makalah kelompok d2
TRANSCRIPT
BAB I
Pendahuluan
I.1. Latar Belakang
Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah sebuah sindrom klinik yang mempunyai
karakteristik, yaitu terjadi akibat kelainan struktur dan atau penurunan fungsi ginjal, bersifat
kronik, menetap dan progresif, dapat disebabkan oleh berbagai penyakit baik yang langsung
mengenai ginjal (primer) atau tidak langsung mengenai ginjal (sekunder). Jadi dalam
mendiagnosis PGK ketiga akarakteristik tersebut harus mencukupi.
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah sebuah penyakit yang bersifat kronik, menetap,
dan progresif. Kidney Disease Outcomes Quality Intiative (KDOQI) membuat batasan 3
bulan untuk bisa menjadi kronik, walaupun pada umumnya sulit untuk menentukan secara
pasti awal terjadinya pernyakit tersebut. Tapi paling sedikit harus ditanyakan kepada
penderita, kapan penyakit tersebut mulai dikeluhkan. Sebagai besar pasien PGK akan
menetap, artinya fungsi ginjalnya tidak bisa lagi kembali ke normal, walaupun hal ini masih
tergantung stadium dan etiologinya. PGK umumnya bersifat progresif, artinya mulai saat
tertentu fungsi ginjal akan menurun terus sampai pada tahap akhir. Dalam menegakkan
diagnosis PGK ketiga sifat ini harus dipenuhi, untuk dapat menetapkan strategi terapi yang
tepat.1
I.2. Tujuan
Dalam makalah ini, pembaca dapat mengetahui lebih lanjut mengenai gagal ginjal
kronik, dari mulai pemeriksaan-pemeriksaan yang dapat mendiagnosis penyakit gagal ginjal
kronik, etiologi, epidemiologi, patofisiologi, gambaran klinis, terapi, bahkan pencegahan
terjadinya gagal ginjal kronik tersebut.
1
BAB II
Pembahasan
1. Anamnesis
Pada pemeriksaan anamnesis dengan pasien, dokter harus melakukan wawancara terhadap
pasien atau keluarganya mengenai:
Keluhan Utama.
Keluhan tambahan.
Riwayat penyakit terdahulu.
Riwayat penyakit keluarga.
Lamanya sakit.
Pengobatan yang sudah dilakukan.
Riwayat alergi obat.
Pada anamnesis kasus anak kita tentu tidak bisa langsung bertanya kepada pasien anak
tersebut apalagi anak yang masih di bawah umur, maka itu kita lakukan aloanamnesis yaitu
anamnesis kita tanyakan kepada orang tua anak tersebut ataupun orang yang menjaga anak
tersebut. Seperti pada kasus PGK anak ini kita tanyakan:
Keluhan apa yang dirasakan sang anak?
Bagaimana frekuensi BAK-nya, adakah nyeri yang dirasakan saat BAK, bagaimana
warna urinnya apakah keruh, merah, atau putih susu?
Apakah sang anak dehidrasi, anoreksia, muntah, mual, diare, kejang, ataupun terjadi
gangguang kesadaran?
Apakah sang anak sakit kepala, lelah, letargi, kurang nafsu makan, bagaimana asupan
makanan selama ini?
Lalu kita tanyakan juga pertumbuhan badan sang anak, apakah normal atau
terganggu?
Lalu kita tanyakan juga riwayat obat-obatan? (steroid mengganggu pertumbuhan)
2
Adakah riwayat keluarga yang menderita penyakit yang sama?
Dari kasus dapat diketahui:
Keadaan umum pasien:
Pasien anak berumur 10 tahun berulangkali menderita nefrotik-nefritik syndrome tak kunjung
sembuh, sejak 6 bulan lalu pasien tampak semakin pucat dan BAK semakin sedikit, tiba-tiba
kejang .
2. Pemeriksaan
2.1 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik,kita dapat melihat pasien terlihat sangat lelah dan lemah,serta
didapatkan keadaan umum yang buruk. Pada kulit pasien juga mungkin terlihat adanya bekas
garukan karena rasa gatal. Dapat juga terlihat adanya dispneau. Kulit pasien terlihat kering
dan dingin juga dapat dilihat pada pasien dengan gagal ginjal kronik. Edema tungkai dan
paplpebra juga sering terlihat pada pasien.1
Pada pasien PGK dapat terlihat adanya pucat pada muka dan penampilan secara
umum pasien sangat pucat. Pasien dengan penyakit PGK yang lama dapat memiliki postur
yang pendek dan kelainan pada tulang. Anak-anak dengan PGK yang disebabkan karena
glomerulonefritis dapat terlihat adanya edema,hypertension, dan tanda lain dari volume
overload. Pemeriksaan balotemen dan bimanual juga dapat berguna untuk membantu
menegakkan diagnosis.
2.2 Pemeriksaan Penunjang
3
Table 3. Specific investigations to elucidate the underlying cause of chronic renal failure. Renal tract ultrasound Micturating cystourethrogram Radio-isotope scans: DMSA, MAG3, or DTPA Antegrade pressure flow studies Intravenous urogram Urinalysis Urine microscopy and culture C3, C4, antinuclear antibody, anti-DNA antibodies, anti-GBM antibodies, ANCA Renal biopsy White cell cystine level Oxalate excretion Purine excretion
Peran pemeriksaan penunjang dalam diagnosis PGK(Penyakit Ginjal Kronik) sangat
penting karena diagnosis tidak hanya terbatas pada klinis,tapi harus dilengkapi dengan
klasifikasi,etiologi,komplikasi dan penyakit penyerta.
Pemeriksaan hematologi
Yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan hematologi rutin pada penderita ada
tidaknya anemia karena anemia merupakan gejala yang sangat sering terjadi pada PGK.
Lebih dari 85% penderita PGK,terutama pada tahap lanjut akan mengalami anemia.
Pemeriksaan darah lain yang perlu dilakukan adalah ureum/BUN,kreatinin,asam
urat,elektrolit yaitu Na,K,Ca, dan fosfat inorganik. Maka kelainan yang didapatkan pada PGK
adalah penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar asam urat,hiper atau
hipokalemia,hiponatremia,hiper atau hipokloremia,hiponatremia,hiper atau
hipokalemia,hiperfosfatemia,hipokalsemia,asidosis metabolik.
Yang penting dilakukan adalah pemeriksaan fungsi ginjal dengan menghitung GFR.
Kenaikan kadar BUN dan kreatinin darah dapat dipakai sebagai gambaran dari penurunan
fungsi ginjal,tapi belum dapat memastikan besaran laju filtrasi glomerulus,karena korelasi
antara kenaikan kadar kreatinin dan penurunan kadar GFR tidak linier.
Disamping itu ada beberapa keadaan yang memperlihatkan peningkatan kadar
kreatinin darah tanpa penurunan GFR,misalnya pada pemakaian obat-obatan
tertentu(trimetoprim,cimetidin),kerusakan masa otot(trauma). 2
Urinalisis
4
Urinalisis merupakan pemeriksaan yang sangat penting dalam diagnosis penyakit
ginjal termasuk PGK. Urinalisis dilakukan secara makroskopis,mikroskopis,bakteriologis
maupun pemeriksaan biokimiawi. Secara makroskopis yang perlu diperhatikan pada urin
adalah gross hematuria(urin tampak merah seperti air cucian daging),proteinuria(urin berbuih
atau seperti susu),pyuria(urin berwarna coklat kotor) atau urin berwarna kuning. Pada
hematuria(gross atau microskopik) harus dibedakan apakah hematurianya glomerular atau
ekstra glomerular. Hematuria glomerular memperlihatkan sel ertirosit yang isomorfik dan
sering tampak adanya cast eritrosit. Sedangkan pada ekstraglomerular memperlihatkan
eritrosit yang dismorfic dan tidak pernah ada cast.2
Leukosuria adalah adanya leukosit dalam urin seiring menggambarkan terjadinya
infeksi traktus urinarius atau inflmasi ginjal. lekosuri yang kurang dari 3sel/lpb sering bukan
merupakan keadaan patologis. Lekosuri lebih dari 5 sel/lpb mengindikasikan pemeriksaan
kanjutan seperti biakan urin untuk memastikan adanya infeksi traktus urinarius,atau
pencitraan(imaging) untuk mencari kelainan urologis.
Kelainan urinalisis pada PGK meliputi proteiunuria,hematuria,leukosuria,cast,isosteinuria.
Pemeriksaan hormon paratiroid
The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K DOQI) merekomendasikan untuk
memeriksakan konsentrasi parathyroid hormone (PTH) pasien penyakit ginjal kronik (PGK)
secara teratur untuk menjaga agar konsentrasi PTH pasien PGK tetap dalam range target
berdasarkan tingkatan atau stage PGK (misalnya 150-300 pg/ml pada pasien PGK stage 5.
Kualitas pemeriksaan PTH merupakan hal yang sangat penting karena berperan untuk
membuat keuputusan pengobatan. Selanjutnya ketika konsentrasi PTH melebihi nilai yang di
targetkan, maka diobati untuk menurunkan sekresi PTH, seperti vitamin D aktif atau
agen calcimimetic dapat diberikan dengan dosis yang disesuaikan terhadap perubahan
konsentrasi PTH. Sebaliknya, jika konsentrasi PTH di bawah nilai yang ditargetkan maka
pengobatan yang menurunkan sekresi PTH dihentikan untuk mencegah penyakit tulang dan
penyakit yang berkaitan dengan kalsifikasi extra-skeletal.
Pemeriksaan intact-PTH (I-PTH) generasi 2 tidak hanya mendeteksi PTH (1-84)
tetapi juga sebagaian besar fragmen N-truncated (7-84). Disebutkan bahwa fragmen N-
5
truncated atau PTH (7-84) bekerja antagonis terhadap PTH (1-84). Fragmen N-
truncated bertahan lebih lama dalam sirkulasi dari pada PTH (1-84). Peningkatan kalsium
atau 1,25 dihydroxy vitamin D dapat merangsang pelepasan N-truncated (7-84) oleh kelenjar
paratiroid, sehingga pada penderita gangguan ginjal di mana terjadi peningkatan kalsium hal
ini dapat menyebabkan over estimasi fungsi tiroid. Oleh sebab itu diperlukan suatu
pemeriksaan PTH yang secara ekslusif hanya mendeteksi PTH (1-84) saja.
Banyak penelitian menunjukkan bahwa pasien PGK pada stage 3, 4 atau 5 berada
dalam risiko tinggi atau justru sudah mengalami perkembangan hiperparatiroid
sekunder. Oleh sebab itu deteksi dini dan pengobatan hipertiroid sekunder merupakan
langkah yang sangat penting untuk mencegah atau mengendalikan konsekuensi komplikasi
yang ditimbulkan.
Pemeriksaan PTH dilakukan pada pasien penyakit ginjal kronik (PGK) untuk
mengevaluasi progresi hiperparatiroid sekunder dan mengidentifikasi risiko
renal osteodistrophy .11
Gambaran radiologis
Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi:
Foto polos abdomen,bisa tampak batu radio opak
Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa melewati filter
glomerulus,disamping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap
ginjal yang sudah mengalami kerusakan
Pielografi ategrad atau retrogarad dilakukan sesuai dengan indikasi
Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil,korteks yang
menipis,adanya hidronefrosis atau batu ginjal,kista,massa,kalsifikasi
Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.1,4
Analisa gas darah
Blood gas paramater Parameter Reported and
Symbol used
Normal Value
Carbon dioxide tension PCO2 35-45mmHg(average,40)
Oxygen tension PO2 80-100mmHg
Oxygen percent saturation SO2 97
6
Hydrogen ion concentration(-
Log CH+)
pH 7.35-7.45
Bicarbonate HCO3- 22-26mmol/L
Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal
Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan ukuran
ginjal yang masih mendekati normal,dimana diagnosis secara noninvasif tidak bisa
ditegakkan. Pemeriksaan histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui etiologi,menetapkan
terapi,prognosis,dan mengevaluasi hasil terapi yang telah diberikan. Biopsi ginjal indikasi
kontra dilakukan pada keadaan dimana ukuran ginjal yang sudah mengecil(contracted
kidney),ginjal polikistik,hipertensi yang tidak terkendali,infeksi perinferik,gangguan
pembekuan darah,gagal napas,dan obesitas.
3. Diagnosis
3.1 Diagnosis Kerja
Kriteria penyakit ginjal kronik:
1. Kerusakan ginjal(renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan,berupa kelainan struktrural
atau funsional,dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus,dengan manifestasi:
- kelainan patologis
- terdapat tanda kelainan ginjal,termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin atau
kelainan dalam tes pencitraan(imaging).
2. Laju filtrasi glomerulus kurang dari 60ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan dengan atau tanpa
keruksakan ginjal.
7
Pada keadaan tidak teradapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan dan GFR sama atau
lebih dari 60ml/menit/1,73m2,tidak termasuk kirteria penyakit ginjal kronik.8
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu,atas dasar
derajat(stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi.
Klasifikasi atas dasar derajat penyakit,dibuat atas dasar GFR. Untuk mengetahui GFR
perlu dilakukan tes klirens kreatinin(creatinin cleareance test=CCT) dengan mempergunakan
rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut:
Rumus Cockroft-Gault1
CCT= (140-umur) X BB Untuk perempuan= CCT X 0,85%
72 X Serum creatinin
GFR(mL/min/1.73m2)= k X height(cm)
Serum kreatinin(mg/dL)
K= 0.33 untuk BBLR kurang dari 1 tahun
0.45 untuk bayi yang ukurannya sesuai dengan usia kehamilan yang kurang dari 1 tahun,
0.55 untuk anak sampai dewasa muda perempuan
0.70 untuk dewasa muda pria
8
Massa ginjal yang masih berfungsi(%)
LFGml/menit/1.73m2 Gejala-gejala
Gagal ginjal ringan 50 – 25 80 – 50 Asimptomatik
Gagal ginjal sedang 25 – 15 50 – 30 Gangguan metabolik dan pertumbuhanGagal ginjal berat 15 – 5 30 – 10
Gagal ginjal terminal < 5 ≤ 10 Membutuhkan terapi pengganti ginjal
Manifestasi Klinis
Pada pasien GGK yang disebabkan penyakit glomerulus atau kelainan herediter,
gejala klinis dari penyebab awalnya dapat kita ketahui sedangkan gejala GGK-nya sendiri
tersembunyi dan hanya menunjukkan keluhan non-spesifik seperti sakit kepala, lelah, letargi,
kurang nafsu makan, muntah, polidipsia, poliuria, gangguan pertumbuhan. Pada pemeriksaan
fisik sering ditemukan anak tampak pucat, lemah, dan menderita hipertensi. Keadaan ini
dapat berlangsung bertahun-tahun, sehingga pasien telah menderita gangguan anatomis
berupa gangguan pertumbuhan dan ricketsia. Namun dengan pemeriksaan yang teliti dan
cermat akan ditemukan keadaan-keadaan seperti azotemia, asidosis, hiperkalemia, gangguan
pertumbuhan, osteodistrofi ginjal, anemia, gangguan perdarahan, hipertensi, gangguan
neurologi.
Ada kalanya, pemeriksaan fisik secara mengherankan tidak mendapat nilai, tetapi sebagian
besar penderita dengan penyakit ginjal kronis tampak pucat dan lemah, dan menderita
tekanan darah tinggi. 5
1. Gangguan homeostasis air dan garam
Dengan berkurangnya LFG yang progresif pada pasien GGK, ginjal akan
mempertahankan keseimbangan natrium dengan meningkatkan ekskresi natrium oleh
nefron yang masih baik. Bila adaptasi ini tidak terjadi, akan timbul retensi natrium yang
akan membahayakan tubuh. Meningkatnya ekskresi natrium ini disebabkan karena
meningkatnya rejeksi tubular dengan akibat meningkatnya fraksi ekskresi natrium
(FeNa).5,6
2. Gangguan Asam Basa
Terjadi gangguan ekskresi amonium/amonia. Amonia diubah menjadi amonium
memerlukan ion H+. Massa ginjal makin lama makin rusak dan fungsinya makin
berkurang sehingga makin sedikit NH3 yang diproduksi akibatnya menjadi asidosis
metabolik
3. Uremia
9
Akibat retensi metabolisme protein mengakibatkan anak anoreksia, mual, muntah, diare,
gangguan perdarahan, gangguan neurologi (neuropati, kejang, gangguan kesadaran),
pleuritis, perikarditis
4. Anemia
Depresi eritropoiesis pada sumsum tulng akibat metabolit-metabolit toksik sehingga ginjal
tidak mampu memproduksi hormon eritropoietin. Umur eritrosit menjadi lebih pendek jadi
gampang pecah.
5. Osteodistrofi renal
Retensi fosfat dan produksi vitamin D menurun sehingga absorbsi kalsium di saluran
cerna menurun dan terjadi hipokalsemia. Kemudian hormon paratiroid akan meningkat
sebagai kompensasi tubuh dan mengambil kalsium dari tulang sehingga terjadi
osteoporosis.
6. Hipertensi akibat retensi air dan natrium
7. Gagal tumbuh
Kecepatan tumbuh berkurang karena kurang nutrisi yang cukup.5,6
3.2 Diagnosis Banding
3.2.1 Gagal ginjal akut
10
Gagal ginjal akut ialah suatu keadaan klinis yang jumlah urinnya mendadak
berkurang dibawah 300ml/m2 dalam sehari disertai gangguan fungsi ginjal lainnya. Sering
dipergunakan istilah lain utnuk keadaan tersebut seperti ‘nefrosis toksik akut’,’nekrosis
tubular akut’. Etiologi gagal ginjal akut dapat berupa gangguan dari prarenal( yang
menyebabkan hipovolemia seperti hipotensi,dehidrasi,perdarahan,luka bakar), renal( terjadi
kerusakan di glomerulus atau tubulus sehingga faal ginjal terganggu), dan
pascarenal( obstruksi saluran kemih). Gagal ginjal akut terdiri dari 3 fase,yaitu fase
oliguria,fase poliuria,dan fase penyembuhan. Manifestasi klinis dari gagal ginjal akut seperti
pusing,muntah,somnolen,rasa haus ,pernafasan kusmaul,kejang,anemia,kadar ureum
meningkat,hiperkalemia,hiperfosfatemia,hipokalsemia.7
3.2.2 Glomerulonefritis kronis
Glomerulonefritis kronis ialah diagnosis klinis berdasarkan ditemukannya hematuria
dan proteiuria yang menetap.Hal ini dapat terjadi kerana eksaserbasi berulang dari
glomerulonefritis akut yang berlangsung dalam waktu beberapa bulan atau beberapa
tahun.Tiap-tiap eksaserbasi akan menambah kerusakan pada ginjal sehingga terjadi kerusakan
total yang berakhir dengan gagal ginjal.Kadang-kadang tidak memberi keluhan sama sekali
sampai terjadi gagal ginjal yang menyebabkan anak menjadi lemah,lesu,mengeluh nyeri
kepala,gelisah,mual,koma dan kejang pada stadium akhir.Edema sedikit ,suhu subfebril.Bila
penderita memasuki fase nefrotik daripada glomerulonefritis kronis,maka edema bertambah
jelas perbandingan albumin : globulin terbalik dan kolestrol darah meninggi.Fungsi ginjal
menurun,ureum meningkat dan anemia bertambah berat diikuti oleh tekanan darah yang
mendadak tinggi.Pada stadium akhir serum kalium akan meningkat,dan pada pemeriksaan
darah didapatkan hiperfosfatemia dan hipokalsemia.
11
4. Etiologi
Etiologi gagal ginjal kronik pada masa kanak-kanak berkolerasi erat dengan umur
penderita pada saat pertama kali gagal ginjal tersebut terdeteksi. Gagal ginjal kronik pada
anak dibawah 5 tahun biasanya akibat kelainan anatomis (hipoplasia, displasia, obstriksi,
malformasi), sedangkan setelah usia 5 tahun yang dominan adalah penyakit glomerulus
didapat (glomerulusnefritis, sindrom hemolitik-uremik) atau gangguan herediter (sindrom
alport, penyakit kistik).
5. Epidemiologi
Penyakit ginjal kronik sudah menjadi masalah bagi kesehatan masyarakat seluruh
dunia. Prevalensi ginjal kronik,dengan batasan nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari
60ml/menit/1,73m2,dilaporkan bervariasi yaitu sekitar 20% di Jepang dan di Amerika Serikat,
6,4 sampai 9,8% di Taiwan, 2,6 sampai 13,5% di Cina,17,7% di Singapura, dan 1,6 sampai
9,1% di Thailand. Survei komunitas yang dilakukan oleh perhimpunan nefrologi Indonesia
menunjukkan 12,5% populasi sudah mengalami penurunan fungsi ginjal.2
Insidensi gagal ginjal kronis dapat diperkirakan dari insidensi penyakit ginjal stadium
akhir pada anak-anak,tetapi gambaran yang pasti sulit didapat. Angka-angkanya bervariasi
dari tiga sampai enam kasus baru perjuta anak setiap tahun. Prevalensi gagal ginjal kronis
telah dipastikan berada diantara 18,5 dan 32,4 per juta anak. 4
Faktor resiko untuk penyakit ginjal kronik misalnya pada pasien dengan hipertensi,
individu dengan obesitas, riwayat penyakit ginjal pada keluarga, infeksi traktus urinarius,
obstruksti traktus urinarius, gangguan perfusi/aliran darah ke ginjal, gangguan elektrolit, dan
pemakaian obat-obat nefrotoskik.9
6. Patofisiologi
Tanpa memandang penyebab kerusakan ginjal, bila tingkat kemunduran fungsi ginjal
mencapai kritis, penjelekan samapai gagal ginjal stadium akhir tidak dapat dihindari.
12
Mekanisme yang tepat, yang mengakibatkan kemunduran fungsi secara progresif belum
jelas, tetapi faktou-faktor yang dapat memainkan peran penting pencakup cedera
imunologi yang terus-menerus; hiperfiltrasi yang ditengahi secara hemodinamika dalam
mempertahankan kehidupan glomerulus, masukan diet protein dan fosfor; proteinuria
yang terus menuerus; dan hipertensi sistemik.
Endapan kompleks imun atau antibodi anti-membran basalis glomerulus secara terus-
menerus pada glomerulus yang akhirnya menumbulkan jaringan parut.
Cedera hiperfiltrasi dapat merupakan akhir jalur umum yang penting pada destruksi
glomerulus akhir, tidak tergantung mekanisme yang memulai cedera ginjal. Bila nefron
hilang tanpa alasan apapun, nefron sisanya mengalami hipertrofi struktural dan fungsional
yang ditengahi, setidak-tidaknya sebagian, oleh peningkatan aliran darah glomerulus.
Peningkatan aliran darah sehubungan dengan dilatasi arteriola aferen dan kontriksi arteola
eferen akibat angitensin II menaikan daya dorong filtrasi glomerulus pada nefron yang
bertahan hidup. “Hiperfiltrasi” yang bermanfaat pada glomerulus yang masih hidup ini,
yang berperan memelihara fungsi ginjal, dapat juga merusak glomerulus dan
mekanismenya belum dipahami. Mekanisme yang berpotensi menimbulkan kerusakan
adalah pengaruh langsung peningkatan tekanan hidrostatik pada integritas dinding
kapiler, atau keduanya. Akhirnya, kelainan ini menimbulkan perubahan pada sel
mesangium dan epitel dengan perkembangan sklerosis glomerulus. Ketika sklerosis
meningkat, nefron sisanya menderita meningkatan beban ekskresi, mengakibatkan
lingkaran setan peningkatan aliran darah glomerulus dan hiperfiltrasi. Penghambatan
enzim pengubah angiotensin mengurangi hiperfiltrasi dengan jalan menghambat
produksi angiotensin II, dengan demikian melebarkan arteriola eferen, dan dapat
memperlambata penjelekan gagal ginjal.
Model eksperimen insufisiensi ginjal kronik telah menunjukan bahwa diet tinggi
protein mempercepat perkembangan gagal ginjal, mungkin dengan cara dilatasi arteriola
aferen dan cedera hiperperfusi. Sebaliknya, diet rendah protein mengurangi kecepatan
kemunduran fungsi. Penelitian manusia memperkuat bahwa pada individu normal, laju
filtrasi glomerulus (GFR) berkolerasi secara langsung dengan masukan protein dan
menunjukan bahwa pembatasan diet protein dapat mengurangi kecepatan kemunduran
fungsi insifisiensi ginjal kronik.
Beberapa penelitian yang kontroversial pada model binatang menunjukan bahwa
pembatasan diet fosfor melindungi fungsi ginjal pada insufisiensi ginjal kronik. Apakah
pengaruh yang menguntungkan ini karena pencegahan penimbunan garam kalsium-fosfat
13
dalam pembuluh darah dan jaringan atau karena penekanan sekresi paratiroid, yang
berkemungkinan nefrotoksin, masih belum jelas.
Proteinuria menetap atau hipertensi sistemik karena sebab apapun dapat merusak
dinding kapiler glomerulus secara langsung, mengakibatkan sklerosis glomerulus dan
permulaan cedera hiperfiltrasi.
Ketika fungsi ginjal mulai mundur, mekanisme kompensasi berkembang pada nefron
sisanya dan mempertahankan lingkungan internal yang normal. Namun, ketika LGR turun
di bawah 20% normal, kumpulan kompleks kelainan klinis, biokimia, dan metabolisme
berkembang sehingga secara bersama-sama membentuk keadaan uremia.5,6
Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik 5
Manifestasi Mekanisme
Akumulasi produk-produk sampah
nitrogen (azotemia)
- Penurunan laju filtrasi glomerulus
Asidosis - Pembuangan bikarbonat urin
- Penurunan ekskresi amonia
- Penurunan sekresi asam
Pembuangan natrium - Diuresis zat terlarut
- Kerusakan tubulus
Retensi natrium - Sindrom nefrotik
- Gagal ginjal kongestif
- Anuria
- Masuknya garam secara berlebih
Defek pemekatan urin - Kehilangan nefron
- Diuresis zat terlarut
- Kenaikan aliran darah medula
Hiperkalemia - Penurunan laju filtrasi glomerulus
- Asidosis
- Masukan kalium yang berlebih
- Hipoaldosteronisme
Osteodistrofi ginjal - Penurunan absorbsi kalsium
intestinal
- Produksi vitamin D terganggu
14
- Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
- Hiperparatiroidisme sekunder
Retardasi pertumbuhan - Defisiensi kalori dan protein
- Osteodistrofi ginjal
- Asidosis
- Anemia
Anemia - Penurunan produk eritropoetin
- Hemolisis ringan
- Perdarahan
- Masukan besi tidak cukup
- Masukan asam folat tidak adekuat
Kecenderungan perdarahan - Trombositopenia
- Defek fungsi trombosit
Infeksi - Defek fungsi granulosit
- Fungsi imun selular terganggu
Neurologis (kelelahan, konsentrasi jelek,
nyeri kepala, mengantuk, kehilangan
memori, bicara tidak jelas, kelemahan dan
keram otot, kejang, koma, neuropati
perifer, asteriksis)
- Faktor-faktor uremik
- Keracunan alumunium
Ulserasi saluran pencernaan - Hipersekresi asam lambung
Hipertensi - Kelebihan beban natrium dan air
- Penurunan renin berlebihan
Hipertrigliseridemia - Penurunan aktivitas lipoprotein
lipase plasma
Perikarditis dan kardiomiopati Belum diketahui
Intoleransi glukosa Resistensi insulin jaringan
7. Gejala Klinis
Pada penderita yang menderita gagal ginjal kronik karena penyakit glomerulus dan
herediter, penyakit ginjal biasanya dideteksi karena penampakan manifestasi klinis terjadi
sebelum memulainya insufisiensi ginjal. Namun perkembangan gagal ginjal dapat
15
tersembunyi dan membahayakan pada penderita-penderita yang menderita kelainan-
kelainan anatomis, dan keluhan-keluhan yang muncul mungkin tidak spesifik (nyeri
kepala, lelah, letargi, tidak ada napsu makan, muntah, polidipsia, poliuria, gagal
pertumbuhan). Pada sebagian besar penderita gagal ginjal kronik tampak pucat dan
lemah, dan menderita tekanan darah tinggi. Penderita yang mempunyai kelainan anatomi,
yang mengalami gagal ginjal yang telah berkembang secara berlahan-lahan selama
beberapa tahun, dapat juga mengalami retanrdasi perkembangan dan rakitis. 4
Gambaran klinis pada pasien gagal ginjal kronik meliputi:
a. gejala yang sesuai dengan penyakit dasarnya, seperti infeksi traktus urinarius,
hipertensi, glomerulonefritis, dan lain sebagainya.
b. Sindrom uremia, terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah, nokturia,
kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritus, uremic
frost, perikarditis, kejang-kejang sam[ai koma.
Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung,
asidosis metabolik, ganguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium ,klorida).
8. Penatalaksanaan
Menejemen anak yang menderita gagal ginjal kronik memerlukan pemantauan
keadaan klinis penderita secara ketat (pemeriksaan fisik dan tekanan darah) dan keadaan
laboratorium. Pemeriksaan darah yang dilakukan secara rutin meliputi hemoglobin (anemia),
elektrolit (hiponatremia, hiperkalemia, asidosis),BUN, dan kreatinin (timbunan nitrogen dan
tingkat fungsi ginjal). Pemeriksaan periodik kadar hormon paratiroid yang utuh dan
pemeriksaan roentgenografi tulang dapat bernilai dalam mendeteksi bukti awal adanya
osteodistrofi. Rontgenografi dada dan ekardiografi dapat membantu sepenuhnya dalam
penilaian fungsi jantung. Keadaan nutrisi dapat dimonitor dengan evaluasi kadar albumin,
seng, transferin, asam folat, dan besi dalam serum secara periodik.
8.1 Medikamentosa
a. Pengobatan Asidosis pada gagal ginjal kronik
asidosis berkembang pada hampir semua anak yang menderita insufisiensi ginjal dan
tidak perlu diobati kecuali kalau bikarbonat serum turun dibawah 20 mEq/L (mmol/L).
16
Bicitra (1 mL = 1 mEq dari dasar) atau tablet natrium bikarbonat 9325 dan 650 mg, 325
mg sama dengan 4 mEq basa) dapat digunakan untuk menaikan bikarbonat serum diatas
20 mEq/L.5
b. Pengobatan Osteodistrofi Ginjal
Osteodistrofi ginjal biasanya terjadi bersamaan dengan hiperfosfatemia, hipokalsemia,
dan kenaikan kadar hormon paratiroid dan aktivitas alkali fosfatase serum. Pada umumnya,
kadar fosfat serum meningkat ketika LFG turun dibawah 30% normal. Hipofosfatemia dapat
dikendalikan dengan formula fosfat rendah (Similac PM 60/40) dan dengan mempertinggi
ekskresi tinja menggunakan kalsium karbonat oral, suatu antasida yang secara kebetulan juga
mengikat mengikat fosfat dalam saluran intestinum.biasanya dosis berkisar sekitar antara 1-4
sendok makan (Tritalac, 3M Company, St Paul, MN) atau tablet (Os Cal 500 tablets, Marion
laboratories, kansas city, MO) dengan dosis 500 samapai 2000 mg/24 jam.
Vitamin D diubah menjadi bentuk aktifnya (1,25 dihidrosikolkalsiferol) oleh 1
hidroksilasi dalam ginjal. Dengan adanya destruksi ginjal yang berat, konversi insufisiensi
mengakibatkan defisiensi vitamin D. Terapi vitamin D terindikasi pada :
- pasien yang menderita hipokalsemia menetap meskipun pengurangan fosfor serum
dibawah 6 mg/dL.
- Pada penderita dengan osteodistrofi seperti yang ditunjukan oleh kenaikan alkali
fosfatase serum dan kenaikan hormon paratiroid serta bukti rontgen adanya rakitis.
Terapi dapat diawali dengan satu kapsul (0,25 µg) perhari dari bentuk aktif dihidroksi
vitamin D (Rocaltrol) atau 0,05-0,2 mg/hari larutan dihidrotakisterol (larutan DHT oral,
Roche Laboratories) yang dimetabolisme menjadi bentuk aktifnya di hati. Dosis vitamin
D secara progresif ditingkatkan sampai kadar kalsium serum dan aktifitas alkali fosfatase
normal, dan terlihat penyembuhan secara rontgenografi. Dosis vitamin D harus dikurangi
samapi kadarawal.
Meskipun masukan nutrisi cukup dan telah dilakukan koreksi terhadap osteodistrofi,
kelainan elektrolit,anemia dan asidosis, banyak anak dengan gagal ginjal kronik
menderita retardasi pertumbuhan yang nyata. Pertumbuhan pada penderita ini dapat
dipercepat dengan terapi dengan hormon pertumbuhan manusia rekombinan.
c. Pengobatan pada Anemia pada Gagal Ginjal Kronik
17
anemia lazim dijumpai pada gagal ginjal kronik dan terutama merupakan akibat dari
tidak adekuatnya produksi eritropoetin akibat gagal ginjal, tetapi masukan diet besi dan asam
folat yang tidak adekuat tidak boleh diabaikan. Pada sebagain penderita, kadar hemoglobin
akan stabil antara 6-9 g/dL (60-90 g/L). Terapi tranfusi tidak terindikasi, karena hal ini dapat
menekan produksi eritropoetin lebih lanjut. Jika hemoglobin turun dibawah 6 g/dL, 10 mL/kg
sel darah merah terpampat harus diberikan secara hati-hati (volume sedikit mengurangi resiko
kelebihan beban sirkulasi). Masalah anemia telah dikurangi dengan pemasukan terapi
eritropoetin manusia rekombinan. Eritropoetin bisa diberikan secara subkutan dan penderita
dialisis peritoneum dan secara intravena pada penderita yang sedang mengalami
hemodialisis. Tujuannnya adalah untuk mempertahankan kadar hemoglobin dalam kisaran
10-11 g/dL.
d. Pengobatan Hipertensi pada gagal ginjal kronik
keadaan gawat darurat pada hipertensi harus diobati dengan nifedipine oral (0,25-0,5
mg/kg) atau pemberian intravena dari diazoksid. Dosis dari daizoksid adalah 1-3 mg/kg,
sampai dengan dosis maksimum 150 mg. Diberikan dalam 10 detik dengan injeksi manual.
Bila hipertensi berat disertai dengan kelebihan beban sirkulasi, 2-4 mg/kg furosemid. Dapat
juga diberikan pada kecepatan 4 mg/menit. Natrium nitroprusid harus digunakan dengan
sangat hati-hati pada insufisiensi, karena adanya kemungkinan akumulasi tiosianat yang
toksik.
Penanganan hipertensi yang membandel dapat meliputi kombinasi pembatasan garam
(2-3 g/hari), furosemid (1-4 mg/kg/hari), propanolon, hidralazin (1-5 mg/kg/hari) dan
nifedipin (0,2-1 mg/kg/hari). Minoksidil dan kaptopril seharusnya hanya digunakan pada
penderita yang tekanan darahnya tidak cukup terkendali dengan cara-cara yang dsebutkan
diatas dan harus diberikan dengan ptunjuk ahli nefrologi anak. Kaptopril dapat menimbulkan
hiperkalemia.5,6
8.2 Non Medikamentosa
a. Diet pada Gagal Ginjal Kronik
Pada anak yang insufisiensi ginjal, kecepatan pertumbuhan kurang karena LFG turun
dibawah 50% normal. Penyebab yang tepat pada kegagalan pertumbuhan belum diketahui.
18
Faktor utama dalah ketidakcukupnya masukan kalori (kurang dari 70% dari diet yang
dianjurkan). Masukan kalori yang optimal pada insufisiensi ginjal belum diketahui, terapi
upaya harus dilakukan untuk memenuhi atau melampaui kalori harian yang dianjurkan sesuai
umur penderita. Masukan kalori dapat diperbesar dengan penambahan sejumlah karbohidrat
yang tidak terbatas (gula,selai, madu, glukosa polimer) kedalam diet dan lemak (minyak
trigliserida rantai medium) sebagaimana yang ditoleransikan pasien. Jika pemasukan kalori
oral belum cukup, pemberian makan melalui tabung nastrogastrik atau gastrostomi dapat
dimulai secara sebentar-sebentar atau selama malam hari. Terapi hormon pertumbuhan
rekombinan bersama dengan dialisis optimal memperbaiki pertumbuhan linier.
Bila kelebihan BUN sekitar 80 mg/dL (30 mmol/L urea) pada penderita dapat timbul
rasa mual, muntah, dan tidak ada nafsu makan. Gejala-gejala ini akibat dari timbunan produk-
produk buangan nitrogen dan dapat diperingan dengan pembatasan masukan diet perotein.
Karena anak pada gagal ginjal terus menerus membutuhkan masukan protein yang cukup
entuk pertumbuhan, protein diberikan dengan dosis 1,2 g/kg/24 jam dan harus terdiri dari
protein yang mempunyai nilai biologis tinggi yang melalui metabolisme diubah terutama
menjadi asam amino yang dapat digunakan bukannya menjadi sampah nitrogen. Protein yang
bernilai biologis tertinggi tersebut adalah protein telur dan susu sapi yang mengandung kadar
fosfat tinggi, pembatasan sedang atau penggunaan formula yang berisi sejumlah fosfat yang
telah dikurangi, kadang-kadang bersama dengan pengikat fosfat oral.
Karena pemasukan yang tidak cukup atau kehilangan karena dialisis, anak dengan
insufisiensi ginjal dapat mengalami kekurangan vitamin yang larut dalam air. Ini harus
dipasuk secara rutin, mernggunakan preparat seperti Nephrocaps. Penambahan seg dan besi
harus ditambahkan hanya setelah defisiensi dipastikan. Penambahan vitamin A, E, dan K
yang alrut dalam lemak tidak diperlukan.5,6
b. Menejemen Air dan Elektrolit pada Gagal Ginjal Kronik
Sampai perkembangan gagal ginjal stadium akhir mulai memerlukan dialisis,
pembatasan air jarang diperlukan pada anak dengan insufisiensi ginjal, karena kebutuhan air
diatur oleh pusat haus dalam otak.
Sebagian besar anak dengan insufisiensi ginjal akan mempertahankan keseimbangan
natrium normal dengan pemasukan natrium yang berasal dari diet yang tepat. Beberapa
19
penderita yang insufisiensi ginjal merupakan akibat kelainan anatomis, dapat membuang
natrium dalam urin dan memerlukan penambahan garam diet. Sebaliknya, penderita dengan
tekanan darah tinggi, edema, gagal jantung kongestif mungkin memerlukan pembatasan
natrium., kadang bersamaan dengan terapi furosemid agresif (1-4 mg/kg/hari).
Pada sebagian besar anak dengan insufisiensi ginjal, keseimbangan kalium akan
dipertahankan sampai fungsi ginjal memburuk ke tingkat dimana dialisis dimulai. Namun,
hiperkalemia dapat berkembang pada pasien yang menderita insufisiensi ginjal sedang,
sebagai akibat masukan kalium diet yang berlebih, perkembangan asidosis berat, atau
defisiensi aldosteron (destruksi apartus jukstaglomerulus). Hiperkalemia dapat dikendalikan
dengan pengurangan masukan kalium diet dan penambahan agen alkalinasi oral dan/atau
Kayexalate, resin oral (1 g/kg/dosis) yang mengikat dan membuang kalium dari intestinum.5
c. Dialisis
Terdapat dua cara untuk melakukan dialisis,yaitu dengan
hemodialisis atau peritoneal dialisis.
Pada hemodialisis, sebuah ginjal buatan (dialyzer) digunakan untuk
menyaring dan membuang sisa metabolisme dan kelebihan cairan maupun
unsur kimiawi lainnya dari dalam darah. Untuk mengalirkan darah
penderita ke dialyzer, diperlukan semacam akses ke pembuluh darah yang
dapat dilakukan dengan cara bedah minor di tangan maupun paha. 9
Biasanya hemodialisis dilakukan 2 -3 kali seminggu selama masing – masing 4 -5 jam
per tindakan. Namun beberapa petimbangan turut berkontribusi terhadap waktu yang
dibutuhkan untuk tindakan hemodialisa yaitu :
• Berapa baik ginjal penderita bekerja
• Berapa berat kenaikan tubuh penderita diantara dua tindakan hemodialisa
• Berapa banyak racun yang ada dalam tubuh pasien
• Berapa besar tubuh penderita
• Tipe dialyzer yang digunakan
20
Peritoneal dialisis merupakan salah satu tipe dialisis, dimana darah dibersihkan di
dalam tubuh. Dokter akan melakukan pembedahan untuk memasang
akses berupa catheter di dalam abdomen penderita. Pada saat tindakan,
area abdominal pasien akan secara perlahan diisi oleh cairan dialisat
melalui catheter. Ada dua macam peritoneal dialysis yaitu continous
peritoneal dialysis (CAPD) dan Continonus Cycling Peritoneal
Dialysis. (CCPD). Untuk Indonesia CAPD lebih lazim digunakan
daripada CCPD. Pada CAPD penderita melakukan sendiri tindakan
medis tanap bantuan mesin dan biasanya berlangsung 4 kali sehari masing – masing selama
30 menit.
21
d. Transplantasi
Merupakan terapi terbaik bagi anak-anak dengan gagal ginjal terminal oleh karena
akan memberikan rehabiltasi terbaik untuk hidup yang sangat mendekati wajar.4
Transplantasi dilakukan dengan ginjal jenazah atau ginjal yang berasal dari keluarga hidup
yang berusia relatif lebih tua, biasanya dari orang tuanya.
Di Eropa pada tahun 1984-1993 hampir 21% anak yang berusia kurang dari 21 tahun
mendapat ginjal dari donor hidup,12 sedangkan di Amerika Utara donor hidup mencapai 50%
dari seluruh donor yang diterima anak-anak yang berusia kurang dari 21 tahun pada tahun
1987-2000. 10
9. Komplikasi
1. Anemia
Pada PGK, anemia terjadi karena berkurangnya produksi hormon eritropoietin akibat
berkurangnya massa sel-sel tubulus ginjal. Hormon ini diperlukan oleh sumsum tulang untuk
merangsang pembentukan sel-sel darah merah dalam jumlah yang cukup untuk mengangkut
22
oksigen ke seluruh tubuh. Jika eritropoietin berkurang, maka sel-sel darah merah yang
terbentuk pun akan berkurang, sehingga timbullah anemia.
2. Osteodistrofi Ginjal
Mineral yang membangun dan memperkuat tulang adalah kalsium. Jika kadar kalsium
di dalam darah terlalu rendah, maka 4 kelenjar kecil di daerah leher – yaitu kelenjar paratiroid
– akan melepaskan hormon paratiroid. Hormon ini akan menarik kalsium dari tulang supaya
kadar kalsium dalam darah meningkat. Jika jumlah hormon paratiroid dalam darah terus
meningkat, maka akan semakin banyak kalsium yang diambil dari tulang sehingga akhirnya
tulang mengalami demineralisasi dan menjadi rapuh.
Kadar kalsium dalam darah juga ditentukan oleh fosfat. Ginjal yang sehat bertugas
membuang kelebihan fosfat dari darah. Jika ginjal gagal berfungsi, maka kadar fosfat dalam
darah dapat meningkat dan menyebabkan kadar kalsium dalam darah menurun sehingga
semakin banyak kalsium yang diambil dari tulang untuk mengkompensasi kadar fosfat yang
tinggi dan tulang menjadi rapuh.
Ginjal yang sehat menghasilkan kalsitriol, suatu bentuk aktif vitamin D, yang
bertugas membantu menyerap kalsium dari makanan ke dalam tulang dan darah. Jika kadar
kalsitriol turun sangat rendah maka penyerapan kalsium dari makanan juga terganggu,
akibatnya kadar hormon paratiroid akan meningkat dan merangsang pengambilan kalsium
dari tulang. Kalsitriol dan hormon paratiroid bekerja sama untuk menjaga keseimbangan
kalsium dan kesehatan tulang.
3. Gagal Jantung
Gagal jantung pada PGK biasanya didahului oleh anemia. Jika tidak diobati, anemia
pada PGK bisa menimbulkan masalah yang serius. Jumlah sel darah merah yang rendah akan
memicu jantung sehingga jantung bekerja lebih keras. Hal ini menyebabkan pelebaran bilik
jantung kiri yang disebut LVH (left ventricular hypertrophy). Lama kelamaan, otot jantung
23
akan melemah dan tidak mampu memompa darah sebagaimana mestinya sehingga terjadilah
gagal jantung. Hal ini dikenal dengan nama sindrom kardiorenal.6
10. Pencegahan
Kendalikan tekanan darah
Diet rendah garam
Makanan tinggi kalori dengan menambahkan sejumlah
karbohidrat(gula,selai,madu,glukosa primer) dan lemak
Pembatasan asupan protein
Karena anak pada gagal ginjal terus menerus membutuhkan masukan protein
yang cukup entuk pertumbuhan, protein diberikan dengan dosis 1,2 g/kg/24 jam dan
harus terdiri dari protein yang mempunyai nilai biologis tinggi yang melalui
metabolisme diubah terutama menjadi asam amino yang dapat digunakan bukannya
menjadi sampah nitrogen. Protein yang bernilai biologis tertinggi tersebut adalah
protein telur dan susu sapi yang mengandung kadar fosfat tinggi, pembatasan sedang
atau penggunaan formula yang berisi sejumlah fosfat yang telah dikurangi, kadang-
kadang bersama dengan pengikat fosfat oral.
Pencegahan terhadap penakit kardiovaskular
Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular merupakan hal yang
penting,karena 40-45% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh
penyakit kardiovaskular. Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi
penyakit kardiovaskular adalah,pengendalian diabetes,pengendalian
hipertensi,pengendalian anemia,pengendalaian hiperfosfatemia, dan terapi terhadap
kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit. Semua ini terkait dengan
pencegahan dan terapi terhadap komplikasi penyakit ginjal kronik secara
keseluruhan.8
Pencegahan terhadap komplikasi
a. Anemia
b. Osteodistrofi renal
24
11. Prognosis
Angka kelangsungan hidup anak-anak dengan gagal ginjal kronik saat ini semakin
baik. Dari 1070 anak yang berumur kurang dari 18 tahun saat menerima ginjal donor jenazah
di Inggeris dan Irandia dalam periode 10 tahun (1986-1995): 91 (9%) meninggal dengan
penyebab kematian: 19% oleh karena infeksi, 4.5% lymphoid malignant disease, 4.5%
uremia karena graft failure. Sedangkan data dari Amerika Utara melaporkan angka
kelangsungan hidup 5 tahun setelah transplantasi donor hidup berkisar antara 80.8% pada
anak-anak yang berusia kurang dari 1 tahun saat ditransplantasi, sampai 97.4% pada anak-
anak yang berusia antara 6-10 tahun.
BAB III
Penutup
25
Penyakit ginjal kronik adalah suatu keadaan menurunnya laju filtrasi glomerulus
(LFG) yang bersifat tidak reversibel, dan terbagi dalam beberapa stadium sesuai dengan
jumlah nefron yang masih berfungsi.
Perawatan anak dengan gagal ginjal haruslah merupakan perawatan yang berkesinambungan
sejak dari stadium gagal ginjal pra-trermial, dimana mereka membutuhkan perawatan
konservatif untuk mencegah gangguan metabolik, mengoptimalkan pertumbuhannya, dan
mempertahankan fungsi ginjalnya selama mungkin, yang bahkan beberapa diantara mereka
sampai memasuki masa dewasa. Anak-anak dengan GGT memerlukan perawatan yang lebih
kompleks, sebaiknya ditangani dengan pendekatan secara tim. Tim tersebut selain terdiri dari
penderita, orang tua penderita dan keluarganya, sebaiknya mengikutsertakan dokter spesialis
ginjal anak, perawat yang telah mendapat latihan khusus dalam hal penyakit ginjal anak, ahli
gizi yang berpengalaman dalam diet anak dengan penyakit ginjal, guru, pekerja sosial,
psikolog anak dan atau psikiater anak
Daftar Pustaka1. Aru W Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi,dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Edisi Keempat. Jakarta: Departemen Penyakit Dalam Universitas Indonesia; 2006.
26
2. Suhardjono, Dharmeizar, Aida lydia, Maruhum Bonar. Penatalaksanaan Penyakit
Ginjal Kronik dan Hipertensi. Jakarta: PERNEFRI; 2009.
3. Pradip R. Patel. Lecture Notes Radiologi. Jakarta: Erlangga; 2006
4. Richard E. Behrman, Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin. Nelson Textbook Of
Pediatrics. United States of America: Elsevier; 2007.
5. Wahab, Samik. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Jakarta: ECG; 2007.
6. Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2. Jakarta:
Bagian Ilmu Keshatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;1990.
7. Diadijono, Santoso, Pudji Rahardjo. Gagal Ginjal Kronik. Jakarta: FKUI; 2005.
8. Ingeborg C. Radde, Struart M. Masyorf. Farmakologi dan Terapi Pediatri. Jakarta:
Hipokrates; 2006.
9. http://www.docstoc.com/docs/2010.
10. http://www.ygdi.org/_kidneydiseases.php?view=_dialysis
11. http://prodia.meta-technology.net/ilmiah_detail.php?id=92&pagenum=1&lang=ina
27