). Dengan berintegrasinya HBV-DNA ke dalam genom pejamu (fase
integratif), replikasi virus menghilang, dan kerusakan hati aktif berkurang.
Petanda serum. HBsAg yang muncul sebelum timbul gejala dengan puncak ketika penyakit
jelas terlihat (overt) dan menurun setelah beberapa bulan, merupakan petanda infeksi aktif.
HBeAg, HBV-DNA, dan DNA polymerase muncul segera setelah HBsAg, sebelum masa
awitan penyakit akut. HBeAg biasanya menurun dalam beberapa minggu; bila menetap
menunjukkan kemungkinan perkembangan kearah kronik. IgM anti-HBc biasanya
merupakan antibody pertama yang muncul, diikuti segera oleh anti-HBe; IgG anti-HBc
perlahan-lahan menggantikan IgM. Anti-HBs menandai berakhirnya penyakit akut dan
menetap beberapa tahun, sehingga membentuk kekebalan. Pada mutan virus hepatitis B yang
tidak ekspresikan HBeAg serum, ketidakmampuan membentuk anti HBeAb berisiko
terjadinya penyakit yang lebih fulminan.
4. Virus Hepatitis C (HCV)2,3
Menyebabkan 90-95% hepatitis yang terkait dengan transfuse
11
Mempunyai resiko 50% menjadi hepatitis kronik progresif dan resiko keseluruhan 25%
untuk sirosis. Infeksi persisten dan hepatitis kronik merupakan cirri khas infeksi HCV.
Kelompok resiko terutama adalah penderita hemophilia, pecandu obat-obatan intravena,
penderita hemodialisis, dan homoseksual. Penularan secara seksual tidak ada atau jarang.
Lima puluh persen kasus adalah sporadic dengan resiko pajanan yang tidak diketahui.
Biologi molekuler. Virus RNA untaian tunggal yang kecil, ber-enveloped, dari keluarga
flavi/pesti vieus, berdiameter 30 nm sampai 60 nm. Sebuah polipeptida berukuran 3010-
asam amino diproses kedalam protein nukleocapsid, protein envelope, lima protein non-
struktural. Variabilitas genomic merupakan halangan terbesar dalam pembuatan vaksin. Masa
inkubasi. Dua sampai 26 minggu, rata-rata 6-12 minggu
Patogenensis. Mungkin kerusakan hati yang diperantai oleh system imun. Petanda serum.
HCV-RNA dapat diteksi dalam darah pada 1-3 minggu infeksi aktif dan pada banyak orang
dapat menetap meskipun ada antibody yang menetralkan. Peningkatan episodic transaminase
serum terjadi pada keadaan kronik. Peningkatan titer IgG anti-HCV setelah infeksi aktif tidak
menunjukkan immunitas yang efektif, baik untuk melawan reaktivasi HCV endogen maupun
melawan strain HBV baru.
D. GEJALA KLINIS1
Pengamatan ikterus paling baik dilakukan dengan cahaya sinar matahari. Bayi baru lahir (BBL) tampak
kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira 6 mg/dl atau 100 mikro mol/ L (1 mg/dl=17,1 mikro
mol/L). Salah satu cara pemeriksaan derajat kuning pada BBL secara klinis, sederhana, dan mudah
adalah dengan penilaian menurut Kramer (1969). Caranya dengan jari telunjuk ditekankan pada
tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung, dada, lutut, dan lain-lain. Tempat yang
ditekan akan tampak pucat atau kuning. Penilaian kadar bilirubin pada masing-masing tempat tersebut
disesuaikan dengan tabel yang telah diperkirakan kadar bilirubinnya.
Bahaya hiperbilirubinemia adalah kernikterus, yaitu suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin
indirek pada otak terutama pada korpus striatum, talamus, nukleus subtalamus hipokampus, nukleus
merah dan nukleus di dasar ventrikel IV. Secara klinis pada awalnya tidak jelas, dapat berupa mata
berputar, letargi, kejang, tak mau menghisap, malas minum, tonus otot meningkat, leher kaku, dan
opistotonus. Bila berlanjut dapat terjadi spasme otot, opistotonus, kejang, atetosis yang disertai
ketegangan otot Dapat ditemukan ketulian pada nada tinggi, gangguan bicara, dan retardasi mental.
12
Zona Bagian tubuh yang kuning
Rata-rata serum bilirubin indirek (umol/l)
1 Kepala dan leher 1002 Pusat-leher 1503 Pusat-paha 2004 Lengan + tungkai 2505 Tangan + kaki >250
E. PATOFISIOLOGI3
Untuk mendapat pengertian yang cukup mengenai masalah ikterus pada neonatus, perlu
diketahui tentang metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus.
Metabolisme bilirubin mempunyai tingkatan sebagai berikut :
1. Produksi
Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat degradasi hemoglobin pada sistem
retikuloendotelial (RES). Tingkat penghancuran hemoglobin ini pada neonatus lebih tinggi
dari pada bayi yang lebih tua. Satu gram hemoglobin dapat menghasilkan 35 mg bilirubin
indirek. Bilirubin indirek yaitu bilirubin yang bereaksi tidak langsung dengan zat warna diazo
(reaksi hymans van den bergh), yang bersifat tidak larut dalam air tetapi larut dalam lemak.
2. Transportasi
Bilirubin indirek kemudian diikat oleh albumin sel parenkim hepar mempunyai cara yang
selektif dan efektif mengambil bilirubin dari plasma. Bilirubin ditransfer melalui membran
sel ke dalam hepatosit sedangkan albumin tidak. Didalam sel bilirubin akan terikat terutama
pada ligandin , glutation S-transferase B) dan sebagian kecil pada glutation(protein S-
transferase lain dan protein Z. Proses ini merupakan proses dua arah, tergantung dari
konsentrasi dan afinitas albumin dalam plasma dan ligandin dalam hepatosit. Sebagian besar
bilirubin yang masuk hepatosit di konjugasi dan di ekskresi ke dalam empedu. Dengan
adanya sitosol hepar, ligadin mengikat bilirubin sedangkan albumin tidak Pemberian
fenobarbital mempertinggi konsentrasi ligadin dan memberi tempat pengikatan yang lebih
banyak untuk bilirubin.
3. Konjugasi
Dalam sel hepar bilirubin kemudian dikonjugasi menjadi bilirubin diglukosonide. Walaupun
ada sebagian kecil dalam bentuk monoglukoronide. Glukoronil transferase merubah bentuk
monoglukoronide menjadi diglukoronide. Pertama-tama yaitu uridin di fosfat glukoronide
13
transferase (UDPG : T) yang mengkatalisasi pembentukan bilirubin monoglukoronide.
Sintesis dan ekskresi diglokoronode terjadi di membran kanilikulus. Isomer bilirubin yang
dapat membentuk ikatan hidrogen seperti bilirubin natural IX dapat diekskresikan langsung
kedalam empedu tanpa konjugasi. Misalnya isomer yang terjadi sesudah terapi sinar (isomer
foto).
4. Ekskresi
Sesudah konjugasi bilirubin ini menjadi bilirubin direk yang larut dalam air dan di ekskresi
dengan cepat ke sistem empedu kemudian ke usus. Dalam usus bilirubin direk ini tidak
diabsorpsi; sebagian kecil bilirubin direk dihidrolisis menjadi bilirubin indirek dan
direabsorpsi. Siklus ini disebut siklus enterohepatis. Pada neonatus karena aktivitas enzim B
glukoronidase yang meningkat, bilirubin direk banyak yang tidak dirubah menjadi urobilin.
Jumlah bilirubin yang terhidrolisa menjadi bilirubin indirek meningkat dan tereabsorpsi
sehingga siklus enterohepatis pun meningkat.
5. Metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus
Pada likuor amnion yang normal dapat ditemukan bilirubin pada kehamilan 12 minggu,
kemudian menghilang pada kehamilan 36-37 minggu. Pada inkompatibilitas darah Rh, kadar
bilirubin dalam cairan amnion dapat dipakai untuk menduga beratnya hemolisis. Peningkatan
bilirubin amnion juga terdapat pada obstruksi usus fetus. Bagaimana bilirubin sampai ke
likuor amnion belum diketahui dengan jelas, tetapi kemungkinan besar melalui mukosa
saluran nafas dan saluran cerna. Produksi bilirubin pada fetus dan neonatus diduga sama
besarnya tetapi kesanggupan hepar mengambil bilirubin dari sirkulasi sangat terbatas.
Demikian pula kesanggupannya untuk mengkonjugasi. Dengan demikian hampir semua
bilirubin pada janin dalam bentuk bilirubin indirek dan mudah melalui plasenta ke sirkulasi
ibu dan diekskresi oleh hepar ibunya. Dalam keadaan fisiologis tanpa gejala pada hampir
semua neonatus dapat terjadi akumulasi bilirubin indirek sampai 2 mg%. Hal ini
menunjukkan bahwa ketidakmampuan fetus mengolah bilirubin berlanjut pada masa
neonatus. Pada masa janin hal ini diselesaikan oleh hepar ibunya, tetapi pada masa neonatus
hal ini berakibat penumpukan bilirubin dan disertai gejala ikterus. Pada bayi baru lahir karena
fungsi hepar belum matang atau bila terdapat gangguan dalam fungsi hepar akibat hipoksia,
asidosis atau bila terdapat kekurangan enzim glukoronil transferase atau kekurangan glukosa,
kadar bilirubin indirek dalam darah dapat meninggi. Bilirubin indirek yang terikat pada
albumin sangat tergantung pada kadar albumin dalam serum. Pada bayi kurang bulan
biasanya kadar albuminnya rendah sehingga dapat dimengerti bila kadar bilirubin indek yang
14
bebas itu dapat meningkat dan sangat berbahaya karena bilirubin indirek yang bebas inilah
yang dapat melekat pada sel otak. Inilah yang menjadi dasar pencegahan ‘kernicterus’ dengan
pemberian albumin atau plasma. Bila kadar bilirubin indirek mencapai 20 mg% pada
umumnya kapasitas maksimal pengikatan bilirubin oleh neonatus yang mempunyai kadar
albumin normal telah tercapai.
Terdapat 4 mekanisme umum dimana hiperbilirubinemia dan ikterus dapat terjadi :
a. Pembentukan bilirubin secara berlebihan.
b. Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati.
c. Gangguan konjugasi bilirubin.
d. Penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi dalam empedu akibat faktor intra hepatik
yang bersifat opbtruksi fungsional atau mekanik.
Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi terutama disebabkan oleh tiga mekanisme yang
pertama,sedangkan mekanisme yang keempat terutama mengakibatkan terkonjugasi.
a. Pembentukan bilirubin secara berlebihan.
Penyakit hemolitik atau peningkatan kecepatan destruksi sel darah merah merupakan
penyebab utama dari pembentukan bilirubin yang berlebihan. Ikterus yang timbul sering
disebut ikterus hemolitik. Konjugasi dan transfer pigmen empedu berlangsungnormal, tetapi
suplai bilirubin tak terkonjugasi melampaui kemampuan. Beberapa penyebab ikterus
hemolitik yang sering adalah hemoglobin abnormal ( hemoglobin S pada animea sel sabit),
sel darah merah abnormal ( sterositosis herediter ), anti body dalam serum ( Rh atau autoimun
), pemberian beberapa obat-obatan, dan beberapa limfoma atau pembesaran ( limpa dan
peningkatan hemolisis ). Sebagaian kasus Ikterus hemolitik dapat di akibatkan oleh
peningkatan destruksi sel darah merah atau prekursornya dalam sum-sum tulang ( talasemia,
anemia persuisiosa, porviria ). Proses ini dikenal sebagai eritropoiesis tak efektif Kadar
bilirubin tak terkonjugasi yang melebihi 20 mg / 100 ml pada bayi dapat mengakibatkan Kern
Ikterus.
b. Gangguan pengambilan bilirubin
Pengambilan bilirubin tak terkonjugasi yang terikat abulmin oleh sel-sel hati dilakukan
15
dengan memisahkannya dari albumin dan mengikatkan pada protein penerima. Hanya
beberapa obat yang telah terbukti menunjukkan pengaruh terhadap pengambilan bilirubin
oleh sel-sel hati, asam flafas pidat ( di pakai untuk mengobati cacing pita ), nofobiosin, dan
beberapa zat warna kolesistografik. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dan Ikterus biasanya
menghilang bila obat yang menjadi penyebab di hentikan. Dahulu Ikterus Neonatal dan
beberapa kasus sindrom Gilbert dianggap oleh defisiensi protein penerima dan gangguan
dalam pengambilan oleh hati. Namun pada kebanyakan kasus demikian, telah di temukan
defisiensi glukoronil tranferase sehingga keadaan ini terutama dianggap sebagai cacat
konjugasi bilirubin.
c. Gangguan konjugasi bilirubin.
Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi yang ringan ( < 12,9 / 100 ml ) yang mulai terjadi pada
hari ke dua sampai ke lima lahir disebut Ikterus Fisiologis pada Neonatus. Ikterus Neonatal
yang normal ini disebabkan oleh kurang matangnya enzim glukoronik transferase. Aktivitas
glukoronil tranferase biasanya meningkat beberapa hari setelah lahir sampai sekitar minggu
ke dua, dan setelah itu Ikterus akan menghilang.
Kern Ikterus atau Bilirubin enselopati timbul akibat penimbunan Bilirubin tak terkonjugasi
pada daerah basal ganglia yang banyak lemak. Bila keadaan ini tidak di obati maka akan
terjadi kematian atau kerusakan Neorologik berat tindakan pengobatan saat ini dilakukan
pada Neonatus dengan Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi adalah dengan fototerapi.
Fototerapi berupa pemberian sinar biru atau sinar fluoresen atau ( gelombang yang
panjangnya 430 sampai dengan 470 nm ) pada kulit bayi yang telanjang. Penyinaran ini
menyebabkan perubahan struktural Bilirubin ( foto isumerisasi ) menjadi isomer-isomer yang
larut dalam air, isomer ini akan di ekskresikan dengan cepat ke dalam empedu tanpa harus di
konjugasi terlebih dahulFemobarbital ( Luminal ) yang meningkat aktivitas glukororil
transferase sering kali dapat menghilang ikterus pada penderita ini.
d. Penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi
Gangguan eskresi bilirubin, baik yang disebabkan oleh faktor-faktor Fungsional maupun
obstruksi, terutama mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonjugasi .Karena bilirubin
16
terkonjugasi latut dalam air,maka bilirubin ini dapat di ekskresi ke dalam kemih, sehingga
menimbulkan bilirubin dan kemih berwarna gelap. Urobilinogen feses dan urobilinogen
kemih sering berkurang sehingga terlihat pucat. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi
dapat di sertai bukti-bukti kegagalan ekskresi hati lainnya, seperti peningkatan kadar fostafe
alkali dalam serum, AST, Kolesterol, dan garam-garam empedu. Peningkatan garam-garam
empedu dalam darah menimbulkan gatal-gatal pada ikterus. Ikterus yang diakibatkan oleh
hiperbilirubinemia terkonjugasi biasanya lebih kuning di bandingkan dengan
hiperbilirubinemia tak terkonjugasi. Perubahan warna berkisar dari kuning jingga muda atau
tua sampai kuning hijau bila terjadi obstruksi total aliran empedu perubahan ini merupakan
bukti adanya ikterus kolestatik, yang merupakan nama lain dari ikterus obstruktif. Kolestasis
dapat bersifat intrahepatik ( mengenai sel hati, kanalikuli, atau kolangiola ) atau ekstra
hepatik ( mengenai saluran empedu di luar hati ). Pada ke dua keadaan ini terdapat gangguan
niokimia yang sama
F. EPIDEMIOLOGI7
Di Amerika Serikat, dari 4 juta bayi yang lahir setiap tahunnya, sekitar 65% mengalami
ikterus. Sensus yang dilakukan pemerintah Malaysia pada tahun 1998 menemukan sekitar
75% bayi baru lahir mengalami ikterus pada minggu pertama.
Di Indonesia, didapatkan data ikterus neonatorum dari beberapa rumah sakit pendidikan.
Sebuah studi cross-sectional yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Rujukan Nasional
Cipto Mangunkusumo selama tahun 2003, menemukan prevalensi ikterus pada bayi baru
lahir sebesar 58% untuk kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 29,3% dengan kadar bilirubin di
atas 12 mg/dL pada minggu pertama kehidupan. RS Dr. Sardjito melaporkan sebanyak 85%
bayi cukup bulan sehat mempunyai kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 23,8% memiliki
kadar bilirubin di atas 13 mg/dL. Pemeriksaan dilakukan pada hari 0, 3 dan 5. Dengan
pemeriksaan kadar bilirubin setiap hari, didapatkan ikterus dan hiperbilirubinemia terjadi
pada 82% dan 18,6% bayi cukup bulan. Sedangkan pada bayi kurang bulan, dilaporkan
ikterus dan hiperbilirubinemia ditemukan pada 95% dan 56% bayi. Tahun 2003 terdapat
sebanyak 128 kematian neonatal (8,5%) dari 1509 neonatus yang dirawat dengan 24%
kematian terkait hiperbilirubinemia.
Data yang agak berbeda didapatkan dari RS Dr. Kariadi Semarang, di mana insidens ikterus
17
pada tahun 2003 hanya sebesar 13,7%, 78% di antaranya merupakan ikterus fisiologis dan
sisanya ikterus patologis. Angka kematian terkait hiperbilirubinemia sebesar 13,1%.
Didapatkan juga data insidens ikterus pada bayi cukup bulan sebesar 12,0% dan bayi kurang
bulan 22,8%.
Insidens ikterus neonatorum di RS Dr. Soetomo Surabaya sebesar 30% pada tahun 2000 dan
13% pada tahun 2002. Perbedaan angka yang cukup besar ini mungkin disebabkan oleh cara
pengukuran yang berbeda. Di RS Dr. Cipto Mangunkusumo ikterus dinilai berdasarkan kadar
bilirubin serum total > 5 mg/dL; RS Dr. Sardjito menggunakan metode spektrofotometrik
pada hari ke-0, 3 dan 5 ;dan RS Dr. Kariadi menilai ikterus berdasarkan metode visual.
G. ETIOLOGI3
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh
beberapa faktor. .
Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi:
1. Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang
meningkat pada inkompatibilitas darah Rh., ABO, golongan darah lain, defisiensi enzim
G-6-PD, piravat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
2. Gangguan dalam proses 'uptake' dan konjugasi hepar.
Gangguan ini dapat disebabkan oleh ima turi tas hepar, kurangnya substrat untuk
konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak
terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom Criggler-Najjar). Penyebab lain ialah
defisiensi protein Y dalam hepar yang berperanan penting dalam "uptake" bilirubin ke sel
hepar.
3. Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke hepar. Ikatan bilirubin
dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, suliafurazole.
Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas
dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
4.. Gangguan dalam ekskresi.
18
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di
luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya
akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.
H. PENATALAKSANAAN1
Pada dasarnya, pengendalian kadar bilirubin serum adalah sebagai berikut:
1. Stimulasi proses konjugasi bilirubin dengan mempergunakan fenobarbital. Obat ini bekerjanya
lambat, sehingga hanya bermanfaat apabila kadar bilirubinnya rendah dan ikterus yang terjadi
bukan disebabkan oleh proses hemolitik. Obat ini sudah jarang dipakai lagi.
2. Menambahkan bahan yang kurang dalam proses metabolisme bilirubin (misalnya
menambahkan glukosa pada keadaan hipoglikemia), atau menambahkan bahan untuk
memperbaiki transportasi bilirubin (misalnya albumin). Penambahan albumin boleh dilakukan
walaupun tidak terdapat bipoalbuminemia. Tetapi perlu diingat adanya zat- zat yang
merupakan kompetitor albumin yang juga dapat mengikat bilirubin (mis. Sulfonamida atau
obat-obatan lainnya). Penambahan albumin juga dapat mempermudah proses ekstraksi
bilirubin jaringan ke dalam plasma. Hal ini mengakibatkan kadar bilirubin plasma meningkat,
tetapi tidak berbahaya karena bilirubin tersebut ada dalam ikatan dengan albumin. Albumin
diberikan dalam dosis yang tidak melebihi 1 g/kgBB, sebelum maupun sesudah tindakan
transfusi tukar.
3. Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian makanan oral dini.
4. Memberikan terapi sinar sehingga bilirubin diubah menjadi isomer foto yang tidak toksik dan
mudah dikeluarkan dari tubuh karena mudah larut dalam air.
5. Mengeluarkan bilirubin secara mekanik melalui transfusi tukar:
I. PROGNOSIS7
Hiperbilirubinemia baru akan berpengaruh buruk apabila bilirubin indirek telah melalui sawar
darah otak. Pada keadaan ini penderita mungkin menderita kernikterus atau ensefalopati
biliaris. Gejala ensefalopati biliaris ini dapat segera terlihat pada masa neonatus atau baru
tampak setelah beberapa lama kemudian. Pada masa neonatus gejala mungkin sangat ringan
dan hanya memperlihatkan gangguan minum, latergi dan hipotonia. Selanjutnya bayi
mungkin kejang, spastik dan ditemukan epistotonus. Pada stadium lanjut mungkin didapatkan
19
adanya atetosis disertai gangguan pendengaran dan retardasi mental di hari kemudian.
Dengan memperhatikan hal di atas, maka sebaiknya pada semua penderita hiperbilirubinemia
dilakukan pemeriksaan berkala, baik dalam hal pertumbuhan fisis dan motorik, ataupun
perkembangan mental serta ketajaman pendengarannya.
J. PENCEGAHAN 3
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan:
1. Pengawasan antenatal yang baik
2. Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi pada masa kehamilan
dan kelahiran, misalnya sulfafurazole, novobiosin, oksitosin, dan lain-lain.
3. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.
4. Penggunaan fenolbarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus
5. Iluminasi yang baik pada bangsal bayi baru lahir.
6. Pemberian makanan yang dini.
7. Pencegahan infeksi
20
PENUTUP
KESIMPULAN
Ikterus adalah perubahan warna kulit atau sclera mata ( normal berwarna putih) menjadi
kuning karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Ikterus pada bayi yang baru lahir
dapat merupakan suatu hal yang fisiologis ( normal), terdapat pada 25-50% bayi yang lahir
cukup bulan. Tapi juga bisa merupakan hal yang patologis ( tidak normal) misalnya
berlawanannya Rhesus darah bayi dan ibunya, sepsis ( infeksi berat), penyumbatan saluran
empedu dll.
Ikterus Neonatorum dibagi menjadi:
a. Ikterus Fisiologis
- warna kuning akan timbul pada hari ke 2 atau hari ke 3.
- Tidak mempunyai dasar patologis.
- Kadarnya tidak melampuai kadar yang membahayakan.
- Tidak mempunyai potensi menjadi kern-ikterus.
- Tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.
b. Ikterus Patologis
- Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan; serum bilirubin total lebih dari 12
mg/dl.
- Peningkatan kadar bilirubin 5 mg% atau lebih dalam 24 jam.
21
- Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg% pada bayi kurang bulan (BBLR) dan
12,5 mg% pada bayi cukup bulan.
- Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G-6-PD dan
sepsis).
- Bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl atau kenaikan bilirubin serum 1 mg/dl/jam atau
lebih 5 mg/dl/hari.
- Ikterus menetap sesudah bayi umur 10 hari ( bayi cukup bulan) dan lebih dari 14 hari
pada BBLR.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mansjoer Arif,Suprohaita,Wardhani Ika Wahyu,Setiowulan Wiwiek.Kapita Selekta
Kedokteran.Ed 3 jilid 2,FKUI.2000.
2. Behrman S. Richard,Kliegman M. Robert.Nelson Esensi Pediatri.Edisi 4.
EGC.Jakarta.2010.
3. Dr.Hassan Rusepno,Dr.Alatas Husein.Ilmu Kesehatan Anak.FKUI.2007
4. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam , Jilid II FKUI,2006
5. Di unduh dari www.balitanet.or.id
6. Di unduh dari www.Hello word.co.id
7. Diunduh dari www.smallcrab.com
8. Jurnal Atresia Bilier Dr. Parlin Ringoringo Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
22