makalah manajemen kualitas air

34
MAKALAH MANAJEMEN KUALITAS AIR Ancaman dan Pengendalian Pencemaran Logam Berat Hg di Kawasan Pesisir Oleh : Annisa Bias Cahya Nurani 105080100111026 Kelas M02 MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Upload: annisa-bias-cahyanurani

Post on 25-Nov-2015

932 views

Category:

Documents


21 download

DESCRIPTION

Pengendalian Pencemaran Logam Berat Hg di Pesisir

TRANSCRIPT

MAKALAH MANAJEMEN KUALITAS AIRAncaman dan Pengendalian Pencemaran Logam Berat Hg di Kawasan Pesisir

Oleh :Annisa Bias Cahya Nurani105080100111026Kelas M02

MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRANFAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG2013

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangWilayah kedaulatan Indonesia yang meliputi tiga kawasan, yakni kawasanlaut, pesisir, dan daratan merupakan kawasan yang menyimpan berbagai potensikekayaan alam yang melimpah dan memerlukan banyak daya dan upaya agar tetap terjaga keberlangsungan dan kelestariannya (Wibowo, 2010).Kawasan Pesisir merupakan wilayah yang strategis sekaligus paling rentan terhadap perubahan, gangguan dan pencemaran oleh manusia. Dikatakan daerah yang strategis karena hampir semua kawasan pesisir di Indonesia merupakan pintu gerbang utama aktivitas ekonomi kelautan di wilayahnya masing-masing, sementara dikatakan paling rentan terhadap perubahan yang terjadi secara alami, akibat aktivitas manusia, maupun kombinasi dari keduanya. Namun diantara faktor-faktor tersebut, pengaruh aktivitas manusia yang tidak ramah lingkunganmerupakan penyebab utamanya. Fakta menunjukkan, kondisi kawasan pesisir di berbagai penjuru tanah air mengalami kerusakan ekosistem yang sangat mencemaskan, misalnya kerusakan terumbu karang, kerusakan mangrove, erosi pantai, maupun pencemaran (Arkwright, 2013).Pencemaran merupakan salah satu penyebab utama terjadinya kerusakan ekologis kawasan pesisir saat ini, umumnya disebabkan oleh akumulasi limbah dari aktivitas manusia di wilayah pesisir sendiri, maupun limbah dari aktivitas manusia dari daerah hulu dan hilir yang dialirkan melalui aliran sungai pada suatu Daerah Aliran Sungai. DAS merupakan daerah yang menghubungkan daratan di hulu dengan kawasan pesisir, sehingga pencemaran di kawasan hulu akan berdampak pada kawasan pesisir (UNEP, 1990; Norrena & Wells, 1990; Nam, 1987 dalam Arkwright, 2013)

Gambar 1. Estuari merupakan wilayah yang rawan mengalami pencemaran.Semakin cepatnya pergerakan sedimen khususnya yang berasal dari arah daratan menuju laut disebabkan oleh semakin tingginya aktifitas masyarakat mapun industri yang lebih memilih membuang limbah kegiatan mereka menuju sungai-sungai yang secara tidak disadari bahwa limbah yang mereka buang akan mencemari perairan, khususnya wilayah estuaria atau muara (Wibowo, 2010).Apalagi perkembangan dunia industri yang makin berkembang menuntut berbagai pihak untuk membangun banyak industri untuk menopang perekonomian mereka. Dalam kaitannya dengan pencemaran lingkungan pesisir dan laut, beberapa industri yang dimaksud adalah industri pertanian, elektronik, cat, dan bahkan pertambangan emas dan lain sebagainya. Beberapa industri tersebut membuang limbah-limbah hasil kegiatan mereka melalui sungai yang secara langsung mengarah ke kawasan estuaria (Wibowo, 2010).

Gambar 2. Pencemaran laut oleh limbah industri.Dari sekian banyak jenis pencemaran lingkungan pesisir dan laut, logam berat merupakan salah satu pencemaran yang sangat berbahaya apabila tidak dilakukan pengendalian dan penanganan yang serius. Karena sifatnya yang tidakmudah diuraikan sehingga jika dibiarkan secara terus menerus maka akan terakumulasi dan akan mencemari area estuaria serta laut secara luas.Unsur logam berat adalah unsur yang mempunyai densitas lebih dari 5 gr/cm3). Hg mempunyai densitas 13,55 gr/cm3. Diantara semua unsur logam berat, Hg menduduki urutan pertama dalam hal sifat racunnya, dibandingkan dengan logam berat lainnya, kemudian diikuti oleh logam berat antara lain Cd, Ag, Ni, Pb, As, Cr, Sn, Zn (Fardiaz, 1992 dalam Sudarmaji, et al., 2006).Logam merkuri (Hg) adalah salah satu trace element yang mempunyai sifat cair pada temperatur ruang dengan spesifik gravity dan daya hantar listrik yang tinggi. Karena sifat-sifat tersebut, merkuri banyak digunakan baik dalam kegiatan perindustrian maupun laboratorium. Merkuri yang terdapat dalam limbah atau waste di perairan umum diubah oleh aktifitas mikro organisme menjadi komponen methyl merkuri (CH3-Hg) yang memiliki sifat racun dan daya ikat yang kuat disamping kelarutannya yang tinggi terutama dalam tubuh hewan air. Hal tersebut mengakibatkan merkuri terakumulasi melalui proses bioakumulasi dan biomagnifikasi dalam jaringan tubuh hewan-hewan air, sehingga kadar merkuri dapat mencapai level yang berbahaya baik bagi kehidupan hewan air maupun kesehatan manusia, yang makan hasil tangkap hewan-hewan air tersebut. Proses akumulasi merkuri di dalam tubuh hewan air, karena kecepatan pengambilan merkuri (up take rate) oleh organisme air lebih cepat dibandingkan dengan proses ekresi.Diantara berbagai macam logam berat, merkuri digolongkan sebagai pencemar paling berbahaya. Sedang unsur-unsur logam berat lainnya juga memiliki potensi yang membahayakan lingkungan perairan. Disamping itu, ternyata produksinya cukup besar dan penggunaannya di berbagai bidang cukup luas. Pencemaran yang disebabkan oleh logam-logam berat yang juga merupakan unsur-unsur langka (seng, timah, kadnium, merkuri, arsen, nikel, vanadium dan berilium) merupakan masalah yang serius dewasa ini. Pengaruh merkuri sebagai polutan terhadap kehidupan biota laut dapat bersifat langsung maupun tidak langsung, misalnya dengan melalui penurunan kualitas air. Adanya kemampuan mengakumulasi merkuri di dalam tubuh biota laut dapat membahayakan kehidupan biota yang bersangkutan maupun biota lainnya misalnya melalui rantai makanan ataufood chain.Berdasarkan kondisi itu maka perlu untuk dilakukan tindakan sebaik mungkin agar pencemaran logam berat tersebut tidak berlangsung lebih jauh. Salah satu cara adalah dengan mengetahui penyebab dan ancaman serta bagaimana melakukan pengendalian terhadap keberadaan logam berat tersebut. Dengan begitu baik keberlangsungan kegiatan masyarakat dan industri tetap berjalan serta yang paling utama agar kelestarian lingkungan baik darat dan laut juga tetap terjaga. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis ingin mengkaji lebih jauh terkait pencemaran logam berat Hg di perairan melalui makalah yang berjudul Ancaman dan Pengendalian Pencemaran Logam Berat Hg di Kawasan Pesisir.

1.2 Rumusan MasalahAdapun untuk permasalahan yang diangkat dalam tulisan ini adalah : Apa yang dimaksud dengan logam berat? Apa yang dimaksud dengan logam berat Hg? Darimana saja sumber bahan pencemar logam berat Hg? Apa manfaat logam berat Hg bagi manusia? Bagaimana logam berat merkuri (Hg) di perairan? Bagaimana pengaruh toksisitas logam berat Hg (merkuri) pada ikan? Bagaimana dampak logam berat Hg bagi kesehatan manusia? Bagaimana langkah yang tepat dalam melakukan pengendalian pencemaran logam berat Hg di kawasan pesisir?

1.3 TujuanTujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan gambaran yang luas tentang logam berat Hg yang dapat mencemari kawasan pesisir serta sumber bahan pencemar tersebut. Lalu, mengetahui seperti apa dampak yang diakibatkan oleh pencemaran logam berat Hg di kawasan tersebut. Dan yang terakhir adalah menentukan langkah-langkah yang tepat dalam melakukan penanganan dan pengendalian pencemaran logam berat, khususnya di kawasan estuaria.

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 Logam BeratLogam berat masih termasuk golongan logam dengan kriteria-kriteria yang sama dengan logam-logam yang lain. Perbedaannya terletak pada pengaruh yang dihasilkan bila logam berat ini berikatan dan atau masuk ke dalam tubuh organisme hidup (Palar, 1994 dalam Krystiyanti, 2008). Unsur yang termasuk dalam logam berat adalah unsur yang mempunyai densitas yang lebih dari 5 gr/cm3, dan diantara semua unsur logam berat toksisitas Hg menduduki urutan pertama dibandingkan dengan logam berat lainnya, kemudian diikuti oleh logam berat yang lain seperti: Cd, Ag, Ni, Pb, As, Cr, Sn, Zn, dan Cu (Sudarmaji, et al., 2005 dalam Krystiyanti, 2008).Logam berat adalah istilah yang digunakan secara umum untuk kelompok logam dan metaloid dengan densitas lebih besar dari 5 g/cm3, terutama pada unsur seperti Cd, Cr, Cu, Hg, Ni, Pb dan Zn. Unsur-unsur ini biasanya erat kaitannya dengan masalah pencemaran dan toksisitas. Logam berat secara alami ditemukan pada batu-batuan dan mineral lainnya, maka dari itu logam berat secara normal merupakan unsur dari tanah, sedimen, air dan organisme hidup serta akan menyebabkan pencemaran bila konsentrasinya telah melebihi batas normal. Jadi konsentrasi relatif logam dalam media adalah hal yang paling penting (Alloway dan Ayres, 1993 dalam Apriadi, 2005).Logam berat menjadi berbahaya karena disebabkan sistem bioakumulasi.Bioakumulasi berarti peningkatan konsentrasi unsur kimia tersebut dalam tubuh makhluk hidup sesuai piramida rantai makanan. Akumulasi atau peningkatan konsentrasi logam berat di alam mengakibatkan konsentrasi logam berat dalam tubuh manusia menjadi tinggi. Jumlah yang terakumulasi setara dengan jumlah logam berat yang tersimpan dalam tubuh ditambah jumlah yang diambil dari makanan, minuman, atau udara yang terhirup. Jumlah logam berat yang terakumulasi lebih besar dibandingkan dengan jumlah yang terekskresi dan terdegradasi (Martaningtyas, 2002 dalam Krystiyanti, 2008).

2.2 Logam Berat HgRaksa merupakan terjemahan ke bahasa Indonesia dari bahasa latin "hydrargyrum" (Hg). Terjemahan ke bahasa Inggris adalah mercury, yang berarti mudah menguap. Walaupun terjemahan hydrargyrum ke bahasa Indonesia adalah raksa, namun dikalangan peneliti dan masyarakat unsur hydrargyrum lebih terkenal dengan nama merkuri (Hutagalung, 1985). Raksa adalah unsur kimia, yang mempunyai nomor atom 80, berat atom 200,61 dan jari-jari atom 1,48 A. Merupakan satu-satunya unsur logam yang berbentuk cair pada suhu kamar (25C) dan sangat mudah menguap. Membeku pada suhu 38,87C dan mendidih pada suhu 356,9C. Warnanya tergantung pada ben-tuk fasanya. Fasa cair berwarna putih perak, sedangkan fasa padat berwarna abu-abu. Densitas raksa yaitu 13,55 merupakan densitas yang tertinggi dari semua benda cair. Tegangan permukaannya juga sangat tinggi yaitu 547 dine, dibandingkan dengan air (73 dine) atau alkohol (22 dine). Raksa mempunyai potensial oksidasi -0,799 volt. Potensial oksidasi yang rendah ini menyebabkan raksa tidak dapat bereaksi dengan oksigen pada suhu kamar, dan tahan terhadap korosi. Pada suhu sekitar titik didihnya (356,9C), raksa dapat bereaksi dengan oksigen membentuk HgO yang berwarna merah. Senyawa HgO ini tidak begitu stabil, sehingga bila dipanaskan pada suhu yang lebih tinggi (sekitar 500C), oksigen akan dilepaskan kembali. Bila dalam raksa terkandung sedikit logam lain, misalnya Zn atau Pb, maka raksa ini menjadi sensitif terhadap O2. Raksa bereaksi cepat dengan gas-gas Cl2, S, Br2, J2 dan N2O, tetapi tidak dapat bereaksi dengan air, uap, alkalis atau asam-asam yang bukan oksidator kuat (Durrant, 1960 dalam Hutagalung, 1985). Kecuali dengan Fe, raksa mudah bereaksi dengan logam-logam lain membentuk senyawa logam yang dise-but amalgam. Oleh karena itu pekerja-pekerja yang banyak berhubungan dengan raksa harus berhati-hati, raksa tidak boleh bersentuhan dengan barang-barang yang terbuat dari emas, platina atau perak. Raksa mudah larut dalam HNO3, tetapi sukar larut dalam pelarut-pelarut yang umum, misalnya dalam air atau aseton. Kelarutan Hg dalam air hanyalah 0,02 ppm; 0,6 ppm dalam metanol dan 2,7 ppm dalam pentana pada suhu 40C. Raksa mempunyai tiga buah bilangan oksidasi yaitu nol, 1 dan 2, sehingga raksa dapat membentuk 3 seri senyawa kimia yaitu yang bervalensi nol, 1 dan 2, Di alam raksa dapat membentuk ratusan senyawa kimia. Pada dasarnya ratusan senyawa kimia ini dapat diklasifikasikan atas 5 kelompok (Goldwater & Stopford, 1977 dalam Hutagalung, 1985), yaitu : 1. raksa metalik, misalnya cairan atau pa- datan raksa. 2. garam-garam anorganik, misalnya raksa sulfida, - klorida dan - oksida. 3. senyawa-senyawa alkil, yaitu senyawa raksa yang mengandung gugus metil (-CH3) atau gugus etil (-C2H5). 4. senyawa alkoksi-alkil, senyawa ini biasanya bersifat kompleks. 5. senyawa aril, yaitu senyawa raksa yang mengandung gugus fenil (C6H5). Ratusan senyawa raksa ini akan diambil dan dirubah bentuk-bentuk senyawanya oleh manusia untuk mendapatkan senyawa-senyawa baru yang lebih bermanfaat bagi manusia. Logam merkuri secara umum memiliki sifat-sifat sebagai berikut (Palar,1994 dalam Krystiyanti, 2008) :1. Berwujud cair pada suhu ruang 250C.2. Masih berwujud cair pada suhu 3960C. Pada temperatur ini telah terjadi pemuaian secara menyeluruh.3. Merupakan logam yang paling mudah menguap jika dibandingkan dengan logam-logam yang lain.4. Tahanan listrik yang dimiliki sangat rendah, sehingga menempatkan merkuri sebagai logam yang sangat baik untuk menghantarkan daya listrik.5. Dapat melarutkan bermacam-macam logam untuk membentuk alloy yang disebut juga dengan amalgam.6. Merupakan unsur yang sangat beracun bagi semua makhluk hidup, baik itu dalam bentuk unsur tunggal (logam) ataupun dalam bentuk persenyawaan.

2.3 Sumber Bahan Pencemar Logam Berat HgMenurut Sudarmaji, et al. (2006), secara alami Hg dapat berasal dari gas gunung berapi dan penguapan dari air laut. Industri pengecoran logam dan semua industri yang menggunakan Hg sebagai bahan baku maupun bahan penolong, limbahnya merupakan sumber pencemaran Hg. Sebagai contoh antara lain adalah industri klor alkali, peralat an listrik, cat, termometer, tensimeter, industri pertanian, dan pabrik detonator. Kegiatan lain yang merupakan sumber pencemaran Hg adalah praktek dokter gigi yang menggunakan amalgam sebagai bahan penambal gigi. Selain itu bahan bakar fosil juga merupakan sumber Hg pula.Merkuri dalam perairan dapat berasal dari buangan limbah industri kelistrikan dan elektronik, baterai, pabrik bahan peledak, fotografi, pelapisan cermin, pelengkap pengukur, industri bahan pengawet, pestisida, industri kimia, petrokimia, limbah kegiatan laboratorium dan pembangkit tenaga listrik yang menggunakan bahan baku bakar fosil (Suryadiputra, 1995 dalam Apriadi, 2005).2.4 Manfaat Logam Berat Hg bagi ManusiaSejak zaman dahulu kala, raksa dalam bentuk HgS telah dimanfaatkan oleh manusia untuk berbagai kepentingan hidupnya. Sebagai contoh, masyarakat Cina telah memanfaatkan sinabar (HgS) sejak permulaan tahun 1100 SM. Di Peru penambangan sinabar telah dimulai pada tahun 500 SM, se-dangkan di Almaden, Spanyol telah dimulai pada permulaan abad ke 4. Pada waktu itu senyawa raksa hanya digunakan untuk keperluan-keperluan sederhana, misalnya untuk pembuatan obat dan cat merah (Goldwater & Clarkson, 1972 dalam Hutagalung, 1985). Dalam bidang fisika, logam raksa murni banyak digunakan untuk mengisi instrumen-instrumen fisika seperti barometer, termometer, manometer dan lain-lain. Logam raksa murni ini biasanya dibuat dari bahan mineral yang paling banyak mengandung raksa yaitu sinabar (HgS). Raksa murni dengan mudah dapat diekstraksi dari HgS melalui pemanggangan, sesuai dengan reaksi : HgS + O2 -------> Hg + SO2Dari proses pemanggangan ini, raksa dihasilkan dalam bentuk uap. Uap ini kemudian dikondensasikan dalam pendingin sehingga didapatkan Hg dalam bentuk cair. Metode ini dapat menghasilkan raksa lebih dari 95% (Durrant, 1960 ; Anonimous s.a dalam Hutagalung, 1985). Kemajuan ilmu dan teknologi menyebabkan manusia dapat membuat ribuan senyawa raksa, jauh lebih banyak dari yang dihasilkan. oleh proses alam. Sintesa senyawa organik dan anorganik raksa pertama sekali dibuat oleh von HOFFMAN pada tahun 1843 dan oleh FRAKLAND pada tahun 1850 (Goldwater & Stopford, 1977 dalam Hutagalung, 1985). Kedua ahli inilah yang dianggap sebagai perintis dan dasar dari pembuatan ribuan senyawa raksa yang baru. Sejak saat itu pemakaian dan penggunaan senyawa-senyawa raksa dalam kehidupan manusia semakin meluas. Dalam bidang kedokteran, kolomel (Hg2Cl2) dipakai sebagai obat pencahar, sedangkan sublimat (HgCl2) encer banyak dipakai sebagai desinfektan. HgCl2 dapat dibuat dengan memanaskan campuran -HgSO4 dan NaCl sesuai persamaan reaksi: HgSO4 + 2 NaCl > Na2SO4 + HgCl2Hg2Cl2 dengan mudah dapat dibuat dengan memanaskan campuran HgCl2 dan Hg. Di samping itu Hg2Cl2 dapat juga dibuat dengan mereaksikan HCl dan garam-garam merkuro (Hg2+) (Glinka s.a dalam Hutagalung, 1985).Dalam bidang pertanian, senyawa raksa banyak dimanfaatkan untuk pembuatan biosida, terutama untuk fungisida dan bakterisida. Senyawa raksa yang digunakan dalam bidang pertanian dapat dibagi dua yaitu anorganik dan organik raksa. Senyawa anorganik raksa yang paling umum dipakai adalah Hg2Cl2 dan HgCl2. Uji HgCl2 sebagai bakterisida pertama sekali dilakukan oleh KELLERMAN dan SWINGLE pada tahun 1878. HgCl2 mulai dipakai sebagai bakterisida sejak permulaan abad ke 19. Di India pemakaian HgCl2 dan Hg2Cl2 telah dipakai secara luas sejak tahun 1914 untuk melindungi umbi akar kentang dari gangguan Rhizoetania. Oleh karena senyawa anorganik raksa sangat beracun bagi tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia serta waktu penguraiannya sangat lama, maka para ahli berusaha membuat senyawa organik raksa yang kurang beracun dan waktu penguraian- nya tidak lama. Percobaan pertama peng-gunaan organik raksa sebagai desinfektan dilakukan oleh WESSENBERG di Jerman pada tahun 1913. Pada tahun 1915 P.T. Bayer di Jerman mulai memasarkan produksi senyawa organik raksa yang pertama yaitu "Uspulam". Uspulam adalah senyawa kolorofenil raksa, [Cl(OH)C6H3HgSO3Na], yang mengandung raksa sebanyak 18,8%. Kemudian dihasilkan lagi senyawa baru yaitu "Germisan", [C(OH)(CH3) (C6H2) HgCN] yang mengandung raksa se- banyak 16% (Ramulu, 1979 dalam Hutagalung, 1985). Setelah itu bermunculanlah puluhan senyawa organik raksa dalam bidang pertanian. Jenisjenis senyawa organik raksa yang paling sering dipakai sebagai fungisida dalam bidang pertanian disajikan dalam Tabel 1.

Lebih dari 80 macam proses dalam industri memakai raksa atau senyawa sebagai bahan baku, katalisator atau "additive". Dalam industri selulosa senyawa Hg dipakai sebagai fungisida untuk melindungi bubur kayu basah dari gangguan bakteri atau jamur. Industri elektronika memanfaatkan raksa atau senyawanya untuk pembuatan lampu, tombol dan baterai. Dalam industri plastik, raksa dipakai sebagai katalisator. Dalam industri farmasi senyawa raksa banyak dipakai sebagai obat sakit perut, penangkal insfeksi dan antiseptik. Dalam industri klor dan soda api, raksa dipakai se-bagai elektrode negatif. Sedangkan dalam industri cat, senyawa raksa dimanfaatkan untuk mencegah korosi (Grant Dalam Keckes & Miettinen, 1972 dalam Hutagalung, 1985). Industri perkapalan sering memanfaatkan senyawa raksa sebagai "anti fouling paint" untuk mencegah penempelan hewan-hewan laut (teritip) pada dinding kapal. Dalam dunia militer, raksa banyak di-pakai sebagai raksa fulminat untuk pembuatan bahan peledak (Glinka s.a. dalam Hutagalung, 1985). Raksa sering juga dipakai untuk melarutkan bermacam-macam logam menjadi bentuk cairan atau padatan yang disebut amalgam. Amalgam ini banyak dipakai dalam bidang industri atau kedokteran gigi. Misalnya natrium amalgam telah dipakai secara luas sebagai reduktor. Antimon dan perak amalgam dipakai untuk mengisi lobang-lobang pada gigi.

2.5 Logam Berat Hg (Merkuri) di Lingkungan PerairanKadar merkuri yang tinggi pada perairan umumnya diakibatkan oleh buangan industri (industrial wastes) dan akibat sampingan dari penggunaan senyawa-senyawa merkuri di bidang pertanian. Merkuri dapat berada dalam bentuk metal, senyawa-senyawa anorganik dan senyawa organik. Terdapatnya merkuri di perairan dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu pertama oleh kegiatan perindustrian seperti pabrik cat, kertas, peralatan listrik, chlorine dan coustic soda; kedua oleh alam itu sendiri melalui proses pelapukan batuan dan peletusan gunung berapi. Namun pencemaran merkuri yang disebabkan kegiatan alam pengaruhnya terhadap biologi maupun ekologi tidaksignifikan. Di antara beberapa sumber polutan yang menyebabkan penimbunan merkuri dilingkungan laut, yang terpenting adalah industri penambangan logam, industri biji besi, termasukmetal plating, industri yang memproduksi bahan kimia, baik organik maupun anorganik, dan offshore dumpingsampah domestik, lumpur dan lain-lain (Widodo, 2012).Telah lama diketahui bahwa merkuri dan turunannya sangat beracun, sehingga kehadirannya di lingkungan perairan dapat mengakibatkan kerugian pada manusia karena sifatnya yang mudah larut dan terikat dalam jaringan tubuh organisme air. Selain itu pencemaran perairan oleh merkuri mempunyai pengaruh terhadap ekosistem setempat yang disebabkan oleh sifatnya yang stabil dalam sendimen, kelarutannya yang rendah dalam air dan kemudahannya diserap dan terkumpul dalam jaringan tubuh organisme air, baik melalui proses bioaccumulation maupun biomagnifications yaitu melalui foodchain (Widodo, 2012).Dikatakan pula bahwa fluktuasi merkuri di lingkungan laut, terutama di daerah estuarin dan daerah pantai ditentukan oleh proses precification, sedimentation,flocculation dan reaksi adsorpsi desorpsi. Akumulasi merkuri di dalam tubuh hewan air, yaitu phytoplankton (Chlorella sp), Mussel (genus Vivipare) dan ikan herbivore Gyrinocheilus aymonieri (fam. Gyrinochelidae) karena up take rate merkuri oleh organisme air lebih cepat dibandingkan proses eksresi (Widodo, 2012).Merkuri di alam umumnya terdapat sebagai methyl merkuri (CH3-Hg), yaitu bentuk senyawa organic dengan daya racuntinggi dan sukar terurai dibandingkan zat asalnya. FAO (1971) mengemukakan bahwa merkuri yang dapat diakumulasi adalah merkuri yang berbentuk methyl merkuri, yangmana dapat diakumulasi oleh ikan atau shellfish, dan juga merupakan racun bagi manusia (Widodo, 2012).Proses methylasi terpengaruh dengan adanya dominasi unsur sulfur (S), yaitupada keadaan anaerob dan redokpotensial yang rendah. Faktor-faktor yang sangatberpengaruh di dalam pembentukan methyl merkuri antara lain: suhu, kadar ion Cl-, kandungan organik, derajat keasaman (pH), dan kadar merkuri (Widodo, 2012).Beberapa kemungkinan bentuk merkuri yang masuk ke dalam lingkungan perairan alam, yaitu :a) Sebagai inorganik merkuri, melalui hujan, run-offataupun aliran sungai. Unsur ini bersifat stabil terutama pada keadaan pH rendah.b) Dalam bentuk organik merkuri, yaitu phenyl merkuri (C6 H5-Hg), methyl merkuri(CH3-Hg) dan alkoxyalkyl merkuri atau methyoxy-ethyl merkuri (CH3O-CH2-CH2-Hg+). Organik merkuri yang terdapat di perairan alam dapat berasal dari kegiatan pertanian (pestisida).c) Terikat dalam bentuksuspended solidsebagai Hg2+2 (ion merkuro), mempunyai sifat reduksi yang baik.d) Sebagai metalik merkuri (HgO), melalui kegiatan perindustrian dan manufaktur. Unsur ini memiliki sifat reduksi yang tinggi, berbentuk cair pada temperatur ruang dan mudah menguap.Transfer dan transformasi merkuri dapat dilakukan oleh phytoplankton dan bakteri, disebabkan kedua organisme tersebut relatif mendominasi suatu perairan, danjuga oleh sea grasse. Bakteri dapat merubah merkuri menjadi methyl merkuri, dan membebaskan merkuri dari sendimen. Dalam kegiatannya bakteri membutuhkan bahan organic atau komponen-komponen karbon, nitrogen dan posphat sebagai makanannya (Widodo, 2012).Sea grasess system mendominasi penyerapan merkuri dari sedimen dan dari air laut. Pada proses tersebut merkuri yang bebas dari sendimen dengan jalan lain dapat kembali ke dalam jaring makanan melalui akarnya. Methyl merkuri yang terbentuk dalam sediman bersifat tidak stabil, sehingga mudah dilepaskan ke dalam perairan yang kemudian diakumulasi oleh hewan maupun timbuh-tumbuhan air. Karena sifatnya yang sangat beracun, maka U.S. Food and Administration (FDA) menentukan pembakuan atau Nilai Ambang Batas (NAB) kadar merkuri yang ada dalamjaringan tubuh badan air, yaitu sebesar 0,005 ppm. Nilai Ambang Batas yaitu suatu keadaan dimana suatu larutan kimia, dalam hal ini merkuri dianggap belum membahayakan bagi kesehatan manusia. Bila dalam air atau makanan, kadar merkuri sudah melampaui NAB, maka air maupun makanan yang diperoleh dari tempat tertentu harus dinyatakan berbahaya. NAB air yang mengandung merkuri total 0,002 ppm baik digunakan untuk perikanan (Widodo, 2012).Pencemaran perairan oleh merkuri akibat kegiatan alam mempunyai kisaran antara 0,00001 sampai 0,0028 ppm, kecuali pada beberapa tempat seperti sungai-sungai di Itali dimana terdapat sumber endapan logam merkuri alamiah, kadarnya dapat mencapai 136 pph (Widodo, 2012).

Gambar 3. Siklus Raksa dalam Perairan

2.6 Pengaruh Toksisitas Logam Berat Hg (Merkuri) pada IkanPengaruh langsung pollutan (terutama pestisida) terhadap ikan biasa dinyatakan sebagai lethal (akut), yaitu akibat-akibat yang timbul pada waktu kurang dari 96 jam atau sublethal (kronis), yaitu akibat-akibat yang timbul pada waktu lebih dari 96 jam (empathari). Sifat toksis yang lethal dan sublethal dapat menimbulkan efek genetik maupun teratogenik terhadap biota yang bersangkutan. Pengaruh lethaldisebabkan gangguan pada saraf pusat sehingga ikan tidak bergerak atau bernapas akibatnya cepat mati. Pengaruh sub lethal terjadi pada organ-organ tubuh, menyebabkan kerusakan pada hati, mengurangi potensi untuk perkembangbiakan, pertumbuhan dansebagainya. Seperti peristiwa yang terjadi di Jepang, dimana penduduk disekitar teluk Minamata keracunan methyl merkuriakibat hasil buangan dari sutu pabrik plastik. Methyl merkuri yang terdapat dalam ikan termakan oleh penduduk disekitar teluk tersebut. Ikan-ikan yang mati disekitar telukMinamata mempunyai kadar methyl merkuri sebesar 9 sampai 24 ppm (Widodo, 2012).Faktor-faktor yang berpengaruh di dalam proses pembentukan methyl merkuri adalah merupakan faktor-faktor lingkungan yang menentukan tingkat keracunannya. Merkuri yang diakumulasi dalam tubuh hewan air akan merusak atau menstimuli sistemen zimatik, yang berakibat dapat menimbulkan penurunan kemampuan adaptasi bagi hewan yang bersangkutan terhadap lingkungan yang tercemar tersebut. Pada ikan, organ yang paling banyak mengakumulasi merkuri adalah ginjal, hati dan lensa mata (Widodo, 2012).Toksisitas logam-logam berat yang melukai insang dan struktur jaringan luar lainnya, dapat menimbulkan kematian terhadap ikan yang disebabkan oleh proses anoxemia, yaitu terhambatnya fungsi pernapasan yakni sirkulasi dan eksresi dari insang. Unsur-unsur logam berat yang mempunyai pengaruh terhadap insang adalah timah, seng,besi, tembaga, kadmium dan merkuri. Percobaan yang dilakukan terhadap ikan Carasius auratus menunjukkan bahwa urut-urutan penyerapan logam berat oleh chemoreceptor(taste bund) dari ikan adalah merkuri, tembaga, seng, dan timah (Widodo, 2012).Pengaruh pencemaran merkuri terhadap ekologi bersifat jangka panjang, yaitu meliputi kerusakan strukturkomunitas, keturunan, jaringan makanan, tingkah laku hewan air, fisiologi, resistensi maupun pengaruhnya yang bersifat sinergisme. Sedang pengaruhnya yang bersifat linier terjadi pada tumbuhan air, yaitu semakin tinggi kadar merkuri semakin besar pengaruh racunnya. Perbedaan derajat toksisitas logam berat terhadap berbagai jenis biota laut dapat ditunjukkan oleh percobaan yang dilakukan Schweiger terhadap beberapa jenis ikan (antara lain troutdan carp) yang ternyata memperlihatkan tingkat sensitifitas yangberbeda-beda dari masing-masing jenis ikan tersebut (Widodo, 2012).Dari percobaan ini dapat dibuktikan bahwa perbedaan sensitifitas berkaitan erat dengan perbedaan aktifitas dari ikan-ikan tersebut. Derajat toksisitas juga ada hubungannya dengan respiratory flow dari masing-masing organisme, yakni semakin tinggi respiratory flow, meningkat pula toksisitas dari logam berat tersebut. Demikian pula secara tidak langsung kadar oksigen terlarut yang rendah mengharuskan ikan untuk lebih banyak memompa air melalui insangnya, dengan demikian respiratory flow meningkat, sehingga lebih banyak racun yang terserap masukke dalam tubuh melalui insang. Di samping itu ada beberapa ion dari berbagai logam berat yang bersifat sinergisme atau antogonistik satu terhadap yang lain, misalnya Cu mempunyai sifat sinergisme terhadap Cd dan Mg. Merkuri dapat menggumpalkan lendir pada permukaan insang dan merusak jaringan insang sehinggaikan mati. Kadar 0,001 ppm merkuri (HgC12) dan selenium (SeO2) dapat mereduksi dalam kantong telur ikan mas (Cyprinus carpio). Ditambahkan pula bahwa dosis tertentu methylmerkuri dapat menyebabkan pengaruh yang serius pada kehidupan biologis danpenambahan dosis dapat menyebabkan kematian. Akumulasi merkuri dalam tubuh biota laut juga terpusat pada organ tubuh yang berfungsi untuk reproduksi, sehingga akan berpengaruh terhadap perkembangan kehidupan biotalaut terutama di dalam mengembangkan keturunannya (Widodo, 2012).Untuk mengevaluasi pengaruh toksisitas merkuri terhadap manusia, OECD menentukan konsep yang disebut ADI (Acceptable Daily Intake) untuk merkuri, yaitu intake merkuri oleh manusia yang diperbolehkan perhari. Konsep tersebut dinyatakan :1. Jika intake merkuri (dalam bentuk methyl merkuri) sebesar 0,3 mg per hari, maka merkuri akan tertinggal dalam darah manusia sebesar 0,2 ug. Kadar setinggi itu akan dapat mengakibatkan keracunan (clinical symptons). Karenanya dianjurkan ADI sebesar 0,03 mg per hari.2. Jika tubuh ikan atau hewan mengandung 1 ppm merkuri dalam bentuktotal inorganikmerkuri, maka manusia dilarang makan daging ikan atau hewan tersebut melampaui 2.0 gram per minggu.

2.7 Dampak Merkuri bagi ManusiaRaksa dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui 3 cara, yaitu pernapasan, permukaan kulit dan makanan. Raksa yang masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan, biasanya berbentuk uap. Uap raksa ini sangat beracun sehingga dapat berakibat fatal bagi manusia. Raksa yang berbentuk cair tidak beracun. Tetapi di dalam tubuh raksa bentuk cair ini akan mengalami oksidasi menjadi bentuk ion. Raksa bentuk ion ini juga sangat beracun. Raksa yang masuk ke dalam tubuh melalui absorbsi permukaan kulit biasanya berasal dari kosmetik atau "samphoo". Organ tubuh yang dirusak oleh racun raksa tergantung pada bentuk senyawa raksa . Uap raksa akan merusak paru-paru, Senyawa anorganik raksa akan merusak ginjal dan hati, sedangkan metil raksa akan merusak sel otak. Di samping itu metil raksa juga dapat menerobos dinding plasenta, sehingga ibu yang sedang hamil bila menderita keracunan raksa kemunginan akan melahirkan anak yang cacat (Hutagalung, 1985).Pada studi epidemiologi ditemukan bahwa keracunan metil dan etil merkuri sebagian besar di sebabkan oleh konsumsi ikan yang diperoleh dari daerah tercemar atau makanan yang berbahan baku tumbuhan yang disemprot dengan pestisida jenis fungisida alkil merkuri (Sudarmaji, et al., 2006).Pada tahun 1968 Katsuna melaporkan adanya epidemi keracunan Hg di Teluk Minamata, dan pada tahun 1967 terjadi pencemaran Hg di sungai Agano di Nigata. Pada saat terjadi epidemi, kadar Hg pada ikan di Teluk Minamata sebesar 11 g/kg berat basah dan di sungai Agano sebesar 10 g/kg berat basah (Sudarmaji, et al., 2006).Di Irak pada tahun 1971-1972 terjadi keracunan alkil merkuri akibat mengkonsumsi gandum yang disemprot dengan alkil merkuri yang menyebabkan 500 orang meninggal dunia dan 6000 orang masuk rumah sakit (Sudarmaji, et al., 2006).Penelitian Eto (1999), menyimpulkan bahwa efek keracunan Hg tergantung dari kepekaan individu dan faktor genetik. Individu yang peka terhadap keracunan Hg adalah anak dalam kandungan (prenatal), bayi, anak-anak, dan orang tua. Gejala yang timbul akibat keracunan Hg dapat merupakan gangguan psikologik berupa rasa cemas dan kadang timbul sifat agresi (Sudarmaji, et al., 2006).Berdasarkan temuan Diner dan Brenner (1998) serta Frackelton dan Christensen (1998) dikatakan bahwa diagnose klinis keracunan Hg tidaklah mudah dan sering dikaburkan dengan diagnose kelainan psikiatrik dan autisme. Kesukaran diagnose tersebut disebabkan oleh karena panjangnya periode laten dari mulai terpapar sampai timbulnya gejala dan tidak jelasnya bentuk gejala yang timbul, yang mirip dengan kelainan psikiatrik (Sudarmaji, et al., 2006).Berhubung sukarnya untuk mendiagnosis kelainan yang disebabkan oleh keracunan Hg, untuk memudahkan diagnosis para klinisi (Vroom dan Greer, 1972) membuat kriteria sebagai berikut :1. Observasi kemunduran fungsi, berupa: kerusakan motorik, abnormalitas sensorik, kemunduran psikologik dan perilaku, kemunduran neurologik dan koknitif, kelainan bicara, pendengaran, kemunduran penglihatan dan kelainan kulit serta gangguan reflek.2. Waktu paparan oleh Hg bersifat akut atau kronis. Keracunan Hg yang sering disebut sebagai mercurialism banyak ditemukan di negara maju, misalnya Mad Hatters Disease yang merupakan suatu outbreak keracunan Hg yang diderita oleh karyawan di Alice Wonderland, Minamata Disease yang merupakan suatu outbreak keracunan Hg pada penduduk makan ikan yang terkontaminasi oleh Hg di Minamata Jepang, dan kejadian ini dikenal sebagai Minamata Disease. Penyakit lain yang disebabkan oleh keracunan Hg adalah Pink Disease yang terjadi di Guatemala dan Rusia yang merupakan outbreak keracunan Hg akibat mengkonsumsi padi-padian yang terkontaminasi oleh Hg (Sudarmaji, et al., 2006).Kadar Hg di udara ambien daerah yang tidak tercemar oleh Hg berkisar antara 20-50 ng/m3. Dengan kadar Hg udara ambien sebesar 50 ng/m3, dalam waktu tiga hari banyaknya Hg yang terhisap oleh paru sebesar 1 g/hari. Gejala klinis yang timbul, tergantung pada banyaknya Hg yang masuk ke dalam tubuh, mulai dari gejala yang paling ringan yaitu parestesia samp ai gejala yang lebih berat yaitu ataxia, dysarthria bahkan dapat menyebabkan kematian. Paparan oleh Hg (biasanya berupa metil merkuri) pada saat prenatal akan nampak setelah bayi lahir yang dapat berupa cerebral palsy maupun retardasi mental. Keracunan ini dapat terjadi jika pada ibu hamil yang mengkonsumsi daging binatang yang diberi pakan padi-padian yang disemprot fungisida yang mengandung metil merkuri (Sudarmaji, et al., 2006).Keracunan Hg yang akut dapat menyebabkan terjadinya kerusakan saluran pencernaan, gangguan kardiova sculer, kegagalan ginjal akut maupun shock. Pada pemeriksaan laboratorium tampak terjadinya denaturasi protein enzim yang tidak aktif dan kerusakan membran sel (Sudarmaji, et al., 2006).Metil maupun etil merkuri merupakan racun yang dapat mengganggu susunan syaraf pusat (serebrum dan serebellum) maupun syaraf perifer. Kelainan syaraf perifer dapat berupa parastesia, hilangnya rasa pada anggota gerak dan sekitar mulut serta dapat pula terjadi menyempitnya lapangan pandang dan berkurangnya pendengaran. Keracunan merkuri dapat pula berpengaruh terhadap fungsi ginjal yaitu terjadinya proteinuria. Pada karyawan yang terpapar kronis oleh fenil dan alkil merkuri dapat timbul dermatitis. Selain mempunyai efek pada susunan syaraf, Hg juga dapat menyebabkan kelainan psikiatri berupa insomnia, nervus, kepala pusing, gampang lupa, tremor dan depresi. Pada dasarnya besarnya risiko akibat terpapar oleh Hg, tergantung dari sumber Hg di lingkungan, tingkat paparan, teknik pengambilan sampel, analisis sampel dan hubungan dosis-respon (Sudarmaji, et al., 2006).

2.8 Metode Pengendalian Pencemaran Logam Berat Hg di PerairanPencemaran logam berat pada perairan sungai, pesisir pantai dan laut nampaknya sulit di cegah, karena aktifitas manusia selalu meningkat dan menghasilkan limbah ke lingkungan terus-menerus. Nampaknya niat kita untuk mendapat keuntungan yang lebih banyak terlalu besar sehingga kita tidak peduli dengan kesehatan lingkungan. sebagai contoh aktifitas pertambangan, industrial, perhotelan, perkotaan banyak menyumbang limbah ke lingkungan. Limbah cair yang mengandung logam berat merupakan limbah yang berpotensi merusak sistem perairan, seperti sungai, dan perairan pesisir pantai. Pencemar logam berat yang terlarut pada perairan pesisir pantai dan laut sangat sulit untuk terbebas kembali dari badan air. Sehingga zat tersebut akan terakumulasi ke dalam tubuh biota laut dan tumbuhan laut. Jika zat tersebut terakumulasi ke dalam organisme laut maka volume konsentarsi zat pencemar di dalam badan air akan berkurang. Hewan laut seperti bivalvia memiliki kemampuan menyerap logam berat dari badan air tetapi ada kekuatiran karena bivalvia merupakan makanan sumber protein yang sangat digemari oleh masyarakat. Sehingga penggunaan bivalvia sebagai biofilter zat pencemar di perairan masih sangat rendah. Salah satu solusi yang baik adalah dengan menggunakan teknik fitoremediasi. Teknik fitoremediasi adalah teknologi pembersihan zat polutan dari badan air yang telah tercemar dengan menggunakan tanaman. Teknologi ini mudah, dan murah, serta memberikan efek negative yang kecil bagi kesehatan (Kusumastuti, 2009 dalam Erari, et al., 2012). Untuk mengurangi masalah pencemaran lingkungan oleh pencemar logam berat menggunakan teknik fisika, kimia juga dapat menggunakan teknik fitoremediasi. Teknik fitoremediasi sangat cocok untuk daerah perairan yang tercemar dengan menggunakan hutan mangrove. Ekosistem mangrove memiliki kemampuan alami untuk membersihkan lingkungan dari berbagai bentuk zat pencemar sehingga penggunaan tanaman mangrove sebagai tumbuhan penyerap logam berat dari perairan sangat tepat (Erari, et al., 2012).Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah melakukan rehabilitasi dan konservasi terhadap ekosistem mangrove. Seperti diketahui bersama bahwaekosistem mangrove merupakan ekosistem utama di kawasan pesisir. Sebab, keberadaannya yang memiliki nilai ekologis dan ekonomis. Selain itu fungsinya juga yang dapat menyerap akumulasi logam berat yang terdapat di air maupun disedimen menjadikan ekosistem mangrove mempunyai peran penting dalam pengendalian limbah logam berat (Wibowo, 2010)Menurut hasil penelitian Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (2002) dalam Heriyanto dan Subiandono (2011), A. marina memiliki kemampuan akumulasi logam berat yang tinggi dengan cara melemahkan efek racun melalui pengenceran (dilusi), yaitu dengan menyimpan banyak air untuk mengencerkan konsentrasi logam berat dalam jaringan tubuhnya, sehingga mengurangi toksisitas logam berat tersebut.Bioremediasi merupakan penggunaan mikroorganisme yang telah dipilih untuk ditumbuhkan pada polutan tertentu sebagai upaya untuk menurunkan kadar polutan tersebut. Pada saat proses bioremediasi berlangsung, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi struktur polutan beracun menjadi tidak kompleks sehingga menjadi metabolit yang tidak beracun dan berbahaya (Priadie, 2011). Sehubungan dengan bioremediasi, Pemerintah Indonesia telah mempunyai payung hukum yang mengatur standar baku kegiatan Bioremediasi dalam mengatasi permasalahan lingkungan akibat kegiatan pertambangan dan perminyakan serta bentuk pencemaran lainnya (logam berat dan pestisida) melalui Kementerian Lingkungan Hidup, Kep Men LH No.128 tahun 2003, tentang tatacara dan persyaratan teknis dan pengelolaan limbah minyak bumi dan tanah terkontaminasi oleh minyak bumi secara biologis (Bioremediasi) yang juga mencantumkan bahwa bioremediasi dilakukan dengan menggunakan mikroba lokal (Priadie, 2011). Pada dasarnya, pengolahan secara biologi dalam pengendalian pencemaran air, termasuk upaya bioremediasi, dengan memanfaatkan bakteri bukan hal baru namun telah memainkan peran sentral dalam pengolahan limbah konvensional sejak tahun 1900-an (Mara, Duncan and Horan, 2003 dalam Priadie, 2011). Saat ini, bioremediasi telah berkembang pada pengolahan air limbah yang mengandung senyawa-senyawa kimia yang sulit untuk didegradasi dan biasanya dihubungkan dengan kegiatan industri, antara lain logam-logam berat, petroleum hidrokarbon, dan senyawa-senyawa organik terhalogenasi seperti pestisida dan herbisida (Tortora, 2010 dalam Priadie, 2011), maupun nutrisi dalam air seperti nitrogen dan fosfat pada perairan tergenang (Great Lakes Bio Systems. Inc. Co Orb-3.com/). Pengembangan IPTEK dalam bioremediasi untuk detoksifikasi atau menurunkan polutan dalam pengendalian pencemaran air telah menjadikan metoda ini menjadi lebih menguntungkan dibandingkan dengan metoda yang menggunakan bahan kimia. Bahkan, saat ini, flokulan umum yang berbahan baku Alum untuk menurunkan bahan pencemar air sungai telah bisa digantikan dengan bioflokulan yang mikroorganismanya diisolasi dari proses lumpur aktif dan diketahui dapat menurunkan turbiditi sebesar 84-94% (Buthelezi et al, 2009 dalam Priadie, 2011). Selain itu, kehandalan mikroba termasuk diantaranya bakteri, jamur, dan protozoa dalam pengolahan air limbah dan peranannya dalam menjaga keseimbangan ekologis perairan sudah banyak dielaborasi (Gerardi., 2006 dalam Priadie, 2011).Secara umum, mikrobia mengurangi bahaya pencemaran logam berat dengan cara: detoksifikasi (biopresipitasi), biohidrometalurgi, bioleaching dan bioakumulasi. Detoksifikasi atau biopresipitasi pada pinsipnya mengubah ion logam berat yang bersifat toksik menjadi senyawa yang bersifat tidak toksik. Proses ini umumnya berlangsung dalam kondisi anaerob dan memanfaatkan senyawa kimia sebagai akseptor elektron (khemolitotrof) (Ariono, 1996).Biohidrometalurgi pada prinsipnya mengubah ion logam yang terikat pada suatu senyawa yang tidak dapat larut dalam air menjadi senyawa dapat larut dalam air (Ariono, 1996).Bioleaching merupakan aktivitas mikrobia untuk melarutkan logam berat dari senyawa yang mengikatnya dalam bentuk ion bebas. Biasanya mikrobia menghasilkan asam dan senyawa pelarut untuk membebaskan ion logam dari senyawa pengikatnya. Proses ini biasanya langsung diikuti dengan dengan akumulasi ion logam (Ariono, 1996).Bioakumulasi merupakan cara yang paling umum digunakan oleh mikrobia untuk menangani logam berat. Pada prinsipnya bioakumulasi merupakan pengikatan ion-ion logam pada struktur sel mikrobia (khususnya dinding sel). Pengikatan ini disebebkan oleh beberapa cara, yaitu : sistem transport aktif kation, ikatan pemukaan, dan mekanisme lain yang tidak diketahui. Mekanisme penikatan di atas tidak lepas dari karakter anion dan sifat fisikokimia dari dinding sel, sehingga ion logam berat (kation) mampu diikat secara adesi (Ariono, 1996).

BAB IIIPENUTUP

3.1 KesimpulanKesimpulan yang dapat diperoleh dari pembahasan mengenai Ancaman dan Pengendalian Pencemaran Logam Berat Hg di Kawasan Pesisir pada pembahasan di atas di antaranya yaitu : Logam berat adalah istilah yang digunakan secara umum untuk kelompoklogam dan metaloid dengan densitas lebih besar dari 5 g/cm3, terutama pada unsur seperti Cd, Cr, Cu, Hg, Ni, Pb dan Zn. Terdapatnya merkuri di lingkungan perairan disebabkan kegiatan perindustrian dan kegiatan alam. Pengaruh merkuri sebagaipollutan terhadap kehidupan biota laut dapat bersifat langsung maupun tidak langsung, misalnya melalui penurunan kualitas air, dan melalui rantai makanan (food chain). Bentuk yang bersifat toksis dari merkuri adalah methyl merkuri, yang mana dapat diakumulasi oleh biota air. Terjadinya proses akumulasi di dalam tubuh ikan karena kecepatan pengambilan merkuri (up take rate) oleh ikan lebih cepat dibandingkan proses eksresi. Pengaruh toksisitas merkuri terhadap ikan dapat bersifat lethal dan sublethal, sinergism dan antagonism. Dampak merkuri pada manusia dapat berupa gangguan fisiologis, ganggunan sistim syaraf, gangguan pertumbuhan, dan gangguan terhadap ginjal. Metode pengendalian pencemaran logam berat Hg di pesisir adalah dengan rehabilitasi hutan mangrove (fitoremediasi) dan bioremediasi.

3.2 SaranBerdasarkan pembahasan dari makalah ini, kita disarankan untuk lebih peduli terhadap upaya pengendalian pencemaran perairan oleh logam berat untuk melindungi biota-biota yang hidup di dalamnya, sehingga perlu adanya kerjasama antar berbagai pihak mulai dari masyarakat hingga pemerintah harus bahu membahu untuk menjaganya.

DAFTAR PUSTAKA

Apriadi, Dandy. 2005. Kandungan Logam Berat Hg, Pb dan Cr Pada Air, Sedimen dan Kerang Hijau (Perna Viridis L.) di Perairan Kamal Muara, Teluk Jakarta. Skripsi. Manajemen Sumberdaya Perairan. FPIK.IPB. Bandung.Ariono, David. 1996. Bioremediasi Logam Berat di Lingkungan Perairan dengan Bantuan Mikrobia. Jurnal Biota. Vol.1 (2).Arkwright, Darius. 2013. Batasan Ekologis dalam Pengelolaan Wilayah PesisirTerpadu (Integrated Coastal Zone Governance) dengan Pendekatan Negosiasi. Dosen Fakultas Ilmu Alam dan Teknologi Rekayasa. Universitas Halmahera. Tobelo.Erari, Semuel Sander; J. Mangimbulude dan K. Lewerissa. 2012. Pelestarian Hutan Mangrove Solusi Pencegahan Pencemaran Logam Berat di Perairan Indonesia. Seminar Nasional VIII Pendidikan Biologi.Heriyanto, N.M dan E. Subiandono. 2011. Penyerapan Polutan Logam Berat (Hg, Pb Dan Cu) Oleh Jenis-Jenis Mangrove (Absorption Of Heavy Metal Pollutants (Hg, Pb And Cu) By Mangrove Species). Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol. 8 (2) : 177-188.Hutagalung, Horas P. 1985. Raksa (Hg). ISSN 0216-1877. Jurnal Oseana Vol. 10 (3) : 93-105.Sudarmaji, J.Mukono dan Corie, I.P. 2006. Toksikologi Logam Berat B3 dan Dampaknya Terhadap Kesehatan. Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol.2 (2): 129-142.Wibowo, Yudha Arie. 2010. Ancaman dan Pengendalian Pencemaran Logam Berat di Kawasan Estuaria. Oseanografi. Universitas Hang Tuah Surabaya.Widodo, Febriyana Ira. 2012. Dampak Pencemaran Merkuri Terhadap Biota Air Dan KesehatanManusia. Jurnal Lingkungan Hidup. Vol.3 (1): 30-37.Krystiyanti, Kartika. 2008. Adsorpsi Merkuri (II) Oleh Biomassa Enceng Gondok (Eichornia Crassipes) yang diimmobilisasi pada Matriks Polisilikat Menggunakan Metode Kolom. Skripsi. Jurusan Kimia. Fakultas Sains dan Teknologi. UIN Malang.Priadie, B. 2011. Teknik Bioremediasi sebagai Alternatif dalam Upaya Pengendalian Pencemaran Air. Jurnal Ilmu Lingkungan. Vol.10, Issue 1: 38-48. ISSN 1829-8907.