makalah inos
DESCRIPTION
Makalah InosTRANSCRIPT
INFEKSI NOSOKOMIAL
PENDAHULUAN
Istilah infeksi pada umumnya digunakan untuk mengartikan penumpukan
dan pelipatgandaan bakteri, serta mikro organisme lain dalam jaringan atau pada
permukaan tubuh tempat mereka dapat menyebabkan efek merugikan. Jika respon
tuan rumah kecil atau tidak ada, biasanya disebut kolonisasi. Sepsis berarti
hadirnya radang, pembentukan nanah, dan tanda kesakitan lain dalam luka yang
dikolonisasi oleh mikroorganisme serta dalam jaringan yang padanya infeksi itu
telah menyebar.
Nosokomial berasal dari kata Nosos yang berarti penyakit dan kooeo yang
berarti merawat. Nosokomion berarti tempat untuk merawat penyakit atau rumah
sakit, sehingga nosokomial berarti yang berhubungan dengan rumah sakit dan
infeksi nosokomial berarti infeksi yang berasal dari atau terjadi di rumah sakit .
Infeksi Nosokomial merupakan infeksi banyak terjadi pada penderita yang
dirawat di rumah sakit dan merupakan penyebab penyakit kesakitan dan kematian
terutama pada penderita dengan imuno compromise. Secara umum, pasien yang
masuk rumah sakit dan menunjukkan tanda infeksi yang kurang dari 72 jam
menunjukkan bahwa masa inkubasi penyakit telah terjadi sebelum pasien masuk
rumah sakit, dan infeksi yang baru menunjukkan gejala setelah 72 jam pasien
berada dirumah sakit baru disebut infeksi nosokomial.
Infeksi nosokomial ini dapat berasal dari dalam tubuh penderita maupun
luar tubuh. Infeksi endogen disebabkan oleh mikroorganisme yang semula
memang sudah ada didalam tubuh dan berpindah ke tempat baru yang kita sebut
dengan self infection atau auto infection, sementara infeksi eksogen (cross
infection) disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari rumah sakit dan dari
satu pasien ke pasien lainnya (Siregar, 2004).
Dalam profil kesehatan Indonesia, Departement Kesehatan, 1997
diungkapkan seluruh rumah sakit di Indonesia berjumlah 1090 dengan 121.996
tempat tidur. Hasil kajian terhadap 100 Rumah Sakit di Jawa dan Bali
menunjukkan bahwa rata-rata produksi sampah sebesar 3,2 kg pertempat tidur
perhari. Analisa lebih jauh menunjukkan produksi sampah (Limbah Padat) berupa
limbah domestic sebesar 76,8 persen dan berupa limbah infeksius sebesar 23,2
persen. Diperkirakan secara nasional produksi sampah (Limbah Padat) Rumah
Sakit sebesar 376.089 ton per hari dan produksi air limbah sebesar 48.985,70 ton
per hari. Dari gambaran tersebut dapat dibayangkan betapa besar potensi Rumah
Sakit untuk mencemari lingkungan dan kemungkinan menimbulkan kecelakaan
serta penularan penyakit.
Rumah Sakit menghasilkan limbah dalam jumlah yang besar, beberapa
diantaranya membahayakan kesehatan dilingkungannya. Di negara maju,
jumlahnya diperkirakan 0,5-0,6 kg per tempat tidur rumah sakit perhari.
Pembuangan limbah yang berjumlah cukup besar ini paling baik jika dilakukan
dengan memilah-milah limbah kedalam kategori untuk masing-masing jenis
kategori diterapkan cara pembuangan limbah yang berbeda. Prinsip umum
pembuangan limbah rumah sakit adalah sejauh mungkin menghindari resiko
kontaminasi antrauma (Injuri) (KLMNH, 1995).
Pengelolaan limbah rumah sakit yang sudah lama diupayakan dengan
menyiapkan perangkat lunaknya yang berupa peraturan-peraturan, pedoman-
pedoman dan kebijakan-kebijakan yng mengatur pengelolaan dan peningkatan
kesehatan dilingkungan rumah sakit. Disamping peraturan-peraturan tersebut
secara bertahap dan berkesinambungan Departemen Kesehatan terus
mengupayakan dan menyediakan dan untuk pembangunan insilasi pengelolaan
limbah rumah sakit melalui anggaran pembangunan maupun dari sumber bantuan
dana lainnya. Dengan demikian sampai saat ini sebagai rumah sakit pemerintah
telah dilengkapi dengan fasilitas pengelolaan limabah, meskipun perlu untuk
disempurnakan. Namun disadari bahwa pengelolaan limbah rumah sakit masih
perlu ditingkatkan permasyarakatan terutama dilingkungan masyarakat rumah
sakit. (Depkes RI, 1992).
DEFINISI
Infeksi Nosokomial (Nosocomial Infections atau Hospital-Acquired
Infections) adalah suatu infeksi yang diperoleh/dialami pasien selama dia dirawat
di rumah sakit dan infeksi itu tidak ditemukan/diderita pada saat pasien masuk
rumah sakit
Infeksi Nosokomial sangat nyata merupakan penyebab kesakitan dan
kematian. Infeksi nosokomial dapat terjadi oleh karena tindakan instrumenisasi
ataupun intervensi pada saat dirawat di rumah sakit, misalnya pemasangan kateter,
infus, tindakan-tindakan operatif lainnya.
Infeksi oportunistik terjadi pada penderita yang mengalami immuno
compromise yang dirawat di rumah sakit, infeksi biasa berasal dari luar dan dari
dalam penderita sendiri yang disebabkan oleh kerusakan barier mukosa.
Infeksi nosokomial transmisi berasal dari dokter, perawat dan pelayan
medik yang lain bisa berasal dari tangan yang tidak steril, infeksi dari makanan,
minuman atau ventilasi, kateter dan alat endoscope ataupun tindakan invasif yang
lain.
Infeksi Nosokomial mempunyai angka kejadian 2 – 12% (rata-rata 5%)
dari semua penderita yang dirawat di rumah sakit. Angka kematian 1-2 % dari
semua kasus yang dirawat di rumah sakit di USA 1,5 juta pertahun dan meninggal
15.000 orang.
Organisasi utama yang menyebabkan infeksi nosokomial meliputi
Pseudomonas aeruginosa (13%), Staphylococcus aereus (12%), staphylococcus
koagulase-negatif (10%), Candida (10%), enterococci (9%), dan enterobacter
(8%). Di negara berkembang angka kejadian infeksi Nosokomial belum bayak
diketahui dengan pasti (Siregar, 2004).
PENTINGNYA INFEKSI NOSOKOMIAL
Survei prevalensi (jumlah pasien penyakit tertentu) infeksi rumah sakit
pada banyak negara, menunjukkan bahwa kira-kira seorang dalam sepuluh pasien
di rumah sakit telah memperoleh infeksi dan sejumlah infeksi yang serupa yang
diperoleh masyarakat. Infeksi nosokomial utama yang diperoleh adalah saluran
urin, luka bedah, saluran nafas bagian bawah, pneumonia, bakterimia dan kulit.
Frekuensi dan keparahan beragam dengan umur pasien, jenis operasi dalam kasus
bedah, lama waktu katerisasi (urin dan vaskular), pengobatan imuno supresif
(penghambatan reaksi imunitas, pencegahan atau usaha pengurangan respon
rentan, misalnya dengan penyinaran).
Pentingnya infeksi rumah sakit dapat dipertimbangkan, berkenaan dengan
kesakitan pasien dan dengan perpanjangan hospitalisasi. Kesakitan disebabkan
infeksi rumah sakit dewasa ini jarang menyebabkan kematian, walaupun hal ini
dapat trejadi pada pasien dengan resistensi yang lemah (misalnya, pasien dengan
luka bakar yang luas) atau dari organisme sangat patogen (misalnya, beberapa
strain virus hepatitis B). Biaya suatu perpanjangan tinggal di rumah sakit adalah
suatu ukuran biaya infeksi yang baik, walaupun itu menunjukkan pengurangan
sejumlah tempat tidur yang tersedia bagi pasien daftar tunggu daripada suatu
biaya sebenarnya yang meningkat pada rumah sakit (Siregar, 2004).
Dampak
Infeksi nosokomial memberikan dampak sebagai berikut :
1. Meningkatnya lama hari rawat
2. Biaya perawatan semakin besar
3. Morbiditas dan mortalitas semakin tinggi
4. Penurunan mutu pelayanan rumah sakit
5. Adanya tuntutan secara hukum
6. Penurunan citra rumah sakit
Rantai penularan
Infeksi nosokomial mulai dengan penyebab (di bagian tengah gambar
berikut), yang ada pada sumber. Kuman keluar dari sumber melalui tempat
tertentu, kemudian dengan cara penularan tertentu masuk ke tempat tertentu di
pasien lain. Karena banyak pasien di rumah sakit rentan terhadap infeksi
(terutama ODHA yang mempunyai sistem kekebalan yang lemah), mereka dapat
tertular dan jatuh sakit ‘tambahan’. Selanjutnya, kuman penyakit ini keluar dari
pasien tersebut dan meneruskan rantai penularan lagi.
BERBAGAI FAKTOR YANG TERLIBAT DALAM INFEKSI RUMAH
SAKIT
Kejadian dan berbagai efek infeksi rumah sakit, pada dasarya bergantung
pada mikrorganisme, tuan rumah (pasien dan staf), lingkungan dan pengobatan.
1. Mikroorganisme agen infeksi
Walaupun sebenarnya, setiap infeksi dapat diperoleh dari pasien atau staf
rumah sakit, ada beberapa organisme patogen tertentu yang terutama berkaitan
dengan infeksi rumah sakit dan beberapa yang jarang menyebabkan infeksi dalam
lingkungan lain. Peranan mereka sebagai penyebab infeksi rumah sakit,
bergantung pada patogenitas aau virulensi (kemampuan dari spesies atau strain
menyebabkan penyakit), dan pada jumlah mereka, juga bergantung pada
ketahanan pasien, dan karena banyak pasien dalam rumah sakit yang resistensinya
kurang, disebabkan oleh penyakit atau pengobatan mereka, organisme yang relatif
tidak berbahaya pada orang sehat dapat menyebabkan penyakit dalam rumah
sakit. Organisme oportunistik demikian (misalnya Pseudomonas aeruginosa)
biasanya resisten terhadap banyak antibiotik dan mampu tumbuh dengan subur
dibawah kondisi yang di dalamnya kebanyakan organisme penyebab penyakit
tidak dapat berkembang.
Pada pasien yang sangat rentan, pasien yang menglami transplantasi,
pasien yang terinfeksi virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan pasien
yang memerlukan kemoterapi yang diperpanjang, beberapa mycobacteria, fungi
(misalnya, Candida albicans, Aspergilli, dan Cryptococcus neoformans), virus
(misalnya, Herpes simplex dan cytomegalovirus) dan protozoa (misalnya,
Pneumocystis carinii) adalah penyebab infeksi berat dan sering menimbulkan
kematian. Cryptosporidia adalah penyebab diare berat pada pasien dengan infeksi
HIV.
Perjangkitan infeksi (infeksi epidemik) dapat disebabkan oleh agen (zat,
kekuatan atau prinsip yang dapat menimbulkan efek) penyakit infeksi tertentu,
biasanya disebabkan masuknya pasien terinfeksi atau hadirnya suatu pembawa
dalam ruang perawatan. Perjangkitan infeksi ini dapat juga terjadi melalui
kesalahan luar biasa dalam suplai aseptis atau steril (misalnya kontaminasi tetes
mata atau cairan infus).
Pasien akan terpapar berbagai macam mikroorganisme selama ia rawat di
rumah sakit. Kontak antara pasien dan berbagai macam mikroorganisme ini tidak
selalu menimbulkan gejala klinis karena banyaknya faktor lain yang dapat
menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial. Kemungkinan terjadinya infeksi
tergantung pada:
karakteristik mikroorganisme
resistensi terhadap zat-zat antibiotika
tingkat virulensi
banyaknya materi infeksius
Semua mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit dapat
menyebabkan infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat disebabkan oleh
mikroorganisme yang didapat dari orang lain (cross infection) atau disebabkan
oleh flora normal dari pasien itu sendiri (endogenous infection). Kebanyakan
infeksi yang terjadi di rumah sakit ini lebih disebabkan karena faktor eksternal,
yaitu penyakit yang penyebarannya melalui makanan dan udara dan benda atau
bahan-bahan yang tidak steril. Penyakit yang didapat dari rumah sakit saat ini
kebanyakan disebabkan oleh mikroorganisme yang umumnya selalu ada pada
manusia yang sebelumnya tidak atau jarang menyebabkan penyakit pada orang
normal.
a. Bakteri
Bakteri dapat ditemukan sebagai flora normal dalam tubuh manusia yang
sehat. Keberadaan bakteri disini sangat penting dalam melindungi tubuh dari
datangnya bakteri patogen. Tetapi pada beberapa kasus dapat menyebabkan
infeksi jika manusia tersebut mempunyai toleransi yang rendah terhadap
mikroorganisme. Contohnya Escherichia coli paling banyak dijumpai
sebagai penyebab infeksi saluran kemih. Bakteri patogen lebih berbahaya
dan menyebabkan infeksi baik secara sporadik maupun endemik. Contohnya
:
Anaerobik Gram-positif, Clostridium yang dapat menyebabkan gangren
Bakteri gram-positif: Staphylococcus aureus yang menjadi parasit di kulit
dan hidung dapat menyebabkan gangguan pada paru, pulang, jantung dan
infeksi pembuluh darah serta seringkali telah resisten terhadap antibiotika.
Bakteri gram negatif: Enterobacteriacae, contohnya Escherichia coli,
Proteus, Klebsiella, Enterobacter. Pseudomonas sering sekali ditemukan
di air dan penampungan air yang menyebabkan infeksi di saluran
pencernaan dan pasien yang dirawat. Bakteri gram negatif ini bertanggung
jawab sekitar setengah dari semua infeksi di rumah sakit.
Serratia marcescens, dapat menyebabkan infeksi serius pada luka bekas
jahitan, paru, dan peritoneum.
b. Virus
Banyak kemungkinan infeksi nosokomial disebabkan oleh berbagai macam
virus, termasuk virus hepatitis B dan C dengan media penularan dari
transfusi, dialisis, suntikan dan endoskopi. Respiratory syncytial virus
(RSV), rotavirus, dan enteroviruses yang ditularkan dari kontak tangan ke
mulut atau melalui rute faecal-oral. Hepatitis dan HIV ditularkan melalui
pemakaian jarum suntik, dan transfusi darah. Rute penularan untuk virus
sama seperti mikroorganisme lainnya. Infeksi gastrointestinal, infeksi traktus
respiratorius, penyakit kulit dan dari darah. Virus lain yang sering
menyebabkan infeksi nosokomial adalah cytomegalovirus, Ebola, influenza
virus, herpes simplex virus, dan varicella-zoster virus, juga dapat ditularkan.
c. Parasit dan Jamur
Beberapa parasit seperti Giardia lamblia dapat menular dengan mudah ke
orang dewasa maupun anak-anak. Banyak jamur dan parasit dapat timbul
selama pemberian obat antibiotika bakteri dan obat immunosupresan,
contohnya infeksi dari Candida albicans, Aspergillus spp, Cryptococcus
neoformans, Cryptosporidium.
d. Infection by direct or indirect contact
Infeksi yang terjadi karena kontak secara langsung atau tidak langsung
dengan penyebab infeksi. Penularan infeksi ini dapat melalui tangan, kulit
dan baju, seperti golongan staphylococcus aureus. Dapat juga melalui cairan
yang diberikan intravena dan jarum suntik, hepatitis dan HIV. Peralatan dan
instrumen kedokteran. Makanan yang tidak steril, tidak dimasak dan diambil
menggunakan tangan yang menyebabkan terjadinya cross infection.
2. Tuan Rumah (Pasien atau Anggota Staf)
Kerentanan tuan rumah dan virulensi (derajat patogenitas suatu
mikroorganisme, diukur dengan derajat kemajuan menimbulkan penyakit).
Seorang pasien dapat memiliki resistensi umum yang lemah, misalnya pada bayi,
sebelum antibodi terbentuk dan apabila jaringan yang menghasilkan antibodi
belum sempurna dikembangkan, atau resistensi lemah mungkin berhubungan
dengan penyakit (seperti diabetes atau leukemia yang tidak terkendali atau luka
bakar yang parah), atau dengan gizi yang buruk, atau dengan bentuk pengobatan
tertentu, seperti penggunaan obat-obat imunosupresif yang diberikan untuk
mencegah penolakan organ yang ditransplantasi atau kemoterapi kanker.
Resistensi umum juga dapat dikurangi oleh infeksi, contoh ekstrim adalah infeksi
HIV.
Pasien dapat juga mempunyai resistensi lokal yang lemah karena suplai
darah yang tidak sempurna ke jaringan, atau karena kehadiran jaringan mati atau
pembekuan darah dan bakteri dapat hidup tanpa gangguan pertahanan alami,
benda asing termasuk benang bedah dan prosthesis (pengganti alat tubuh yang
hilang dengan alat palsu) juga meningkatkan kerentanan jaringan terhdap sepsis
lokal. Operasi bedah dan operasi instrumentasi (misalnya kateterisasi)
memungkinkan masuknya bakeri ke jaringan yang biasanya dilindungi terhadap
kontaminasi. Beberapa dari ini, terutama dalam rongga mata, meninges, tulang
sendi, endokardium, dan saluran urin, mempunyai resisensi yang rendah terhadap
infeksi dengan organisme oportunistik.
Tidak saja pasien, tetapi staf (termasuk staf laboratorium) dapat terpapar
pada bahaya khusus infeksi dengan organisme virulen. Resiko infeksi diantara
anggota staf melalui kontaminasi dengan darah dan eksudat (campuran serum, sel
atau sel yang rusak yang keluar dari pembuluh darah ke dalam jaringan, biasanya
akibat radang), pasien dengan hepatitis B (HBV) atau HIV telah mendapat
perhatian dalam tahun-tahun terakhir ini. Risiko dalam kebanyakan rumah sakit
sangat rendah, tetapi ketakutan terhadap AIDS telah dikaitkan dengan suatu
respon yang berlebihan.
Faktor terpenting yang mempengaruhi tingkat toleransi dan respon tubuh
pasien adalah:
Umur
status imunitas penderita
penyakit yang diderita
Obesitas dan malnutrisi
Orang yang menggunakan obat-obatan immunosupresan dan steroid
Intervensi yang dilakukan pada tubuh untuk melakukan diagnosa dan
terapi.
Usia muda dan usia tua berhubungan dengan penurunan resistensi tubuh
terhadap infeksi kondisi ini lebih diperberat bila penderita menderita penyakit
kronis seperti tumor, anemia, leukemia, diabetes mellitus, gagal ginjal dan AIDS.
Keadaan-keadaan ini akan meningkatkan toleransi tubuh terhadap infeksi dari
kuman yang semula bersifat opportunistik. Obat-obatan yang bersifat
immunosupresif dapat menurunkan pertahanan tubuh terhadap infeksi. Banyaknya
prosedur pemeriksaan penunjang dan terapi seperti biopsi, endoskopi, kateterisasi,
intubasi dan tindakan pembedahan juga meningkatkan resiko infeksi.
Tabel 1. Penyebab Infeksi Nosokomial
Bakteri Gram Positif Staphylococcus aureus
Staphylococcus Koagulase
Enterococcus
Bakteri Gram Negatif Escherichia coli
Proteus mirabilis
Klebsiella enterobacter
Pseudomonas sp
Bacteriosies sp
Jamur Cardioda sp
Aspergillus sp
Virus Hepatitis A,B, C
HIV
Sitomegalo
Virus saluran pernafasan
Herpes simplek
3. Lingkungan
Tempat ketika pasien ditangani mempunyai suatu pengaruh penting pada
kemungkinan infeksi yang diperolehnya serta pada sifat infeksi demikian. Suatu
keragaman mikroorganisme yang luas, termasuk strain virulen, mungkin ditemui
dalam rumah sakit tempat banyak orang, termasuk beberapa dengan infeksi,
dikumpulkan. Organisme ini kemungkinan mencakup sebagian besar bakteri
resisten antibiotika yang dapat tumbuh dengan subur yang penggunaan antibiotika
ditujukan untuk penindasan bakteri yang peka.
Berbagai lokasi rumah sakit yang berbeda mempunyai bahaya infeksi
tersendiri. Dalam meja bedah, terdapat suatu bahaya khusus infeksi luka karena
pemaparan sering dalam beberapa jam dan jaringan yang rentan, dan kehadiran
sejumlah kemungkinan sumber manusia serta benda mati. Dalam ruangan, pasien
dapat terpapar pada kontaminan untuk beberapa minggu, luka bedah terbuka,
biasanya dilindungi oleh suatu bentuk tutup. Walaupun hal ini tidak sempurna
pada banyak pasien, terutama pasien dengan drainase (suatu bahan kasa atau
selang karet untuk mengeluarkan cairan keluar dari suatu luka atau rongga).
Bahaya khusus terdapat dalam ruang neonatus melalui kemungkinan
kontaminasi makanan, alat penyedotan dan resusitasi (usaha menghidupkan
kembali dengan nafas buatan atau pijat dan rangsang jantung), dll., dan karena
penanganan bayi yang sering dan berbagai masalah yang sama terdapat dalam unit
pelayanan intensif dan ruang perawatan luka bakar. Dalam rumah sakit penyakit
infeksi, terdapat suatu bahaya khusus infeksi rumah sakit dengan agen penyakit
menular akut. Suatu tujuan dalam pengendalian infeksi rumah sakit adalah untuk
memaparkan semua pasien kepada lingkungan yang paling sedikit bebas dari
bahaya mikrobia, seperti yang mereka dapati di luar rumah sakit.
PENCEGAHAN TERJADINYA INFEKSI NOSOKOMIAL
Pencegahan dari infeksi nosokomial ini diperlukan suatu rencanan yang
terintegrasi, monitoring dan program yang termasuk:
Membatasi transmisi organisme dari atau antar pasien dengan cara mencuci
tangan dan penggunaan sarung tangan, tindakan dan aseptic, strerilisasi dan
desinfektan.
Mengontrol resiko penularan dari lingkungan
Melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat, nutrisi yang
cukup dan vaksinasi.
Membatasi resiko infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur invasive.
Pengawasan infeksi, identifikasi penyakit dan mengontrol penyebarannya.
1) Dekontaminasi tangan
Transmisi penyakit melalui tangan dapat diminimalisasi dengan hiegene dari
tangan. Tetapi pada kenyataannya, hal ini sulit dilakukan dengan benar,
karena banyaknya alasan seperti kurangnya peralatan, alergi produk pencuci
tangan, sedikitnya pengetahuan mengenai pentingnya hal ini, dan waktu
mencuci tangan yang lama. Selain itu, penggunaan sarung tangan sangat
dianjurkan bila akan melakukan tindakan atau pemeriksaan pada pasien
dengan penyakit-penyakit infeksi. Hal yang perlu diingat adalah: memakai
sarung tangan ketika akan mengambil atau menyentuh darah, cairan tubuh,
atau keringat, tinja, urin, membrane mukosa dan bahan yang kita anggap
telah terkontaminasi, dan segera mencuci tangan setelah melepas sarung
tangan.
2) Instrumen yang sering digunakan Rumah Sakit
Simonsen et al (1999) menyimpulkan bahwa lebih dari 50% suntikan yang
dilakukan di Negara berkembang tidaklah aman (contohnya jarum, tabung
atau keduanya yang dipakai berulang-ulang) dan banyaknya suntikan yang
tidak penting (misalnya penyuntikan antibiotika). Untuk mencegah
penyebaran penyakit melalui jarum suntik maka diperlukan:
Pengurangan penyuntikan yang kurang diperlukan
Pergunakan jarum steril
Penggunaan alat suntik yang disposable.
Masker, sebagai pelindung terhadap penyakit yang ditularkan melalui udara.
Begitu pun dengan pasien yang menderita infeksi saluran nafas, mereka harus
menggunakan masker saat keluar dari kamar penderita
Sarung tangan, sebaiknya digunakan terutama ketika menyentuh darah,
cairan tubuh, feses maupun urine. Sarung tangan harus selalu diganti untuk
tiap pasiennya. Setelah membalut luka atau terkena benda yang kotor, sarung
tangan harus segera diganti.
Baju khusus juga harus dipakai untuk melindungi kulit dan pakaian selama
kita melakukan suatu tindakan untuk mencegah percikan darah, cairan tubuh,
urin dan feses.
3) Mencegah penularan dari lingkungan rumah sakit
Pembersihan yang rutin sangat penting untuk meyakinkan bahwa rumah sakit
sangat bersih dan benar-benar bersih dari debu, minyak dan kotoran. Perlu
diingat bahwa sekitar 90 % dari kotoran yang terlihat pasti mengandung
kuman. Harus ada waktu yang teratur untuk membersihkan dinding, lantai,
tempat tidur, pintu, jendela, tirai, kamar mandi, dan alat-alat medis yang telah
dipakai berkali-kali.
Pengaturan udara yang baik sukar dilakukan di banyak fasilitas kesehatan.
Usahakan adanya pemakaian penyaring udara, terutama bagi penderita
dengan status imun yang rendah atau bagi penderita yang dapat menyebarkan
penyakit melalui udara. Kamar dengan pengaturan udara yang baik akan
lebih banyak menurunkan resiko terjadinya penularan tuberkulosis. Selain
itu, rumah sakit harus membangun suatu fasilitas penyaring air dan menjaga
kebersihan pemrosesan serta filternya untuk mencegahan terjadinya
pertumbuhan bakteri. Sterilisasi air pada rumah sakit dengan prasarana yang
terbatas dapat menggunakan panas matahari.
Toilet rumah sakit juga harus dijaga, terutama pada unit perawatan pasien
diare untuk mencegah terjadinya infeksi antar pasien. Permukaan toilet harus
selalu bersih dan diberi disinfektan.
Disinfektan akan membunuh kuman dan mencegah penularan antar pasien.
Disinfeksi yang dipakai adalah:
Mempunyai kriteria membunuh kuman
Mempunyai efek sebagai detergen
Mempunyai efek terhadap banyak bakteri, dapat melarutkan minyak dan
protein
Tidak sulit digunakan
Tidak mudah menguap
Bukan bahan yang mengandung zat yang berbahaya baik untuk petugas
maupun pasien
Efektif
tidak berbau, atau tidak berbau tak enak
4) Perbaiki ketahanan tubuh
Di dalam tubuh manusia, selain ada bakteri yang patogen oportunis, ada pula
bakteri yang secara mutualistik yang ikut membantu dalam proses fisiologis
tubuh, dan membantu ketahanan tubuh melawan invasi jasad renik patogen
serta menjaga keseimbangan di antara populasi jasad renik komensal pada
umumnya, misalnya seperti apa yang terjadi di dalam saluran cerna manusia.
Pengetahuan tentang mekanisme ketahanan tubuh orang sehat yang dapat
mengendalikan jasad renik oportunis perlu diidentifikasi secara tuntas,
sehingga dapat dipakai dalam mempertahankan ketahanan tubuh tersebut
pada penderita penyakit berat. Dengan demikian bahaya infeksi dengan
bakteri oportunis pada penderita penyakit berat dapat diatasi tanpa harus
menggunakan antibiotika.
5) Ruangan Isolasi
Penyebaran dari infeksi nosokomial juga dapat dicegah dengan membuat
suatu pemisahan pasien. Ruang isolasi sangat diperlukan terutama untuk
penyakit yang penularannya melalui udara, contohnya tuberkulosis, dan
SARS, yang mengakibatkan kontaminasi berat. Penularan yang melibatkan
virus, contohnya DHF dan HIV. Biasanya, pasien yang mempunyai resistensi
rendah eperti leukimia dan pengguna obat immunosupresan juga perlu
diisolasi agar terhindar dari infeksi. Tetapi menjaga kebersihan tangan dan
makanan, peralatan kesehatan di dalam ruang isolasi juga sangat penting.
Ruang isolasi ini harus selalu tertutup dengan ventilasi udara selalu menuju
keluar. Sebaiknya satu pasien berada dalam satu ruang isolasi, tetapi bila
sedang terjadi kejadian luar biasa dan penderita melebihi kapasitas, beberapa
pasien dalam satu ruangan tidaklah apa-apa selama mereka menderita
penyakit yang sama.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA INFEKSI
NOSOKOMIAL
Secara umum di bagi dua :
1. Faktor endogen antara lain umur, jenis kelamin, penyakit penyerta, daya tahan
tubuh, dan kondisi-kondisi lokal.
2. Faktor eksogen antara lain lama penderita dirawat, kelompok yang merawat,
alat medis, serta lingkungan.
PRINSIP PENGENDALIAN INFEKSI
Pasien dilindungi terhadap infeksi dalam rumah sakit oleh suatu sistem
berbagai metode, termasuk bedah asepsis dan higienen rumah sakit.
1. Untuk menghilangkan berbagai sumber atau smber infeksi yang mungkin,
hal ini mencakup penanganan pasien yang terinfeksi, demikian juga
mensterilkan, mendisinfeksi dan membersihkan bahan serta permukaan yang
terkontaminasi.
2. Untuk merintangi rute perpindahan bakteri dari sumber dan reservoir,
mungkin pada pasien yang tidak terinfeksi, mencakup mengisolasi pasien
yang terinfeksi atau pasien yang rentan, operasi aseptik dan terutama mencucu
tangan.
3. Untuk meningkatkan resistensi pasien terhadap infeksi (misalnya selama
operasi dengan penanganan jaringanyang teliti serta menghilangkan bagian
tubuh yang mengelupas dan asing, juga dengan meningkatkan pertahanan
umum, seperti pengendalian diabetes, pemberdayaan imunitas terhadap
tetanus, serta penggunaan profilaksis antibiotik jika dan bila hal ini diusulkan.
Adanya pemahaman yang meningkat, pentingnya faktor pribadi dalam
mencegah infeksi rumah sakit, dan perlunya pengertian yang tepat tentang fakta
itu oleh semua anggota staf rumah sakit. Walaupun subjek itu rumit dan
melibatkan banyak disiplin, pemikiran dasar adalah sederhana dan banyak rincian
asepsis dapat dibuat lebih mudah oleh berbagai bentuk standardisasididasarkan
pada bukti keefektifan dan kepraktisan.
STERILISASI DAN DESINFEKSI FISIK
Kontaminan mikroba dapat dihilangkan oleh pembersihan dengan suatu
detergen dan air, atau dimusnahkan oleh sterilisasi atau desinfeksi. Pembersihan
yang diikuti oleh pengeringan permukaan dapat hampir sama efektif dengan
penggunaan suatu disinfektan.
Sterilisasi adalah perlakuan yang mencapai pembunuhan menyeluruh atau
menghilangkan semua mikroorganisme, termasuk spora tetanus dan basilus
gangren gas yang resisten terhadap kebanyakan disinfektan serta lebih resisten
terhadap panas daripada mikroorganisme nonspora.
Desinfeksi adalah yang mengurangi jumlah mikroorganisme vegetatif
(misalnya, Staphylococci, salmonella) dan virus, tetapi tidak spora bakteri atau
virus ”lambat” sampai tingkat aman atau tingkat relatif aman.
Disinfektan adalah suatu senyawa kimia yang dapat memusnahkan
mikroorganisme vegetatif dan virus; Antiseptik sering digunakan untuk
disinfektan yang digunakan pada kulit atau pada jaringan hidup, tetapi karena
maksud antiseptik adalah untuk mendesinfeksi (disebut desinfeksi kulit) perkataan
antiseptik nampaknya berlebihan; tetapi berguna sebagai suatu petunjuk bahwa
senyawa dapat aman digunakan pada jaringan.
Perkataan sterilan kadang-kadang digunakan rentang kecil senyawa kimia
(etilen oksida, formaldehide dan glutaraldehid) yang dibawah kondisi terkendali
dapat membunuh bakteri berspora. Semua benda (barang) yang akan disterilkan,
harus secara fisik bersih sebelum menjadi sasaran suatu proses sterilisasi baku.
Semua instrumen bedah, pembalut dan objek lain atau larutan yang dimasukkan
ke dalam luka traumatik (bersifat menimbulkan cedera) atau luka operasi, atau
oleh injeksi harus steril (yakni, disterilkan dan dengan memadai dilindungi
terhadap kontaminasi berikutnya).
Sterilisasi dapat dicapai dengan panas lembab pada tekanan atmosfer yang
ditingkatkan; dengan panas kering pada tekanan biasa; dengan radiasi ionisasi
(radiasi gamma atau sinar elektron); dengan sterilan, seperti etilen oksida, dan
glutaraldehid atau dengan filtrasi. Jika barang yang di sterilkan tidak rusak oleh
panas, metode sterilisasi panas sebaiknya selalu digunakan sebagai pilihan
terhadap metode lain, sebab metode panas lebih andal dan dapat lebih efektif di
pantau.
Desinfeksi
Kebanyakan rumah sakit telah menetapkan suatu kebijakan untuk
menggunakan disinfektan, tetapi masih mungkin menemukan disinfektan yang
tidak tepat digunakan pada konsentrasi yang tidak memadai. Disinfektan mahal
dan tidak efektif masih digunakan, sedang zat yang lebih murah atau lebih efektif
ada tersedia, atau digunakan apabila suatu disinfektan tidak dibutuhkan sama
sekali. Diperlukan suatu standarisasi disinfektan nasional dan suatu kebijakan
disinfektan yang baik, hendaknya sungguh-sungguh meningkatkan keefektifan
biaya disinfektan dalam rumah sakit.
CONTOH INFEKSI NOSOKOMIAL
Terdapat 4 macam infeksi nosokomial yang menonjol yaitu infeksi luka operasi
(ILO), infeksi saluran kencing (ISK), pneumonia dan bakteremia.
1. Infeksi Saluran Kencing / Urinary Tract Infections (ISK/UTI)
Infeksi ini merupakan kejadian tersering, infeksinya dihubungkan
dengan penggunaan kateter urin. Walaupun tidak terlalu berbahaya,
tetapi dapat menyebabkan terjadinya bakteremia dan mengakibatkan
kematian.
Bakteri yang sering menyebabkan infeksi ini antara lain:
E. Coli
Enterococcus sp.
Klebsiella sp.
Pseudomonas aeruginosa
Proteus mirabilis
Penyebaran mikroorganisme yang terdapat pada permukaan ujung
kateter yang masuk ke dalam uretra menyebabkan terjadinya infeksi
saluran kencing. Pencegahannya antara lain dengan cara kateterisasi
dengan teknik benar dam hindari jika tidak perlu. Kemudian
pemasangan kateter secara asepsis, pengambilan sampel urin secara
steril, serta alat yang digunakan harus di sterilkan terlebih dahulu.
Dipastikan bahwa alat-alat tersebut steril dan tidak terkontaminasi oleh
alat-alat yang tidak steril. Petugas harus mencuci tangan sebelum dan
sesudah memakai sarung tangan.
2. Infeksi Luka Operasi / Surgical Site Infections (ILO/SSI)
Sebanyak 14-16% dari keseluruhan infeksi nosokomial sehingga
menempati Infeksi Luka Operasi di posisi kedua setelah Infeksi
Saluran Kencing. Infeksi Luka Operasi (ILO) atau Infeksi Tempat
Pembedahan (ITP)/Surgical Site Infection (SSI) adalah infeksi pada
luka operasi atau organ/ruang yang terjadi dalam 30 hari paska
operasi atau dalam kurun 1 tahun apabila terdapat implant.
Sumber bakteri pada ILO dapat berasal dari pasien, dokter dan
tim, lingkungan, dan termasuk juga instrumentasi.
Prinsip pencegahan ILO adalah dengan :
1. Mengurangi resiko infeksi dari pasien.
2. Mencegah transmisi mikroorganisme dari petugas, lingkungan,
instrument dan pasien itu sendiri.
Kedua hal di atas dapat dilakukan pada tahap pra operatif,
intra operatif, ataupun paska operatif. Pencegahan ILO pada pasien
dilakukan dengan perawatan praoperasi, pencukuran rambut bila
mengganggu operasi, cuci dan bersihkan daerah sekitar tempat insisi
dengan antiseptik pada kulit secara sirkuler ke arah perifer yang harus
cukup luas. Antibiotik profilaksis terbukti mengurangi kejadian
ILO dan dianjurkan untuk indakan dengan resiko infeksi yang tinggi
seperti pada infeksi kelas II dan III. Selain itu, antibiotik profilaksis
juga diberikan jika diperkirakan akan terjadi infeksi dengan resiko
yang serius seperti pada pemasangan implan, penggantian sendi, dan
operasi yang lama. Selain itu, pada saat praoperatif harus juga
diperhatikan mengenai tindakan antiseptik pada lengan tim bedah,
gaun operasi dan drapping.
Pada tahap intra operatif, yang harus diperhatikan adalah
bahwa semakin lama operasi, resiko infeksi semakin tinggi,
tindakan yang mengakibatkan terbentuknya jaringan nekrotik harus
dihindarkan, pencucian luka operasi harus dilakukan dengan baik,
dan bahan yang digunakan untk jahitan harus sesuai kebutuhan
seperti bahan yang mudah diserap atau monofilamen.
Paska operasi, hal yang harus diperhatikan adalah perawatan
luka insisi dan edukasi pasien. Perawatan luka insisi berupa
penutupan secara primer dan dressing yang steril selama 24-48 jam
paska operasi. Dressing luka insisi tidak dianjurkan lebih dari 48 jam
pada penutupan primer. Tangan harus dicuci sebelum dan sesudah
penggantian dressing. Jika luka dibiarkan terbuka pada kulit, maka
luka tersebut harus ditutup dengan kassa lembab dengan dressing yang
steril.
3. Pneumonia Nosokomial (PNO)
Bakteri adalah penyebab yang tersering dari Pneumonia
nosokomial. Jenis kuman penyebab ditentukan oleh berbagai faktor
antara lain berdasarkan imunitas pasien, tempat dan cara pasien
terinfeksi. Kuman penyebab PNO sering berbeda jenisnya antara di
ruangan biasa dengan ruangan perawatan intensif (ICU): infeksi
melalui slang infus sering berupa Staphylococcus aureus sedangkan
melalui ventilator Ps. aeruginosa dan Enterobacter. PNO bakteril
dapat dibagi atas onset awal yaitu 48-72 jam pemasangan intubasi
trakheal, bakteri penyebabnya adalah Staphylococcus aureus,
Haemophylus influenzae, Streptococcus pneumoniae. Onset lebih
lanjut yaitu lebih dari 72 jam sering disebabkan oleh basil gram negatif
seperti Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella pneumoniae, escherichia
coli, Serratia marcescens. Penyebab lain PNO diantaranya virus dan
fungus yaitu Candida albicans, Aspergillus fumigatus. Penyebaran
Infeksi karena adanya kolonisasi bakteri pada traktus aerodigestive dan
aspirasi sekret yang terkontaminasi di saluran napas bawah.
Faktor resiko terjadinya infeksi ini adalah:
Tipe dan jenis pernapasan
Perokok berat
Tidak sterilnya alat-alat bantu
Obesitas
Kualitas perawatan
Penyakit jantung kronis
Penyakit paru kronis
Beratnya kondisi pasien dan kegagalan organ
Tingkat penggunaan antibiotika
Penggunaan ventilator dan intubasi
Penurunan kesadaran pasien
4. Bakteremia (CRBSI)
Infeksi ini berisiko tinggi. Karena dapat menyebabkan kematian.
Organisme penyebab infeksi : Terutama disebabkan oleh bakteri
yang resistan antibiotika seperti Staphylococcus dan Candida.
Penyebaran : Infeksi dapat muncul di tempat masuknya alat-alat
seperti jarum suntik, kateter urin dan infus.
Penyebab : Panjangnya kateter, suhu tubuh saat melakukan
prosedur invasif, dan perawatan dari pemasangan kateter atau
infus.
DAFTAR PUSTAKA
1. Siregar, Charles., 2004. Farmasi Klinik Teori dan Penerapan. Buku
kedokteran EGC, Jakarta.
2. Hermawan Guntur, 2004. Perspektif Masa Depan Imunologi-Infeksi.
Sebelas Maret University Press, Surakarta.
3. Soeparman, dkk., 2001. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI,
Jakarta
4. Parhusip, 2005. Jurnal Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya
Infeksi Nosokomial Serta Pengendalian di BHG. UPF. Paru RS. Dr.
Pirngadi/Lab. Penyakit Paru FK-USU Medan. e-USU Repsoitory.
5. Anonim, 2011. Infeksi Nosokomial dan Kewaspadaan Universal, availalbe
at http://spiritia.or.id/, diakses tanggal 13 Februari 2011