makalah kapsel standarisasi produk
TRANSCRIPT
KAPITA SELEKTA FITOFARMAKA
STANDARISASI PRODUK
Disusun Oleh :
Kelompok 1 / Kelas A
Nurlia Oktaviyanti 1307062001
Adnan Abdi 1307062002
Uswathun Rachma F. 1307062003
Sulistyowati 1307062004
Trecya Fuji Astuti 1307062005
Arie Astrini 1307062006
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2013
1
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah yang berjudul
“Standarisasi Produk” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya untuk
memenuhi tugas mata kuliah Kapita Selekta Fitofarmaka.
Penulisan karya tulis ini dapat terwujud berkat bantuan dan bimbingan
dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang
setulus-tulusnya kepada:
1. Teman-teman penulis satu kelompok yang telah bekerjasama dengan baik
sehingga dapat melewati masalah-masalah yang timbul dalam penulisan
karya tulis ini.
2. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu dalam kelancaran penulisan karya tulis ini.
Tentunya penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, sehingga
kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan dalam
penulisan karya tulis yang akan datang. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi
masyarakat luas dan dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Yogyakarta, 08 Oktober 2013
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ 1
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... 2
BAB I .................................................................................................................................. 3
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 3
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 3
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 4
C. Tujuan ..................................................................................................................... 4
BAB II ................................................................................................................................. 5
STANDARISASI PRODUK .............................................................................................. 5
1. PENYIMPANGAN BOBOT DAN VOLUME ...................................................... 6
2. KADAR AIR DAN ALKOHOL ............................................................................. 8
3. WAKTU HANCUR .............................................................................................. 10
4. KANDUNGAN MIKROBA ................................................................................. 10
5. ANGKA KAPANG DAN KHAMIR .................................................................... 11
6. CEMARAN AFLATOKSIN................................................................................. 13
7. ANGKA LEMPENG TOTAL (ALT) ................................................................... 16
8. BAHAN TAMBAHAN ........................................................................................ 21
9. ZAT AKTIF ATAU IDENTITAS ........................................................................ 22
10. STABILITAS .................................................................................................... 23
KESIMPULAN ................................................................................................................. 42
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 45
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Untuk penelitian dan pengembangan produk jadi suatu tumbuhan obat,
produk tersebut haruslah berkualitas, aman dan jelas manfaat terapinya. Menjamin
kualitas memerlukan standarisasi di segala tahapan mulai dari bahan baku, proses
ekstraksi, proses formulasi teknologi farmasi sampai standarisasi produk, yang
menjamin keajegan kandungan kimia.
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran
dari bahan tersebut, yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman (DepKesRI). Menurut data dari Riset kesehatan Dasar
(RisKesDas) 2010, sebanyak 55, 3 persen masyarakat Indonesia menggunakan
jamu untuk menjaga kesehatan. Pada mulanya, eksistensi obat herbal berasal dari
testimoni orang yang sudah sembuh dari suatu penyakit, tapi saat obat herbal yang
dikonsumsi belum teruji klinis pada akhirnya akan sulit menggeneralisir khasiat
dari obat herbal tersebut. Standarisasi didefinisikan sebagai petunjuk penetapan
kualitas produk obat herbal yang mengatur preparasi produkobat herbal
meliputi isi dari konstituen atau kelompok dari senyawa-senyawa dengan efek
terapeutik. Sebagai salah satu persyaratan obat tradisional yang akan di produksi
dan diedarkan perlu didaftarkan terlebih dahulu. Dalam pendaftaran obat
tradisional harus dilengkapi dengan persyaratan mutu yang telah ditentukan yang
artinya harus dilakukan uji terhadap obat tradisional yang akan didaftarkan.
Terdapat beberapa pengujian untuk mengetahui mutu dari obat tradisional antara
lain waktu hancur, kadar air, mikrobiologi, keseragaman bobot, organoleptik,
pemeriksaan kimia, fisika, serta pemeriksaan simplisia atau bahan baku yang
digunakan.
Dengan adanya jaminan mutu atau standarisasi, bukan hanya mutu
pengobatan tradisional yang akan meningkat, namun yang lebih penting lagi
adalah menghindari munculnya berbagai efek samping yang secara medis tidak
4
dapat dipertanggungjawabkan serta terjaga keseragaman mutu dan kadar
kandungan senyawa aktifnya,. Sediaan obat tradisional atau herbal dibuat dari
simplisia tanaman atau bagian dari hewan, atau mineral dalam keadaan segar atau
telah dikeringkan dan diawetkan. Agar diperoleh produk yang memiliki kualitas
mutu, maka perlu dilakukan standarisasi produk akhir dengan melihat parameter-
parameter yang ditetapkan.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas dalam masalah ini adalah apa yang
menjadi parameter standarisasi produk ?
C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui parameter-
parameter standarisasi produk sehingga bisa menjamin mutu produk.
5
BAB II
STANDARISASI PRODUK
Berdasarkan Keputusan Mentri Kesehatan RI nomor 661 tahun 1994
mengenai Persyaratan Obat Tradisional, terdapat beberapa parameter yang
dipersyaratkan pada masing-masing sediaan obat tradisional. Berikut adalah
ringkasannya:
Parameter Rajangan Serbuk Pil Kapsul
Kadar Air < 10 % < 10 % < 10 % < 10 %
ALT (kol/g or kol/ml) < 104 < 10
4 < 10
4 < 10
4
Angka Kapang & khamir < 104 < 10
4 < 10
4 < 10
4
Mikroba patogen - - - -
Aflatoksin < 30 ppm <30ppm <30ppm <30ppm
Waktu hancur < 60’ < 15’
Wdh & penyimpanan Ttp baik Ttp baik Ttp baik Ttp baik
Parameter Dodol / jenang Pastiles Tablet Parem, pilis, tapel
Kadar Air < 10 % < 10 % < 10 %
ALT < 104 < 10
4 < 10
4 < 10
4
Angka Kapang & khamir < 104 < 10
4 < 10
4 < 10
4
Mikroba patogen - - - -
Aflatoksin < 30 ppm <30ppm <30ppm <30ppm
Waktu hancur - - < 20’ -
Wdh & penyimpanan Ttp baik Ttp baik Ttp baik Ttp baik
6
Cairan O. dalam Cairan O. luar Salep/ Krim Koyok
Kadar EtOH < 1 % - - -
ALT < 104 < 10
4 < 10
4 < 10
4
Angka Kapang & khamir < 104 < 10
4 < 10
4 < 10
4
Mikroba patogen - - - -
Aflatoksin <30 ppm - - -
Penandaan Kocok dulu Kocok dulu,
Obat luar
Obat Luar Obat luar
Wdh & penyimpanan Ttp baik Ttp baik Ttp baik Ttp baik
1. PENYIMPANGAN BOBOT DAN VOLUME
Suatu obat tradisional yang berupa obat tradisional kering harus memnuhi
keseragaman bobot, sedangkan obat tradisional yang berupa cairan harus
memenuhi keseragaman volume. Keseragaman bobot dan volume adalah untuk
menyamakan takaran dari sediaan obat tradisional yang dibuat,dan diperbolehkan
adanya penyimpangan asalkan tidak melebihi ketentuan yang telah ditetapkan.
Keseragaman bobot terutama untuk takaran tunggal perlu diperhatikan agar
ketepatan takaran yang dianjurkan dapat dipenuhi. Di samping keseragaman bobot
yang dipersyaratkan oleh Departemen Kesehatan ada juga persyaratan metrologi
dari Departemen Perdagangan yang tujuannya bukan ketepatan takaran tetapi
mencegah pengurangan jumlah, isi maupun berat.
a. Penyimpangan Bobot
Keseragaman bobot ditujukan untuk sediaan berupa serbuk, pil,
pastiles,tablet dan kapsul.
Serbuk : Tidak lebih dari 2 bungkus serbuk, yang masing masing bobot isinya
menyimpang dari bobot isi rata-rata lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam
kolom A dan tidak satu bungkus pun yang bobot isinya menyimpang dari bobot
isi rata-rata lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom B, yang tertera
pada daftar berikut:
7
Bobot rata-rata isi serbuk
Penyimpangan terhadap bobot rata-rata
A B
5 g sampai dengan 10 g 8% 10%
Timbang isi tiap bungkus serbuk. Timbang seluruh isi 20 bungkus serbuk, hitung
bobot isi serbuk rata-rata.
Pil dan patiles : Dari 20 pil, tidak lebih dari 2 pil yang masing-masing bobotnya
menyimpang dari bobot rata-rata lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam
kolom A dan tidak satu pilpun yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata
lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom B, yang tertera dalam daftar
berikut:
Bobot rata-rata pil
Penyimpangan terhadap bobot rata-rata
A B
100 mg s.d 250 mg
250 mg s.d 500 mg
10%
7,5%
20%
15%
Timbang pil satu persatu. Timbang pil 20 sekaligus, hitung bobot rata-rata.
Tablet : Dari 20 tablet, tidak lebih dari 2 tablet yang masing-masing bobotnya
menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar dari pada harga yang ditetapkan
dalam kolom A dan tidak satu tabletpun yang bobotnya menyimpang dari bobot
rata-ratanya lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom B, yang tertera
pada daftar berikut :
Bobot rata-rata
Penyimpangan terhadap bobot rata-rata
A B
25 mg atau kurang
26 mg sampai dengan 150 mg
151 mg sampai dengan 300 mg
Lebih dari 300 mg
15%
10%
7,5%
5%
30%
20%
10%
10%
Timbang tablet satu persatu . Timbang 20 tablet sekaligus hitung bobot rata-rata .
8
Kapsul : hanya untuk kapsul yang berisi obat tradisional kering. Tidak lebih dari
2 kapsul yang masing-masing bobot isinya menyimpang dari bobot isi rataratanya
lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom A dan tidak satu kapsulpun
yang bobot isinya menyimpang dari bobot isi rata-rata lebih besar dari harga yang
ditetapkan dalam kolom B, yang tertera pada daftar berikut :
Bobot rata-rata isi kapsul
Penyimpangan terhadap bobot rata-rata
A B
120 mg atau kurang lebih
dari 120 mg
± 10% ± 20%
± 7,5% ± 10%
Timbang satu kapsul, keluarkan isi kapsul, timbang bagian cangkangnya, hitung
bobot isi kapsul. Ulangi penetapan terhadap 19 kapsul dan hitung bobot rata-rata
isi 20 kapsul.
Untuk kapsul yang berisi obat tradisional cair : Tidak lebih dari satu kapsul
yang masing –masing bobot isinya menyimpang dari bobot isi rata-rata lebih
besar dari 7,5 % dan tidak satu kapsulpun yang bobot isinya menyimpang dari
bobot isi rata-rata lebih besar dari 15 %. Timbang satu kapsul, keluarkan isi
kapsul, cuci cangkangnya dengan eter P. Buang cairan, biarkan hingga tidak
berbau eter dan ditimbang, hitung bobot isi kapsul. Ulangi penetapan terhadap 9
kapsul dan hitung bobot isi rata-rata 10 kapsul.
b. Penyimpangan Volume
Keseragaman volume diperuntukkan sediaan cairan obat dalam, eliksir dan
sediaan cairan obat luar. Cara penghitungan keseragaman volume ketiganya sama.
Perbedaan volum cairan setiap wadah takaran tunggal, tidak Iebih dari 5%
terhadap volum rata-rata. Penetapan dilakukan dengan mengukur volum 10 wadah
satu persatu. Hitung volume rata-rata.
2. KADAR AIR DAN ALKOHOL
a. Kadar Air
Kadar air dipersyaratkan untuk semua bentuk obat tradisional kecuali dodol
atau jenang, cairan obat dalam, sari jamu, koyok, cairan obat luar, dan salep/krim.
9
Kadar air obat tradisional adalah banyaknya air yang terdapat di dalam obat
tradisional. Air tersebut berasal dari kandungan simplisia, penyerapan pada saat
produksi atau penyerapan uap air dari udara pada saat berada dalam peredaran.
Penetapan kadar air dengan gravimetri tidak dianjurkan karena susut pengeringan
tersebut bukan hanya diakibatkan menguapnya kandungan air tetapi juga
diakibatkan minyak atsiri dan zat lain yang mudah menguap.
Kadar air harus tetap memenuhi persyaratan, selama di industri maupun di
peredaran. Upaya menekan kadar air serendah mungkin perlu mendapat
pertimbangan terutama bila kandungan obat tradisional tergolong minyak atsiri
atau bahan lain yang mudah menguap. Penetapan kadar air dilakukan menurut
cara yang tertera pada Farmakope Indonesia atau Materia Medika Indonesia.
Kadar air yang dipersyaratkan adalah tidak lebih dari 10 %.
b. Kadar Alkohol sirup dan elixir
Proporsi jumlah alkohol tergantung keperluannya:
Zat aktif yang sukar larut dalam air, namun larut dalam alkohol ini
memerlukan kadar alkohol lebih besar
Kadar alkohol berkisar antara 10-12%
Umumnya konsentrasinya 5-10%, namun ada elixir menggunakan
alkohol 3% dan yang tertinggi dapat mencapai 44%
Dalam sirup biasanya kadar alkoholnya < 1%
Alkohol disini tidak mempengaruhi kerja obat, melainkan hanya membantu
kelarutan obat karena beberapa zat aktif yang terkandung dalam sirup sukar larut
dalam pelarut air, sehingga penggunaan alkohol dibutuhkan untuk meningkatkan
kelarutan zat aktif. Dengan demikian obat lebih homogen, sehingga dosis yang
diberikan lebih tepat. Alkohol juga digunakan untuk menjaga stabilitas. Sirup
yang mengandung alkohol akan memiliki daya simpan yang lebih lama, hal ini
karena alkohol dapat bertindak sebagai pengawet. Sirup tanpa alkohol biasanya
membutuhkan waktu yang singkat saat disimpan, yaitu berkisar 7 hari setelah
tutup dibuka. Sehingga sirup non alkohol terkadang mengandung tambahan
pengawet.
10
3. WAKTU HANCUR
Makin cepat daya hancur pil, tablet, kapsul diharapkan makin besar dan
makin cepat zat aktif yang diserap oleh tubuh. Makin besar dan makin cepat zat
aktif yang diserap diharapkan makin cepat obat tradisional tersebut bereaksi di
dalam tubuh, sehingga makin cepat dirasakan hasilnya.
4. KANDUNGAN MIKROBA
Mikroba pathogen dipersyaratkan untuk semua bentuk obat tradisional.
Yang dimaksud dengan mikroba patogen ialah semua mikroba yang dapat
menyebabkan orang menjadi sakit, bila kemasukan mikroba tersebut. Obat
tradisional untuk penggunaan obat dalam perlu diwaspadai adanya mikroba
seperti: Salmonella, Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Pseudomonas
aeruginosa. Obat Tradisional untuk penggunaan obat luar perlu diwaspadai
adanya mikroba seperti: Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa,
Candida albicans, Clostridium perftingens, Bacillus antracis. Penetapan
dilakukan menurut cara yang tertera pada Metode Analisis Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Dipersyaratkan mikroba patogen adalah negatif.
Uji batas mikroba ini dilakukan untuk memperkirakan jumlah mikroba
aerob variable di dalam semua jenis perbekalan farmasi, mulai dari bahan baku
sampai sediaan jadi, dan untuk menyatakan perbekalan farmasi tersebut bebas dari
spesies mikroba tertentu. Selama menyiapkan dan melaksanakan pengujian,
specimen harus ditanganii secara aseptic, jika tidak dinyatakan lain adalah
“inkubasi” maka yang dimaksud adalah menempatkan wadah didalam ruangan
terkendali secara termostatik pada suhu antara 30o dan 35
o selama 24 jam sampai
48 jam. Istilah tumbuh untuk menunjukkan adanya perkembangan mikroba
variable.
Acuan : FI IV
11
5. ANGKA KAPANG DAN KHAMIR
Angka kapang dan khamir dipersyaratkan untuk semua bentuk obat
tradisional kecuali koyok, cairan obat luar, dan salep/krim. Jumlah kapang (jamur)
dan khamir yang besar, menunjukkan kemunduran dari mutu obat traditional.
Kapang dan khamir akan berkembang biak bila tempat tumbuhnya cocok untuk
pertumbuhan. Disamping itu kapang tertentu ada yang menghasilkan zat racun
(toksin) seperti jamur Aspergilus flavus dapat menghasilkan aflatoksin. Penetapan
dilakukan menurut cara yang tertera pada Metode Analisis Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Ruang lingkup: Standar ini digunakan untuk menentukan jumlah total
mikroorganisme aerob pada produk.
Prinsip: Pertumbuhan mikroorganisme aerob setelah contoh diinkubasikan
dalam media agar pada suhu 22 – 25o C selama 5 hari. Penentuan jumlah kapang
dan khamir dilakukan dengan cara metode agar tuang (pour plate).
Parameter standard : Angka kapang (semacam jamur yang biasanya tumbuh
pada permukaan makanan yang sudah basi atau terlalu lama tidak di olah), dan
khamir (ragi) tidak lebih dari 104.
Kapang:
Morfologi Kapang yang bentuknya hifa biasa dikenal sebagai jamur/mould.
Morfologinya sangat khas yaitu sel yang memanjang dan bercabang, koloninya
kering sehingga bentuknya seperti kapas.
12
Jamur yang tergolong sebagi kapang diantaranya:
• Microsporum canis
• Tricophyton mentagrophytes
• Aspergilus sp
Khamir:
Morfologi khamir yang bentuknya berupa ragi biasa dikenal sebagai yeast.
Morfologi khas dari jamur ini adalah bentuknya yang bulat, licin, dan menyerupai
bakteri.
Media dan Pereaksi:
• Potato Dextrose Agar (BPA)
• Larutan Butterfield’s phosphat buffered (BFP)
• Larutan standar
Prosedur :
Preparasi Contoh
Contoh yang akan diuji diambil secara acak dan aseptik dengan ketentuan berat
sebagai berikut:
- Contoh dengan berat kurang dari 1 kg, diambil sebanyak 100 g
- Contoh dengan berat 1kg - 4.5 kg, diambil sebanyak 300 g
- Contoh dengan berat lebih dari 4.5 kg diambil sebanyak 500 g
Homogenasi dan Pengenceran
Timbang contoh secara aseptik sebanyak 25 g kemudian masukkan ke
dalam plastik stomacher
13
Tambahkan larutan BFP sebanyak 225 ml. Homogenat ini merupakan
larutan pengenceran 10-1
.
Dengan menggunakan pipet steril, ambil 1 ml homogenat diatas dan
masukkan ke dalam 9 ml larutan BFP untuk mendapatkan pengenceran
10-2
.
Siapkan pengenceran selanjutnya (10-3
) dengan mengambil 1 ml contoh
dari pengenceran 10-2
ke dalam 9 ml larutan BFP
Pada setiap pengenceran dilakukan pengocokan minimal 25 kali.
Selanjutnya lakukan hal yang sama untuk pengenceran 10-4
, 10-5
dan
seterusnya sesuai kondisi contoh.
Metode Cawan Agar Tuang (pour plate method)
Pipet 1 ml dari setiap pengenceran 10-1
, 10-2
, dst dan masukkan ke dalam
cawan petri steril. Lakukan secara duplo untuk tiap pengenceran.
Tambahkan 15 ml – 20 ml PDA yang sudah didinginkan dalam waterbath
hingga mencapai suhu (45±1)oC ke dalam masing-masing cawan yang
sudah berisi contoh. Supaya contoh dan media PDA tercampur sempurna
lakukan pemutaran cawan ke depan ke belakang dan ke kiri ke kanan.
Setelah agar menjadi padat, untuk penentuan mikroorganisme aerob
inkubasi cawan-cawan tersebut dalam posisi terbalik dalam inkubator pada
suhu 22oC – 25
oC, selama 5 hari.
Lakukan kontrol tanpa contoh dengan mencampur larutan pengencer
dengan media PDA.
6. CEMARAN AFLATOKSIN
Aflatoksin merupakan segolongan senyawa toksik (mikotoksin, toksin yang
berasal dari fungi) yang dikenal mematikan dan karsinogenik bagi manusia dan
hewan. Aflatoksin merupakan mikotoksin yang dihasilkan oleh kapang
Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus. Keberadaan toksin ini dipengaruhi
oleh faktor cuaca, terutama suhu dan kelembaban. Terdapat beberapa jenis
aflatoksin utama, yaitu aflatoksin B1, B2, G1, dan G2. Keempat jenis aflatoksin
tersebut biasanya ditemukan bersama dalam berbagai proporsi pada berbagai jenis
14
pangan dan pakan hewan. Aflatoksin B1 biasanya paling mendominasi dan
bersifat paling toksik. Aflatoksin B1 dan B2 dihasilkan oleh Aspergillus flavus
dan Aspergillus parasiticus. Sedangkan aflatoksin G1 dan aflatoksin G2 hanya
dihasilkan oleh Aspergillus parasiticus. Cemaran aflatoksin tidak boleh lebih dari
persyaratan yang ditetapkan. Penetapan di lakukan menurut cara yang tertera pada
Metode Analisis Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Aflatoksin yang dipersyaratkan tidak lebih dari 30
bpj.
Pengujian cemaran aflatoksin yang terdapat pada sediaan obat tradisional
menggunakan metode Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA).
Aflatoksin tidak boleh lebih dari persyaratan yang ditetapkan, yaitu 30 ppm.
Aflatoksin selain meracuni organ tubuh bersifat karsinogenik (Menkes, 1994)
Prinsip Dasar : ELISA adalah suatu teknik deteksi dengan menunakan
metode serologis yang berdasarkan atas reaksi spesifik antara antigen dan
antibody, mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang tinggi dengan menggunakan
enzim sebagai indikator. Prinsip dasar ELISA (Burgess, 1995) adalah analisis
interaksi antara antigen dan antibody yang teradsorpi secara pasif pada permukaan
fase padat dengan menggunakan konjugat antibody atau antigen yang dilabel
enzim. Enzim ini akan bereaksi dengan substrat dan menghasilkan warna. Warna
yang timbul dapat ditentukan secara kualitatif dengan pandanan mata atau
kuantitatif dengan pembacaan nilai absorbansi (OD) pada ELISA plate reader
(Burgess, 1995).
Prinsip Percobaan : Percobaan digunakan dengan menggunakan perangkat
ELISA komersial aflatoksin B1 dari Neogen yang mempergunakan prinsip dasar
ELISA secara kompetitif langsung. Analisis berlangsung dalam wadah mikroplat
dengan konsentrasi antibodi yang dilapiskan pada mikroplat 0 mg/ml. Aflatoksin
B1 yang terdapat pada sampel yang diperiksa akan berkompetisi dengan antibodi
yang berada dalam mikroplat. Bahan atau pereaksi yang tidak berikatan akan
terbuang setelah mengalami proses pencucian. Dengan menambahkan substrat
pada mikroplat akan terbentuk warna pada ikatan antara antibodi dan enzim
konjugat. Semakin biru warna yang dihasilkan, semakin kecil aflatoksin B1 yang
15
terdapat pada contoh yang dianalisis. Hasil analisis ditentukan dengan membaca
optical density (OD) pada ELISA reader. Kurva kalibrasi, plot antara nilai OD dan
konsentrasi standar aflatoksin B1 dibuat dan digunakan untuk menghitung kadar
aflatoksin B1 pada sampel (Burgess, 1995).
Prosedur pengujian
Penyiapan sampel:
1. Disiapkan 1.000 ml larutan methanol 70% dengan cara melarutkan 700 ml
methanol p.a dan 300 ml akuades dalam gelas ukur 1.000 ml.
2. Disiapkan 100 ml tween 10% dengan melarutkan 10 ml tween 20% dan 90
ml akuades.
3. Disiapkan akuades pencuci 500 ml yang telah diberi 500 μl tween 10%.
4. Masing-masing sampel ditimbang 5 gram kemudian dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer 125 ml.
5. Masing-masing sampel dilarutkan dengan 25 ml larutan methanol 70%.
6. Sampel dikocok selama 30 menit dan didiamkan sampai mengendap.
7. Sampel disaring dengan memakai kertas saring Whatman no. 41.
8. Sampel yang telah disaring dimasukkan ke dalam botol contoh.
9. Sampel siap dianalisis secara ELISA.
Cara Kerja :
1. Mikroplat untuk mencampur larutan standar disiapkan. Semua pereaksi
dari kit aflatoksin B1 dikeluarkan dari lemari pendingin dan dibiarkan
hangat pada suhu kamar.
2. Untuk melakukan kalibrasi standar aflatoksin B1 diperlukan lima
mikroplat, yaitu satu mikroplat untuk blanko (tanpa penambahan sampel,
berisi pelarut), satu mikroplat untuk kontrol berisi enzim konjugat, dan tiga
mikroplat untuk larutan standar yang berlainan konsentrasi dan sampel.
3. Larutan standar aflatoksin 100 μl dimasukkan ke dalam masing-masing
mikroplat dengan konsentrasi 5 ppb dan 15 ppb, begitu juga 100 μl ekstrak
sampel untuk setiap sampel yang akan dianalisis, 100 μl methanol 70%
untuk control, dan 200 μl methanol 70% untuk blanko.
16
4. Larutan konjugat 100 μl dimasukkan ke setiap mikroplat, baik yang berisi
larutan standar maupun sampel, kecuali mikroplat yang berisi blanko.
5. Larutan diaduk dengan menggunakan pipet multichannel dengan
melakukan pemipetan dan mengeluarkannya kembali, sampai tiga kali.
6. Dari tiap-tiap mikroplat yang sudah berisi larutan standar, sampel maupun
blanko dipipet masing-masing 75 μl dan dimasukkan ke dalam mikroplat
yang sudah dilapisi antibodi dan dibiarkan selama 2 menit.
7. Setelah 2 menit, larutan dibuang dan semua mikroplat dicuci dengan
akuades dengan cara mengisi mikroplat dan membuangnya lima kali.
8. Semua mikroplat yang sudah dicuci, dikeringkan dengan membalikkan
mikroplat tersebut di atas kain/ kertas peresap air.
9. Ke dalam masing-masing mikroplat ditambahkan 100 μl larutan subsrat
(K-Blue) dan dibiarkan selama 3 menit.
10. Setelah 3 menit, ditambahkan 100 μl larutan penghenti reaksi (H2SO4
1,25 M) kedlam masing-masing lubang sumur dan hasilnya siap dibaca
pada ELISA reader (Wahid, 2012).
ELISA reader
7. ANGKA LEMPENG TOTAL (ALT)
Angka Lempeng Total (ALT) adalah metode kuantitatif digunakan untuk
mengetahui jumlah mikroba yang ada pada suatu sampel. Uji ALT dan lebih
tepatnya ALT aerob mesofil atau anaerob mesofil menggunakan media padat
dengan hasil akhir berupa koloni yang dapat diamati secara visual berupa angka
dalam koloni (cfu) per ml/gram atau koloni/100ml. Cara yang digunakan antara
lain dengan cara tuang, cara tetes, dan cara sebar (BPOM, 2008).
Angka lempeng total harus ditekan sekecil mungkin. Meskipun mikroba
tersebut tidak membahayakan bagi kesehatan, tetapi kadang-kadang karena
17
pengaruh sesuatu dapat menjadi mikroba yang membahayakan. Yang jelas angka
lempeng total tersebut dapat digunakan sebagai petunjuk sampai tingkat berapa
industri tersebut melaksanakan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik.
Makin kecil angka lempeng total bagi setiap produk, makin tinggi nilai
pengetrapan CPOTB di lndustri tersebut (Menkes, 1994)
Prinsip pengujian Angka Lempeng Total menurut Metode Analisis
Mikrobiologi (MA PPOM 61/MIK/06) yaitu pertumbuhan koloni bakteri aerob
mesofil setelah cuplikan diinokulasikan pada media lempeng agar dengan cara
tuang dan diinkubasi pada suhu yang sesuai. Pada pengujan Angka Lempeng
Total digunakan PDF (Pepton Dilution Fluid) sebagai pengencer sampel dan
menggunakan PCA (Plate Count Agar) sebagai media padatnya. Digunakan juga
pereaksi khusus Tri Phenyl Tetrazolium Chlotide 0,5 % (TTC). TTC ini berfungsi
sebagai indikator yang akan direduksi sehingga mewarnai koloni bakteri yang
hendak diamati, dengan demikian dapat dibedakan dengan kotoran yang mungkin
berasal dari sisa-sisa sampel yang dapat mengganggu pengamatan koloni bakteri.
TTC akan direduksi dengan cepat menjadi formazan yang berwarna merah dan
tidak larut. Dalam pengujian untuk angka lempeng total sering digunakan untuk
indikator koloni karena kebanyakan bakteri aerob mesofil dapat mereduksi TTC
menjadi formazan sehingga meskipun dalam medium yang keruh karena terdapat
matriks sampel yang kompleks, koloni dapat terlihat jelas. TTC dapat dibentuk
dari hasil reaksi antara benzenediazonium klorida dengan benzalphenylhydrazon
pada suasana alkali, yang kemudian disusul oleh oksidasi pada cincin diazonium.
Untuk reaksi sebaliknya maka TTC direduksi dalam suasana basa lemah menjadi
formazan yang berwarna merah.
18
Reaksi Reduksi Triphenyltetrazolium Chloride (TTC) Menjadi Formazan.
Prosedur pengujian Angka Lempeng Total menurut Metode Analisis
Mikrobiologi (MA PPOM 61/MIK/06) yaitu dengan cara aseptik ditimbang 25
gram atau dipipet 25 ml sampel ke dalam kantong stomacher steril. Setelah itu
ditambahkan 225 ml PDF, dan dihomogenkan dengan stomacher selama 30 detik
sehingga diperoleh suspensi dengan pengenceran 10-1. Disiapkan 5 tabung atau
lebih yang masing-masing telah diisi dengan 9 ml PDF. Hasil dari homogenisasi
pada penyiapan sampel yang merupakan pengenceran 10-1
dipipet sebanyak 1 ml
kedalam tabung PDF pertama, dikocok homogeny hingga diperoleh pengenceran
10-2
. Dibuat pengenceran selanjutnya hingga 10-6
atau sesuai dengan pengenceran
yang diperlukan. Dari setiap pengenceran dipipet 1ml kedalam cawan petri dan
dibuat duplo, ke dalam setiap cawan dituangkan 15-20 ml media Potato Dextrose
Agar (PDA) yang sudah ditambahkan 1% TTC suhu 45°C. Cawan petri segera
digoyang dan diputar sedemikian rupa hingga suspense tersebar merata. Untuk
mengetahui sterilitas media dan pengencer dibuat uji kontrol (blangko). Pada satu
cawan diisi 1 ml pengencer dan media agar, pada cawan yang lain diisi media.
Setelah media memadat, cawan diinkubasi suhu 35-37°C selama 24-46 jam
dengan posisi dibalik. Setelah itu jumlah koloni yang tumbuh diamati dan
dihitung.
19
Hasil pengamatan dan perhitungan yang diperoleh dinyatakan sesuai
persyaratan berikut:
1. Dipilih cawan petri dari satu pengenceran yang menunjukkan jumlah koloni
antara 25-250. Jumlah koloni rata-rata dari kedua cawan dihitung lalu
dikalikan dengan faktor pengencerannya. Hasil dinyatakan sebagai Angka
Lempeng Total dari tiap gram atau tiap ml sampel.
2. Bila salah satu dari cawan petri menunjukkan jumlah koloni kurang dari 25
atau lebih dari 250, dihitung jumlah rata-rata koloni, kemudian dikalikan
faktor pengencerannya. Hasil dinyatakan sebagai Angka Lempeng Total
dari tiap gram atau tiap ml sampel.
3. Jika terdapat cawan-cawan dari dua tingkat pengenceran yang berurutan
menunjukkan jumlah koloni antara 25-250, maka dihitung jumlah koloni
dari masing-masing tingkat pengenceran, kemudian dikalikan dengan faktor
pengencerannya. Apabila hasil perhitungan pada tingkat yang lebih tinggi
diperoleh jumlah koloni rata-rata lebih besar dari dua kali jumlah koloni
rata-rata pengenceran dibawahnya, maka ALT dipilih dari tingkat
pengenceran yang lebih rendah. Bila hasil perhitungan pada tingkat
pengenceran lebih tinggi diperoleh jumlah koloni rata-rata kurang dari dua
kali jumlah rata-rata pada penenceran dibawahnya maka ALT dihitung dari
rata-rata jumlah koloni kedua tingkat pengenceran tersebut.
4. Bila tidak ada satupun koloni dari cawan maka ALT dinyatakan sebagai
kurang dari 1 dikalikan faktor pengenceran terendah.
5. Jika seluruh cawan menunjukkan jumlah koloni lebih dari 250, dipilih
cawan dari tingkat pengenceran tertinggi kemudian dibagi menjadi beberapa
sektor (2, 4 dan 8) dan dihitung jumlah koloni dari satu sektor. ALT adalah
jumlah koloni dikalikan dengan jumlah sektor, kemudian dihitung rata-rata
dari kedua cawan dan dikalikan dengan faktor pengencerannya.
6. Jumlah koloni rata-rata dari 1/8 bagan cawan lebih dari 200, maka ALT
dinyatakan lebih besar dari 200 x 8 dikalikan faktor pengenceran.
20
7. Perhitungan dan pencatatan hasil ALT hanya ditulis dalam dua angka.
Angka berikutnya dibulatkan kebawah bila < 5 dan dibulatkan ke atas
apabila > 5.
8. Jika dijumpai koloni “spreader” meliputi seperempat sampai setengah
bagian cawan, maka dihitung koloni yang tumbuh diluar daerah spreader.
Jika 75 % dari seluruh cawan mempunyai koloni spreader dengan seperti
diatas, maka dicatat sebagai “spr”. Untuk keadaan ini harus dicari
penyebabnyadan diperbaiki cara kerjanya (pengujian diulang).
9. Jika dijumpai koloni spreader tipe rantai maka tiap 1 deret koloni yang
terpisah dihitung sebagai 1 koloni, dan bila dalam kelompok spreader terdiri
dari beberapa rantai, maka tiap rantai dihitung sebagai 1 koloni (BPOM RI,
2006).
Bagan Alur Pengujian angka Lempeng Total
21
Stomacher
8. BAHAN TAMBAHAN
Bahan tambahan dapat dibedakan menjadi bahan tambahan alami dan bahan
tambahan kimia. Bahan tambahan kimia pada umumnya bersifat racun karena itu
perlu ada pembatasan penggunaanya. Oleh karena itu pemakaian bahan tambahan
jika tidak diperlukan agar dihindari. Bahan tambahan diperbolehkan dalam obat
tradisional tapi harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan Balai
Pengawasan Obat dan Makanan, dan masing-masing sediaan memliki persyaratan
yang berbeda-beda. Bahan tambahan makanan yang diperbolehkan pada sediaan
obat tradisional meliputi:
Pengawet. Serbuk dengan bahan baku simplisia dilarang ditambahkan bahan
pengawet. Serbuk dengan bahan baku sediaan galenik dengan penyari air atau
campuran etanol air bila
diperlukan dapat ditambahkan bahan pengawet. Jenis dan kadar pengawet harus
memenuhi persyaratan pengawet yang tertera pada persyaratan pil.
Pemanis. Gula tebu (gula pasir), gula aren, gula kelapa, gula bit dan pemanis
alam lainnya
yang belum menjadi zat kimia murni.
Pengisi. Sesuai dengan pengisi yang diperlukan pada sediaan galenik.
Pengawet. Tidak lebih dari 0,1 %
Pengawet yang diperbolehkan :
1. Metil p - hidroksi benzoat (Nipagin);
2. Propil p - hidroksi benzoat (Nipasol):
22
3. Asam sorbat atau garamnya;
4. Garam natrium benzoat dalam suasana asam;
5. Pengawet lain yang disetujui.
Pewarna: menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per /IX/ 88
tentang Bahan Tambahan Makanan, pewarna yang diperbolehkan diantaranya:
1. Anato C I Natural Orange 3 Cl no. 75120
2. Beta-Apo 8 Karotenal Cl no. 80820
3. Etil Beta 8 Karotenal
4. Katasantin
5. Karomel Amonnia Sulfit
6. Karoten
7. Klorofil
8. Kurkumin
9. Riboflavin
10. Titanium diokside
9. ZAT AKTIF ATAU IDENTITAS
Uji ini bertujuan untuk mengetahui zat aktif (active marker) atau zat
identitas (analytical marker). Zat aktif adalah zat tunggal atau lebih yang dirujuk
sebagai zat yang mempunyai efek terapetik, sedangkan zat identitas adalah
merupakan suatu zat tunggal atau lebih yang ditujukan hanya untuk analisis.
Adapun uji yang dilakukan untuk penentuan zat tersebut sebagai berikut:
a. Parameter pola kromatogram
Parameter pola kromatogram yaitu melakukan analisis kromatografi sehingga
memberikan pola kromatogram yang khas. Tujuannya yaitu untuk memberikan
gambaran awal komposisi kandungan kimia berdasarkan pola kromatogram
(Kromatografi Lapis Tipis / Kromatografi Cair Kinerja Tinggi / Kromatografi
Gas).
b. Kadar chemical marker
Parameter ini memiliki pengertian dan prinsip yaitu dengan tersedianya
kandungan kimia yang berupa senyawa identitas atau senyawa kimia utama
23
ataupun kandungan kimia lainnya, maka secara densitometri dapat dilakukan
penetapan kadar chemical marker tersebut. Tujuan parameter ini yaitu
memberikan data kadar senyawa identitas atau senyawa yang diduga bertanggung
jawab pada efek farmakologi (Anonim, 2000).
10. STABILITAS
Sediaan Padat
1. Visual /Organoleptik
a. Rupa, dengan cara visual menggunakan loop agar permukaan tablet lebih
jelas terlihat
b. Bau
c. Rasa
2. Sifat fisika kimia
2.1. Keseragaman ukuran
a. Keseragaman tebal
b. Keragaman bobot
Keseragaman bobot terutama untuk takaran tunggal perlu
diperhatikan agar ketepatan takaran yang dianjurkan dapat dipenuhi. Di
samping keseragaman bobot yang dipersyaratkan oleh Departemen
Kesehatan ada juga persyaratan metrologi dari Departemen
Perdagangan yang tujuannya bukan ketepatan takaran tetapi mencegah
pengurangan jumlah, isi maupun berat.
c. Keseragaman diameter
2.2. Kekerasan
2.3. Friabilitas
Data friabilitas digunakan untuk mengukur ketahanan permukaan
tablet terhadap gesekan yang dialaminya sewaktu pengemasan dan
pengiriman. Friabilitas diukur dengan friabilator (gambar terlampir).
Prinsipnya adalah menetapkan bobot yang hilang dari sejumlah tablet
selama diputar dalam friabilator selama waktu tertentu. Pada proses
24
pengukuran friabilitas, alat diputar dengan kecepatan 25 putaran per menit
dan waktu yang digunakan adalah 4 menit. Jadi ada 100 putaran.
Mula-mula tablet dibersihkan dahulu dari debunya kemudian
ditimbang dengan seksama. Untuk tablet dengan bobot < 650 mg, timbang
sejumlah tablet hingga beratnya mendekati 6,5 g. Untuk tablet dengan bobot
> 650 mg, timbang tablet sebanyak 10 buah. Masukan seluruh tablet yang
telah ditimbang ke dalam friabilator. Jalankan alat selama 4 menit. Setelah
selesai, keluarkan tablet dari alat, bersihkan dari debu dan timbang dengan
seksama. Hitung persentase bobot yang hilang selama pengujian. Untuk
tablet yang baik (dipersyaratkan di Industri), bobot yang hilang tidak boleh
lebih dari 1 %.
Hal yang harus diperhatikan dalam pengujian friabilitas adalah jika
dalam proses pengukuran friabilitas ada tablet yang pecah atau terbelah,
maka tablet tersebut tidak diikutsertakan dalam perhitungan. Jika hasil
pengukuran meragukan (bobot yang hilang terlalu besar), maka pengujian
harus diulang sebanyak dua kali. Selanjutnya tentukan nilai rata-rata dari
ketiga uji yang telah dilakukan.(USP & NF 1994).
2.4. Keragaman sediaan
Keseragaman kandungan
2.5. Waktu hancur
Uji ini dimaksudkan untuk menetapkan kesesuaian batas waktu hancur yang
tertera dalam masing-masing monografi, kecuali pada etiket dinyatakan bahwa
tablet atau kapsul digunakan sebagai tablet isap atau dikunyah atau dirancang
untuk pelepasan kandungan obat secara bertahap dalam jangka waktu tertentu atau
melepaskan obat dalam dua periode berbeda atau lebih dengan jarak waktu yang
jelas di antara periode pelepasan tersebut. Tetapkan jenis sediaan yang akan diuji
dari etiket serta dari pengamatan dan gunakan prosedur yang tepat untuk 6 unit
sediaan atau lebih.
Uji waktu hancur tidak menyatakan bahwa sediaan atau bahan aktifnya
terlarut sempurna. Sediaan dinyatakan hancur sempurna bila sisa sediaan yang
25
tertinggal pada kasa alat uji merupakan masa lunak yang tidak mempunyai inti
yang jelas, kecuali bagian dari penyalut atau cangkang kapsul yang tidak larut.
Alat terdiri atas suatu rangkaian keranjang, gelas piala berukuran 1000 ml,
termostat untuk memanaskan cairan media antara 35º hingga 39º dan alat untuk
menaikturunkan keranjang dalam cairan media pada frekuensi yang tetap antara
29 kali hingga 32 kali per menit melalui jarak tidak kurang dari 5,3 cm dan tidak
lebih dari 5,7 cm. Volume cairan dalam wadah sedemikian sehingga pada titik
tertinggi gerakan ke atas, kawat kasa berada paling sedikit 2,5 cm di bawah
permukaan cairan dan pada gerakan ke bawah ber-jarak tidak kurang dari 2,5 cm
dari dasar wadah. Waktu yang diperlukan bergerak ke atas adalah sama dengan
waktu yang diperlukan untuk bergerak ke bawah dan perubahan pada arah
gerakan merupakan perubahan yang halus, bukan gerakan yang tiba-tiba dan
kasar. Rangkaian keranjang bergerak vertikal sepanjang sumbunya, tanpa gerakan
horizontal yang berarti atau gerakan sumbu dari posisi vertikalnya. Rangkaian
keranjang terdiri atas 6 tabung transparan yang kedua ujungnya terbuka, masing-
masing dengan panjang 7,75 cm ± 0,25 cm, diameter dalam lebih kurang 21,5 mm
dan tebal dinding lebih kurang 2 mm, tabung-tabung ditahan pada posisi vertikal
oleh dua lempengan plastik, masing-masing dengan diameter 9 cm, tebal 6 mm,
dengan enam buah lubang, masing-masing berdiameter lebih kurang 24 mm dan
berjarak sama dari pusat lempengan maupun antara lubang satu dengan lainnya.
Pada permukaan bawah lempengan dipasang suatu kasa baja tahan karat
berukuran 10 mesh nomor 23 (0,025 inci). Bagian-bagian alat dirangkai dan
dikencangkan oleh tiga buah baut melalui kedua lempengan plastik. Suatu alat
pengait dipasang pada alat yang menaikturunkan rangkaian keranjang melalui
satu titik pada sumbunya, digunakan vntuk menggantungkan rangkaian keranjang.
Rancangan rangkaian keranjang dapat sedikit berbeda asalkan spesifikasi tabung
kaca dan ukuran kasa dipertahankan. Cakram Tiap tabung mempunyai cakram
berbentuk silinder dengan perforasi, tebal 9,5 mm ± 0,15 mm dan diameter 20,7
mm ± 0,15 mm. Cakram dibuat dari bahan plastik transparan yang sesuai,
mempunyai bobot jenis antara 1,18 hingga 1,20. Terdapat lima lubang berukuran
2 mm yang tembus dari atas ke bawah, salah satu lubang melalui sumbu silinder,
26
sedangkan lubang lain paralel terhadapnya dengan radius jarak 6 mm. Pada sisi
silinder terdapat 4 lekukan dengan jarak sama berbentuk V yang tegak lurus
terhadap ujung silinder. Ukuran tiap lekukan sedemikian hingga bagian yang
terbuka pada dasar silinder luasnya 1,60 mm persegi dan pada bagian atas silinder
lebar 9,5 mm dan dalam 2,55 mm. Seluruh permukaan cakram licin.
Prosedur:
Tablet tidak bersalut Masukkan 1 tablet pada masing-masing tabung dari
keranjang, masukkan satu cakram pada tiap tabung dan jalankan alat, gunakan air
bersuhu 37º ± 2º sebagai media kecuali dinyatakan menggunakan cairan lain
dalam masing-masing monografi. Pada akhir batas waktu seperti yang tertera
dalam monografi, angkat keranjang dan amati semua tablet: semua tablet harus
hancur sempurna. Bila 1 tablet atau 2 tablet tidak hancur sempurna, ulangi
pengujian dengan 12 tablet lainnya: tidak kurang 16 dari 18 tablet yang diuji harus
hancur sempurna.
Tablet bersalut bukan enterik Masukkan 1 tablet pada masing-masing tabung dari
keranjang, bila tablet mempunyai penyalut luar yang dapat larut, celupkan
keranjang dalam air pada suhu kamar selama 5 menit. Kemudian masukkan
cakram pada tiap tabung dan jalankan alat, gunakan cairan lambung buatan LP
bersuhu 37º ± 2º sebagai media. Setelah alat dijalankan telama 30 menit, angkat
keranjang dan amati semua tablet. Bila tablet tidak hancur sempurna, ganti dengan
cairan usus buatan LP bersuhu 37º ± 2º dan teruskan pengujian hingga jangka
waktu keseluruhan, termasuk pencelupan dalam air dan cairan lambung buatan LP
adalah sama dengan batas waktu yang dinyatakan dalam masing-masing
monografi ditambah 30 menit, angkat keranjang dan amati semua tablet: semua
tablet harus hancur sempurna. Bila 1 tablet atau 2 tablet tidak hancur sempurna,
ulangi pengujian dengan 12 tablet lainnya: tidak kurang 16 dari 18 tablet yang
diuji harus hancur sempurna.
Tablet salut enterik Masukkan 1 tablet pada masing-masing tabung dari
keranjang, bila tablet mempunyai penyalut luar yang dapat larut, celupkan
keranjang dalam air pada suhu kamar selama 5 menit. Tanpa menggunakan
cakram jalankan alat, gunakan cairan lambung buatan LP bersuhu 37º ± 2º sebagai
27
media. Setelah alat dijalankan selama satu jam, angkat keranjang dan amati semua
tablet: tablet tidak hancur, refak atau menjadi lunak. Kemudian masukkan satu
cakram pada tiap tabung dan jalankan alat, gunakan cairan usus buatan LP
bersuhu 37º ± 2º sebagai media selama jangka waktu 2 jam ditambah dengan
batas waktu yang dinyatakan dalam masing-masing monografi atau bila dalam
monografi dinyatakan hanya tablet salut enterik, maka hanya selama batas waktu
yang dinyatakan.dalam monografi. Angkat keranjang dan amati semua tablet:
semua tablet harus hancur sempurna. Bila 1 tablet atau 2 tablet tidak hancur
sempurna, ulangi pengujian dengan 12 tablet lainnya: tidak kurang 16 dari 18
tablet yang diuji harus hancur sempurna.
Tablet bukal Lakukan pengujian dengan prosedur seperti yang tertera pada Tablet
tidak bersalut, tanpa menggunakan cakram. Setelah 4 jam, angkat keranjang dan
amati semua tablet: semua tablet harus hancur. Bila 1 tablet atau 2 tablet tidak
hancur sempurna, ulangi pengujian dengan 12 tablet lainnya: tidak kurang 16 dari
18 tablet yang diuji harus hancur sempurna.
Tablet sublingual Lakukan pengujian dengan prosedur seperti yang tertera pada
Tablet iidak bersalut, tanpa menggunakan cakram. Amati tablet dalam batas
waktu yang dinyatakan dalam masing-masing monografi: semua tablet harus
hancur. Bila 1 tablet atau 2 tablet tidak hancur sempurna, ulangi pengujian dengan
12 tablet lainnya: tidak kurang 16 dari 18 tablet yang diuji harus hancur sempurna.
Kapsul gelatin keras Lakukan pengujian dengan prosedur seperti yang tertera pada
Tablet tidak bersalut, tanpa menggunakan cakram. Sebagai pengganti cakram
digunakan suatu kasa berukuran 10 mesh seperti yang diuraikan pada rangkaian
keranjang, kasa ini ditempatkan pada permukaan lempengan atas dari rangkaian
keranjang. Amati kapsul dalam batas waktu yang dinyatakan dalam masing-
masing monografi, semua kapsul harus hancur, kecuali bagian dari cangkang
kapsul. Bila 1 tablet atau 2 kapsul tidak hancur sempurna, ulangi pengujian
dengan 12 kapsul lainnya: tidak kurang 16 dari 18 kapsul yang diuji harus hancur
sempurna.
Kapsul gelatin lunak Lakukan pengujian dengan prosedur seperti yang tertera
pada Kapsul gelatin keras.
28
2.6. Disolusi
Uji ini digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan disolusi
yang tertera dalam masing-masing monografi untuk sediaan tablet dan kapsul,
kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah. Persyaratan disolusi
tidak berlaku untuk kapsul gelatin lunak kecuali bila dinyatakan dalam masing-
masing monografi. Bila pada etiket dinyatakan bahwa sediaan bersalut enterik,
sedangkan dalam masing-masing monografi, uji disolusi atau uji waktu hancur
tidak secara khusus dinyatakan untuk sediaan bersalut enterik, maka digunakan
cara pengujian untuk sediaan lepas lambat seperti yang tertera pada uji pelepasan
obat, kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi. Dari jenis alat
yang diuraikan disini, pergunakan salah satu sesuai dengan yang tertera dalam
masing-masing monografi.
Alat 1. Alat terdiri dari sebuah wadah bertutup yang terbuat dari kaca atau
bahan transparan lain yang inert, suatu motor, suatu batang logam yang
digerakkan oleh motor dan keranjang berbentuk silinder. Wadah tercelup sebagian
di dalam suatu tangas air yang sesuai berukuran sedemikian sehingga dapat
mempertahankan suhu dalam wadah pada 37º ± 0,5 ºC selama pengujian
berlangsung dan.menjaga agar gerakan air dalam tangas air halus dan tetap.
Bagian dari alat, termasuk lingkungan tempat alat diletakkan tidak dapat
memberikan gerakan, goncangan atau getaran signifikan yang melebihi gerakan
akibat perputaran alat pengaduk. Penggunaan alat yang memungkinkan
pengamatan contoh dan pengadukan selama pengujian berlangsung. Lebih
dianjurkan wadah disolusi berbentuk silinder dengan dasar setengah bola, tinggi
160 mm hingga 175 mm, diameter dalam 98 mm hingga 106 mm dan kapasitas
nominal 1000 ml. Pada bagian atas wadah ujungnya melebar, untuk mencegah
penguapan dapat digunakan suatu penutup yang pas. Batang logam berada pada
posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada tiap titik dari
sumbu vertikal wadah berputar dengan halus dan tanpa goyangan yang berarti.
Suatu alat pengatur kecepatan digunakan sehingga memungkinkan untuk memilih
kecepatan putaran yang dikehendaki dan mempertahankan kecepatan seperti yang
tertera dalam masing-masing monografi dalam batas lebih kurang 4%.
29
Komponen batang logam dan keranjang yang me-rupakan bagian dari
pengaduk terbuat dari baja tahan karat tipe 316 atau yang sejenis sesuai dengan
spesifikasi, kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, gunakan
kasa 40 mesh. Dapat juga digunakan keranjang berlapis emas setebal 0,0001 inci
(2,5 µm). Sediaan dimasukkan ke dalam keranjang yang kering pada tiap awal
pengujian. Jarak antara dasar bagian dalam wadah dan keranjang adalah 25 mm ±
2 mm selama pengujian berlangsung.
Alat 2. Sama seperti Alat 1, bedanya pada alat ini digunakan dayung yang
terdiri dari daun dan batang sebagai pengaduk. Batang berada pada posisi
sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dan 2 mm pada setiap titik dari sumbu
vertikal wadah dan berputar dengan halus tanpa goyangan yang berarti. Daun
melewati diameter batang sehingga dasar daun dan batang rata. Jarak 25 mm ± 2
mm antara daun dan bagian dalam dasar wadah dipertahankan selama pengujian
berlangsung. Daun dan batang logam yang merupakan satu kesatuan dapat disalut
dengan suatu penyalut inert yang sesuai. Sediaan dibiarkan tenggelam ke dasar
wadah sebelum dayung mulai berputar. Sepotong kecil bahan yang tidak bereaksi
seperti gulungan kawat berbentuk spiral dapat digunakan untuk mencegah
mengapungnya sediaan.
Uji kesesuaian alat Lakukan pengujian masing-masing alat menggunakan 1
tablet Kalibrator Disolusi FI jenis disintegrasi dan 1 tablet Kalibrator Disolusi FI
jenis bukan disintegrasi sesuai dengan kondisi percobaan yang tertera. Alat
dianggap sesuai bila hasil yang diperoleh berada dalam rentang yang
diperbolehkan seperti yang tertera dalam sertifikat dari kalibrator yang
bersangkutan.
Media disolusi digunakan pelarut seperti yang tertera dalam masing-masing
monografi. Bila Media disolusi adalah suatu larutan dapar, atur pH larutan
sedemikian hingga berada dalam batas 0,05 satuan pH yang tertera pada masing-
masing monografl. (Catatan gas terlarut dapat membentuk gelcmbung yang dapat
merubah hasil pengujian. Oleh karena itu, gas terlarut harus dihilangkan terlebih
dahulu sebelum pengujian dimulai). Waktu Bila dalam spesifikasi hanya terdapat
satu waktu, pengujian dapat diakhiri dalam waktu yang lebih singkat bila
30
persyaratan jumlah minimum yang terlarut telah dipenuhi. Bila dinyatakan dua
waktu atau lebih, cuplikan dapat diambil hanya pada waktu yang ditentukan
dengan toleransi ± 2%.
Prosedur untuk kapsul, tablet tidak bersalut dan tablet bersalut bukan
enterik. Masukkan sejumlah volume Media disolusi seperti yang tertera dalam
masing-masing monografi ke dalam wadah, pasang alat, biarkan Media disolusi
hingga suhu 37º ± 0,5º, dan angkat termometer. Masukkan 1 tablet atau 1 kapsul
ke dalam alat, hilangkan gelembung udara dari permukaan sediaan yang diuji dan
segera jalankan alat pada laju kecepatan seperti yang tertera dalam masing-masing
monografi. Dalam interval waktu yang ditetapkan atau pada tiap waktu yang
dinyatakan, ambil cuplikan pada daerah pertengahan antara permukaan Media
disolusi dan bagian atas dari keranjang berputar atau daun dari alat dayung, tidak
kurang 1 cm dari dinding wadah. Lakukan penetapan seperti yang tertera dalam
masing-masing monografi. Lanjutkan pengujian terhadap bentuk sediaan
tambahan. Bila cangkang kapsul mengganggu penetapan, keluarkan isi tidak
kurang dari 6 kapsul sesempuma mungkin, larutkan cangkang kapsul dalam
sejumlah volume Media disolusi seperti yang dinyatakan. Lakukan penetapan
seperti yang tertera dalam masing-masing monografi. Buat koreksi seperlunya.
Faktor koreksi lebih besar 25% dari kadar pada etiket tidak dapat
diterima.Interpretasi kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi,
persyaratan dipenuhi bila jumlah zat aktif yang terlarut dari sediaan yang diuji
sesuai dengan tabel penerimaan. Lanjutkan pengujian sampai tiga tahap kecuali
bila hasil pengujian memenuhi tahap S atau S. Harga Q adalah jumlah zat aktif
yang terlarut seperti yang tertera dalam masing-masing monografi, dinyatakan
dalam persentase kadar pada etiket.
2.7. Uji kadar zat aktif
3. Uji Keamanan/Toksisitas
Untuk menguji apakah ada bahan-bahan lain yang toksik dalam tablet
4. Uji Mikrobiologi
Terutama dilakukan pada tablet yang mengandung bahan-bahan yang
mudah ditumbuhi oleh mikroorganisme. Sering kali tablet bersalut lebih banyak
31
dikontaminasi oleh bakteri dibandingkan oleh tablet tidak bersalut karena
kelembaban internal tablet salut merupakan kondisi yang cocok untuk
pertumbuhan bakteri.
Lingkungan produksi yang kurang bersih juga merupakan lingkungan yang
sesuai untuk pertumbuhan mikroba. Oleh karena itu beberapa industri
memberikan persyaratan kemurnian yaitu batas angka mikroba.
Penyimpanan Tablet
Tablet harus disimpan dalam wadah yang tertutup rapat dan terlindung dari
cahaya, lembab, gesekan dan guncangan mekanik. Kondisi penyimpanan khusus
harus dicantumkan dalam etiket. Tablet harus cukup bertahan selama proses
penanganan, misal pada saat pengemasan dan transportasi, tanpa harus kehilangan
intregitasnya.
Untuk tablet efervesen, harus disimpan pada wadah yang tertutup sangat
rapat atau kemasan yang kedap terhadap lembab dan mungkin perlu ditambahkan
zat adsorbent seperti silika gel. Kondisi khusus penyimpanan dan pengemasan
direkomendasikan pada monograpi masing-masing (The International
Pharmacopoeia 3rd ed Vol.4 hal 28).
Cairan Obat Dalam
a. Stabilitas Kimia
Stabilitas kimia adalah kemampuan suatu produk untuk bertahan dalam
batas yangditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan, sifat
kimia dan karakteristiknyasarna dengan yang dimilikinya pada saat dibuat.
Stabilitas kimia pada sediaan sirup dilakukanuntuk mempertahankan keutuhan
kimiawi dan potensiasi yang tertera pada etiket dalam batasyang dinyatakan
dalam spesifikasi.
Uji stabilitas kimia sediaan sirup :
1.Identifikasi
2.Penetapan Kadar
b. Stabilitas Fisika
32
Stabilitas fisika adalah tidak terjadinya perubahan sifat fisik dari suatu
produk selamawaktu penyimpanan. Stabilitas fisika pada sediaan sirup dilakukan
untuk mempertahankankeutuhan fisik meliputi perubahan warna, perubahan rasa,
perubahan bau, perubahan tekstur atau penampilan.
Uji stabilitas fisika sediaan sirup :
1. Organoleptik seperti bau, rasa, warna
2. pH
3. Berat jenis
4. Viskositas
5. Kejernihan larutan
6. Volume terpindahkan
7. Kemasan, meliputi etiket, brosur, wadah, peralatan pelengkap seperti
sendok, no. Batch dan leaflet.
c. Stabilitas Mikrobiologi
Stabilitas mikrobiologi suatu sediaan adalah keadaan di mana sediaan bebas
darimikroorganisme atau tetap memenuhi syarat batas mikroorganisme hingga
batas waktutertentu. Stabilitas mikrobiologi pada sediaan sirup untuk menjaga
atau mempertahankan jumlah dan menekan pertumbuhan mikroorganisme yang
terdapat dalam sediaan sirup hingga jangka waktu tertentu yang diinginkan.
Uji stabilitas mikrobiologi sediaan sirup :
1. 1.Jumlah cemaran mikroba ( uji batas mikroba ), untuk sediaan oral (sirup,
tablet, granul,sirup kering, granul) dan rektal :
2. Total bakteri aerob : Tidak lebih dari 10.000 CFU / gram atau ml.
3. Total jamur/fungi : Tidak lebih dari 100 CFU / gram atau ml Escherichia
coli, staphyloccocus: negatif
4. 2.Uji efektivitas pengawet
5. 3.Untuk sediaan antibiotik dilakukan Penetapan Antibiotik secara
Mikrobiologi
33
d. Stabilitas Farmakologi
Stabilitas farmakologi pada sediaan sirup dilakukan untuk menjamin
identitas,kekuatan, kemurnian,dan parameter kualitas lainnya dalam kurun waktu
tertentu sehinggaefek terapi tidak berubah selarna usia guna sediaan sirup.
Uji stabilitas farmakologi sediaan sirup :
1.Pemerian : warna, bau, rasa
2.Identifikasi
3.Penetapan Kadar
e. Stabilitas Toksikologi
Stabilitas toksikologi sediaan sirup dilakukan untuk menguji kemampuan
suatu produk untuk bertahan dalam batas yang ditetapkan sepanjang periode
penyimpanan dan penggunaan, sifat dan karakteristiknya sarna dengan yang
dimilikinya pada saat dibuat sehingga tidak terjadi peningkatan bermakna dalam
toksisitas selama usia guna.
Uji stabilitas farmakologi sediaan sirup :
1.Pemerian : warna, bau, rasa
2.Identifikasi
3.Penetapan Kadar
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stabilitas Sediaan Sirup
1.Faktor Internal
Formulasi
Kemasan atau wadah primer
2. Faktor Eksternal
Suhu
pH
Pelarut
Kelembaban
Intensitas Cahaya
34
Ketidakstabilan dan Cara Menstabilkan Pada Sediaan Sirup
Sediaan sirup mengandung air dan gula sehingga merupakan media yang
sangat baik bagi pertumbuhan mikroorganisme sehingga harus ditambahkan
pengawet. Pengawet yangdapat digunakan antara lain nipagin dan nipasol dengan
perbandingan 0,18 : 0,02 (nipagin bersifat fungistatik dan nipasol bersifat
bakteriostatik) kombinasi ini efektif untuk pencegahan terjadinya pertumbuhan
bakteri dan jamur.
Zat aktif stabil pada pH tertentu oleh karena itu diperlukan dapar untuk
mempertahankan pH sediaan sirup.
Dapar yang biasa digunakan antara lain : dapar sitrat, dapar fosfat, dapar asetat.
Dalam sediaan sirup ada senyawa yang peka terhadap cahaya, maka
digunakan botol berwarna coklat.
Rasa sirup yang kurang menyenangkan dapat diberi pemanis dan perasa agar
penggunaannya lebih nyaman.
Untuk zat aktif yang mudah teroksidasi dalam sediaan sirup ditambahkan
antioksidan.Contohnya : asam askorbat, asam sitrat.
mencegah caplocking karena sirupus simplek maka ditambahkansorbitol/
gliserin/ propilenglikol 10% (sebagai pengental).
Sediaan cair biasanya bersifat voluminous pada saat disimpan sehingga perlu
dikemas pada wadah yang sesuai.
Sediaan Suspensi
Beberapa faktor yang mempengaruhi stabiltas suspensi adalah:
Ukuran Partikel
Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang partikel
tersebut serta daya tekan keatas dari cairan suspensi itu. Hubungan antara ukuran
partikel merupakan perbandingan terbalik dengan luas penampangnya. Sedangkan
antar luas penampang dengan daya tekan keatas merupakan hubungan linier.
Artinya semakin besar ukuran partikel maka semakin kecil luas penampangnya.
35
Kekentalan / Viskositas
Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan aliran dari cairan
tersebut, makin kental suatu cairan kecepatan alirannya makin turun (kecil). Hal
ini dapat dibuktikan dengan hukum ” STOKES”.
Jumlah Partikel / Konsentrasi
Apabila didalam suatu ruangan berisi partikel dalam jumlah besar, maka
partikel tersebut akan susah melakukan gerakan yang bebas karena sering terjadi
benturan antara partikel tersebut.Benturan itu akan menyebabkan terbentuknya
endapan dari zat tersebut, oleh karena itu makin besar konsentrasi partikel, makin
besar kemungkinan terjadinya endapan partikel dalam waktu yang singkat.
Sifat / Muatan Partikel
Dalam suatu suspensi kemungkinan besar terdiri dari beberapa macam
campuran bahan yang sifatnya tidak terlalu sama. Dengan demikian ada
kemungkinan terjadi interaksi antar bahan tersebut yang menghasilkan bahan
yang sukar larut dalam cairan tersebut. Karena sifat bahan tersebut sudah
merupakan sifat alami, maka kita tidak dapat mempengruhi.
Ukuran partikel dapat diperkecil dengan menggunakan pertolongan mixer,
homogeniser, colloid mill dan mortir. Sedangkan viskositas fase eksternal dapat
dinaikkan dengan penambahan zat pengental yang dapat larut kedalam cairan
tersebut. Bahan-bahan pengental ini sering disebut sebagai suspending agent
(bahan pensuspensi), umumnya besifat mudah berkembang dalam air
(hidrokoloid).Bahan pensuspensi atau suspending agent dapat dikelompokan
menjadi dua, yaitu:
1. Bahan pensuspensi dari alam
Bahan pensuspensi dari alam yang biasanya digunakan adalah jenis gom /
hidrokoloid. Gom dapat larut atau mengembang atau mengikat air sehingga
campuran tersebut membentuk mucilago atau lendir. Dengan terbentuknya
mucilago maka viskositas cairan tersebut bertambah dan akan menambah
stabilitas suspensi. Kekentalan mucilago sangat dipengaruhi oleh panas, PH, dan
proses fermentasi bakteri.
36
a. Termasuk golongan gom:
Contohnya: Acasia ( Pulvis gummi arabici), Chondrus, Tragacanth ,
Algin
b. Golongan bukan gom:
Contohnya: Bentonit, Hectorit dan Veegum
2. Bahan pensuspensi sintesis
a. Derivat Selulosa
Contohnya: Metil selulosa, karboksi metil selulosa (CMC), hidroksi
metil selulosa
b.Golongan organik polimer
Contohnya: Carbaphol 934
Penilaian Stabilitas Suspensi
1. Volume sedimentasi
Adalah suatu rasio dari volume sedimentasi akhir (Vu) terhadap volume
mula mula dari suspensi (Vo) sebelum mengendap.
2. Derajat flokulasi.
Adalah Suatu rasio volume sedimentasi akhir dari suspensi flokulasi (Vu)
terhadap volume sedimentasi akhir suspensi deflokulasi (Voc).
3. Metode reologi
Berhubungan dengan faktor sedimentasi dan redispersibilitas, membantu
menemukan perilaku pengendapan, mengatur vehicle dan susunan partikel untuk
tujuan perbandingan.
4. Perubahan ukuran partikel
Digunakan cara Freeze-thaw cycling yaitu temperatur diturunkan sampai
titik beku, lalu dinaikkan sampai mencair kembali. Dengan cara ini dapat dilihat
pertumbuhan kristal, yang pokok menjaga tidak terjadi perubahan ukuran partikel
dan sifat kristal.
37
Sediaan Semisolid
1. Salep
Evaluasi salep biasa dilakukan dengan beberapa pengujian sebagai berikut:
a. Daya Serap Air
Daya menyerap air diukur sebagai bilangan air, yang digunakan untuk
mengkarakterisasikan basis absorpsi. Bilangan air dirumuskan sebagai jumlah air
maksimal (g), yang mampu diikat oleh 100 g basis bebas air pada suhu tertentu
(umumnya 15-20o C) secara terus-menerus atau dalam jangka waktu terbatas
(umumnya 24 jam), dimana air tersebut digabungkan secara manual. Kedua
bilangan ukur tersebut dapat dihitung satu ke dalam yang lain melalui persamaan :
b. Kandungan Air
Ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk menentukan kandungan air
dalam salep:
• Penentuan kehilangan akibat pengeringan. Sebagai kandungan air digunakan
ukuran kehilangan massa maksimum (%) yang dihitung pada saat pengeringan
disuhu tertentu (umumnya 100-110oC).
• Cara penyulingan. Prinsip metode ini terletak pada penyulingan
menggunakan bahan pelarut menguap yang tidak dapat bercampur dengan air.
Dalam hal ini digunakan trikloretan, toluen, atau silen yang disuling sebagai
campuran azeotrop dengan air.
•Cara titrasi menurut Karl Fischer. Penentuannya berdasarkan atas perubahan
Belerang Oksida dan Iod serta air dengan adanya piridin dan metanol menurut
persamaan reaksi berikut:
I2 + SO2 + CH3OH + H2O -> 2 HI + CH3HSO4
Adanya pirin akan menangkap asam yang terbentuk dan memungkinkan
terjadinya reaksi secara kuantitatif.Untuk menghitung kandungan air digunakan
formula berikut :
% Air = f . 100 (a-b) P
f = harga aktif dari larutan standar (mg air/ml),
a = larutan standar yang dibutuhkan (ml),
b = larutan standar yang diperlukan dalam penelitian blanko (ml),
38
P = penimbangan zat (mg)
c. Konsistensi
Konsistensi merupakan suatu cara menentukan sifat berulang, seperti sifat
lunak dari setiap sejenis salap atau mentega, melalui sebuah angka ukur. Untuk
memperoleh konsistensi dapat digunakan metode sebagai berikut:
• Metode penetrometer.
• Penentuan batas mengalir praktis
d. Penyebaran
Penyebaran salap diartikan sebagai kemampuan penyebarannya pada kulit.
Penentuannya dilakukan dengan menggunakan entensometer.
e. Termoresistensi
Dihasilkan melalui tes berayun. Dipergunakan untuk mempertimbangkan
daya simpan salep di daerah dengan perubahan iklim (tropen) terjadi secara nyata
dan terus-menerus.
f. Ukuran Partikel
Untuk melakukan penelitian orientasi, digunakan grindometer yang
banyak dipakai dalam industri bahan pewarna.
Metode tersebut hanya menghasilkan harga pendekatan, yang tidak sesuai
dengan harga yang diperoleh dari cara mikroskopik, akan tetapi setelah dilakukan
peneraan yang tepat, metode tersebut daat menjadi metode rutin yang baik dan
cepat pelaksanaannya.
2. Gel
a. Organoleptis
Evaluasi organoleptis menggunakan panca indra, mulai dari bau, warna,
tekstur sedian, konsistensi pelaksanaan menggunakan subyek responden ( dengan
kriteria tertentu ) dengan menetapkan kriterianya pengujianya ( macam dan item ),
menghitung prosentase masing- masing kriteria yang di peroleh, pengambilan
keputusan dengan analisa statistik.
39
b. Evaluasi pH
Evaluasi pH menggunakan alat pH meter, dengan cara perbandingan 60 g :
200 ml air yang di gunakan untuk mengencerkan , kemudian aduk hingga
homogen, dan diamkan agar mengendap, dan airnya yang di ukur dengan pH
meter, catat hasil yang tertera pada alat pH meter.
c. Evaluasi daya sebar
Dengan cara sejumlah zat tertentu di letakkan di atas kaca yang berskala.
Kemudian bagian atasnya di beri kaca yang sama, dan di tingkatkan bebanya, dan
di beri rentang waktu 1 – 2 menit. kemudian diameter penyebaran diukur pada
setiap penambahan beban, saat sediaan berhenti menyebar ( dengan waktu tertentu
secara teratur ).
d. Evaluasi penentuan ukuran droplet
Untuk menentukan ukuran droplet suatu sediaan krim ataupun sediaan
emulgel, dengan cara menggunakan mikroskop sediaan diletakkan pada objek
glass, kemudian diperiksa adanya tetesan – tetesan fase dalam ukuran dan
penyebarannya.
e. Uji aseptabilitas sediaan.
Dilakukan pada kulit, dengan berbagai orang yang di kasih suatu quisioner
di buat suatu kriteria , kemudahan dioleskan, kelembutan, sensasi yang di
timbulkan, kemudahan pencucian. Kemudian dari data tersebut di buat skoring
untuk masing- masing kriteria. Misal untuk kelembutan agak lembut, lembut,
sangat lembut.
3. Pasta
Dibagi dalam tiga kelompok, yaitu :
a. Evaluasi Fisik.
Homogenitas diantara dua lapis film, secara makroskopis : alirkan di atas
kaca.Konsistensi, tujuan : mudah dikeluarkan dari tube dan mudah dioleskan.
Pengukuran konsistensi dengan pnetrometer. Konsistensi / rheologi dipengaruhi
suhu; sediaan non dipengaruhi oleh waktu istirahat oleh karena itu harus
dilakukan pada keadaan yang identik.Bau dan warna untuk melihat terjadinya
40
perubahan fasa. pH, pH berhubungan dengan stabilitas zat aktif, efektifitas
pengawet, keadaan kulit.
b. Evaluasi Kimia.
Kadar dan stabilitas zat aktif dan lain-lain
c. Evaluasi Biologi.
Kontaminasi mikroba.Salep mata harus steril untuk salep luka bakar, luka
terbuka dan penyakit kulit yang parah juga harus steril. Potensi zat
aktif.Pengukuran potensi beberapa zat antibiotik yang dipakai secara topikal.
4. Krim
Dibagi dalam tiga kelompok :
a. Evaluasi Fisik.
Homogenitas diantara dua lapis film, secara makroskopis : alirkan di atas
kaca.Konsistensi, tujuan : mudah dikeluarkan dari tube dan mudah dioleskan.
Pengukuran konsistensi dengan pnetrometer. Konsistensi / rheologi dipengaruhi
suhu; sedian non newton dipengaruhi oleh waktu istirahat oleh karena itu harus
dilakukan pada keadaan yang identik.
Bau dan warna untuk melihat terjadinya perubahan fasa. pH, pH
berhubungan dengan stabilitas zat aktif, efektifitas pengawet, keadaan kulit.
b. Evaluasi Kimia.
Kadar dan stabilitas zat aktif dan lain-lain.
c. Evaluasi Biologi.
1) Kontaminasi mikroba.
Salep mata harus steril untuk salep luka bakar, luka terbuka dan penyakit
kulit yang parah juga harus steril.
2) Potensi zat aktif.
Pengukuran potensi beberapa zat antibiotik yang dipakai secara topical
41
Parameter standarisasi produk
Jenis Uji Ra
Jang
an
Ser
buk
Pil
Tablet
Kapsul
Sirup
Susp.
Salep
krim
Lini
ment
bedak parem Metode analisis
Organoleptis + + + + + + + + Warna, bau,rasa
Makroskopis + - - + - - - - Bentuk luar
Mikroskopis + + - + - - + + Fragmen spesifik
Kebenaran
komposisi
+ + + + + + + + KLT, HPLC, GC,
Spektro
Standarisasi + + + + + + + + KLT, HPLC, GC
Cemaran
mikroba
+ + + + - - + + Uji mikrobiologi
Cemaran metal + + + + - - - - AAS, Spektros
Cemaran org.
asing
+ + - - - - - - Makro,mikroskopis
Kadar air + + + - - - - - Grav,dest, titrasi
Keseragaman
bobot
- + + - + - + + Penimbangan
Zat tambahan - - + + + + - - Organ. Kromato
Waktu hancur - - + - - - - - Uji waktu hancur
Keseragaman
volum
- - - + - + - - Pengukuran vol.
Kadar EtOH - - - + - - - - Destilasi, GC
Kadar MeOH - - - + - - - - Destilasi GC
Kadar Gula - - - + - - - - Spektroskopi
Homogenitas - - - - + - - - Mikroskopis
Derajat halus - + - - - - + - Pengayakan
42
KESIMPULAN
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran
dari bahan tersebut, yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman (DepKesRI). Menurut data dari Riset kesehatan Dasar
(RisKesDas) 2010, sebanyak 55, 3 persen masyarakat Indonesia menggunakan
jamu untuk menjaga kesehatan
Standarisasi didefinisikan sebagai petunjuk penetapan kualitas produk
obat herbal yang mengatur preparasi produkobat herbal meliputi isi dari
konstituen atau kelompok dari senyawa-senyawa dengan efek terapeutik.
Sebagai salah satu persyaratan obat tradisional yang akan di produksi dan
diedarkan perlu didaftarkan terlebih dahulu.
Oleh karena itu maka untuk menjamin pemakaian obat obat tradisional perlu
upaya untuk menjamin keamanan dan khasiat melalui upaya standarisasi.Maka
dalam hal ini pemerintah menetapkan standarisasi sebagai jaminan mutu dari
sediaan obat tradisional agar aman dan dapat mencapai tujuan pengobatan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
ditetapkanlah standarisasi tersebut.Pemeerintah mengeluarkan Surat
Keputusannya yaitu SK/Menkes/Per/VII/1994 tentang persyaratan obat
tradisional.Persyaratan tersebut meliputi berbagai sistem standarisasi dalam
rangka menjamin kualitas sediaan obat tradisional serta menjaga keamanan
penggunaan dan khasiat serta efektifitas pengobatannya.
Maka berdasarkan SK tersebut persyaratannya meliputi parameter
standarisasi sebagai berikut :
1. Penyimpangan keseragaman bobot dan volume
2. Kadar Air dan alkohol, yaitu untuk kadar air yang berasal dari simplisia
tersebut menurut Farmakope Indonesia atau Materia Medika tidak lebih dari
10% sedangkan untuk kadar alkohol biasanya berkisar antara 10-12% dan
alkohol berfungsi meningkatkan kelarutan zat aktif,menjaga stabilitas dan
lama penyimpanan.
43
3. Uji waktu hancur yaitu makin cepat zat aktif obat tradisional tersebut hancur
maka akan makin cepat diserap oleh tubuh sehingga akan makin cepat pula
bereaksi
4. Uji Mikroba patogen yaitu mikroba yang apabila masuk ke dalam tubuh
manusia maka akan menyebabkan suatu penyakit dan harus dinyatakan
negatif mengandung mikroba patogen, biasanya meliputi mikroba Obat
tradisional adalah Salmonella,Escherichia Coli, Pseudomonas
aeruginosa,Clostridium perftingens, Candida albicans, Bacillus antracis,
Staphyllococcus aureus.
5. Uji kapang dan kamir, yang termasuk dalam kategori kapang yaitu
aspergillus flavus dan Microporum canis,Tricophyton
mentagrophytes,sedangkan yang termasuk dalam kategori khamir yaitu ragi
ato lebih dikenal dengan yeast yang dilakukan uji dengan metodea cawan
agar tuang.
6. Cemaran aflatoksin yaitu berupa Aflatoksin B1,B2,G1 dan G2 yang
merupakan mikotoksin yang dihsilkan dari kapang Aspergillus flavus dan
Aspergillus parasiticus,dengan menggunakan metode ELISA dan ditetapkan
menurut standar Farmakope bahwa kadar cemaran aflatoksin tidak boleh
lebih dari 30 ppm.
7. Uji Angka Lempeng Total yang meliputi cara tetes,cara sebar dan cara tuang
(BPOM 2008), uji ini dalam rangka mengetahui jumlah mikroba yang ada
pada suatu sampel obat yaitu angka ALT anaerob mesofil n aerob mesofil.
8. 8.Bahan Tambahan yaitu meliputi pengawet yang kadarnya tidak boleh lebih
dari 0,1% dan juga pemanis,pewarna dan pengisi.
9. Zat Aktif atau identitas yang meliputi pola kromatogram dan chemical
markernya.
10. Uji stabilitas yang meliputi visual/organoleptis, kekerasan, friabilitas,
keseragaman kandungan, uji waktu hancur, dissolusi, kadar zat aktif dan
sedangkan untuk sediaan zat cair meliputi uji stabilitas kimia,stabilitas fisika,
stabilitas mikrobiologi, stabilitas farmakologi, stabilitas toksikologi dan
sedangkan sediaan semi solid seperti salep meliputi uji daya serap
44
air,penyebaran,termoresitensi dan ukuran partikelnya dan sediaan dalam
bentuk gel meliputi uji organoleptis, evaluasi pH, evaluasi daya sebar,
evaluasi ukuran doplet, uji aseptabilitas sediaan, dan untuk produk krim dan
pasta meliputi uji fisika,uij kimia dan uji biologis.
45
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2000, G, cetakan I, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
BPOM, 2008, Pengujian Mikrobiologi Pangan, http://www.pilciran-rakyat.com,
Diakses tanggal 3 Oktober 2013.
BPOM RI, 2006, Metode Analisis Mikrobiologi Suplemen 2000, Pusat Pengujian
Obat Dan Makanan Badan Pengawasan Obat Dan Makanan Republik
Indonesia : Jakarta.
Burgess, G. W, 1995, Prinsip Dasar ELISA dan Variasi Konfigurasinya,
Teknologi ELISA dalam Diagnosis dan Penelitian, G. W. Burgess (Ed)
Wayan T. Ariana (terjemahan), Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Menkes RI, 1994, Persyaratan Obat Tradisional, Kepmenkes : Jakarta.
Wahid, 2012, Teknik-teknik ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay)
sebagai Alat Dianosis Ampuh dalam Bidang Medis, Patologi Tumbuhan,
serta Berguna dalam Bidang Industri, (http://wahid-
biyobe.blogspot.com/2012/12/teknik-teknik-elisa-enzyme-linked.html
diakses pada tanggal 3 Oktober 2013).