makalah organologam-organotin kel.5
DESCRIPTION
organologamTRANSCRIPT
REVIEW JURNAL
“Sintesis dan Karakterisasi Senyawa Organotin-Fosfor
II”
Disusun Oleh :
1. Errika Ayu Prahasti (11030234004)
2. Ririn Setiyani (11030234011)
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN KIMIA
2014
ii
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat
dan karuniaNya, kami dapat menyelesaikan makalah review jurnal ini dengan
baik. Makalah ini disusun dari hasil kajian beberapa jurnal sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Sintesis dan Karakterisasi Senyawa
Organotin-Fosfor II”.
Dalam penulisan makalah ini, kami telah banyak mendapatkan bimbingan
dan saran dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dosen pengampu mata kuliah Senyawa Organologam yang telah banyak
memberikan arahan dalam penyelesaian makalah ini.
2. Orang tua, keluarga dan rekan-rekan yang selalu memberikan dukungan
dan perhatian kepada kami.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna sehingga kritik dan saran dari seluruh pihak sangat kami harapkan. Semoga makalah ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat.
Surabaya, November 2014
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman Judul......................................................................................... i
Kata Pengantar........................................................................................ ii
Daftar Isi .............................................................................................. iii
BAB I Pendahuluan................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang Masalah..................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah.............................................................. 3
1.3. Tujuan Penelitian............................................................... 3
1.4. Manfaat Penelitian............................................................. 3
BAB II Tinjauan Pustaka........................................................................ 4
2.1. Sifat Fisik dan Kimia Timah.............................................. 4
2.2. Senyawa Organologam...................................................... 5
2.3. Senyawa Organotimah....................................................... 6
2.4. Metode Sintesis Organotimah ........................................... 8
2.5. Organophosphorus............................................................. 9
2.6. Karakterisasi Senyawa Organologam................................ 10
2.6.1. Spektroskopi Inframerah............................................ 10
2.6.2. Instrumentasi Spektroskopi NMR.............................. 13
2.6.2.1. Tempat Sampel..................................................... 14
2.6.2.2. Celah Magnet........................................................14
2.6.2.3. Ossilator Frekuensi Radio.....................................14
2.6.2.4. Detektor Radio Frekuensi.....................................15
2.6.2.5. Pencatat.................................................................15
2.6.2.6. Penerapan Spektroskopi NMR..............................15
2.7. Insektisida..........................................................................16
iv
2.7.1. Cara Kerja Insektisida................................................16
BAB III Metode Penelitian..................................................................... 18
3.1. Alat dan Bahan...................................................................18
3.2. Langkah Kerja.................................................................... 18
3.2.1. 2-[3-(tri-n-butilstannil)] 1,3-dioksolane (II)...............18
3.2.2. 3-(tri-n-butilstannil)-benzaldehide (III)...................... 19
3.2.3. Organotin Tersubstitusi Fosfonat α-anilinomeil IV.. .20
BAB IV Hasil dan Pembahasan.............................................................. 21
4.1. Mekanisme Sintesis Senyawa Organotimah-fosfor........... 21
4.2. Analisis C-NMR ................................................................ 23
4.3. Analisis H-NMR................................................................ 27
4.4. Analisis FT-IR.................................................................... 29
BAB V Penutup....................................................................................... 27
A. Kesimpulan........................................................................... 30
Daftar Pustaka ....................................................................................... 31
v
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Senyawa organologam telah sejak lama diketahui dan digunakan sebagai
biosidal dalam b i d a n g p e r t a n i a n d a n i n d u s t r i (Ma, 2009). Dalam ilmu
kimia, senyawa organologam merujuk pada molekul yang terbentuk dari
penggabungan ligan organik maupun anorganik dan ion logam. Senyawa
organologam telah diketahui beberapa abad yang lalu, seperti senyawa alkil
dengan zink, merkuri, dan arsenik. Tetapi perkembangan kimia organologam
untuk unsur-unsur peralihan boleh dikatakan masih agak baru. Salah satu
perkembangannya saat ini yaitu kegunaan senyawa-senyawa organologam dari
hasil sintesis. Beberapa organologam terbentuk secara irreversibel, dan banyak
diantara mereka yang memiliki ikatan yang cukup kuat. Banyak sintesis senyawa
organologam yang telah dilakukan menghasilkan senyawa antara sebagai katalis
yang dapat membantu dalam reaksi-reaksi kimia. Proses sintesis senyawa
organologam tersebut dapat melalui beberapa tipe reaksi antara lain reaksi
subtitusi, reaksi adisi-oksidatif, reaksi insersi-migrasi, reaksi reduksi-eliminasi
dan reaksi nukleofilik-elektrofilik. Pemilihan metode reaksi perlu diperhatikan
mengenai kondisi yang dihadapi bergantung pada komponen penyusun maupun
fasa dari zat yang akan dibentuk
L o g a m y a n g d i g u n a k a n d a l a m s i n t e s i s s e n y a w a i n i
a d a l a h l o g a m t i m a h . T i m a h m e r u p a k a n logam yang banyak dijumpai
disekitar kita. Timah merupakan unsur-unsur yang bersifat logam dalam
golongannya, tetapi lunak, tidak kuat dan mempunyai titik leleh rendah (232ºC)
sehingga mudah ditempa menjadi bentuk piringan, serta tahan terhadap
korosi. Pada temperatur kamar timah putih paling stabil. Atas dasar sifatnya,
timah banyak digunakan dalam industri makanan dan industri keramik.
Senyawa-senyawa organotimah merupakan senyawa organologam yang di
dalam strukturnya terdapat satu atau beberapa ikatan antara atom timah, Sn,
dengan atom karbon, C (Sn– C). Organotimah terdiri dari R4Sn, R3SnX, R2SnX2,
dan RSnX3. Senyawaan organotimah cenderung memiliki karakter satu atau
1
lebih ikatan kovalen antara timah dan karbon. Ada empat seri senyawaan
organotimah, tergantung pada jumlah ikatan karbon-timah. Seri-seri
tersebut ialah mono-, di-, tri-, dan tetraorganotimah, yang dapat dirumuskan
sebagai RnSnX4-n (Ma, 2009).
Gugus R p a d a s e n y a w a a n o r g a n o t i m a h b i a s a n y a b e r u p a
m e t i l , b u t i l , o k t i l , a t a u f e n i l . Senyawa organotin merupakan senyawa
yang mengandung tetravalen pusat Sn dan diklasifikasikan sebagai mono-, di-, tri-
dan tetraorganotin (IV) , tergantung pada jumlah gugus alkil (R) atau aril (Ar)
(Pellerito,2002). X umumnya berupa klorida, fluorida, oksida, hidroksida, atau
karboksilat. Bertambahnya bilangan koordinasi bagi timah dimungkinkan terjadi,
karena atomnya memiliki orbital d.
Sintesis senyawa organotimah dapat dilakukan dengan metode Grignard,
atau Rochow. Banyak penelitian telah melaporkan bahwa organotin telah banyak
disintesis dan dimanfaatkan dalam dunia industri maupun pertanian. Al-Deyab
(2010) melaporkan bahwa organotin telah digunakan dalam industri dan pertanian
dan aplikasinya dalam industri plastik, cat, fungisida dan disinfektan, begitu
halnya dengan senyawa organophosphorus merupakan senyawa yang sangat
penting dalam berbagai aplikasinya misalnya sebagai antioksidan, dan agen
penstabil resisten korosi, biosidal. (Al-Diab, 1993)
Penggabungan gugus organotin dan senyawa fosfor dapat meningkatkan
efek biosidal (Al-Deyab, 2010). Penelitian terdahulu juga menjelaskan bahwa
organotin yang digabungkan dengan organofosfor akan menghasilkan efek
insektisi dan dan fungisida yang besar (Al-Deyab,2010).
Gugus organotin misalnya adalah butiltin-moiety yang digabungkangkan
dengan senyawa fosforus. Saat ini senyawa organotin-fosforus berasal dari
fosfonat yang disintesis secara cepat dengan tri-n-butiltin yang langsung terikat
pada cincin benzen (Al-Diab, 1993). Al-Diab (1993) mensintesis organotin-
fosforus yang dipreparasi dari amina yang mengandung gugus tri-n-
butilstanniloksi dengan reaksi amina baru dengan difenil fosfit. Al-Deyab, 2010
juga melaporkan teknik baru dalam sintesis organotin dan fosfor menghasilkan α-
anilinometil fosfonat.
1.2 Rumusan Masalah
2
a. Bagaimana Sintesis α-anilinometil fosfonat yang tersubstitusi 4-kloroanilin,
3-trifluorometaanilin, 3-metoksi anilin ?
b. Bagaimana karakterisasi α-anilinometil fosfonat yang tersubstitusi 4-
kloroanilin, 3-trifluorometaanilin, 3-metoksi anilin dengan instrumen FT-
IR, C-NMR, dan H-NMR ?
1.3 Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui mekanisme sintesis α-anilinometilfosfonatyang
tersubstitusi 4-kloroanilin, 3-trifluorometaanilin, 3-metoksi anilin
b. Untuk mengetahui bagaimana karakterisasi α-anilinometil fosfonat yang
tersubstitusi 4-kloroanilin, 3-trifluorometaanilin, 3-metoksi anilin dengan
instrumen FT-IR, C-NMR, dan H-NMR
1.4 Manfaat Penulisan
Mendapatkan informasi dan pengetahuan tentang sintesis α-anilinometil
fosfonat yang tersubstitusi 4-kloroanilin, 3-trifluorometaanilin, 3-metoksi anilin
BAB II
3
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Sifat Fisik dan Kimia Timah
Timah merupakan unsur golongan IVA (grup) 14 dalam tabel periodik
bersama dengan karbon, silikon, germanium, dan timbal. Lambang timah dalam
tabel periodik adalah Sn (Stannum) dengan nomor atom 50, nomor massa
relatifnya 118,7. Sebagai anggota dalam golongan IVA, struktur geometri SnCl4
yang telah dikarakterisasi ialah tetrahedral seperti CCl4. Pada suhu ruang,
keduanya cairan tidak berwarna yang titik didihnya masing-masing 114oC dan
77oC (pada tekanan atmosfer). Diluar keadaan tersebut, keduanya menunjukkan
karakter yang cukup berbeda. Perbedaan tersebut dapat dijelaskan karena ukuran
atom Sn yang lebih besar dibandingkan dengan atom C dan dimilikinya orbital 5d
pada atom Sn. Kedua faktor tersebut, membuat Sn memungkinkan untuk
berikatan lebih (ekstra koordinasi) dengan ligan-ligannya. Dalam hal tersebut,
timah memiliki bilangan koordinasi yang dapat lebih dari empat.
Hal tersebut dibuktikan dengan reaksi SCl4 dengan Cl- dalam air yang membentuk
anion oktahedral SnCl62-
SnCl4 + 2Cl- SnCl62-
Tidak seperti SnCl4, SnR4 tidak stabil untuk membentuk koordinasi enam.
Umumnya kecenderungan untuk membentuk koordinasi enam menurun seiring Cl
yang disubstitusi oleh R dalam senyawa RnSnCl4-n dengan urutan sebagai berikut :
SnCl4 > RSnCl3 > R2SnCl2 > R3SnCl > R4Sn
Konfigurasi elektron dari unsur timah yaitu [Kr] 4d10 5s2 5p2
Timah dapat mengalami hibridisasi sp3 sama seperti atom-atom yang
segolongan dengannya (seperti atom karbon). Dari hibridisasi tersebut,
memungkinkannya untuk membentuk empat ikatan valensi dengan atom lain.
Adapun bentuk molekul senyawanya dapat diramalkan dengan teori VSEPR
(Valence Shell Electron Pair Repulsion) atau teori tolak menolak pasangan-
pasangan elektron pada kulit luar atom pusatnya. Geometri molekul yang
4
diusulkan oleh VSEPR dapat meramalkan kepolaran suatu molekul. Informasi
mengenai kepolaran suatu molekul tersebut sangat penting dalam proses
pemisahan, pemurnian produk, dan pemilihan pelarut yang sesuai.
Dalam senyawaan garam anoganik, timah memiliki tingkat oksidasi
formal +2 dan +4. Keduanya memiliki sifat fisik dan kimia yang berbeda.
Senyawaan timah (II) relatif lebih bersifat ionik daripada senyawaan timah (IV).
Timah pada tingkat oskidasi +4 dapat membentuk tipe senyawaan garam
anorganik dan atau tipe organotimah. Kecenderungan naiknya derajat
kekovalenan ikatan pada senyawa organotimah dijelaskan dengan relatif kecilnya
perbedaan keelektronegatifan antara atom timah dan atom akrbon.
2.2 Senyawa Organologam
Definisi organologam adalah senyawaan yang memiliki komposisi atom
logam dan gugus organik, dimana atom-atom karbon dari gugus organiknya
terikat kepada atom logam. Sifat senyawa organologam yang umum adalah
dimilkinya atom karbon yang lebih elektronegatif daripada kebanyakan
logamnya. Ada beberapa kecenderungan jenis-jenis ikatan yang terbentuk pada
senyawa organologam.
a. Senyawaan ionik dari logam elektropositif. Senyawaan organo dari logam
yang relatif sangat elektropositif umumnya bersifat ionik, tidak larut dalam
pelarut organik, dan sangat reaktif terhadap udara dan air. Kestabilan dan
kereaktifan senyawaan ionik ditentukan dalam salah satu bagian oleh
kestabilan ion karbon. Garam logam ion-ion karbon yang kestabilannya
diperkuat oleh delokalisasi elektron lebih stabil, walaupun masih relatif
reaktif. Adapun contoh gugus organik dalam garam-garam tersebut antara
lain (C6H5)3C- Na+ dan (C6H5-)2 Ca+.
b. Senyawaan yang memiliki ikatan-α. Senyawaan organo dimana sisa
organiknya terikat pada suatu atom logam dengan suatu ikatan yang
digolongkan sebagai ikatan kovalen (walaupun masih ada karakter-
karakter ionik dari senyawaan ini) yang dibentuk oleh kebanyakan logam
dengan keelektropositifan yang relatif lebih rendah dari golongan pertama
5
di atas. Logam transisi dapat berikatan dengan alkil sederhana atau aril,
namun produk yang dihasilkan umumnya kurang stabil daripada senyawa-
senyawaan organo dengan logam dari unsur golongan utama.
c. Senyawaan yang terikat secara nonklasik. Dalam banyak senyawaan
organologam terdapat suatu jenis ikatan logam pada karbon yang tidak
dapat dijelaskan dalam bentuk ionik atau pasangan elektron/kovalnsi.
Salah satu alkil terdiri dari Li, Be dan Al yang memiliki gugus-gugus alkil
berjembatan. Dalam hal ini, terdapat atom yang memiliki sifat kekurangan
elektron seperti atom Boron pada B(CH3)3. Dalam hal ini, atom B
termasuk golongan IIIA, dimana memiliki 3 elektron valensi, sehingga
cukup sulit untuk membentuk konfigurasi oktet dalam senyawaannya. Ada
kecenderungan untuk memanfaatkan orbital-orbital kosong pada atom B
dengan menggabungkan pada gugus suatu senyawa yang memiliki
kelebihan pasangan elektron menyendiri.
Atom logam yang terikat pada karbon banyak ditemui dalam banyak
cabang kimia. Beberapa unsur logam tertentu dibutuhkan dalam metabolisme
tubuh manusia. Klorofil dan hemoglobin mengandung atom logam. Katalisis
reaksi organik oleh senyawa logam transisi adalah salah satu bidang kimia yang
berkembang pesat dan penting dari segi ekonomi.
2.3 Senyawa Organotimah
Senyawa organotimah merupakan monomer yang dapat membentuk
makromolekul stabil, padat dan cairan yang sangat mudah menguap dan tidak
berwarna serta stabil terhadap hidrolisis dan oksidasi. Atom halogen, khususnya
klor yang dimiliki oleh senyawa organotimah mudah lepas dan berikatan dengan
senyawa-senyawa yang mengandung logam natrium atau ion logam positif
lainnya. Meskipun kekuatan ikatannya bervariasi, akan tetapi atas dasar sifat
itulah senyawa-senyawa turunan organotimah dapat disintesis. Senyawa turunan
organotimah yang berhasil disintesis pertama kali tahun 1971 adalah [MeSn(4-
anisil)(1-naftil)(CH2CH2C(OH)Me2)] (Asrial,2010)
6
Senyawa organotimah adalah senyawa organometalik yang disusun oleh satu
atau lebih ikatan antara atom timah dengan atom karbon (Sn-C). Senyawa ini
umumnya adalah senyawa antropogenik, kecuali metiltin yang mungkin
dihasilkan melalui biometilasi di lingkungan. Atom Sn dalam senyawa
organotimah umumnya berada dalam tingkat oksidasi +4. Rumus struktur
senyawa organotimah adalah RnSnX4-n , dengan R adalah gugus alkil atau aril
(seperti, metil, butil, fenil, oktil), sedangkan X adalah spesies anionik (seperti,
klorida, oksida, hidroksida, merkaptoester, karboksilat dan sulfida) . Contoh
beberapa senyawa organotimah ini adalah:
Tetrabutiltimah, dipakai sebagai material dasar untuk sintesis senyawaan
di- dan tributil.
Dialkil atau monoalkil-timah, dipakai sebagai stabilisator panas dalam
pembuatan PVC.
Tributil-Timah oksida, dipakai untuk pengawetan kayu.
Trifenil-Timah asetat, merupakan kristal putih yang dipakai untuk
insektisida dan fungisida.
Trifenil-timah klorida dipakai sebagai biosida
Trimetil-timah klorida, dipakai sebagai biosida dan sintesis senyawa
organic.
Trifenil-timah hidroksida, untuk fungisida dan mengontrol serangga
Perkembangan yang cukup pesat selama beberapa dekade terakhir dalam
penggunaan senyawa organotin sebagai reagen atau intermediet dalam sintesis
organik membuat perkembangan sintesis dan aplikasi senyawa organotin semakin
meluas (Singh, 2001). Senyawa organotimah merupakan monomer yang dapat
membentuk makromolekul stabil, padat dan cairan yang sangat mudah menguap
dan tidak berwarna serta stabil terhadap hidrolisis dan oksidasi. Atom halogen,
khususnya klor yang dimiliki oleh senyawa organotimah mudah lepas dan
berikatan dengan senyawa-senyawa yang mengandung logam natrium atau ion
logam positif lainnya. Meskipun kekuatan ikatannya bervariasi, akan tetapi atas
dasar sifat itulah senyawa-senyawa turunan organotimah dapat disintesis.
7
Senyawa organotimah merupakan senyawa yang menarik sebagai katalis
seperti halnya pada aktivitas biologi dan sangat penting. Marton (1995)
melaporkan bahwa benziltrialkil dan benziltrifenilstannum telah dapat disintesis
dengan reaksi coupling derivatif dari benzil bromida dengan bantuan senyawa
R3SnCl, dia juga melaporkan bahwa dibenzildibutilstannum dapat disintesis
dengan benzil bromida dengan Bu2SnCl2 atau (Bu2SnCl)2O.
Ketertarikan terhadap senyawa organotimah (IV), tidak hanya karena sifat
kimia dan strukturnya yang sangat menarik, tetapi juga karena penggunaannya
sebagai biosida pertanian yang terus meningkat, antifungi, agen
antikanker/antitumor. Keaktifan biologis dari senyawa organotimah(IV)
ditentukan oleh jumlah dan sifat dasar dari gugus organik yang terikat pada atom
pusat Sn. Anion yang terikat hanya sebagai penentu sekunder keaktifan senyawa
organotimah(IV) (Elianasari,2012).
2-feniletil dithiokarbamat, thiohidrazide dan thiodiamin dengan dibenziltin
(IV) klorida, tribenziltin (IV) klorida dan di (para-klorobenzil) timah (IV)
diklorida telah disintesis dan diselidiki dalam 1: 2 dan 1: 1 rasio molar. Ligan
dithiokarbamat bertindak sebagai bidentat monoanionik dan thiohidrazid,
thiodiamin bertindak sebagai ligan bidentat (Singh,2008).
Di antara kompleks organotin, organotin karboksilat adalah salah satu
yang paling banyak ditemui karena memiliki keragaman struktur yang besar,
seperti monomer, dimer, tetramers, oligomer dan polimer, dll. Dari struktural
sudut pandang, asam dikarboksilat dapat berpotensi menjadi monodentat, bidentat,
tridentate dan ligan tetradentate, dan juga mungkin intermolecularly bridging atau
intramolecularly chelating ligan atau sebagai ligan pengkhelat (Ma,2009).
2.4 Metode Sintesis Organotimah
Beberapa metode untuk sintesis senyawaan organotimah telah banyak
dikenal. Material awal seperti SnCl4 dan triorganotimah halida lazim digunakan
sebagai material awal untuk mensintesis berbagai senyawaan organotimah.
Beberapa metode yang umumnya digunakan dalam mensintesis senyawaan
organotimah seperti:
8
a. Metode Grignard, metode ini merupakan metode pertama yang
dilakukan di USA dan Eropa Barat dalam memproduksi senyawaan
organotimah. Metode ini memerlukan kondisi reaksi yang inert, jauh
dari nyala api secara langsung, dan bersifat in situ.
4 RCl + 4Mg 4 RMgCl
4 RMgCl + SnCl4 R4Sn + 4 MgCl2
b. Metode Wurst, dimana persamaan reaksi untuk sintesis organotimah
melalui metode ini dituliskan sebagai berikut :
8 Na + 4 RCl 4 R-Na+ + 4NaCl
4 R-Na+ + SnCl4 SnR4 + 4 NaCl
c. Metode dengan menggunakan reagen alkil aluminium, metode ini
mulai dikenal pada awal tahun 1960-an. Adapun persamaan reaksinya
dituliskan sebagai berikut :
4 R3Al + 3 SnCl4 3 R4Sn + 4 AlCl3
d. Sintesis mono-, di- dan triorganotimah klorida dapat dilakukan dengan
mereaksikan SnR4 dengan reagen SnCl4 pada perbandingan tertentu :
SnR4 + 3 SnCl4 4RSnCl3
SnR4 + SnCl4 2R2SnCl2
3 SnR4 + SnCl4 4 R3SnCl
Ketiga persamaan reaksi diatas merupakan reaksi redistribusi
Kocheshkov yang reaksinya berlangsung dalam atmosfer bebas uap
air. Hasil yang diperoleh dengan metode diatas cukup tinggi. Secara
umum, derivat senyawa R4Sn disintesis dengan menambahkan reagen
tertentu agar menjadi produk yang diinginkan
2.5 Organofosforus
Organofosforus adalah insektisida yang paling toksik diantara jenis
pestisida lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada orang yang apabila
termakan hanya dalam jumlah sedikit saja dapat menyebabkan kematian, tetapi
diperlukan beberapa milligram untuk dapat menyebabkan kematian pada orang
dewasa. Organofosfat menghambat aksi pseudokholinesterase dalam plasma dan
kholinesterase dalam sel darah merah. Menurut penelitian terdahulu, senyawa
9
ganotin-fosfor memiliki aktivitas yang kuat sebagai anti jamur (Kubo, 1965).
Kubo (1965) juga melaporkan bahwa organotin-fosforus selain sebagai antijamur
juga dapat digunakan sebagai insektisida.
Kopolimer akrilik dengan gugus organotin menemukan luas
aplikasi sebagai agen antifouling, pengawet kayu, fungisida, pestisida, larvasida
nyamuk, panas dan cahaya, stabilisator dalam pembuatan polivinil klorida dan
penelitian tersebut juga melaporkan organotin yang digabungkan dengan
organofosfor akan menghasilkan efek insektisidan dan fungisida yang besar (Al-
Deyab, 2010).
2.6 Karakterisasi Senyawa Organologam
Senyawa organotimah hasil sintesis dapat dikarakterisasi dengan beberapa
pengukuran sebagai berikut :
2.6.1 Spektroskopi Inframerah
Radiasi elektromagnetik atau cahaya merupakan bentuk energi yang
mempunyai sifat gelombang dan materi (seperti absorpsi dan emisi) lebih relevan
jika dijelaskan dengan pendekatan radiasi sebagai partikel (foton). Infrared
spectroscopy (IR) adalah bagian dari spektroskopi yang berhubungan dengan
penggunaan energi di daerah inframerah pada spektrum elektromagnetik. Radiasi
elektromagnetik dipancarkan dalam bentuk foton. Molekul hanya menyerap
radiasi tersebut dengan panjang gelombang yang spesifik untuk eksitasi dalam
molekul itu.
Absorpsi sinar UV menyebabkan pindahnya elektron ke orbital yang
berenergi lebih tinggi. Radiasi inframerah tidak cukup mengandung energi untuk
mempromosikan elektron seperti UV. Absorpsi hanya mengakibatkan
membesarnya amplitudo getaran atom-atom yang terikat satu sama lain. Intensitas
radiasi berbanding lurus dengan banyaknya foton.
Analogi dalam spektroskopi IR, dapat dibayangkan suatu ikatan sebagai
pegas yang memiliki frekuensi osilasi yang khas untuk tiap jenis ikatan. Jika
frekuensi energi elektromagnetik IR yang dilewatkan suatu molekul sama dengan
frekuensi mengulur dan atau menekuknya ikatan, maka energi tersebut akan
diserap. Bila suatu molekul menyerap sinar IR, energi tersebut akan menyebabkan
kenaikan amplitudo getaran aom-atom yang terikat itu. Dalam hal tersebut,
10
molekul dikatakan berada dalam keadaan vibrasi tereksitasi. Serapan tersebut
yang dapat direkam oleh suatu spektofotometer IR.
Gerakan osilasi tersebut tergantung pada kekuatan ikatan dan massa atom-
atom yang berikatan (masa tereduksi). Ikatan yang paling sukar diulur adalah
ikatan antara satu atom bermassa besar dengan satu atom bermassa ringan. Data
literatur menunjukkan bahwa ikatan C-H memiliki frekuensi uluran yang tinggi
karena perbedaan massa yang besar antara atom C dan H. Untuk ikatan C-H,
dengan ikatan rangkap tiga memiliki frekuensi uluran yang lebih tinggi dari pada
C dengan ikatan rangkap dua atau ikatan tunggal.
Pada hakekatnya, spektra IR memberikan absorpsi yang bersifat aditif atau
bisa juga sebaliknya. Sifat aditif disebabkan karena overtone dari vibrasi-
vibrasinya. Penurunan absorpsi disebabkan karena kesimetrian molekul,
sensisitifitas alat, dan aturan seleksi. Aturan seleksi yang mempengaruhi intensitas
serapan IR ialah perubahan momen diol selama vibrasi dapat menyebabkan
molekul menyerap radiasi IR.
Degan demikian, jenis ikatan yang berlainan ( C-H, C-C dan atau O-H)
menyerap radiasi IR pada panjang gelombang karakteristik yang berlainan. Suatu
ikatan dalam molekul dapat mengalami berbagai jenis getaran, oleh sebab itu
suatu ikatan tertentu dapat menyerap energi lebih dari satu panjang gelombang.
Puncak-puncak yang muncul pada daerah 4000-1450 cm-1 biasanya berhubungan
dengan energi untuk vibrasi uluran diatomik. Daerahnya dikenal dengan group
frequency region.
Secara umum, spektrum serapan infra merah dapat dibagi emnjadi tiga
daerah antara lain :
a. Infra merah dekat, dengan bilangan gelombang antara 14.300 hingga 4.000
m-1. Fenomena yang terjadi ialah absorpsi overtone C-H
b. Inframerah sedang, dengan bilangan gelombang antara 4.000 hingga 650
cm-1. Fenomena yang terjadi ialah vibrasi dan rotasi.
c. Inframerah jauh, dengan bilangan gelombang 650 hingga 200 cm-1.
Fenomena yang terjadi ialah penyerapan oleh ligan atau spesi lainnya yang
berenergi rendah.
11
Tabel 2.1 Serapan inframerah gugus fungsional senyawa organik
Bilangan
gelombang
(cm-1)
Tipe Ikatan Keterangan
3200-3600 Ikatan hidrogen dapa memperlebar
absorpsi. Ikatan hidrogen internal yang
sangat kuat dapat menutupi serapan C-
H alifatik dan aromatik
3350-3500 Untuk amina primer memberikan dua
puncak, amina sekunder memberikan
satu puncak, amina tersier tidak
memberikan serapan
3310-3320 C-H asetilenik Terdapat pada semua molekul organik,
karenanya kegunaannya untuk analisis
gugus fungsi terbatas
3000-3100 C-H aromatik dan
etilenik
2850-2950 CH alkana
2500-3600 -COOH Serapan gugus karboksilat sangat
lebar, kuat. Puncak tajam dekat 3500
cm-1 menunjukkan vibrasi O-H bebas (
yang tidak berikatan hidrogen)
1680-1700 R-CON< Vibrasi gugus karbonil amida
sekunder muncul dengan satu puncak,
sedangkan untuk amida tersier tidak
muncul puncak.
12
Teknik analisis dengan IR lebih sesuai diterapkan dalam senyawa yang
memiliki ikatan kovalen. Biasanya spektroskopi infra merah sedang ialah yang
paling sering digunakan, terutama untuk identifikasi senyawa-senyawa organik.
Spektroskopi IR dapat mengidentifikasi gugus-gugus tertentu dari suatu zat,
terutama senyawa organik.
Uluran gugus karbonil bersifat khas dan umumnya terjadi pada sekitar
1600-1800 cm-1. Adapun vibrasi Sn-C biasanya terjadi pada bilangan gelombang
dibawah 650 cm-1. Puncak absorpsi untuk vibrasi Sn-Cl dari senyawa
triorganotimah klorida biasanya muncul di daerah 335-380 cm-1. Hilangnya
puncak pada daerah 335-380cm-1 setelah dilakukan reaksi tahap ketiga,
menunjukkan telah terputusnya ikatan Sn-Cl dan dapat diperkirakan adanya ikatan
baru yang terbentuk yaitu ikatan Sn-OCOR. Menurut literatur yang ada, hal
tersebut umumnya terjadi pada triorganotin (IV) karboksilat. Puncak absorpsi
vibrasi Sn-C dan Sn-O biasanya muncul masing-masig pada range 522-576 dan
429-465 cm-1.
2.6.2. Instrumentasi spektroskopi NMR
Komponen spektrofotometer NMR terdiri dari: tempat, sampel, celah
magnet, ossilator radio frekuensi, detektor radio frekuensi, audio amplifier,
pencatat (recorder). Skema alat spektrofotometer NMR dapat dilihat pada
Gambar 2.1.
13
Gambar 2.1. Skema alat spektofotometer NMR
2.6.2.1. Tempat sampel
Tempat sampel berupa tabung gelas yang berbentuk silindris, diletakkan
diantara dua kutub magnet. Sampel dilarutkan dalam pelarut tak mengandung
proton seperti CCl4, CDCl3, D2O atau asetonitril dan sejumlah kecil TMS
ditambahkan sebagai standar internal, kemudian dimasukkan kedalam tempat
sampel. Sampel kemudian diputar sekitar sumbunya untuk mengusahakan agar
semua bagian dari larutan terkena medan magnet yang sama.
2.6.2.2. Celah magnet
Magnet terdiri dari dua bagian, magnet pokok mempunyai kekuatan
sekitar 14.100 Gauss, dan ia ditutup oleh potongan-potongan kecil kutub
elektromagnet. Pada celah magnet terdapat kumparan yang dihubungkan dengan
ossilator frekuensi radio (RF) 60 MHz.
2.6.2.3. Ossilator frekuensi radio
Ossilator frekuensi radio akan memberikan tenaga elektromagnetik sebesar
60 MHz melalui kumparan yang dihubungkan pada celah sampel. Kumparan
selanjutnya memberikan tenaga elektromagnetik yang digunakan untuk mengubah
orientasi perputaran proton. Kebanyakan spektrofotometer NMR menggunakan
sinyal frekuensi RF tetap dan mengubah-ubah kekuatan medan magnet untuk
membawa setiap proton mengalami resonansi.
2.6.2.4. Detektor radio frekuensi
Kumparan detektor berada tegak lurus dengan kumparan ossilator RF. Bila
ada tenaga yang diserap, kumparan detektor tidak menangkap tenaga yang
diberikan oleh kumparan ossilator RF. Bila sampel menyerap tenaga, maka
putaran inti akan menghasilkan sinyal frekuensi rasio pada bidang kumparan
detektor, dan alat memberikan respon ke pencatat sebagai sinyal resonansi atau
puncak.
14
2.6.2.5. Pencatat
Pencatat berfungsi untuk menangkap sinyal resonansi atau puncak. Sebelum
sinyal sampai ke pencatat biasanya dilewatkan terlebih dahulu ke audio amplifier
untuk menggandakan sinyal, sehingga menjadi lebih nampak.
2.6.2.6. Penerapan spektroskopi NMR
Dalam menginterpretasi spektrum NMR, ada empat langkah yang perlu
diperhatikan, yaitu :
1. Jumlah sinyal, yang menerangkan kepada kita ada berapa macam perbedaan dari
proton-proton yang terdapat dalam molekul.
2. Kedudukan sinyal, yang menerangkan kepada kita sesuatu tentang lingkungan
elektronik dari setiap macam proton.
3. Intensitas sinyal, yang menerangkan kepada kita berapa banyak proton dari setiap
macam proton yang ada.
4. Pemecahan (splitting) dari sebuah sinyal menjadi beberapa puncak, yang
menerangkan kepada kita tentang lingkungan dari sebuah proton dengan lainnya
yaitu proton-proton yang berdekatan.Sebagai contoh dari uraian tersebut, maka
perhatikan spektra NMR dari toluene; p-exilen, dan mesitelen.
2.7 Insektisida
Insektisida berasal dari dari kata insect, yang berarti serangga dan cide
artinya membunuh. Secara harfiah insektisida di artikan sebagai bahan kimia yang
digunakan untuk membunuh atau mengendalikan serangga hama. Insektisida
adalah semua bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk mencegah,
merusak, menolak atau mengurangi serangga hama. Pengertian bahan dapat
diartikan dapat berupa bahan kimiawi maupun bahan non kimiawi.
2.7.1 Cara kerja insektisida
Kita telah mengetahui bahwa insektisida adalah bahan racun yang
mematikan serangga, tetapi bagaimana proses insektisida mematikan serangga
15
masih tanda tanya. Umumnya informasi tentang insektisida untuk pengguna
adalah tentang efikasi, cara penggunaan dan keamanannya. Proses bagaimana
insektisida meracuni dan mematikan serangga (mode of action) hanya disebut
secara garis besar seperti racun kontak, racun perut, atau racun pernafasan.
Kebanyakan insektisida seperti organofosfor , maupun organotin sintetik dan
lainnya bekerja dengan mengganggu sistem syaraf.
Sistem saraf adalah suatu organ yang digunakan untuk merespon
rangsangan baik dari luar maupun dari dalam sehingga serangga dapat hidup dan
berkembang. Sistem saraf terdiri dari banyak sel saraf (neuron) yang saling
berhubungan yang menyebar ke seluruh tubuh. Secara tipikal bentuk neuron di
salah satu ujungnya berupa semacam serabut yang disebut dendrit dan diujung
lain memanjang dan ujungnya bercabang-cabang disebut akson. Antar neuron
berhubungan melalui aksonnya. Titik dimana dua neuron berhubungan disebut
sinap. Ujung akson yang berhubungan neuron lainnya disebut pre sinap
sedangkan bagian dari neuron yang berhubungan dengan presinap disebut
postsinap. Impul saraf berjalan dari satu neuron ke neuron berikutnya sepanjang
akson melalui sinap. Di daerah sinap impul saraf diteruskan oleh neurotransmitter
yang banyak jenisnya. Berjalannya impul saraf merupakan proses yang sangat
kompleks.
Proses ini dipengaruhi oleh keseimbangan ion-ion K+, Na+, CA++, Cl-,
berbagai macam protein, enzim, neurotransmitter, dan lain-lainnya yang saling
mempengaruhi. Gangguan pada salah satu faktor mengakibatkan impul saraf tidak
dapat berjalan secara normal. Sehingga serangga tidak mampu merespon
rangsangan. Insektisida organofosfor dan karbamat mengikat enzim
asetilkolinesterase yang berfungsi menghidrolisis asetilkolin. Dalam keadaan
normal asetilkolin berfungsi menghantar impul saraf, setelah itu segera
mengalami hidrolisis dengan bantuan enzim asetilkolinesterase menjadi kolin dan
asam asetat. Dengan terikatnya enzim asetilkolinesterase terjadi penumpukan
asetilkolin, akibatnya impul saraf akan terstimulasi secara terus menerus menerus
menyebabkan gejala tremor/gemetar dan gerakan tidak terkendali.
16
17
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Alat dan Bahan
Spektrum 1H- dan 13C-NMR direkam pada spektrometer JEOL JNM FX-
10, semua spektrum direkam pada suhu kamar. Senyawa yang akan dianalisis
kemudian dilarutkan dalam CDCl3 (konsentrasi 50-100 mg dalam 2 mL pelarut
menggunakan 10 mm diameter NMR tube).
Data pergeseran kimia ditentukan relatif terhadap standar internal TMS.
Titik leleh yang ditentukan dengan menggunakan alat titik leleh Melt-temp.
Elemental dilakukan pada M-H-W Laboratories (Phoenix, AZ, USA). Spektra FT-
IR yang direkam pada Perkin Elmer 883 (Pusat Penelitian, College of Science,
Universitas Raja Saud). Kromatografi lapis tipis (TLC) dilakukan dengan
menggunakan teknik menaik dengan silika gel 60F 254 dengan lapisan mantel
aluminium.
3.2 Langkah Kerja
Substitusi senyawa organotin α-anilinometil fosfonat seperti difenil-1-(4-
chloroanilino)-1-[3- (trin-butilstannil)-fenil]metil fosfonat (IVa) dibuat sebagai
berikut:
3.2.1 Preparasi 2-[3-(tri-n-butilstannil)]1,3-dioksolane (II)
Pertama-tama disiapkan labu leher tiga 500 mL dilengkapi dengan dua
corong tetes, pendingin refluk, dan pengaduk magnetik. Kemudian dimasukkan
magnesium (1,5 g, 60 mmol) ke dalam tetrahidrofuran kering (10 mL) yang
dipanaskan di bawah refluks. Larutan 2 [(3-bromophenyl)] 1,3-dioksolana (8 g, 35
mmol) dan 1,2-Dibromoethane (4,5 g, 24 mmol) dimasukkan ke dalam campuran
dalam labu leher tiga.
18
Tetes demi tetes 1,2-Dibromoethane ditambahkan untuk memulai reaksi.
Sisa larutan dioksolane/1,2-Dibromoethane ditambahkan tetes demi tetes dalam
kondisi refluks, dengan pengadukan konstan. Sementara itu (tri-n-butylstannyl
klorida (10 g, 30 mmol) yang direaksikan dengan tetrahidrofuran kering (30 mL)
ditambahkan dalam labu leher tiga dibawah refluks.
Setelah itu, 1,2-Dibromoethane ditambahkan untuk menghilangkan logam
magnesium yang tersisa. Setelah reaksi selesai (1-2 jam) campuran diaduk selama
30 menit pada suhu 50° C dan kemudian dibiarkan mendingin dengan diaduk
terus menerus selama 40 menit. Campuran dihidrolisis dan dicuci dengan larutan
amonium klorida jenuh. Lapisan organik dipisahkan dan lapisan cair diekstraksi
dua kali dengan benzena (70 mL), dan lapisan organik direaksikan dengan MgSO4
kering. Pelarut yang tertinggal diuapkan dengan rotarivapor cairan yang tersisa itu
di didistilasi fraksinasi dua kali dengan titik diih 145 -147o C. Dibawah tekanan
0,2 mmHg, memberikan produk berupa senyawa Preparasi 2-[3-(tri-n-
butilstannil)]1,3-dioksolane yang tidak berwarna dengan massa 9.93 g dan dengan
persen berat (73%)).
3.2.2 Preparasi 3-(tri-n-butylstannyl)-benzaldehyde (III)
3-(Tri-n-butylstannil)-benzaldehida dibuat dengan melarutkan 2-[3-(tri-n-
butilstannilfenil)]-1,3-dioksolana dalam THF (100 ml) . Sementara itu aquades
(50 ml) direaksikan dengan p-toluenasulfonat asam (1 g). Kemudian di reaksikan
dengan campuran 2-[3-(tri-n-butilstannilphenil)]-1,3-dioksolana dalam THF (100
ml).
Larutan tersebut direfluks di bawah tekanan atmosfer. Setelah 48 jam,
lapisan organik dipisahkan dengan lapisan cair diekstraksi dua kali dengan larutan
benzena (50 mL), dan lapisan organik direaksikan dikeringkan dengan MgSO4.
Pelarut yang memisah dan cairan yang tersisa didistilasi fraksinasi dengan tekanan
0,07 mmHg, dan dengan titik didih 140-142oC untuk memberikan produk berupa
Preparasi 3-(tri-n-butilstannil)-benzaldehid yang tidak berwarna sebesar 89-93% .
3.2.3 Preparasi organotin tersubstitusi fosfonat α-anilinometil IV
19
3-(tri-n-Butilstannil)-benzaldehid (III, 1 equiv.) dimasukkan dalam labu
kerucut 25 mL dan kemudian ditambahkan anilin yang tersubstitusi. Campuran
itu dipanaskan pada hotplate, dengan sesekali diaduk. Setelah sedikit dingin
ditambahkan sedikit difenil fosfit, dan hasil campuran yang dihasilkan
dipanaskan sebentar dengan pengadukan terus menerus, sampai viskositas media
meningkat. Kemudian ditambahkan beberapa mL metanol, larutan disimpan
dalam lemari es selama beberapa jam sampai endapan terbentuk, dan kemudian
disaring dan direkristalisasi menggunakan metanol dua kali.
20
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Mekanisme Sintesis Senyawa Organotimah-fosfor
Penelitian mengenai tri-n-butilstannil fenil yang disubstitusi oleh
metilfosfonat IVa-c telah dilakukan dengan basa Schiff. Senyawa basa Schiff
memiliki gugus azometina disintesis dari turunan aldehida atau keton dengan
amina primer serta dapat bertindak sebagai ligan multidentat. Senyawa basa Schiff
dengan ion logam transisi merupakan senyawa penting dalam berbagai keperluan
reaksi-reaksi kimia baik sebagai polimerisasi, oksidasi, reduksi maupun sebagai
katalis yang memiliki efektifitas yang tinggi. Struktur ligan basa Schiff memiliki
beberapa potensi sifat yang menarik sebagai pengkhelat. Pertama, ligan basa
Schiff dapat membentuk jembatan dan model koordinasi lebih dari satu sehingga
memungkinkan sintesis berhasil menjadi homo dan/atau heteronukleo dengan
atom pusat. Kedua, ligan basa Schiff memiliki kemampuan mendonorkan lebih
dari satu pasangan elektronnya dari atom O dan/atau N ke orbital d ion logam
transisi, sehingga memberi struktur dan sifat tertentu . Ligan basa Schiff biasanya
dibentuk oleh kondensasi amina primer dan aldehida atau keton. Gugus imina (R1
HC = N-R2) berpartisipasi dalam mengikat ion logam melalui nitrogen atau
oksigen pasangan elektron bebas. Seperti aldehida, keton yang juga mampu
membentuk ligan basa Schiff (R1 R2 C = N-R3), meskipun ligan basa Schiff
dengan keton terbentuk agak sukar dibandingkan dengana adehida. Jumlah dan
jenis pendonoran yang berada disekitar struktur ligan basa Schiff sangat
mempengaruhi sifat, aplikasi dan bentuk geometris struktur senyawa kompleks
yang akan dibangun, sehingga perlu ditinjau dan dipelajari berbagai pengaruh dari
jenis gugus-gugus fungsi awal ligan dipersiapkan . Sintesis basa Schiff dilakukan
dengan metode kondensasi melalui perbandingan mol diikuti oleh dehidrasi untuk
menghasilkan imina (Sembiring, 2013).
21
Gambar 4.1 α-anilinometil phosponat IV dengan substituen 4-
kloroanilin, 3-Trifluoromethaanilin, dan 3-metoksianilin
Kelompok alkyltin aktif pertama kali melekat pada posisi meta dari cincin
benzena dan aldehida yang dihasilkan kemudian dibiarkan bereaksi dengan anilin,
subtituen anilin yang dipilih antara lain seperti p-kloroanilin, m-
trifluoromethylaniline, dan m-methoxyaniline sehingga menghasilkan basa Schiff
yang tersubstitusi (imina) dan kemudian direaksikan secara langsung dengan ester
fosfat seperti difenil fosfat untuk menghasilkan produk yang padat IVa-c.
22
Gambar 4.2. Skema sintesis senyawa Organotin-fosfor
Secara kuantitatif banyaknya senyawa hasil isolasi disajikan pada (Tabel
4.1). Uji stoikiometri senyawa yang dihasilkan dari hasil isolasi diperlihatkan
sesuai dengan (tabel 4.2), hasil yang dihitung berdasarkan stoikiometri
menunjukkan kesesuaian dengan hasil uji yang diperoleh dari C-NMR, H-NMR
dan spektrum FT-IR.
Tabel 4.1 Karakter fisika dari senyawa hasil sintesis berupa senyawa organotin-
phosphor
Tabel 4.2 Analisis mikro elemen yang terkandung pada senyawa organotin-
phosphor
4.2 Analisis C-NMR
Secara umum resonansi 13C-NMR untuk senyawa organotimah fosfor
diperlihatkan pada Tabel 4.3 di mana ada lebih dari tiga cincin benzena sehingga
untuk menentukan pergeseran kimianya lebih sulit dari pada penentuan pergeseran
kimia untuk senyawa awal (I, II, benzaldehida, anilin, p-kloroanilin, m-
trifluoromethylaniline, m-methoxyaniline, dan difenil fosfit) yang pergeseran
kimianya ditujukan oleh Tabel 4.4.
Karbon kuaterner dari C-1, C-3, C'-1, C'-3, C'-4, C'-5, dan C''-1 yang
mudah diidentifikasi karena sinyalnya sangat berbeda dibanding karbon
lainnya,karena atom C tersebut merupakan karbon kuarterner. Sebagai contoh, 13C-NMR difenil-1-(4-kloroanilin)-1-[3-(tri-n-butilstannil)-fenil] metil fosfonat
23
(IVa) pada pelarut deuterokloroform (CDCl3), menunjukkan bahwa sinyal 13C
pada atom C dengan nomor muncul di δ 53.15 ppm dan 59,32 ppm, yang
menunjukkan spin-spin coupling (perjodohan spin) sehingga puncak yang
dihasilkan akan bergerombol (Kristianingrum). Hal ini terpengaruh adanya inti 31P
dan 13C.
Pada identifikasi C-NMR 13C dengan gugus R berupa 4-Cl, 3-CF3, 3-OCH3
yang ditujukan pada Tabel 4.3. Puncak Sn-CH2 memiliki pergeseran kimia pada
29,0 ppm dengan puncak triplet, hal ini diketahui dari proton yang diikat oleh
atom C. –CH2CH2- memiliki pergeseran kimia pada 27,8 dan 13,6 ppm,
pergeseran yang dimiliki sebanyak dua dikarenakan –CH2 terpengaruh dengan
gugus Sn dan gugus CH3 yang menjadi tetangganya. Pergeseran yang besar
dimiliki oleh -CH2 yang dekat dengan gugus –Sn. –CH3 memiliki pergeseran
kimia sebesar 9,6 ppm dengan puncak sebanyak 4, pada C0 dengan gugus R
berupa 4-Cl mengalami pergeseran pada daerah 59,2 dan 53,0 ppm dua pergeseran
kimia ini dipengaruhi oleh interaksi dengan inti 31P dan 13C. Pada C0 dengan gugus
R berupa 3-CF3 mengalami pergeseran pada daerah 59,4 dan 53,2 ppm , pada C0
dengan gugus R berupa 3-OCH3 mengalami pergeseran pada daerah 60,1 dan 54,0
ppm. Pada atom C nomor 1 pergeseran kimia berada pada daerah 136,0 ppm
dengan puncak singlet, sedangkan pada atom C dengan nomor 2 memiliki puncak
singlet dengan pergeseran kimianya pada daerah 136,5 ppm. Pada gugus R 4-Cl
persegeseran kimia untuk C dengan penomoran 3 berada pada 146,8 dengan
puncak singlet, pada gugus R 3-CF3 dan 3-OCH3 puncak yang dihasilkan adalah
singlet karena atom karbon ini merupakan atom karbon kuartener dengan
besarnya pergeseran kimia sebesar 142,4 ppm. Pada atom C yang diberi nomor 4
dihasilkan puncak duplet dengan pergeseran kimia berada pada 143,3 ppm untuk
gugus R berupa 4-Cl, sementara untuk 3-CF3 dan 3-OCH3 berada pada daerah
142,4 ppm. Pada C5 pergeseran kimia yang dihasilkan pada daerah 128,2 ppm
untuk gugus R berupa 4-Cl, untuk gugus R berupa 3-CF3 berada pada 128,3 dan
gugus R berupa 3-OCH3 berada pada pergeseran kimia 127,9 dengan puncak
duplet. Pada C6 puncak yang dihasilkan adalah duplet untuk gugus R berupa 4-Cl
dan 3-CF3 menghasilkan pergeseran kimia pada daerah 129,5 ppm, pada gugus R
3-OCH3 menghasilkan pergeseran kimia sebesar 128,3 ppm.
24
Pada analisis C-NMR pada cincin benzena kedua, dengan gugus R 4-Cl
atom C’1 pergeseran kimianya sebesar 147,4 ppm dengan puncakberupa singlet,
sementara untuk R berupa 3-CF3 pergeseran kimianya sebesar 146,4 ppm, untuk
gugus R berupa 3-OCH3 pergeseran kimianya sebesar 142,6 ppm. C’2 dengan
gugus R berupa 4-Cl pergeseran kimianya sebesar 113,9 ppm, untuk gugus R
berupa 3-CF3 pergeseran kimianya sebesar 115,1 ppm, untuk gugus R berupa 3-
OCH3 pergeseran kimianya sebesar 91,9 ppm dengan puncak berupa duplet.
Pergeseran kimia untuk C’3 dengan gugus R berupa 4-Cl sebesar 135,0 ppm
dengan puncak duplet, dengan gugus R berupa 3-CF3 pergeseran kimianya sebesar
139,0 ppm dengan puncak singlet, dengan gugus 3-OCH3 pergeseran kimianya
sebesar 153,8 ppm dengan puncak berupa singlet.
Pada C’4 dengan gugus R berupa 4-Cl pergeseran kimianya sebesar 118,1
ppm dengan puncak berupa singlet, untuk gugus R 3-CF3 pergeseran kimianya
berupa 119,3 ppm puncak yang dihasilkan berupa duplet, untuk gugus R berupa 3-
OCH3 pergeseran kimianya seebesar 120,4 ppm dengan puncak berupa duplet.
Pada analisis C’5 dengan gugus R berupa 4-Cl pergeseran kimia yang dihasilkan
sebesar 129,7 dengan puncak berupa duplet, pada gugus R berupa 3-CF3
pergeseran kimianya sebesar 129,0 ppm dengan puncak berupa duplet , untuk
gugus R berupa 3-OCH3 pergeseran kimia yang dihasilkan berada pada 153,8 ppm
dengan puncak duplet. Pada analisis C-NMR untuk atom C yang diberi nomor C’6
pergeseran kimia yang dihasilkan sebesar 112,2 ppm, 120,8 ppm, dan 91,9
berturut-turut untuk gugus R berupa 4-Cl, 3-CF3 dan 3-OCH3 degan puncak
berupa duplet.
Pada analisis C-NMR dengan C”1 dengan gugus R berupa 4-Cl dihasilkan
pergeseran kimia sebesar 150,4 dan 149,8 ppm dengan puncak berupa singlet,
pergeseran kimia yang dihasilkan dipengaruhi oleh atom O dan atom C sehingga
menghasilkan dua pergeseran kimia. Pada gugus R berupa 3-CF3 pergeseran kimia
yang dihasilkan sebesar 150,5 dan 150,1 ppm dengan puncak singlet, pada gugus
R berupa 3-OCH3 pergeseran kimia yang dihasilkan sebesar 150,5 dan 150,4 ppm
dengan puncak singlet pergeseran kimia yang dihasilkan sebanyak dua karena
dipengaruhi oleh atom O dan C. Pada atom C nomor 2 dan 6 identik sehingga
C’’2,6 a diperoleh pergeseran kimia untuk gugus R 4-Cl sebesar 120,7 dan 120,5
25
ppm pada gugus R 3-CF3 pergeseran kimia yang dihasilkan sebebsar 120,6 dan
120,4 ppm, dan pada gugus R berupa 3-OCH3 pergeseran kimia yang dihasilkan
sebesar 130,9 dan 130,9 ppm , dengan puncak yang dihasilkan C’’2,6 a adalah
duplet. Pada atom C nomor 3 dan 5 identik sehingga C’’3,5 a diperoleh pergeseran
kimia 130,2 dan 130,2 ppm untuk gugus 4-Cl, sementara utuk gugus R berupa 3-
CF3 pergeseran kimia yang dihasilkan sebesar 129,5 dan 129,5 ppm, untuk gugus
R berupa 3-OCH3 pergeseran kimia yang dihasilkan sebesar 130,9 dan 130,9 ppm
dengan dengan puncak yang dihasilkan oleh C’’3,5 a adalah duplet. Pada C”4 pada
gugus R berupa 4-Cl pergeseran kimianya sebesar 127,3 ppm dengan puncak
duplet, untuk gugus R berupa 3-CF3 pergeseran kimianya sebesar 127,9 ppm,
untuk gugus R berupa 3-OCH3 pergeseran kimianya sebesar 127,8 ppm semuanya
memiliki puncak duplet.
Tabel 4.3. Hasil analisis 13C-NMR senyawa organotin-phosphor hasil sintesis
Tabel 4.4 merupakan tabel hasil analisis senyawa awal, sebelum terbentuk
senyawa organotin-fosfor, dengan anilin yang tersubstitusi yang digunakan adalah
4-kloroanilin, 3-Trifluoromethaanilin, dan 3-metoksianilin. Selain anilin yang
tersubstitusi, senyawa awal (starting compound) yang dianalisis dengan C-NMR
berupa Sn-(CH2 –CH2-CH2-CH3)3 dan difenil fosfin.
26
Tabel 4.4 Hasil analisis 13C-NMR starting senyawa atau senyawa awal sintesis
4.3 Analisis H-NMR
Hasil analisis menggunakan instrumen 1H-NMR dari senyawa yang
disintesis yaitu senyawa organotimah-fosfor senyawa yang diringkas dalam Tabel
4.5.
Tabel 4.5 Hasil analisis HNMR senyawa organotin-phosphor hasil sintesis
Pada analisis H-NMR senyawa II 2-[3(Tri-n-butilstannilfenil)] 1,3-
dioksolan dengan gugus fungsi 3(-CH2)3CH3) diperoleh pergeseraan kimia sebesar
1,2 ppm dengan proton yang diikat sebanyak 27 H, untuk –OCH-O-pergeseran
kimia yang dihasilkan sebesar 5,8 ppm dengan proton yang diikat sebanyak 1H,
untuk gugus –O(CH2)2O- proton yang diikat sebanyak 4 dengan pergeseran kimia
sebesar 4,1 ppm. Sementara untuk atom C yang mengikat 1 H pada gugus
benzena memiliki pergeseran kimia sebesar 7,5 ppm dengan proton yang dimiliki
sebanyak 4 H.
Pada senyawa III 3-(Tri-n-butilstannil) benzaldehid dengan gugus fungsi
3(-CH2)3CH3) diperoleh pergeseraan kimia sebesar 1,2 ppm dengan proton yang
27
diikat sebanyak 27 H. Pada gugus fungsi –CHO yang terikat pada senyawa II 3-
(Tri-n-butilstannil) diperoleh pergeseran kimia sebesar 10,3 ppm dengan jumlah
atom H yang terikat sebanyak 1 H. Pada atom C yang mengikat 1 H pada gugus
benzena memiliki pergeseran kimia sebesar 7,7 ppm, dengan proton yang diikat
sebanyak 4 H.
Pada senywa 1Va yaitu α-anilinometil fosfonat IV dengan subtituen 4-
kloroanilin analisis H-NMRnya adalah sebagai berikut : gugus 3(-(CH2)3CH3)
diperoleh pergeseran kimia 0,6 – 1,8 ppm dengan proton yang diikat sebanyak 27
H. Gugus –P-CH-N- diperoleh pergeseran kimia sebesar 4,7 ppm dengan proton
yang diikat adalah 1 H. Gugus –NH yang terikat pada senyawa α-anilinomethyl
fosfonat IV dengan subtituen 4-kloroanilin memiliki pergeseran kimia sebesar 5,4
ppm dengan proton yang diikat sebanyk 1 atom H. Pada atom C yang memiliki 1
atom H pada benzena sebanyak 3 yang dimiliki oleh α-anilinometil fosfonat yang
tersubstitusi pada gugus R nya oleh 3-Cl memiliki pergeseran kimia sebesar 6,5 –
6,7 ppm dengan proton yang diikat sebanyak 18 H.
Pada senyawa 1Vb yaitu α-anilinomethyl fosfonat IV dengan subtituen 3-
Trifluorometaanilin analisis H-NMRnya adalah sebagai berikut : gugus 3(-
(CH2)3CH3) diperoleh pergeseran kimia 0,6 – 1,7 ppm dengan proton yang diikat
sebanyak 27 H. Gugus –P-CH-N- diperoleh pergeseran kimia sebesar 4,8-5,0 ppm
dengan proton yang diikat adalah 1 H. Gugus –NH yang terikat pada senyawa α-
anilinometil fosfonat IV dengan subtituen 3-Trifluorometaanilin memiliki
pergeseran kimia sebesar 5,3-5,4 ppm dengan proton yang diikat sebanyak 1 atom
H. Pada atom C yang memiliki 1 atom H pada benzena sebanyak 3 yang dimiliki
oleh α-anilinometil fosfonat yang disubstitusi oleh 3-Trifluorometaanilin memiliki
pergeseran kimia sebesar 6,6– 7,6 ppm dengan proton yang diikat sebanyak 18 H.
Sementara analisis H-NMR pada senywa 1Vc yaitu α-anilinometil fosfonat
IV dengan subtituen 3-Metoksianilin analisis H-NMRnya adalah sebagai berikut :
gugus 3(-(CH2)3CH3) diperoleh pergeseran kimia 0,6 – 1,6 ppm dengan proton
yang diikat sebanyak 27 H. Gugus –P-CH-N- diperoleh pergeseran kimia sebesar
3,8 ppm dengan proton yang diikat adalah 1 H. Gugus –NH yang terikat pada
senyawa α-anilinometil fosfonat IV dengan subtituen 3-3-metoksianilin memiliki
pergeseran kimia sebesar 5,4 ppm dengan proton yang diikat sebanyak 1 atom H.
28
Pada atom C yang memiliki 1 atom H pada benzena sebanyak 3 yang dimiliki
oleh α-anilinometil fosfonat yang disubstitusi oleh 3-metoksianilin memiliki
pergeseran kimia sebesar 6,25– 7,6 ppm dengan proton yang diikat sebanyak 18
H.
4.4 Analisis FT-IR
Hasil analisis instrumen FT-IR dari senyawa hasil isolaso yang dihasilkan
dapat dilihat pada (Tabel 4.6).
Tabel 4.6 Hasil FT-IR senyawa organotin-phosphor hasil sintesis
Perubahan dari senyawa II ke senyawa III diapat dilihat dari serapan
bilangan gelombang yang dihasilkan. Perubahan gugus fungsi dari senyawa II ke
senyawa III dapat dilihat dari hilangnya puncak pada 1080 cm-1 dan munculnya
puncak pada 1700 cm-1 yang menunjukkan adanya regang dari gugus C = O.
Selain itu pembentukan senyawa IVa-c diperlihatkan oleh munculnya puncak
pada panjang gelombang 760, 1150 dan 1260 cm-1 yang menunjukkan adanya
serapan dari masing-masing regangan gugus C-Cl, CF dan -O-CH3. Selain itu,
pembentukan senyawa IVa-c yang dianalisis menggunakan instrumen FT-IR
diperlihatkan dengan hilangnya puncak pada 1700 cm-1 dan munculnya puncak di
3290, 3310, 3320 cm-1 dan pada 1580 cm-1 yang menunjukkan adanya regangan
dari tekuk NH.
29
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Dari hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa sintesis α-
anilinometil phosponat yang tersubstitusi anilin 4-kloroanilin, 3-
triflorometananilin, 3-metoksianilin dibuat dengan tiga tahap yang pertama yaitu
preparasi dari 2-[3-(tri-n-butilstanil)] 1,3-dioksolan, tahap kedua preparasi dari 3-
(tri-n-butilstanil)-benzaldehid, tahap ketiga yaitu preparasi substitusi organotin
sintesis α-anilinometil phosponat. Hasil sintesis α-anilinometil phosponat yang
tersubstitusi anilin 4-kloroanilin, 3-triflorometananilin, 3-metoksianilin
dikarakterisasi dengan instrumen FT-IR, C-NMR dan H-NMR.
30
DAFTAR PUSTAKA
Al-Deyab. 2010. Synthesis and Characterization of Organotin Containing Copolymers: reactivity Ratio Studies. J. Molekul. Hal 1784-1797
Al-Diab, S.S. 1989. Synthesis and Characterization of Novel Organotin-Phosphorous Compounds. Inorg. Chim Acta 1989. 160, 93-97.10
Al-Diab, S.S. 1986. Sythesis of Novel Orgnotin Copolymers. J. Chem. Res 1986. 306-307
Asrial; Edelmann, Frank T.S. 2010. Senyawa Turunan Organotimah: Sintesis dan Struktur Kristal Trifeniltimah Pentasiano Propenida [(C6H5)3Sn][C3(CN)5]2H2O. Chemisches Institut derOtto-von-Guericke-Universitaet Madeburg, Germany
Elianasari; Hadi, S. 2012. Aktivitas In Vitro dan Study Perbandingan Beberapa Senyawa Organotimah (IV) 4-Hidroksibenzoat Terhadap Sel Kanker Leukimia. L-1210. J. Sains MIPA.
Kristianingrum, Susila. Spektroskopi Resonansi Magnetik Inti (NMR) (Nuclear Magnetic Resonance).
Ma, C.; Wang, Y.; Zhang, R. 2009. New Organotin Complexes With Trans(Cis)--1,4-Cyclohexanedicarboxylic acid: Synthesis, Characterization and Crystal Structure of Mononuclears, 2D Network Polymers and a Tetratin Macrocycle. Inorg. Chi. Acta 2009, 362, 4137-4144
Marton, D.; Russo. U.; Stivanello, D.; Tagliavini, G.. 1996. Preparation of Benzylstannes by Zinc-Mediated Coupling of Benzyl Bromides with Organotin Derivates. Physicochemical Characterization and Crystal Structures. J. Organoletallics. 645-1650
Michell, T.N., Diederich, F., Stang P.J., Eds.; Wiley-VCH. 1998. Organotin Reagents in Cross-Coupling. In Metal Catalysis Cross-Coupling Reactions. Germany; p. 157
Pellerito, L.; Nagy, L. 2002. Organotin (IV)n+ Complexes Formed With Biologically Active Ligands: Equilibrium and Structural Studies, and Some Biological Aspects. Coord. Chem. Rev. 2002, 224, 111-150
Purnomo, Wakhid Fajar. 2008. Senyawa Organotin (IV) Karboksilat: Trimetiltimah N-Maleoilglisinat. Universitas Indonesia: FMIPA
31
Sembiring, Zipora, Hastiawan, I, Zainuddin, A, H, Bahti. 2013. Sintesis Basa Schiff Karbazona Variasi Gugus Fungsi: Uji Kelarutan dan Analisis Struktur Spektroskopi Uv-Vis. Universitas Negeri Lampung
Singh, M.S.; Tawade, K.. 2001. Synthesis and Characterization of Some Organotin (IV) Complexes of α-benzoime oxime. J. Synthesis React. Inorg: Met-Org. Chemistry, hal 157-165
Singh, R; Kaushik, N.K. 2008. Spectral and Thermal Studies With Anti-fungal Aspects of Some Organotin (IV) Complexes With Nitrogen and Sulphur Donor Ligands Derived From 2-phenylethylamine. Spectrochimica. Hal. 669-675
32
DAFTAR PERTANYAAN DAN JAWABAN
1. Apa fungsi THF ( Tetra Hidro Furan) ?
( Martina Nur Fajri/KA/11030234022)
Jawab :
Fungsi THF ditambahkan pada reaksi, fungsi nya sebagai pelarut reagen
Grignard pada sintesis α-anilinometil phosponat yang tersubstitusi anilin
4-kloroanilin, 3-triflorometananilin, 3-metoksianilin. Atom Oksigen dari
THF dapat berkoordinasi dengan ion Mg dari Reagen Grignard.
2. Apakah Metode Wurzt itu ? Jelaskan !
(Eli Masruroh/KA/11030234002)
Jawab :
Metode sintesis organo Timah dengan mereaksikan R-Na (Organonatrium)
dengan senyawa Timah Klorida sehingga menghasilkan Organo timah.
Persamaan Reaksinya dapat ditulis sebagai berikut :
8 Na + 4 RCl 4 R-Na+ + 4NaCl
4 R-Na+ + SnCl4 SnR4 + 4 NaCl
Dari reaksi dapat dijelaskan bahwa sintesis organotin dengan metode
wrust, Tin Klorida (SnCl4) direaksikan dengan organo natrium sehingga
menghasilkan organotin (SnR4)
33