makalah farmol
DESCRIPTION
fTRANSCRIPT
MAKALAH
FARMOKOLOGI MOLEKULER
RESEPTOR GABA DAN OBAT ANSIOLITIK
“Obat defresi sisem syaraf dan penghilang kecemasan”
Disusun Oleh :
1. SITI ROHMATTILAH H. (G1F013033)
2. ISROHATUN SYA’DIAH (G1F013035)
Kelas A
KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
PURWOKERTO
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keberadaan kanal ion pertama kali dihipotesiskan oleh Alan Hodgkin dan
Andrew Huxley (ahli biofisika Inggris) pada tahun 1952 sebagai bagian dari teori
mereka mengenai impuls syaraf dan mendapatkan hadiah nobel. Keberadaan
kanal ini kemudian dikonfirmasikan oleh Erwin Neher dan Bert Sakman pada th
1970 dengan menggunakan teknik perekaman elektrik yang disebu “patch clamp”
yang juga membawanya mendapatkan hadiah nobel 1991.
GABA adalah nama singkatan dari jenis asam amino yang bernama
Gamma-Amino Butyric Acid atau ditulis sebagai g-asam amino. Zat ini tersebar
luas di alam tidak hanya pada binatang tetapi juga pada tumbuhan. Zat ini terdapat
di dalam otak dan spinal (tulang belakang) berperan sebagai zat neurotransmitter
dan merupakan zat neurotransmitter yang bersifat merangsang, GABA adalah zat
neurotransmitter yang bersifat menekan/menahan. Orang-orang masa kini yang
banyak hidup dalam stress, pelepasan asam glutamine dalam otaknya semakin
bertambah dan apabila menjadi terlalu banyak maka syaraf akan selalu dalam
kondisi tegang serta dipandang membahayakan fisik. Salah satu perwujudannya
adalah kenaikan tekanan darah.
Gambar 2.1 Struktur GABA
Hipnotik dan sedatif merupakan golongan obat pendepresi susunan saraf
pusat (SSP). Efeknya bergantung dosis, mulai dari ringan yaitu menyebabkan
tenang atau kantuk, menidurkan, hingga berat yaitu kehilangan kesadaran,
keadaan anestesi, koma dan mati.
B. Tujuan
1) Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan reseptor GABA dan ansiolitik.
2) Untuk mengetahui contoh- contoh obat reseptor GABA.
3) Untuk Mengetahui mekanisme reseptor GABA dan obat golongannya.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Mekanisme kerja
a. Reseptor Gaba
Mekanisme GABAergic telah dibuktikan dalam jaringan perifer berbagai
organ termasuk, namun tidak terbatas pada usus, lambung, pankreas, tuba
Fallopii, uterus, ovarium, testis, ginjal, kandung kemih, paru-paru, dan hati. GABA
berperan penting dalam proses tidur (Utama,1995).
GABA tidak hanya sebagai inhibitor di otak tetapi juga membantu dalam
produksi endorfin yang memberikan rasa kesejahteraan. GABA ini dihasilkan
melalui siklus krebs yaitu pada jaringan syaraf, di mana alpha ketoglutarat diubah
menjadi glutamate kemudian menjadi GABA. GABA disintesis dari glutamat
dengan bantuan enzim glutamic acid decarboxylase (GAD), dan didegradasi oleh
GABA-transaminase. Penghambatan enzim-enzim ini sangat berperan pada
pengobatan epilepsi, dimana pada penderita epilepsi mengalami kekurangan
GABA. Karena tidak ada yang menekan sistem sarafnya, akibatnya ketika terjadi
aktivasi, respon yang diberikan pun berlebihan sehingga terjadi konvulsan atau
kejang. Terapi yang bisa diberikana salah satunya adalah dengan meningkatkan
GABA, yaitu meningkatkan GAD (enzim yang mengubah glutamat menjadai
GABA), contohnya obat gabapentin, menghambat reuptake GABA atau dengan
menghambat GABA transaminase sehingga GABA tidak diubah menjadi
metabolitnya, contoh obatnya vigabatrin (Utama, 1995).
Gambar 2. Mekanisme Reseptor GABA
Reseptor GABA ini terkait dengan kanal Cl. Mekanisme yang terjadi pada
reseptor ini : GABA lepas dari ujung saraf --> berikatan dengan reseptor GABA -->
membuka kanal Cl --> Cl masuk --> hiperpolarisasi --> penghambatan transmisi
saraf --> depresi CNS.
Adanya berbagai site pada reseptor ini dimanfaatkan sebagai strategi-
strategi untuk memanipulasi reseptor GABA. Misalnya obat-obat golongan
benzodiazepin, akan meningkatkan afinitas reseptor terhadap GABA sehingga
pembukaan kanal Cl lebih lama, begitu pula mekanisme yang terjadi pada obat
golongan barbiturat.
1. Obat Golongan Barbiturat
Gambar 2. Struktur Barbiturat
Barbiturat terutama bekerja pada reseptor GABA dimana barbiturat akan
menyebabkan hambatan pada reseptor GABA pada sistem saraf pusat, barbiturat
menekan sistem aktivasi retikuler, suatu jaringan polisinap komplek dari saraf dan
pusat regulasi, yang beberapa terletak dibatang otak yang mampu mengontrol
beberapa fungsi vital termasuk kesadaran. Pada konsentrasi klinis, barbiturat
secara khusus lebih berpengaruh pada sinaps saraf dari pada akson. Barbiturat
menekan transmisi neurotransmitter inhibitor seperti asam gamma aminobutirik
(GABA). Mekanisme spesifik diantaranya dengan pelepasan transmitter (presinap)
dan interaksi selektif dengan reseptor (postsinap) (Neal,1997).
2. Obat Golongan Benzodiazepin
Gambar 3. Benzodiazepin
Mekanisme kerja benzodiazepine merupakan potensiasi inhibisi neuron
yang menggunakan GABA sebagai mediatornya.GABA (gamma-aminobutyric
acid) merupakan inhibitor utama neurotransmiter di susunan saraf pusat (SSP),
melalui neuron-neuron modulasi GABAenergik. Reseptor Benzodiazepin berikatan
dengan reseptor subtipe GABAA. Berikatan dengan reseptor agonis
menyebabkan masuknya ion klorida dalam sel, yang menyebabakan
hiperpolarisasi dari membran post sinpatik, dimana dapat membuat neuron ini
resisten terhadap rangsangan. Dengan cara demikian obat ini memfasilitasi efek
inhibitor dari GABA. Reseptor benzodiazepin dapat ditemukan di otak dan medula
spinalis, dengan densitas tinggi pada korteks serebral, serebelum dan
hipokampus dan densitas rendah pada medula spinalis. Tidak adanya reseptor
GABA selain di SSP, hal ini aman bagi sistem kardiovaskuler pada saat
penggunaan obat ini (Kenakin, 1997).
Efek sedatif timbul dari aktivasi reseptor GABAA sub unit alpha-1 yang
merupakan 60% dari resptor GABA di otak (korteks serebral, korteks serebelum,
thalamus). Sementara efek ansiolotik timbul dari aktifasi GABA sub unit aplha-2
(Hipokampus dan amigdala) (Neal,1997).
Benzodiazepin menurunkan degradasi adenosin dengan menghambat
tranportasi nuklesida. Adonosin penting dalam regulasi fungsi jantung (penurunan
kebutuhan oksigen jantung melalui penurunan detak jantung dan meningkatkan
oksigenasi melalui vasodilatasi arteri korener) dan semua fungsi fisiologi proteksi
jantung (Nestler,2001).
b. Mekanisme Ansiolitik dan Hipnotik
Terdapat empat golongan obat anti cemas, yaitu benzodiazepine,
antihistamin, barbiturate, dan buspirone.
1. Benzodiazepine
Benzodiazepin merupakan golongan obat anti cemas yang sering
digunakan. Obat ini telah menggantikan barbiturat dan meprobamat dalam
pengobatan cemas karena lebih efektif dan aman. Mekanisme :
Pengikatan GABA (Asam Gama Aminobutirat) ke reseptornya pada
membran sel akan membuka saluran klorida, meningkatkan efek konduksi klorida.
Aliran ion klorida yang masuk menyebabkan hiperpolarisasi lemah menurunkan
potensi postsinaptik dari ambang letup dan meniadakan pembentukan kerja-
potensial. Benzodiazepin terikat pada sisi spesifik dan berafinitas tinggi dari
membran sel, yang terpisah tetapi dekat dengan reseptor GABA. Reseptor
benzodiazepin terdapat hanya pada SSP dan lokasinya sejajar dengan neuron
GABA. Pengikatan benzodiazepin memacu afinitas reseptor GABA untuk
neurotransmiter yang bersangkutan, sehingga saluran klorida yang berdekatan
lebih sering terbuka. Keadaan tersebut akan memicu hiperpolarisasi dan
menghambat letupan neuron (Rang, 1999).
Contoh Obat Benzodiazepin
a. Midazolam
Midazolam merupakan benzodiazepine yang larut air dengan struktur cincin
imidazole yang stabil dalam larutan dan metabolisme yang cepat. Obat ini telah
menggantikan diazepam selama operasi dan memiliki potensi 2-3 kali lebih kuat.
Selain itu affinitas terhadap reseptor GABA 2 kali lebih kuat dibanding diazepam.
Efek amnesia pada obat ini lebih kuat diabanding efek sedasi sehingga pasien
dapat terbangun namun tidak akan ingat kejadian dan pembicaraan yang terjadi
selama beberapa jam.
Larutan midazolam dibuat asam dengan pH < 4 agar cincin tidak terbuka
dan tetap larut dalam air. Ketika masuk ke dalam tubuh, akan terjadi perubahan
pH sehingga cincin akan menutup dan obat akan menjadi larut dalam lemak.
Larutan midazolam dapat dicampur dengan ringer laktat atau garam asam dari
obat lain.
Farmakokinetik
Midazolam diserap cepat dari saluran cerna dan dengan cepat melalui
sawar darah otak. Namun waktu equilibriumnya lebih lambat dibanding propofol
dan thiopental. Hanya 50% dari obat yang diserap yang akan masuk ke sirkulasi
sistemik karena metabolisme porta hepatik yang tinggi. Sebagian besar
midazolam yang masuk plasma akan berikatan dengan protein. Waktu durasi
yang pendek dikarenakan kelarutan lemak yang tinggi mempercepat distribusi dari
otak ke jaringan yang tidak aktif begitu juga dengan klirens hepar yang cepat.
Waktu paruh midazolam adalah antara 1-4 jam, lebih pendek daripada
waktu paruh diazepam. Waktu paruh ini dapat meningkat pada pasien tua dan
gangguan fungsi hati. Pada pasien dengan obesitas, klirens midazolam akan lebih
lambat karena obat banyak berikatan dengan sel lemak. Akibat eliminasi yang
cepat dari midazolam, maka efek pada CNS akan lebih pendek dibanding
diazepam.
Efek pada Sistem Organ
Midazolam menurunkan kebutuhan metabolik oksigen otak dan aliran darah
ke otak seperti barbiturat dan propofol. Namun terdapat batasan besarnya
penurunan kebutuhan metabolik oksigen otak dengan penambahan dosis
midazolam. Midazolam juga memiliki efek yang kuat sebagai antikonvulsan untuk
menangani status epilepticus.
a) Pernapasan
Penurunan pernapasan dengan midazolam sebesar 0,15 mg/kg IV setara
dengan diazepam 0,3 mg/kg IV. Pasien dengan penyakit paru obstruktif kronis
memiliki resiko lebih besar terjadinya depresi pernapasan walaupun pada orang
normal depresi pernapasan tidak terjadi sama sekali. Pemberian dosis besar
(>0,15 mg/kg) dalam waktu cepat akan menyebabkan apneu sementara terutama
bila diberikan bersamaan dengan opioid. Benzodiazepine juga menekan refleks
menelan dan penuruna aktivitas saluran napas bagian atas.
b) Sistem kardiovaskuler
Midazolam 0,2 mg/kg IV sebagai induksi anestesi akan menurunkan
tekanan darah dan meningkatkan denyut jantung lebih besar daripada diazepam
0,5 mg/kg IV dan setara dengan thiopental 3-4 mg/kg IV. Penurunan tekanan
darah disebabkan oleh penurunan resistensi perifer dan bukan karena gangguan
cardiac output. Efek midazolam pada tekanan darah secara langsung
berhubungan dengan konsentrasi plasma benzodiazepine.
Penggunaan Klinik
Midazolam sering digunakan sebagai premedikasi pada pasien pediatrik
sebagai sedasi dan induksi anestesia. Midazolam juga memiliki efek
antikonvulsan sehingga dapat digunakan untuk mengatasi kejang grand mal.
a) Sedasi intravena
Midazolam dosis 1-2,5 mg IV (onset 30-60 detik, waktu puncak 3-5 menit,
durasi 15-80 menit) efektif sebagai sedasi selama regional anestesi. Dibanding
dengan diazepam, midazolam memiliki onset yang lebih cepat, amnesia yang
lebih baik dan sedasi post operasi yang lebih rendah namun waktu pulih
sempurna tetap sama. Efek samping yang ditakutkan dari midazolam adalah
adanya depresi napas apalagi bila diberikan bersama obat penekan CNS lainnya.
b) Induksi anestesi
Induksi anestesi dapat diberikan midazolam 0,1-0,2 mg/kg IV selama 30-60
detik. Walaupun thiopental memberikan waktu induksi lebih cepat 50-100%
dibanding midazolam. Dosis yang digunakan akan semakin kecil apabila
sebelumnya diberikan obat penekan CNS lain seperti golongan opioid. Pasien tua
juga membutuhkan lebih sedikit dosis dibanding pasien muda.
b. Diazepam
Diazepam adalah benzodiazepine yang sangat larut lemak dan memiliki
durasi kerja yang lebih panjang dibanding midazolam. Diazepam dilarutkan
dengan pelarut organik (propilen glikol, sodium benzoate) karena tidak larut dalam
air. Larutannya pekat dengan pH 6,6-6,9.Injeksi secara IV atau IM akan
menyebabkan nyeri. Kerja utama diazepam yaitu potensiasi inhibisi neuron
dengan asam gamma-aminobutirat (GABA) sebagai mediator pada sistim syaraf
pusat. Dimetabolisme menjadi metabolit aktif yaitu N-desmetildiazepam dan
oxazepam. Kadar puncak dalam darah tercapai setelah 1 – 2 jam pemberian oral.
Farmakokinetik
Diazepam cepat diserap melalui saluran cerna dan mencapai puncaknya
dalam 1 jam (15-30 menit pada anak-anak). Kelarutan lemaknya yang tinggi
menyebabkan Vd diazepam besar dan cepat mencapai otak dan jaringan
terutama lemak. Diazepam juga dapat melewati plasenta dan terdapat dalam
sirkulasi fetus.
Ikatan protein benzodiazepine berhubungan dengan tingginya kelarutan
lemak. Diazepam dengan kelarutan lemak yang tinggi memiliki ikatan dengan
protein plasma yang kuat. Sehingga pada pasien dengan konsentrasi protein
plasma yang rendah, seperti pada cirrhosis hepatis, akan meningkatkan efek
samping dari diazepam.
Waktu Paruh
Waktu paruh diazepam orang sehat antara 21-37 jam dan akan semakin
panjang pada pasien tua, obese dan gangguan fungsi hepar serta digunakan
bersama obat penghambat enzim sitokrom P-450. Dibandingkan lorazepam,
diazepam memiliki waktu paruh yang lebih panjang namun durasi kerjanya lebih
pendek karena ikatan dengan reseptor GABAA lebih cepat terpisah.
Waktu paruh desmethyldiazepam adalah 48-96 jam. Pada penggunaan
lama diazepam dapat terjadi akumulasi metabolit di dalam jaringan dan
dibutuhkan waktu lebih dari seminggu untuk mengeliminasi metabolit dari plasma.
Efek pada Sistem Organ
Diazepam hampir tidak menimbulkan efek depresi napas. Namun, pada
penggunaan bersama dengan obat penekan CNS lain atau pada pasien dengan
penyakit paru obstruktif akan meningkatkan resiko terjadinya depresi napas.
Diazepam pada dosis 0,5-1 mg/kg IV yang diberikan sebagai induksi
anestesi tidak menyebabkan masalah pada tekanan darah, cardiac output dan
resistensi perifer. Begitu juga dengan pemberian anestesi volatile N2O setelah
induksi dengan diazepam tidak menyebabkan perubahan pada kerja jantung.
Namun pemberian diazepam 0,125-0,5 mg/kg IV yang diikuti dengan injeksi
fentanyl 50 µg/kg IV akan menyebabkan penurunan resistensi vaskuler dan
penurunan tekanan darah sistemik.
Pada otot skeletal, diazepam menurunkan tonus otot. Efek ini didapat
dengan menurunkan impuls dari saraf gamma di spinal. Keracunan diazepam
didapatkan bila konsentrasi plasmanya > 1000ng/ml.
Penggunaan Klinis
Penggunaan diazepam sebagai sedasi pada anestesi telah digantikan oleh
midazolam. Sehingga diazepam lebih banyak digunakan untuk mengatasi
kejang. Efek anti kejang didapatkan dengan menghambat neuritransmitter GABA.
Dibanding barbiturat yang mencegah kejang dengan depresi non selektif CNS,
diazepam secara selektif menghambat aktivitas di sistem limbik, terutama di
hippokampus.
c. Oxazepam
Oxazepam merupakan metabolit aktif dari diazepam. Durasi kerjanya lebih
pendek dibanding diazepam karena di sirkulasi akan dikonjugasi dengan asam
glukoronat menjadi metabolit inaktif. Waktu paruhnya 5-15 jam dan tidak
dipengaruhi oleh fungsi hepar atau pemberian simetidin. Absorbsi oral oxazepam
sangat lambat sehingga tidak bermanfaat pada pengobatan insomnia dengan
kesulitan tidur. Namun bermanfaat pada insomnia memiliki periopde tidur yang
pendek atau sering terbangun di malam hari.
d. Alprazolam
Alprazolam memiliki efek mengurangi kecemasan pada pasien dengan
kecemasan atau serangan panik. Alprazolam merupakan alternatif untuk
premedikasi pengganti midazolam. Efek sampingnya yaitu : Mengantuk,
kelemahan otot, ataksia, amnesia, depresi, light-headedness, bingung,
halusinasi, pandangan kabur. Efek yang jarang terjadi: sakit kepala, insomnia,
reaksi paradoksikal, tremor, hipotensi, gangguan gastrointestinal, ruam,
perubahan libido, menstruasi tidak teratur, retensi urin, diskrasia darah dan
ikterus.
e. Lorazepam
Lorazepam termasuk kelompok obat yang disebut benzodiazepines. Obat
ini mempengaruhi zat kimia di otak yang bisa saja menjadi tidak seimbang.
Ketidakseimbangan zat kimia dalam otak dapat menyebabkan gangguan
kecemasan dan kegelisahan. Lorazepam digunakan untuk mengobati gangguan
kecemasan. Lorazepam juga digunakan untuk kebutuhan lain yang tidak
tercantum disini.
Efek Samping
· Hives atau gatal diikuti kulit kemerahan
· Sulit bernapas
· Pembengkakan pada wajah, bibir, lidah atau tenggorokan
Efek samping lainnya:
· Mengantuk, pusing, lelah
· Pandangan kabur
· Sulit tidur
· Otot lemah, hilang keseimbangan atau koordinasi
· Amnesia atau pelupa, sulit berkonsentrasi
· Mual, muntah, konstipasi
· Perubahan nafsu makan
· Ruam pada kulit
(Pratt, 1990).
2. Buspirone
Berbeda dengan benzodiazepine dan barbiturate, buspirone tidak
mempengaruhi sistem neurotransmitter GABA. Mekanisme buspirone tidak
dimengerti secara lengkap saat ini. Onset kerja buspirone lebih lambat
dibandingkan benzodiazepine, dimana membutuhkan waktu 2-4 minggu untuk
menunjukan adanya respon klinis (Nugroho, 2012).
3. Antihistamin (Hydroxyzine)
Memiliki sifat penghambatan reseptor H1 dan aktivitas kolinergik
antimuskarinik. Tidak lebih unggul daripada benzodiazepine dan belum terbukti
efektif sebagai ansiolitik jangka panjang (Ikawati, 2006).
4. Barbiturat (Phenobarbital)
Merupakan obat sedative-hipnotik yang meibatkan kompleks reseptor GABA,
reseptor benzodiazepine, dan reseptor ion klorida (Ikawati,2006).
Sifat-Sifat Atau Efek-Efek Umum Golongan Obat Reseptor Gaba dan Ansolitik
1. Obat Golongan Barbiturat
Secara kimia, barbiturat merupakan derivat asam barbiturat. Asam
barbiturat (2,4,4-trioksoheksahidropirimidin) merupakan hasil reaksi kondensasi
antara ureum dengan asam malonat. Susunan Saraf Pusat efek utama barbiturat
ialah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat dicapai, mulai dari sedasi,
hipnosis, koma sampai dengan kematian. Efek antianseitas barbiturat
berhubungan dengan tingkat sedasi yang dihasilkan. Efek hipnotik barbiturat
dapat dicapai dalam waktu 20-60 menit dengan dosis hipnotik. Tidurnya
menyerupai tidur fisiologis, tidak disertai mimpi yang mengganggu. Efek anastesi
umumnya diperlihatkan oleh golongan tiobarbital dan beberapa oksibarbital untuk
anastesi umum. Untuk efek antikonvulsi umumnya diberikan oleh berbiturat yang
mengandung substitusi 5-fenil misalnya fenobarbital.
3. Obat Golongan Benzodiazepin
Benzodiazepin adalah sekelompok obat golongan psikotropika yang
mempunyai efek antiansietas atau dikenal sebagai minor tranquilizer, dan
psikoleptika. Benzodiazepin memiliki lima efek farmakologi sekaligus, yaitu
anxiolisis, sedasi, anti konvulsi, relaksasi otot melalui medula spinalis, dan
amnesia retrograde (Tjay TH, 2002).
Benzodiazepin bukan antipsikotik atau analgetik. Semua benzodiazepin
memperlihatkan efek berikut :
Menurunkan Ansietas
Pada dosis rendah, benzodiazepin bersifat ansiolitik. Diperkirakan dengan
menghambat secara selektif saluran neuron pada sistem limbik otak.
Bersifat sedatif dan hipnotik
Semua benzodiazepin yang digunakan untuk mengobati cemas juga
mempunyai efek sedatif. Pada dosis yang lebih tinggi, benzodiazepin tertentu
dapat menyebabkan hipnosis (tidur yang terjadi secara artifisial)
Antikonvulsan
Beberapa benzodiazepin bersifat antikonvulsan dan digunakan untuk
pengobatan epilepsi dan gangguan kejang lainnya.
Pelemas Otot
Benzodiazepin melemaskan otot skelet yang spastik. Barangkali dengan cara
meningkatkan inhibisi presinaptik dalam sumsum tulang
(Tjay dan Rahardja, 2007).
Sifat Unik Masing-Masing Obat :
Obat Golongan Barbiturat
Barbiturat berkerja pada seluruh SSP, walaupun pada setiap tempat tidak
sama kuatnya. Dosis nonanastesi terutama menekan respon pasca sinap.
Penghambatan hanya terjadi pada sinaps GABA-nergik. Walaupun demikian efek
yang terjadi mungkin tidak semuanya melalui GABA sebagai mediator. Barbiturat
memperlihatkan beberapa efek yang berbeda pada eksitasi dan inhibisi transmisi
sinaptik. Kapasitas berbiturat membantu kerja GABA sebagian menyerupai kerja
benzodiazepine, namun pada dosis yang lebih tinggi dapat bersifat sebagai
agonis GABA-nergik, sehingga pada dosis tinggi barbiturat dapat menimbulkan
depresi SSP yang berat. (Striessnig dkk., 1998).
Obat golongan Benzodiazepin :
Berdasarkan kecepaan metabolismenya dapat dibedakan menjadi 3
kelompok yaitu short acting, long acting, dan ultra acting.
1) Longacting
Obat-obat ini dirombak dengan jalan demetilasi dan hidroksilasi menjadi
metabolit aktif (sehingga memperpanjang waktu kerja) yang kemudian
dirombak kembali menjadi oksazepam yang dikonjugasi menjadi glukoronida
takaktif.
2) Shortacting
Obat-obat ini dimetabolisme tanpa menghasilkan zat aktif. Sehingga waktu
kerjanya tidak diperpanjang. Obat-obat ini jarang menghasilkan efek sisa
karena tidak terakumulasi pada penggunaan berulang.
3) Ultrashortacting
Lama kerjanya sangat kurang dari short acting. Hanya kurang dari 5,5 jam.
Efek abstinensia lebih besar terjadi pada obat-obatan jenis ini. Selain sisa
metabolit aktif menentukan untuk perpanjangan waktu kerja, afinitas terhadap
reseptor juga sangan menentukan lamanya efek yang terjadi saat penggunaan
(Schmitz, 2008).
Efek Samping Reseptor GABA dan Ansiolitik yang Langka
Barbiturat
Efek samping dari obat barbiturate Disforia paradoksikal, hiperaktivitas, dan
disorganisasi kognitif. Efek samping yang jarang adalah sindroma Steven
Jhonshon, anemia megaloblastik, dan osteopeni (Katzung, 2006)
Benzodiazepine
Penggunaan benzodiazepine akan mengurangi kebutuhan akan obat
anestesi inhalasi ataupun injeksi. Walaupun penggunaan midazolam akan
meningkatkan efek depresi napas opioid dan mengurangi efek analgesiknya.
Selain itu, efek antagonis benzodiazepine, flumazenil, juga meningkatkan efek
analgesik opioid (Katzung, 2012)
Nama Generik dan nama merk/ dagang obat di Indonesia
Nama Generik (golongan) Nama merk/ dagang di Indonesia
Fenobarbital Combinal, Bellapheen, Piptal pediatric.
Benzodiazepin
1. Diazepam
2. Klonazepam
3. Nitrazepam
Cetalgin, Danalgin, Hedix,
Metaneuron, Mentalium, Neo protal,
Neurodial, Neuropyron, Neuroval,
Proneuron, Stesolid, Trazep,
Valdimex, valisanbe, Valium,
Yekalgin, Zyparon, Bufazep,
Decazepam, Diazepin, Kalem,
Lovium, Mentalium, Paralium, dsb.
Riklona, Rivotril
Dumolid, Somnil
(Anonim, 2012)
Interaksi Obat
Barbiturat
Reaksi obat, Kombinasi barbiturat dengan depresan SSP lain misal etanol
akan meningkatkan efek depresinya; Antihistamin, isoniasid, metilfenidat, dan
penghambat MAO juga dapat menaikkan efek depresi barbiturat. Interaksi obat
yang paling sering melibatkan hipnotik-sedatif adalah interaksi dengan obat
depresan susunan saraf pusat lain, yang menyebabkan efek aditif. Efek aditif yang
jelas dapat diramalkan dengan penggunaan minuman beralkohol, analgesik
narkotik, antikonvulsi, fenotiazin dan obat-obat anti depresan golongan trisiklik
(Rang, 1999).
Tabel. Interaksi Obat
N
O
Obat A Obat B Mekanisme
obat A
Mekanisme
obat B
Interaksi Obat Nama Dagang
1 Barbitur
at
alkohol Bekerja pada
seluruh system
saraf pusat tapi
hanya berikatan
dengan
komponen-
komponen
molekuler
reseptor GABAA
Mengganggu
keseimbangan
antara eksitasi
dan inhibisi di
otak karena
penghambatan
atau
penekanan
saraf
perangsangan
Alkohol
memperberat
depresi SSP,
memperberat
hipotensi
(pada
pemakaian
parenteral),
memperberat
kelemahan
otot
(pemakaian
parenteral)
Amobarbital
(AMYTAL),
Aprobarbital
(ALURATE),
Butabarbital
(BUTISOL),
Mefobarbital
(MEBARAL)
2 Benzod
iazepin
Disulfiram Berinteraksi
dengan
reseptor
penghambat
Disulfiram
menghambat
metabolisme
golongan
Diazepam
(CETALGIN),
Lorazepam
(ATIVAN),
neurotransmitte
r yang
diaktifkan oleh
GABA.
benzodiazepin
dihati
sehingga
meningkatkan
kadar
benzodiazepin
dalam darah.
Midazolam
(DORMICUM)
,
3 Benzod
iazepin
Simetidin Berinteraksi
dengan
reseptor
penghambat
neurotransmitte
r yang
diaktifkan oleh
GABA.
Menghambat
reseptor H2
secara selektif
dan reversible
sehingga
menghambat
sekresi asam
lambung.
Simetidin
menghambat
metabolism
golongan
benzodiazepin
dihati
sehingga
meningkatkan
kadar
benzodiazepin
dalam darah.
Diazepam
(CETALGIN),
Lorazepam
(ATIVAN),
Midazolam
(DORMICUM)
,
4 Benzod
iazepin
Valproat Berinteraksi
dengan
reseptor
penghambat
neurotransmitte
r yang
diaktifkan oleh
GABA.
Meningkatkan
kadar GABA
dalam otak
Valproat
menurunkan
glukuronidasi
benzodiazepin
e yang secara
utama
dimetabolisme
konjugasi
glukuronida
sehingga
meningkatkan
efek
benzodiazepin
.
Diazepam
(CETALGIN),
Lorazepam
(ATIVAN),
Midazolam
(DORMICUM)
,
5 Fenoba
rbital
Asam
Valproat
Bekerja pada
seluruh system
saraf pusat tapi
hanya berikatan
dengan
komponen-
komponen
molekuler
reseptor GABAA
Meningkatkan
kadar GABA
dalam otak
Asam Valproat
meningkatkan
kadar
fenobarbital
40% karena
terjadinya
penghambata
n hidroksilasi
fenobarbital.
Asam
Valproat
(Depakene,
Ikalep),
Fenobarbital
(BELLAPHEE
N, PHENTAL,
PIPTAL
PDIATRIC,
SIBITAL
(Jordan,Sue,2004).
Persentase Obat yang di metabolisme versus ekskresi melalui ginjal golongan
benzodiazepine dan barbiturate
N Jenis
Obat
Metabolit Aktif Metabolit Non Aktif Ekskresi
1 Midazol
am
1- Hydroxymeth
ylmidazolam
- urin 90 %
2 Diazepa
m
N-
desmethyldia
zepam,
2- Hydroxdiazepam urin
3 Oxazep
am
- - Urin
4 Alprazol
am
- - urin
5 Lorazep
am
- - urin 88%
6 Pentoba
rbial
- - urin
7 amobar - - Urin,
bital feces
(Deglin, 2005)
Waktu Paruh Setiap Obat Dalam Golongan benzodiazepine dan barbiturate
NO Nama Obat Waktu Paruh
1 Midazolam 2-6 jam
2 Diazepam 20 - 70 jam
3 Oxazepam 2,8 – 5,7 jam
4 Alprazolam 13 jam
5 Lorazepam 14 jam
6 Pentobarbital 15 - 50 jam
7 Amobarbital 15 - 40 jam
(Deglin, 2005)
Teratogenitas setiap obat
Teratogenitas pada obat Phenobarbital dan benzodiazepin
1. Kategori A
Digunakan secara luas, tanpa malformasi janin atau pengaruh negatif lain.
2. Kategori B
Digunakan terbatas, pengaruh buruk tidak terbukti. Berdasarkan uji toksikologi
pada hewan dibedakan :
a. B1 : Tidak terbukti
b. B2 : Percobaan terbatas, tidak ditemukan peningkatan kerusakan janin
pada hewan
c. B3 : Terjadi peningkatan kerusakan janin hewan, pada manusia belum tentu
bermakna
3. Kategori C
Memberi pengaruh buruk (reversible) tanpa malformasi anatomi, (semata
karena efek farmakologik obat)
4. Kategori D
Menyebabkan peningkatan malformasi dan kerusakan janin yang irreversible,
efek farmakologik juga merugikan
5. Kategori X
6. Terbukti mempunyai risiko tinggi terjadi pengaruh buruk yang irreversible,
merupakan kontaindikasi mutlak (Tjay TH, 2002).
Gambar metabolisme obat jika obat merupakan suatu produk