makalah lumpur
DESCRIPTION
Makalah LumpurTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dengan meningkatnya jumlah industry berarti semakin meningkat pula limbah yang
dihasilkan, baik itu limbah padat maupun limbah cair. Limbah yang dihasilkan tersebut harus
diolah dengan baik agar tidak mencemari lingkungan. Salah satu limbah yang memerlukan
pengolahan khusus adalah lumpur.
Lumpur merupakan hasil samping dari pengolahan limbah cair. Material yang
terkandung dalam lumpur berupa padatan zat-zat organik, lemak/minyak, pasir (grit) dan
berpotensi sebagai tempat tumbuh berbagai virus penyakit, bakteri, dan parasit. Hingga saat
ini, belum ada standar kualitas untuk pembuangan lumpur seperti halnya pembuangan air
limbah. Hal ini menyebabkan pembuangan lumpur masih belum mendapatkan perhatian.
Padahal seperti telah diketahui bahwa dalam lumpur masih mengandung bahan-bahan
organik dan polutan. Sehingga menyebabkan perlunya pengolahan (treatment) khusus
terhadap lumpur.
Salah saru alternatif tahapan pengolahan lumpur meliputi primary operation, thickening,
stabilization, conditioning, dewatering, heat drying, dan inceneration. Proses stabilization
lumpur bertujuan untuk menstabilkan lumpur agar lebih mudah untuk dilakukan pengolahan
selanjutnya dan tidak menimbulkan bau ketika dibuang ke lingkungan. Proses stabilization
lumpur yang paling sering digunakan adalah dengan menggunakan metode digestion.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka didapat rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apakah yang dimaksud dengan pengolahan lumpur dengan metode stabilization-
digestion?
2. Bagaimanakah prinsip kerja pengolahan lumpur dengan metode stabilization-
digestion?
3. Bagaimana kriteria desain untuk pengolahan lumpur dengan metode stabilization-
digestion?
4. Bagaimana desain stabilization-digestion sebagai sarana pengolahan lumpur?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengolahan lumpur dengan metode stabilization-digestion.
2. Untuk mengetahui prinsip kerja pengolahan lumpur dengan metode stabilization-
digestion.
3. Untuk mengetahui kriteria desain pengolahan lumpur dengan metode stabilization-
digestion.
4. Untuk mengetahui desain sarana pengolah lumpur stabilization-digestion.
BAB II
ISI
2.1 StabilizationStabilisasi lumpur adalah proses …………….
Stabilisasi lumpur bertujuan untuk menghindari terjadinya pembusukan lumpur, mencegah bau yang mengganggu, serta untuk mengurangi konsentrasi materi volatil dan kandungan patogen di dalam lumpur.
2.2 Stabilization-DigestionSesuai dengan namanya, digestion (kita asosiasikan dengan proses pencernaan), proses yang satu ini melibatkan aktivitas mikrobiologi. Mikroorganisme di dalam reaktor akan bekerja “memakan” zat-zat organik yang berada di dalam sludge untuk menghindari/mengurangi proses dekomposisi zat organik setelah lumpur keluar dari instalasi pengolahan. Jenis organisme yang terlibat dapat berasal dari kelompok aerob (prosesnya disebut aerobic digestion) atau anaerob (anaerobic digestion).
1. Anaerobic DigestionOksidasi lumpur organik secara biologis oleh mikroba dalam kondisi anaerobik. Anaerobic digestion terdiri dari proses hidrolisis, fermentasi, acidogenesis, dan metanogenesis. Pada proses ini menghasilkan gas methan, yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energy. Faktor yang mempengaruhi proses anaerobic digestion antara lain SRT, suhu, pH, alkalinitas, dll. Anaerobic Digestion terdiri dari 2 jenis, yaitu single stage and two stage.
a. Single Stage Anerobic digestion single stage terdiri dari :Sludge mixing•Gas recirculing•Pumping•mixerNo supernatant seperationTotal solis reduction 45 - 50%
Gambar 2.1 Single Stage Anaerobic Digestion (Metcalf & Eddy)
b. Double Stage •Jarang digunakan pada desain digester modern•Anaerobically digested solids may not settle well. Therefore; Supernatant withdrawn from 2nd tank may contain high concentration of suspended solids.
Gambar 2.2 Double Stage Anaerobic Digestion
Gambar 2.3 Jenis Anaerobic Digestion
Gambar 2.4 Silinder Double Stage Anerobic Digestion
Gambar 2.5 Typical Waffle Bottom Anerobic Digestion
Kelebihan dari Silinder Double Stage Anaerobic Digestion :
1. to minimize grit accumulation
2. to reduce the need for frequent digester cleaning
Gambar 2.6 Egg Shaped Anerobic Digestion
Gambar 2.7 Mixing System for Egg Shaped Anaerobic Digestion
Kelebihan dari Egg Shaped Anerobic Digestion adalah :
•To enhance mixing
•To eliminate the need for cleaning
•Steel construction is more common
Gambar 2.8 Jenis Penutup Anaerobic Digestion
Keuntungan Metode Anaerobic-Digestion
1. Biaya operasi rendah
2. Sangat efektif untuk pengolahan lumpur
3. Mengahsilkan burnable gas (biogas)
Kekurangan Metode Anaerobic-Digestion
1. Membutuhkan waktu start up yang lama
2. Dipengaruhi oleh kondisi lingkungan
3. Menghasilkan gas yang dapat meledak
2. Aerobic Digestion Oksidasi lumpur organik secara biologis oleh mikroba dalam kondisi aerobik. Aerobic digestion hampir sama dengan proses lumpur aktif. Ketika pasokan nutrisi habis, maka mikroorganisme akan memakan protoplasma mereka sendiri. Selanjutnya ketika energy diperoleh dari jaringan sel, mikroorganisme dikatakan dalam fase endogen. Hanya 75-80% dari jaringan sel dapat dioksidasi. Sisanya 20-25% terdiri dari komponen yang tidak biodegradable. Nonbiodegradable VSS akan tetap ada menjadi produk akhir dari aerobic digestion.
Keuntungan Metode Aerobic-Digestion
1. Efektif untuk “secondary” sludge
2. Pengoperasiannya mudah
3. Tidak menimbulkan gas berbahaya
Kekurangan Metode Aerobic-Digestion
1. Biaya operasi mahal
2. Kebutuhan energy tinggi
3. Tidak menghasilkan burnable gas
4. Mengandung materi organic yang tinggi
Perbedaan utama dari pengolahan secara aerob dan anaerob terletak pada kondisi lingkungannya.
Pada pengolahan secara aerob, kehadiran oksigen mutlak diperlukan untuk metabolisme bakteri,
sementara pada kondisi anaerob sebaliknya. Berikut ini adalah beberapa perbedaan utama antara
pengolahan secara aerob dan anaerob menurut Eckenfelder, et.al (1988) :
Temperatur
Temperatur mempengaruhi proses aerob maupun anaerob. Pada proses anaerob, diperlukan
temperatur yang lebih tinggi untuk mencapai laju reaksi yang diperlukan. Pada proses anaerob,
penambahan temperatur dapat dilakukan dengan memanfaatkan panas dari gas methane yang
merupakan by-product proses anaerob itu sendiri.
pH dan Alkalinitas
Proses aerob bekerja paling efektif pada kisaran pH 6,5 – 8,5. Pada reaktor aerob yang dikenal dengan
istilah completely mixed activated sludge (CMAS), terjadi proses netralisasi asam dan basa sehingga
biasanya tidak diperlukan tambahan bahan kimia selama BOD kurang dari 25 mg/L.
Sementara itu proses anaerob yang memanfaatkan bakteri methanogen lebih sensitif pada pH dan
bekerja optimum pada kisaran pH 6,5 – 7,5. Sekurang-kurangnya, pH harus dijaga pada nilai 6,2 dan
jika konsentrasi sulfat cukup tinggi maka kisaran pH sebaiknya berada pada pH 7 – 8 untuk
menghindari keracunan H2S. Alkalinitas bikarbonat sebaiknya tersedia pada kisaran 2500 hingga
5000 mg/L untuk mengatasi peningkatan asam-asam volatil dengan menjaga penurunan pH sekecil
mungkin. Biasanya dilakukan penambahan bikarbonat ke dalam reaktor untuk mengontrol pH dan
alkalinitas.
Produksi Lumpur dan Kebutuhan Nutrien
Bagi kebanyakan air limbah, produksi lumpur yang dihasilkan dari pengolahan aerob adalah sebesar
0,5 kg VSS/ kg COD tersisihkan. Sementara itu, pada pengolahan anaerob, produksi lumpur adalah
sebanyak 0,1 kg VSS/kg COD tersisihkan. Pada pengolahan aerob, konsentrasi nitrogen yang perlu
ditambahkan adalah 8-12 persen dan fosfor sebesar 1,5-2,5 persen. Sebagai “rule of thumb”,
kebutuhan nutrien pada pengolahan anaerob adalah seperlima dari proses aerob.
Tabel berikut menunjukkan perbandingan antara pengolahan secara aerob dan anaerob (sumber :
Eckenfelder, et.al , 1988)
Parameter Aerob Anaerob
Kebutuhan energi Tinggi Rendah
Tingkat pengolahan 60-90% 95%
Produksi lumpur Tinggi Rendah
Stabilitas proses terhadap toksik
dan perubahan beban Sedang sampai tinggi Rendah sampai sedang
Kebutuhan nutrien
Tinggi untuk beberapa
limbah industri Rendah
Bau
Tidak terlalu berpotensi
menimbulkan bau
Berpotensi menimbulkan
bau
Kebutuhan alkalinitas Rendah Tinggi untuk beberapa
limbah industri
Produksi biogas Tidak ada
Ada (dapat dimanfaatkan
sebagai sumber energi)
Start-up time 2 – 4 minggu 2 – 4 bulan
Perbandingan antara proses aerob dan anaerob tersebut menjadi dasar pemilihan unit-unit pengolahan
biologi pada secondary treatment. Pemilihan akan tergantung dari karakteristik air limbah yang akan
diolah. Bahkan, untuk karakteristik limbah tertentu diperlukan kombinasi dari kedua proses tersebut.
2.3 Prinsip Kerja Stabilization-Digestion
2.4 Kriteria Desain Stabilization-Digestion
Berikut tabel SRT yang digunakan untuk Anaerobic-digestion :
Tabel 2.1 Waktu Retensi yang Disarankan Untuk Desain Anaerobic Digestion
a. Contoh Perhitungan Stabilization-DigestionPerhitungan produksi gas pada Anaerobic Digestion Gas Production: VCH4 (m3 /d)= 0.4 (for 350C)[(S0 -S) Q (103 g/kg)-1 -1.42 Px ] For a complete mix high rate digester without recycle Px= [YQ(S0 -S) (103 g/kg)-1 ]/ [1+kd c ] Estimation of gas production: Typically 0.75 – 1.12 m3 /kg VS destroyed Gas from anaerobic digesters contains about 65-70 % CH4 by volume 25-30 % CO2 small amounts of N2 ,H2 , H2 S water vapor Gas and air must not be allowed to mix. Otherwise, an explosive mixture may result CH4 heating value = 35800 kJ/m3
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
http://water.me.vccs.edu/courses/ENV149/stabilization2.htm (diakses 18 November 2015)