makalah nmne

35
BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Definisi Industri Proses Industri proses kimia adalah industri yang mengolah bahan baku / bahan mentah menjadi suatu hasil / produk dengan memanfaatkan proses-proses kimia. Proses-proses kimia yang dilakukan dalam industri proses kimia adalah reaksi kimia dan peristiwa kimia fisik. Peristiwa kimia fisik antara lain : Pencampuran molekuler bahan-bahan dengan rumus dan struktur molekul yang berlainan. Pengubahan fase, antara lain : penguapan, pengembunan, pengkristalan Pemisahan campuran menjadi zat-zat penyusunnya yang lebih murni Yang termasuk ke dalam industri proses kimia adalah : Industri kimia dasar: yaitu industri proses kimia yang menghasilkan produk zat kimia dasar, seperti Asam Sulfat (H2SO4) dan Ammonia (NH3) Industri pengolahan minyak bumi atau petroleum refinery:Pada industri ini biasanya dihasilkan komponen- komponen bahan bakar minyak (BBM), seperti : bensin, kerosene, bahan bakar penerbangan, solar, minyak diesel. Di samping itu dihasilkan juga produk-produk selain komponen bahan bakar minyak (non BBM), seperti, pelumas, wax, aspal, solvent maupun produk petrokimia. Industri petrokimia:yaitu industri yang mengolah zat atau bahan yang berasal dari fraksi minyak bumi, seperti : Etilen (C2H4) dan Propilen (C3H6). Industri pengolahan logam

Upload: rama-smile

Post on 28-Nov-2015

49 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Makalah Neraca Massa

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah NMNE

BAB I

LATAR BELAKANG

1.1 Definisi Industri Proses

Industri proses kimia adalah industri yang mengolah bahan baku / bahan mentah menjadi suatu hasil / produk dengan memanfaatkan proses-proses kimia. Proses-proses kimia yang dilakukan dalam industri proses kimia adalah reaksi kimia dan peristiwa kimia fisik.

Peristiwa kimia fisik antara lain :

Pencampuran molekuler bahan-bahan dengan rumus dan struktur molekul yang berlainan.

Pengubahan fase, antara lain : penguapan, pengembunan, pengkristalan Pemisahan campuran menjadi zat-zat penyusunnya yang lebih murni

Yang termasuk ke dalam industri proses kimia adalah :

Industri kimia dasar: yaitu industri proses kimia yang menghasilkan produk zat kimia dasar, seperti Asam Sulfat (H2SO4) dan Ammonia (NH3)

Industri pengolahan minyak bumi atau petroleum refinery:Pada industri ini biasanya dihasilkan komponen-komponen bahan bakar minyak (BBM), seperti : bensin, kerosene, bahan bakar penerbangan, solar, minyak diesel. Di samping itu dihasilkan juga produk-produk selain komponen bahan bakar minyak (non BBM), seperti, pelumas, wax, aspal, solvent maupun produk petrokimia.

Industri petrokimia:yaitu industri yang mengolah zat atau bahan yang berasal dari fraksi minyak bumi, seperti : Etilen (C2H4) dan Propilen (C3H6).

Industri pengolahan logam Industri oleokimia:yaitu industri yang mengolah zat atau bahan yang berasal dari

fraksi minyak atau lemak nabati atau hewani, seperti pabrik CPO (Crude Palm Oil). Industri agrokimia: yaitu industri yang memproduksi aneka pupuk dan bahan kimia

untuk budidaya pertanian, seperti pestisida, urea, ammonium sulfat. Industri makanan dan minuman, seperti : susu, gula, garam. Industri bahan pewarna dan pencelup. Industri bahan peledak Industri pulp dan kertas Industri semen dan keramik

Industri proses dikatagorikan sebagai industri yg mengolah bahan baku secara kontinyu dalam jumlah besar, seperti oil & gas company, chemical, power plant, fertilizer, petrochemical maupun cement. Sebuah plant proses (exmp: heat exchanger, pressurized

Page 2: Makalah NMNE

vessel dll) dalam pengoperasiannya memerlukan instrumentasi untuk menunjang safety. Tingkatan sistem instrumentasi dari yg awal sampai puncak:

1. BPCS (Basic Process Control System)

2. Alarm system

3. Safety Instrumented System (SIS), biasanya Emergency Shutdown System (ESD) & Fire Gas System (FGS)

4. Relief system (pengaplikasian Pressure Relief/ PRV)

1.2 Permasalahan Dalam Industri Proses

Industri proses dikategorikan sebagai industri yang mengolah bahan baku secara kontinyu dalam jumlah besar, seperti oil & gas company, chemical, power plant, fertilizer, petrochemical maupun cement. Didalam industry proses banyak sekali kegiatan yang dilakukan dan dalam proses pengerjaan dari setiap kegiatan pastinya banyak terdapat permasalahan-permasalahan.

Banyak kasus permasalahan yang ada dalam industry diantaranya, permasalahan pada system pembakaran yang terdapat pada boiler di PLTU unit III Unit Gresik.

PLN merupakan perusahaan negara yang bergerak dalam bidang kelistrikan, PT. PJB Unit Pembangkitan Gresik yang merupakan unit pembangkitan di bawah naungan PLN telah diakui kredibilitas dan reputasinya sebagai salah satu perusahaan terbaik dan memiliki aplikasi yang luas. Pembangkitan yang digunakan di PT. PJB Unit Pembangkitan Gresik ini yaitu pembangkitan listrik tenaga uap dan gas yang lebih di kenal dengan PLTU dan PLTGU. Bagian utama dari pembangkit listrik ini adalah boiler, turbin, dan generator. Pada sistem pembangkit, untuk menjalankan turbin yang akan menggerakkan generator guna menghasilkan listrik, dibutuhkan tekanan uap panas yang dihasilkan dari boiler. PT.PJB Unit Pembangkitan Gresik merupakan salah satu unit pembangkit listrik PT.PJB yang terhubung dalam system interkoneksi Jawa-Bali. Karena merupakan salah satu produsen penghasil listrik yang melayani kebutuhan listrik wilayah pulau Jawa dan Bali, perubahan beban yang terjadi secara kontinu akan berpengaruh terhadap frekuensi sistem. Hal ini menyebabkan pengendali pada sistem pembangkit mengatur kembali besaran besaran masukan guna mencapai titik kesetimbangan yang baru. Analisa kestabilan pada sistem boiler difokuskan pada efisiensi boiler, yang merupakan tingkatan kemampuan kerja boiler. Semakin tinggi prosentase efisiensinya, maka kinerja system tersebut semakin bagus, oleh karena itu dibutuhkan analisa terhadap kestabilan sistem pembangkit listrik yang diharapkan mampu membantu dalam mengetahui tingkat kestabilan system pembangkit listrik khususnya pada sistem pembakaran PLTU unit 3 sehingga dapat dilakukan perencanaan tindakan peningkatan performansi sistem. Statistical process control adalah suatu teknik yang dapat digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap performansi suatu proses yang memanfaatkan metode statistik untuk memonitor, menganalisa, mengontrol dan mempengaruhi perbaikan performansi produk dan proses menggunakan metode-metode statistik. Salah satu metode

Page 3: Makalah NMNE

yang digunakan dalam pengendalian proses statistic adalah six sigma. Six sigma merupakan pendekatan menyeluruh untuk menyelesaikan masalah dengan berfokus kepada pengendalian produk/proses sehingga sepanjang waktu dapat memenuhi persyaratan dari produk/ proses tersebut. Pada Perusahan General Electric (GE) sebagai salah satu perusahaan yang telah sukses menerapkan metode six sigma menyatakan,” Six sigma merupakan proses disiplin tinggi yang membantu kita mengembangkan dan menghantarkan produk mendekati sempurna.”Sehingga Untuk mengetahui apakah performansi suatu proses pada sistem pembakaran tersebut telah berjalan dengan baik, maka perlu Analisis efisiensi sistem pembakaran pada boiler di PLTU Unit III PT.PJB UP Gresik dengan menggunakan metode Statistical process control (SPC), dimana metode pendekatan yang digunakan untuk analisa kinerja proses pada boiler tersebut adalah Six sigma.

Page 4: Makalah NMNE

BAB II

TEORI

2. 1 Material Balance dan Energy Balance

Pada penetapan energi balance, semua sumber energi panas yang masuk diletakkan dalam input dan semua panas yang digunakan dan hilang diletakan pada output. Pada umumnya, basis yang diinginkan adalah semua jumlah panas pada referen termperatur 25oC. demikianlah yang diizinkan oleh standar termodinamika. Referen temperature lainnya diperbolehkan jika sesuai, tetapi untuk banyak kasus ini penting untuk melengkapi neraca dan basis temperature referen konstan.

Ketika bahan bakar digunakan dalam sebuah reaksi industri, terdapat dua point perbedaan yang ditekankan pada energi balance tergantung benarkah atau tidak bahan baker tersebut berasal dari panas primer atau secara prinsip sebagai agen reducing. Pertama, heating value dari bahan baker di daftar input dan heating value dari produk hasil pembakaran tidak sempurna dari bahan baker yang diletakan pada output. Pada contoh ini,penggunaan heating value bahan bakar secara prinsip penting untuk memproduksi fuel gas yang kemudian digunakan untuk pemanasan. Pada contoh kedua, bila bahan baker sebagai agen reducing, reducing tambang, prinsip penting dalam produk reduksi dan tidak dalam heating value bahan baker atau produk reaksi.

Dengan dua point ini, input dan output dari energi balance pada proses kimia yang berdasarkan referen temperature pada 25oC, diditribusikan berdasarkan klasifikasi sebagai berikut :

Kasus 1

Input

a. entalpi yang masuk dalam prosesb. total Heating value bahan baker c. panas reaksid. Energi yang tersedia pada proses

Output

a. Panas atau entalpi yang meninggalkan prosesb. Panas pembakaran gas CO2 yang tidak terbakar sempurnac. Panas terserapd. Panas yang keluar dari prosese. Panas yang hilang

Page 5: Makalah NMNE

Kasus Khusus

Kasus 1

a. Melengkapi analisa ultimat bahan bakar yang diketahuib. Tidak ada batubara yang tidak terbakar pada sisac. Tar dan soot diabaikan d. Sulfur diabaikan

Kasus II

a. Hidrogen dan Nitrogen tidak diketahuib. Batubara yang tidak terbakar terdapat pada sisa

Kasus III

a. sulfur digunakan atau tidak diabaikan

kasus IV

Pembakaran bahan baker sebagian, sebagai gas pemasok.

a. uapb. Tar dan soot tidak diabaikan

Energi balance berguna untuk menunjukan berapa banyak energi dikonsumsi atau digunakan oleh reaksi-reaksi endotermis yang penting, berapa banyak transfer panas interchanger dalam fluida yang digunakan untuk menyuplai panas, dan berapa banyak panas yang terbuang pada pembakaran tidak sempurna, panas yang berlebih pada produk dan panas yang tak cukup.

Contoh :

Dalam boiler furnace dengan bahan bakar batubara, energi balance diindikasi pendistribusi energi kimia batubara menjadi entalpi uap, panas yang hilang akibat produk gas yang dihasilkan dari pambakaran dan panas sensible, panas yang hilang akibat pembakaran batubara yang tidak sempurna sebagai karbon dan batubara yang tidak terbakar dalam refuse dan panas yang hilang oleh radiasi dan konduksi melalui boiler.

2. 2 Enthalpy Uap Air

Enthalpy super heat uap air referen cair pada 25oC adlah jumlah dari tiga bagian dibawah ini :

Page 6: Makalah NMNE

1. Enthalpy sensible air dalam fase cair pada temperature uap jenuh. Ini bias bernilai positif atau negative tergantung pada apakah temperature jenuh diatas atau dibawah 25oC.

2. Panas penguapan air pada temperature jenuh3. Enthalpy sensible uap air pada temperature jenuh

Apabila uap air sangat super heat sebagai flue gas, pada umumnya perhitungannya simple diasumsikan enthalpy uap air sama dengan jumlah panas penguapan pada 25oC ditambah enthalpy sensible uap pada 25oC. Nyata bahwa ini diasumsikan temperature jenuh pada 25oC.

Entalpi adalah istilah dalam termodinamika yang menyatakan jumlah energi internal dari suatu sistem termodinamika ditambah energi yang digunakan untuk melakukan kerja.Entalpi tidak bisa diukur, yang bisa dihitung adalah nilai perubahannya. Secara matematis, perubahan entalpi dapat dirumuskan sebagai berikut:

ΔH = ΔU + PΔV

di mana:

- H = entalpi sistem (joule)

- U = energi internal (joule)

- P = tekanan dari sistem (Pa)

- V = volume sistem (m3)

Setiap sistem atau zat mempunyai energi yang tersimpan didalamnya.Energi potensial berkaitan dengan wujud zat, volume, dan tekanan.Energi kinetik ditimbulkan karena atom – atom dan molekulmolekul dalam zat bergerak secara acak. Jumlah total dari semua bentuk energi itu disebut entalpi (H) . Entalpi akan tetap konstan selama tidak ada energi yang masuk atau keluar dari zat. . Misalnya entalpi untuk air dapat ditulis H H20 (l) dan untuk es ditulis H H20 (s).

Perhatikan lampu spiritus, jumlah panas atau energi yang dikandung oleh spiritus pada tekanan tetap disebut entalpi spiritus.Entalpi tergolong sifat eksternal, yakni sifat yang bergantung pada jumlah mol zat.Bahan bakar fosil seperti minyak bumi, batubara mempunyai isi panas atau entalpi.

Entalpi (H) suatu zat ditentukan oleh jumlah energi dan semua bentuk energi yang dimiliki zat yang jumlahnya tidak dapat diukur. Perubahan kalor atau entalpi yang terjadi

Page 7: Makalah NMNE

selama proses penerimaan atau pelepasan kalor dinyatakan dengan ” perubahan entalpi (ΔH) ” . Misalnya pada perubahan es menjadi air, maka dapat ditulis sebagai berikut:

Δ H = H H20 (l) -H H20 (s)

Marilah kita amati reaksi pembakaran bensin di dalam mesin motor. Sebagian energi kimia yang dikandung bensin, ketika bensin terbakar, diubah menjadi energi panas dan energi mekanik untuk menggerakkan motor.

Demikian juga pada mekanisme kerja sel aki.Pada saat sel aki bekerja, energi kimia diubah menjadi energi listrik, energi panas yang dipakai untuk membakar bensin dan reaksi pembakaran bensin menghasilkan gas, menggerakkan piston sehingga menggerakkan roda motor.

Gambar 10 berikut ini menunjukkan diagram perubahan energi kimia menjadi berbagai bentuk energi lainnya.

Harga entalpi zat sebenarnya tidak dapat ditentukan atau diukur. Tetapi ΔH dapat ditentukan dengan cara mengukur jumlah kalor yang diserap sistem. Misalnya pada perubahan es menjadi air, yaitu 89 kalori/gram.Pada perubahan es menjadi air, ΔH adalah positif, karena entalpi hasil perubahan, entalpi air lebih besar dari pada entalpi es.

Termokimia merupakan bagian dari ilmu kimia yang mempelajari perubahan entalpi yang menyertai suatu reaksi.Pada perubahan kimia selalu terjadi perubahan entalpi. Besarnya

Page 8: Makalah NMNE

perubahan entalpi adalah sama besar dengan selisih antara entalpi hasil reaksi dam jumlah entalpi pereaksi.

Pada reaksi endoterm, entalpi sesudah reaksi menjadi lebih besar, sehingga ΔH positif.Sedangkan pada reaksi eksoterm, entalpi sesudah reaksi menjadi lebih kecil, sehingga ΔH negatif.Perubahan entalpi pada suatu reaksi disebut kalor reaksi. Kalor reaksi untuk reaksi-reaksi yang khas disebut dengan nama yang khas pula, misalnya kalor pembentukan,kalor penguraian, kalor pembakaran, kalor pelarutan dan sebagainya.

Suatu reaksi kimia dapat dipandang sebagai suatu sistem yang terdiri dari dua bagian yang berbeda, yaitu pereaksi dan hasil reaksi atau produk. Perhatikan suatu reaksi yang berlangsung pada sistem tertutup dengan volume tetap (ΔV = 0), maka sistem tidak melakukan kerja, w = 0. Jika kalor reaksi pada volume tetap dinyatakan dengan qv , maka persamaan hukum I termodinamika dapat ditulis:

ΔU = qv + 0 = qv = q reaksi

q reaksi disebut sebagai kalor reaksi. Hal ini berarti bahwa semua perubahan energi yang menyertai reaksi akan muncul sebagai kalor. Misal: suatu reaksi eksoterm mempunyai perubahan energi dalam sebesar 100 kJ. Jika reaksi itu berlangsung dengan volume tetap, maka jumlah kalor yang dibebaskan adalah 100 kJ.

Kebanyakan reaksi kimia berlangsung dalam sistem terbuka dengan tekanan tetap (tekanan atmosfir). Maka sistem mungkin melakukan atau menerima kerja tekanan – volume, w = 0). Oleh karena itu kalor reaksi pada tekanan tetap dinyatakan dengan qp , maka hukum I termodinamika dapat ditulis sebagai berikut:

ΔU = qp + w atau qp = ΔU – w = q reaksi

Untuk menyatakan kalor reaksi yang berlangsung pada tekanan tetap, para ahli mendefinisikan suatu besaran termodinamika yaitu entalpi (heat content) dengan lambang “H”

Entalpi didefinisikan sebagai jumlah energi dalam dengan perkalian tekanan dan volume sistem, yang dapat dinyatakan:

H = U + P V

Page 9: Makalah NMNE

Reaksi kimia termasuk proses isotermal, dan bila dilakukan di udara terbuka maka kalor reaksi dapat dinyatakan sebagai:

qp = Δ H

Jadi, kalor reaksi yang berlangsung pada tekanan tetap sama dengan perubahan entalpi. Oleh karena sebagian besar reaksi berlangsung pada tekanan tetap, yaitu tekanan atmosfir, maka kalor reaksi selalu dinyatakan sebagai perubahan entalpi (ΔH).

Akibatnya, kalor dapat dihitung dari perubahan entalpi reaksi, dan perubahan entalpi reaksi yang menyertai suatu reaksi hanya ditentukan oleh keadaan awal (reaktan) dan keadaan akhir (produk).

q = ΔH reaksi = Hp-Hr

2. 3 Heating Value

Efisiensi panas pada sebuah proses dapat ditentukan dalam persen pada panas yang masuk karena pemanfaatan yang efektif. Selain itu, efisiensi termal dapat berubah-ubah berdasarkan pada dua pengertian, ini menandakan bahwa panas yang masuk tersebut efektif pemanfaatannya.Sebuah nilai numerical pada efisiensi termal tidak berubah kecuali jika kedua massanya tetap/telah ditetukan.

Panas yang masuk dapat diambil seperti jumlah pada data yang masuk dalam neraca energy.Ini berdasarkan logika dan sebaliknya jika telah ditentukan/tetap, dasar ini dapat digunakan. Diantara dasara tersebut biasa digunakan sesuai dengan kebutuhan pada proses khusus. Contohnya, efisiensi termal pada pembakaran pada sebuah bahan bakar telah diketahui nilai total panasnya atau net heating value. Nilai panas net memberi sebuah nilai lebih tinggi pada efiesiensi dan dapat melebihi dari beberapa sebab. Dasar ini tidak diinginkan dimana alat pembakaran mampu pada penemuan kembali beberapa dari proses terpendam pada uap air produk berbentuk gas, oleh sebab itu peralatan mungkin memberi sebuah nilai efisiensi diatas 100%.

Nilai panas atau nilai kalor zat, biasanya bahan bakar atau makanan (lihat energi makanan), adalah jumlah panas yang dilepaskan selama pembakaran jumlah tertentu itu.

Page 10: Makalah NMNE

Nilai kalor merupakan karakteristik untuk setiap zat. Hal ini diukur dalam satuan energi per unit substansi, biasanya massa, seperti: kkal / kg, kJ / kg, J / mol, Btu / m³. Nilai Pemanasan umumnya ditentukan dengan menggunakan sebuah kalorimeter bom.

Panas pembakaran bahan bakar dinyatakan sebagai HHV, LHV, atau GHV.

Heating Value Tinggi (HHV)

Kuantitas yang dikenal sebagai nilai kalor tinggi (HHV) (atau nilai kalor bruto atau energi kotor atau atas pemanasan atau nilai kalori yang lebih tinggi HCV) ditentukan dengan membawa semua produk pembakaran kembali ke suhu pra-pembakaran asli, dan kondensasi khususnya uap apapun yang dihasilkan. pengukuran seperti itu sering menggunakan suhu 25 ° C. Ini adalah sama dengan panas termodinamika pembakaran sejak perubahan entalpi untuk reaksi mengasumsikan suhu umum senyawa sebelum dan sesudah pembakaran, dalam hal ini air yang dihasilkan oleh pembakaran cair.

Nilai pemanasan tinggi memperhitungkan panas laten penguapan air dalam produk pembakaran, dan berguna dalam menghitung nilai pemanasan untuk bahan bakar di mana kondensasi dari produk reaksi praktis (misalnya, dalam boiler berbahan bakar gas yang digunakan untuk panas ruang) . Dengan kata lain, HHV menganggap semua komponen air berada dalam keadaan cair pada akhir pembakaran (dalam produk pembakaran).

Heating Value Bawah (LHV)

Kuantitas yang dikenal sebagai nilai kalor rendah (LHV) (atau nilai kalor bersih atau nilai kalori lebih rendah LCV)) ditentukan dengan mengurangi panas penguapan uap air dari nilai panas yang lebih tinggi. Ini memperlakukan setiap H2O terbentuk sebagai uap. Energi yang dibutuhkan untuk menguapkan air sehingga tidak disadari sebagai panas.

Perhitungan LHV mengasumsikan bahwa komponen air dari proses pembakaran di negara uap pada akhir pembakaran, yang bertentangan dengan nilai kalor tinggi (HHV) (alias nilai kalor bruto atau CV bruto) yang yang mengasumsikan semua air di sebuah pembakaran proses berada dalam keadaan cair setelah proses pembakaran.

Para LHV mengasumsikan bahwa panas laten penguapan air dalam bahan bakar dan produk-produk reaksi tidak dipulihkan. Hal ini berguna dalam membandingkan bahan bakar dimana kondensasi produk pembakaran tidak praktis, atau panas pada suhu dibawah 150 ° C tidak dapat dimanfaatkan.

Page 11: Makalah NMNE

Di atas hanyalah salah satu definisi nilai pemanasan Lower diadopsi oleh American Petroleum Institute (API) dan mereka menggunakan suhu referensi 60 ° F (15,56 ° C).

Definisi lain [digunakan oleh GPSA - Gas Pemasok Prosesor Dasar dan awalnya digunakan oleh API (data yang dikumpulkan untuk proyek penelitian API 44)] adalah bahwa nilai panas bawah adalah entalpi semua produk pembakaran, minus entalpi bahan bakar pada suhu referensi [API 44 proyek penelitian digunakan 25 ° C. GPSA saat ini menggunakan] F 60 °, dikurangi entalpi stoikiometri oksigen (O2) pada suhu referensi, minus panas penguapan uap isi produk pembakaran.

Perbedaan antara keduanya adalah bahwa definisi ini kedua mengasumsikan bahwa produk pembakaran semua kembali kembali ke temperatur referensi tetapi kemudian isi panas dari uap kondensasi dianggap tidak berguna. Hal ini lebih mudah dihitung dari nilai kalor lebih tinggi daripada bila menggunakan definisi sebelumnya dan justru akan memberikan jawaban yang sedikit berbeda

Heating Value Bruto

Gross heating value (lihat AR) account untuk air di knalpot meninggalkan sebagai uap, dan termasuk air cair dalam bahan bakar sebelum pembakaran. Nilai ini penting untuk bahan bakar seperti kayu atau batubara, yang biasanya akan berisi beberapa jumlah air sebelum terbakar.

Mengukur Nilai Pemanasan

Nilai kalor lebih tinggi adalah eksperimen ditentukan dalam kalorimeter bom dengan menyembunyikan campuran stoikiometri dari bahan bakar dan oksidator (misalnya, dua mol hidrogen dan satu mol oksigen) dalam wadah baja pada 25 ° dimulai oleh perangkat pengapian dan reaksi pembakaran selesai. Ketika hidrogen dan oksigen bereaksi selama pembakaran, uap air muncul. Selanjutnya, kapal dan isinya yang dingin dulu ke 25 asli ° C dan nilai panas yang lebih tinggi ditentukan sebagai panas yang dirilis antara suhu awal dan akhir identik.

Ketika nilai kalor rendah (LHV) ditetapkan, pendinginan dihentikan pada 150 ° C dan panas reaksi hanya sebagian dipulihkan. Batas 150 ° C adalah pilihan yang sewenang-wenang.

Catatan: Tinggi heating value (HHV) dihitung dengan produk air yang dalam bentuk cair, sementara nilai kalor rendah (LHV) dihitung dengan produk air yang dalam bentuk uap.

Page 12: Makalah NMNE

2. 4 Efesiensi Thermal

Proses efesiensi thermal diartikan sebagai persentase panas yang masuk dan terpakai secara efektif dalam cara tertentu. Dengan demikian efisiensi thermal tidak tetap tergantung pada design dari panas input dan panas yang terpakai secara efektif. Nilai numerical efisiensi thermal tak tentu, jika tidak kedua-duanya spesifik.

Efisiensi panas pada sebuah proses dapat ditentukan dalam persen pada panas yang masuk karena pemanfaatan yang efektif. Selain itu, efisiensi termal dapat berubah-ubah berdasarkan pada dua pengertian, ini menandakan bahwa panas yang masuk tersebut efektif pemanfaatannya. Sebuah nilai numerical pada efisiensi termal tidak berubah kecuali jika kedua massanya tetap/telah ditetukan.

Panas yang masuk dapat diambil seperti jumlah pada data yang masuk dalam neraca energy. Ini berdasarkan logika dan sebaliknya jika telah ditentukan/tetap, dasar ini dapat digunakan. Diantara dasara tersebut biasa digunakan sesuai dengan kebutuhan pada proses khusus. Contohnya, efisiensi termal pada pembakaran pada sebuah bahan bakar telah diketahui nilai total panasnya atau net heating value. Nilai panas net memberi sebuah nilai lebih tinggi pada efiesiensi dan dapat melebihi dari beberapa sebab. Dasar ini tidak diinginkan dimana alat pembakaran mampu pada penemuan kembali beberapa dari proses terpendam pada uap air produk berbentuk gas, oleh sebab itu peralatan mungkin memberi sebuah nilai efisiensi diatas 100%.

II. 5 Pengaruh Sulfur

Efek sulfur yang terkandung didalam batubara.

Berdasarkan penjelasan dalam ilustrasi, pembakaran sulfur dalam batubara diabaikan. Hal ini merupakan kesalahan apabila kandungan sulfur tersebut rendah, 1% atau kurang. Hal ini sulit ditentukan pada saat pembakaran sulfur yang harus dengan metoda yang benar karena kebenaran dari bentuk tersebut yang dimana bahan yang terkandung dalam batubara dan kesulitan untuk penentuan penyaluran hasil dari pembakaran. Bagian yang diperhitungkan dari sulfur adalah ketersediaan dalam batubara untuk pembakaran atau ketersediaan bentuk akan timbul sebagai sulfur dioksida dalam hasil akhir pembakaran. Sisa akan timbul dalam refuse.

Pola biasa dari analisis flue-gas oleh peralatan Orsat, dimana sample gas diikat bersama air, tidak diperbolehkan penentuan sulfur dioksida. Karena tingkat kelarutan yang tinggi dari sulfur dioksida dalam air (sekitar 30 kali disbanding karbondioksisa) bagian terbesar dari SO2akanterikat dalam air dari sampling peralatan dan buret. Sebagian SO2 yang tidak dihilangkan dengan cara ini akan terikat dan dilaporkan sebagai CO2. Analisis pelaporan dengan sendirinya mewakili komposisi yang mendekati dari SO2-gas bebas. Metoda yang tersedia dimana penentuan yang terpisah akan membuat SO2, tetapi

Page 13: Makalah NMNE

kemungkinan ini tidak dengan sendirinya untuk melakukan percobaan dari perlengkapan pembakaran.

Mengabaikan pembakaran sulfur dalam perhitungan dari bentuk yang tertera dalam ilustrasi 4, dimana neraca oksigen tidak digunakan, jangan membuat kesalahan yang fatal, meskipunkandungan sulfur relative tinggi. Perhitungan berat total dari flue-gas kering akan rendah mendekati berat SO2yang terbentuk. Kesalahan ini biasanya diabaikan. Bagaimanapun, metoda perhitungan dari ilustrasi 5, dimana net hydrogen dalam batubara dihitung dari neraca oksigen, kesalahan dalam hasil dari pembakaran sulfur yang diabaikan mungkin lebih serius. Dalam tipe perhitungan ini diasumsikan bahwa semua oksigen bebas tidak dihitung sebagai CO2,CO, atau oksigen bebas dalam flue gas telah digunakan dalam oksidasi dari net hydrogen batubara.Asumsi ini mengabaikan oksigen yang digunakan dalam oksidasi sulfur dan mengkombinasikan besi dengan sulfur sebagai FeS2. Hasil kandungan net hydrogen dihitung dari metoda ini akan sangat tinggi, dan kandungan combined water , perbedaan perhitungan, akan rendah. Kesalahan yang utama tinggi dimana sulfur dengan sendirinya terbentuk sebagai besi pyrites, FeS2, dimana keadaan oksigen digunakan dalam oksidasi antara sulfur dan besi. Bagaimanapun, karena berat atom relative dari sulfur diizinkan untuk mengabaikan, kesalahan yang disetujui denagn kandungan sulfur batubara kurang dari 1%.

2. 6 Pengaruh Tar dan Soot

Pada beberapa proses pembakaran gas yang mengandung carbon suspended adalah formulasi yang terdapat pada soot and tar . Formulasi ini karbon tidak timbul seperti biasanya volumetric pengukuran gas tetapi harus ditentukan secara terpisah oleh penyerapan atau penyimpanan pada penyaringan menurut massanya , walaupun prediksi ini tidak selalu di waspadai . Hal ini biasanya cukup diasumsikan bahwa pembakaran pada analisis tar mengandung 90% carbon dan 10% hydrogen dan pembakaran pada 500L mengandung 100% carbon dengan frekuensi sisa yang telah berupa gas jadi kandungan abu yang terkandung harus tepat.

Pada penjumlahan soot dan tar tergantung pada kandungan gas. Produk ini juga berangsur-angsur berakumulasi/berkurang melalui pipa. Koreksi dari kesalahan kandungan yang dibutuhkan untuk hal ini biasanya dibuat oleh pengurangan dalam pengukuran lebih dalam jangka periode yang lama, seperti penggunaan waktu berlebih diantara keberhasilan proses pembersihan dalam pipa. Pengurangan tar harus dikurangi dan dipindahkan, dan kadar berat bahan bakar selama waktu berlebih diketahui. Perkiraan ini dapat diperoleh untuk pengurangan kadar karbon per unit massa batubara.

Page 14: Makalah NMNE

BAB III

KASUS DALAM INDUSTRI

Sebuah penghasil gas mengubah bahan bakar batubara bituminous dengan komposisi :

Analisa Proksimat :

Moisture 2,70%

Volatile Matter 25,77%

Fixed Carbon 62,87%

Ash 8,66%

100%

Analisa Ultimat :

Moisture 2,7%

Karbon 78,55%

Net Hidrogen 4,13%

Nitrogen 1,58%

Sulfur 0,69%

Abu sebenarnya 8,40%

Combined H2O 3,95%

100%

Total heating value = 13.944 Btu/Lb

Udara di supplay pada suhu 750F dengan persen humidity sebesar 90%. Tekanan barometric 29,65 inHg. Uap kering di supplay pada tekanan Psig 50 Psi. Dan menghasilkan gas pada temperature 12200F dengan komposisi volume :

CO 25%

H2 22%

CH4 3,6%

C2H4 2,8%

CO2 9,2%

Page 15: Makalah NMNE

N2 37,4%

100%

Sampel gas ditarik dan didinginkan untuk 1000F untuk penentuan tar tersuspensi dan jelaga. Kandungan tar dan jelaga adalah 10 butir per kaki kubik gas diukur pada tekanan udara, 1000F, dan jenuh dengan uap air. Tar dan jelaga mengandung karbon 95% dan 5% hidrogen. heating value adalah 17,100 Btu per Lb, dan panas spesifik rata-rata adalah 0,34. Titik embun dari gas produser adalah 1000F.

Menolak ini habis di 400F, kelembaban bebas, dan mengandung karbon 4,52%. Panas spesifik menolak adalah assumsed menjadi 0,23

Mengabaikan deposisi tar di flues dan kehadiran sulfure, menghitung::a. lengkap energi dan saldo material produsen, berdasarkan 100Lb batubara dibebankanb. Efisiensi termal pada kedua basis panas dan dinginc. Volume gas produser, diukur pada 60F, 30 inHg, jenuh dengan air, membentuk per 100 batubara lbof dibebankand. nilai pemanasan gas produser, per kaki kubik standar.

Solusi dari hasil ini masalahnya adalah hilangnya radiasi negatif. Apa kesalahan dalam data eksperimen yang paling mungkin bertanggung jawab atas kondisi ini?

Page 16: Makalah NMNE

BAB IV

PEMBAHASAN

Udara

Coal Flugas

Steam Tar&soot

Refuse

T = 4000F

Spesific Heat = 0,23

C = 4,12%

Abu = 95,48%

Total = 100%

Menghitung jumlah tar dan soot

Jumlah tar + soot 10 grains/ft3 = = 1,4 lb

Komposisi tar dan soot

Carbon = 95% x 1,4 lb= 1,33 lb

Hidrogen = 5% X 1,4 lb = 0,07 lb

Flue Gas

PV = nRT

P1V1 = n1RT1 -> Tar dan Soot

P2V2 = n2RT2 -> Flue Gas

GAS PRODUCER

Page 17: Makalah NMNE

Sehingga,

Diket :

T1 = 320F = 4920R

T2 = 12200F = 16800 R

V1 = 359 ft3

V2= 1000 ft3

P1 = 29,92 inHg

P2 = 29,65 inHg

n2 = =

= 0,99 x 2,7855 x 0,293

= 0,807 lb mol

Mol gas basah = 0,807 lb mol

Menghitung uap air dalam flue gas T = 1000 F

Dari table vapor pressure of water halaman 82

Ps = 1,9325 inHg

Pt = 29,65 inHg

H =

Page 18: Makalah NMNE

Lb mol = 0,05649 – 0,07 lb mol H2O

1,07 lb mol H2O = 0,05649

lb mol H2O =

mol dry flue gas = 0,807 – 0,05 = 0,757 lb mol

Komposisi flue gas basis 1000 ft3 gas adalah ;

CO = 0,25 x 0,757 = 0,18925 lbmol

H2 = 0,22 x 0,757 = 0,16654 lbmol

CH4 = 0,036 x 0,757 = 0,027252 lbmol

C2H4 = 0,028 x 0,757 = 0,21196 lbmol

CO2 = 0,092 x 0,757 = 0,28118 lbmol

Total = 0,757 lbmol

Menghitung total Carbon dalam flue gas ;

C dalam CO = 0,18925 lbmol = 2,271 lb

C dalam CH4 = 0,027252 lbmol = 0,327024 lb

C dalam C2H4 = 0,042392 lbmol = 0,508704 lb

C dalam CO2 = 0,069644 lbmol = 0,835728 lb

= 0,3285 lbmol = 3,942456 lb

C dalam tar dan soot = 1,33 lb

Page 19: Makalah NMNE

C dalam batubara basis 100 lb = 78,55 lb

C dalam refuse basis 100 lb

Berat refuse = (100 – 4,25)% = 95,48%

= = 8,798 lb

C dalam refuse = 0,0452 x 8,798 lb = 0,398 lb

% C dalam refuse

% C dalam gas kotor = 100% - 0,506% = 99,494%

Perbandingan basis 100 lb dan basis 100 ft3 dalam neraca karbon

Bila karbon dalam gas kotor = 5,27 lb (basis 100 ft3)

Maka, total C dalam batubara =

= 5,2968 lb

Sehingga,

Bila C dalam batubara = 5,2968 lb maka batubara jumlahnya ;

=

Bila yang dibakar 100 lb batubara, maka volume yang dihasilkan;

Mol flue gas basis 100 lb batubara dibakar;

=

Page 20: Makalah NMNE

Komposisi Gas hasil ;

CO = 0,25 x 11,2518 lbmol = 2,81295 lbmol = 78,7626 lb

H2 = 0,22 x 11,2518 lbmol = 2,475396 lbmol = 4,950792 lb

CH4 = 0,036 x 11,2518 lbmol = 0,40506 lbmol = 6,48096 lb

C2H4 = 0,028 x 11,2518 lbmol = 0,31505 lbmol = 8,8214 lb

CO2 = 0,092 x 11,2518 lbmol = 1,03516 lbmol = 45,34704 lb

N2 = 0,374 x 11,2518 lbmol = 4,2087 lbmol = 118,670394 lb

= 11,2518 lbmol = 263,233186 lb

Tabel C dalam flue gas = (2,81295 + 0,40506 + 0,6361 + 1,03516) lbmol

= 4,88227 lbmol

= 58,59324 lb

NERACA KARBON

C dalam batubara = (Refuse – (Flue gas + tar & soot))

C tar & soot = C dalam batubara – (Refuse + flue gas)

= 78,55 – (0,398 + 58,59324)

= 19,55876 lb

NERACA NITROGEN

N flue gas = 117,82876 lb =4,20817 lbmol

N batubara = 1,58 lb = 0,056 lbmol

N udara = N flue gas – N batubara

Page 21: Makalah NMNE

= (4,20817 – 0,056) lbmol

= 4,15217 lbmol

Udara kering di supplay

= 5,2559 lbmol

= 152,4211 lb

H2o dalam udara, T = 750F

H = 90%

H = 0,0175

H2o dalam batubara = 0,0175 x 5,2559 lbmol

= 0,09197825 lbmol

= 1,6556 lb

Udara yang di supplay = 5,2599 + 0,09192825 = 5,3478787825 lbmol

= 152,4211 + 1,65565 = 154,0767 lb

Menghitung H2O dalam flue gas

Ps = 1,9325

Pt = 29,65

n H2O= 0,78449 lbmol = 14,12082 lb

Page 22: Makalah NMNE

NERACA HIDROGEN

Moisture = 2,7 lb = 0,15 lbmol

Combined H2O = 3,95 lb = 0,2194 lbmol

2,4344 lbmol

H2 dari udara = = 0,09197825 lbmol

2,52637825 lbmol

FLUE GAS

Free H2 di gas = 2,475396 lbmol

H2 di CH4 = 0,40506 x 2 = 0,81012 lbmol

H2 di C2H4 = 0,31505 x 2 = 0,6301 lbmol

H2 dari H2O = 0,78449 lbmol

4,700106 lbmol

Hidrogen dalam tar & soot

=

NERACA HIDROGEN

Hinput = Hbb + Hudara + Hsteam

Houtput = Hflue gas + Htar soot

Hinput = Houtput

Hsteam = (4,700106 + 0,5147) – (2,4344 + 0,09197825)

Page 23: Makalah NMNE

= 5,214806 – 2,52637825

= 2,68842775 lbmol

= 48,3916995 lb

NERACA MASSA

INPUT

Batubara = 100 lb

Udara = 154,0767 lb

Steam = 48,3916995 lb

Total 302,4683995 lb

OUTPUT

Refuse = 8,798 lb

Tar & soot = 20,58816 lb

Flue gas = 263,233186 lb

H2O flue gas = 14,12082 lb

Total 306,740166 lb

ENERGY BALANCE

INPUT TR = 750 F

1. Hv Batubara = 100 x 13944 Btu/lb = 1394400 Btu

2. Sensibel Entalphy Batubara = 0

3. Entalphy Steam =

Page 24: Makalah NMNE

P = 50 Psi + 14,6 = 64,6 Psig, TR = 750F ∆TR =75 – 32 = 43

Interpolasi.

Hg = 1178,2 +

= 1178,2 +

= 1178,2 + 0,70697

= 1178,90697

Entalphy Steam = 48,3916995 lb x 1178,90697 = 57049,31183 Btu

4. Entalphy Udara = 0

5. Entalphy dari penguapan air di udara

Interpolasi.

Hfg = 1051,2 +

= 1051,2 +

= 1051,2 – 1,15

= 1050,05

Entalphy = 1050,05 x 1,6556

= 1738,46 Btu

TOTAL INPUT = 1453187,772

OUTPUT

1. Refuse

Entalphy = 8,798 x 0,23 x (400 – 75) = 657,6505 Btu

Page 25: Makalah NMNE

Hvc dalam Refuse = 0,398 lb = 0,033167 lbmol

= 0,033167 x 96650 + 1,8 = 5770,06299 Btu

2. Tar Soot

Entalphy = 20,58816 x 0,34 x (1220 – 75) = 8014,970688 Btu

Hvc = 1,33 x (96650 + 16000) x 1,8 = 269684,1 Btu

3. Menghitung sensible heat di flue gas

Cp CO = 7,35394 x 2,81295 = 20,68626552

Cp H2 = 7,0798 x 2,475396 = 17,5253086

Cp CH4 = 14,53075101 x 0,40506 = 5,885826003

Cp C2H4 = 16,8556 x 0,31505 = 5,31035678

Cp CO2 = 11,1698 x 1,03516 = 11,56253017

Cp N2 = 7,28313692 x 4,20817 = 30,64867829

91,61896536

= 91,62 x (1220 – 75) = 1049404,9 Btu

4. Entalphy uap air

31292,28 + 48,39 (1220 – 75) = 86698,83 Btu

5. Heat loss = 977457,2578 Btu

TOTAL OUTPUT = 1453187,772 Btu

Neraca Energi

Page 26: Makalah NMNE

INPUT OUTPUT

1394400 Btu 657,6505 Btu

57049,31183 Btu 5770,06299 Btu

1738,46 Btu 8014,970688 Btu

1453187,772 Btu 269684,1 Btu

104904,9 Btu

86698,83 Btu

977457,2578 Btu

1453187,772 Btu

BAB V

KESIMPULAN

Dalam penyelesaian permasalahan dari penentuan neraca massa dan neraca energy dari soal no. 16 dilakukan beberapa tahap,yaitu:

-penyelesaian neraca abu

Page 27: Makalah NMNE

-penyelesaian neraca carbon

-penyesuaian basis volume dengan basis berat 100 lb batubara terbakar

-penyelesaian neraca nitrogen

-penyelesaian neraca hydrogen

-penentuan jumlah steam

-penyelesaian neraca energy

-penentuan heating value

-penentuan sensible

Dalam dunia industry permasalahan neraca massa dari penghasil gas sangat kompleks,sehingga diperlukan ketelitian dalam pengamatan permasalahan yang terjadi.

BAB IV

PUSTAKA