makalah kelompok 8

Upload: fathulqorib

Post on 11-Oct-2015

95 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

MAKALAH kelompok 8

TRANSCRIPT

Makalah Sistem Persyarafan IIBells Palsy

Oleh :KELOMPOK 8 (PSIK-III D)SULISTIANA HUZAIRINIM.121420111168SULTHONIYAHNIM.121420111169SEPTIAN RISKIYANTONIM.121420111159SIROJUL UMAMNIM.121420111161

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANSTIKES NGUDIA HUSADA MADURA2013LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini kami menyatakan bahwa :

Kami mempunyai salinan dari makalah ini yang bisa kami serahkan ulang jika makalah yang dikumpulkan hilang atau rusak.

Makalah ini adalah hasil karya kami sendiri (kelompok) dan bukan merupakan karya orang lain kecuali yang telah kami tuliskan dalam referensi, serta tidak ada seorangpun yang membuatkan makalah ini untuk kami.

Jika dikemudian hari terbukti adanya ketidakjujuran akademik, kami bersedia mendapatkan sanksi sesuai peraturan yang berlaku.

Bangkalan, 27 Oktober 2013Penulis,

Kelompok 8

LEMBAR PENILAIAN MAKALAH DAN PRESENTASI KELOMPOK

FORMAT PENILAIAN MAKALAHNoAspek yang dinilaiKriteria PenilaianNilai max

1.Pendahuluan1. Menjelaskan topik, tujuan dan deskripsi singkat makalah1. spesifik0-5

2. Isi dan kesimpulanLaporan lengkap0-20

3.Daftar pustaka1. Menggunakan aturan penulisan daftar pustaka yang baik dan benar1. Jumlah minimal referensi: buku (3), internet (5) dan jurnal (1)0-5

4.Penulisan makalah1. Jumlah halaman min. 10 (bab1-penutup)1. Penulisan bahasa Indonesia yang baik dan benar termasuk tanda baca.1. Logo (5x5 cm)1. Penggunaan Theme font times new roman font 12 spasi 1,51. Kertas A4 minimal 70 gram1. Tehnik mengutip dari referensi1. Kelengkapan form penilaian (wajib ada)0-10

5.Proses Konsultasi1. Keaktifan konsultasi1. Kemampuan diskusi (responsive dan analisis)

NILAI TOTAL (max 50)

KOMENTAR FASILITATOR.....................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................

PRESENTASI KELOMPOKNOASPEK YANG DINILAINilai

1.Kemampuan mengemukakan intisari makalah0-10

2.Kemampuan menggunakan media dan IT0-10

3.Kemampuan berdiskusi (responsif, analisis)0-30

NILAI TOTAL

Nb: Untuk nilai presentasi kelompok, Jika tidak hadir maka nilai otomatis 0. Jika ingin menambah nilai, ada penugasan dari pengampu dengan nilai maksimal 20 (menghadap wajib h+1)Soft Skill yang dinilai selama diskusi : teamwork, komunikasiKomentar fasilitator :

..............................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................

Penilaian mahasiswa lain/audien (maksimal 100)POINTPENILAIANASPEK YANG DINILAI

Selama proses diskusi (nilai 65-100)1. Aktif bertanya 1. Aktif memberikan ide/pendapat1. Inovatif dan kreatif dalam memberikan pendapat.1. Kemampuan analitik dalam mengajukan pertanyaan dan memberikan solusi

Mahasiswa yang tidak hadir1.2.3.4.5.6.

Kriteria penilaian1. Mahasiswa yang bertanya/memberikan pendapat/menyimpulkan penilaian sama sperti di atas1. Mahasiswa hadir tapi tidak bertanya/memberikan pendapat/menyimpulkan, penilaian 601. Mahasiswa tidak hadir (nilai otomatis 0), kalau menginginkan nilai tambahan menghadap pengampu, h+1, nilai maksimal 56

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangKelumpuhan (parese) nervus fasialis merupakan kelumpuhan yang meliputi otot-otot wajah. Kelumpuhan nervus fasialis ini juga disebut Bells palsi. Bells palsi menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralisis fasial akut. Di dunia, insiden tertinggi ditemukan di Seckori, Jepang tahun 1986 dan insiden terendah ditemukan di Swedia tahun 1997. Di Amerika Serikat, insiden Bells palsi setiap tahun sekitar 23 kasus per 100.000 orang, 63% mengenai wajah sisi kanan. Insiden Bells palsi rata-rata 15-30 kasus per 100.000 populasi. Sedangkan di Indonesia, insiden Bells palsi secara pasti sulit ditentukan. Data yang dikumpulkan dari 4 buah Rumah sakit di Indonesia didapatkan frekuensi Bells palsi sebesar 19,55 % dari seluruh kasus neuropati dan terbanyak pada usia 21 30 tahun. Bells palsi mengenai laki-laki dan wanita dengan perbandingan yang sama. Akan tetapi, wanita muda yang berumur 10-19 tahun lebih rentan terkena daripada laki-laki pada kelompok umur yang sama. Penyakit ini dapat mengenai semua umur, namun lebih sering terjadi pada umur 15-50 tahun. Pada kehamilan trisemester ketiga dan 2 minggu pasca persalinan kemungkinan timbulnya Bells palsi lebih tinggi daripada wanita tidak hamil, bahkan bisa mencapai 10 kali lipat . Tidak didapati juga perbedaan insiden antara iklim panas maupun dingin, tetapi pada beberapa penderita didapatkan adanya riwayat terpapar udara dingin atau angin berlebihan .

1.2 Rumusan Masalah1.2.1 Bagaimana anatomi dan fisiologi nervus fasialis ?1.2.2 Apa yang dimaksud dengan Bells Palsy ?1.2.3 Bagaimana etiologi penyakit Bells Palsy ?1.2.4 Bagaimana patofisiologi penyakit Bells Palsy ?1.2.5 Bagaimana manifestasi klinis penyakit Bells Palsy ?1.2.6 Bagaimana evaluasi diasnoktik penyakit Bells Palsy ?1.2.7 Bagaiamana penatalaksanaan penyakit Bells Palsy ?1.2.8 Bagaiamana komplikasi penyakit Bells Palsy ?1.2.9 Bagaiamana asuhan keperawatan dari masalah Bells Palsy ?1.3 Tujuan1.3.1 Tujuan UmumUntuk mengetahui dan memahami tentang penyakit Bells Palsy.1.3.2 Tujuan Khusus Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi nervus fasialis Untuk mengetahui pengertian Bells Palsy Untuk mengetahui etiologi Bells Palsy Untuk mengetahui patofisiologi penyakit Bells Palsy Untuk mengetahui manifestasi klinis penyakit Bells Palsy Untuk mengetahui evaluasi diasnoktik penyakit Bells Palsy Untuk mengetahui penatalaksanaan penyakit Bells Palsy Untuk mengetahui komplikasi penyakit Bells Plasy Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari masalah Bells Palsy

1.4 ManfaatMahasiswa perawat dapat mengetahui tentang penyakit Bells Palsy lebih dalam sehingga dapat melakukan asuhan keperawatan pada penyakit Bells Palsy tersebut dengan benar.

BAB 2PEMBAHASAN

2.1 Anatomi dan Fisiologi Nervus FasialisSaraf otak ke VII mengandung 4 macam serabut, yaitu :1. Serabut somato motorik, yang mensarafi otot-otot wajah (kecuali m. levator palpebrae (N.III), otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior dan stapedius di telinga tengah).2. Serabut somato-sensorik, rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba) dari sebagian daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi oleh nervus trigeminus.3. Serabut visero-motorik (parasimpatis) yang datang dari nukleus salivatorius superior. Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa faring, palatum, rongga hidung, sinus paranasal, dan glandula submaksilaris serta sublingual dan lakrimalis.4. Serabut visero-sensorik, yang menghantar impuls dari alat pengecap di dua pertiga bagian depan lidah.Nervus fasialis (N.VII) terutama merupakan saraf motorik yang menginervasi otot- otot ekspresi wajah. Di samping itu saraf ini membawa serabut parasimpatis ke kelenjar ludah dan air mata dan ke selaput mukosa rongga mulut dan hidung, serta menghantarkan sensasi eksteroseptif dari daerah gendang telinga, sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah, dan sensasi visceral umum dari kelenjar ludah, mukosa hidung dan faring, dan sensasi proprioseptif dari otot yang disarafinya.Secara anatomis bagian motorik saraf ini terpisah dari bagian yang menghantar sensasi dan serabut parasimpatis, yang terakhir ini sering dinamai saraf intermedius atau pars intermedius Wisberg. Sel sensoriknya terletak di ganglion genikulatum, pada lekukan saraf fasialis di kanal fasialis. Sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah dihantar melalui saraf lingual korda timpani dan kemudian ke ganglion genikulatum. Serabut yang menghantar sensasi ekteroseptif mempunyai badan sel di ganglion genikulatum dan berakhir pada akar desenden dan inti akar desenden dari saraf trigeminus (N.V). Hubungan sentralnya identik dengan saraf trigeminus.Inti motorik nervus VII terletak di pons. Serabutnya mengitari nervus VI, dan keluar di bagian leteral pons. Nervus intermedius keluar di permukaan lateral pons, di antara nervus V dan nervus VIII. Nervus VII bersama nervus intermedius dan nervus VIII memasuki meatus akustikus internus. Di sini nervus fasialis bersatu dengan nervus intermedius dan menjadi satu berkas saraf yang berjalan dalam kanalis fasialis dan kemudian masuk ke dalam os mastoid. Nervus fasialis keluar dari tulang tengkorak melalui foramen stilomastoid, dan bercabang untuk mersarafi otot- otot wajah. (Maria S.Ked, 2012)

Gambar 1. Bagian-bagian serabut saraf fasialis (N.VII)

Gambar 2. Bagian-bagian serabut saraf fasialis

2.2 Pengertian Penyakit Bells PalsyBells palsi adalah kelumpuhan fasialis perifer akibat proses non-supuratif, non-neoplasmitik, non-degeneratif primer namun sangat mungkin akibat edema jinak pada bagian nervus fasialis di foramen stilomastoideus atau sedikit proksimal dari foramen tersebut, yang mulainya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. (Priguna Sidharta, 1985)Bells palsy adalah kelumpuhan wajah sebelah yang timbul mendadak akibat lesi saraf fasialis, dan mengakibatkan distorsi wajah yang khas. Dengan kata lain bells palsy merupakan suatu kelainan pada saraf wajah yang menyebabkan kelemahan atau kelumpuhan tiba-tiba pada otot di satu sisi wajah.(Dika Supranata, 2013)Bells palsy adalah suatu kelainan pada saraf wajah yang menyebabkan kelemahan atau kelumpuhan tiba tiba pada otot di satu sisi wajah dan menyebabkan wajah miring/mencong.Sir Charles Bell seorang ilmuan dari Skotlandia yang pertama kali menemukan penyakit ini pada abad ke-19. Lokasi cedera nervus fasialis pada Bells palsi adalah di bagian perifer nukleus nervus VII. Cedera tersebut terjadi di dekat ganglion genikulatum.

Gambar3.Contoh Penderita Bells Palsy2.3 Etiologi Penyakit Bells Palsya. Penyebabnya tidak diketahui, umumnya dianggap akibat infeksi semacam virus herpes (HSV 1 dan virus Herpes zoster). Virus tersebut dapat dormant(tidur) selama beberapa tahun, dan akan aktif jika yang bersangkutan terkena stres fisik ataupun psikik. Sekalipun demikian Bell's palsy tidak menular.b. Bell's palsydisebabkan oleh pembengkakan nervus facialis sesisi, akibatnya pasokan darah ke saraf tersebut terhenti, menyebabkan kematian sel sehingga fungsi menghantar impuls atau rangsangnya terganggu, akibatnya perintah otak untuk menggerakkan otot-otot wajah tidak dapat diteruskan.c. Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC, atau mengemudi dengan kaca jendelad. Infeksi (infeksi telinga tengah, infeksi intracranial)e. Tumor (tumorintracranial atau ekstracranial)f. Trauma kepalag. Gangguan pembuluh darah (thrombosis arteri karotis, arteri maksilaris, dan arteri serebri media)

2.4 Patofisiologi Penyakit Bells PalsyPara ahli menyebutkan bahwa pada Bells palsy terjadi proses inflamasi akut pada nervus fasialis di daerah tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus. Bells palsy hampir selalu terjadi secara unilateral. Namun demikian dalam jarak waktu satu minggu atau lebih dapat terjadi paralysis bilateral. Penyakit ini dapat berulang atau kambuh. Patofisiologinya belum jelas, tetapi salah satu teori menyebutkan terjadinya proses inflamasi pada nervus fasialis yang menyebabkan peningkatan diameter nervus fasialis sehingga terjadi kompresi dari saraf tersebut pada saat melalui tulang temporal.Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang temporal melalui kanalis fasialis yang mempunyai bentuk seperti corong yang menyempit pada pintu keluar sebagai foramen mental. Dengan bentukan kanalis yang unik tersebut, adanya inflamasi, iskemik dapat menyebabkan gangguan dari konduksi. Impuls motorik yang dihantarkan oleh nervus fasialis bisa mendapat gangguan di lintasan supranuklear dan infranuklear. Lesi supranuklear bisa terletak di daerah wajah korteks motorik primer atau di jaras kortikobulbar ataupun di lintasan asosiasi yang berhubungan dengan daerah somatotropik wajah di korteks motorik primer. Karena adanya suatu proses yang dikenal awam sebagai masuk angin atau dalam bahasa inggris cold. Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC, atau mengemudi dengan kaca jendela yang terbuka diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya Bells palsy. Karena itu nervus fasialis bisa sembab, ia terjepit di dalam foramen stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Pada lesi LMN bisaterletak di pons, di sudut serebelo-pontin, di os petrosum atau kavum timpani, di foramen stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi nervus fasialis. Lesi di pons yang terletak di daerah sekitar inti nervus abdusens dan fasikulus longitudinalis medialis. Karena itu paralisis fasialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan muskulus rektus lateralis atau gerakan melirik ke arah lesi. Selain itu, paralisis nervus fasialis LMN akan timbul bergandengan dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia (tidak bisa mengecap dengan 2/3 bagian depan lidah). Berdasarkan beberapa penelitian bahwa penyebab utama Bells palsy adalah reaktivasi virus herpes (HSV tipe 1 dan virus herpes zoster) yang menyerang saraf kranialis. Terutama virus herpes zoster karena virus ini menyebar ke saraf melalui sel satelit. Pada radang herpes zoster di ganglion genikulatum, nervus fasialis bisa ikut terlibat sehingga menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Kelumpuhan pada Bells palsy akan terjadi bagian atas dan bawah dari otot wajah seluruhnya lumpuh. Dahi tidak dapat dikerutkan, fisura palpebra tidak dapat ditutup dan pada usaha untuk memejam mata terlihatlah bola mata yang berbalik ke atas. Sudut mulut tidak bisa diangkat. Bibir tidak bisa dicucukan dan platisma tidak bisa digerakkan. Karena lagophtalmos, maka air mata tidak bisa disalurkan secara wajar sehingga tertimbun disitu.

2.6 Manifestasi Klinis Penyakit Bells PalsyPasien Bells Palsi mengeluhkan hemiparalisis wajah nonprogresif. Gejala lainnya meliputi :a. Mati rasa di wajah, telinga, dan lidahb. Gangguan pengecapanc. Wajah terkulai pada bagian yang terkenad. Ketidakmampuan untuk mengontrol gerakan pada otot wajahe. Kesukaran untuk menutup sebelah mataf. Kekeringan pada sebelah matag. Kesukaran untuk merasa bagian hadapan lidah pada bagian yang diserang, perubahan pada jumlah air liurh. Bunyi pendengaran yang lebih kuat daripada biasanya pada satu bagian telinga.i. Gerakan bola mata pada sisi yang lumpuh lambat, disertai bola mata berputar ke atas bila memejamkan mata.j. Kelopak mata tidak dapat menutupi bola mata pada sisi yang lumpuh.k. Sudut mulut tidak dapat diangkat, lipat nasolabialis mendatar pada sisi yang lumpuh dan mencong ke sisi yang sehat. l. Dahi tidak dapat dikerutkan atau lipat dahi hanya terlihat pada sisi yang sehat. (Dika Supranata, 2013)

2.7 Penatalaksanaan Penyakit Bells PalsyTujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan tonus otot wajah dan untuk mencegah atau meminimalkan denervasi. Klien harus diyakinkan bahwa keadaan yang terjadi bukan stroke, halini menjadi pentingkarena penderita dapat mengalami stress yang berat ketika terjadi salah pengertian. Penatalaksanaan medis yang dilakukan meliputi :a. Terapi kortikosteroid (Prednison dengan dosis 40 -60 mg/hari per oral atau 1 mg/kgBB/hari selama 3 hari, diturunkan perlahan-lahan selama 7 hari kemudian) dapat diberikan untuk menurunkan radang dan edema, yang pada gilirannya mengurangi kompresi vaskuler dan memungkinkan perbaikan sirkulasi darah ke saraf tersebut. Pemberian awal terapi kortikosteroid ditujukan untuk mengurangi penyakit semakin berat, mengurangi nyeri, dan membantu mencegah atau meminimalkan denervasi.b. Pemberian obat- obatantivirus Acyclovir (400 mg selama 10 hari). Penggunaan Acyclovir akan berguna jika diberikan pada 3 hari pertama dari onset penyakit untuk mencegah replikasi virus.c. Penanganan mata Pemberian pelumas mata setiap jam sepanjang hari dan salep mata harus digunakan setiap malam. Satu kerugiannya adalah pandangan kabur. Klien dianjurkan untuk menutup kelopak mata yang mengalami paralisis secara manual sebelum tidur. Gunakan penutup mata dengan kacamata hitam untuk menurunkan penguapan normal dari mata. d. Jika saraf tidak terlalu sensitif, wajah dapat dimasase (teknik untuk memasase dengan gerakan lembut ke atas) beberapa kali sehari untuk mempertahankan tonus otot. Latihan wajah seperti mengerutkan dahi, menggembungkan pipi luar, dan bersiul dapat dilakukan dengan menggunakan cermin dan dilakukan teratur untuk mencegah atrofi otot. (Arif Muttaqin, 2011)

2.8 Komplikasi Penyakit Bells PalsyBeberapa komplikasi yang mungkin dapat muncul, meliputi:a. Hilangnya rasa (ageusia)b. Kerusakan saraf wajah yang permanenc. Spasme wajah kronis (kontraksi kedutan spontan pada saraf yang mengontrol otot-otot wajah seperti alis, kelopak mata, mulut, bibir)d. Infeksi kornea matae. Kebutaan penuh atau sebagian

BAB 3ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT BELLS PALSY

3.1 Pengkajian Keperawatan Keluhan utamaKeluhan utama yang sering menjadi alasan klien meminta pertolongan kesehatan dalah berhubungan dengan kelumpuhan otot wajah terjadi pada satu sisi. Riwayat penyakit saat iniFaktor riwayat penyakit sangat penting diketahui karena untuk menunjang keluhan utama klien. Disini harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai serangan, sembuh, atau bertambah buruk. Pada pengkajian klien Bell;s palsy biasanya didapatkan keluhan kelumpuhan otot wajah pada satu sisi.Kelumpuhan fasialis ini melibatkan semua otot wajah sesisi. Bila dahi dikerutkan, lipatan kulit dahinya hanya tampak pada sisi yang sehat saja. Bila klien disuruh memejamkan kedua matanya, maka pada sisi yang tidak sehat, kelopak mata tidak dapat menutupi bola mata dan berputarnya bola mata keatas dapat disaksikan. Fenomena tersebut dikenal sebagai tanda bell. Riwayat penyakit dahuluPengkajian penyakit yang pernah dialamiklien yang memungkinkanadanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah klien mengalami penyakit iskemia vaskuler, otitis media,tumor intrakranial, trauma kapitis, penyakit virus (herpes simplek, herpes zoster), penyakit autoimun, atau kombinasi semua faktor ini. Pengkajian pemakaian obat-obatan yang sering digunakan klien, pengkajian kemana klien sudah meminta pertolongan dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebihjauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.

Riwayat psiko-sosio-spiritualPengkajian psikologis klien Bells palsy meliputi beberapa penilaian yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognisi dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien terhadap kelumpuhan otot wajah sesisi dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalamkehidupan sehari-hari baik dalam keluargaatau masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien, yaitu timbul ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citratubuh). Pengkajian mengenai mekanisme koping yang secara sadar biasa digunakan klien selama masa stress meliputi kemampuan klien untukmendiskusikan masalah kesehatan saat ini yang telah diketahui danperubahan perilaku akibat stres. Pemeriksaan fisik1. B1(Breathing)Bila tidak ada penyakit lain yang menyertai pemeriksaan inspeksi didapatkan klien tidak batuk, tidak sesak napas, tidak ada penggunaan otot bantu napas, dan frekuensi pernapasan dalam batas normal. Palpasi biasanya traktil premitus seimbang kanan dan kiri. perkusi didapatkan resonan pada seluruh lapangan paru. Askultasi tidak terdengar bunyi napas tambahan.2. B2 (Blood)Bila tidak ada penyakit lain yang menyertai pemeriksaan nadi dengan frekuensi dan irama yang normal. TD dalam batas normal dan tidak terdengar bunyi jantungtambahan.3. B3 (Brain)Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkaian pada sistem lainnya.a. Tingkat KesadaranPada Bells palsy biasanya kesadaran klien compos mentis.b. Fungsi Serebri Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara klien, observasi ekspresi wajah, dan aktivitas motorik yang padaklien Bells palsy biasanya status mental klien mengenai perubahan.c. Pemeriksaan saraf kraniali. Saraf I. Biasanya pada klien Bells palsy tidak ada kelainan dan fungsi penciuman tidak ada kelainan.ii. Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.iii. Saraf III, IV, dan VI. Penurunan gerakan kelopak mata pada sisi yang sakit (lagoftalmos ).iv. Saraf V. Kelumpuhan seluruh otot wajah seisi, lipatan nasolabial pada sisi kelumpuhanmendatar, adanya gerakan sinkinetik.v. Saraf VII. Berkurangnya ketajaman pengecapan, mungkin sekali adema nervus fasialis ditingkat faranem stilomastedeus meluas sampai bagian nervus fasialis, di mana khorda timpanimenggabungkan diri padanya.vi. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.vii. Saraf IX dan X. Paralisis Otot orofaing, kesukaran berbicara,mengunya, dan menelan.Kemampuan menelan kurang baik, sehingga mengganggu pemenuhan nutrisi via oral.viii. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Kemampuanmobilisasi leher baik.ix. Saraf XII. Lidah simestris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indrapengecapan mengalami kelumpuhan dan pengecapan pada 2/3 lidah sisi kelumpuhan kurangtajam.d. Sistem Motorik Bila tidak melibatkan disfungsi neurologis lain, kekuatan otot normal, control keseimbangandan koordinasi pada Bells palsy tidak ada kelainan.e. Pemeriksaan Refleks Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum derajat refleks pada respons normal.f. Gerakan Involunter Tidak ditemukan adanya tremor, kejang, dan distonia. Padabeberapa keadaan sering ditemukanTic Fasialis.g. Sistem Sensorik Kemampuan penilaian sensorik raba, nyeri, dan suhu tidakada kalainan.4. B4 (Bladder)Pemeriksaan pada sistem perkemihan biasanya didapatkan berkurangnya volume haluaran urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal.5. B5 (Bowel)Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien Bells palsy menurun karena anoreksia dan kelemahan otot otot mengunyah serta gangguan proses menelan menyebabkan pemenuhan via oral menjadi berkurang.6. B6 (Bone )Penurunan kekuatan otot dan penurunan tingkat kesadaran menurunkan mobilitas klien secara umum. Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien lebih banyak dibantu oleh orang lain.3.2 Diagnosa Keperawatan1. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelemahan otot-otot mengunyah.2. Gangguan konsep diri (citra diri) yang berhubungan dengan perubahan bentuk wajah karena kelumpuhan satu sisi pada wajah.3. Cemas yang berhubungan dengan prognosis penyakit dan perubahan kesehatan.4. Kurangnya pengetahuan perawatan diri sendiri yang berhubungan dengan informasi yang tidak edekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan.4.3 Intervensi Keperawatan1. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelemahan otot-otot mengunyahTujuan: nutrisi klien meningkatKriteria hasil: klien mampu memenuhi nutrisi sesuai kebutuhan klienIntervensiRasional

Kaji pemenuhan kebutuhan nutrisi klienMengetahui kekurangan nutrisi klien.

Jelaskan pentingnya makanan bagi proses penyembuhan.Dengan pengetahuan yang baik tentang nutrisi akan memotivasi untuk meningkatkan pemenuhan nutrisi.

Mencatat intake dan output makanan klien.Mengetahui perkembangan pemenuhan nutrisi klien.

Kolaborasi dengan ahli gizi untuk membantu memilih makanan yang dapat memenuhi kebutuhan gizi selama sakit.Ahli gizi adalah spesialisasi dalam ilmu gizi yang membantu klien memilih makanan sesuai dengan keadaan sakitnya, usia, tinggi, berat badannya.

Manganjurkn makan sedikit- sedikit tapi sering.Dengan sedikit tapi sering mengurangi penekanan yang berlebihan pada lambung.

Menyarankan kebiasaan untuk oral hygine sebelum dan sesudah makan.Meningkatkan selera makan klien.

2. Gangguan konsep diri (citra diri) yang berhubungan dengan perubahan bentuk wajah karena kelumpuhan satu sisi pada wajah.Tujuan: konsep diri klein meningkatKriteria hasil: klien mampu menggunakan koping yang positifIntervensi dan RasionalIntervensiRasional

Kaji danjelaskan kepada klien tentang keadaan paralisis wajahnya. Intervensi awal bisa mencegah disstres psikologi pada klien.

Bantu klien menggunakan mekanisme koping yang positif. Mekanisme koping yang positif dapat membantu klien lebih percaya diri, lebih kooperatif terhadap tindakan yang akan dilakukan dan mencegah tetjadinya kecemasan tambahan.

Orientasikan klien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan. Orientasi dapat menurunkan kecemasan.

Libatkan system pendukung dalam perawatan klien. Kehadiran system pendukung meningkatkan citra diri klien.

3. Cemas yang berhubungan dengan prognosis penyakit dan perubahan kesehatan.Tujuan: kecemasan hilang atau berkurangKriteria hasil: mengenal perasaannnya, dapat mengidentifikasi penyebab atau faktor yang mempengaruhinya dan menyatakan ansietas berkurang/hilang.Inrervensi dan RasionalIntervensiRasional

Kaji tanda verbal dan non verbal kecemasan, dampingin klien dan lakukan tindakan bila menunjukkan perilaku merusak. Reaksi verbal/non verbal dapat menunjukkan rasa agitasi, marah dan gelisah.

Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan. Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat. Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu.

Tingkatkan kontrol sensasi klien. Kontrol sensasi klien (dan dalam menurunkan ketakutan) dengan cara memberikan informasi tentang keadaan klien, menekankan pada penghargaan terhadap sumber-sumber koping (pertahanan diri), yang positif, membantu latihan relaksasi dan teknik-teknik pengalihan dan memberikan respons balik yang positif.

Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan kecemasannya. Dapat menghilangkan ketegangan terhadap kekhawatiran yang tidak dieksperesikan.

Berikan privasi untuk klien dan orang terdekat.Memberi waktu untuk mengeksperesikan perasaan, menghilangkan cemas dan perilaku adaptasi. Adanya keluarga dan tewman-teman yang dipilih klien yang melayani aktivitas dan pengalihan (misalnya membaca) akan menurunkan perasaan terisolasi.

4. Kurangnya pengetahuan perawatan diri sendiri yang berhubungan dengan informasi yang tidak edekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan.Tujuan : dalam jangka waktu 1x30 menit klien akan memperlihatkan kemampuan pemahaman yang adekuat tentang penyakit dan pengobatannya.Kriteria hasil : klien mampu secara subjektif menjelaskan ulang secara sederhana terhadap apa yang telah didiskusikan.Intervensi dan RasionalIntervensiRasional

Kaji kemampuan belajar, tingkatkan kecemasan, partisipasi, media yang sesuai untuk belajar. Indikasi progresif atau reaktivasi penyakit atau efek samping pengobatan serta untuk evaluasi lebih lanjut.

Identifikasi tanda dan gejala yang perlu dilaporkan keperawatan. Meningkatkan kesadaran kebutuhan tentang perawatan diri untuk meminimalkan kelemahan.

Jelaskan instruksi dan informasi misalnya penjadwalan pengobatan. Meningkatkan kerja sama/ partisipasi terapeutik dan mencegah putus obat.

Kaji ulang resiko efek samping pengobatan. Dapat mengurangi rasa kurang nyaman dari pengobatan untuk perbaikan kondisi klien.

Dorong klien mengeksperesikan ketidaktahuan/kecemasan dan beri informasi yang dibutuhkan.. Memberikan kesempatan untuk mengoreksi persepsi yang salah dan mengurangi kecemasan.

BAB IVPENUTUP

4.1 Kesimpulan Bells palsi adalah kelumpuhan fasialis perifer akibat proses non-supuratif, non-neoplasmitik, non-degeneratif primer namun sangat mungkin akibat edema jinak pada bagian nervus fasialis di foramen stilomastoideus atau sedikit proksimal dari foramen tersebut, yang mulainya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Penyebabnya tidak diketahui, umumnya dianggap akibat infeksi semacam virus herpes simpleks. Virus tersebut dapat dormant(tidur) selama beberapa tahun, dan akan aktif jika yang bersangkutan terkena stres fisik ataupun psikik. Sekalipun demikian Bell's palsy tidak menular.

4.2 SaranDengan dibuatnya makalah ini diharapkan mahasiswa dapat memahami dan mencari ilmu yang lebih banyak diluar dari makalah ini terkait tentang meteri dalam pembahasan, dan tidak hanya berpatokan dengan satu sumber ilmu (materi terkait), sehingga dalam tindakan keperawatan dapat menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit Bells Palsy.

DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika.Michael I. Greenberg, MD, MPH. 2008. Teks Atlas Kedokteran Kedaruratan Greenberg Jilid 1. Jakarta : Erlangga.Musyirah Megarisky. 2011. Askep Bells Palsy. http://musyrihah-megarezky.blogspot.com/2011/11/askep-bells-palsy.html. Diakses Tanggal 29 Oktober 2013Supranata, Dika. 2013. Askep Bells Palsy. http://dikasuccess.blogspot.com/2013/09/askep-bells-palsy.html. Diakses Tanggal 28 Oktober 2013.