makalah nilai dan norma.doc
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Berbicara tentang moral, maka akan berbicara pula tentang nilai dan
norma., karena setiap norma melahirkan nilai dan moral. Norma adalah
perangkat ketentuan, hukum, arahan yang biasa datang dari luar, seperti
Tuhan dalam bentuk agama, Negara dalam bentuk hukum dan masyarakat
dalam bentuk adat serta bisa pula datang dari dalam hati sanubari manusia itu
sendiri. Nilai adalah isi pesan yang tersurat dalam norma tersebut dan melekat
pada seluruh instrumental input manusia. Sedangkan moral adalah tuntunan
sikap perilaku yang diminta oleh norma dan moral tadi.
Dari penjelasan di atas, jelas diri dan kehidupan manusia sarat dan
padat akan norma, nilai, dan moral, tidak ada kehidupan yang bebas nilai baik
di keluarga, sekolah, dan masyarakat. Keluarga merupakan lembaga pertama
bagi anak untuk mensosialisasikan dirinya. Peranan orang tua sangat penting
dalam mengarahkan anak. Moral selalu dikaitkan dengan peraturan yang
dibuat masyarakat, dipatuhi dan dijalankan bersama-sama oleh masyarakat.
Ada tiga lingkungan pendidikan yang bisa dijadikan lingkungan pendidikan
moral yaitu lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Ketiga lingkungan
pendidikan tersebut sering kita sebut dengan istilah Tri Pusat Pendidikan (Ki
Hajar Dewantara).
2. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian nilai?
b. Apa pengertian moral?
c. Bagaimana teori-teori perkembangan moral itu?
d. Apa saja aliran-aliran dalam filsafat moral?
e. Bagaimana hubungan antara hukum dan moral?
1
3. Tujuan
a. Untuk mengetahui pengertian dari nilai
b. Untuk mengetahui pengertian dari moral
c. Untuk mengetahui teori-teori perkembangan moral pada manusia
d. Untuk menunjukkan aliran-aliran yang terdapat dalam filsafat moral
e. Untuk menunjukkan adanya keterkaitan antara hukum dengan moral
2
BAB 2
PEMBAHASAN
1. Nilai
A. Pengertian Nilai
Nilai berasal dari kata “valere” yang berarti kuat, baik, berharga.
Dalam Kamus Purwadarminta dikatakan nilai adalah:
a. Harga dalam arti taksiran
b. Harga sesuatu
c. Angka kepandaian
d. Kadar mutu
e. Sifat-sifat atau hal-hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan
Nilai dari suatu obyek terletak pada subyek penilaiannya, tetapi ada
juga yang mempunyai pendapat lain, seperti Plato, Aristoteles, Idealisme
abad pertengahan - Thomisme, juga Realisme modern dan Idealisme modern,
dan Idealisme modern pada umumnya menyetujui bahwa nilai-nilai adalah
obyektif.
Encyclopedi Britania, mengatakan “nilai adalah suatu penetapan
atau suatu kualitas sesuatu obyek yang menyangkut suatu jenis atau minat”.
Jadi yang dimaksud dengan nilai adalah suatu penghargaan atau kualitas
terhadap sesuatu atau hal yang mendasari penentu tingkah laku seseorang.
B. Nilai, Norma, Sikap dan Tingkah Laku
Sikap adalah keadaan psikologis yang dapat menimbulkan tingkah
laku tertentu dalam situasi tertentu. Keadaan ini timbul karena adanya nila-
nilai yang diinternalisasikan ke dalam sistem nilai seseorang. Adanya nila-
nilai yang merupakan rangsangan diterima oleh panca indra menimbulkan
suatu proses dalam diri individu yang dapat berupa suatu kebutuhan, motif,
perasaan, perhatian atau pengambilan keputusan. Semua proses situ
merupakan dasar pembentukan sikap yang akhirnya terjadi tindakan yang
disebut tingkah laku.
3
Menurut Yanto Subiyanto dan Dede Suryadi, ciri-ciri sikap adalah sebagai
berikut:
a. Dalam sikap selalu terdapat hubungan subyek dan obyek
b. Sikap tidak dibawa sejak lahir melainkan dipelajari dan dibentuk melalui
pengalaman
c. Karena sikap dipelajari, maka sikap dapat berubah-ubah sesuai dengan
lingkungan individu yang bersangkutan pada saat yang berbeda
d. Dalam sikap yang bersangkutan, tersangkut faktor motivasi dan perasaan
e. Sikap tidak menghilang walaupun kebutuhan sudah dipenuhi
Norma-norma yang merupakan ungkapan dari nilai itu menentukan
tingkah laku manusia dalam masyarakat, tetapi sebaliknya tingkah laku
manusia dalam masyarakat itu, harus disesuaikan dengan norma-norma yang
berlaku dalam masyarakat. Dengan demikian ada hubungan timbal balik
norma dan tingkah laku.
2. Moral
A. Pengertian Moral
Secara etimologis kata “moral” berarti dari kata Latin “mos”, yang
berarti tata cara, adat istiadat atau kebiasaan. Dalam bahasa Arab kata
“moral” berarti budi pekerti, sedangkan dalam bahasa Indonesia, kata “moral”
berarti kesusilaan. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata “moral”
berarti ajaran tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan. Dengan kata lain
moral atau kesusilaan adalah kesempurnaan sebagai manusia atau kesusilaan
adalah tuntutan kodrat manusia.
Moral memegang peranan penting dalam kehidupan manusia yang
berhubungan dengan baik atau buruk terhadap tingkah laku manusia. Tingkah
laku ini mendasarkan diri pada norma-norma yang berlaku dalam masyarakat
baik norma agama, norma hukum dan lain-lain. Dengan demikian moral atau
kesusilaan adalah keseluruhan norma yang mengatur tingkah laku manusia di
masyarakat untuk melaksanakan perbuatan-perbuatan yang baik dan benar.
Sedangkan syarat untuk menjadi manusia yang bermoral adalah memenuhi
4
salah satu ketentuan kodrat yaitu adanya kehendak yang baik. Kehendak yang
baik ini mensyaratkan adanya bertingkah laku dan tujuan yang baik pula.
Istilah “moral” sering disamakan dengan “etika”. Etika dari kata
Yunani “ethos, ethikos”. Dalam bahasa Latin istilah “ethos, ethikos” disebut
“mos” atau “moralitas”. Baik ethos maupun moral artinya adat istiadat atau
kebiasaan. Istilah ethos biasanya digunakan untuk memberikan penilaian atau
predikat terhadap tingkah laku manusia. Karena itu memahami pengertian
moral sangat erat hubungannya dengan etika.
B. Obyek Moral
Sebelum melakukan perbuatan, manusia menentukan sendiri apa
yang akan dikerjakan. Ia telah menentukan sikap, mana yang harus
dilaksanakan, mana yang tidak boleh dilaksanakan. Perbuatan yang akan
dilakukan merupakan obyek yang ada dalam suara hati manusia. Ada dua
suara dalam diri manusia, yaitu:
a. Suara hati yang mengarah ke kebaikan
b. Suara was-was yang mengajak ke keburukan
Obyek moral adalah tingkah laku manusia, perbuatan manusia,
tindakan manusia, baik secara individual maupun secara kelompok. Dalam
melakukan perbuatan tersebut manusia didorong oleh tiga unsur, yaitu:
a. Kehendak yaitu pendorong pada jiwa manusia yang memberi alasan pada
manusia untuk melakukan perbuatan.
b. Perwujudan dari kehendak yang berbentuk cara melakukan perbuatan
dalam segala situasi dan kondisi.
c. Perbuatan tersebut dilakukan dengan sadar dan kesadaran inilah yang
memberikan corak dan warna perbuatan tersebut.
C. Nilai dan Moral
Nilai adalah ukuran atau pedoman perbuatan manusia. Karena itu
maka nilai diungkapkan dalam bentuk norma dan norma ini mengatur tingkah
laku manusia. Norma moral merupakan landasan perbuatan manusia, yang
sifatnya tergantung pada tempat, waktu, dan keadaan. Sehingga norma moral
5
itu dapat berubah-ubah sesuai dengan waktu, tempat, dan keadaannya.
Pelaksanaan norma moral yang tergantung pada nilai etik itu tergantung pada
manusianya. Perbuatan manusia dinilai secara moral apabila perbuatan itu
didasarkan pada kesadaran moral. Dalam kesadaran moral tingkah laku atau
perbuatan itu dilaksanakan secara sukarela tanpa paksaan dan keluar dari diri
pribadinya. Pada dirinya ada perasaan wajib atau keharusan untuk melakukan
perbuatan bermoral itu.
Perbuatan susila adalah wujud dari norma moral dan norma moral
itu merupakan ungkapan dari nilai etis. Karena itu nilai etis menjadi pedoman
tingkah laku dan perbuatan manusia dalam kehidupannya sehari-hari. Nilai
etis bersifat normatif dan tingkah laku perbuatannya manusia mengarah
kepadanya.
3. Perkembangan Moral
A. Teori perkembangan moral menurut Nouman J. Bull
Pada dasarnya anak lahir tanpa satu bentuk kesadaran. Anak kecil
dapat dikatakan belum memiliki peranan moral. Ia belum dapat membedakan
mana yang baik, mana yang buruk, mana yang salah, mana yang benar.
Perasaan moral yang dimiliki kemudian sebenarnya datang dari masyarakat
dimulai dari lingkungan keluarga sampai pada lingkungan yang luas.
Tahapan perkembangan moral Nouman J. Bull menyimpulkan 4
(empat) tahapan perkembangan moral yaitu :
a. Anomi (without law)
b. Heteronomi (law imposed by others)
c. Sosionomi (law driving from society)
d. Autonomi (law driving from self)
Dalam tahap anomi, anak belum memiliki perasaan moral dan belum
ada perasaan untuk menaati peraturan-peraturan yang ada. Tahap heteronomi,
pada tahap ini moralitas terbentuk karena pengaruh luar orang lain dengan
pengawasan, kekuatan atau paksaan, karena itulah peraturan tersebut diatas.
Tahap sosionomi adalah suatu kenyataan adanya kerjasama antar individu,
menjadi individu sadar bahwa dirinya merupakan anggota kelompok. Pada
6
diri individu terjadi kemajuan moral, sebab individu menyadari adanya
tanggung jawab dan kewajiban sebagai anggota kelompok. Tahap autonomi,
menurut Nouman J. Bull merupakan tahapan perkembangan pertimbangan
moral yang paling tinggi. Pembentukan moral dari individu bersumber pada
diri individu sendiri, termasuk didalamnya pengawasan tingkah laku moral
individu tersebut. Istilah moral secara sepenuhnya baru tepat digunakan
dalam tahap autonomi ini.
B. Teori Perkembangan Moral Menurut Jean Piaget
Jean Piaget, (Guru besar psikologi eksperimental Universitas Genewa)
telah mengadakan penelitian lebih dari 50 tahun mengenai asal-usul dan
perkembangan struktur kognitif dan perkembangan pertimbangan moral.
Yang dianalisis Jean Piaget ialah sikap verbal anak terhadap aturan
permainan, tindakan keliru (clumsiness) mencuri dan menipu, dalam tingkat
moralitas Jean Piaget bertolak pada keyakinan “seluruh moralitas terkandung
dalam sistem peraturan dan hakikat seluruh moralitas harus dicari sikap
hormat pada aturan”. Ada dua indikator moralitas yang dideteksi dan diamati
melalui :
a. Kesadaran akan peraturan atau rasa hormat terhadap peraturan atau
sejauh mana peraturan tersebut dianggap sebagai yang membatasi
tingkah laku
b. Pelaksanaan dari peraturan itu
Untuk kepentingan tersebut, Jean Piaget mengamati anak-anak dari
berbagai usia yang sedang bermain kelereng. Perkembangan umur
berkembang dari sikap heteronom (bahwasanya peraturan itu berasal dari diri
orang lain) menjadi otonom dari dalam diri sendiri. pada tahap heteronom
anak menganggap bahwa peraturan yang diberlakukan dan berasal dari bukan
dirinya merupakan sesuatu yang patut dipatuhi, dihormati, diikuti oleh
pemain. Pada tahap otonom, anak-anak beranggapan bahwa peraturan
merupakan hasil kesepakatan bersama antara pemain.
7
C. Teori Perkembangan Moral menurut John Dewey dan Lawrence
Kohlberg
Teori perkembangan moral menurut John Dewey, didasarkan pada
perkembangan kognitif. John Dewey menarik tiga tingkatan perkembangan
moral, yaitu:
a. Tingkat pre-moral atau pre-konvensional. Pada tahap ini tingkah laku
seseorang dimotivasi oleh dorongan sosial dan biologis
b. Tingkat tingkah laku konvensional. Pada tahap ini individu menerima
ukuran-ukuran yang terdapat dalam kelompoknya dengan berefleksi
secara kritis pada tingkat yang rendah
c. Autonomi. Pada tahap ini tingkah laku atau perbuatan dibimbing oleh
pikiran atau pertimbangan diri sendiri.
Pada tahun 1955 Lawrence Kohlberg (Guru besar Pendidikan dan
Psikologi Sosial di Harvard University, AS) mendefinisikan kembali dan
mensahkan (validate) tingkat dan tahapan yang dirintis oleh John Dewey dan
Jean Piaget melakukan penelitian tentang perkembangan moral selama 20
tahun terhadap anak laki-laki di Amerika dan Turki, seperti Jean Piaget,
Lawrence Kohlberg, tidak memusatkan pada tingkah laku seseorang, sebab
tingkah laku seseorang belum menunjukkan banyak mengenai kematangan
moral. Hasil penelitian mengenai pentahapan pertimbangan moral (Moral
Judgement) :
a. Preconventional Level
Pada tahap ini, anak peka terhadap aturan-aturan yang
mempunyai latar belakang budaya dan penilaian baik dan buruk, benar
atau salah. Tingkatan ini dibagi menjadi dua tahap:
Tahap pertama
Tahap orientasi kepada hukuman dan kepatuhan. Yang menentukan
baik buruknya suatu tindakan adalah akibat fisik yang akan diperoleh
seseorang, bila seseorang tidak mematuhi peraturan.
Tahap kedua
Tahap orientasi relativis instrumental. Pada tahap ini baik buruknya
tindakan, apabila tindakan itu memberi kepuasan pada diri sendiri atau
8
kadang-kadang terhadap orang lain. Disini tidak ada prinsip loyal
hormat atau adil.
b. Conventional Level
Pada tingkat ini, memenuhi usaha-usaha untuk mempertahankan
harapan keluarga, kelompok atau bangsa, dipandang sebagai sesuatu
yang bernilai bagi dirinya sendiri tanpa melihat akibat langsung dan
nyata. Dalam tingkat ini ada dua tahap:
Tahap ketiga
Orientasi masuk ke kelompok “anak baik” dan “anak manis”. Tingkah
laku dikatakan baik apabila menyenangkan atau dapat membantu
orang lain. Tingkah laku tersebut dinilai menurut kadarnya “dia
bermaksud baik” dan kemudian orang berusaha agar lingkungan
menerima dengan sikap “manis”.
Tahap keempat
Orientasi hukum dan ketertiban. Tingkah laku yang baik berupa
melakukan kewajiban dan penghargaan terhadap penguasa dan ikut
serta memelihara ketertiban sosial.
c. Tingkat Pasca-Konvensional, Autonomi atau Berprinsip
Pada tingkat ini tampak dengan jelas untuk menetapkan nila-nilai
dan prinsip-prinsip moral yang memiliki kesahihan (validity). Tingkatan
ini mempunyai dua tahap:
Tahap kelima
Orientasi pada consensus social yang sah menurut hukum (social
contract-legalistic orientation). Ada kecenderungan pada tahap ini,
bahwa suatu tindakan yang baik atau benar dilihat dari segi hak-hak
individu dan norma-norma yang telah dikaji dari seluruh masyarakat.
Disini telah ada kesadaran, bahwa nilai dan pendapat pribadi itu
relatif, karena itu perlu ada perbuatan yang mengatur untuk mencapai
kata sepakat.
Tahap keenam
Orientasi pada asas etika universal (universal, ethical, principle
orientation). Dalam tahap ini suatu kebaikan atau kebenaran
9
didasarkan pada suara hati, sesuai dengan prinsip-prinsip etika yang
dipilih sendiri yang menunjukkan sifat komprehensif, umum dan ajeg
(konsisten).
Kohlberg mengemukakan empat sifat dalam perkembangan moral,
yaitu:
a. Perkembangan setiap tahap selalu sama (stage development is in variant)
b. Seseorang tidak dapat memahami penalaran moral
c. Seseorang secara kognitif tertarik untuk berfikir satu tahap di atas
tahapnya sendiri
d. Tindakan dari tahap ke tahap disamping oleh terciptanya coqnitive
disequilibrium
4. Aliran dalam Filsafat Moral
Aliran-aliran Filsafat Moral diantaranya adalah:
a. Hedonisme
Ukuran baik dan buruk bagi aliran ini adalah segala perbuatan yang
membawa kebahagiaan dan kenikmatan yang merupakan tujuan hidup
manusia. Yang dimaksud kebahagiaan adalah suatu keadaan yang tanpa
menderita, yang dapat dicapai dengan akal manusia. Hedonisme dapat
digolongkan dalam dua macam, yaitu:
1) Hedonisme yang egoistik
Aliran ini mengatakan bahwa manusia harus mencari kenikmatan
yang sebesar-besarnya untuk diri sendiri.
2) Hedonisme yang universalistik
Aliran ini orang dalam hidupnya harus berusaha untuk mencapai
kebahagiaan dan kenikmatan bagi seluruh umat manusia.
b. Utilitarisme
Aliran ini mengatakan bahwa yang baik ialah yang ada manfaatnya atau
utility. Semua perbuatan manusia harus diarahkan kepada kemanfaatan,
jadi baik dan buruk dilihat dari manfaatnya.
c. Naturalisme
10
Menurut aliran ini kebahagiaan manusia dapat dicapai dengan panggilan
“natuur” atau panggilan alam. Sesuatu perbuatan dikatakan bermoral
apabila sesuai dengan panggilan alam. Gangguan terhadap kelangsungan
hidup kan mengakibatkan hilangnya kebahagiaan.
d. Vitalisme
Perbuatan manusia dianggap bermoral ialah perbuatan tersebut
menunjukkan daya hidup. Seseorang yang bermoral tinggi ialah yang
dapat menunjukkan kekuatannya sebagai seorang yang kuat, seseorang
yang istimewa.
e. Theologi
Aliran moral ini mengatakan, bahwa sesuatu perbuatan dikatakan
bermoral yang baik apabila perbuatan tersebut sesuai dengan agama.
Artinya, perbuatan tersebut sesuai dengan perintah Tuhan dan menjauhi
larangannya.
5. Hukum dan Moral
Tujuan hukum adalah mengatur tata tertib masyarakat dan tingkah
laku warga masyarakat dalam bermasyarakat dan bernegara sesuai dengan
aturan-aturan hukum yang berlaku. Sedangkan moral mempunyai tujuan
mengatur tingkah laku manusia sebagai manusia. Lingkungan moral lebih
luas daripada lingkungan hukum. Hukum berisikan perintah-perintah dan
larangan-larangan agar tingkah laku manusia tidak melanggar aturan-
aturannya tertulis maupun tidak tertulis. Sedangkan moral memerintahkan
manusia untuk berbuat apa yang berguna dan melarang segala apa yang tidak
baik. Hukum dengan peraturan-peraturannya agar kepentingan hukum
manusia dan kepentingan umum tidak dilanggar. Sedangkan norma moral
memberi kewajiban moral pada manusia agar kepentingan hukum dan
kepentingan umum jangan dilanggar.
Pelanggaran hukum, merupakan pelanggaran norma hukum dan
sekaligus norma moral. Karena itu terhadap si pelanggar hukum akan
menerima dua sanksi. Pertama sanksi hukum yang berupa hukuman mati,
11
hukum penjara atau denda bagi si pelanggar, sedangkan yang kedua sanksi
moral. Sanksi moral dapat berupa :
a. Sanksi yang dijatuhkan oleh Tuhan Yang Maha Esa yang berupa nestapa
di akhirat nanti
b. Sanksi terhadap diri sendiri yang bersifat Ketuhanan, yang mungkin pula
sampai pada kematian
c. Sanksi pada diri sendiri yang bersifat kejiwaan, misalnya sedih, resah,
malu dan sebagainya
d. Sanksi yang berasal dari keluarga atau masyarakat, misalnya dihina,
disingkirkan atau diasingkan dari masyarakat itu
Dengan demikian sanksi moral lebih luas daripada sanksi hukum,
dan sanksi hukum belum tentu si pelanggar menjadi jera.
Bagi bangsa Indonesia moral Pancasila diwujudkan dalam norma
hukum dan norma moral. Hal ini terdapat dalam Ketetapan MPR No.II/
MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau
Ekaprasetya Pancakarsa. Moral Pancasila identik dengan Ekaprasetya
Pancakarsa. Sumber tertib hukum atau sumber dari segala sumber hukum
Republik Indonesia adalah pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita hukum
serta cita-cita moral.
Pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita hukum serta cita-cita
moral luhur yang meliputi suasana kejiwaan serta watak dari bangsa
Indonesia itu pada tanggal 18 Agustus 1945 telah dimurnikan dan dipadatkan
oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia atas nama rakyat Indonesia
menjadi dasar Negara Republik Indonesia, yakni Pancasila yang terumus
dalam Pembukaan UUD 1945.
12
BAB 3
PENUTUP
1. Simpulan
Nilai adalah suatu penghargaan atau kualitas terhadap sesuatu atau
hal yang mendasari penentu tingkah laku seseorang. Sedangkan moral adalah
keseluruhan norma yang mengatur tingkah laku manusia di masyarakat untuk
melaksanakan perbuatan-perbuatan yang baik dan benar. Di dalam
perkembangan moral terdapat teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli,
diantaranya :
a. Teori perkembangan moral menurut Nouman J. Bull
b. Teori Perkembangan Moral Menurut Jean Piaget
c. Teori Perkembangan Moral menurut John Dewey dan Lawrence
Kohlberg
Di dalam perkembangan moral terdapat berbagai aliran-aliran
filasafat moral, antara lain :
a. Hedonisme
b. Utilitarisme
c. Naturalisme
d. Vitalisme
e. Theologi
Tujuan hukum adalah mengatur tata tertib masyarakat dan tingkah
laku warga masyarakat dalam bermasyarakat dan bernegara sesuai dengan
aturan-aturan hukum yang berlaku. Sedangkan moral mempunyai tujuan
mengatur tingkah laku manusia sebagai manusia. Pelanggaran hukum,
merupakan pelanggaran norma hukum dan sekaligus norma moral. Karena itu
terhadap si pelanggar hukum akan menerima dua sanksi. Pertama sanksi
hukum yang berupa hukuman mati, hukum penjara atau denda bagi si
pelanggar, sedangkan yang kedua sanksi moral.
13
2. Saran
14
DAFTAR PUSTAKA
Daroeso, Bambang. 1986. Dasar dan Konsep Pendidikan Moral Pancasila.
Semarang: Aneka Ilmu
Burhanuddin. 1997. Etika Individual Pola Dasar Filsafat Moral. Jakarta: Rineka
Cipta
15