makalah hadits
TRANSCRIPT
1
A. Pendahuluan
Nabi Shallallahu‟alaihi Wasallam adalah teladan yang senantiasa dicontoh para
sahabat. Setiap perkataan, perbuatan, dan taqrir Nabi Shallallahu‟alaihi Wasallam .
menjadi referensi kehidupan sahabat-sahabat tersebut. Oleh sebab itu, hampir setiap
gerak-gerik Rasul diketahui dan diriwayatkan oleh sahabat-sahabatnya itu. Dengan
demikian, bagi mereka Nabi Shallallahu‟alaihi Wasallam adalah sumber ilmu
pengetahuan. Dorongan menuntut ilmu yang diberikan Nabi kepada para sahabatnya
menjadikan mereka selalu komitmen untuk menimba ilmu dari diri beliau pada setiap
kesempatan.
Pada masa menjelang akhir kerasulannya, Rosulullah Shallallahu‟alaihi
Wasallam , berpesan kepada para sahabat agar berpegang teguh kepada Alqur`an dan
Hadits serta mengajarkannya kepada orang lain. Pesan pesan Rosul Shallallahu‟alaihi
Wasallam . sangat mendalam pengaruhnya kepada para sahabat, sehingga segala
perhatian yang tercurah semata-mata untuk melaksanakan dan memelihara pesan-
pesannya. Kecintaan mereka kepada rosulullah Shallallahu‟alaihi Wasallam . Di
buktikan dengan melaksanakan segala yang di contohkannya .
Sejarah hadits pada masa sahabat yakni pada masa Khulafa Al- Rasyidin ( Abu
Bakar, Umar Ibn Khattab , Utsman bin Affan ,dan Ali ibn Abi Thalib), pada masa ini
perhatian para sahabat masih terfokus pada pemeliharaan dan penyebaran Alquran,
maka periwayatan hadits belum begitu berkembang, dan kelihatan berusaha
membatasinya.
Para sahabat Nabi Shallallahu‟alaihi Wasallam sangat berhati- hati dalam
menerima dan meriwayatkan hadits, ini para sahabat lakukan untuk menjaga keaslian
ajaran – ajaran islam. Pada akhir pemerintahan Utsman bin Affan mulai lah muncul
hadits mau`du yang di keluarkan oleh orang – orang yang ingin merusak islam.
Hingga pada zaman sekarang ini juga muncul para orientalis dan musuh islam yang
mengkritisi para sahabat Nabi Shallallahu‟alaihi Wasallam yang banyak
meriwayatkan hadits.
2
Dalam makalah ini penulis menyusun dari beberapa sumber rnengenai hadits
pada zaman sahabat, yang mudah-mudahan dapat memberikan pengetahuan bagi
penyusun makalah dan teman-teman semua.
B. Definisi Hadits, Sunnah dan Atsar
a. Hadits
Hadits menurut Etimologi adalah: Jadid, lawan dari qodim: yang baru. Hadits
menurut terminologi adalah : Segala ucapan, perkataan, dan keadaan Nabi. Yang
dimaksud keadaan adalah segala yang diriwayatkan dalam kitab sejarah, seperti
kelahirannya, tempatnya dan yang bersangkut paut dengannya.
Hadits adalah “segala sesuatu yang disadarkan pada Nabi SAW baik berupa
perkataan, pekerjaan, ketetapan, maupun sifat beliau yang adakalanya itu
disunnahkan/dijelaskan pada umat Islam ataupun khusus untuk Nabi”1
b. Sunnah
Sunnah menurut Etimologi adalah: Jalan yang dijalani, yang terpuji ataupun jelek.
Sunnah menurut Terminologi adalah: Segala yang dinukil dari Nabi SAW, baik
berupa perkataan, perbuatan, takrir, pengajaran, sifat, kelakuan, dan perjalanan hidup
beliau sebelum diutus atau sesudahnya.
c. Atsar
Atsar menurut Terminologi adalah: Hadits, Sunnah, dan Khabar yang
disandarkan kepada Sahabat dan Tabiin. Oleh karenanya, para ahli hadits lantas
memandang Atsar yang diidintikkan dengan Hadits Sahabat (mauquf) atau Tabiin
(maqtu‟)2. Al Imam Al-Nawawi menerangkan bahwa fuqoha‟ khurosan menamai
perkataan sahabat ( hadist mauquf ) dengan atsar, dan menamai hadist Nabi dengan
Khabar. Tapi para muhadditsin umumnya menamai hadist Nabi dan perkataan
1 Muhammad Hasbi Ash shiddiqi. 1998. Sejarah & pengantar Ilmu Hadits. Semarang. P.T. Pustaka Rizqi Putra. Hal-1,4. 2 M. „Ajjaj al-Khatib. Usul al-Hadist Ulumuhu wa Musthalahuhu, Dar al-Fikr, Beirut.Hal-19.
3
sahabat dengan atsar juga, dan setengah ulama memakai pula kata atsar untuk
perkataan-perkataan tabiin saja3.
C. Pengertian Sahabat Nabi
Yang dimaksud dengan istilah „sahabat Nabi‟ adalah:
سأ سسه هللا صي هللا عي سي ف حاه إسال اىشا، إ ى جطو
صصحح ى، إ ى ش ع ياا
Artinya : “Orang yang melihat Rasulullah Shallallahu‟alaihi Wasallam dalam
keadaan Islam, yang meriwayatkan sabda Nabi. Meskipun ia bertemu Rasulullah
tidak dalam tempo yang lama, atau Rasulullah belum pernah melihat ia sama sekali”4
Sahabat adalah sebuah kata yang tebentuk dari kata sahaba, yashahibu, suhbatan,
sahibun yang berarti menemani atau menyertai. Kata sahabat juga mengandung
beberapa pengertian. Menurut Ibnu Hajar defenisi sahabat adalah orang yang pernah
bertemu dengan Nabi Muhammad Shallallahu‟alaihi Wasallam dalam keadaan
beriman kepada beliau dan meninggal dalam keadaan Islam. 5
Menurut imam al Waqidi: sahabat Rasulullah Shallallahu‟alaihi Wasallam
adalah siapa saja yang melihat rasul Shallallahu‟alaihi Wasallam , mengenal dan
beriman kepada beliau, menerima dan ridha terhadap urusan-urusan agama walaupun
sebentar. Imam Ahmad bin Hambal mendefenisikan yaitu siapa saja yang bersama
dengan rasul Shallallahu‟alaihi Wasallam selama sebulan atau sehari atau statu jam
atau hanya melihat beliau saja, maka mereka adalah sahabat Rasulullah
Shallallahu‟alaihi Wasallam . Imam Bukhari mendefenisikan sanabat yaitu barang
siapa yang bersama Rasulullah atau melihat beliau dan dia dalam keadaan Islam,
maka dia adalah Sahabat Rasulullah Shallallahu‟alaihi Wasallam6.
Definisi yang diberikan oleh Imam Bukhari dan dianggap yang terbaik di antara
semua definisi, yaitu: Sahabat besar (Kibar Sohabat) adalah sahabat yang banyak
bergaul bersama Nabi, banyak belajar, banyak mendengar hadist-hadist dari beliau,
3 Muhamad Hasbi As-Sidiqi. Hal-52 4 Al Ba‟its Al Hatsits Fikhtishari „Ulumil Hadits, Ibnu Katsir (juz 1/ hal 24) 5 Ash-Shiddieqy Hasbi, Sejarah Perkembagan Hadis, hal. 67 6 Ramli Abul Wahid, Study Ilmu Hadis, Lp2lk, Medan, 2003 hal. 21
4
sering pergi berjihad dan sebaginya. Kibar Sahabat ini seperti Abu Bakar, Umar bin
Khattab, Utsman, Ali, Ibnu Mas‟ud dan lain-lain.Sahabat kecil (Sighor Sohabi) adalah
sahabat yang jarang bergaul bersama Nabi, disebabkan tepat tinggalnya jauh dari
Nabi, atau terakhir masuk Islam, dan lain-lain.7
Dari beberapa defenisi sahabat di atas, dapat disimpulkan bahwa sahabat adalah
orang yang bersama Rasulullah Shallallahu‟alaihi Wasallam , bergaul dan
menjalankan ibadah sesuai dengan yang dilakukan Rasulullah Shallallahu‟alaihi
Wasallam , dia juga seaqidah dengan rasul dan matinya dalam keadaan Islam.
D. Keutamaan dan Jumlah sahabat Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam
Empat sahabat Nabi yang paling utama adalah Abu Bakar Ash Shiddiq, Umar bin
Khattab, Utsman bin „Affan dan „Ali bin Abi Thalib radhiallahu‟ahum ajma‟in.
Tentang jumlah orang yang tergolong sahabat Nabi, Abu Zur‟ah Ar Razi
menjelaskan:
ذ ع حجة اىداع أسبع أىفاا، ما ع بححك سحع أىفاا، قحض عي
اىصالة اىسال ع ائة أىف أسبعة عشش أىفاا اىصصابة
“Empat puluh ribu orang sahabat Nabi ikut berhaji wada bersama Rasulullah. Pada
masa sebelumnya 70.000 orang sahabat Nabi ikut bersama Nabi dalam perang
Tabuk. Dan ketika Rasulullah wafat, ada sejumlah 114.000 orang sahabat Nabi”8
Para sahabat Nabi adalah manusia-manusia mulia. Imam Ibnu Katsir menjelaskan
keutamaan sahabat Nabi:
اىصصابة مي عذه عذ أو اىسة اىجاعة، ىا أث هللا عي ف محاب
اىعضض، با طقث ب اىسة اىحة ف اىذح ى ف جع أخالق أفعاى، ا
بزى األاه األساح ب ذ سسه هللا صي هللا عي سي
“Menurut keyakinan Ahlussunnah Wal Jama‟ah, seluruh para sahabat itu orang yang
adil. Karena Allah Ta‟ala telah memuji mereka dalam Al Qur‟an. Juga dikarenakan
banyaknya pujian yang diucapkan dalam hadits-hadits Nabi terhadap seluruh akhlak
dan amal perbuatan mereka. Juga dikarenakan apa yang telah mereka korbankan,
baik berupa harta maupun nyawa, untuk membela Rasulullah Shallallahu‟alaihi
Wasallam”9
Pujian Allah terhadap para sahabat dalam Al Qur‟an diantaranya:
7 Ramli Abul Wahid, Study Ilmu Hadis, hal. 21 8 Al Ba‟its Al Hatsits juz 1/ hal 25 9 Al Ba‟its Al Hatsits juz 1/ hal 24
5
هللا سض سا أ بإحأ اجحع اىز أصاس األأ اجش اىأ ى األأ ابق اىس ىل ا ر فا أبذا أاس خاىذ حا األأ ش جصأ أ جات ججأ أعذ ى أ سضا ع أ أ ع
ص اىأع أ اىأف
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan
muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah
ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan
bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya.
Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar” (QS. At Taubah: 100)
Rasulullah Shallallahu‟alaihi Wasallam pun memuji dan memuliakan para
sahabatnya. Beliau bersabda:
ال جضاى بخش ا دا فن سآ صاحح سأ سآ سأ
سأ سآ
“Kebaikan akan tetap ada selama diantara kalian ada orang yang pernah melihatku
dan para sahabatku, dan orang yang pernah melihat para sahabatku (tabi‟in) dan
orang yang pernah melihat orang yang melihat sahabatku (tabi‟ut tabi‟in)”10
Dan masih banyak lagi pujian dan pemuliaan dari Rasulullah Shallallahu‟alaihi
Wasallam terhadap para sahabatnya yang membuat kita tidak mungkin ragu lagi
bahwa merekalah umat terbaik, masyarakat terbaik, dan generasi terbaik umat Islam.
Berbeda dengan kita yang belum tentu mendapat ridha Allah dan baru kita ketahui
kelak di hari kiamat, para sahabat telah dinyatakan dengan tegas bahwa Allah pasti
ridha terhadap mereka. Maka yang layak bagi kita adalah memuliakan mereka,
meneladani mereka, dan tidak mencela mereka.
E. Cara Mengetahui Sahabat Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam
Ada beberapa cara yang di pedomani oleh para ulama untuk mengetahui seseorang itu
adalah sahabat, yaitu :
1. Melalui khobar mutawatir yang mengatakan bahwa seseorang itu adalah
sahabat. Contohnya adalah status kesahabatan khalifah yang empat (khulafa`ur
rasyidin) dan mereka yang terkenal lainnya, seperti sahabat yang sepuluh
dijamin oleh rasul Shallallahu‟alaihi Wasallam masuk surga.
2. Melalui khobar mahsyur dan mustafidh, yaitu khobar yang belum mencapai
tingkat mutawatir, namun meluas dikalangan masyarakat, seperti kabar
menyatakan kesahabatan Ukasya ibn muhsan.
10
Diriwayatkan oleh Abu Nu‟aim Al Ashabani dalam Fadhlus Shahabah. Di-hasan-kan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani
dalam Fathul Baari juz 7/ hal7
6
3. Melalui pemberitaan sahabat lain yang telah dikenal kesahabatannya melalui
cara – cara diatas.
4. Melalui keterangan tabi`in yang tsiqot (terpercaya), yang menerangkan
seseorang itu sahabat.
5. Pengakuan sendiri oleh seorang yang adil bahwa dirinya seorang sahabat.11
Pengakuan tersebut hanya dianggap sah dan dapat diterima selama tidak lebih
dari seratus tahun sejak wafatnya rasul. Hal ini didasarkan pada hadits : “apakah yang
kamu lihat pada malam mu ini? Maka sesungguhnya sesudah berlalu seratus tahun
tiadalah yang tinggal dari golongan sekarang ini (sahabat) di atas permukaan bumi
ini.(HR.Bukhari Muslim)
F. Sahabat yang terbanyak dalam periwayatan Hadits
Al-Imam Ibnu Hazm rahimahullah dalam kitab beliau Asmaus Shahabah Ar-
Ruwat mengurutkan 7 orang sahabat yang meriwayatkan hadits Rasulullah shallallahu
„alaihi wasallam lebih dari 1000. Mereka adalah:
1. Abu Hurairah radhiyallahu „anhu. Beliau meriwayatkan 5374 hadits.
2. Abdullah bin Umar radhiyallahu „anhuma. Beliau meriwayatkan 2630 hadits.
3. Anas bin Malik radhiyallahu „anhu. Beliau meriwayatkan 2286 hadits.
4. „Aisyah radhiyallahu „anha Beliau meriwayatkan 2210 hadits.
5. Abdullah bin Abbas radhiyallahu „anhuma. Beliau meriwayatkan 1660 hadits.
6. Jabir bin Abdillah radhiyallahu „anhuma. Beliau meriwayatkan 1540 hadits.
7. Abu Said Al-Khudri radhiyallahu „anhu. Beliau meriwayatkan 1170 hadits.
G. Kritik terhadap Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu
Nama Abu Hurairah radhiyallahu „anhu sangat dikenal umat Islam, terutama oleh
kalangan pegiat ilmu hadis. Ia adalah seorang sahabat Nabi Muhammad
Shallallahu‟alaihi Wasallam yang paling banyak menerima dan meriwayatkan hadis.
Sejumlah pertanyaan pun muncul seputar dirinya. Siapa Abu Hurairah radhiyallahu
„anhu? Sejak kapan memeluk Islam? Berapa lama hidup bersama Rasulullah?
Bagaimana kejujuran dan keadilannya? Bagaimana kualitas diri dan intelektualnya?
Dan, sederet pertanyaan lain yang ditujukan untuk menelisik pribadinya.
Ada sejumlah intelektual Muslim yang terang-terangan menyerang Abu Hurairah
radhiyallahu „anhu dan berupaya melemahkan reputasinya sebagai perawi hadits.
11 http://library.usu.ac.id/download/fs/arab-nasrah7.pdf
7
Mahmud Abu Rayyah, seorang intelektual asal Mesir, yang melontarkan kritik
terhadap Abu Hurairah. Kritik Abu Rayyah itu ia tuliskan dalam bukunya Adhwa ala
esSunnah al-Muhammadiyah. Segala argumen yang diajukan oleh Abu Rayyah dalam
bukunya itu untuk memperkuat asumsinya bahwa himpunan hadis bukanlah kata-kata
atau perbuatan Nabi Shallallahu‟alaihi Wasallam . Namun, merupakan sebuah
rekayasa orang-orang yang sezaman dengan Nabi Shallallahu‟alaihi Wasallam dan
generasi sesudahnya untuk menciptakan hadits.
Salah satu tuduhan yang abu Rayyah lakukan bermula dari pertanyaan, seberapa
lama Abu Hurairah radhiyallahu „anhu hidup bersama Nabi? Melalui data yang
didapatkan, Abu Rayyah menyimpulkan bahwa Abu Hurairah radhiyallahu „anhu
hidup bersama Nabi Shallallahu‟alaihi Wasallam dalam waktu yang relatif singkat,
yakni 1 tahun 9 bulan. Jadi, menurutnya, tidak mungkin Abu Hurairah radhiyallahu
„anhu mampu meriwayatkan hadits Nabi sebanyak 5.374 dalam waktu sesingkat itu.
Tidak hanya pada kritikan itu, Abu Rayyah bahkan menuding Abu Hurairah
radhiyallahu „anhu sebagai orang yang rakus. Keberadaannya menyertai Nabi hanya
untuk mencari makanan. Dalam beberapa riwayat dikisahkan, Abu Hurairah
radhiyallahu „anhu banyak makan, terutama hidangan dari susu dan daging.
Pandangan tersebut direspons berbagai kalangan ulama besar. Mereka menyodorkan
riwayat-riwayat berbeda. Termaktub dalam Musnad Ahmad bin Hanbal jilid ke-2,
Abu Hurairah radhiyallahu „anhu berkata. “Aku bersama Nabi selama tiga tahun.”12
Selain tuduhan diatas, Abu Hurairah radhiyallahu „anhu juga mendapat kritikan
masalah korupsi dari Abu Rayyah. Telah dikemukakan bahwa Umar memanggil
pulang Abu Hurairah radhiyallahu „anhu dari posnya sebagai gubernur Bahrain.
Alasannya seperti dalam semua riwayat yang banyak variasi teksnya, adalah Umar
radhiyallahu „anhu melihat bahwa Abu Hurairah radhiyallahu „anhu telah
memperkaya diri dengan menggunakan uang negara. Umar radhiyallahu „anhu
mempunyai kebiasaan menghitung kekayaan para gubenurnya sebelum menempatkan
mereka. Umar radhiyallahu „anhu biasanya menyita separuh dari jumlah tambahan
kekayaan mereka, dan hal ini juga terjadi pada Abu Hurairah radhiyallahu „anhu.
Berbagai riwayat dikemukakan mengenai apa yang sesungguhnya terjadi. Riwayat
12 http://syiahali.wordpress.com/2010/07/04/
8
yang bisa dikutip dari Al-„Iqd al-Farid karya Ibn „Abd Rabbihi. Disebutkan dalam
kitab tersebut, Umar radhiyallahu „anhu mencela Abu Hurairah radhiyallahu„anhu
karena membeli kuda-kuda seharga 1600 dinar. Abu Hurairah radhiyallahu„anhu
menerangkan hal ini dengan menunjukkan bahwa dia memelihara kuda-kuda dan
menerima banyak hadiah. Umar radhiyallahu„anhu memaksanya untuk
mengembalikan sebagian besar pendapatannya ke kas negara, dan kemudian Umar
radhiyallahu „anhu memberinya hukuman yang keras dengan cambuk sampai
punggungnya berdarah. Dalam versi lain, Umar radhiyallahu „anhu berkata kepada
Abu Hurairah radhiyallahu „anhu: Wahai musuh Allah dan Kitab-Nya, apa engkau
telah mencuri uang Allah?13
Mahmud Abu Rayyah adalah orang yang mengadopsi pemikiran kaum modernis
sebelumnya, dan menjadikannya sebagai alat untuk menyerang kedudukan hadits
sebagai pedoman umat islam. Pendekatan keilmuawan Abu Rayyah tidak terlepas dari
ketidakjujuran. Terkadang dia dengan sengaja salah mengutip demi keuntungannya
sendiri. Dari banyak bantahan buku yang diterbitkan, kelihatan bahwa banyak
kelemahan argumennya dan ketidakjujurannya tersebut tak luput dari kritikan.
H. Hadist Maudu` Di zaman sahabat
Kata al-Maudhu‟, dari sudut bahasa berasal dari kata wadha‟a –yadha‟u –
wadh‟an wa maudhu‟an – yang memiliki beberapa arti antara lain telah
menggugurkan, menghinakan, mengurangkan, melahirkan, merendahkan, membuat,
menanggalkan, menurunkan dan lain-lainnya. Arti yang paling tepat disandarkan pada
kata al-Maudhu' supaya menghasilkan makna yang dikehendaki yaitu telah membuat.
Oleh karena itu maudhu‟ (di atas timbangan isim maf‟ul – benda yang dikenai
perbuatan) mempunyai arti yang dibuat.
Berdasarkan pengertian al-Hadits dan al-Maudhu‟ ini, dapat disimpulkan bahwa
definisi Hadits maudhu‟ adalah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad
SAW baik perbuatan, perkataan, taqrir, dan sifat beliau secara dusta. Lebih tepat lagi
ulama hadits mendefinisikannya sebagai apa-apa yang tidak pernah keluar dari Nabi
13 http://michailhuda.multiply.com/journal/item/161
9
SAW baik dalam bentuk perkataan, perbuatan atau taqrir, tetapi disandarkan kepada
beliau secara sengaja14
.
Masuknya penganut agama lain ke Islam, sebagai hasil dari penyebaran dakwah
ke pelosok dunia, secara tidak langsung menjadi faktor awal dibuatnya hadits-hadits
maudhu‟. Tidak bisa dipungkiri bahwa sebagian dari mereka memeluk Islam karena
benar-benar ikhlas dan tertarik dengan kebenaran ajaran Islam. Namun terdapat juga
segolongan dari mereka yang menganut Islam hanya karena terpaksa mengalah
kepada kekuatan Islam pada masa itu.
Golongan inilah yang kemudian senantiasa menyimpan dendam dan dengki
terhadap Islam dan kaum muslimin. Kemudian mereka menunggu peluang yang tepat
untuk menghancurkan dan menimbulkan keraguan di dalam hati orang banyak
terhadap Islam.
Peluang tersebut terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Usman bin Affan
(W.35H), yang memang sangat toleran terhadap orang lain. Imam Muhammad Ibnu
Sirrin (33-110 H) menuturkan, ”Pada mulanya umat Islam apabila mendengar sabda
Nabi Shallallahu‟alaihi Wasallam berdirilah bulu roma mereka. Namun setelah
terjadinya fitnah (terbunuhnya Ustman bin Affan), apabila mendengar hadits mereka
selalu bertanya, dari manakah hadits itu diperoleh? Apabila diperoleh dari orang-
orang Ahlsunnah, hadits itu diterima sebagai dalil dalam agama Islam. Dan apabila
diterima dari orang-orang penyebar bid‟ah, hadits itu dotolak”15
Diantara orang yang memainkan peranan dalam hal ini adalah Abdullah bin
Saba‟, seorang Yahudi yang mengaku memeluk Islam. Dengan berdalih membela
Sayyidina Ali dan Ahlul Bait, ia berkeliling ke segenap pelosok daerah untuk
menabur fitnah.
Ia berdakwah bahwa Ali yang lebih layak menjadi khalifah daripada Usman
bahkan Abu Bakar dan Umar. Alasannya Ali telah mendapat wasiat dari Nabi s.a.w.
14 Syaikh 'Abdul Fattah Abu Ghuddah, Lamahat min Tarkih as-Sunnah wa 'Ulum al- Hadits, Maktab al-Mathbu'at al-
Islamiyyah, Halb, Syria. Cet.ke- I, tahun 1404 H h. 41
15 Ali Mustofa Ya‟qub, Kritik Hadits, Penerbit Pustaka Firdaus, Jakarta, Cet. IV 2004 h. 82
10
Hadits palsu yang ia buat berbunyi: “Setiap Nabi itu ada penerima wasiatnya dan
penerima wasiatku adalah Ali.” Kemunculan Ibnu Saba‟ ini disebutkan terjadi pada
akhir pemerintahan Usman.
Penyebaran hadits maudhu‟ pada waktu itu belum gencar karena masih banyak
sahabat utama yang mengetahui dengan persis akan kepalsuan sebuah hadits. Khalifah
Usman sebagai contohnya, ketika tahu hadits maudhu‟ yang dibuat oleh Ibnu Saba‟,
beliau langsung mengusirnya dari Madinah. Hal yang sama juga dilakukan oleh
Khalifah Ali bin Abi Thalib.
Para sahabat tahu akan larangan keras dari Rasulullah terhadap orang yang
membuat hadits palsu sebagaimana sabda beliau: “Siapa saja yang berdusta atas
namaku dengan sengaja, maka dia telah mempersipakan tempatnya di dalam
neraka.”16
Meski begitu, kelompok ini terus mencari peluang yang ada, terutama setelah
pembunuhan Khalifah Usman. Dari sini muncullah kelompok-kelompok tertentu yang
ingin menuntut balas atas kematian Usman dan kelompok yang mendukung Ali,
maupun yang tidak memihak kepada kedua kelompok tersebut. Dari kelompok inilah
kemudian menyebabkan timbulnya hadits-hadits yang menunjukkan kelebihan
kelompok masing-masing untuk mempengaruhi orang banyak.
Menyadari hal ini, para sahabat mulai memberikan perhatian terhadap hadits
yang disebarkan oleh seseorang. Mereka tidak akan mudah menerimanya sekiranya
ragu akan kesahihan hadits itu. Imam Muslim dengan sanadnya meriwayatkan dari
Mujahid (W.104H) sebuah kisah yang terjadi pada diri Ibnu Abbas : “Busyair bin
Kaab telah datang menemui Ibnu Abbas lalu menyebutkan sebuah hadits dengan
berkata “Rasulullah telah bersabda”, “Rasullulah telah bersabda ”. Namun Ibnu
Abbas tidak menghiraukan hadits itu dan juga tidak memandangnya. Lalu Busyair
berkata kepada Ibnu Abbas “Wahai Ibnu Abbas ! Aku heran mengapa engkau tidak
mau mendengar hadits yang aku sebut. Aku menceritakan perkara yang datang dari
Rasulullah tetapi engkau tidak mau mendengarnya. Ibnu Abbas lalu menjawab :
16
M u h a m m a d b i n M u h a m m a d A b u S y a h b a h , a l - I s r a i l i y y a t w a a l - M a u d h u a t f i K u t u b a l -
T a f s i r , Maktabah al-Ilm , Cairo1988 M/1409 H Cet.ke-I. Mesir. h. 20.
11
“Kami dulu apabila mendengar seseorang berkata “Rasulullah bersabda”, pandangan
kami segera kepadanya dan telinga-telinga kami kosentrasi mendengarnya. Tetapi
setelah orang banyak mulai melakukan yang baik dan yang buruk, kita tidak
menerima hadits dari seseorang melainkan kami mengetahuinya.”17
I. Kesimpulan
1. Sahabat adalah Orang yang melihat Rasulullah Shallallahu‟alaihi
Wasallam dalam keadaan Islam, yang meriwayatkan sabda Nabi. Meskipun ia
bertemu Rasulullah tidak dalam tempo yang lama, atau Rasulullah belum
pernah melihat ia sama sekali. Para sahabat ini adalah orang yang bersungguh-
sungguh dalam mengikuti Rasulullah Shallallahu‟alaihi Wasallam, sehingga
mereka sangat berhati-hati dalam menerima dan meriwayatkan hadits untuk
menjaga kesucian ajaran islam.
2. Para sahabat adalah orang-orang yang allah telah ridho kepada mereka, atas
segala yang para sahabat lakukan dalam menjaga dan menyebarkan ajaran
islam.
3. Pada zaman para sahabat telah muncul hadits maudu`, yang di munculkan oleh
musuh-musuh islam, salah satunya adalah Abdullah bin Saba` pada akhir
pemerintahan utsman, namun para sahabat dengan sangat teliti dalam menjaga
hadits, dan melakukan pengusiran terhadap Abdullah bin Saba`.
4. Banyak tersebar hadits maudu` setelah terjadinya konflik dalam tubuh umat
islam. Masing- masing kelompok yang berkonflik mengeluarkan hadits
maudu` untuk memperkuat posisi mereka dalam umat islam.
5. Adanya kritik terhadap abu Hurairoh yang banyak meriwayatkan hadits oleh
Mahmud Abu Rayyah dan para orientalis yang tujuannya untuk melemahkan
kredibilitas abu Hurairoh sebagai sahabat yang banyak meriwayatkan hadits,
sehingga dapat memperkuat argumen mereka yang menyatakan hadits adalah
buatan orang-orang yang hidup pada zaman Nabi Shallallahu‟alaihi
Wasallam.
17 http://asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=265
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Alqur`an al-Hakim
2. Ali Mustofa Ya‟qub, Kritik Hadits, Penerbit Pustaka Firdaus, Jakarta, Cet. IV
2004
3. Ibnu Katsir Al Ba‟its Al Hatsits Fikhtishari „Ulumil Hadits.
4. M. „Ajjaj al-Khatib. Usul al-Hadist Ulumuhu wa Musthalahuhu, Dar al-Fikr,
Beirut.
5. Muhammad Hasbi Ash shiddiqi. Sejarah & pengantar Ilmu Hadits. P.T.
Pustaka Rizqi Putra. Semarang. 1998.
6. Mu ha mma d b in Mu ha mma d Abu S ya hba h, a l - I s ra i l i y ya t wa
a l - M audhu a t f i Ku tub a l - Ta f s i r , Maktabah al-Ilm Cairo, Mesir.
Cet.ke-I 1988 M/1409 H
7. Ramli Abul Wahid, Study Ilmu Hadis, Medan: Lp2lk, 2003.
8. Syaikh 'Abdul Fattah Abu Ghuddah, Lamahat min Tarkih as-Sunnah wa
'Ulum al- Hadits, Maktab al-Mathbu'at al-Islamiyyah, Halb, Syria. Cet.ke- I,
1404 H
9. http://library.usu.ac.id/download/fs/arab-nasrah7.pdf
10. http://syiahali.wordpress.com/2010/07/04/
11. http://michailhuda.multiply.com/journal/item/161
12. http://asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=265