makalah nyctalopia

Upload: rahmad-dwi-wahyudi

Post on 14-Jan-2016

272 views

Category:

Documents


46 download

DESCRIPTION

Nyctalopia

TRANSCRIPT

SKENARIO

Seorang anak wanita berumur 5 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan utama kedua mata buram. Keluhan buram dirasakan berangsur-angsur sejak 6 bulan yang lalu. Keluhan buram dirasakan bertambah parah pada sore dan malam hari, sehingga pasien sering menabrak pada sore dan malam hari. Keluhan tidak berkurang dengan dan memincingkan mata. Tidak ada penglihatan seperti melihat asap, tidak ada silau, tidak ada nyeri mata yang disertai mual ataupun muntah. Tidak ada keluhan yang buram yang serupa di keluarga pasien. Pasien telah didiagnosis menderita Kurang Energi Protein oleh dokter anak di RSUD.Pada pemeriksaan mata didapatkan bahwa tajam penglihatan mata kanan dan kiri 5/5. Pada pemeriksaan segmen anterior bola matadidapatkan bercak bitot pada konjungtiva bulbi kedua mata, kornea kedua mata jernih, bilik mata depan kedua mata sedang, pupil kedua mata bulat, iris kedua mata tidak tampak sinekia, lensa kedua mata jernih. Pada pemeriksaan funduskopi kedua mata didapatkan : media jernih, papil bulat batas tegas, rasio cup diskus 0,3-0,4, rasio arteri:vena 2:3, retina flat, makula fovea refleks (+).Pemeriksaan penunjang : Pewarnaan rose bengal (+) pada konjungtiva bulbi kedua mata.

1. Resume KasusDataKeterangan

Anamnesis :

Wanita, 5 tahunInsidensi

KU : kedua mata buram sejak 6 bulan yll, berangsur angsur Menyingkirkan DD/ buram mendadak

- Keluhan bertambah parah pada sore dan malam hari sehingga sering menabrak pada sore dan malam hariDD/ rabun senja

- Keluhan tidak berkurang dengan memicingkan mataGangguan media refraksi

- Tidak ada penglihatan seperti asap, tidak ada silauMenyingkirkan DD/ katarak

- Tidak ada nyeri mata disertai mual muntahMenyingkirkan DD/ glaukoma

- Tidak ada keluhan serupa di keluarga pasienMenyingkirkan DD/ retinitis pigmentosa

- Riwayat KEPXeroftalmia

Pemeriksaan mata :

- Visus 5/5Tidak ada ganggguan penglihatan

- Terdapat bercak bitot pada konjungtiva bulbi kedua mataXeroftalmia derajat XIB

- Kornea kedua mata jernih, bilik mata depan kedua mata sedang, pupil kedua mata bulat, iris kedua mata tidak tampak sinekia, lensa kedua mata jernihd.b.n

Funduskopi : Media jernih Papil bulat batas tegas Rasio cup diskus 0,3 0,4 Rasio arteri : vena = 2 : 3 Retina flat Makula fovea refleks (+)Normal

Pemeriksaan penunjang : Pewarnaan rose bengal (+) pada konjungtiva bulbi kedua mataTerdapat keratinisasi di konjungtiva

DD : - Nyctalopia ods e.c xeroftalmia XIB - Nyctalopia ods e.c retinitis pigmentosa

DK : Nyctalopia ods e.c xeroftalmia XIB

2. Peta Konsep

ETIOLOGIDefisiensi Vit A

BASIC SCIENCEAnatomi konjungtiva & retinaFisiologi penglihatan & vit AHistologi konjungtiva & retina

PATOFISIOLOGIDefisiensi Vit A -> kerusakan membran mukosa konjungtiva & gangguan penglihatan (cahaya)

TANDA DAN GEJALA-Mata buram-Menabrak pada malam hari-Bercak bitot-pewarnaan rose bengal (+)

FAKTOR RESIKO-faktor sosial budaya, lingkungan, pelayanan kesehatan- faktor keluarga- faktor individu

BHP

Pemeriksaan Penunjang-Funduskopi-Pemeriksaan Rose Bengal-Pemeriksaan laboratorium

DD-Nytalopia ods ec xeroftalmia XIB-Nyctalopia ods ec retinitis pigmentosa

Epidemiologi-250 juta anak pra sekolah menderita kekurangan vit A-3 juta menunjukan gejala klinik-300 anak buta karena kekurangan vit A

DKNyctalopia ods ec xeroftalmia XIB

Komplikasi-Serosis kornea-Tukak kornea-Keratomalasia-KebutaanPenatalaksanaanFarmakoNon farmako

PrognosisQAV : ad bonamQAF: dubia ad bonam

3. Ilmu Kedokteran Dasar3.1 Anatomi Bola MataMata mulai berkembang sebagai sepasang kantong-keluar mata yang akan berkembang menjadi gelembung mata pada tiap sisi otak depan, pada akhir perkembangan minggu ke-4. Gelembung mata, menempel pada ektoderm permukaan dan menginduksi pembentukan lensa. Ketika gelembung mata mulai melakukan invaginasi untuk membentuk lapisan pigmen dan lapisan saraf retina, plakoda melakukan invaginasi membentuk gelembung lensa. Pada minggu ke-5, gelembung lensa terlepas dari ektoderm permukaan dan selanjutnya terletak di dalam mulut piala mata.

Gambar 1. Bola mata

Bulbus okuli yang terdapat dilindungi oleh orbita terdiri dari 3 lapisan : Lapisan jaringan ikat eksternal, lapisan tengah vaskular, dan laisan neural internal atau retina.Lapisan Jaringan ikat eksternal terdiri dari sclera dan cornea. Bagian lima perenam posterior lapisan eksternal yang tidak tembus cahaya dibentuk oleh sclera. Di bagian depan, sclera terlihat samar-samar lewat conjungtiva bulbi sebagai putih mata. Cornea adalah bagian seperenam anterior lapis luar yang transparan tidak dilapisi oleh konjungtiva.Lapisan tengah vaskular terdiri dari choroidea, corpus ciliare dan iris. Choroidea, selaput yang berwarna cokelat tua antara sclera dan retina. Ke anterior choroidea berakhir pada corpus ciliare. Corpus cilare, menghubungkan choroidea dengan garis lingkar iris. Pada permukaan dalam corpus ciliare terdapat lipatan-lipatan disebut processus ciliaris yang membentuk humor aquos. Iris yang terletak di depan lensa mata, adalah sebuah sekat yang dapat mengerut, dengan pupilla, lubang di tengah untuk melewatkan cahaya.Lapisan neural internal terdiri dari 2 lembar : satu lembar sel pigmen dan satu lembar neural. Pada fundus, bagian posterior retina, terdapat titik bundar sirkular yang melesak yaitu discus nervi optici atau papil optik yang berfungsi sebagai tempaat nervus optikus memasuki bulbi oculi. Karena pada discus nervi optici hanya terdapat serabut saraf dan tidak terdapat reseptor cahar, daerah ini tidak peka terhadap cahaya. Sedikit lateral dari bintik buta ini terdapat bintik yang berwarna kuning yakni macula lutea, ditengahnya terdapat bagian yang lebih dalam yaitu fovea centralis sebagai daerah penglihatan tajam.

3.2 Histologi Konjungtiva dan RetinaKonjungtiva adalah membran tipis bening yang melapisi permukaan bagian dalam kelopak matan dan menutupi baian sklera_bagian putih mata) kecuali korea. Konjungtiva bertanggung jawab untuk menjaga kelembaban mata. Konjungtiva itu sendiri terbagi menjadi 3 bagian : konjungtiva Palpebra, bulbi dan forniks. Konjungtiva forniks itu sendiri merupakan tempat peralihan konjungtiva palpebra dengan konjungtiva bulbi. Epitel dari konjungtiva itu sendiri terdiri dari epitel kolumnar berlapis yang mengandung sel-sel goblet yang mensekresikan mukus yang diperlukan untuk membasahi bola mata. Stroma konjungtiva yang tipis mengandung serat elastik dan kolagen yang melekat pada lempeng tarsus.Retina adalah lapisan paling dalam di ruang paling posterior pada mata. Tiga perempat posterior retina adalah daerah fotosensitif. Bagian ini terdiri dari sel batang (neuron bacilliferum), sel kerucut (neurun coniferum), dan berbagai interneuron yang terangsang oleh dan berespons terhadap cahaya. Retina berakhir di daerah anterior mata yaitu ora Serrata, merupakan bagian retina yang tidak fotosensitif.Retina itu sendiri terdiri dari 10 lapisan : Lapisan Epitel pigmen retina : sel epitel pigmen kuboid mengandung granula (pigmen) melanin di sitoplasmanya. Lapisan Fotoreseptor : Lapisan fotosensitif terdiri dari 2 yaitu sel batang yang lebih tipis dan sel kerucut yang lebih tebal. Kedua sel ini dirangsang oleh berkas sinar yang berjalan menembus lensa. Membaran limitans externa : membran ilusi yang tipis dan merupakan anyaman akhiran tonjolan sel muller. Lapisan granulans externa : mengandung nukleus sel batang dan sel kerucut serta prosesus luar sel muller. Lapisan pleksiform externa: Lapisan aselular yang di dalamnya ditemukan akson sel batang dan sel kerucut yang bersinaps dengan dendrit sel bipolar dan sel j=horizontal yang menghubungkan sel batang dan sel kerucut ke lapisan sel ganglion. Lapisan granulans interna: Lapisan yang mengandung nukleus sel bipolar, horizontal, amakrin dan neuroglia muller. Sel amakrin dan sel horizontal adalah sel asosiasi. Lapisan ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral. Lapisan pleksiform interna: Lapisan ini mengandung akson sel bipolar bersinaps dengan dendrit sel ganglion dan sel amakrin. Lapisan sel ganglion: Mengandung badan sel ganglion dan badan sel neuroglia. Dendrit dari sel ganglion bersinaps di lapisan pleksiform interna. Lapisan serat saraf optik: Mengandung akson sel ganglion dan serat sel Muller bagian dalam. Akson sel ganglion menyatu ke arah diskus optikus dan membentuk lapisan serat saraf optikus. Membran limitans interna: Merupakan membran hialin antara retina dan badan kaca. Dibentuk dari ujung serat sel Muller bagian dalam yang mengembang. Gambar 3. Histologi Retina

3.3 Fisiologi Vit. A dan Retinaa. Vitamin AFungsi vitamin A bagi mata terutama pada proses penglihatan dimana vitamin A berperan dalam membantu proses adaptasi dari tempat yang terang ke tempat yang gelap. Selain itu vitamin A juga berfungsi untuk meningkatkan imunitas terahadap infeksi juga mempertahankan integritas muksa.

b. Absorpsi, Transportasi dan Metabolisme Vit. A

Konstituen dasar grup vitamin A adalah retinol. Karoten tumbuhan atau ester retinol hewan yang dikonsumsi akan melepaskan retinol setelah dihidrolisis oleh enzim pankreas dan usus halus. Ester retinol yang diangkut oleh kilomikron disimpan di hati sebagai retinol palmitat. Retinol diangkut dari hati ke jaringan target oleh retinol-binding protein (RBP), melepaskan retinol bebas ke jaringan target. RBP kemudian dieskresikan oleh ginjal. Suatu protein pengikat spesifik pada sel memfasilitasi ambilan retinol oleh jaringan target. Pada mata, retinol di metabolisme untuk membentuk rodopsin. Retinol juga mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi epitel.

c. Foto Kimiawi

Baik sel batang ataupun kerucut mengandung bahan kimia rodopsin dan pigmen kerucut yang akan terurai bila terpapar cahaya. Bila rodopsin sudah mengabsorbsi energi cahaya, rodopsin akan segera terurai akibat fotoaktivasi elektron pada bagian retinal yang mengubah bentukcisdari retinal menjadi bentuk all-trans. Bentuk all-transmemiliki struktur kimiawi yang sama dengan bentukcisnamun struktur fisiknya berbeda, yaitu lebih merupakan molekul lurus daripada bentuk molekul yang melengkung. Oleh karena orientasi tiga dimensi dari tempat reaksi retinal all-transtidak lagi cocok dengan tempat reaksi protein skotopsin, maka terjadi pelepasan dengan skotoopsin. Produk yang segera terbentuk adalahbatorodopsin, yang merupakan kombinasi terpisah sebagian dari retianal all-transdan opsin. Batorodopsin sendiri merupakan senyawa yang sangat tidak stabil dan dalam waktu singkat akan rusak menjadilumirodopsinyang lalu berubah lagi menjadimetarodopsin I. Metarodopsin Iini selanjutnya akan menjadi produk pecahan akhir yaitumetarodopsin IIyang disebut juga rodopsin teraktivasi, yang menstimulasi perubahan elektrik dalam sel batang yang selanjutnya diteruskan sebagai sinyal ke otak.Rodopsin selanjutnya akan dibentuk kembali dengan mengubah all-transretinal menjadi 11-cisretinal. Hal ini didapat dengan mula-mula mengubah all-transretinal menjadi menjadi all-transretinol yang merupakan salah satu bentuk vitamin A. Selanjutnya, di bawah pengaruh enzim isomerase, all-transretinol diubah menjadi 11-cis retinol lalu diubah lagi menjadi 11-cisretinal yang lalu bergabung dengan skotopsin membentuk rodopsin.

4. EtiologiXeroftalmia disebabkan oleh kekurangan vitamin A yang dipicu oleh kondisi gizi kurang atau buruk. Penyebab utama kekurangan vitamin A adalah asupan zat gizi vitamin A atau prekursor vitamin A yang tidak mencakupi peningkatakan kebutuhan vitamin A pada kondisi fisiologis dan patologis tertentu.Faktor yang menjadi penyebab tingginya kasus Xeroftalmia di Indonesia adalah :a) Konsumsi makanan yang tidak mengandung cukup vitamin A atau pro-vitamin A untuk jangka waktu yang lama.b) Adanya gangguan penyerapan vitamin A atau pro-vitamin A seperti pada penyakit-penyakit antara lain penyakit pankreas, diare kronik, KEP dan lain-lain sehingga kebutuhan vitamin A meningkat.c) Adanya kerusakan hati, seperti pada kwashiorkor dan hepatitis kronik, menyebabkan gangguan pembentukan RBP (Retinol Binding Protein) dan pre-albumin yang penting untuk penyerapan vitamin A.

5. Faktor Risiko5.1 Faktor Sosial Budaya, Lingkungan dan Pelayanan Kesehatana) Ketersediaan pangan sumber vitamin Ab) Pola makan dan cara makanc) Adanya tabu atau pantangan terhadap makanan tertentu yang merupakan sumber vit. Ad) Sarana pelayanan kesehatan yang sulit dijangkau5.2 Faktor Keluargaa) Pendidikan : Pendidikan orangtua yang rendah akan berisiko lebih tinggi kemungkinan anaknya menderita KVA, karena pendidikan yang rendah biasanya disertai dengan keadaan sosial ekonomi dan pengetahuan gizi yang kurang.b) Jumlah anak dalam keluarga :Semakin banyak anak semakin kurang perhatian orang tua dalam mengasuh anaknya.

5.3 Faktor Individua) Anak dengan BBLR rendahb) Anak yang tidak mendapat ASI Eksklusif dan tidak diberi ASI sampai usia 2 tahunc) Anak kurang gizi (KEP)d) Anak yang menderita infeksi

6. Patogenesis dan patofisiologi

Terjadinya Defisiensi vitamin A berkaitan dengan faktor dalam hubungan yang kompleks seperti halnya dalam masalah KEP. Asupan makanan yang rendah kandungan vitamin A biasanya juga rendah dalam protein, lemak dan hubungannya antar hal-hal ini merupakan faktor penting dalam terjadinya defisiensi vitamin A. Dengan kurangnya kadar protein dalam tubuh juga menyebabkan terjadinya defisiensi RBP sehingga tidak ada yang mengangkut retinol ke sel target sehingga terjadilah defisiensi vitamin A. Defisiensi vitamin A ini dapat menyebabkan 2 hal yaitu : Penurunan cis-retinal dan gangguan diferensiasi sel penghasil mukus.Ketika terjadi penurunan pembentukan cis-retinal akan berdampak pada pembentukan rodopsin. Gangguan pada pembentukan rodopsin dapat menyebabkan ganggua fisiologis penghantaean impuls sehingga dampatnya pada mata adalah penurunan penglihatan pada kaeadaan gelap (Nyctalopia).Terjadinya gangguan diferensiasi sel penghasil mukus akan menyebabkan terjadinya metaplasian sel silindris menjadi sel gepeng berlapis. Hal ini membuat jumlah sel silindris menurun yang diikuti dengan penurunannya sekresi mukus yang akan mengakibatkan mata menjadi kering. Selain itu, metaplasia sel silindris juga dapat menyababkan terjadinya keratinisasi yang biasanya dibuktikan pada pewarnaan rose bengal. Apabila keratin terus menumpuk seperti busa lambat laun akan menyebabkan terjadinya xerosis kornea lalu xerosis keratomalasia diikuti dengan ulkus kornea, yang dengan berjalannya waktu akan terbentu jaringan barut atau xerosis sikatrik yang pada akhirnya akan menyebabkan kebutaan.

7. Kriteria DiagnosisKurang vitamin A (KVA) adalah kelainan sistemik yang mempengaruhi jaringan epitel dari organ-organ seluruh tubuh, termasuk paru-paru, usus, mata dan organ lain, akan tetapi gambaran yang karakteristik langsung terlihat pada mata.a) Buta Senja (XN)Tanda-Tanda : Buta senja terjadi akibat gangguan sel batang retina Pada keadaan ringan, sel batang retina sulit beradaptasi di ruang yang remang0remang setelah lama berada di cahaya terang Penglihatan menurun pada senja hari, dimana penderita tak dapat melihat di lingkungan yang kurang cahaya Bila anak udah dapat berjalan, anak tersebut akan membentu/menabrak benda di depannya, karena tidak dapat melihat Bila anak belum dapat berjalan, biasanya anak diam memojok bila dudukkan ditempat kurang cahaya karen atidak dapat melihat benda atau makanan didepannyab) Xerosis konjungtiva (XIA)Tanda-Tanda : Selaput lendir bola mata tampak kurang mengkilat atau sedikit kering, berkeriput, dan berpigmentasi dengan permukaan kasar dan kusam Orang tua sering mengeluh mata anak tampang kering atau berubah warna kecoklatanc) Xerosis konjungtiva disertai bercak bitot (XIB)Tanda-Tanda : Terdapat bercak bitot yaitu bercak putih seperti busa sabutn atau keju terutama di daerah celah mata sisi luar Bercak ini merupakan penumpukan keratin dan sel epitel yang merupakan tanda khas pada penderita xeroftalmiad) Xerosis Kornea (X2)Tanda-Tanda : Kekeringan pada konjungtiva berlanjut sampai kornea Kornea tampak suram dan kering dengan permukaan tampak kasar Keadaan umum anak biasanya gizinya buruke) Keratomalasian atau ulserasi kornea kurang dari 1/3 permukaan kornea (X3A)f) Keratomalasia atau ulserasi sama atau lebih dari 1/3 permukaan kornea (X3B)Tanda-Tanda : Kornea melunak seperti bubur dan dapat terjadi ulkus Keadaan umum penderita sangat buruk Terjadi perforasi korneag) Jaringan parut kornea (XS)Tanda-Tanda : Kornea mata menjadi putih atau bola mata tampak mengecil Bila luka pada kornea sudah sembuh akan meninggalkan bekas berupa sikatrik atau jaringan parut Penderita menjadi buta yang sudah tidak dapat disembuhkan walaupun dengan operasi cangkok kornea.h) Fundus xeroftalmia (XF)Dengan ophtalmoscope pada fundus tampak gambar seperti cendol

8. Pemeriksaan Penunjang Tes-tes yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis antara lain:a) FunduskopiBertujuan untuk menyinari bagian fundus okuli kemudian bagian yang terang di dalam fundus okuli dilihat dengan satu mata melalui celah alat pada funduskopi. Biasa hasil dari yang dilihat terdiri dari : Medianya jernih atau tidak, ukuran dan batas pupil, Rasio cup diskus, rasio antara arteri dan vena, retinanya flat atau tidak, dan apakah terdapat refleks makula fovea atau tidak.b) Rose BengalPemeriksaannya dengan cara meneteskan cairan rose bengal, warna dari rose bengal ini akan mewarnai sel-sel epitel kornea yang tidak vital juga sel-sel pada kornea. Apabila pada uji ini hasilnya + maka dapat dikatakan bahwa terjadi keratinisasi di konjungtiva.c) Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan serum retinol : Berguna untuk mengetahui apakah pasien defisiensi vitamin A atau tidak. Kadar normalnya dalam tubuh < 20 ug/dl. Pemeriksaan fungsi hati: Berguna untuk melihat kadar RBP dan pre-albumin di hati.

9. Penatalaksanaan a) Non Farmakologi Perbaikan gizi pasien : Memberikan makanan yang adekuat (energi, protein, dan lemak) sesuai kebutuhan untuk mencapai status gizi normal, memberikan makanan tinggi sumber vit. A untuk mengoreksi kekurangan vitamin A pada balita. Edukasi: Penyuluhan ke orang tua yang memiliki anak bayi dan balita mengenai pentingnya asupan ASI yang adekuat dan juga asupan makanan yang baik dan benar untuk bayi dan balita.b) Farmakologi Pemberian vitamin A pada balita berumur 12-59 bulan Hari pertama dan kedua diberikan 200.000 IU peroral Jika belum ada perubahan berikan dlagi pada hari ketiga Biasanya perbaikan nayta akan terlihat dalam 1-2 mingguc) Pencegahan Diberikan vitamin A secara rutin Untuk balita 12-59 bulan diberikan 200.000 IU (kaps merah) Pada bulan februari dan agustusd) Resep :dr. Kirana SIP: 10111213141 Jl. Achmad Yani No. 11, Cimahi Telp 08121110111

Cimahi, 26 mei 2015 R/ Vit. A 200.000 IU cap No. III S 1 cap . pada hari 1, 2, 15

Pro: Ny. XUmur: 5 tahun

10. Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien nyctalopia yang diakibatkan oleh xeroftalmia antara lain:a) Xerosis Kornea (X2)Tanda-Tanda : Kekeringan pada konjungtiva berlanjut sampai kornea Kornea tampak suram dan kering dengan permukaan tampak kasar Keadaan umum anak biasanya gizinya burukb) Keratomalasian atau ulserasi kornea kurang dari 1/3 permukaan kornea (X3A)c) Keratomalasia atau ulserasi sama atau lebih dari 1/3 permukaan kornea (X3B)Tanda-Tanda : Kornea melunak seperti bubur dan dapat terjadi ulkus Keadaan umum penderita sangat buruk Terjadi perforasi kornea Dapat menyebabkan prolaps jaringan isi bola mata dan membentuk cacat tetap menyebabkan kebutaan.

11. Prognosis

Pada umumnya penyakit nyctalopia yang diakibatkan olh xeroftalmia ini tidak mengancam kehidupan maupun kejiawaan dari pasien itu sendiri sehinggu bisa dikatakan bahwa prognosisnya baik, tetapi dilihat dari kemungkinan terjadinya suatu kebutaan yang berarti akan mengganggu fungsi dari mata sendiri maka terdapat keraguan pada penyakit nyctalopia ini yang akan berdampak buruk pada mata apabila penyakit ini tidak ditangani ataupun penanganannnya tidak tuntas atau tidak adekuat. Quo Ad Vitam: ad bonam Quo Ad Functionam: dubia ad bonam

12. Bioetika Humaniora

a) Medical IndicationsMendiagnosa nyctalopia binokulet e.c xeroftalmia XIB dilihat dari adanya mata buram terasa semakin parah pada sore dan malam hari, KEP, bintik bitot dan pemeriksaan rosw bengal (+).b) Patient PreferrencesInform concent dengan memberikan informasi dengan jelas kepada keluarga pasien.c) Quality of LiveDokter memberikan prognosi dengan melihat kemungkinan dari penatalaksanaand) Contextual FeaturesTidak mebeda-bedakan penatalaksaan pada pasien yang didiagnosis penyakit yang sama.

1