makalah konsep aqidah dalam islam
DESCRIPTION
Tugas Makalah AIK (Al-Islam Studi Kemuhamdiyaan)TRANSCRIPT
MAKALAH AGAMA ISLAM
“KONSEP AQIDAH DALAM ISLAM”
Disusun Oleh :
1. Hera Wijaya 140511041
2. Norman Esa 140511
3. Ary 140511
FAKULTAS TEKNIK INFORMATIKA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON
OKTOBER 2014
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Segala puji bagi Allah yang maha megetahui dan maha bijaksana yang telah
memberi petunjuk agama yang lurus kepada hamba-Nya dan hanya kepada-Nya.
Salawat serta salam semoga tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW yang
membimbing umat nya degan suri tauladan-Nya yang baik .
Dan segalah Syukur kehadiran Allah SWT yang telah memberikan
anugrah,kesempatan dan pemikiran kepada kami untuk dapat menyelesaikan makalah
ini . makalah ini merupakan pengetahuan tentang konsep aqidah dalam islam, semua ini
di rangkup dalam makalah ini , agar pemahaman terhadap permasalahan lebih mudah di
pahami dan lebih singkat dan akurat .
Sistematika makalah ini dimulai dari pengantar yang merupakan apersepsi atas
materi yang telah dan akan dibahas dalam bab tersebut .Selanjutnya , membaca akan
masuk pada inti pembahasaan dan di akhiri dengan kesimpulan , saran dan makalah ini.
Diharapkan pembaca dapat mengkaji berbagai permasalahan tentang konsep aqidah
islam, Kami penyusun mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu proses pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaaat bagi kita
semua.
Terimakasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Cirebon 13 Oktober 2014
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Aqidah adalah pokok-pokok keimanan yang telah ditetapkan oleh Allah, dan
kita sebagai manusia wajib meyakininya sehingga kita layak disebut sebagai orang yang
beriman (mu’min).
Namun bukan berarti bahwa keimanan itu ditanamkan dalam diri seseorang
secara dogmatis, sebab proses keimanan harus disertai dalil-dalil aqli. Akan tetapi,
karena akal manusia terbatas maka tidak semua hal yang harus diimani dapat diindra
dan dijangkau oleh akal manusia.
Para ulama sepakat bahwa dalil-dalil aqli yang haq dapat menghasilkan
keyakinan dan keimanan yang kokoh. Sedangkan dalil-dalil naqli yang dapat
memberikan keimanan yang diharapkan hanyalah dalil-dalil yang qath’i.
Makalah ini menampilkan beberapa bahasan yang bisa membantu siapa saja yang ingin
memahami aqidah.
2. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan aqidah ?
2. Apa landasan filosofis dan religiusnya?
3. Apa saja ruang lingkup aqidah?
4. Apa kaidah dari aqidah?
5. Apa fungsi dan peran aqidah?
6. Apa prinsip aqidah ?
7. Apa Aliran Aqidah Islam?
3. Tujuan Makalah
1. Menjelaskan pengertian aqidah
2. Menjelaskan landasan filosofis dan religiusnya
3. Menerangkan tentang ruang lingkup aqidah
4. Memaparkan delapan kaidah aqidah
5. Menyampaikan fungsi dan peran aqidah
6. menyampaikan prinsip Aqidah
7. mempaparkan prinsip Aqidah
BAB II
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN DAN LANDASAN FILSOFIS AQIDAH ISLAM
1.1. Pengertian Aqidah Islam
Secara etimologi (lughatan), aqidah berakar dari kata ‘aqada – ya’qidu – ‘aqdan
yang berarti simpul, ikatan, perjanjian dan kokoh. Setelah terbentuk menjadi aqidah
berarti keyakinan. Relevansi antara arti kata aqdan dan aqidah adalah keyakinan itu
tersimpul dengan kokoh di dalam hati, bersifat mengikat dan mengandung perjanjian.
Secara terminologis (isthilahan), terdapat beberapa definisi (ta’rif) antara lain:
1. Menurut Hasan al-Banna:
يقينا وتكون نفسك اليها وتطمئن قلبك بها يصدق أن يجب التى األمور هي العقائد
شك واليخالطه ريب يمازجه ال عندك
“Aqidah adalah beberapa perkara yang wajib diyakini keberadaannya oleh
hatimu, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak
bercampur sedikitpun dengan keragu-raguan”
2. Munurut Abu Bakar Jabir al-Jazairy:
, , والفطرة والسمع بالعقل المسلمة البدهية الحق قضايا من مجموعة هي العقيدة
, , وثبوتها بوجودها قاطعا بصحتها جازما صدره عليها ويثنى قلبه اإلنسان عليها يعقد
أبدا يكون أو يصح أنه خالفها اليرى
“Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum (axioma)
oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fithrah. (Kebenaran) itu dipatrikan
oleh manusia di dalam hati serta diyakini kesahihan dan kebenarannya secara
pasti dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu”
Untuk lebih memahami kedua definisi di atas maka perlu dikemukakan beberapa
catatan tambahan:
1. Ilmu terbagi dua: pertama ilmu dharuri, kedua ilmu nazhari. Ilmu yang
dihasilkan oleh indera, dan tidak memerlukan dalil disebut ilmu dharuri. Misalnya anda
melihat meja di hadapan mata, anda tidak lagi memerlukan dalil atau bukti bahwa benda
itu ada. Sedangkan ilmu yang memerlukan dalil atau pembuktian itu disebut ilmu
nazhari. Misalnya 1+1=2, tentu perlu dalil untuk orang yang belum tahu teori itu. Di
antara ilmu nazhari itu, ada hal-hal yang karena sudah sangat umum dan terkenal maka
tidak memerlukan lagi adanya dalil, misalnya sepeda bannya ada dua sedangkan mobil
bannya ada empat, tanpa dalil siapapun pasti mengetahui hal tersebut. Hal inilah yang
disebut badihiyah. Badihiyah adalah segala sesuatu yang kebenarannya perlu dalil
pembuktian, tetapi karena sudah sangat umum dan mendarah daging maka kebenaran
itu tidak perlu pembuktian lagi.
2. Setiap manusia memiliki fithrah mengakui kebenaran (bertuhan), indera untuk
mencari kebenaran, akal untuk menguji kebenaran dan memerlukan wahyu untuk
menjadi pedoman menentukan mana yang benar dan mana yang tidak. Tentang Tuhan,
misalnya, setiap manusia memiliki fithrah bertuhan, dengan indera dan akal dia bisa
buktikan adanya Tuhan, tapi hanya wahyulah yang menunjukkan kepadanya siapa
Tuhan yang sebenernya.
3. Keyakinan tidak boleh bercampur sedikitpun dengan keraguan. Sebelum seseorang
sampai ke tingkat yakin dia akan mengalami lebih dahulu Syak (50%-50% antara
membenarkan dan menolak), kemudian Zhan (salah satu lebih kuat sedikit dari yang
lainnya karena ada dalil yang menguatkan), kemudian Ghalabatuz Zhan (cenderung
menguatkan salah satu karena dalilnya lebih kuat, tapi masih belum bisa menghasilkan
keyakinan penuh), kemudian Ilmu/Yakin (menerima salah satu dengan sepenuh hati
karena sudah meyakini dalil kebenarannya). Keyakinan yang sudah sampai ke ringkat
ilmu inilah yang disebut aqidah.
4. Aqidah harus mendatangkan ketenteraman jiwa. Artinya lahiriyah seseorang bisa saja
pura-pura meyakini sesuatu, akan tetapi hal itu tidak akan mendatangkan ketenangan
jiwa karena dia harus melaksanakan sesuatu yang berlawanan dengan keyakinannya.
Kawin paksa misalnya, hidup satu rumah dengan orang yang tidak pernah dia sukai,
secara lahiriyah hubungan mereka telah sukses karena berakhir dipelaminan namun jiwa
mereka tidaklah tenteram seperti kelihatan.
5. Bila seseorang sudah meyakini suatu kebenaran, dia harus menolak segala yang
bertentangan dengan kebenaran itu. Artinya seseorang tidak akan bisa meyakini
sekaligus dua hal yang bertentangan. Misalnya ada meyakini gula itu rasanya manis,
tentunya anda akan menolak untuk meyakini bahwa gula itu rasanya asin, tidak
mungkin anda yakin bahwa gula itu rasanya manis dan asin.
6. Tingkat keyakinan (aqidah) seseorang tergantung kepada tingkat pemahamannya
terhadap dalil. Misalnya:
– Anda akan meyakini adanya beasiswa bila anda mendapatkan informasi tentang
beasiswa tersebut dari orang yang anda kenal tidak pernah berbohong.
– Keyakinan itu akan bertambah apabila anda mendapatkan informasi yang sama dari
beberapa orang lain, namun tidak menutup kemungkinan bahwa anda akan meragukan
kebenaran informasi itu apabila ada syubuhat (dalil dalil yang menolak informasi
tersebut).
– Bila anda melihat pengumuman beasiswa di fakultas maka bertambahlah keyakinan
anda sehingga kemungkinan untuk ragu semakin kecil
– Apabila anda diberi formulir pengajuan beasiswa maka keyakinan anda semakin
bertambah dan segala keraguan akan hilang bahkan anda tidak mungkin ragu lagi
bahkan anda tidak akan merubah pendirian anda sekalipun semua orang menolaknya
– Ketika anda bolak balik mengurus segala yang terkait dengan beasiswa maka
bertambahlah pengetahuan dan pengalaman anda tentang beasiswa yang diyakini tadi.
1.2. Landasan Filosofis Aqidah Islam
Pada hakikatnya filsafat dalam bahasan aqidah tetap bersumber pada Al-Qur’an dan As-
Sunnah.
Allah mengutus (Rasul) yang membawa pesan dari-Nya untuk disampaikan kepada
seluruh umat manusia. Pesan Allah itu ditulis dalam Al-Kitab (Al-Qur’an). Allah
menganugerahkan kebijakan dan kecerdasan berfikir kepada manusia untuk mengenal
adanya Allah dengan memperhatikan alam sebagai bukti hasil perbuatan-Nya Yang
Maha Kuasa. Hasil perbuatan Allah itu serba teratur, cermat dan berhati-hati. Yang
menerima hikmah-hikmai inilah yang disebut “Hukuman” atau “Filosof.
Berikut beberapa pendapat para filosof barat tentang Tuhan:
Pendapat Xenophanes
Xenophanes menyatakan: “Tuhan hanya satu, yang terbesar di antara dewa dan
manusia, tidak serupa dengan makhluk yang fana.”
“Tuhan Yang Esa itu tidak dijadikan tidak bergerak dan berubah-ubah, dan ia mengisi
seluruh alam. Dia melihat semuanya, mendengar semua dan memikirkan seluruhnya.
Mudah sekali Ia memimpin alam ini dengan kakuatan fikirNya.”
Pendapat Socrates
Socrates menyatakan: “Tuhan pencipta ala mini bukanlah hanya untuk memikirkan dan
memperhatikan manusia saja, tapi ialah roh bagi manusia. Jika tidak begitu cobalah
sebutkan padaku, hewan manakah yang dapat mengetahui adanya Tuhan yang mengatur
susunan tubuh yang mempunyai sifat-sifat tinggi seperti ini! Coba katakana hewan
mana selain manusia yang dapat dibawa akalnya menyembah dan berkhidmah kepada
Tuhan?”
Pendapat Descartes
Descartes menyatakan: “Saya tidak menjadikan diri saya sendiri. Sebab kalau saya
menjadikan, tentulah saya dapat memberikan segala sifat kesempurnaan kepada diri
saya itu. Oleh sebab itu tentu saya dijadikan oleh Dzat yang lain. Dan sudah pasti pula
Dzat lain itu menjadikan saya mempunyai sifat-sifat kesempurnaan, kalau tidak akan
sama halnya dengan diri saya.”
“Saya selalu merasa diri saya dalam kekurangan, dan pada waktu itu juga diri saya
merasa tentu ada Dzat yang tidak kekurangan, yakni sempurna. Dan Dzat yang
sempurna itu ialah Allah”
Mari kita kaji Al-Qur’an lalu kita perhatikan kandungannya, bahwa apa yang
dinyatakan oleh para filosof di atas, semakna dengan apa yang dinyatakan oleh Allah di
dalam Al-Qur’an:
Dan Apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setitik
air(ma
Dan ia membuat perumpamaan bagi kami; dan Dia lupa kepada kejadiannya; ia berkata:
“Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?”
Katakanlah: “Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama.
dan Dia Maha mengetahui tentang segala makhluk. [QS.36:77-79].
Maka hendaklah manusia memperhatikan dari Apakah Dia diciptakan?
Dia diciptakan dari air yang dipancarkan, yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki
dan tulang dada perempuan.
Sesungguhnya Allah benar-benar Kuasa untuk mengembalikannya (hidup sesudah
mati). [QS.86:5-8]
Dari uraian di atas, nyatalah bahwa pada hakikatnya landasan aqidah Islam adalah Al-
Qur’an dan Sunnah.
B. FUNGSI DAN PERANAN AKIDAH ISLAM
a. Fungsi akidah islam ,diantaranya yaitu :
1. Sebagai pondasi untuk mendirikan bangunan Islam.
2. Merupakan awal dari akhlak yang mulia. Jika seseorang memiliki aqidahyang kuat
pasti akan melaksanakan ibadah dengan tertib, memiliki akhlak yang mulia, dan
bermu’amalat dengan baik.
3. Semua ibadah yang kita laksanakan jika tanpa ada landasan aqidah maka ibadah kita
tersebut tidak akan diterima
b. Sedangkan peran akidah dalam islam meliputi :
1. Aqidah merupakan misi pertama yang dibawa para rasul Allah.
Allah berfirman:Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat
(untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu” (QS. An-Nahl:
36).
2. Manusia diciptakan dengan tujuan beribadah kepada Allah.
Allah berfirman:”Dan tidaklah aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk
menyembah-Ku”. (QS. Adz-Dzariyat: 56).
3. Aqidah yang benar dibebanrkan kepada setiap mukallaf.
Nabi bersabda:”Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi
bahwasanya tiada sesembahan yang sebenarnya selain Allah dan bahwasanya
Muhammad adalah rasul utusan Allah.” (Muttafaq ‘alaih).
4. Berpengang kepada aqidah yang benar merupakan kewajiban manusia seumur hidup.
Allah berfirman:”Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan Tuhan kami ialah Allah
kemudian merkea beristiqomah (teguh dalam pendirian mereka) maka para malaikat
akan turun kepada mereka (seraya berkata) : “Janganlah kamu merasa takut dan
janganlah kamu merasa sedih dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga
yang dijanjikan Allah kepadamu.”(QS. Fushilat: 30).
5. Aqidah merupakan akhir kewajiban seseorang sebelum meninggalkan dunia yang
fana ini.
Nabi saw bersabda:“Barangsiapa yang akhir ucapannya “Tiada sesembahan yang
berhak disembah selain Allah niscaya dia akan masuk surga”. (HSR. Al-Hakim dan
lainnya).
6. Aqidah yang benar telah mampu menciptakan generasi terbaik dalam sejarah umat
manusia, yaitu generasi sahabat dan dua generasi sesusah mereka.
Allah berfirman:”Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, kamu
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada
Allah.” (QS. Ali-Imran: 110).
7. Kebutuhan manusia akan aqidah yang benar melebihi segala kebutuhan lainnya
karena ia merupakan sumber kehidupan, ketenangan dan kenikmatan hati seseorang.
Dan semakin sempurna pengenalan serta pengetahuan seorang hamba terhadap Allah
semakin sempurna pula dalam mengagungkan Allah dan mengikuti syari’at-Nya.
1.3. Landasan Religius Aqidah Islam
Sumber aqidah Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah. Artinya apa saja yang disampaikan
oleh Allah dalam Al-Qur’an dan oleh Rasulullah dalam Sunnahnya wajib diimani
(diyakini dan diamalkan).
Akal pikiran tidaklah menjadi sumber aqidah, tetapi hanya berfungsi memahami nash-
nash yang terdapat dalam kedua sumber tersebut dan mencoba –kalau diperlukan –
membuktikan secara ilmiah kebenaran yang disampaikan Al-Qur’an dan Sunnah. Itupun
harus didasari oleh suatu kesadaran bahwa kemampuan akal sangat terbatas. Sesuatu
yang terbatas/akal tidak akan mampu menggapai sesuatu yang tidak terbatas. Misalkan,
saat ditanya, kekal [sesuatu yang tidak terbatas] itu sampai kapan?, maka akal tidak
akan mampu menjawabnya karena akal itu terbatas.
Aqidah itu mempunyai sifat keyakinan dan kepastian sehingga tidak mungkin ada
peluang bagi seseorang untuk meragukannya. Dan untuk mencapai tingkat keyakinan
ini, aqidah Islam wajiblah bersumber pada dua warisan tersebut [Al-Qur’an Hadits]
yang tidak ada keraguan sedikit pun padanya. Dan akal bukanlah bagian dari sumber
yang tidak ada keraguan padanya. Dengan kata lain, untuk menjadi sumber aqidah,
maka asal dan indikasinya haruslah pasti dan meyakinkan, tidak mengandung sedikut
pun keraguan. Jika kita memandang Al-Qur’an dari segi wurud, maka ia adalah pasti
lagi meyakinkan karena telah ditulis selagi Rasulullah masih hidup dan juga dihafal
serta sejumlah besar sehabat yang mustahil mereka sepakat berdusta untuk
memalsukannya. Dan juga karena itu, tidak pernah timbul perselisihan tentang
kesahihan Al-Qur’an di kalangan umat Islam sejak dahulu hingga sekarang.[7] Tidak
pernah ada yang berbeda pendapat bahwa Tuhan itu ada, bahwa Tuhan itu satu, bahwa
Tuhan itu mahakuasa.
Aqidah atau iman itu mempunyai peran dan pengaruh dalam hati. Ia mendorong
manusia untuk melakukan amal-amal yang baik dan meninggalkan perbuatan keji dan
mungkar. Ia mengawal dan membimbing manusia ke jalan yang lurus dan benar serta
menjaganya untuk tidak tergelincir ke dalam lembah kesesatan; dan juga menanamkan
dalam dirinya kecintaan kepada kebenaran dan kebaikan. Sesungguhnya hidayah Allah
hanya diberikan kepada manusia yang hatinya telah dimasuki iman.
Allah berfirman dalam Surat al-Taghabun/64:11 :
التغابن . . .( . . . قلبه يهد بالله يؤمن )11ومن
“Dan barang siapa yang beriman kepada Allah niscaya Allah akan memberi hidayah
kepada hatinya.”
Pada hakikatnya, iman yang dalam hati itu atau aqidah ibarat nur atau cahaya yang
menerangi hati dan sangat diperlukan oleh manusia dalam kehidupannya di dunia.
Tanpa cahaya itu hati sangat gelap, sehingga akan sangat mudah orang tergelincir dalam
lembah maksiat. Ibarat orang yang berjalan pada waktu malam tanpa lampu atau
cahaya, ia akan sangat mudah terperosok ke dalam lobang atau jurang. Demikianlah
peranan iman yang merupakan bangunan bawah/fondasi utama dari kepribadian yang
kukuh dan selalu mengawal serta membuat hati agar selalu baik dan bersih, sehingga
dapat memberi bimbingan bagi manusia ke arah kehidupan yang tenteram dan bahagia.
2. RUANG LINGKUP, KAIDAH, FUNGSI SERTA MANFAAT AQIDAH ISLAM
1. Ruang Lingkup Pembahasan Aqidah
Meminjam sistimatika Hasaln al-Banna maka ruang lingkup pembahasan aqidah adalah:
1. Ilahiyat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Ilah
(Tuhan, Allah) seperti wujud Allah, nama-nama dan sifat-sifat Allah, af’al Allah dan
lainnya.
2. Nubuwat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi
dan Rasul, termasuk tentang Kitab-Kitab Allah, mu’jizat, karamat dan lain sebagainya.
3. Ruhaniyat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam
metafisik seperti Malaikat, Jin, Iblis, Syetan, Roh dan lain sebagainya.
4. Sam’iyyat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui lewat
Sam’i (dalil naqli berupa Al-Qur’an dan Sunnah) seperti alam barzakh, akhirat, azab
kubur, tanda-tanda kiamat, surga neraka dan lain sebagainya.
Di samping sistimatika di atas, pembahasan aqidah bisa juga mengikuti sistimatika
arkanul iman (rukun iman) yaitu:
1. Iman Kepada Allah SWT.
2. Iman Kepada Malaikat (termasuk juga makhluk ruhani lain seperti Jin, Iblis dan
Syetan).
3. Iman Kepada Kitab-Kitab Allah.
4. Iman Kepada Nabi dan Rasul.
5. Iman Kepada Hari Akhir.
6. Iman Kepada Takdir Allah.
3. Delapan Kaidah Aqidah
1. Apa yang saya dapat dengan indera saya, saya yakin adanya, kecuali bila akal saya
mengatakan “tidak” berdasarkan pengalaman masa lalu.
Misalnya, bila saya untuk pertama kali melihat sepotong kayu di dalam gelas berisi air
putih kelihatan bengkok, atau melihat genangan air di tengah jalan [fatamorgana], tentu
saja saya akan membenarkan hal itu. Tapi bila terbukti kemudian bahwa hasil
penglihatan indera saya salah maka untuk kedua kalinya bila saya melihat hal yang
sama, akal saya langsung mengatakan bahwa yang saya lihat tidak demikian adanya.
2. Keyakinan, di samping diperoleh dengan menyaksikan langsung, juga bias melalui
berita yang diyakini kejujuran si pembawa berita.
Banyak hal yang memang tidak atau belum kita saksikan sendiri tapi kita meyakini
adanya. Misalnya anda belum pernah ke Thailand, Afrika atau Yaman, tapi anda
meyakini bahwa negeri-negeri tersebut ada. Atau tentang fakta sejarah, tentang Daulah
Abbasiyah, Umayyah atau tentang kerajaan Majapahit, dan lain-lain, anda meyakini
kenyataan sejarah itu berdasarkan berita yang anda terima dari sumber yang anda
percaya.
3. Anda tidak berhak memungkiri wujudnya sesuatu, hanya karena anda tidak bisa
menjangkaunya dengan indera anda. Kemampuan alat indera memang sangat terbatas.
Telinga tidak bisa mendengar suara semut dari jarak dekat sekalipun, mata tidak bisa
menyaksikan semut dari jarak jauh. Oleh karena itu, seseorang tidak bisa memungkiri
wujudnya sesuatu hanya karena inderanya tidak bisa menyaksikannya.
4. Seseorang hanya bisa menghayalkan sesuatu yang sudah pernah dijangkau oleh
inderanya.
Khayal manusiapun terbatas. Anda tidak akan bisa menghayalkan sesuatu yang baru
sama sekali. Waktu anda menghayalkan kecantikan seseorang secara fisik, anda akan
menggabungkan unsur-unsur kecantikan dari banyak orang yang sudah pernah anda
saksikan.
5. Akal hanya bisa menjangkau hal-hal yang terikat dengan ruang dan waktu.
Tatkala mata mengatakan bahwa tiang-tiang listrik berjalan waktu kita menyaksikannya
lewat jendela kereta api akal dengan cepat mengoreksinya. Tapi apakah akal bisa
memahami dan menjangkau segala sesuatu? Tidak. Karena kemampuan akalpun
terbatas. Akal tidak bisa menjangkau sesuatu yang tidak terikat dengan ruang dan
waktu.
6. Iman adalah fithrah setiap manusia.
Setiap manusia memiliki fithrah mengimani adanya Tuhan. Pada saat seseorang
kehilangan harapan untuk hidup, padahal dia masih ingin hidup, fithrahnya akan
menuntun dia untuk meminta kepada Tuhan. Misalnya bila anda masuk hutan, dan
terperosok ke dalam lubang, pada saat anda kehilangan harapan untuk bisa keluar dari
lubang tiu, anda akan berbisik “Oh Tuhan!”
7. Kepuasan materil di dunia sangat terbatas.
Manusia tidak akan pernah puas secara materil. Seorang yang belum punya sepeda ingin
punya sepeda. Setelah punya sepeda ingin punya motor dan seterusnya sampai mobil,
pesawat, dan lain lain. Bila keinginan tercapai maka akan berubah menjadi sesuatu yang
“biasa”, tidak ada rasa kepuasan pada keinginan itu. Selalu saja keinginan manusia itu
ingin lebih dari apa yang sudah di dapatnya secara materil. Dan keinginan manusia akan
dipuaskan secara hakiki di alam sesudah dunia ini.
8. Keyakinan tentang hari akhir adalah konsekuensi logis dari keyakinan tentang adanya
Allah.
Jika anda beriman kepada Allah, tentu anda beriman dengan segala sifat-sifat Allah,
termasuk sifat Allah Maha Adil. Kalau tidak ada kehidupan lain di akhirat, bisakah
keadilan Allah itu terlaksana? Bukankah tidak semua penjahat menanggung akibat
kejahatannya di dunia ini? Bukankah tidak semua orang yang berbuat baik merasakan
hasil kebaikannya?. Bila anda menonton film, ceritanya belum selesai tiba-tiba saja
dilayar tertulis kalimat “Tamat”, bagaimana komentar anda? Oleh sebab itu, iman anda
dengan Allah menyebabkan anda beriman dengan adanya alam lain sesudah alam dunia
ini yaitu Hari Akhir.
4. Fungsi Aqidah
Aqidah adalah dasar, fondasi untuk mendirikan bangunan. Semakin tinggi bangunan
yang akan didirikan harus semakin kokoh pula fondasi yang dibuat. Kalau fondasinya
lemah bangunan itu akan cepat ambruk. Tidak ada bangunan tanpa fondasi.[10]
Kalau ajaran Islam kita bagi dalam sistimatika Aqidah Ibadah Akhlak dan Mu’amalat,
atau Aqidah Syari’ah dan Akhlak, atau Iman Islam dan Ihsan, maka ketiga/keempat
aspek tersebut tidak bisa dipisahkan sama sekali. Satu sama lain saling terkait.
Seseorang yang memiliki aqidah yang kuat, pasti akan melaksanakan ibadah dengan
tertib, memiliki akhlak yang mulia dan bermu’amalat dengan baik. Ibadah seseorang
tidak akan diterima oleh Allah swt kalau tidak dilandasi dengan aqidah. Misalnya orang
nonmuslim memberi beras kepada seorang yang miskin, amal ibadah orang itu nilainya
NOL di hadapan Allah, Allah tidak menerima ibadahnya karena orang itu tidak punya
landasan aqidah.
Seseorang bisa saja merekayasa untuk terhindar dari kewajiban formal, misalnya zakat,
tapi dia tidak akan bisa menghindar dari aqidah. Misalnya, aqidah mewajibkan orang
percaya bahwa Tuhan itu cuma satu yaitu Allah, orang yang menuhankan Allah dan
sesuatu yang lain [uang misalnya] maka akan kelihatan nanti, tidak bisa ditutup-tutupi,
tidak bisa direkayasa. Entah dari bicaranya yang seolah-olah uang telah membantu
hidupnya, tanpa uang dia tidak akan nisa hidup, atau dari perilakunya yang satu minggu
sekali datang ke pohon besar dan berdoa disitu.
Itulah sebabnya kenapa Rasulullah SAW selama 13 tahun periode Mekah memusatkan
dakwahnya untuk membangun aqidah yang benar dan kokoh. Sehingga bangunan Islam
dengan mudah berdiri di periode Madinah. Dalam dunia nyatapun ternyata modal untuk
membangun sebuah bangunan itu lebih besar tertanam di fondasi.
Jadi aqidah berfungsi sebagai ruh dari kehidupan agama, tanpa ruh/aqidah maka
syari’at/jasad kita tidak ada guna apa-apa.
E. ALIRAN AKIDAH ISLAM
Aliran Mu’tazilah lahir kurang lebih + 120 H.pada abad permulaan kedua hijriah di kota
Basyrah dan mampu bertahan sampai sekarang, karena paham ini mampu menyusup ke
dalam masyarakat Islam di Barat dan di Timur bahkan sampai ke Indonesia.
Pokok-pokok pendirian mu’tazillah setiap orang yang memeluk aliran mu’tazillah
diharusan untuk memegang kepada lima ajaran :
a. Tauhid (Ke-Esaan)
b. Al-Adlu (Keadilan )
c. Wal-wal Wa’id (Janji dan Acaman)
d. Al-Manzilah Bainal Manziladaini (tempat diantara dua)
e. Amar Ma’rup Nahi Munkar (Menyuruh krbaikan dan melarang kejelekan)
Ahli sunnah dan jama’ah ini kelihatannya timbul sebagaireaksi terhadap paham-paham
glongan mu’tazilah yang telah dijelaskan sebelumnya dan terhadap sikap mereka dalam
menyiarkan ajaran-ajaran itu. Aliran ini terdiri dari beberapa ajaran, diantaranya :
1. Ajaran-Jaran Al-asy’ariyah
2. Ajaran Maturi
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dalam keseluruhan bangunan Islam, aqidah dapat diibaratkan sebagai fondasi. Di mana
seluruh komponen ajaran Islam tegak di atasnya. Aqidah merupakan beberapa prinsip
keyakinan. Dengan keyakinan itulah seseorang termotivasi untuk menunaikan
kewajiban-kewajiban agamanya. Karena sifatnya keyakinan maka materi aqidah
sepenuhnya adalah informasi yang disampaikan oleh Allah Swt. melalui wahyu kepada
nabi-Nya, Muhammad Saw.
Pada hakikatnya filsafat dalam bahasan aqidah tetap bersumber pada Al-Qur’an dan
Sunnah. Allah menganugerahkan kebijakan dan kecerdasan berfikir kepada manusia
untuk mengenal adanya Allah dengan memperhatikan alam sebagai bukti hasil
perbuatan-Nya Yang Maha Kuasa. Hasil perbuatan Allah itu serba teratur, cermat dan
berhati-hati.
Sumber aqidah Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah. Akal pikiran tidaklah menjadi
sumber aqidah, tetapi hanya berfungsi memahami nash-nash yang terdapat dalam kedua
sumber tersebut dan mencoba –kalau diperlukan – membuktikan secara ilmiah
kebenaran yang disampaikan Al-Qur’an dan Sunnah. Itupun harus didasari oleh suatu
kesadaran bahwa kemampuan akal sangat terbatas. Sesuatu yang terbatas/akal tidak
akan mampu menggapai sesuatu yang tidak terbatas.
Jadi aqidah berfungsi sebagai ruh dari kehidupan agama, tanpa ruh/aqidah maka
syari’at/jasad kita tidak ada guna apa-apa.