makalah kelompok dewan kehormatan guru · pdf filedan pelaksanaan kode etik guru indonesia...
TRANSCRIPT
MAKALAH KELOMPOK
Dewan Kehormatan Guru Indonesia
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah ke-PGRI-an
Dosen Pengampu: Drs. Soepoyo R.
Disusun oleh:
Kurnia Widyastanti (14144600189) Nurul Hasanah (14144600202)
M. Ichsanudin (14144600181) Novi Trisna A. (14144600199)
Nurmiati (141444600214) Riana Asti F. (14144600213)
A5-14
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGI YOGYAKARTA
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt atas limpahan rahmat dan
karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ke-PGRI-an
“Dewan Kehormatan Guru Indonesia” ini untuk melengkapi tugas dalam
pembelajaran mata kuliah ke-PGRI-an Universitas PGRI Yogyakarta.
Dalam penyelesaian makalah ini penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak.
Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Allah SWT yang mencurahkan rahmat dan petunjukNya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.
2. Bapak Drs. Soepoyo R. yang telah memberi tugas dan bimbingan kepada
penulis dalam penyusunan makalah ini.
3. Semua pihak yang telah membantu penulis.
Penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk menulis makalah ini dengan
harapan dapat memberi manfaat bagi pembaca. Kritik dan saran yang membangun
sangat dibutuhkan penulis untuk memperbaiki makalah ini. Akhir kata, penulis
mengucapkan terimakasih dan berharap semoga Allah memberikan imbalan yang
setimpal kepada mereka yang telah memberikan bantuan, serta menjadikan ini sebagai
ibadah. Amin.
Yogyakarta, Nopember 2014
Tim Penulis
ii
DAFTAR ISI
JUDUL………………………………………….……………...…………………………i
KATA PENGANTAR…………………………….…………..………………………....ii
DAFTAR ISI……………………………………….…………………………………...iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang……………………………........…………………………….1
1.2 Rumusan Masalah…………………………….……………………………...2
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan…………………...……………….......……..2
BAB II PEMBAHASAN……………………………………….……………………......3
BAB III KESIMPULAN……………………………………………………………….12
DAFTAR PUSTAKA………………………………..………………………….……...13
iii
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Guru memegang peranan penting dalam pendidikan formal maupun
pendidikan non formal. Melalui campur tangan guru diharapkan generasi muda
sebagai penerus perjuangan bangsa dapat memperoleh pengetahuan yang
bermanfaat bagi diri sendiri, agama, lingkungan, dan bangsa.
Pada umumnya dalam masyarakat atau sebuah komunitas sebutan “guru”
selalu dihubungkan dengan perbuatan yang baik yakni digugu, dipuja, dan ditiru
oleh siapapun, baik siswa maupun masyarakat sekitarnya. Sehingga segala tindak
tanduk guru menggambarkan segala bentuk kebaikan. Layaknya guru merupakan
sebuah model standar etika dan moral yang diterima oleh masyarakat.
Flashback sekitar era orde lama (zaman pemerintahan Presiden Soekarno)
dan orde baru (zaman pemerintahan Presiden Soeharto), guru sangat dibanggakan
karena jasa-jasanya tanpa pamrih terhadap bangsa Indonesia. Sehingga pada
kedua era tersebut guru merupakan pejuang tanpa tanda jasa yang mana segala
jerih payah dan pengorbanan guru tidaklah selalu identik dengan uang. Guru akan
bangga ketika dialunkan tembang manis “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa”. Namun
sayangnya, semua itu akan buyar dan hilang ketika guru melakukan sebuah
kesalahan terhadap anak didik seperti yang sering kita dengar, lihat dan baca
dalam berbagai media masa yang menyoroti perlakuan seorang guru yang
dianggap tidak etis ketika melakukan tindak kekerasan terhadap anak didik
(siswa) . Dan tidak menutup kemungkinan bagi orangtua siswa yang mengetahui
anaknya mendapat tindakan kekerasan (dipukul, ditampar) tidak segan-segan
kasus ini di bawa ke ranah hukum khususnya pidana. Dalam kasus seperti ini,
yang dihadapi oleh guru (oknum) terkadang tidak ada perlindungan yang
diberikan pada oknum tersebut. Dengan kata lain perlindungan terhadap profesi
guru sangat lemah padahal kita ketahui bahwa guru juga berhak mendapatkan
perlindungan hukum meskipun telah melakukan pelanggaran kode etik profesi
guru. Secara yuridis, undang-undang tentang perlindungan guru telah termuat
2
dalam UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Hal ini terlihat jelas pada
Bab VII pasal 39 yang menyebutkan bahwa pemerintah, masyarakat, organisasi
profesi, dan atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap
guru dalam pelaksanaan tugas. Hal ini terlihat bahwa eksistensi undang-undang
tersebut telah memuat perlindungan terhadap guru atas profesinya. Namun
implementasi dalam kehidupan belum terlaksana.
Dari latar belakang tersebut diatas, penulis mencoba menggali dan mengulas
sejauh mana perlindungan guru terimplementasikan ketika guru dihadapkan
dengan berbagai dilema dalam melaksanakan tugas dan fungsinya di sekolah
yang selalu di kelilingi dan dihadapkan berbagai pelanggaran-pelanggaran yang
dilakukan oleh siswa .
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dewan kehormatan guru?
b. Bagaimanakah keorganisasian dan tata cara pembentukan DKGI?
c. Bagaimana status, keududukan, susunan pengurus dan syarat menjadi anggota
DKGI?
d. Apa saja tugas dan wewenang, garis hubungan kerja, dan tujuan DKGI?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan
Adapun tujuan dan manfaat dari penulisan makalah ini sebagai berikut:
a. Mendapatkan gambaran dan informasi pentingnya dewan kehormatan guru
difungsikan.
b. Untuk mengetahui keorganisasian dan tata cara pembentukan DKGI?
c. Untuk mengetahui status, keududukan, susunan pengurus dan syarat menjadi
anggota DKGI?
d. Untuk mengetahui apa saja tugas dan wewenang, garis hubungan kerja, dan
tujuan DKGI?
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
a. Dewan Kehormatan Guru Indonesia adalah perangkat kelengkapan organisasi
PGRI yang dibentuk untuk menjalankan tugas dalam memberikan saran,
pendapat, pertimbangan, penilaian, penegakkan, dan pelanggaran disiplin
organisasi dan etika profesi guru.
b. Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta
didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan
dasar, dan pendidikan menengah
c. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan
diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.
2.2 Keorganisasian DKGI
Keorganisasian DKGI merupakan pedoman pelaksanaan yang dijabarkan dari
anggaran dasar PGRI bab XVII pasal 30 dan ART PGRI BAB XXVI 20 pasal 92
tentang status, kedudukan, tugas, dan wewenang dalam rangka penegakan
disiplin Kode Etik Guru.
2.3 Tata Cara Pembentukan
a. Dewan Kehormatan Guru Indonesia berada ditingkat pusat sebagai DKGI
Pusat, ditingkat provinsi sebagai DKGI Provinsi, dan ditingkat
kabupaten/kota sebagai DKGI Kabupaten/Kota yang dibentuk oleh badan
pimpinan organisasi PGRI.
b. Untuk kepentingan pertimbangan khusus dalam pengesahan organisasi
DKGI, pengurus PGRI Provinsi dan atau kabupaten/kota harus mengirimkan
informasi tentang:
1. Data organisasi dan anggota secara lengkap dan menyeluruh.
2. Hal-hal yang berkaitan dengan urgensi pembentukan DKGI dimaksud.
4
2.4 Status
a. Status DKGI Pusat maupun Provinsi dan atau Kabupaten/Kota dalam
organisasi PGRI sebagai badan otonom.
b. Pengelolaan tugas dan wewenang DKGI terpisah dari tugas dan wewenang
Pengurus Besar PGRI sampai ke Provinsi dan atau Kabupaten/Kota.
2.5 Susunan Pengurus
Keanggotaan DKGI terdiri dari unsur:
1. Dewan Penasihat
2. Badan Pimpinan Organisasi
3. Himpunan Profesi dan Keahlian Sejenis
Pengurus DKGI sekurang-kurangnya terdiri dari:
1. Ketua dan wakil ketua
2. Sekretaris dan bendahara
3. 5-10 orang anggota pusat
4. 7 orang anggota daerah
2.6 Tata Cara Penyusunan Pengurus dan Anggota
1. Ketua DKGI Pusat dipilih melalui Konferensi Pusat PGRI dan ketua di
provinsi dan atau kabupaten/kota melalui Konferensi Kerja PGRI Provinsi
dan atau Kabupaten/Kota.
2. Ketua DKGI terpilih berkewajiban untuk menetapkan sekretaris, bendahara,
dan anggota secara lengkap.
3. Apabila salah seorang anggota DKGI meninggal dunia atau mengundurkan
diri atau diberhentikan sebagai anggota maka penggantiannya dilakukan oleh
ketua DKGI atas musyawarah.
2.7 Syarat-syarat Pengurus dan Anggota
a. Beriman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
b. Berjiwa nasionalisme yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
c. Memiliki kepribadian yang dapat diterima dan disegani serta memiliki
kredibilitas profesi kependidikan yang cukup tinggi.
5
d. Royalitas yang tinggi terhadap organisasi PGRI, peka terhadap
perkembangan permasalahan yang muncul di lingkungan kependidikan
maupun kemasyarakatan.
e. Menguasai masalah kependidikan, guru, dan tenaga kependidikan.
f. Bersih, jujur, adil, sabar, terbuka, dan berwibawa.
2.8 Masa Jabatan
Masa jabatan kepengurusan DKGI sama dengan masa jabatan pengurus PGRI
yaitu selama 5 tahun dan berlaku setelah adanya pengesahan secara
keorganisasian dari pengurus besar PGRI dan pengurus PGRI pada daerah
tersebut.
2.9 Tugas dan Wewenang
a. Memberikan saran, pendapat, dan pertimbangan tentang pelaksanaan,
penegakkan, pelanggaran organisasi, dan Kode Etik Guru Indonesia.
b. Pelaksanaan tugas bimbingan, pembinaan, penegakkan disiplin, hubungan
dan pelaksanaan Kode Etik Guru Indonesia bersama pengurus PGRI
disegenap perangkat serta jajaran di semua tingkatan.
c. Pelaksanaan tugas penilaian dan pengawasan pelaksanaan kode etik profesi
dilakukan melalui masing-masing DKGI di semua tingkatan organisasi.
2.10 Pertanggungjawaban
a. DKGI Pusat bertanggungjawab kepada Pengurus Besar PGRI melelui
Kongres dan Kompus PGRI.
b. DKGI PGRI Provinsi dan Kabupaten/kota bertanggungjawab kepada
pengurus PGRI Provinsi dan Kabupaten/kota melalui Konprov/Konkeprov
dan Konkab/Konkot atau Konkerkab/Kot di Provinsi atau di Kabupaten/kota.
2.11 Ketentuan Persidangan
a. DKGI dalam melaksanakan persidangan harus bersifat tertutup.
6
b. Ketua DKGI menjadi pimpinan sidang, dan apabila berhalangan hadir maka
penggantinya adalah wakil ketua, dan apabila masih juga berhalangan maka
persidangan sementara ditunda.
c. Sekretaris bertanggungjawab atas seluruh pencatatan dan laporan hasil sidang.
2.12 Keputusan Persidangan
a. Keputusan diambila atas dasar musyawarah dan mufakat atas dasar
perhitungan suara terbanyak.
b. Perhitungan suara dilakukan secara bebas dan rahasia dari setiap anggota
yang memiliki hak bicara atau hak suara.
c. Keputusan yang diambil harus diteruskan ke pengurus PGRI yang setingkat
untuk segera ditindaklanjuti seperlunya.
2.13 Garis hubungan Kerja
a. Garis hubungan kerja antara DKGI Pusat dengan Provinsi dan atau
Kabupaten/kota adalah bersifat kosultatif.
b. Keputusan DKGI harus menjadi keputusan pengurus PGRI, dan pengurus
PGRI harus melaksanakan keputusan DKGI yang setingkat dengan
pengurus PGRI.
2.14 Administrasi dan Pendanaan
a. Administrasi DKGI dikelola oleh sekretaris, dan tata laksana perkantoran
berpedoman/mengikuti dan ditunjang oleh pengurus PGRI.
b. Pengelola sekretaris DKGI harus bertanggung jawab atas jaminan
kerahasiaan seluruh berkas-berkas persidangan dan yang lainnya.
c. Pendanaan yang dibutuhkan untuk kelancaran dalam menjalankan fungsi
dan tugas DKGI menjadi tanggung jawab pengurus PGRI.
2.15 Pembinaan dan Pemasyarakatan
a. Tujuannya untuk meningkatkan mutu pengabdian profesi guru dan
tenaga kependidikan lainnya dalam pempercepat tercapainya tujuan
pembangunan nasional, khususnya program pembangunan pendidikan.
7
b. Sasaran yang ingin dicapai
1. Guru dan tenaga kependidikan lainnya dapat menjalankan
pengabdian khususnya di bidang pendidikan dengan baik.
2. Terjadinya pemahaman tentang etika guru bagi calon guru dan
tenaga kependidikan lainnya yang berada di lembaga kependidikan.
3. Tumbuhnya pengakuan dari pemerintah dan masyarakat secara luas
akan pengabdian profesi kependidikan dan Kode Etik Guru
Indonesia.
c. Jenis kegiatan
1. Menyelenggarakan berbagai pertemuan professional dalam
membahas dan mengkaji berbagai aspek Etika Guru.
2. Menyebarluaskan informasi secara tertulis tentang Kode Etik Guru
Indonesia terhadap calon guru dan guru serta tenaga kependidikan
lainnya.
3. Menyelenggarakan berbagai kegiatan lainnya yang dinilai tidak
mengikat dan dapat mencapai pemasyarakatan dan pembinaan Kode
Etik Guru Indonesia.
d. Materi pemasyarakatan dan pembinaan
1. Kode Etik Guru Indonesia.
2. Lafal pengucapan janji dan sumpah guru dan tenaga kependidikan.
3. Hukum, aturan, dan ketentuan yang ada kaitannya dengan
kependidikan.
4. Status guru.
5. Materi-materi lain yang dinilai meunjang terhadap tercapainya
permasyarakatan dan pembinaan Kode Etik Guru Indonesia.
2.16 Penanganan Pelanggaran Kode Etik Guru
a. Tujuan
1. Memecahkan berbagai masalah pelanggaran terhadap Kode Etik Guru.
2. Menegakkan kebenaran dan keadilan bagi seluruh guru dan tenaga
kependidikan lainnya sebagai pelaksanaan pengapdian profesi guru.
b. Sasaran yang ingin dicapai
8
1. Menangani berbagai perilaku yang menyimpang dari Kode Etik Guru
sewaktu melaksanakan pengabdian profesi kependidikan.
2. Penenganan menyimpang baru dapat dilakukan ababila terjadi
pengaduan permintaan dari pengurus PGRI.
c. Proses pengaduan
1. Para pihak yang menemukan terjadinya pelanggaran terhadap Kode Etik
Guru Indonesia dapat mengajukan melalui surat pengaduan kepada
DKGI tempat terjadinya masalah.
2. Apabila di daerah kejadian belum ada DKGI Kab/Kota maka surat
pengaduan diajukan ke DKGI privinsi, dan apabila belum ada, maka
diajukan ke DKGI Pusat.
3. Surat pengajuan pengaduan dianggap sah apabila diajukan secara
tertulis dan dilengkapi dengan berbagai identitas pengaduan yang
diajukan dan bukti yang memperkuat.
4. Apabila surat pengaduan pertama kali bukan diterima oleh pengurus
DKGI Provinsi dan Kabupaten/kota, maka paling lambat dua minggu
setelah diterima harus segera diteruskan kepada DKGI Kabupaten/kota
dimana terjadinya kejadian tersebut diajukan.
d. Pengkajian
1. Setiap pengajuan yang diajukan karena pelanggaran terhadap Kode Etik
Guru Indonesia harus dikaji terlebih dahulu secara berhati-hati dan
seksama.
2. Kegiatan pengkajian untuk tahap pertama menjadi tugas dan wewenang
pengurus DKGI PGRI Kabupaten/kota dengan langkah-langkah berikut:
a) Mempelajari idntitas pengajuan yang diajukan.
b) Mempelajari berkas-berkas sebagai bukti tertulis yang diajukan.
c) Mengmbil kesimpulan sementara abash dan setidaknya surat
pengaduan tersebut.
d) Mempelajari masalah lebih dalam dan lebih luas lagi.
e) Melakukan sidang DKGI secara lengkap untuk
bermusyawarahdalam menentukan persiapan sidang-sidang
selanjutnya.
9
e. Barang Bukti
1. Pada waktu pemanggilan saksi dan kunjungan-kunjungan ke tempat
kejadian, maka pada waktu itu pula akan diminta untuk memperlihatkan
berbagai barang bukti.
2. Apabila pengadu dan teradu serta saksi menolak memperlihatkan barang
bukti dan pengambilan suara dan gambar maka dapat dicatat untuk
dijadikan bahan pertimbangan pada waktu pengambilan seputusan.
3. DKGI tidak berwenang melakukan penyitaan terhadap barang bukti yang
diajukan, melainkan bisa melalui pihak yang berwenang sesuai dengan
ketentuan undang-undang yang berlaku.
g. Kegiatan Pembelaan
1. Pada waktu proses pengkajian dan sidang maka pihak teradu memiliki
hak untuk didampingi oleh pembela. Pembela adalah Lembaga Konsultasi
Bantuan Hukum PGRI.
2. Hak yang dimiliki harus terlebih dahulu dikemukakan jauh sebelum
sidang dimulai.
3. Mengingat sifat kejadian yang ditangani menyangkut etika guru sangat
khusus dan lebih pelik.
h. Penunjukan Saksi Ahli
1. Dalam penanganan pelanggaran Kode Etik Guru, orang yang
bersangkutan diminta kehadirannya dalam setia sidang forum DKGI.
2. Saksi ahli menjadi wewenang sepenuhnya dari DKGI.
3. Saksi pertama diambil dari lingkungan organisasi PGRI, jika tidak ada
diambil dari luar PGRI.
i. Kegiatan Persidangan
1. Cara persidangan DKGI di daerah harus sesuai dengan yang ditentukan
DKGI pusat.
2. Apabila membutuhkan bantuan dan memanfaatkan jasa dari LKBH PGRI
maka harus memberitahukan LKBH PGRI Provinsi dan pusat.
3. Jika pengkajian telah selesai maka sebelum diambil keputusan hendaknya
LKBH PGRI diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya
tentang kejadian tersebut.
10
j. Pengambilan Keputusan
1. Pengambilan keputusan harus sesuai dengan yang ditentukan DKGI
Pusat.
2. Penanganan pelanggaran Kode Etik Guru harus dinyatakan dengan jelas
bersalah atau tidak bersalah bagi teradu.
3. Adanya pembedaan antara kesalahan ringan, sedang, dan berat.
4. Jika pelanggaran tersebut berhubungan dengan hukum maka, keputusan
DKGI ditunda sampai dengan keputusan hokum.
5. DKGI harus mampu mencegah tumbuhnya proses hokum di pengadilan
dengan upaya persidangan DKGI tersebut.
k. Pemberian Sanksi
1. Keputusan oleh instansi terkait berupa pemberhentian dengan hormat atau
tidak hormat maksudnya adalah dalam waktu sementara melalui waktu
yang telah ditentukan, pada masa ini diadakannya pembinaan dari pihak
DKGI.
2. Jika dalam waktu pemberhentian sementara tidak ada perbaikan maka
ditetapkan pemecatan dan pemberhentian dari pengurus PGRI.
l. Banding
1. Jika kedua belah pihak tidak puas dengan keputusan maka, bisa
mengajukan naik banding.
2. Tata cara pengkajian dan pengambilan keputusan pada pelaksanaan
sidang-sidang pada dasarnya sama
3. Keputusan yang diambil DKGI Pusat merupakan keputusan final tidak
bisa diganggu gugat, kecuali datangnya keputusan lain melalui kongres
PGRI.
m. Perbaikan dan Pemulihan
1. Perbaikan dan pemulihan akan dilakukan jika penerima sanksi tidak
bersalah.
2. Surat pernyataan perbaikan dan pemulihan disampaikan kepada penerima
sanksi, instansi tempat bekerja serta masyarakat umum.
11
3. Penerbitan surat keputusan dilakukan oleh pengurus PGRI dimana
masalah tersebut ditangani kepada pengurus PGRI yang lebih tinggi dan
yang dibawahnya kepda DKGI yang bersangkutan.
n. Administrasi
1. Setiap surat pengaduan dan identitas pengadu diperlakukan sebagai surat
rahasia, dan untuk dirahasiakan.
2. Pemanggilan terhadap pengadu, teradu, dan sanksi harus dilakukan secara
tertulis dan paling banyak 3 kali.
3. Jika salah satu dari mereka ada yang tidak datang tanpa alasan yang sah,
maka penanganan masalah tersebut harus dilanjutkan tanpa kehadirannya.
4. Surat pernyataan dibuat dan ditanda tangani di atas material yang cukup
di depan DKGI yang berisi keterangan yang benar.
5. Apabila pihak-pihak tersebut tidak bersedia mendatangani surat
pernyataan, maka akan menjadi catatan khusus sebagai bahan
pertimbangan dalam menentukan keputusan.
6. Semua keterangan yang berhubungan dengan sidang DKGI harus
terdokumentasikan secara lengkap dan sempurna.
12
BAB III
KESIMPULAN
Dewan Kehormatan Guru Indonesia adalah perangkat kelengkapan
organisasi PGRI yang dibentuk untuk menjalankan tugas dalam memberikan
saran, pendapat, pertimbangan, penilaian, penegakkan, dan pelanggaran
disiplin organisasi dan etika profesi guru. Keorganisasian DKGI merupakan
pedoman pelaksanaan yang dijabarkan dari anggaran dasar PGRI bab XVII
pasal 30 dan ART PGRI BAB XXVI 20 pasal 92 tentang status, kedudukan,
tugas, dan wewenang dalam rangka penegakan disiplin Kode Etik Guru.
Untuk menjadi pengurus atau anggota harus memenuhi syarat beriman dan
taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berjiwa nasionalisme yang
berlandaskan Pancasila dan UUD 1945, memiliki kepribadian yang dapat
diterima dan disegani serta memiliki kredibilitas profesi kependidikan yang
cukup tinggi, royalitas yang tinggi terhadap organisasi PGRI, peka terhadap
perkembangan permasalahan yang muncul di lingkungan kependidikan
maupun kemasyarakatan, menguasai masalah kependidikan, guru, dan tenaga
kependidikan, bersih, jujur, adil, sabar, terbuka, dan berwibawa.
13
DAFTAR PUSTAKA
Sugito. 2012. Pendidikan Sejarah Perjuangan dan Jatidiri PGRI. Jakarta:
YPLP/PPLP PGRI Pusat.
www.pgri.or.id (diakses pada 22 Nopember 2014 pukul 13.00 WIB)