makalah iii kv
DESCRIPTION
Makalah III KVTRANSCRIPT
BAB I
Pendahuluan
Demam rematik merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik non supuratif yang
digolongkan pada kelainan vascular kolagen atau kelainan jaringan ikat. Manifestasi klinis
penyakit demam rematik ini akibat kuman Streptococcus Grup A beta hemolyticus. Meskipun
individu-individu segala umur dapat diserang oleh demam rematik, tetapi demam rematik
terdapat pada anak-anak dan orang usia muda (5-15 tahun). Ada dua keadaan terpenting dari
segi epidemiologik pada demam rematik yaitu kemiskinan dan kepadatan penduduk.1
Regurgitasi aorta atau insufisiensi aorta merupakan penyakit jantung yang masih
cukup tinggi insidensinya. Beberapa jenis pemeriksaan dapat digunakan untuk membantu
menegakkan diagnosis seperti fonokardiografi, kateterisasi kardiak, serta angiografi. Karl et
al melakukan penelitian terhadap 246 pasien yang menderita regurgitasi aorta yang berat,
didapatkan angka kematian lebih tinggi dari yang diharapkan dan angka kesakitan meningkat
tinggi pada pasien yang diterapi konservatif.2
BAB II
1
LAPORAN KASUS
Saudara seorang dokter di Rumah Sakit. Datang Tn. Amir, 20 tahun, dengan keluhan
sesak nafas dan berdebar-debar. Sesak jika melakukan olahraga. Anamnesis lanjutan
didapatkan Tn. Amir kadang-kadang demam dan sakit menelan. Beberapa tahun yang lalu
berobat ke rumah sakit dan mendapat suntikan Penadur LA 1,2 juta unit setiap bulan.
Pengobatan tidak dilanjutkan karena merasa tidak sakit dan sulit mendapatkan obatnya.
Pernah dirawat 1 tahun yang lalu karena demam dan sesak nafas.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan:
TD: 170/60 mmHg
Nadi: 120 x/menit, pulsasi besar (magnus et celer)
RR: 24 x/menit
Suhu: 37°C
Jugular vein 5+4 cm
S1-S2 regular, terdengar bising protodiastolik (early diastolic) dengan punctum maximum di
parasternal kiri.
Ronki basah pada kedua basal paru.
Hepatomegali 3 jari dibawah arcus costae. Hepatojugular reflux (+)
Lien tidak teraba.
Edema pretibial (+) pada kedua tungkai.
2
Hasil laboratorium:
Hb: 12 g%
Hematokrit: 40%
Lekosit: 8000/μL
Ureum: 40 mg/dL
Creatinin: 1 mg/dL
LED: 25 mm/jam
Diff count: 2/2/30/50/8/2
ASTO: (-)
Gambaran elektrokardiogram
Gambaran foto thoraks
3
BAB III
4
ANALISA KASUS
I. Anamnesis
Identitas Pasien
Nama : Tn. Amir
Umur : 20 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : -
Agama : -
Status Pernikahan : -
Alamat : -
Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan sesak napas dan berdebar-debar. Sesak napas dirasakan pada
saat berolahraga.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pada anamnesis selanjutnya didapat bahwa pasien kadang-kadang mengalami demam dan
sakit saat menelan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Satu tahun yang lalu pernah dirawat di rumah sakit karena demam dan sesak napas.
Riwayat Pengobatan
5
Beberapa tahun yang lalu berobat ke rumah sakit dan mendapat suntikan Penadur LA 1,2 juta
unit setiap bulan. Namun pengobatan tidak dilanjutkan karena merasa tidak sakit dan sulit
mendapatkan obatnya.
Riwayat Kebiasaan
-
Anamnesis Tambahan
Riwayat Penyakit Sekarang
- Sudah berapa lama nyeri dirasakan pasien ?
- Apakah keluhan terjadi mendadak ?
- Apakah keluhan membaik saat istirahat ?
- Apakah keluhan sesak napas dan berdebar-debar dirasakan pasien dalam waktu
bersamaan ?
- Apakah keluhan sesak napas dan berdebar-debar dirasakan pasien pada saat
melakukan kegiatan atau dirasakan juga saat sedang istirahat ?
- Apakah pasien merasakan nyeri dada ?
- Bagaimana sifat nyerinya, dan apakah nyeri dirasakan di tempat lain ?
- Jenis olahraga apakah yang dilakukan pasien ?
- Apakah pasien melakukan olahraga secara rutin ?
- Berapa lama durasi olahraga yang dilakukan pasien ?
- Apakah pasien mengalami batuk ?
- Apakah sesak pada saat berbaring ?
- Apakah sesak dirasakan pada malam hari ?
- Apakah rasa sesak dirasa makin lama makin berat ?
6
- Apakah pasien mengalami demam ?
- Apakah pasien mudah lelah ?
- Apakah pasien mudah berkeringat ?
- Apakah pasien mengalami penurunan berat badan ?
- Apakah pasien merasakan berkurangnya nafsu makan ?
Riwayat Penyakit Dahulu
- Apakah keluhan pernah dialami pasien sebelumnya?
- Apakah pasien mengidap Asma ?
- Apakah pasien memiliki riwayat Hipertensi ?
Riwayat Keluarga
- Apakah di keluarga pasien ada yang mengalami riwayat hipertensi, PJK, DM, stroke,
atau dislipidemia ?
- Apakah di keluarga pasien ada yang mengidap alergi ?
Riwayat Kebiasaan
- Bagaimana pola olahraga yang dijalani pasien, dan apakah teratur ?
II. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapat :
Status Generalis
- Keadaan umum :-
- Kesadaran :-
NO Tanda
vital
Pada pasien Nilai
normal
Keterangan
1. Tekanan
darah
170/60 mmHg <120/<80
mm Hg
menurut
Pada pasien
termasuk
hipertensi
7
JNC VII grade II
2. Nadi 120x/menit,pulsasi
besar (magnus et
celer)
60-100
x/menit
tachycardia
3. Pernafasan 24 x/menit 16-20
x/menit
tachypnoe
4. Suhu 37o C 36,50 C-
37,50 C
Pasien suhu
masih
normal
Status lokalis
Auskultasi
Jantung:
- S1-S2 regular -> normal
- Terdengar bising protodiastolik (early diastolik) dengan puctum maximum di
parasternal kiri -> terdengar murmur diastolik. Pada katup mitral, stenosis katup
mitral karena penutupan katup mitral yang tidak sempurna
Paru-paru:
- Ronki basah pada kedua basal paru -> Menandakan adanya edema paru
Palpasi
8
Leher:
- Jugular vein pressure 5+4 cm (normal= 5+2 cm)
Tekanan Vena Jugularis diperiksa pada posisi berbaring terlentang dengan kepala
membentuk sudut 30° dengan bidang datar. Atur posisi kepala sedemikian rupa agar
vena jugularis tampak jelas. Tekan bagian distal dari vena jugularis (dibawah
mandibula), tandai batas bagian vena yang kolaps. Kemudian buat bidang datar
melalui angulus Ludovici, ukur jarak antara bidang tersebut dengan batas bagian vena
yang kolaps. Bila jaraknya 2 cm, maka hal ini menunjukkan tekanan vena jugularis
adalah 5-2 cm H2O yang merupakan ukuran normal tekanan vena jugularis. Kemudian
buat bidang datar melalui angulus Ludovici, merupakan bidang yang berjarak 5 + 0
cm H2O. Pada pasien gagal jantung atau efusi pericardial, maka tekanan vena
jugularis akan meningkat diatas 5-2 cm H2O. pada pasien ini didapatkan meningkat.
Hal ini dapat terjadi akibat dari backward failure.
Hepar dan lien
- Hepatomegali 3 jari di bawah arcus costae. Hepatojugular reflux (+)
Hepar yang normal tidak teraba sampai batas arcus costae. Pada pasien ini didapatkan
hepatomegali yang dapat mengindikasikan adanya backward failure dan mengarah
kepada telah terjadinya gagal jantung kanan.
- Lien tidak teraba (normal)
Extremitas
- Edema pretibial (+) pada kedua tungkai decompensatio cordis kanan
9
III. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Nilai Normal Data Pasien Interpretasi Hasil Keterangan
Hb (g/dl) 13-16 g/dl 12 g/dl Normal
Leukosit (μl) 5.000-10.000/ μl 8000/ μl Normal
Ht (%) 40-48 % 40% Normal
Ureum 20-40 mg/dl 40 mg/dl Normal Pemeriksaan ureum untuk
melihat fungsi ginjal .
Creatinin 0,5 – 1,5 mg/dl 1 mg/dl Normal pemeriksaan kreatinin untuk
melihat fungsi ginjal.
LED
(mm/jam)
0-10 mm/jam 25 mm/jam ↑ meningkat diduga terjadi
inflamasi akut/ kronis,
kerusakan jaringan.
Diff Count Basofil : 0–
1(%)
Eosinofil : 1–
3(%)
Batang : 2–6
(%)
Segmen : 50–
70(%)
Limfosit :20–40
(%)
2/2/30/50/8/2 Terjadi kenaikan
pada Basofil,
Batang dan
Limfosit.
Sel batang meninggi
dikarenakan banyaknya sel
muda.
10
Monosit : 2–8
(%)
ASTO < 200 (lu/dl) – Normal Tes untuk mengetahui
adanya antibody terhadap
kuman Streptokokus Beta
Hemolitik. Pada pasien ini
kemungkinan berada pada
fase inaktif RHF.
Hasil Elektrokardiogram (EKG)
Gambaran hasil EKG terdapat sinus rhytm, terlihat gelombang P positif di Lead II, III,
aVF, dan gelombang P negatif di aVR. Peningkatan tegangan QRS di semua lead. Terdapat
ST elevasi pada sandapan V2 dan V3 yang menandakan adanya infark pada anteroseptal. Dan
terdapat juga ST elevasi pada sandapan III, AvF dan V6 yang menandakan iskemi. Terdapat
hipertrofi ventrikel kiri dilihat dengan cara S V1+ R V5 or V6 > 35 mm. Pada gambar EKG 3
(S V1) + 38 (R V6) = 41.3
Hasil Foto Thorax
Pada foto rontgen di atas tidak layak di baca karena tidak tercantumnya
1. Identitas :
- nama penderita
- umur penderita
- jenis kelamin
- tanggal pemotretan
11
- RS / klinik tempat foto dibuat
2. Fotonya kurang jelas
3. Foto tidak jelas posisi pengambilannya karena tidak di cantumkan AP
( AnteroPosterior ) atau PA ( PosteroAnterior ) karena dari posisi nya saja
berpengaruh terhadap pembacaan .
Pada foto ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hipertrofi ventrikel kiri dan kanan, hipertrofi
atrium kanan, terdapat inferted koma dan CTR >50%. Untuk memastikan adanya hipertrofi
ventrikrl kanan, kami membutuhkan foto lateral. Kelompok kami pun juga mengusulkan
pemeriksaam elektrokadiogram pada pasien ini untuk mendukung diagnosis dan
membantu perencanaan dalam tatalaksana.
IV. Patofisiologi
Etiologi pasien pada kasus ini adalah demam rematik, diagnosis ditegakan karena
adanya riwayat demam dan susah menalan, yang kemungkinan ini adalah faringitis. Faringitis
merupakan awal dari infeksi streptococus beta hemoliticus tipe A. Infeksi yang awalnya
menyerang faring menyebabkan faringitis, apabila penyembuhan tidak optimal dan ditambah
faktor predisposisi yaitu usia 3 sampai 16 tahun, kurangnya imun, penderita yang sudah
mendapat serangan rematik, riwayat keluarga, kembar monozigot, dan over crowding,
streptokokus dapat berpindah ke jantung dan biasanya menyerang daerah katup karena
adanya reaksi imun-antigen diakibatkan adanya persamaan antara karbohidrat dari
streptokokus grup A dengan glikoprotein katup jantung dan adanya persamaan sarcolema sel
miokard dan streptokokus.
Pada kasus ini infeksi mengenai katup aorta, menyebabkan katup aorta menebal, kaku
dan perforasi, yang dapat bermanifestasi menjadi regurgitasi aorta. Katup tidak tertutup
12
secara rapat sehingga selama sistole sebagian darah yang telah diejeksikan kembali ke dalam
ventrikel kiri karena gradien tekanan yang terbalik sebelumnya, ini yang dinamakan volume
regurgitasi. Ini mengakibatkan tekanan darah diastolik menurun dan volume sekuncup efektif
juga menurun. Pada awalnya dapat dikompensasi dengan meningkatkan volume diastolik
akhir. Tapi lama kelamaan maka terjadilah dilatasi ventrikel. Sesuai dengan hukum Laplace,
dilatasi ventrikel membutuhkan kekuatan miokardium yang lebih besar, karena bila tidak
tekanan pada ventrikel kiri akan menurun. Oleh karena itu akan terjadi hipertrofi ventrikel.
Karena adanya aliran balik aorta, tekanan diastolik aorta akan turun dibawah
normal, untuk mempertahanka nilai rata-rata normal, keadaan ini akan dikompensasi dengan
meningkatkan tekanan sistolik, yang artinya meningkatkan kerja jantung. Kerja jantung yang
berlebihan akan meningkatkan kebutuhan oksigen.
Akibat kompensasi yang bertahun-tahun, akhirnya jantung tidak dapat
mengkompensasi lagi. Darah banyak tersisa di ventrikel, dan lama-lama akan penuh, yang
menyebabkan regurgitasi mitral, lalu tekanan atrium kiri akan meningkat karena banyaknya
darah yang akan terkumpul pada atrium kiri, diakibatkan ventrikel kiri sudah penuh. Darah
dari paru-paru yang menuju atrium kiri pun terhambat, akibatnya darah terkumpul di paru-
paru dan terjadilah edema paru, menyebabkan sesak nafas.
Backward failure terjadi akibat curah jantung yang kurang sehingga darah yang
kembali pun berkurang dan tertimbun di system vena. Darah yang tertimbun ini kemudian
mengalami transudasi ke jaringan sehingga timbullah edema pretibial dan hepatomegali.
Penimbunan ini juga mengakibatkan peningkatan tekanan aliran vena cava superior sehingga
didapatkan peningkatan tekanan vena jugularis (JVP) yaitu 5+4 cm dan hepatojugular
refluks pada pasien ini.
V. Diagnosis
1. Diagnosis fisiologis : Aorta insufisiensi
13
2. Diagnosis etiologi : Aorta insufisiensi ini di sebabkan oleh demam reumatik
3. Diagnosis fungsional : NYHA class II penderita dengan kelainan jantung yang
berakibat pembatasaa berat aktifitas fisik. Merasa enak saat istirahat . aktivitas yang
berat dari aktivitas sehari-hari mengakibatkan dispnea dan palpitasi. Diagnosis ini
ditegakan karna pasien merasa ebih enak bila tidak melakukan aktivitas seperti
olahraga karna pasien ini sesak bila melakukan olahraga.
4. Diagnosis anatomi : adanya kelainan anatomis pada jantung kiri , paru-paru,
hepar dan ektremitas bawah. Pada jantung kiri terlihat hipertropi dari foto thorax dan
pada hepar terdapat hepatomegali 3 jari di bawah arcus costae pada pemeriksaan
palpasi , pada paru-paru terdapat oedema terlihat pada pemeriksaan fisi adanya ronki
basah pada kedua basal paru dan pada ektremitas bawah terlihat pada pemeriksaan
adanya oedema pretibial pada kedua tungkai .
VI. Penatalaksanaan
Terapi yang diberikan:
1. O2 4L/per menit nasal kanul
Oksigen diberikan pada pasien karena ada keluhan sesak nafas,
2. Furosemide 60 mg
Furosemide adalah suatu diuresis yang kerjanya ialah menurunkan oedem
yang diderita oleh pasien ini. Cara kerja diuresis adalah dengan menarik
kelebihan cairan dalam tubuh yang lalu dikeluarkan melalui urin
14
3. Captopril 3x12,5 mg
Adalah suatu vasodilator, yang bekerja dalam vasodilatasi pembuluh darah
sehingga dapat mengontrol tekanan darah. Captopril diminum sebanyak 3 kali
sehari 1-2 jam sebelum makan.
4. Eritromisin 3x250mg
Antibiotik yang digunakan salah satunya untuk demam reumatik. Hal ini
dilakukan untuk mencegah infeksi yang dapat menyebabkan rekurensi dari
demam rematik.
Selain terapi medikamentosa diatas juga dianjurkan terapi non-medikamentosa, yaitu
diet rendah kolesterol, rendah lemak, dan rendah garam. Selain itu pasien juga dianjurkan
untuk mengkonsumsi banyak serat dan banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung
omega-3.
VII. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien ini adalah hipoksia jaringan hingga syok
yang dikibatkan oleh kurang suplai darah.
VIII. Prognosis
Ad Vitam : Dubia ad Malam
Hal ini berhubungan dengan gagal janutng yang telah dialami oleh pasien ini.
Pasien ini masuk dalam derajat II klasifikasi NYHA.
Ad Fungsionam : Dubia ad Malam
15
Fungsi jantung pasien ini dapat dikatakan telah gagal dan bersifat irreversible.
Ad Sanationam : Dubia ad Malam
Penyakit ini dapat rekuren apabila terjadi infeksi kembali.
BAB V
TINJAUAN PUSTAKA
I. Anatomi Jantung
16
Ruang – Ruang Jantung
Jantung terdiri dari 4 ruang, yaitu 2 berdinding tipis disebut atrium (serambi) dan 2
berdinding tebal disebut ventrikel (bilik).
1. Atrium
a. Atrium kanan berfungsi sebagai penampung darah rendah oksigen dari seluruh tubuh.
Kemudian, darah dipompakan ke ventrikel kanan dan selanjutnya ke paru.
b. Atrium kiri menerima darah yang kaya oksigen dari kedua paru melalui 4 buah vena
pulmonalis. Kemudian, darah mengalir ke ventrikel kiri dan selanjutnya ke seluruh
tubuh melalui aorta.
2. Ventrikel
Merupakan alur alur otot yang disebut trabekula carnae. Alur yang menonjol disebut
muskulus papilaris, ujungnya dihubungkan dengan tepi daun katub atrioventrikuler oleh
serat yang disebut korda tendinae.
a. Ventrikel kanan menerima darah dari atrium kanan dan dipompakan ke paru melalui
arteri pulmonalis.
b. Ventrikel kiri menerima darah dari atrium kiri dan dipompakan keseluruh tubuh melalui
17
aorta.
Katup-Katup Jantung
1. Katup atrioventrikuler
Terletak antara atrium dan ventrikel. Katup yang terletak diantara atrium kanan dan
ventrikel kanan mempunyai 3 buah daun katup (trikuspid). Sedangkan katup yang terletak
diantara atrium kiri dan ventrikel kiri mempunyai dua buah daun katup (Mitral/bikuspid).
Memungkinkan darah mengalir dari atrium ke ventrikel pada fase diastole dan mencegah
aliran balik pada fase sistolik.
2. Katup Semilunar
a. Katup Pulmonal terletak pada arteri pulmonalis dan memisahkan pembuluh ini dari
ventrikel kanan.
b. Katup Aorta terletak antara ventrikel kiri dan aorta.
Kedua katup ini mempunyai bentuk yang sama terdiri dari 3 buah daun katup yang
simetris. Danya katup ini memungkinkan darah mengalir dari masing-masing ventrikel ke
arteri selama sistole dan mencegah aliran balik pada waktu diastole.
18
Pembukaan katup terjadi pada waktu masing-masing ventrikel berkontraksi, dimana
tekanan ventrikel lebih tinggi dari tekanan didalam pembuluh darah arteri.
II. Demam Rematik
Demam rematik adalah suatu peradangan yang terjadi sebagai komplikasi dari radang
tenggorok yang tidak diobati dengan sempurna dan biasanya disebabkan oleh bakteri
Streptococcus grup A. Demam rematik paling sering terjadi pada anak-anak hingga remaja
yang berumur 5-15 tahun. Penyakit ini jarang ditemui di negara-negara maju tapi masih
banyak dijumpai di negara-negara berkembang. Demam rematik dapat menimbulkan
kerusakan permanen pada jantung, termasuk kerusakan katup dan gagal jantung. Pengobatan
pada demam rematik dapat mengurangi kerusakan akibat peradangan, mengurangi rasa sakit
akibat gejala-gejala yang ada dan dapat mengurangi kekambuhan dari demam rematik itu
sendiri.
Faktor resiko yang dapat menyebabkan demam rematik, antara lain:
1. Riwayat keluarga, beberapa orang kemungkinan memiliki atau membawa gen yang
membuat mereka bisa lebih terkena demam rematik.
2. Bakteri Streptococcus tipe tertentu, bisa memungkinkan untuk menimbulkan demam
rematik. Seperti jenis Streptococcus grup A.
3. Faktor lingkungan, resiko demam rematik berhubungan dengan faktor kepadatan
penduduk, sanitasi yang buruk, dan kondisi lainnya yang dengan mudah dapat
mengakibatkan cepatnya transmisi atau eksposur terhadap bakteri Streptococcus.
Gejala klinis yang dapat timbul pada demam rematik, diantaranya:
Sakit tenggorokan: Meskipun perkiraan bervariasi, hanya 35% -60% dari semua
pasien dengan demam rematik bisa memiliki gejala radang pada saluran pernapasan
19
atas kembali dalam beberapa minggu sebelumnya. Gejala yang timbul pada setiap
individu banyak yang tidak terlihat secara medis, tidak terdiagnosis, atau tidak
mengambil antibiotik yang diresepkan untuk pencegahan demam rematik.
Polyarthritis: Secara keseluruhan, arthritis terjadi pada sekitar 75%
dari serangan pertama kali demam rematik. Kemungkinan meningkat seiring
dengan usia pasien, dan radang sendi merupakan manifestasi utama demam
rematik dalam 92% dari orang dewasa.
Karditis: Dalam serangan pertama demam rematik, karditis terjadi pada 30%-60%
kasus. Hal ini lebih sering terjadi pada anak muda tetapi dapat terjadi juga pada orang
dewasa.
Sydenham chorea: ini terjadi pada kasus sampai dengan 25% kasus demam rematik
pada anak-anak tetapi sangat jarang pada orang dewasa. Hal ini lebih umum terjadi
pada anak perempuan. Sydenham chorea dalam demam rematik mungkin karena
memiliki mimikri molekuler, dengan autoantibody bereaksi dengan ganglion otak.
Eritema marginatum: Terjadi dalam serangan pertama demam rematik pada anak,
eritema marginatum terjadi pada sekitar 10%. Seperti chorea, sangat jarang pada
orang dewasa.
Nodul subkutan jarang terlihat oleh pasien
Gejala lain mungkin termasuk demam, sakit perut, arthralgia, malaise, dan epistaksis.
Patofisiologi demam rematik
Demam rematik ditandai oleh lesi inflamasi non supuratif pada sendi, jantung,
jaringan subkutan, dan sistem saraf pusat. Dalam sebuah literatur, disebutkan bahwa di
negara maju demam rematik muncul dengan infeksi faring yang disebabkan oleh bakteri
Streptococcus grup A. Resiko terjadinya demam rematik setelah terjadinya infeksi faring
akibat Streptococcus diperkirakan 0,3-3 %. Dalam sebuah penelitian baru, demam
20
rematik yang terjadi pada populasi aborigin di Australia.menunjukkan bahwa infeksi
kulit streptokokus juga mungkin berhubungan dengan terjadinya demam rematik.
Molekul mimikri yang terdapat pada cedera jaringan yang terjadi pada demam
rematik. Kedua pertahanan tubuh host, yaitu sistem imun humoral dan seluler secara
genetik rentan terlibat. Dalam proses ini, respon imun pasien (baik B-cell dan T-
cell mediated) tidak dapat membedakan antara mikroba yang menginvasi dan jaringan inang
tertentu. Peradangan dapat terlihat pada infeksi akut dan menghasilkan manifestasi protean
dari demam rematik.
Pengobatan demam rematik
Pada saat demam rematik ditegakkan terhadap semua penderita, harus diperlakukan
seolah-olah masih terdapat infeksi streptococcus meskipun organisme tersebut tidak
ditemukan pada kultur. Jadi penderita harus diberikan antibiotika guna mencegah munculnya
kembali bakteri tersebut. Apabila pasien menderita penyakit jantung rematik yang disertai
dengan penyakit demam rematik yang sering rekuren diberikan profilaksis sekunder.
Kemudian juga diberikan anti inflamasi apabila terjadi peradangan.4
III. Insufisiensi Aorta
Kelainan katup aorta merupakan penyakit jantung yang masih cukup tinggi
insidensinya. Beberapa jenis pemeriksaan dapat digunakan untuk membantu menegakkan
diagnosis seperti fotokardiografi, kateterisasi kardiak, serta angiografi.
21
Etiologi
Regurgitasi darah dari aorta ke ventrikel kiri dapat terjadi dalam 2 macam kelainan
artificial yaitu :
Dilatasi pangkal aorta seperti yang ditemukan pada :
Penyakit kolagen
Aortitis sifilitika
Diseksi aorta
Penyakit katup artificial
Penyakit jantung reumatik
Endokarditis bakterialis
Aorta artificial congenital
Ventricular septal defect (VSD)
Ruptur traumatic
Aortic left ventricular tunnel
Genetik
Sindrom marfan
Mukopolisakaridosis
Patofisiologi
Dilatasi ventrikel merupakan kompensasi utama pada regurgitasi aorta, bertujuan
untuk mempertahankan curah jantung disertai peninggian tekanan artificial ventrikel kiri.
22
Pada saat aktivitas, denyut jantung dan resistensi vascular perifer menurun sehingga curah
jantung bisa terpenuhi.
Pada tahap lanjut, tekanan atrium kiri, pulmonary wedge pressure, arteri pulmonal,
ventrikel kanan dan atrium kanan meningkat sedangkan curah jantung menurun walaupun
pada waktu istirahat.
Gejala Klinis
Ada 2 macam gambaran klinis regurgitasi yang berbeda, yaitu :
1. Regurgitasi aorta kronik, biasanya terjadi akibat proses kronik seperti penyakit
jantung reumatik, sehingga artificial kardiovaskular sempat melakukan mekanisme
kompensasi. Tapi bila kegagalan ventrikel sudah muncul, timbullah keluhan sesak
napas pada waktu melakukan aktivitas dan sekali-sekali timbul artificial nocturnal
dyspnea. Keluhan akan semakin memburuk antara 1 – 10 tahun berikutnya. Angina
pectoris muncul pada tahap akhir penyakit akibat rendahnya tekanan artificial dan
timbulnya hipertrofi ventrikel kiri.
Pemeriksaan jasmani menunjukkan nadi, selar dengan tekanan nadi yang besar dan
tekanan artificial rendah, gallop dan bising artificial timbul akibat besarnya curah
sekuncup dan regurgutasi darah dari aorta ke ventrikel kiri. Bising artificial lebih
keras terdengar di garis sterna kiri bawah atau apeks pada kelainan katup artificial,
sedang pada dilatasi pangkal aorta, bising terutama terdengar di garis sterna kanan.
Bila ada ruptur daun katup, bising ini sangat keras dan musical.
Kadang-kadang ditemukan juga bising sistolik dan thrill akibat curah sekuncup
meningkat (tidak selalu merupakan akibat stenosis aorta). Tabrakan antara regurgitasi
aorta yang besar dan aliran darah dari katup mitral menyebabkan bising mid/late
diastolic (bising Austin Flint)
23
2. Regurgitasi aorta akut, berbeda dengan regurgitasi kronik, regurgitasi akut biasanya
timbul secara mendadak dan banyak, sehingga belum sempat terjadi mekanisme
kompensasi yang sempurna. Gejala sesak napas yang berat akibat tekanan vena
pulmonal yang meningkat secara tiba-tiba. Dengan semakin beratnya gagal jantung
peninggian tekanan artificial ventrikel kiri menyamai tekanan artificial aorta, sehingga
bising artificial makin melemah. Hal ini akan menyulitkan diagnosis. Pemeriksaan
elektrokardiografi dan foto rontgen bisa normal karena belum cukup waktu untuk
terjadinya dilatasi dan hipertrofi.
Penatalaksanaan
Pengobatan medikamentosa
Digitalis harus diberikan pada regurgitasi berat dan dilatasi jantung walaupun
asimtomatik. Regurgitasi aorta karena penyakit jantung reumatik harus mendapat pencegahan
sekunder dengan antibiotic. Juga terhadap kemungkinan endokarditis bakterialis bila ada
tindakan khusus. Selain itu pengobatan dengan vasodilator seperti nifedipine, felodipine, dan
ACE inhibitor dapat mempengaruhi ukuran dan fungsi dari ventrikel kiri dan mengurangi
beban di ventrikel kiri, sehingga dapat memperlambat progresivitas dari disfungsi
miokardium.
Pengobatan pembedahan
Hanya pada regurgitasi aorta akibat diseksi aorta, reparasi katup aorta bisa
dipertimbangakan. Sedangkan pada regurgitasi aorta akibat penyakit lainnya, katup aorta
24
umumnya harus diganti dengan katup artificial. Timbulnya keluhan terutama sesak napas,
merupakan indikasi operasi.
Secara umum rekomendasi untuk tindakan pengobatan dan pembedahan adalah pasien
dengan pembesaran ventrikel kiri (LV end diastolic dimention besar dari 65 mm) dan normal
fungsi sistolik, dapat diterapi dengan vasodilator, dan nifedipin merupakan pilihan yang baik.
Pembedahan dilakukan terhadap pasien dengan pembesaran ventrikel kiri yang progresif,
dimensi diastolic akhir lebih dari 70mm, dimensi diastolic 50 mm dan EF 50%. Pasien
dengan disfungsi ventrikel kiri yang simtomatis, harus dilakukan penggantian katup setelah
periode pengobatan intensif dengan digitalis, diuretic, dan vasodilator untuk mencegah
timbulnya gejala gagal jantung.5
BAB VI
KESIMPULAN
25
Kelompok kami mendiagnosis pasien ini regurgitasi atau insufisien aorta dengan
etiologi demam remarik. Hal ini kami simpulkan berdasarkan dari data yang kami dapatkan
baik dari anamnesis, pemeriksaan fisik, hingga pemeriksaan penunjang. Kami memerlukan
pemeriksaan tambahan seperti foto lateral dan ekokardiogran untuk menunjang diagnosis dan
membantu dalam perencanaan tata laksana. Prognosis pasien ini dapat dikatakan buruk
karena pasien telah mengalami gagal jantung yang mengakibatkan edema paru, JVP
meningkat, hepatomegali dan edema pretibial.
Daftar Pustaka
26
1. Leman S. Demam Reumatik dan Penyakit Jantung Reumatik. Dalam: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, Editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2009.p.1662-64
2. Leman S. Regurgitasi Aorta. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata
M, Setiati S, Editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna
Publishing; 2009.p.1688
3. ECG Library. Left ventricular and left atrial hypertrophy. Available at:
http://www.ecglibrary.com/lvhlah.html. Accessed 14 Mei 2012.
4. Rheumatic Fever. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/236582-
overview. Accessed 14 Mei 2012.
5. Leman S. Regurgitasi Aorta. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata
M, Setiati S, Editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna
Publishing; 2009.p.1688-96
27
28