makalah budidaya lele
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kegiatan perikanan memegang peranan penting dalam menyediakan
sumber bahan makanan protein hewani berupa ikan. Salah satu usaha untuk
menghasilkan ikan secara optimal dan tidak mengganggu atau merusak populasi
ikan serta lingkungan media hidup ikan adalah melalui usaha budidaya yang
dikembangkan dengan baik.
Ikan lele tergolong jenis ikan air tawar yang sangat berpotensi untuk
dibudidayakan dan dikembangkan sebagai sumber penyedia pangan protein
hewani untuk mencukupi kebutuhan manusia maupun untuk kepentingan
perdagangan. Tingkat kelangsungan hidup ikan lele selama kegiatan budidaya
sangat dipengaruhi oleh kualitas air. Kondisi air harus disesuaikan dengan
kebutuhan optimal bagi pertumbuhan ikan yang dipelihara. Keberhasilan
budidaya perairan banyak ditentukan oleh keadaan kualitas air.
Kualitas air adalah suatu keadaan dan sifat-sifat fisik, kimia dan biologi
suatu perairan yang dibandingkan dengan persyaratan untuk keperluan tertentu,
seperti kualitas air untuk air minum, pertanian dan perikanan, rumah sakit,
industri dan lain sebagainya, sehingga menjadikan persyaratan kualitas air
berbeda-beda sesuai dengan peruntukannya (Mahyudin, 2011). Berdasarkan hal di
atas, maka perlu dilakukan suatu penelitian untuk mengetahui manajemen kualitas
air yang baik untuk kegiatan budidaya ikan lele sehingga produksi ikan lele dapat
maksimal.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dibuat rumusan masalah
“Bagaimanakah manajemen kualitas air yang baik untuk budidaya ikan lele?”
1
C. Tujuan
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui manajemen kualitas air yang
baik untuk budidaya ikan lele.
C. Manfaat
Manfaat penelitian ini yaitu mahasiswa dapat melakukan dan memahami
teknik budidaya ikan lele secara optimal ditinjau dari manajemen kualitas air.
2
BAB II
ISI
A. Ikan Lele (Clarias batrachus)
Lele merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan tubuh memanjang
dan kulit licin. Di Indonesia ikan lele mempunyai beberapa nama daerah, antara
lain: ikan kalang (Padang), ikan maut (Gayo, Aceh), ikan pintet (Kalimantan
Selatan), ikan keeling (Makasar), ikan cepi (Bugis), ikan lele atau lindi (Jawa
Tengah). Sedang di negara lain dikenal dengan nama mali (Afrika), Plamond
(Thailand), ikan keli (Malaysia), gura magura (Srilangka), ca tre trang (Jepang).
Dalam bahasa Inggris disebut pula catfish, siluroid, mudfish dan walking catfish.
Ikan lele tidak pernah ditemukan di air payau atau air asin. Habitatnya di sungai
dengan arus air yang perlahan, rawa, telaga, waduk, sawah yang tergenang air.
Ikan lele bersifat noctural, yaitu aktif bergerak mencari makanan pada malam hari.
Pada siang hari, ikan lele berdiam diri dan berlindung di tempat-tempat gelap. Di
alam ikan lele memijah pada musim penghujan.
B. Kualitas Air
Kualitas air adalah suatu keadaan dan sifat-sifat fisik, kimia dan biologi
suatu perairan yang dibandingkan dengan persyaratan untuk keperluan tertentu,
seperti kualitas air untuk air minum, pertanian dan perikanan, rumah sakit,
industri dan lain sebagainya, sehingga menjadikan persyaratan kualitas air
berbeda-beda sesuai dengan peruntukannya (Mahyudin, 2011). Berkaitan dengan
pemanfaatan perairan darat sebagai sumber air bersih untuk keperluan rumah
tangga, untuk kebutuhan pertanian, peternakan, perikanan dan untuk industri
maka pemerintah Indonesia telah menetapkan Peraturan Pemerintah Indonesia No.
82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.
Menetapkan kriteria kualitas air yang dapat diteima untuk serangkaian kategori
penggunaan di atas.
1. Air golongan I: Air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung
tanpa harus dimasak/diolah terlebih dulu.
3
2. Air golongan II: Air yang dapat digunakan sebagai air minum tetapi harus
dimasak/diolah terlebih dulu.
3. Air golongan III: Air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan
peternakan.
4. Air golongan IV: Air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian,
industri, dan pembangkit listrik.
Kualitas air dinyatakan dalah tiga parameter yaitu:
1. Parameter fisika
a. Suhu
Suhu sangat berpengaruh terhadap kelarutan oksigen populasi termal
pada organisme air terjadi optimum. Kenaikan suhu air menyebabkan laju
metabolisme biota air yang ada di dalamnya meningkat dan oksigen yang
tekandung dalam air menurun. Kenaikan suhu biasanya meningkat akibat
keracunan pencemaran kimia dalam air. Perubahan suhu menyebabkan pola
sirkulasi yang khas dan stratifikasi yang amat mempengaruhi kehidupan
akuatik (Odum, 1993).
Suhu yang tinggi dapat menambah daya racun senyawa-senyawa NO3,
NH3, dan NH3N terhadap hewan akuatik, serta mempercepat metabolisme.
Meningkatnya suspensi bahan-bahan organik dapat menyebabkan peningkatan
temperatur dan penurunan pH, sehingga dapat menyebabkan penurunan kadar
oksigen terlarut dan meningkatnya toksisitas bahan-bahan beracun (Odum,
1993). Suhu juga mempunyai pengaruh tidak langsung, yaitu organisme laut
dapat mati karena kekurangan air yang dipercepat dengan meningkatnya suhu
(Nybaken, 1992).
b. Kecerahan
Kecerahan merupakan suatu ukuran dimana cahaya didalam air yang
disebabkan oleh adanya partikel-partikel kaloid dan suspensi dari suatu bahan
pencemaran yang terkandung di perairan (Chakroff dalam Syukur, 2002).
Kecerahan menentukan sejauh mana cahaya matahari dapat menembus suatu
perairan dan sampai kedalaman berapa proses fotosintesis dapat berlangsung
4
sempurna. Kecerahan yang mendukung adalah apabila pinggan seichi disk
mencapai 20-40 cm dari permukaan (Chakroff dalam Syukur, 2002). Nilai ini
sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan, dan
padatan tersuspensi, serta ketelitian orang yang melakukan pengukuran
(Effendi, 2003).
c. Turbiditas
Padatan tersuspensi berkorelasi positif dengan kekeruhan. Semakin
tinggi nilai padatan tersuspensi, nilai kekeruhan juga semakin tinggi, tetapi
tidak berarti memiliki kekeruhan yang tinggi. Kekeruhan pada air yang
tergenang (lentik), misalnya kolam, lebih banyak disebabkan oleh bahan
tersuspensi yang berupa koloid dan partikel-partikel halus. Kekeruhan yang
tinggi dapat mengakibatkan terganggunya sistem osmoregulasi, misalnya,
pernafasan dan daya lihat organisme akuatik, serta dapat menghambat penetrasi
cahaya kedalaman air. Tingginya nilai kekeruhan juga dapat mempersulit usaha
penyaringan dan mengurangi efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan air
(Effendi, 2003). Nilai kekeruhan di suatu perairan merupakan salah satu faktor
terpenting untuk mengontrol produktivitasnya. Kekeruhan yang tinggi akan
mempengaruhi penetrasi cahaya matahari oleh karenanya dapat membatasi
proses fotosintesis sehingga produktivitas primer perairan cenderung akan
berkurang.
2. Parameter Kimia
a. Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen terlarut sangat penting bagi pernafasan organisme akuatik
(Odum, 1993). Oksigen adalah gas yang tidak berbau, tidak berwarna dan tidak
berasa. Oksigen yang terlarut dalam air oleh makhluk hidup air digunakan
untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya yaitu untuk metabolisme jasad
air seperti respirasi. Kelarutan O2 dalam air dipengaruhi oleh faktor fisika,
kimia dan biokimia yang terjadi dalam badan air. Kelarutan oksigen
dipengaruhi oleh faktor suhu. Pada suhu tinggi maka DO akan rendah dan pada
suhu rendah maka DO akan tinggi. Setiap spesies mempunyai kisaran toleransi
berbeda terhadap konsentrasi DO. Spesies dengan kisaran toleransi lebar
5
terhadap oksigen maka penyebarannya akan luas berbeda dengan spesies yang
mempunyai kisaran toleransi sempit.
Faktor lain yang mempengaruhi kelarutan O2 dalam air adalah golakan
dipermukaan air, luas daerah permukaan air yang terbuka bagi atmosfer,
tekanan atmosfer dan persentase O2 dalam udara di sekelilingnya, serta
kehadiran tanaman berfotosintesis. Selain itu juga, dipengaruhi oleh
konsentrasi bahan organik dalam air dimana makin banyak bahan organik
dalam air maka bakteri pengurai akan berlipat ganda, hal ini mengurangi kadar
O2 dalam air. Semakin banyak jumlah DO (dissolved oxygen) maka kualitas air
semakin baik. jika kadar oksigen terlarut yang terlalu rendah akan
menimbulkan bau yang tidak sedap akibat degradasi anaerobik yang mungkin
saja terjadi. Satuan DO dinyatakan dalam persentase saturasi. Oksigen terlarut
dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau
pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan
pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan
bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik.
b. Karbondioksida (CO2) bebas
Karbondioksida sangat mudah larut dalam air tetapi sangat sedikit
karbondioksida berada dalam larutan biasa karena jumlahnya dalam udara
atmosfer sanat sedikit. Selain dekomposisi bahan organik dan pernafasan
tumbuhan air dalam hal ini fitoplankton dan zooplankton memberi sumbangan
pada karbondioksida yang sudah ada. Karbondioksida bergabung secara
kimiawi dengan air membentuk asam karbonat yang mempengaruhi pH air.
Dalam air yang asam dengan pH rendah, CO2 diubah menjadi bentuk bebas.
Pada pH yang mendekati netral hampir semua CO2 sebagai karbonat dan
dengan bertambahnya ion-ion bikarbonat dan karbonat menyebabkan air
cenderung bersifat basa dan menahan perubahan ion hidrogen, sehingga
menyebabkan fluktuasi pH yang minimum dalam sistem air tawar.
Fotosintesis fitoplankton sebagai tumbuhan air, agitasi air, dan
penguapan menyebabkan hilangnya CO2 dalam sistem air tawar. Disamping
itu dalam sistem air banyaknya CO2 mempengaruhi kecepatan metabolisme
6
dan pertumbuhan, orientasi maupun pergerakan beberapa hewan air,
zooplankton dan invertebrata yang lain.
c. BOD (Biologycal Oxygent Demand)
Pengujian BOD adalah pengukuran jumlah O2 yang akan dihabiskan
dalam waktu lima hari oleh organisme pengurai aerobik dalam suatu volume
limbah pada suhu 20oC. jadi BOD sebesar 200 ppm berarti 200 mg O2 akan
dihabiskan tiap 1 liter dalam waktu lima hari pada suhu 2oC. Banyak zat
organik yang tidak mengalami penguraian biologi secara cepat berdasarkan
pengujian BOD. Tetapi senyawa–senyawa organik akan menurunkan kualitas
air dalam perairan tersebut.
d. Salinitas
Salinitas adalah jumlah berat semua garam (dalam garam) yang terlarut
dalam 1 liter air, biasanya dinyatakan dalam satuan ‰ (per mil, gram/liter).
Perubahan salinitas yang dapat mempengaruhi biota air.
e. pH (Derajat Keasaman)
Suatu larutan dikatakan bersifat basa atau asam disebabkan adanya
kemampuan air untuk mengikat larutan atau melepaskan sejumlah ion
hidrogen. pH dianggap sebagai faktor pembatas yang penting dan merupakan
indikator yang dapat digunakan untuk menentukan keadaan umum ekologi
lingkungan perairan. Meningkatnya suspensi bahan-bahan organik dapat
menyebabkan meningkatnya temperatur dan penurunan nilai pH, sehingga
dapat mengakibatkan penurunan kadar oksigen terlarut dan meningkatnya
toksisitas bahan – bahan beracun (Odum, 1993).
Menurut Sastrawijaya (1991) air yang mempunyai pH 6,7 – 8,6
mendukung populasi organisme dalam air. pH perairan air tawar pada
umumnya berkisar antara 4-5 dapat membatasi keanekaragaman spesies
tertentu sedangkan batasan pH yang ideal pada perairan untuk fitoplankton
yaitu antara 7,5 – 8,5. Kondisi air yang sedikit basa lebih cepat mendorong
proses pembongkaran bahan organik menjadi mineral seperti nitrat dan fosfat
yang merupakan makanan bagi fitoplankton.
7
3. Parameter Biologi
a. Plankton
Sachlan (1982) mendefinisikan plankton sebagai jasad renik yang
melayang dalam air, tidak dapt bergerak secara aktif atau bergerak sedikit dan
selalu mengikuti arus. Plankton dibedakan atas tumbuhan (fitoplankton) dan
hewan (zooplankton). Fitopankton (dari bahasa Yunani phyton atau tumbuhan),
alga autotrophic, prokaryotik ataupun eukaryotik yang tinggal dekat
permukaan air dimana ada cahaya yang cukup untuk mendukung fotosintesis.
Fitoplankton merupakan organisme plankton yang paling banyak jumlahnya.
Umumnya fitoplankton berukuran besar dan mudah ditangkap oleh jaring
plankton terdiri dari dua kelompok besar yaitu diatom dan dinoflagellata.
Fitoplankton banyak sekali terdapat di permukaan air karena perlu
oksigen untuk fotosintesis. Semua jenis fitoplankton yang termasuk alga
mempunyai klorofil dan berkedudukan sebagai produsen primer. Dengan
bantuan klorofil dan pigmen lainnya, fitoplankton dapat menyerap energi yang
dipancarkan matahari untuk melakukan fotosintesis. Karena untuk melakukan
fotosintesis sangat diperlukan cahaya, maka fitoplankton hanya dijumpai pada
bagian perairan yang ditembus sinar matahari dengan panjang gelombang 0,4 –
0,8 mikron (Sachlan, 1982). Batas antara daerah yang ditembus cahaya
(disphotic) disebut garis kompensasi. Jadi fitoplankton hanya dijumpai pada
daerah di atas garis kompensasi. Kelimpahan dan penyebaran fitoplankton
selain dipengaruhi oleh penetrasi cahaya, juga dipengaruhi sifat-sifat fisika
kimia seperti : pH, salinitas, kadar O2 terlarut, karbondioksida (CO2) bebas dan
lainnya. Berlawanan dengan fitoplankton, yang didominasi oleh dua kelompok
tumbuhan, zooplankton yang merupakan anggota plankton yang bersifat
hewani, sangat beraneka aragam dan terdiri dari bermacam larva dan bentuk
dewasa yang mewakili hampir seluruh filum hewan.
C. Kualitas Air yang Baik untuk Budidaya Ikan Lele
Ikan lele tidak terlalu membutuhkan debit air yang besar, hal ini
disebabkan lele mempunyai alat pernapasan tambahan (labirin) sehingga dapat
mengambil oksigen bebas dari udara. Air yang tidak memenuhi syarat dari segi
8
kualitas air akan berakibat buruk terhadap kelangsungan hidup ikan yang
dibudidayakan. Adapun kualitas air yang dianggap baik untuk kehidupan lele
dapat dilihat dibawah ini.
Tabel 1. Kualitas Air yang Baik untuk Budidaya Ikan Lele (Rifianto, 2000)
Parameter Kandungan air yang dianjurkan
Suhu 25-30 derajat Celcius
pH 6,5-8,5
Oksigen terlarut (O2) > 3 mg/l
Amonia total Maksimum 1 (mg/l total amonia)
Kekeruhan Maksimum 50 NTU
Karbon dioksida
(CO2)
Maksimum 11 (mg/l)
Nitrit Minimum 0,1 (mg/l)
Alkalinitas Minimum 20 (mg/l CaCO3)
Kesadahan total Minimum 20 (mg/l CaCO3)
Tingkat kekeruhan (turbidity) untuk kolam lele adalah 30-60 cm,
kekeruhan yang dimaksud bukanlah kekeruhan lumpur. Pada minggu ke 1-6 air
harus dalam keadaan jernih kolam, bebas dari pencemaran maupun fitoplankton.
Ikan pada usia 7-9 minggu kejernihan airnya harus dipertahankan. Pada minggu
10, air dalam batas-batas tertentu masih diperbolehkan. Kekeruhan menunjukkan
kadar bahan padat yang melayang dalam air (plankton). Alat untuk mengukur
kekeruhan air disebut secchi. Prakiraan kekeruhan air berdasarkan usia lele
(minggu) sesuai angka secchi:
- Usia 10-15 minggu, angka secchi = 30-50
- Usia 16-19 minggu, angka secchi = 30-40
- Usia 20-24 minggu, angka secchi = 30
D. Metode Pengukuran kualitas Air untuk Budidaya Ikan Lele
Pada penelitian ini dilakukan pengukuran parameter kualitas air yang
meliputi suhu, kecerahan, turbiditas, DO, CO2 bebas, BOD, Salinitas, pH, dan
parameter biologi ikan dengan mengambil sampel plankton.
9
1. Mengukur suhu air
Untuk mengetahui suhu air sungai yaitu dengan cara mencelupkan
termometer air ke dalam sungai, didiamkan 2 menit lalu diangkat
dengan cepat, lalu dibaca skalanya (oC).
2. Mengukur kekeruhan atau kecerahan air.
Secchi disk di masukkan ke dalam air perlahan-lahan sampai tidak
terlihat, jarak dari permukaan air sampai kedalaman tak terlihat, ini
merupakan tingkat kecerahan sungai tersebut (cm atau m).
3. Mengukur padatan tersuspensi
Menimbang kertas saring (berat awal) kemudian menyaring 1 liter
sampel air sungai dengan kertas saring yang telah di timbang dan
membiarkan kertas saring mengering, kemudian menimbang kembali
kertas saring (berat akhir). Perubahan berat kertas merupakan berat
padatan terhadap total dalam 1 liter air yang dinyatakan dalam mg/liter
(ppm).
4. Mengukur kadar oksigen terlarut (DO)
a) Mengambil sampel air dengan menggunakan botol winkler terang
secara hati-hati supaya tidak muncul gelembung udara
b) Menambahkan 1 ml larutan MnSO4 dan 1 ml KOH-KI dengan
menggunakan injection tepat di bawah permukaan air dalam botol
c) Membolak-balikkan botol beberapa kali supaya pereaksi dan sampel
air tercampur rata dan menimbulkan endapan yang berwarna coklat
d) Membiarkan endapan tersebut turun sampai 1/3 volume botol
e) Menambahkan 1 ml H2SO4 pekat dengan menggunkan injection tepat di
permukaan air
f) Menutup dan membolak-balikkan botol berulang kali sampai endapan
larut sehingga warna larutan menjadi kuning kecoklatan
g) Mengambil 100 ml sampel air ke dalam erlenmeyer yang diletakkan
diatas dasar putih
h) Melakukan titrasi dengan menambahkan larutan Na2S2O3 sampai
warna kuning kecoklatan pada sampel berubah menjadi kuning terang
dan mencatat jumalah titran (ml)
10
i) Menambahkan 5 tetes larutan kanji 1% dan mencampurnya dengan
baik sehingga warna sampel berubah menjadi warna biru
j) Melanjutkan titrasi dengan Na2S2O3 sampai warna biru hilang tepat
secara sempurna serta mencatat jumlah titran (ml). Hasil yang di
peroleh kemudian di hitung dengan menggunakan rumus:
DO = a . N .8000
V − 4
1. Keterangan:
2. a : volume rata-rata larutan Na2S2O3 yang digunakan
3. N : nilai normalitas sebesar 0,025
4. V : volume botol winkler
5. Mengukur BOD
Mengambil sampel air dengan menggunakan botol Winker terang
secara hati-hati supaya tidak muncul gelembung air. Kemudian masing-
masing sampel ditambahkan dengan 1 ml larutan metilen biru dan di
letakkan di rungan dengan suhu 20 oC. Memeriksa botol setiap 12-24
jam, diamati dan di catat berapa hari yang di perlukan sampai
menghilangnya warna biru.
6. Mengukur CO2 bebas
Mengambil sampel air sungai dengan menggunakan botol Wingkler
terang secara hati-hati agar tidak ada gelembung air. menuangkan
masing-masing sampel air ke dalam erlenmeyer 100 ml, kemudian
meneteskan larutan indikator pp sebanyak 10 tetes dengan
menggunakan pipet ke dalam erlenmeyer sambil di goyang-goyang.
Melihat perubahan warna pada sampel tersebut, bila bewarna merah
muda berarti tidak ada CO2 tetapi bila tidak bewarna berarti
mengandung CO2, kemudian lanjutkan menitrasi dengan larutan NaOH
sampai tampak warna merah muda. Menghitung jumlah volume titran
(ml NaOH) x 10 yang merupakan CO2 dalam ppm.
6. Mengukur pH air
11
Mengukur pH dengan menggunakan pH meter, caranya ujung pH meter
tersebut di masukkan ke dalam air sungai, di diamkan 2 menit lalu
diangkat dan di baca angka yang tertera pada pH meter. Sebelumnya pH
meter di kalibrasi dengan larutan Buffer pH 7.
6. Mengukur salinitas
a. Membersihkan refraktometer dengan air akuades dari sisa-sisa
kotoran dan untuk menstabilkan angka/skala
b. Mengeringkan dengan kertas tissue/kertas hisap hingga kering
c. Meneteskan 2 tetes air laut dengan pipet bersih ke atas kaca
refraktometer kemudian menutupnya
d. Melihat skala refraktometer sambil memutar skrup pada
refraktometer agar terlihatr jelas skala yang ditunjukkan oleh garis
antara warna biru dan jernih
e. Mencatat hasil pengukuran skala
7. Pengambilan Sampel Plankton
Pengambilan sampel plankton menggunakan plankton net.
Pengambilan sampel plankton dilakukan dengan 3 kali pengulangan.
Pada kegiatan budidaya ikan lele yang akan dilaksanakan minggu depan,
pengukuran kualitas air dilaksanakan sebelum ikan lele dimasukkan ke dalam
kolam, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kualitas air secara fisika, kimia dan
biologi pada awal sebelum ikan di masukkan ke dalam kolam serta mencegah
kematian ikan apabila kualitas air di kolam buruk.
Pengukuran kedua dilaksanakan 1 minggu setelah ikan dimasukkan ke
dalam kolam, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kualitas air dikolam, apabila
kualitas air ternyata buruk air kolam perlu di ganti.
Pengukuran selanjutnya dilakukan sebulan sekali, yakni pada minggu ke-
5, minggu ke-9, dan minggu ke-13. Namun sewaktu-waktu dapat dilakukan uji
kualitas air apabila terjadi perubahan drastis pada penampakan air kolam dan
banyak di ketemukan ikan yang mati, hal ini tidak terlepas dari koordinasi dari tim
manajemen kesehatan dan manajemen pakan ikan lele.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam budidaya ikan lele perlu diperhatikan kuantitas air dalam hal ini
sumber air yang dapat digunakan untuk kegiatan budidaya, parameter kualitas air
secara fisika meliputi pengukuran suhu, kecerahan, turbiditas. Sedangkan
parameter kimia meliputi DO, CO2 bebas, BOD, Salinitas, pH, dan parameter
biologi dengan cara mengambil sampel plankton yang ada di kolam. Parameter
kualitas air akan sangat menentukan keberhasilan suatu usaha budidaya ikan dan
cara melakukan pengukuran terhadap parameter kualitas air tersebut harus selalu
dipantau untuk mengetahui perubahan kualitas air dalam wadah budidaya ikan.
B. Saran
Diharapkan dalam melakukan pembudidayaan ikan lele juga harus
dilakukan koordinasi antara kelompok managemen kualitas air dengan
managemen kesehatan dan managemen pakan karena dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan ikan lele pada kolam terkontrol agar
menghasilkan produksi ikan lele yang lebih baik dan maksimal.
13
DAFTAR PUSTAKA
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 258 p.
Mahyuddin, Kholish,”Panduan Lengkap Agribisnis Lele”, Jakarta: Penebar
Swadaya, 2011.
Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis.(diterjemahkan
dari Marine Biology : an Ecology Approach aleh H.M. Eidman,
Koesoebiono, D.G. Bengen, m. Hutomo dan S. Sukardjo. Jakarta: PT.
Gramedia.
Odum, Yanney J. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Supartiwi, E. N. 2000. Karakteristik Komunitas Fitoplankton dan Perifiton
Sebagai Indikator Kualitas Lingkungan Sungai Ciujung, Jawa Barat.
Skripsi. Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan. Institut Pertanian
Bogor.
Rifianto. 2000. Budidaya Ikan Lele, (Online),
(http://www.warintek.ristek.go.id/perikanan/air%20tawar/lele.pdf diakses
pada tanggal 30 September 2013).
Syukur, A., 2002. Kualitas Air dan Struktur Komunitas Phytoplankton di Waduk
Uwai.
Sachlan, M.1982. Planktonologi. Semarang: Faperikan UNDIP.
14