makalah hukum agraria

24
“HAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING” MAKALAH Oleh : Hukum Agraria Dosen : FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2012

Upload: vega-nidia-atmawijaya

Post on 24-Apr-2015

467 views

Category:

Documents


22 download

DESCRIPTION

Makalah hukum agraria mengenai peralihan hak atas tanah (HAT) yang disusun untuk memenuhi tugas kelompok hukum agraria

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Hukum Agraria

“HAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING”

MAKALAH

Oleh :

Hukum Agraria

Dosen :

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS PADJADJARAN

BANDUNG

2012

Page 2: Makalah Hukum Agraria

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa bahwa

karenaNya kami dari Kelompok 3 mata kuliah Hukum Agraria dapat

menyelesaikan sebuah makalah yang berjudul “HAK ATAS TANAH UNTUK

WARGA NEGARA ASING”. Makalah yang kami buat merupakan suatu kerja keras

yang kami lakukan untuk mengajukan sebuah penelitian ilmiah dalam bentuk

makalah yang kemudian akan digunakan sebagai indikator penilaian dalam mata

kuliah Hukum Agraria. Dalam makalah ilmiah ini, kami menulis mengenai Hak

Atas Tanah (HAT) untuk Warga Negara Asing yang dikaji menggunakan Undang-

Undang No.5 Tahun 1960 atau yang biasa disebut Undang-Undang Pokok Agraria

(UUPA) dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 41/1996 tentang Pemilikan Rumah

Tinggalatau Hunian oleh Orang Asing yang berkedudukan di Indonesia. Dalam hal

ini, penyusun mengkaji lebih jauh mengenain Hak Atas Tanah di Indonesia Untuk

Warga Negara Asing menurut Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah

tersebut.

Penyusun mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak yang tidak

dapat disebutkan satu persatu dalam pengantar ini. Semoga makalah yang

berjudul “HAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING” ini dapat

bermanfaat dan dapat dijadikan sebuah motivasi untuk dapat menyusun karya

ilmiah lain dalam bidang yang sama maupun dalam bidang yang berbeda. Segala

kritik beserta saran yang membangun kami terima dengan segala kerendahan

hati.

Bandung, November 2012

Penulis

Page 3: Makalah Hukum Agraria

DAFTAR ISI

LATAR BELAKANG . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

DAFTAR IS I . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

BAB I PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

A. Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

B. Identifikasi Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

C. Tujuan Penulisan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

BAB II TINJAUAN PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

A. Pengertian Agraria. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

B. Macam-macam hak penguasaan atas tanah dalam Hukum

Tanah Nasional. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

C. Peraturan Pemerintah (PP) No.41 tahun 1996 Tentang

pemilikan rumah tempat tinggal atau hunian oleh orang

asing yang berkedudukan di Indonesia . . . . . . . . . . . . . . . .

BAB III PEMBAHASAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

BAB IV PENUTUP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

A. Simpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

B. Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

DAFTAR PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Page 4: Makalah Hukum Agraria

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya, kekayaan alam

yang melimpah serta besarnya potensi sumber daya manusia yang dapat

dimanfaatkan. Kekayaan alam di Indonesia adalah kekayaan yang

merupakan anugrah dari Tuhan yang Maha Esauntuk bumi Pertiwi beserta

untuk insan-insan yang ada di dalamnya. Anugrah ini adalah anugrah yang

tidak dapat ternilai harganya. Pegunungan, hutan, lautan, daratan, tanah,

segala kekayaan alam yang terkandungdi dalamnya serta ruang angkasa

yang berada di atasnya merupakan suatu kekayaan nasional yang dimiliki

oleh Indonesia.

Segala hal mengenai Bumi, Air, dan Kekayaan alam yang

terkandung di dalamnya termasuk ruang angkasa yang berada di atasnya

yang diakui sebagai kekayaan nasional Indonesia ini telah diatur lebih jauh

dalam Undang-Undang No.5 Tahun 1960 Tentang Pokok-pokok Agraria

(UUPA). Undang-undang ini merupakan ujung tombak dalam pengaturan

segala hal mengenai agraria/pertanahan di Indonesia pada khususnya.

Dewasa ini, era globalisasi telah membawa banyak perubahan

terutama terhadap pemanfaatan sumber daya alam. Tanah adalah suatu hal

yang sangat bernilai tinggi dan salah satu objek kedua dalam investasi

setelah emas. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian

tanah itu sendiri adalah : 1. Permukaan bumi atau lapisan bumi paling atas,

2. Keadaan bumi di suatu tempat, 3. Permukaan bumi yang diberi batas, dan

4. Bahan-bahan dari bumi sebagai bahan sesuatu (pasir, cadas, batu dsb).

Itu merupakan arti tanah menurut KBBI, namun pengertian tanah secara

yuridis yang tercantum dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-undang No.5 Tahun

1960 (UUPA) bahwa pengertian tanah adalah Permukaan Bumi.

Tanah merupakan salah satu objek hukum dimana daripadanya

diatur dalam Undang-Undang No.5 Tahun 1960 (UUPA). Dalam kepemilikan

tanah di Indonesia, setiap orang dapat memiliki hak yang memberi

wewenang kepada seseorang yang mempunyai hak itu untuk

Page 5: Makalah Hukum Agraria

mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah tersebut yang disebut

dengan Hak Atas Tanah. Hak atas tanah berbeda dengan hak penggunaan

atas tanah.Ciri khas dari hak atas tanah adalah seseorang yang mempunyai

hak atas tanah berwenang untuk mempergunakan atau mengambil manfaat

atas tanah yang menjadi haknya.

Pada era globalisasi, Indonesia dengan mudah melakukan suatu

hubungan luar negeri yang bersifat global dan banyak investor maupun turis

mancanegara atau lebih dikenal dengan sebutan Warga Negara Asing

(WNA) masuk ke dalam Negara Indonesia. Baik untuk berlibur, menjalankan

bisnis, maupun investasi di Indonesia jelasnya bahwa Warga Negara Asing

(WNA) ini akan melakukan suatu aktivitas di dalam Negara Indonesia. Dalam

hal ini, kesempatan seperti ini dapat menjadi suatu keuntungan bagi

Indonesia, baik keuntungan dalam aspek Pariwisata, aspek Ekonomi dan

Bisnis maupun Aspek Pendidikan.

Warga Negara Asing dapat dengan mudah singgah di Negara

Indonesia dan tidak sedikit dari mereka yang mempersunting Warga Negara

Indonesia untuk menjadi pasangan hidupnya. Perbuatan hukum ini dapat

menimbulkan akibat hukum lainnya terutama dalam bidang

agraria/pertanahan dimana mereka berdomisili dan dimana mereka

melakukan aktivitas hariannya.

Adanya suatu aktivitas yang dilakukan oleh Warga Negara Asing di

Indonesia membuat mereka tinggal dalam waktu yang cukup lama dan

bahkan ada yang tinggal menetap dan di Naturalisasi menjadi Warga Negara

Indonesia. Untuk Warga Negara Asing (WNA) yang tinggal sementara

(misalkan hanya untuk berlibur) mungkin tidaklah bermasalah karena mereka

hanya tinggal sementara waktu kemudian mereka pergi meninggalkan

Indonesia menuju negara asalnya. Akan tetapi bagi Warga Negara Asing

yang tinggal dalam waktu yang lama bahkan hingga menetap apakah

menjadi suatu permasalahan ? penulis dapat mengatakan iya bahwa hal

tersebut dapat menjadi suatu permasalahan terutama apabila mereka

melakukan beberapa perbuatan hukum dalam aspek agraria / pertanahan di

Indonesia.

Page 6: Makalah Hukum Agraria

B. Identifikasi Masalah

1. Apa saja Hak Atas Tanah yang dapat dimiliki oleh Warga Negara Asing di

Indonesia ?

2. Bagaimana status kepemilikan Hak Atas Tanah di Indonesia bagi

perkawinan campuran antara WNI dan WNA ?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dalam penulisan makalah ini antara lain :

1. Untuk mengetahui berbagai jenis Hak Atas Tanah menurut Undang-

Undang No.5 tahun 1960.

2. Untuk mencari kepastian hukum mengenai pemberian Hak Atas Tanah

bagi Warga Negara Asing di Indonesia.

3. Sebagai bahan penelitian sederhana terhadap pemberian Hak Atas Tanah

bagi Warga Negara Asing

4. Untuk mengetahui kepastian hukum mengenai hak atas tanah yang dapat

diperoleh oleh Warga Negara Asing yang menikah dengan Warga Negara

Indonesia

5. Sebagai salah satu komponen penilaian dalam Mata Kuliah Hukum

Agraria

Page 7: Makalah Hukum Agraria

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Agraria

Kata “Agraria” menurut Boedi Harsono, berasal dari kata “Agrarius,

ager” (latin), “Agros” (Yunani), “Akker” (Belanda) yang artinya tanah

pertanian. Dikaitkan dengan masalah pertanahan maka selain tanah

pertanian/perkebunan (Ager), telah berkembang pula masalah tanah

perkotaan yaitu masalah tanah permukiman dan tanah untuk industri.1

Dalam arti luas, Agraria dimaksudkan sebagai sesuatu yang

berkaitan dengan tanah. Jadi hukum agraria disamakan dengan hukum

tanah. Lebih luas lagi arti agraria dalam UUPA, karena diatur bukan saja

berkaitan dengan tanah (yang merupakan lapisan permukaan bumi) tetapi

juga berkaitan dengan tubuh bumi itu, dengan air, dan dengan ruang

angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Dengan

demikian, maka menurut UUPA yang dimaksud dengan hukum Agraria

adalah jauh lebih luas daripada hukum pertanahan, yang meliputi hukum

perairan, keruangangkasaan, pertambangan, perikanan dan sebagainya.

Dalam UUPA, walaupun tidak dicantumkan dengan tegas, tetapi dari

apa yang tercantum dalam konsiderans, pasal-pasal dan penjelasannya,

dapatlah disimpulkan bahwa pengertian Agraria meliputi bumi, air dan

kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Dalam batas-batas seperti

yang ditentukan dalam pasal 48 UUPA bahkan juga meliputi ruang

angkasa.

B. Asas-asas dalam Undang-Undang No.5 tahun 1996

Asas-Asas Hukum Agraria dalam UUPA :

1. Asas Kebangsaan, Pasal 1 ayat (1), (2), (3)

2. Asas menguasai dari negara, Pasal 2 ayat (1), (2), (3)

3. Asas pengakuan hak ulayat masyarakat adat, Pasal 3

4. Asas fungsi sosial atas tanah, Pasal 6

5. Asas Nasionalitas, Pasal 9, Pasal 21, Pasal 26 ayat (2)

1Hasan Wargakusumah, Hukum Agraria I, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta:1992 hlm.5

Page 8: Makalah Hukum Agraria

6. Asas persamaan hak laki-laki dan perempuan serta perlindungan

terhadap golongan ekonomi lemah Pasal 9 ayat (2), Pasal 10, Pasal

11 ayat (1), Pasal 12 ayat (1), Pasal 26 ayat (1)

7. Asas tanah pertanian harus diusahakan secara aktif oleh

pemiliknya, Pasal 10

8. Asas perencanaan bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam

yang terkandung didalamnya, Pasal 14, 15

9. Asas pendaftaran tanah, Pasal 19

Asas-Asas Hukum Adat dalam UUPA :

1. Asas Religiulitas, Pasal 1

2. Asas Kebangsaan, Pasal 1, 2, 9

3. Asas Demokrasi, Pasal 9

4. Asas kemasyarakatan, pemerataan, & keadilan sosial, Pasal 6, 7,

10, 11, 13

5. Asas penggunaan & pemeliharaan tanah secara berencana, Pasal

14, 15

6. Asas pemisahan horizontal

C. Macam-macam hak penguasaan atas tanah dalam Hukum Tanah

Nasional

Dalam Hukum Tanah Nasional, ada bermacam-macam hak

penguasaan atas tanah, hak itu antara lain adalah sebagai berikut;

1. Hak Bangsa Indonesia (Pasal 1 UUPA)

Hak Bangsa Indonesia atas tanah ini merupakan hak penguasaan atas

tanah yang tertinggi dan meliputi semua tanah yang adadalam wilayah

negara, yang merupakan tanah bersama, bersifat abadi dan menjadi induk

bagi hak-hak penguasaan yang lain atas tanah (lihat pasal 1 ayata (1)-(3)

UUPA.

2. Hak Menguasai dari Negara (Pasal 2 UUPA)

Page 9: Makalah Hukum Agraria

Hak menguasai dari negara atas tanah bersumber pada Hak Bangsa

Indonesia atas tanah, yang hakikatnya merupakan penugasan pelaksanaan

tugas kewenangan bangsa yang mengandung unsur hukum publik. Tugas

mengelola seluruh tanah bersama tidak mungkin dilaksanakan sendiri oleh

seluruh Bangsa Indonesia, maka dalam penyelenggaraannya, Bangsa

Indonesia sebagai pemegang hak dan pengemban amanat tersebut, pada

tingkatan tertinggi dikuasakan kepada Negara Republik Indonesia sebagai

organisasi kekuasaan seluruh rakyat (lihat pasal 2 ayat (1) UUPA).

3. Hak Ulayat masyarakat hukum adat (Pasal 3 UUPA)

Menurut pasal 1 Permen Agraria/Kepala BPN No. 5/1999 tentang

Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat, yang

dimaksud dengan hak ulayat adalah kewenangan menurut adat yang

dipunyai oleh masyarakat hukum adat tertentu atas wilayah tertentu yang

merupakan lingkungan hidup para warganya untuk mengambil manfaat dari

sumber daya alam, termasuk tanah dalam wilayah tersebut, bagi

kelangsungan hidup dan kehidupannya, yang timbul dari hubungan secara

lahiriah dan batiniah secara turun temurun dan tidak terputus antara

masyarakat hukum adat tertentu dengan wilayah yang bersangkutan.

Hak ulayat masyarakat hukum adat dinyatakan masih ada apabila

memenuhi 3 unsur, yaitu:

a. Masih ada suatu kelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum

adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum tertentu

b. Masih adanya wilayah/tanah ulayat tertentu yang menjadi lingkungan

hidup para warga persekutuan hukum tersebut.

c. Masih adanya tatanam hukum adat mengenai pengurusan,

penguasaan dan penggunaan tanah ulayat yang berlaku dan ditaati

oleh para warga persekutuan hukum tersebut.

4. Hak-hak Individual

a. Hak-hak atas tanah (Pasal 4 UUPA)

1). Hak Milik (Pasal 20 UUPA)

Page 10: Makalah Hukum Agraria

Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat

dipunyai orang atas tanah, dan mempunyai fungsi sosial.Subjek hak

milikadalah WNI, ada pengecualian berdasarkan PP No. 38 Tahun 1963

tentang penunjukkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik

atas tanah, yaitu: 1. Bank-bank yang didirikan oleh Negara

2. Perkumpulan-perkumpulan koperasi pertanian

3. Badan-badan keagamaan,

4. Badan-badan sosial.

2). Hak Guna Usaha (Pasal 28 UUPA)

HGU adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung

oleh Negara, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan.

Subjek HGU :1. Warga Negara Indonesia

2. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan

berkedudukan di Indonesia.

3). Hak Guna Bangunan (Pasal 35 UUPA)

HGB adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-

bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri.

Subjek HGB :1. Warga Negara Indonesia

2.Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia

dan berkedudukan di Indonesia.

4). Hak Pakai (Pasal 41 UUPA)

Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil

dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang

lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam

keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya

atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian

sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal

Page 11: Makalah Hukum Agraria

tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-undang

Subjek hak pakai :

Menurut UUPA :

1. WNI,

2. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia,

3.Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan

di Indonesia,

4. Badan hukum asing, yang mempunyai perwakilan di Indonesia (pasal 42

UUPA).

Menurut PP No. 40 Tahun 1996 :

1. WNI,

2. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan

di Indonesia,

3. Departemen, lembaga pemerintah non departemen, dan Pemerintah

Daerah,

4. Badan-badan keagamaan dan sosial,

5. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia,

6. Perwakilan negara asing dan perwakilan badan internasional,

7. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia.

5.). Hak Sewa untuk Bangunan (Pasal 44 UUPA)

Seseorang atau suatu badan hukum mempunyai hak sewa atas tanah,

apabila ia berhak mempergunakan tanah milik orang lain untuk keperluan

bangunan, dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai

uang sewa.

Subjek hak sewa adalah :

1. Warga Negara Indonesia

2. Warga Negara Asing yang berkedudukan di Indonesia

3. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan

berkedudukan di Indonesia,

4. Badan hukum asing, yang mempunyai perwakilan di Indonesia

Page 12: Makalah Hukum Agraria

7). Hak Membuka Tanah dan memungut hasil hutan (Pasal 46

UUPA)

Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan hanya dapat dipunyai

oleh Warga Negara Indonesia yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Dengan mempergunakan hak memungut hasil hutan secara sah tidak

dengan sendirinya diperoleh hak milik atas tanah itu.

b. Wakaf (Pasal 49)

Wakaf tanah hak milik adalah hak penguasaan atas tanah bekas tanah

hak milik, yang oleh pemiliknya dipisahkan dari harta kekayaannya dan

melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan peribadatan

atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran islam (lihat pasal 49 ayat

(3) UUPA Jo. PP No.28/1977 tentang Perwakafan Tanah Milik Jo.

Permendagri No. 6/1977 tentang Tata cara Pendaftaran Tanah Mengenai

Perwakafan Tanah Milik).

c. Hak Jaminan atas Tanah : Hak Tanggungan (Pasal 23, 33, 39, 51

UUPA dan Undang-Undang No.4 Tahun 1996)

Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan kepada hak atas

tanah termasuk atau tidak termasuk benda-benda lain yang merupakan satu

kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang

memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap

kreditor-kreditor lain. Hak Tanggungan dapat dibebankan kepada Hak Milik,

HGU, HGB dan Hak Pakai atas Tanah Negara (lihat pasal 25, 33, 39 dan 51

UUPA Jo. UU No. 4/1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta

Benda-benda yang berkaitan dengan Tanah).

D. Peraturan Pemerintah (PP) No.41 tahun 1996 Tentang pemilikan

rumah tempat tinggal atau hunian oleh orang asing yang

berkedudukan di Indonesia

Itulah beberapa hak atas tanah yang tercantum dalam Undang-Undang

Uno.5 tahun 1960 (UUPA) kita. Dan selanjutnya apakah Warga Negara

Asing dapat tinggal di Indonesia ? apakah dasar hukumnya ?

Page 13: Makalah Hukum Agraria

Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.41 tahun 1994 tentang pemilikan

rumah tempat tinggal atau hunian oleh orang asing yang berkedudukan di

Indonesia menyebutkan bahwa ;

Pasal 1;

(1) Orang asing yang berkedudukan di Indonesia dapat memiliki sebuah

rumah untuk tempat tinggal atau hunian dengan hak atas tanah tertentu.

(2) Orang asing yang berkedudukan di Indonesia sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) adalahorang asing yang kehadirannya di Indonesia

memberikan manfaat bagi pembangunannasional.

Pasal 2;

Rumah tempat tinggal atau hunian yang dapat dimiliki oleh orang asing

sebagaimana dimaksuddalam Pasal 1 adalah:

1. Rumah yang berdiri sendiri yang dibangun di atas bidang tanah:

a. Hak Pakai atas tanah Negara;

b. Yang dikuasai berdasarkan perjanjian dengan pemengang hak atas

tanah.

2. Satuan rumah susun yang dibangun di atas bidang tanah Hak Pakai atas

tanah Negara.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah tersebutlah yang dijadikan dasar

hukum bagi kepemilikan rumah tempat tinggal atau hunian oleh orang asing

di Indonesia.

Page 14: Makalah Hukum Agraria

BAB III PEMBAHASAN

Berdasarkan pasal 16 Undang-Undang No.5 tahun 1960 tentang

Pokok-pokok Agraria, menyebutkan bahwa Hak-hak atas tanah yang

dimaksud dalam pasal 4 ayat 1 ialah :

1. Hak Milik

2. Hak Guna Usaha (HGU)

3. Hak Guna Bangunan (HGB)

4. Hak Pakai

5. Hak Sewa

6. Hak Membuka Tanah

7. Hak Memungut Hasil Hutan

8. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas..

Dari 8 hak yang disebutkan diatas, bahwa Hak Atas Tanah yang dapat

dimiliki oleh Warga Negara Asing di Indonesia hanya ada 2, yaitu Hak Pakai

dan Hak Sewa sebagaimana tertulis;

Bagian VI : HAK PAKAI

Pasal 41. (1) Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan atau

memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau

tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang

ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang

memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang

bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah,

segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-

ketentuan Undang-undang ini.

Pasal 42. Yang dapat mempunyai hak pakai ialah :

a. Warga Negara Indonesia

b. Warga Negara Asing yang berkedudukan di Indonesia

c. Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan

berkedudukan di Indonesia

d. Badan Hukum Asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia

Bagian VII : HAK SEWA UNTUK BANGUNAN

Page 15: Makalah Hukum Agraria

Pasal 44.(1). Seseorang atau suatu badan hukum mempunyai hak

sewa atas tanah, apabila ia berhak mempergunakan tanah milik orang lain

untuk keperluan bangunan, dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah

uang sebagai uang sewa.

(2). Pembayaran uang sewa dapat dilakukan :

a. satu kali atau pada tiap-tiap waktu tertentu

b. sebelum atau sesudah tanahnya dipergunakan

(3). Perjanjian sewa tanah yang dimaksudkan dalam pasal ini

tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung unsur-unsur pemerasan.

Pasal 45. Yang dapat menjadi pemegang hak sewa adalah :

a. Warga Negara Indonesia

b. Warga Negara Asing yang berkedudukan di Indonesia

c. Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan

berkedudukan di Indonesia

d. Badan Hukum Asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia

Dan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No.41 tahun 1996 tentang

pemilikan rumah tempat tinggal atau hunian oleh orang asing yang

berkedudukan di Indonesia menyebutkan dalam ;

Pasal 2;

Rumah tempat tinggal atau hunian yang dapat dimiliki oleh orang asing

sebagaimana dimaksuddalam Pasal 1 adalah:

1. Rumah yang berdiri sendiri yang dibangun di atas bidang tanah:

a. Hak Pakai atas tanah Negara;

b. Yang dikuasai berdasarkan perjanjian dengan pemengang hak atas

tanah.

2. Satuan rumah susun yang dibangun di atas bidang tanah Hak Pakai atas

tanah Negara.

Dengan penjelasan dari dasar hukum diatas tentu dapat disimpulkan

bahwa Hak Atas Tanah yang dapat dimiliki oleh Warga Negara Asing di

Indonesia yang di atur oleh Undang-Undang No.5 Tahun 1960 (UUPA) dan

Peraturan Pemerintah No.41 tahun 1996 menyebutkan hanya ada dua jenis

Page 16: Makalah Hukum Agraria

hak. Antara lain Hak Pakai atas tanah Negara dan Hak Sewa untuk

bangunan. Selain dari kedua hak itu dilarang dimiliki oleh Warga Negara

Asing. Karena Hak Atas Tanah yang diberikan selain hak pakai dan hak

sewa akan melanggar asas Kebangsaan.

Berdasarkan pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA)

Nomor 5 tahun 1960 :

“Orang asing yang sesudah berlakunya Undang-Undang ini memperoleh hak

milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena

perkawinan, demikian pula warga Negara Indonesia yang mempunyai hak

milik dan setelah berlakunya Undang-Undang ini kehilangan kewarga-

negaraannya wajib melepaskan hak itu didalam jangka waktu satu tahun

sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarga-negaraan itu. Jika

sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik tidak dilepaskan, maka hak

tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada Negara, dengan

ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap

berlangsung.”

Sehingga berdasarkan peraturan tersebut di atas, WNI harus

melepaskan hak atas tanah itu dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak dia

menikah dengan WNA tersebut.

Berdasarkan Pasal 21 (ayat 3) UUPA dan dengan adanya percampuran

harta akibat perkawinan, bagi WNI dalam perkawinan campuran, syarat

utama untuk mendapat hak kepemilikan atas tanah adalah Warga Negara

Indonesia tunggal (tidak berkewarganegaraan ganda) dan memegang

perjanjian kawin.

Berdasarkan Pasal 42 dan 45 UUPA dan diatur lebih lanjut dengan

Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Bangunan

(HGB), Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Pakai (HP) atas tanah, WNA dapat

memiliki Hak Pakai dan Hak Sewa saja. Sehingga WNI yang menikah

dengan WNA tanpa perjanjian kawin otomatis digolongkan sebagai subyek

hukum yang hanya berhak untuk mendapatkan Hak Pakai atau Hak Sewa.

Melihat praktek hukum akibat diterbitkannya peraturan-peraturan

tersebut di atas, mengakibatkan tidak sedikit penyelundupan hukum yang

terjadi di Indonesia.Beberapa kasus yang banyak mencuat adalah WNI yang

Page 17: Makalah Hukum Agraria

melangsungkan pernikahannya dengan WNA di luar negeri sengaja tidak

mencatatkan perkawinannya di Indonesia sehingga WNI ini tercatat belum

menikah dalam hukum Indonesia dan otomatis dapat membeli hak atas

tanah dan property di Indonesia. Cara lain lagi yaitu dengan memakai

Nominee yaitu suatu perjanjian antara pemilik tanah yang sebenarnya

dengan seorang yang dipakai namanya untuk tertera pada sertifikat tanah,

misalnya A adalah WNI yang menikah dengan WNA dan B adalah WNI

biasa. Perjanjian Nominee ini dibuat oleh A dan B dimana di dalam perjanjian

tersebut disebutkan bahwa pemilik tanah sebenarnya adalah A namun yang

tertera di sertifikat tanah adalah B, sehingga dengan demikian A dapat terus

menikmati tanah yang dibelinya, dia merasa “aman” karena sertifikat hak

atas tanah tertera nama B.

BAB IV PENUTUP

A. Simpulan

B. Saran

Sangat disarankan agar apabila seorang WNI tetap ingin dapat memiliki

hak atas kepemilikan tanah setelah menikah dengan WNA, maka sebelum

menikah mereka menanda-tangani Perjanjian Kawin dihadapan Notaris di

Indonesia dan Perjanjian Kawin tersebut dicatatkan di KUA pada Surat Nikah

bagi yang beragama Islam atau pada kantor Catatan Sipil bagi yang

beragama selain agama Islam. Dengan Perjanjian Kawin ini maka tidak

terdapat percampuran harta sehingga harta yang dimiliki oleh para pihak

menjadi milik masing-masing jadi tidak menjadi masalah apabila WNI

membeli dan memiliki hak atas tanah dan bangunan di Indonesia.

WNI yang sudah terlanjur menikah dengan WNA tanpa perjanjian

kawin, sebaiknya tanah yang dimiliki di Indonesia segera dipindahtangankan

Page 18: Makalah Hukum Agraria

dengan cara dijual atau dihibahkan kepada orang tua, anak, saudara

kandung atau kerabat sebelum diketahui oleh pemerintah yang dapat

menyebabkan hak atas tanah tersebut hapus dan jatuh kepada Negara

tanpa ganti rugi sesuai dengan peraturan Pasal 21 (ayat 3) UUPA di atas.