makalah gangguan gizi
DESCRIPTION
ASUHAN KEPERAWATANTRANSCRIPT
MAKALAH KEPERAWATAN ANAK
GANGGUAN GIZI PADA MASA INFANT
DISUSUN OLEH :
RIZALDY KUNTORO
MARLINDYAH SAETBAN
MARTHA ANGELINA
SITI SUNDARIH
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ADVENT INDONESIA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Gizi merupakan bagian terpenting dalam proses kehidupan dan proses tumbuh kembang
anak. Sehingga pemenuhan kebutuhan gizi adekuat turut menentukan tumbuh kembang
sebagai sumber daya manusia dimasa yang akan datang (Zaenal, 2007). Secara umum gizi
sebagai bagian dari kesehatan untuk semua, mempunyai peran yang strategis dalam upaya
peningkatan kualitas sumber daya manusia terutama dalam menciptakan generasi baru yang
berkualitas maju, mandiri dan cerdas (Nestle, 2005).
Kebutuhan gizi merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam membantu proses
pertumbuhan dan perkembangan pada bayi dan anak, mengingat manfaat gizi dalam tubuh
dapat membantu proses pertumbuhan dan perkembangan anak, serta mencegah terjadinya
berbagai penyakit akibat kurang gizi dalam tubuh (A. Aziz, H. 2007).
Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau nutrisinya di
bawah standar. Gizi masih menjadi masalah yang belum terselesaikan sampai saat ini. Gizi
buruk banyak di alami oleh bayi di bawah 5 tahun (balita).
Banyak factor – factor yang dianggap mempengaruhi gizi buruk. Nmun penyebab dasar
tejadinya gizi buruk ada 2 hal yaitu sebab langsung dan tidak langsung. Sebab langsung
adalah kurangnya asupa gizi dari makanan dan akibat terjadinya penyakit bawaan yang
mengakibatkan mudah terinfeksi penyakit DBD, Diare dan lain – lain. Sedangkan kemiskinan
di duga menjadi penyebab utama terjadinya gizi buruk. Kurangnya asupan gizi bias di
sebabkan oleh terbatasnya jumlah makanan yang di konsumsi atau makanannya tidak
memenuhi unsur gizi yang di butuhkan oleh tubuh.
BAB II
ISI
A. PENGERTIAN
Gizi buruk adalah keadaan kurag gizi yang di sebabkan oleh rendahnya konsumsi
energi dan protein dalam makanan sehari-hari atau disebabkan oleh gangguan
penyakit tertentu, sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi (depkes RI, 1999).
Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun
(Nency, 2005).
Malnutrisi (gizi buruk) adalah suatu istilah umum yang merujuk pada kondisi medis
yang disebabkan oleh diet yang tak tepat atau tak cukup. Walaupun seringkali
disamakan dengan kurang gizi yang disebabkan oleh kurangnya konsumsi, buruknya
absorpsi, atau kehilangan besar nutrisi atau gizi, istilah ini sebenarnya juga
mencakupkelebihan gizi (overnutrition) yang disebabkan oleh makan berlebihan atau
masuknya nutrien spesifik secara berlebihan ke dalam tubuh. Seorang akan
mengalami malnutrisi jika tidak mengkonsumsi jumlah atau kualitas nutrien yang
mencukupi untuk diet sehat selama suatu jangka waktu yang cukup lama. Malnutrisi
yang berlangsung lama dapat mengakibatkan kelaparan, penyakit, dan infeksi.
Defisiensi gizi dapat terjadi pada anak yang kurang mendapatkan masukan makanan
dalam waktu lama. Istilah dan klasifikasi gangguan kekurangan gizi amat bervariasi
dan masih merupakan masalah yang pelik. Walaupun demikian, secara klinis
digunakan istilah malnutrisi energi dan protein (MEP) sebagai nama umum.
Penentuan jenis MEP yang tepat harus dilakukan dengan pengukuran antropometri
yang lengkap (tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas dan tebal lipatan kulit),
dibantu dengan pemeriksaan laboratorium.
Gizi buruk adalah keadaan kekurangan energi dan protein tingkat berat akibat kurang
mengkonsumsi makanan yang bergizi dan atau menderita sakit dalam waktu lama. Itu
ditandai dengan status gizi sangat kurus (menurut BB terhadap TB) dan atau hasil
pemeriksaan klinis menunjukkan gejala marasmus, kwashiorkor atau marasmik
kwashiorkor.
B. ETIOLOGI
Menurut UNICEF ada dua penyebab langsung terjadinya gizi buruk, yaitu :
1. Kurangnya asupan gizi dari makanan. Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah
makanan yang dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhi unsur gizi yang
dibutuhkan karena alasan sosial dan ekonomi yaitu kemiskinan.
2. Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi. Hal ini disebabkan oleh
rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-zat
makanan secara baik.
Faktor lain yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk yaitu :
Faktor ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh masyarakat.
Perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan asuh anak.
Pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak memadai.
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada 3 faktor penyebab gizi
buruk pada balita, yaitu :
Keluarga miskin.
Ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak.
Faktor penyakit bawaan pada anak, seperti: jantung, TBC, HIV/AIDS,
saluran pernapasan dan diare.
3. Penyebab langsung :Penyakit infeksi
4. Penyebab tidak langsung
Kemiskinan keluarga
Tingkat pendidikan dan pengetahuan orang tua yang rendah
Sanitasi lingkungan yang buruk
Pelayanan kesehatan yang kurang memadai
5. Beberapa penyebab dari gizi buruk seperti :
Balita tidak mendapat makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada umur 6
bulan atau lebih.
Balita tidak mendapat ASI ekslusif (ASI saja) atau sudah mendapat
makanan selain ASI sebelum umur 6 bulan.
Balita tidak mendapat makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada umur 6
bulan atau lebih.
MP-ASI kurang dan tidak bergizi.
Setelah umur 6 bulan balita jarang disusui.
Balita menderita sakit dalam waktu lama,seperti diare,campak, TBC, batuk
pilek.
Kebersihan diri kurang dan lingkungan kotor.
C. KLASIFIKASI
a. Marasmus
Marasmus ditandai oleh penciutan/pengurusan (wasting) otot generalisata dan
tidak adanya lemak subkutis. Anak marasmus tampak kakektis dan sangat kurus.
Mereka derita wasting yang parah dan sering juga mengalami hambatan
pertumbuhan linear. Kulit mereka kering, tanpa tugor, dan tampak longgar dan
berkerut karena hilangnya lemak subkubis. klasik wajah cekung atu berkeriput
yang mirip orang tua, terjadi akibat hilannya banantalan lemak temporal dan
bukal.
b. Kwasiorkor
Kwasiorkor disebabkan oleh insufesiensi asupan protein yang bernilai biologis
adekuat,dan sering berkaitan dengan defisiensi asupan energi. Gambaran utama
pada malnutrisi tersebut adalah edema yang lunak, pitting, dan tidak nyeri,
biasanya di kakl tungkai kaki dapat meluas.
c. Kwasior Marasmus
Bentuk kwasior marasmus dari malnutrisi protein protein-energi ditandai dengan
gambaran klinis kedua jenis malnutrisi. Keadaan ini dapat terjadi pada malnutrisi
kronik saat saat jaringan subkutis, massa otot, dan simpanan lemak menghilang.
Gambaran utama tanpa lesi kulit, kekaksia marasmus.
D. EPIDEMIOLOGI
Masalah kesehatan yang menimbulkan perhatian masyarakat cukup besar akhir-akhir
ini adalah masalah gizi kurang dan gizi buruk. Walaupun sejak tahun 1989 telah
terjadi penurunan prevalensi gizi kurang yang relatif tajam, mulai tahun 1999
penurunan prevalensi gizi kurang dan gizi buruk pada balita relatif lamban dan
cenderung tidak berubah. Saat ini terdapat 10 provinsi dengan prevalensi gizi kurang
di atas 30, dan bahkan ada yang di atas 40 persen, yaitu di Provinsi Gorontalo, Nusa
Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Papua.
Kurang energi dan protein pada tingkat parah atau lebih populer disebut busung lapar,
dapat menimbulkan permasalahan kesehatan yang besar dan bahkan dapat
menyebabkan kematian pada anak. Menurut data Susenas 2003, diperkirakan sekitar 5
juta (27,5 persen) anak balita menderita gizi kurang, termasuk 1,5 juta (8,3 persen) di
antaranya menderita gizi buruk. Data Departemen Kesehatan menunjukkan bahwa
pada tahun 2004 masih terdapat 3,15 juta anak (16 persen) menderita gizi kurang dan
664 ribu anak (3,8 persen) menderita gizi buruk. Pada tahun 2005 dilaporkan adanya
kasus gizi buruk tingkat parah atau busung lapar di Provinsi NTB dan NTT, serta
beberapa provinsi lainnya. Penderita kasus gizi buruk terbesar yang dilaporkan terjadi
di Provinsi NTB, yaitu terdapat 51 kasus yang dirawat di rumah sakit sejak Januari
sampai dengan Mei 2005. Jumlah kasus di sembilan provinsi sampai Juni 2005
dilaporkan sebanyak 3.413 kasus gizi buruk dan 49 di antaranya meninggal dunia.
Dua faktor penyebab utama terjadinya gizi buruk tersebut adalah rendahnya konsumsi
energi dan protein dalam makanan sehari-hari dan terjadi dalam kurun waktu yang
lama. Penyebab kedua adalah terjadinya serangan penyakit infeksi yang berulang.
Kedua faktor ini disebabkan oleh tiga hal secara tidak langsung, yaitu (1) ketersediaan
pangan yang rendah pada tingkat keluarga; (2) pola asuh ibu dalam perawatan anak
yang kurang memadai; dan (3) ketersediaan air bersih, sarana sanitasi, dan sarana
pelayanan kesehatan dasar yang terbatas. Penyebab tidak langsung tersebut
merupakan konsekuensi dari pokok masalah dalam masyarakat, yaitu tingginya
pengangguran, tingginya kemiskinan, dan kurangnya pangan.
Gizi buruk ini menjadi masalah di negara-negara miskin dan berkembang di Afrika,
Amerika Tengah, Amerika Selatan dan Asia Selatan. Di negara maju sepeti Amerika
Serikat kwashiorkor merupakan kasus yang langka. Berdasarkan SUSENAS (2002),
26% balita di Indonesia menderita gizi kurang dan 8% balita menderita gizi buruk
(marasmus, kwashiorkor, marasmus-kwashiorkor).
E. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi gizi buruk pada balita adalah anak sulit makan atau anorexia bisa
terjadi karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik seperti suasana makan,
pengaturan makanan dan lingkungan. Rambut mudah rontok dikarenakan kekurangan
protein, vitamin A, vitamin C dan vitamin E. Karena keempat elemen ini merupakan
nutrisi yang penting bagi rambut. Pasien juga mengalami rabun senja. Rabun senja
terjadi karena defisiensi vitamin A dan protein. Pada retina ada sel batang dan sel
kerucut. Sel batang lebih hanya bisa membedakan cahaya terang dan gelap. Sel batang
atau rodopsin ini terbentuk dari vitamin A dan suatu protein. Jika cahaya terang
mengenai sel rodopsin, maka sel tersebut akan terurai. Sel tersebut akan mengumpul
lagi pada cahaya yang gelap. Inilah yang disebut adaptasi rodopsin. Adaptasi ini butuh
waktu. Jadi, rabun senja terjadi karena kegagalan atau kemunduran adaptasi rodopsin.
Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air (dehidrasi). Reflek
patella negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin pada tendon patella dan
degenerasi saraf motorik akibat dari kekurangn protein, Cu dan Mg seperti gangguan
neurotransmitter. Sedangkan, hepatomegali terjadi karena kekurangan protein. Jika
terjadi kekurangan protein, maka terjadi penurunan pembentukan lipoprotein. Hal ini
membuat penurunan HDL dan LDL. Karena penurunan HDL dan LDL, maka lemak
yang ada di hepar sulit ditransport ke jaringan-jaringan, pada akhirnya penumpukan
lemak di hepar.
Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema. Pitting edema
adalah edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti semula. Pitting edema
disebabkan oleh kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik intravaskular menurun.
Jika hal ini terjadi, maka terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial. Plasma masuk ke
intertisial, tidak ke intrasel, karena pada penderita kwashiorkor tidak ada kompensansi
dari ginjal untuk reabsorpsi natrium. Padahal natrium berfungsi menjaga
keseimbangan cairan tubuh. Pada penderita kwashiorkor, selain defisiensi protein juga
defisiensi multinutrien. Ketika ditekan, maka plasma pada intertisial lari ke daerah
sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran sel dan mengembalikannya
membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel yang rapat.
Edema biasanya terjadi pada ekstremitas bawah karena pengaruh gaya
gravitasi, tekanan hidrostatik dan onkotik (Sadewa, 2008).
Sedangkan menurut Nelson (2007), penyebab utama marasmus adalah kurang
kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan
yang tidak tepat seperti hubungan orang tua dengan anak terganggu, karena kelainan
metabolik atau malformasi kongenital. Keadaan ini merupakan hasil akhir dari
interaksi antara kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan
ada beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga
berpengaruh terhadap terjadinya marasmus.
Perjalanan Penyakit Gizi Buruk :
Seorang anak bisa menjadi gizi buruk bisa berada dalam 3 tahap :
1) Status Gizi Normal
Ibu tidak mengetahui makanan yang tepat untuk diberikan pada balita.
Anak balita terpajan dengan iklan panganan ringan yang tidak bergizi.
Asupan buat anak tidak diistimewakan sebagaimana yang dipersiapkan
untuk ayah atau ibunya.
Tidak rutin datang ke Posyandu.
2) Pada saat seperti ini anak masih berada dalam keadaan status gizi
normal, namun berpotensi mendapatkan gangguan gizi. Pada usia < 6
bulan sebagian besar bayi (> 80%) masih disusui ibu. Dengan
menetek, anak mendapatkan gizi yg seimbang & zat kebal dari asi anak
jarang sakit pertumbuhan anak masih baik.
3) Status Gizi Kurang / Menurun (Fase Gangguan Gizi)
Pada saat ini balita mengalami gangguan gizi, ini terjadi karena tidak
terpantaunya berat badan anak. Pada usia 6 bln – 12 bln sebagian bayi
sudah mulai disapih perlindungan zat kebal dari asi mulai berkurang &
pemberian mp-asi kurang memenuhi syarat : jenis, jumlah, jadwal,
higienis (3j-1h). Anak mudah jatuh sakit dan pertumbuhan mulai
terganggu.
4) Status Gizi Buruk
Pada saat ini status anak makin memburuk dan sudah menampakkan
gejala-gejala penyakit. Anak sudah terlihat kurus sampai dengan
sangat kurus. Pada saat ini anak rentan terhadap hawa dingin,
khususnya pada bayi bisa berakibat kematian. Anak juga mengalami
kekurangan energi (glukosa darah menurun) dan kekurangan protein.
Pada beberapa kasus yang severe tidak hanya pembentukan otot yang
gagal bahkan sampai dengan pembentukan otak bisa tidak terjadi
(microcephali). Kematian bisa terjadi di tahap ini, bisa karena berbagai
sebab.
F. MANIFESTASI KLINIK
Gizi buruk atau malnutrisi dapat diartikan sebagai asupan gizi yang buruk. Hal ini
bisa diakibatkan oleh kurangnya asupan makanan, pemilihan jenis makanan yang
tidak tepat ataupun karena sebab lain seperti adanya penyakit infeksi yang
menyebabkan kurang terserapnya nutrisi dari makanan. Secara klinis gizi buruk
ditandai dengan asupan protein, energi dan nutrisi mikro seperti vitamin yang tidak
mencukupi ataupun berlebih sehingga menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan.
KEP berat secara klinis terdapat 3 tipe yaitu kwashiorkor, marasmus, dan marasmik-
kwashiorkor. KEP ringan atau sedang disertai edema yang bukan karena penyakit lain
disebut KEP berat TIPE Kwashiorkor.
Gejala Klinis Kurang Energi Protein (KEP) dari marasmus
1. Tampak sangat kurus (tulang terbungkus kulit)
2. Wajah seperti orang tua
3. Cengeng dan Rewel
4. Sering disertai: penyakit kronik, diare kronik
5. Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sediki tsampai tidak ada (~pakai
celana longgar-baggy pants)
6. Perut cekung
7. Iga gambang
Gejala Klinis Kurang Energi Protein (KEP) dari kwashiorkor
1. gejala terpenting ialah pertumbuhan yang terganggu. Selain berat badan juga
tinggi badan kurang dibandingkan dengan anak sehat
2. Perubahan mental biasanya penderita cengeng dan pada stadium lanjut menjadi
apatis.
3. pada sebagian besar penderita ditemukan edema baik ringan maupun yang berat.
4. Wajah membulatdansembab
5. Pandangan mata sayu
6. Rambut tipis, kemerahan seperti seperti warna rambut jagung, mudah dicabut
tanpa rasa sakit, rontok
7. Pembesaran hati
8. Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau
duduk
9. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna
menjadi coklat kehitaman dan terkupas( crazy pavement dermatosis)
10. Sering disertai: infeksi, anemia, diare
Gejala Klinis Marasmus-Kwashiorkor
Gejala Klinis Kurang Energi Protein (KEP) dari Marasmus-kwashiorkor pada
dasarnya adalah campuran dari gejala marasmus dan kwashiorkor, cirri khas yang
dapat terlihat secara klinis yakni :
Beberapa gejala klinik marasmus, terlihat sangat buruk berat badan kurang
dari 60% berat anak normal seusianya.
Kwashiorkor secara klinis terlihat disertai edema yang tidak mencolok pada
kedua punggung kaki
Pada setiap penderia KEP berat, selalu periksa adanya gejala defisiensi Nutrien
Mikro yang sering menyertai seperti:
1. xerophthalmia (defisiensi Vitamin A),
2. Anemia (Kekurangan Fe, Cu, Vit. B12, Asam Folat)
3. Stomatitis (kekurangan vit. B, vit. C)
4. Kelainan pada kulit, gangguan pertumbuhan (kekurangan Zn)
5. Beri-beri (kekurangan vitamin B1)
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pada pemeriksaan darah meliputi Hb, albumin, globulin, protein total,
elektrolit serum, biakan darah
b. Profil lipid (lipid total, trigliserida, kolesterol, LDL, HDL)
2. Pemeriksaan urine
Pemeriksaan urine meliputi urine lengkap dan kulture urine
3. Uji faal hati
4. EKG
5. X foto paru
6. Pemeriksaan radiologis: usia tulang, osteoporosis / osteomalsia
7. Pemeriksaan antropometris: BB, TB, BB/TB, LLA, LK
Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium, anemia selalu ditemukan terutama jenis
normositik normokrom karena adanya gangguan sistem eritropoesis akibat
hipoplasia kronis sum-sum tulang di samping karena asupan zat besi yang kurang
dalam makanan, kerusakan hati dan gangguan absorbsi. Selain itu dapat
ditemukan kadar albumin serum yang menurun. Pemeriksaan radiologis juga perlu
dilakukan untuk menemukan adanya kelainan pada paru.
Pemeriksaan ini meliputi kaidah pemeriksaan laboratorium klinis secara umum.
Berupa pemeriksaan metabolit abnormal, perubahan aktivitas enzim, komponen
darah atau fungsi fisiologis yang tergantung dari zat gizi tertentu (Gibson,2005),
yaitu :
1. Pemeriksaan status protein yang digunakan untuk penilaian status nutrisi :
kadar albumin serum dengan nilai normal 3,5-5,0 gr/dl
2. Transferin Serum dengan nilai normal > 200 mg/dl
3. Fungsi imunitas ; hitung limfosit total (%limfosit x sel darah putih)/100
dengan nilai normal diatas 1500 sel/mm2
4. Pemeriksaan lain : Gula darah (BSS), profil lipid (kolesterol,triglyserid,LDL
dan HDL), fungsi ginjal (ureum, kreatinin), fungsi hati (sgot,sgpt,
bilirubin,gama gt dan alkalin fosfatase), fungsi tulang, otot dan sendi (asam
urat, ASTO,CRP dan Rematic Factor)
Pemeriksaan penunjang status gizi lainnya dengan foto rontgen, CT scan, MRI
dan USG.
Diagnosa kerja pada kelainan nutrisi yaitu Status Gizi Antropometrik : obesitas,
pre-obes, marasmus, kwarshiorkor, chronic energy deficiency
Pemeriksaan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris
yang dlakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang
digunakan antara lain: darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti
hati dan otot.
Uji biokimiawi yang penting ialah pemeriksaan kadar hemoglobin, pemeriksaan
apusan darah untuk malaria, pemeriksaan protein. Ada dua jenis protein, viseral
dan somatik, yang layak dijadikan parameter penentu status gizi. Pemeriksaan
tinja cukup hanya pemeriksaan occult blood dan telur cacing saja.
H. PENCEGAHAN
Cara pencegahan gizi buruk secara umum ialah dapat dicegah dengan memberikan
makanan yang bergizi pada anak berupa sayur mayur, buah-buahan, makanan yang
mengandung karbohidrat (seperti nasi, kentang, jagung), makanan yang mengandung
protein (telur, ikan ,daging) melakukan posyiandu secara rutin seperti(imunisasi) , dan
berikanlah ASI bagi anak usia 0 – 2 tahun.
Gizi buruk terbagi menjadi 3 yaitu :
1. Marasmus
Marasmus adalah penyakit kelaparan dan terdapat banyak diantara kelompok
social ekonomi rendah di sebagian besar Negara sedang berkembang dan lebih
banyak dari pada kwashiorkor.
Cara pencegahan :
Tindakan pencegahan terhadap marasmus dapat dilaksanakan dengan baik bila
penyebab diketahui.Usaha-usaha tersebut memerlukan sarana dan prasarana
kesehatan yang baik untuk pelayanan kesehatan dan penyuluhan gizi.
a. Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan sumber energi
yang paling baik untuk bayi.
b. Ditambah dengan pemberian makanan tambahan yang bergizi pada umur 6
tahun ke atas.
c. Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan lingkungan
dan kebersihan perorangan.
d. Pemberian imunisasi.
e. Mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu
kerap.
f. Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat
merupakan usaha pencegahan jangka panjang.
g. Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang
endemis kurang gizi, dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan.
2. Kwashiorkor
Kwashiorkor merupakan syndrome klinis akibat dari defisiensi berat dan masukan
kalori tidak cukup.
Cara Pencegahan :
a. Pencegahannya dapat berupa diet adekuat dengan jumlah-jumlah yang tepat
dari protein (12 % dari total kalori). Sentiasa mengamalkan konsumsi diet
yang seimbang dengan cukup karbohidrat, cukup lemak. Protein terutamanya
harus disediakan dalam makanan. Untuk mendapatkan sumber protein yang
bernilai tinggi bisa didapatkan dari protein hewan seperti susu, keju, daging,
telur dan ikan. Bisa juga mendapatkan protein dari protein nabati seperti
kacang ijo dan kacang kedelei, karena kwashiorkor tidak hanya mengalami
perjalanan serius dan sering mematikan tetapi sering menimbulkan pengaruh
di kemudian hari yang permanen dan merusak pada anak yang sembuh dan
keturunannya.
b. Menjaga kebersihan, terutama keadaan lingkungan dan makanan supaya tidak
mudah dihinggapi infeksi dan infestasi parasit dan timbulnya diare,
mempercepat atau merupakan trigger mechanisme dari penyakit ini.
3. Marasmus – Kwashiorkor
Cara pencegahan marasmus – kwashiorkor adalah gabungan dari pencegahan
yang ada pada marasmus dan kwashiorkor.
I. PENGKAJIAN FISIK
a. Inspeksi
Mata : agak menonjol
Wajah : membulat dan sembab
Kepala : rambut mudah rontok dan kemerahan
Abdomen : perut terlihat buncit
Kulit : Crazy pavement dermatosis, keadaan turgor kulit, odema
b. Perkusi
perut apakah terdengar adanya shitting duilnees
bagaimana bunyinya pada waktu melakukan perkusi
c. Palpasi
Hati : bagaimana konsistensinya, kenyal, licin dan tajam pada
permukaannya. Berapa besarnya dan apakah ada nyeri tekan
pada marasmus usus terasa dengan jelas
limpa : apakah terjadi pembesaran limpa
tungkai : apakah ada pembesaran pada tungkai
d. Auskultasi
Peristaltic usus abnormal
dengar denyut jantung apakah terdengar bunyi S1, S2, S3 serta S4
bagaimana dengan tekanan darahnya
bunyi paru – paru terutama weezing dan ronchi
e. Apakah anak tampak sangat kurus/ odema/ pembengkakan kedua kaki
f. Tanda-tanda terjadinya syok (rejatan) : tangan dan kaki dingin, nadi lemah, dan
kesadaran menurun
g. Frekuensi dan tipe pernapasan: pneumonia atau gagal jantung
h. Tanda dehidrasi: tampak haus, mata cekung, turgor buruk (hati-hati menentukan
status dehidrasi pada gizi buruk).
i. Frekuensi pernafasan dan tipe pernafasan: gejala pneumonia atau gejala gagal
jantung
j. Tentukan status gizi dengan menggunakan BB/TB-PB.
k. Pembesaran hati dan adanya kekuningan (ikterus) pada bagian putih mata
(conjunktiva)
l. Adanya perut kembung, suara usus, suara usus, dan adanya suara seperti pukulan
pada permukaan air (abdominal splash)
m. Pucat yang sangat berat
Kulit: tanda infeksi atau purpura
pemeriksaan tanda utama pasien di mulai dari frekuensi nadi, frekuensi
nafas, pengukuran suhu tubuh.
n. Penilaian status gizi pada pasien dimulai dengan pengukuran berat badan, tinggi
badan, lingkar kepala dan lingkar lengan atas. Dengan menggunakan pengukuran
status gizi berdasarkan CDC maka BB/TB x 100% =memberikan hasil bahwa
status gizi pasien gizi kurang.
o. Pemeriksaan pasien dilanjutkan dengan pemeriksaan khusus, Dimulai dengan
pemeriksaan kulit, pemeriksaan kepala, pemeriksaan mulut, pemeriksaan leher,
Pemeriksaan thoraks, Pemeriksaan dilanjutkan dengan pemeriksaan paru,
Pemeriksaan abdomen, pemeriksaan genitalia, Lalu pemeriksaan anak ini
dilanjutkan pada daerah ekstremitas.
J. ASUHAN KEPERAWATAN
a) Diagnosa keperawatan
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan yang
tidak adekuat
Tujuan : Klien akan menunjukkan peningkatan status gizi.
Kriteria Hasil :
Keluarga klien dapat menjelaskan penyebab gangguan nutrisi yang dialami
klien, kebutuhan nutrisi pemulihan, susunan menu dan pengolahan
makanan sehat seimbang.
Dengan bantuan perawat, keluarga klien dapat mendemonstrasikan
pemberian diet (per sonde/per oral) sesuai program dietetic
Intervensi Rasional
a. Jelaskan kepada keluarga tentang penyebab malnutrisi, kebutuhan nutrisi pemulihan, susunan menu dan pengolahan makanan sehat seimbang, tunjukkan contoh jenis sumber makanan ekonomis sesuai status sosial ekonomi klien.
b. Tunjukkan cara pemberian makanan per sonde, beri kesempatan keluarga untuk melakukannya sendiri.
c. Laksanakan pemberian roborans sesuai program terapi.
d. Timbang berat badan, ukur lingkar lengan atas dan tebal lipatan kulit setiap pagi.
a. Meningkatkan pemahaman keluarga tentang penyebab an kebutuhan nutrisi untuk pemulihan klien sehingga dapat meneruskan upaya terapi dietetik yang telah diberikan selama hospitalisasi.
b. Meningkatkan partisipasi keluarga dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi klien, mempertegas peran keluarga dalam upaya pemulihan status nutrisi klien.
c. Roborans meningkatkan nafsu makan, proses absorbsi dan defisit yang menyertai keadaan malnutrisi.
d. Menilai perkembangan masalah klien.
2. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan asupan kalori
dan protein yang tidak adekuat
Tujuan: Klien akan mencapai pertumbuhan dan perkembangan sesuai standar usia
Kriteria: Pertumbuhan fisik (ukuran antropometrik) sesuai standar usia.
Intervensi Rasional
a. Ajarkan kepada orang tua tentang standar pertumbuhan fisik dan tugas-tugas perkembangan sesuai usia anak.
b. Lakukan pemberian makanan/ minuman sesuai program terapi diet pemulihan.
c. Lakukan pengukuran antropo-metrik secara berkala.
d. Lakukan stimulasi tingkat perkembangan sesuai dengan usia klien.
e. Lakukan rujukan ke lembaga pendukung stimulasi pertumbuhan dan perkembangan (Puskesmas / Posyandu)
a. Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan anak.
b. Diet khusus untuk pemulihan malnutrisi diprogramkan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan anak dan kemampuan toleransi sistem pencernaan.
c. Menilai perkembangan masalah klien.
d. Stimulasi diperlukan untuk mengejar keterlambatan perkembangan anak dalam aspek motorik, bahasa dan personal/sosial.
e. Mempertahankan kesinambungan program stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak dengan memberdayakan sistem pendukung yang ada.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan nutrisi, dehidrasi
Tujuan: Integritas kulit kembali normal
Kriteria hasil :
Gatal hilang / berkurang
Kulit kembali halus, kenyal dan utuh
Intervensi Rasional
a. Anjurkan pada keluarga tentang pentingnya merubah posisi sesering mungkin.
b. Anjurkan keluarga lebih sering mengganti pakaian anak bila basah atau kotor dan kulit anak tetap kering
c. Kolaborasi dengan dokter untuk pengobatan lebih lanjut.
a. Untuk mencegah terjadinya infeksi dekubitus
b. Agar kulit anak tetap terjaga kebersihannya dan mencegah terjadinya infeksi pada kulit
c. Untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien
4. Kurang pengetahuan b.d kurang informasi tentang kondisi, prognosi dan
kebutuhan nutrisi
Tujuan: Pengetahuan keluarga bertambah
Kriteria hasil :
Keluarga mengerti dan memahami isi penyuluhan
Dapat mengulangi isi penyuluhan
Mampu menerapkan isi penyuluhan di rumah sakit dan nanti sampai di
rumah
Intervensi Rasional
a. Tentukan tingkat pengetahuan dan kesiapan untuk belajar
b. Jelaskan tentang nama penyakit anak, penyebab penyakit, akibat yang ditimbulkan, dan pengobatan yang dilakukan
c. Jelaskan tentang pengertian nutrisi dan pentingnya pola makan yang betul untuk anak sesuai umurnya, dan bahan makanan yang banyak mengandung vitamin terutama banyak mengandung protein.
d. Beri kesempatan keluarga untuk mengulangi isi penyuluhan.
e. Anjurkan keluarga untuk membawa anak kontrol di poli gizi setelah pulang dari rumah sakit.
a. Agar proses pembelajaran berjalan dengan efektif
b. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman orang tua tentang penyakit anak
c. Membantu memulihkan kondisi anak
d. Mengetahui sampai dimana pemahaman keluarga setelah diberi penyuluhan
e. Dapat membantu mempertahankan status gizi anak dengan pengetahuan yang ada.
b) Implementasi
Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana tindakan yang
telah direncanakan sebelumnya
c) Evaluasi
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan
dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk
memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).
Evaluasi merupakan pengukuran keberhasilan sejauhmana tujuan tersebut
tercapai. Bila ada yang belum tercapai maka dilakukan pengkajian ulang,
kemudian disusun rencana, kemudian dilaksanakan dalam implementasi
keperawatan lalau dievaluasi, bila dalam evaluasi belum teratasi maka
dilakukan langkah awal lagi dan seterusnya sampai tujuan tercapai. Adapun
hasil evaluasi yang diharapkan pada askep gizi buruk adalah :
Pemenuhan kebutuhan nutrisi klien terpenuhi dengan baik dan berat
badan klien berada dalam batas normal
Klien dapat mencapai pertumbuhan dan perkembangan sesuai standar
usia. Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
Tidak ada gangguan integritas kulit
Keluarga dapat benar – benar mengetahui tentang penyakit si anak
secara etiologi dan terapi – terapinya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gizi buruk adalah keadaan dimana asupan gizi sangat kurang dari kebutuhan tubuh.
Umumnya gizi buruk ini diderita oleh balita karena pada usia tersebut terjadi
peningkatan energy yang sangat tajam dan peningkatan kerentanan terhadap infeksi
virus / bakteri. Adapun penyebab dari gizi buruk adalah :
1. Penyebab langsung :Penyakit infeksi
2. Penyebab tidak langsung
Kemiskinan keluarga
Tingkat pendidikan dan pengetahuan orang tua yang rendah
Sanitasi lingkungan yang buruk
Pelayanan kesehatan yang kurang memadai
Sedangkan tipe dari gizi buruk yaitu kurang kalori (marasmus), kurang protein
(kwashiorkor) dan kurang kalori dan protein ( marasmus – kwashiorkor ).
B. Saran
Setelah menelusuri berbagai sumber pustaka, maka dapat diajukan saran-saran agar
mahasiswa keperawatan dapat lebih teliti dalam menghadapi masalah gizi dan
mendapatkan hasil yang diharapkan sebagai berikut :
a. Diharapkan mahasiswa keperawatan dapat menganalisa mengenai gizi di tiap
tahap tumbuh kembang.
b. Diharapkan mahasiswa keperawatan dapat mempelajari masalah gizi bukan
hanya dari definisi, akan tetapi dari aspek lain agar dapat mengetahui
penanganan dan spesifikasi dari masalah yang dialami.
c. Diharapkan mahasiswa keperawatan dapat menegakkan diagnosa sesuai
dengan masalah yang dialami dan dapat menegakkannya menurut prioritas
serta melakukkan tindakkan berdasarkan diagnose.
Dengan dibuatnya makalah ini, diharap mahasiswa paham tentang bagaimana
promosi dan preventif dari masalah gizi serta bagaimana merealisasikannya
terhadap diri sendiri kususnya dan mayarakat umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
file:///C:/Documents%20and%20Settings/AAN/My%20Documents/Downloads/askep%20gizi%20buruk.htm
http://witrilegina.blogspot.com/2008/09/askep-malnutrisi-under.html
http://khaidirmuhaj.blogspot.com/2009/02/gizi-buruk.htm
Potter & Perry, 2006. “Fundamental Keperawatan Volume 2”. Jakarta : EGC.
Shwartz, William M.2005. “Pedoman Kinis Pediatri”. Jakarta : EGC.
Williams .2005. “Basic Nutrition & Diet Thetapy”. St. Louis : Westline Industrial Drive.
Wong, Donna L. 2004. “Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik”. Jakarta : EGC