makalah k3 klmpok 13
TRANSCRIPT
MAKALAH KESEHATAN & KESELAMATAN KERJA
“ CUACA KERJA ”
Disusun Oleh :
Kelompok 13
Irma Suryanti L2J008038
Khairul Amri L2J008040
Nurlita Harsanti L2J008051
Renita Muninggar L2J008061
Alfiza Fahmi L2J008080
Rani Andri L2J007045
Ichsan Luhur L2J605299
Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro
2010
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas kerja adalah dengan
memberikan perlindungan pada buruh selama dia bekerja. Perlindungan ini diberikan
dengan maksud agar buruh merasa aman dan nyaman bekerja di lingkungan kerjanya.
Perlindungan kepada buruh selama menjalankan pekerjaan dengan mengikutsertakan
buruh dalam program Jaminan Sosial Tenaga Kerja menjadi kewajiban yang harus
dilaksanakan oleh Pengusaha. K3 diartikan sebagai bidang kegiatan yang ditujukan
untuk mencegah semua jenis kecelakaan yang ada kaitannya dengan lingkungan dan
situasi kerja. Secara umum keselamatan kerja dapat dikatakan sebagai ilmu dan
penerapannya yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses
pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungan kerja serta cara melakukan
pekerjaan guna menjamin keselamatan tenaga kerja dan aset perusahaan agar terhindar
dari kecelakaan dan kerugian lainnya.
Keselamatan kerja juga meliputi penyediaan APD, perawatan mesin dan
pengaturan jam kerja yang manusiawi. Dalam K3 juga dikenal istilah Kesehatan Kerja,
yaitu : suatu ilmu yang penerapannya untuk meningkatkan kulitas hidup tenaga kerja
melalui peningkatan kesehatan, pencegahan Penyakit Akibat Kerja meliputi
pemeriksaan kesehatan, pengobatan dan pemberian makan dan minum bergizi. Dalam
pelaksanaannya K3 adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja
yang aman, sehat dan bebas dari pencemaran lingkungan.
1.2 Tujuan Penyusunan
Adapun penyusunan makalah ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui pengertian dan penerapan K3 dalam lingkungan kerja
2. Mengetahui penerapan cuaca kerja dalam K3
3. Mengetahui studi kasus cuaca kerja yang ada di lapangan
4. Memenuhi tugas mata kuliah Keselamatan dan kesehatan kerja
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapan
guna mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit yang disebabkan oleh
pekerjaan dan lingkungan kerja. Beberapa pengertian terkait kesehatan dan keselamatan kerja
1. Kesehatan Kerja
Upaya-upaya yang ditujukan untuk memperoleh kesehatan yang setinggi-tingginya
dengan cara mencegah dan memberantas penyakit yang diidap oleh pekerja,
mencegah kelelahan kerja dan menciptakan lingkungan kerja yang sehat.
2. Keselamatan Kerja.
Upaya-upaya yang ditujukan untuk melindungi pekerja; menjaga keselamatan orang
lain; melindungi peralatan, tempat kerja dan bahan produksi; menjaga kelestarian
lingkungan hidup dan melancarkan proses produksi.
3. Tempat Kerja
Tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana pekerja
bekerja atau yang sering dimasuki untuk keperluan pekerjaan.
2.2 Pengertian Cuaca Kerja atau Iklim Kerja
Cuaca kerja atau Iklim kerja adalah hasil perpaduan antara suhu, kelembaban,
kecepatan gerakan udara dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh
tenaga kerja sebagai akibat pekerjaannya. Cuaca kerja dapat disebut juga dengan iklim kerja.
Cuaca kerja atau iklim kerja adalah kombinasi dari :
Suhu udara
Kelembaban udara
Kecepatan gerakan udara
Suhu radiasi
Dari keempat kombinasi di atas, jika dihubungkan dengan produksi panas oleh
tubuh akan menyebabkan tekanan panas (heat stress). Sumber panas di tempat kerja ada
tiga macam, yaitu :
Iklim kerja setempat
Keadaan udara di tempat kerja, ditentukan oleh faktor – faktor keadaan antara lain
suhu udara, penerangan, kecepatan gerakan udara dan sebagainya.
Proses produksi dan mesin
Mesin mengeluarkan panas secara nyata sehingga lingkungan kerja menjadi panas.
Kerja otot
Tenaga kerja dalam melakukan pekerjaan memerlukan energi yang diperlukan dalam
proses oksidasi untuk menghasilkan energi berupa panas.
Setiap tenaga kerja satu dengan tenaga kerja yang lain memiliki perbedaan reaksi
jika terpapar lingkungan yang panas. Berikut ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi
perbedaan tersebut :
1. Umur
Pada orang yang berusia lanjut akan lebih sensitif terhadap cuaca panas bila
dibandingkan dengan orang yang lebih muda. Hal ini disebabkan oleh kemampuan
berkeringat orang yang berusia lanjut lebih lambat dibandingkan dengan orang yang
berusia lebih muda dan kemampuan orang yang berusia lebih muda biasanya lebih
cepat dalam mengembalikan suhu tubuhnya menjadi dibandingkan dengan orang yang
berusia lanjut.
2. Jenis kelamin
Pada dasarnya, kemampuan berkeringat laki-laki dan perempuan hampir sama
pada saat cuaca panas, namun yang membedakan adalah aklimatisasi wanita tidak
sebaik laki-laki. Wanita lebih tahan dengan suhu dingin daripada suhu panas. Hal itu
disebabkan karena kardiovosa wanita lebih kecil dibandingkan dengan pria.
3. Kebiasaan
Seorang tenaga kerja yang terbiasa dengan suhu panas tentu saja lebih bisa
menyesuaikan diri dibandingkan dengan tenaga kerja yang tidak terbiasa dengan suhu
panas.
4. Ukuran tubuh
Orang yang berbadan kecil mengalami tekanan panas yang lebih besar tingkatannya.
5. Aklimatisasi
Alkimatisasi terhadap suhu tingi merupakan hasil penyesuaian diri seseorang
terhadap lingkungan yang ditandai dengan menurunnya frekuensi denyut nadi dan
suhu mulut atau suhu badan akibat pembentukan keringat. Aklimatisasi juga dapat
diperoleh dengan bekerja pada suatu lingkungan kerja yang tinggi untuk beberapa
waktu yang lama. Biasanya aklimatisasi terhadap panas akan tercapai sesudah dua
minggu bekerja di tempat tersebut.
6. Suhu udara
Suhu yang pas sekitar 24 - 26⁰C. Bagi orang Indonesia suhu panas berakibat
menurunnya prestasi kerja, cara berfikir.
7. Masa kerja
Secara umum lamanya seseorang menjalani suatu pekerjaan akan
mempengaruhi sikap dan tindakan dalam bekerja. Semakin lama seseorang menekuni
pekerjaan, maka penyesuaian diri dengan lingkungan kerjanya semakin baik.
8. Lama kerja
Waktu kerja bagi seseorang menentukan efisiensi dan produktivitas. Segi
terpenting bagi persoalan waktu kerja meliputi:
Lamanya seseorang mampu bekerja dengan baik
Hubungan antara waktu bekerja dan istirahat.
Waktu bekerja sehari menurut periode yang meliputi siang dan malam hari.
2.3 Panas Tubuh
Panas tubuh manusia pada dasarnya diakibatkan oleh :
1. Proses panas dalam tubuh akibat proses metabolisme, kegiatan fisik, makanan dan
penyakit.
2. Proses fisika pertukaran panas. Granjean ( 1986 ) membagi proses fisika perpindahan
panas menjadi 4 yaitu :
a. Konduksi
Konduksi adalah transfer panas dari atom ke atom atau dari molekul ke
molekul melalui transfer berturut-turut dari energi kinetik. Kehilangan panas melalui
konduksi udara akan menyebarkan panas dari proses produksi yang cukup
besar walaupun dalam keadaan normal. Panas adalah suatu energi kinetik dari
molekul, dan molekul yang menyusun mesin terus-menerus mengalami gerakan
vibrasi. Sebagian besar energi dari gerakan ini dipindahkan ke udara bila
suhu udara lebih rendah dan mengakibatkan meningkatnya kecepatan
gerakan molekul udara. Suhu mesin yang berlekatan dengan udara
menjadikan suhu udara sama dengan suhu permukaan mesin. Jika suhu udara dan
permukaan mesin sama, maka tidak terjadi lagi kehilangan panas dari
permukaan mesin ke udara. Oleh sebab itu konduksi panas dari permukaan mesin ke
udara mempunyai keterbatasan kecuali udara yang dipanaskan bergerak
sehingga timbul udara baru (perpindahan panas melalui sentuhan atau kontak).
b. Konveksi
Udara yang tidak panas secara terus menerus disebarkan melalui
udara yang bergerak, fenomena semacam ini disebut konveksi udara.
Kehilangan panas melalui konveksi udara disebut konveksi. Panas dapat
didapatkan atau dihilangkan dengan jalan konveksi ke udara, air atau cairan
lain yang kontak dengan tubuh dan media lain yang berdekatan menghasilkan
perpindahan panas dengan konduksi sejalan atau sesuai dengan tingkat panas.
Jika media berpindah, panas akan berpindah dengannya. Hal tersebut adalah
pertukaran panas dengan cara konveksi, analog dengan pertukaran dari larutan melalui
besarnya aliran. Walaupun ketika kita diam tak bergerak, udara di sekitar
kita bergerak karena udara mengembang akibat menyerap panas dari tubuh kita.
Panas yang dihasilkan selama proses produksi akan menyebar ke
seluruh lingkungan kerja, sehingga mengakibatkan suhu udara di lingkungan kerja
juga meningkat (yaitu perpindahan panas oleh udara di sekitar sumber panas).
c. Radiasi
Perpindahan panas dari proses produksi ke lingkungan kerja terjadi secara
radiasi adalah proses perpindahan panas dimana permukaan obyek
seluruhnya secara konstan memancarkan panas dalam bentuk gelombang
elektromagnetik. Laju pancaran ditentukan oleh suhu dari permukaan radiasi.
d. Evaporasi
yaitu perpindahan panas karena menguapnya keringat.
Manusia harus mempertahankan panas tubuh selalu konstan yaitu 37 °C - 38°C
yang merupakan syarat agar organ vital seperti otak dan jantung dapat berfungsi normal.
Adapun proses pengaturan keseimbangan panas tubuh menurut Nurmianto ( 1996 ) yaitu
sel- sel syaraf hypothalamus menerima informasi temperatur tubuh melelui syaraf
sensorik di kulit. Kemudian pusat pengendali mengirim jawaban agar temperatur tubuh
tetap konstan. Panas tubuh dikendalikan dengan cara :
Mengatur aliran darah
Mengatur keluarnya keringat melalui pori- pori
Merubah tonus otot.
2.4 Karateristik Cuaca Kerja
Suhu ekstrim merupakan bahaya kesehatan di tempat kerja yang disebabkan
karena suhu sangat rendah atau suhu sangat tinggi. Keadaan ini biasa disebabkan oleh
iklim yang ada, juga dapat ditimbulkan karena dalam proses produksi memerlukan
temperatur ekstrim.
2.4.1 Suhu dingin
Untuk mengidentifikasi adanya bahaya temperatur dingin dapat ditemui pada
karyawan yang bekerja pada pabrik freezer, pengepalan daging, fasilitas cold storage
dan pertanian di daerah kutub. Terdapat kumpulan sinyal dari kulit dan core
(kumpulan organ-organ dalam tubuh) yang terintegrasi dengan porsi otak yaitu
hypothalamus. Hypothalamus berfungsi sebagai pengatur fungsi organ-organ tubuh
termasuk suhu tubuh dan bekerja seperti thermostat yang mengatur dan memelihara
suhu normal. Tetapi karena terdapat pengaruh suhu luar tubuh sangat dingin maka
kerja hyputhalamus menjadi terganggu dan hal ini mempengaruhu tubuh, diantaranya :
1. Mengurangi efisiensi dengan keluhan kaku dan kurangnya koordinasi otot.
2. Chilblains, yaitu kelainan pada bagian-bagian tubuh menjadi bengkak, merah,
panas, dan sakit yang diselingi dengan gatal-gatal.
3. Trench foot, yaitu kerusakan anggota tubuh terutama pada kaki oleh kelembaban
yang dingin.
4. Frostbite
akibat terpapar temperature yang sangat dingin, dan dapat menimbulkan ganggren.
5. Hypothermia, yaitu perasaan yang sangat dingin sampai menggigil dan
menyebabkan denyut jantung pelan dan kadang-kadang tidak teratur, tekanan
darah lemah, kulit dingin, pernapasan tidak teratur, dan bisa terjadi koleps. Hal ini
terjadi pada temperature 2-10 oC. pengaruh tersebut juga tergantung dari keadaan
individu, yaitu tergantung dari daya tahan tubuh, keadaan fitness, umur, dan
budaya.
6. Raynuond’s phenomenon yaitu keadaan pucat pada daerah jari. Raynound’s
phenomenon ini dikaitkan dengan sejumlah penyakit termasuk sistemik
scleroderma, pulmonary hipertention, multiple sklerosis yang juga disebut
penyakit raynound’s.
2.4.2 Suhu panas
Bahaya suhu panas (heat stress) dapat ditemukan pada perusahaan yang
menggunakan peralatan yang memerlukan panas tinggi, misalnya pengecoran biji besi
atau baja, ruang pembakaran, ruang boiler, atau peralatan-peralatan lainnya yang
dalam operasinya memerlukan suhu tinggi. Pengaruh heat stress terhadap tubuh
adalah:
1. Heat Train
Serangkaian respon physilogis terhadap heat stress yang direfleksikan pada derajat
heat stress yang dapat menimbulkan gangguan perasaan tidak nyaman sampai
terjadi heat disolder.
2. Heat Cramp
Gangguan yang disebabkan oleh karena terpapar suhu yang sangat tinggi dapat
menyebabkan meningkatnya temperature tubuh, kekurangan cairan dalam tubuh
yang menyebabkan kekurangan garam natrium dalam tubuh.
3. Heat Exhaution
Terjadi karena pengaruh cuaca yang sangat panas, terutama bagi mereka yang
tidak teraklimitasi. Penderita keluar keringat sangat banyak, tetapi suhu badan
dalam keadaan normal atau sub normal, tekanan darah menurun dan nadi lebih
cepat, terasa lemah, dan bisa terjadi pingsan.
4. Heat stroke
Terjadi karena terpapar panas sangat tinggi, dan dengan pekerjaan yang sangat
berat dan belum teraklimatisasi. Gejalanya adalah suhu badan naik, kulit kering
dan panas , vertigo. Tremor, dan konvulsi.
Menurunnya prestasi kerja pikir
Mengurangi kelincahan kerja
Mengganggu kecermatan kerja otak
Mengganggu koordinasi syaraf sensoris
Dehidrasi
2.5 Undang- Undang Yang Berlaku Untuk Cuaca Kerja
Adapun peraturan pemerintah yang berlaku terkait dengan cuaca kerja yaitu
Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor : KEP.51/MEN/1999
Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja. Di dalam Pasal 1 dijelaskan
beberapal yaitu :
1. Tenaga kerja adalah tiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di
dalam maupun di luar hubungan kerja, guna menghasilkan jasa atau barang untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat.
2. Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau
tetap, dimana tenaga kerja melakukan pekerjaan atau yang sering dimasuki
tenaga.
3. Nilai Ambang Batas yang selanjutnya disingkat NAB adalah standar faktor
tempat kerja yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau
gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam
sehari atau 40 jam seminggu.
4. Faktor fisika adalah faktor di dalam tempat kerja yang bersifat fisika
yang dalam keputusan ini terdiri dari iklim kerja, kebisingan, getaran, gelombang
mikro dan sinar ultra ungu.
5. Iklim kerja adalah hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan gerakan udara
dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja sebagai
akibat dari pekerjaannya.
6. Suhu kering (Dry Bulb Temperature) adalah suhu yang ditunjukan oleh termometer
suhu kering.
7. Suhu basah alami (Natural Wet Bulb Temperature) adalah suhu yang ditunjukan oleh
termometer bola basah alami (Natural Wet Bulb Thermometer).
8. Suhu bola (Globe Temperature) adalah suhu yang ditunjukan oleh
termometer bola (Globe Thermometer).
9. Indeks Suhu Basah dan Bola (Wet Bulb Globe Temperature Index) yang
disingkat ISBB adalah parameter untuk menilai tingkat iklim kerja yang
merupakan hasil perhitungan antara suhu udara kering, suhu basah alami dan suhu
bola.
2.6 Pengukuran Iklim Kerja
Ada beberapa ukuran iklim kerja yang perlu diketahui :
Suhu kering
Suhu basah ( suhu basah alami, suhu basah psikometrik )
Suhu bola ( globe temperture)
Pengukuran suhu basah dan suhu kering menggunakan peralatan yang
sama yaitu thermometer suhu udara, perbedaannya terletak pada pemasangan kain
katun pada bola ( bulb) thermometer tersebut. Suhu basah menunjukkan keadaan uap
air dan angin di udara. Suhu bola atau suhu radiasi merupakan pengukuran
suhu akibat adanya radiasi panas di lingkungan. Radiasi panas bisa berasal
dari sinar matahari, proses produksi ataupun proses metabolisme tubuh.
Kelembaban udara mengukur banyaknyanya uap air yang berada di udara sedangkan
k ecepatan gerakan udara atau angin merupakan pengukuran terhadap gerakan udara. Di
Indonesia, parameter yang digunakan untuk menilai tingkat iklim kerja adalah Indeks Suhu
Basah dan Bola (ISBB).
Hal ini telah ditentukan dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor:
Kep 51/MEN/1999, Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Di Tempat Kerja, pasal 1
ayat 9 berbunyi : Indeks suhu Basah dan Bola (Wet Bulb Globe Temperature
Index) yang disingkat ISBB adalah parameter untuk menilai tingkat iklim
kerja yang merupakan hasil perhitungan antara suhu udara kering, suhu basah alami
dan suhu bola. Cara mengukur tekanan panas :
1. Indeks Tekanan Panas Belding Hatch ( BHI ): diukur berdasarkan banyaknya keringat
yang diperlukan untuk mengimbangi panas dan kapasitas maksimal tubuh berkeringat.
Dipengaruhi oleh suhu kering, suhu basah, kecepatan,, aliran udara dan produksi
panas tubuh.
2. Indeks suhu basah dan bola ( ISBB ) atau wet Bulb Globe Temperature ( WBGT ) :
Di dalam ruangan
0,7 Tnwb + 0,2 Tg + 0,1 Ta
0,7 Suhu basah + 0,2 Suhu radiasi/suhu bola + 0,1 suhu kering
Di luar ruangan
0,7 Tnwb + 0,3 Tg
Lingkungan kerja yang panas lebih banyak menimbulkan permasalahan
daripada lingkungan kerja yang dingin. Hal ini karena, umumnya manusia lebih mudah
melindungi dirinya dari pengaruh suhu udara yang rendah daripada suhu udara yang
tinggi.
Tabel 2.1
Nilai Ambang Batas Iklim Kerja
Indeks Suhu Basah dan Bola ( ISBB ) Yang Diperkenankan
Pengaturan Waktu kerja Setiap hari
ISBB
Beban kerja
Waktu Kerja Waktu Istirahat Ringan Sedang Berat
Bekerja terus menerus
( 8 jam per hari ) - 30 26,7 25
75 % kerja 25 % kerja 30,6 28 25,9
50 % kerja 50 % kerja 31,4 29,4 27,9
25 % kerja 75 % kerja 32,2 31,1 30
Indeks Suhu Basah dan Bola untuk di luar ruangan dengan panas radiasi : ISBB : 0,7 suhu
basah alami + 0,2 suhu bola + 0,1 suhu kering
Indeks Suhu Basah dan Bola untuk di dalam atau di luar ruangan tanpa panas radiasi : ISBB
0,7 suhu basah alami + 0,3 suhu bola.
Catatan : Beban kerja ringan membutuhkan kalori 100 – 200 Kilo kalori/jam
Beban kerja sedang membutuhkan kalori >200 – 350 Kilo kalori/jam
Beban kerja berat membutuhkan kalori > 350 – 500 Kilo kalori/jam
2.7 Studi Kasus Cuaca Kerja Pada Pekerjaan Konstruksi
Industri jasa konstruksi merupakan salah satu sektor industri yang
memiliki risiko kecelakaan kerja yang cukup tinggi. Berbagai penyebab utama
kecelakaan kerja pada proyek konstruksi adalah hal-hal yang berhubungan
dengan karakteristik proyek konstruksi yang bersifat unik, lokasi kerja yang
berbeda-beda, terbuka dan dipengaruhi cuaca, waktu pelaksanaan yang terbatas,
dinamis dan menuntut ketahanan fisik yang tinggi, serta banyak menggunakan
tenaga kerja yang tidak terlatih. Ditambah dengan manajemen keselamatan kerja yang
sangat lemah, akibatnya para pekerja bekerja dengan metoda pelaksanaan konstruksi
yang berisiko tinggi. Untuk memperkecil risiko kecelakaan kerja, sejaka awal
tahun 1980an pemerintah telah mengeluarkan suatu peraturan tentang
keselamatan kerja khusus untuk sektor konstruksi, yaitu Peraturan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi No. Per-01/Men/1980.Peraturan mengenai keselamatan kerja
untuk konstruksi tersebut, walaupun belum pernah diperbaharui sejak dikeluarkannya
lebih dari 20 tahun silam, namun dapat dinilai memadai untuk kondisi minimal di Indonesia.
Hal yang sangat disayangkan adalah pada penerapan peraturan tersebut di
lapangan. Rendahnya kesadaran masyarakat akan masalah keselamatan kerja,
dan rendahnya tingkat penegakan hukum oleh pemerintah, mengakibatkan penerapan
peraturan keselamatan kerja yang masih jauh dari optimal, yang pada akhirnya
menyebabkan masih tingginya angka kecelakaan kerja. Penyebab dari kecelakaan
konstruksi ini yaitu karateristik proyek konstruksi yang bersifat unik, lokasi yang berbeda-
beda dan terbuka yang dipengaruhi oleh cuaca, keterbatasan waktu, ketahanan fisik tinggi,
tenaga kerja tidak terlatih. Hinze dan Bren (1997) mengestimasi jumlah kasus di Amerika
Serikat yang mencapai 100 kematian dan 7000 cacat tetap per tahun akibat tertimbun longsor
dinding galian serta kecelakaan- kecelakaan lainnya dalam pekerjaan galian, hal ini dipicu
oleh cuaca kerja dan keterbatasan waktu pengerjaan.
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari makalah ini yaitu :
1. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapan
guna mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit yang disebabkan
oleh pekerjaan dan lingkungan kerja.
2. Cuaca kerja atau Iklim kerja adalah hasil perpaduan antara suhu, kelembaban,
kecepatan gerakan udara dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari
tubuh tenaga kerja sebagai akibat pekerjaannya
3. Sumber panas di tempat kerja ada tiga macam yaitu iklim kerja setempat, proses
produksi dan mesin dan kerja otot.
4. Peraturan pemerintah yang berlaku terkait dengan cuaca kerja yaitu Keputusan
Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor : KEP.51/MEN/1999 Tentang Nilai
Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja.
5. Ada beberapa ukuran iklim kerja yang perlu diketahui yaitu suhu kering, suhu basah
( suhu basah alami, suhu basah psikometrik )dan suhu bola ( globe temperture).
DAFTAR PUSTAKA
Ridley, John. 2004. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta : Erlangga.
KEP.51/MEN/1999 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja.
Jurnal Kesehatan Lingkungan – Penerapan ISSB Sebagai Upaya Pencegahan Terjadinya
Heat Strain akibat Paparan Heat Stress.