makalah bph.docx
TRANSCRIPT
DAFTAR ISI
Daftar Isi................................................................................................1
Kata Pengantar......................................................................................2
Pendahuluan..........................................................................................3
Pembahasan...........................................................................................4
Tinjauan pustaka ..................................................................................8
Kesimpulan............................................................................................21
Daftarpustaka .......................................................................................22
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
dan rahmat- Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini berisi hasil
studi kasus.
Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas dalam pembelajaran. Semoga makalah
ini dapat memberi manfaat bagi saya khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Akhir kata, Saya selaku manusia biasa hanya bisa meminta maaf, jika dalam
penulisan laporan ini terdapat kesalahan – kesalahan. Sebab, tak ada gading yang tak retak,
begitu pula makalah ini.
2
PENDAHULUAN
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH), merupakan suatu penyakit yang biasa terjadi. Ini
di lihat dari frekuensi terjadinya BPH di dunia, di Amerik secara umum dan di Indonesia
secara khususnya.
Di dunia, diperkirakan bilangan penderita BPH adalah 30 juta, bilangan ini hanya
pada kaum pria kerana wanita tidak mempunyai kalenjar prostat. Jika dilihat secara
epidemiologinya, di dunia, dan kita jaraskan menurut usia, maka dapat di lihat kadar insidensi
BPH, pada usia 40-an kemungkinan seseorang itu menderita penyakit ini adalah sebesar 40%,
dan setelah meningkatnya usia, yakni dalam rentang usia 60 hingga 70 tahun, persentasenya
meningkat menjadi 50% dan diatas 70 tahun, bisa sehingga 90% (A.K. Abbas, 2005). Akan
tetapi, jika di lihat secara histology penyakit BPH, secara umum 20% pria pada usia 40-an,
dan meningkat secara dramatis pada pria berusia 60-an, dan 90% pada usia 70 .
Di indonesia, BPH menjadi urutan kedua setelah penyakit batu saluran kemih, dan
jika dilihat secara umumnya, diperkirakan hampir 50% pria Indonesia yang berusia di atas 50
tahun, dengan kini usia harapan hidup mencapai 65 tahun ditemukan menderita penyakit
BPH ini. Selanjutnya, 5% pria Indonesia sudah masuk ke dalam lingkungan usia di atas 60
tahun. Oleh itu, jika dilihat dari 200 juta lebih bilangan rakyat indonesia, maka dapat
diperkirakan 100 juta adalah pria, dan yang berusia 60 tahun dan ke atas adalah kira-kira 5
juta, maka dapat secara umumnya dinyatakan bahwa kira-kira 2.5 juta pria Indonesia
menderita penyakit BPH ini.
Secara pasti, bilangan penderita BPH belum di dapat, tetapi secara prevalensi di RS,
sebagai contoh jika kita lihat di Palembang, di RS Cipto Mangunkusumo ditemukan 423
kasus pembesaran prostat jinak yang dirawat selama tiga tahun (1994-1997) dan di RS
Sumber Waras sebanyak 617 kasus dalam periode yang sama (Ponco Birowo, 2002). Ini
dapat menunjukkan bahawa kasus BPH adalah antara kasus yang paling mudah dan banyak
ditemukan.
Setelah secara umum melihat dan mengetahui akan epidemiologi dari penyakit BPH,
penulis tertarik untuk mengetahui dengan lebih dalam lagi mengenai gambaran penyakit ini.
3
PEMBAHASAN
Data Pasien
Nama : Tn. Jumadi
Umur : 50 thn
Alamat : Bangka sambirombyong, kayun kidul
Pekerjaan : buruh tani
Agama : Islam
MRS : 16 jan 2012
Pemeriksaan : 16 jan 2012
Subyektif
KU : tidak bisa kencing
RPS : pasien mengeluh tidak bisa kencing, sejak setahun yang lalu pasien memakai kateter
sudah 3x, terakhir memakai kateter seminggu yang lalu sampai sekarang, tanpa kateter pasien
mengeluh kencing terasa tidak tuntas atau anyang anyangen, kadang pasien tidak bisa
menahan hasrat untuk kencing dan harus bolak balik ke kamar mandi untuk kencing tapi
keluar hanya sedikit dengan pancaran yang lemah dan menetes di akhir kencing, pasien perlu
mengejan cukup lama untuk kencing, pasien mengeluh sering terbangun malam hari untuk
kencing, kurang lebih 4 kali dalam sehari, air kencing bewarna biasa, tidak pernah keluar
darah saat kencing, nyeri di daerah suprapubik, dan terasa panas saat kencing. BAB lancar.
RPD : -
RPK : tidak ada keluarga pasien yang terkena penyakit seperti ini.
Obyektif
• Keadaan umum : tampak lemah
• Kesadaran : komposmentis
• Vital sign
Nadi : 78 x/menit
Tekanan darah : 140/80 mmHg
4
Suhu : 36,5 C
RR : 16 x/ menit
• Kepala : Simetris, tidak ada jejas, tidak ada benjolan, rambut putih dan tidak mudah
rontok
• Wajah: simetris, paralisis (-)
• Dahi : turgor normal
• Mata : anemis (-), ikterik (-), refleks cahaya (+), isokor, pergerakan bola mata baik
• Hidung : simetris, sekret (-), mukosa hiperemi (-), nafas cuping hidung (-)
• Telinga : simetris, tinitus(+), sekret (-), pendengaran baik
• Mulut : bibir simetris, sianosis (-), lidah simetris, pembesaran uvula (-), deviasi uvula
(-), pembesaran tonsil (-), hiperemi tonsil (-), papil lidah normal, hiperemi palatum
(-), benjolan di palatum (-), nyeri telan (-)
• Leher : simetris, deviasi trakea (-), pembesaran KGB (-), JVP tidak meningkat
• Thorak
1. Paru
– Inspeksi : Gerak nafas simetris, tidak ada retraksi, bentuk dada normal
– Palpasi : fremitus raba simetris
– Perkusi : Sonor
– Auskultasi : Rh (-/-), W (-/-), vesikuler (+/+)
2. Jantung
– Inspeksi : ictus cordi tidak tampak
– Palpasi : ictus cordis teraba
– Perkusi :batas jantug kanan (parasternal kanan), batas jantung kiri (mid
clavicula line sinistra)
5
– Auskultasi : S1S2 tunggal, reguller
• Abdomen
– Inspeksi : distensi (-), jejas (-), benjolan (-)
– Palpasi : supel, hepar/lien/ginjal tidak teraba, massa (-), nyeri tekan (-)
– Perkusi : tympani
– Auskultasi : BU normal
• Ekstremitas
– Akral : dingin
– Pergerakan : baik
– Oedem : ektremitas atas (-/-), ektremitas bawah (+/+)
– CRT : 2 detik
• Status lokalis
Pada rectal toucher ditemukan: tonus spincter otot baik, teraba prostat dengan
konsistensi padat kenyal, lobus simetris, tidak teraba nodul, batas atas sulit diraba,
sulcus lateralis dan medialis datar, tidak ada krepitasi. Setelah RT di ujung jari
pemeriksa didapatkan feses.
• Pemeriksaan penunjang
a. BUN: 11 mg/dl
b. Creatinin: 1,1 mg/dl
c. Ureum: 24 mg/dl
d. Hb: 12,9 gr/dl
e. Leukosit: 6,6
f. HCT: 40,5%
g. Trombosit: 293x103/ml
h. BT: 2menit
i. CT: 8menit 30detik
6
Assasment
Diagnosa kerja: BPH grade II dengan gejala berat
Planning
• Operasi TURP
• Medikamentosa dengan 5a reduktase inhibitor seperti : finasteride dosis 5 mg/hari
• Antibiotik profilaksis: ciprofloxasin 500mg x 3/ hari
• Analgesik: kaltroven 500mg x 3/hari
• Evaluasi: berkala tiap 3-6 bulan kemudian setiap tahun untuk memantau keadaan
pasien
7
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat,
disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan
kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika.
Anatomi dan Histologi Pro
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior
buli-buli dan membungkus uretra posterior. Bila mengalami pembesaran organ ini menekan
uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari buli-buli.
Prostat merupakan kelenjar aksesori terbesar pada pria; tebalnya ± 2 cm dan
panjangnya ± 3 cm dengan lebarnya ± 4 cm, dan berat 20 gram. Prostat mengelilingi uretra
pars prostatika dan ditembus di bagian posterior oleh dua buah duktus ejakulatorius.
Secara histologi prostat terdiri atas 30-50 kelenjar tubulo alveolar yang mencurahkan
sekretnya ke dalam 15-25 saluran keluar yang terpisah. Saluran ini bermuara ke uretra pada
kedua sisi kolikulus seminalis. Kelenjar ini terbenam dalam stroma yang terutama terdiri dari
otot polos yang dipisahkan oleh jaringan ikat kolagen dan serat elastis. Otot membentuk masa
padat dan dibungkus oleh kapsula yang tipis dan kuat serta melekat erat pada stroma. Alveoli
dan tubuli kelenjar sangat tidak teratur dan sangat beragam bentuk ukurannya, alveoli dan
8
tubuli bercabang berkali-kali dan keduanya mempunyai lumen yang lebar, lamina basal
kurang jelas dan epitel sangat berlipat-lipat. Jenis epitelnya berlapis atau bertingkat dan
bervariasi dari silindris sampai kubus rendah tergantung pada status endokrin dan kegiatan
kelenjar. Sitoplasma mengandung sekret yang berbutir-butir halus, lisosom dan butir lipid.
Nukleus biasanya satu, bulat dan biasanya terletak basal. Nukleoli biasanya terlihat ditengah,
bulat dan kecil.
Kelenjar prostat terbagi atas 5 lobus :
1. Lobus medius
2. Lobus lateralis (2 lobus)
3. Lobus anterior
4. Lobus posterior.
Menurut konsep terbaru kelenjar prostat merupakan suatu organ campuran terdiri
atas berbagai unsur glandular dan non glandular. Telah ditemukan lima daerah/ zona tertentu
yang berbeda secara histologi maupun biologi, yaitu:
1. Zona Anterior atau Ventral
Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma fibromuskular.
Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.
2. Zona Perifer
Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar prostat. Zona ini
rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal karsinoma terbanyak.
3. Zona Sentralis.
Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah meliputi
25% massa glandular prostat. Zona ini resisten terhadap inflamasi.
9
4. Zona Transisional.
Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai kelenjar
preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang lebih 5% tetapi dapat
melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior menjadi benign prostatic
hyperpiasia (BPH).
5. Kelenjar-Kelenjar Periuretra
Bagian ini terdiri dan duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif tersebar
sepanjang segmen uretra proksimal.
Fisiologi
Prostat terdiri dari jaringan kelenjar, jaringan stroma (penyangga ) dan kapsul. Cairan
yang dihasilkan kelenjar prostat bersama cairan dari vesikula seminalis dan kelenjar cowper
merupakan komponen terbesar dari seluruh cairan semen. Bahan – bahan yang terdapat
dalam cairan semen sangat penting dalam menunjang fertilitas, memberikan lingkungan yang
nyaman dan nutrisi bagi spermatozoa serta proteksi terhadap invasi mikroba.
Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun
yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat
kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan.
Karena etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang diduga
timbulnya hiperplasi prostat antara lain :
1. Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma
dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .
2. Perubahan keseimbangan hormon estrogen - testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan
testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
10
3. Interaksi stroma - epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan penurunan
transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.
4. Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel
dari kelenjar prostat.
5. Teori sel stem
Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit.
Patofisiologi
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan akan
menghambat aliran urin. Keadaan ini dapat meningkatkan tekanan intravesikal. Sebagai
kompensasi terhadap tahanan uretra prostatika, maka otot detrusor dari buli - buli
berkontraksi lebih kuat untuk dapat memompa urin keluar. Kontraksi yang terus - menerus
menyebabkan perubahan anatomi dari buli - buli berupa : hipertropi otot detrusor, trabekulasi,
terbentuknya selula, sakula dan difertikel buli - buli.
Perubahan struktur pada buli - buli dirasakan klien sebagai keluhan pada saluran
kemih bagian bawah atau Lower Urinary Tract Symptom / LUTS (Basuki, 2000 : 76).
Puncak dari kegagalan kompensasi adalah ketidakmampuan otot detrusor memompa
urine dan terjadi retensi urine. Retensi urin yang kronis dapat mengakibatkan kemunduran
fungsi ginjal.
11
Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis BPH dilakukan beberapa cara antara lain :
1). Anamnesa
Kumpulan gejala pada BPH dikenal dengan LUTS (Lower Urinary Tract Symptoms)
antara lain: hesitansi, pancaran urin lemah, intermittensi, terminal dribbling, terasa ada sisa
setelah miksi disebut gejala obstruksi dan gejala iritatif berupa urgensi, frekuensi,nokturi
serta disuria.
IPSS (International Prostate Symptoms Score) adalah kumpulan pertanyaan yang
merupakan pedoman untuk mengevaluasi beratnya LUTS. Keadaan klien BPH dapat
ditentukan berdasarkan skor yang diperoleh :
Skor 0 - 7 = gejala ringan.
Skor 8 - 19 = gejala sedang.
Skor 20 – 35 = gejala berat.
Bagan IPSS
12
Pertanyaan ke 8 mengenai kualitas hidup sehubungan dengan gejala diatas
1. Sangat senang
2. Senang
3. Puas
4. Campuran antara puas dan tidak puas
5. Sangat tidak puas
6. Tidak bahagia
7. Buruk sekali
2). Pemeriksaan Fisik
Dilakukan dengan pemeriksaan tekanan darah, nadi dan suhu. Nadi dapat meningkat
pada keadaan kesakitan pada retensi urin akut, dehidrasi sampai syok pada retensi urin serta
urosepsis sampai syok - septik. Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan tehnik bimanual
untuk mengetahui adanya hidronefrosis, dan pyelonefrosis. Pada daerah supra simfiser pada
keadaan retensi akan menonjol. Saat palpasi terasa adanya ballotemen dan klien akan terasa
ingin miksi. Perkusi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya residual urin. Penis dan uretra
juga diperiksa untuk mendeteksi kemungkinan stenose meatus, striktur uretra, batu uretra,
karsinoma maupun fimosis. Pemeriksaan skrotum untuk menentukan adanya epididimitis.
Rectal touch /pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk menentukan konsistensi
sistim persarafan unit vesiko uretra dan besarnya prostat. Dengan rectal toucher dapat
diketahui derajat dari BPH, yaitu :
Derajat I = beratnya ± 20 gram.
Derajat II = beratnya antara 20 – 40 gram.
Derajat III = beratnya > 40 gram.
Derajat BPH berdasarkan gambaran klinis
Derajat Colok Dubur Sisa volume urin
I Penonjolan prostat, batas atas
mudah diraba
<50 ml
II Penonjolan prostat jelas,
batas atas dapat dicapai
50-100 ml
13
III Batas atas prostat tidak dapat
diraba
>100 ml
IV Retensi urin
Pemeriksaan colok dubur atau Digital Rectal Eamination (DRE) sangat penting.
Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang keadaan tonus spingter ani,
reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti benjolan pada di dalam
rektum dan tentu saja teraba prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan:
a. Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)
b. Simetris/ asimetris
c. Adakah nodul pada prostate
d. Apakah batas atas dapat diraba
e. Sulcus medianus prostate
f. Adakah krepitasi
Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan konsistensi prostat kenyal seperti
meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan nodul. Sedangkan
pada carcinoma prostat, konsistensi prostat keras dan atau teraba nodul dan diantara lobus
prostat tidak simetris. Sedangkan pada batu prostat akan teraba krepitasi.
3). Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit dan kadar gula digunakan
untuk memperoleh data dasar keadaan umum klien. Pemeriksaan urin lengkap dan kulturnya
juga diperlukan. PSA (Prostatik Spesific Antigen) penting diperiksa sebagai kewaspadaan
adanya keganasan.
14
4). Pemeriksaan Uroflowmetri
Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urin. Secara obyektif
pancaran urin dapat diperiksa dengan uroflowmeter dengan penilaian
a. Flow rate normal 10-12 ml/ dtk
b. Flow rate maksimal 20 ml / dtk = non obstruktif
c. Flow rate minimal 10 – 15 ml / dtk = border line
d. Flow rate menurun 6-8 ml/ dtk = obstruksi ringan
e. < dtk =" obstruktif.
5). Pemeriksaan Imaging dan Rontgenologik
a. BOF
Untuk melihat adanya batu dan metastase pada tulang.
b. USG (Ultrasonografi)
Digunakan untuk memeriksa konsistensi, volume dan besar prostat juga keadaan buli – buli
termasuk residual urin. Pemeriksaan dapat dilakukan secara transrektal, transuretral dan supra
pubik.
c. IVP (Pyelografi Intravena)
Digunakan untuk melihat fungsi exkresi ginjal dan adanya hidronefrosis. Dengan IVP, buli –
buli dilihat sebelum, sementara dan sesudah isinya dikosongkan. Sebelum, untuk melihat
adanya intravesikal tumor dan divertikel. Sementara (voiding cystografi), untuk melihat
adanya reflux urin. Sesudah (post evacuation), untuk melihat residual urin.
d. Pemeriksaan Panendoskop
Untuk mengetahui keadaan uretra dan buli – buli.
Diagnosis banding
a. Kelemahan otot detrusor kandung kemih
Gangguan neurologis:
Kelainan medulla spinalis
Neuropati diabetes mellitus
Pascabedah radikal di pelvis
Farmakologik (obat penenang, penghambat alfa, parasimpatolitik)
15
b. Kekakuan leher kandung kemih: fibrosis
c. Resistensi uretra
Hipertrofi prostat ganas atau jinak
Kelainan yang menyumbat uretra
Uretralitiasis
Uretritis akut dan kronis
Penatalaksaan
Tujuan terapi :
Memperbaiki keluhan miksi
Meningkatkan kualitas hidup
Mengurangi obstruksi infravesika
Mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal
Mengurangi volume residu urine setelah miksi
Mencegah progresifitas penyakit
Modalitas terapi BPH adalah :
1).Watchful (observasi)
Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3 – 6 bulan kemudian setiap tahun
tergantung keadaan klien. Ditujukan utnuk pasien dengan skor IPSS dibawah 7, yaitu keluan
ringan dan tidak mengganggu aktifitas sehari hari. Hanya diberi penjelasan mengenai hal
yang mungkin memperburuk keluhannya missal jangan mengkonsumsi kopi atau alcohol,
kurangi konsumsi makanan minuman yang mengiritasi buli-buli, batasi penggunaan obat-obat
influenza yang mengandung fenilpropanolamin, kurangi makanan pedas dan asin dan jangan
menahan kencing terlalu lama.
2).Medikamentosa
Terapi ini diindikasikan pada BPH dengan keluhan ringan, sedang, dan berat tanpa disertai
penyulit serta indikasi terapi pembedahan tetapi masih terdapat kontraindikasi atau belum
“well motivated”.
Pilihan terapi non-bedah adalah pengobatan dengan obat (medikamentosa). Terdapat tiga
macam terapi dengan obat yang sampai saat ini dianggap rasional, yaitu dengan penghambat
adrenergik a-1, penghambat enzim 5a reduktase, dan fitoterapi3.
16
Penghambat adrenergik a-1
Obat ini bekerja dengan menghambat reseptor a-1 yang banyak ditemukan pada otot polos
ditrigonum, leher buli-buli, prostat, dan kapsul prostat. Dengan demikian, akan terjadi
relaksasi di daerah prostat sehingga tekanan pada uretra pars prostatika menurun dan
mengurangi derajat obstruksi. Obat ini dapat memberikan perbaikan gejala obstruksi relatif
cepat.
Efek samping dari obat ini adalah penurunan tekanan darah yang dapat menimbulkan keluhan
pusing (dizziness), lelah, sumbatan hidung, dan rasa lemah (fatique).
Pengobatan dengan penghambat reseptor a-1 masih menimbulkan beberapa pertanyaan,
seperti berapa lama akan diberikan dan apakah efektivitasnya akan tetap baik mengingat
sumbatan oleh prostat makin lama akan makin berat dengan tumbuhnya volume prostat.
Contoh obat: prazosin, terazosin dosis 1 mg/hari, dan dapat dinaikkan hingga 2-4 mg/hari.
Tamsulosin dengan dosis 0.2-0.4 mg/hari2.
Penghambat enzim 5a reduktase
Obat ini bekerja dengan menghambat kerja enzim 5a reduktase, sehingga testosteron tidak
diubah menjadi dehidrotestosteron. Dengan demikian, konsentrasi DHT dalam jaringan
prostat menurun, sehingga tidak akan terjadi sintesis protein. Obat ini baru akan memberikan
perbaikan simptom setelah 6 bulan terapi.
Salah satu efek samping obat ini adalah menurunnya libido dan kadar serum PSA2. Contoh
obat : finasteride dosis 5 mg/hari.
Kombinasi penghambat adrenergik a- 1 dan penghambat enzim 5a reduktase
Terapi kombinasi penghambat adrenergik a-1 dan penghambat enzim 5a reduktase pertama
kali dilaporkan oleh Lepor dan kawan-kawan pada 1996. Terdapat penurunan skor dan
peningkatan Qmax pada kelompok yang menggunakan penghambat adrenergik a-1. Namun,
masih terdapat keraguan mengingat prostat pada kelompok tersebut lebih kecil dibandingkan
kelompok lain. Penggunaan terapi kombinasi masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
Fitoterapi
Terapi dengan bahan dari tumbuh-tumbuhan poluler diberikan di Eropa dan baru-baru
ini di Amerika. Obat-obatan tersebut mengandung bahan dari tumbuhan sepertiHypoxis
rooperis, Pygeum africanum, Urtica sp, Sabal serulla, Curcubita pepo, Populus temula,
Echinacea purpurea, dan Secale cerelea. Masih diperlukan penelitian untuk mengetahui
efektivitas dan keamanannya.
17
3). Pembedahan
Indikasi pembedahan pada BPH adalah :
*Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin akut.
*Klien dengan residual urin > 100 ml.
*Klien dengan penyulit.
*Terapi medikamentosa tidak berhasil.
*Flowmetri menunjukkan pola obstruktif.
Pembedahan
1. PROSTATEKTOMI
a. Prostatektomi Supra pubis.
Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen. Yaitu
suatu insisi yang dibuat kedalam kandung kemih dan kelenjar prostat diangkat dari
atas.
b. Prostatektomi Perineal.
Adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum. Cara ini lebih
praktis dibanding cara yang lain, dan sangat berguna untuk biopsi terbuka.
Keuntungan yang lain memberikan pendekatan anatomis langsung, drainage oleh
bantuan gravitasi, efektif untuk terapi kanker radikal, hemostatik di bawah
penglihatan langsung,angka mortalitas rendah, insiden syok lebih rendah, serta ideal
bagi pasien dengan prostat yang besar, resiko bedah buruk bagi pasien sangat tua dan
ringkih. Pada pasca operasi luka bedah mudah terkontaminasi karena insisi dilakukan
dekat dengan rektal. Lebih jauh lagi inkontinensia, impotensi, atau cedera rectal dapat
mungkin terjadi dari cara ini. Kerugian lain adalah kemungkinan kerusakan pada
rectum dan spingter eksternal serta bidang operatif terbatas.
c. Prostatektomi retropubik.
Adalah suatu teknik yang lebih umum dibanding pendekatan suprapubik
dimana insisi abdomen lebih rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara arkus
pubis dan kandung kemih tanpa tanpa memasuki kandung kemih. Prosedur ini cocok
untuk kelenjar besar yang terletak tinggi dalam pubis. Meskipun darah yang keluar
18
dapat dikontrol dengan baik dan letak bedah labih mudah untuk dilihat, infeksi dapat
cepat terjadi dalam ruang retropubis. Kelemahan lainnya adalah tidak dapat
mengobati penyakit kandung kemih yang berkaitan serta insiden hemorargi akibat
pleksus venosa prostat meningkat juga osteitis pubis. Keuntungan yang lain adalah
periode pemulihan lebih singkat serta kerusakan spingter kandung kemih lebih
sedikit.
2. Insisi Prostat Transuretral ( TUIP ).
Yaitu suatu prosedur menangani BPH dengan cara memasukkan instrumen melalui
uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat pada prostat dan kapsul prostat untuk mengurangi
tekanan prostat pada uretra dan mengurangi kontriksi uretra. Cara ini diindikasikan ketika
kelenjar prostat berukuran kecil ( 30 gram/kurang ) dan efektif dalam mengobati banyak
kasus BPH. Cara ini dapat dilakukan di klinik rawat jalan dan mempunyai angka
komplikasi lebih rendah di banding cara lainnya.
3. TURP ( TransUretral Reseksi Prostat )
TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra menggunakan
resektroskop.
TURP merupakan operasi tertutup tanpa insisi serta tidak mempunyai efek
merugikan terhadap potensi kesembuhan. Operasi ini dilakukan pada prostat yang
mengalami pembesaran antara 30-60 gram, kemudian dilakukan reseksi. Cairan irigasi
digunakan secara terus-menerus dengan cairan isotonis selama prosedur. Setelah
dilakukan reseksi, penyembuhan terjadi dengan granulasi dan reepitelisasi uretra pars
prostatika.
Setelah dilakukan TURP, dipasang kateter Foley tiga saluran no. 24 yang dilengkapi
balon 30 ml, untuk memperlancar pembuangan gumpalan darah dari kandung kemih.
Irigasi kanding kemih yang konstan dilakukan setelah 24 jam bila tidak keluar bekuan
darah lagi. Kemudian kateter dibilas tiap 4 jam sampai cairan jernih. Kateter dingkat
setelah 3-5 hari setelah operasi dan pasien harus sudah dapat berkemih dengan lancar.
TURP masih merupakan standar emas. Indikasi TURP ialah gejala-gejala dari sedang
sampai berat, volume prostat kurang dari 60 gram dan pasien cukup sehat untuk menjalani
19
operasi. Komplikasi TURP jangka pendek adalah perdarahan, infeksi, hiponatremia atau
retensio oleh karena bekuan darah. Sedangkan komplikasi jangka panjang adalah striktura
uretra, ejakulasi retrograd (50-90%), impotensi (4-40%). Karena pembedahan tidak
mengobati penyebab BPH, maka biasanya penyakit ini akan timbul kembali 8-10 tahun
kemudian.
Komplikasi
Komplikasi pembedahan
1. Perdarahan.
2. Pembentukan bekuan
3. Obstruksi kateter
4. Disfungsi seksual tergantung dari jenis pembedahan.
5. Komplikasi yang lain yaitu perubahan anatomis pada uretra posterior menyebabkan
ejakulasi retrogard yaitu setelah ejakulasi cairan seminal mengalir kedalam kandung kemih
dan diekskresikan bersama urin. Selain itu vasektomi mungkin dilakukan untuk mencegah
penyebaran infeksi dari uretra prostatik melalui vas deference dan ke dalam epidedemis.
Setelah prostatektomi total ( biasanya untuk kanker ) hampir selalu terjadi impotensi. Bagi
pasien yang tak mau kehilangan aktifitas seksualnya, implant prostetik penis mungkin
digunakan untuk membuat penis menjadi kaku guna keperluan hubungan seksual.
6. Infeksi
7. bladder next stenosis
Komplikasi BPH
1. Retensi urin
2. Infeksi
3. Hidronefrosis
4. Gagal ginjal
20
KESIMPULAN
Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat,
disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan
kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika.
Di lihat kadar insidensi BPH, pada usia 40-an kemungkinan seseorang itu menderita
penyakit ini adalah sebesar 40%, dan setelah meningkatnya usia, yakni dalam rentang usia 60
hingga 70 tahun, persentasenya meningkat menjadi 50% dan diatas 70 tahun, bisa sehingga
90%. Akan tetapi, jika di lihat secara histology penyakit BPH, secara umum 20% pria pada
usia 40-an, dan meningkat secara dramatis pada pria berusia 60-an, dan 90% pada usia 70.
Zona transisional bersama jaringan stroma fibromuskular anterior menjadi benign
prostatic hyperpiasia (BPH).
Etiologi BPH melahirkan beberapa hipotesa, antara lain : Dihydrotestosteron,
perubahan keseimbangan hormon estrogen – testoteron, interaksi stroma – epitel,
berkurangnya sel yang mati, teori sel stem.
Kumpulan gejala pada BPH dikenal dengan LUTS (Lower Urinary Tract Symptoms)
antara lain: hesitansi, pancaran urin lemah, intermittensi, terminal dribbling, terasa ada sisa
setelah miksi disebut gejala obstruksi dan gejala iritatif berupa urgensi, frekuensi,nokturi
serta disuria. IPSS (International Prostate Symptoms Score) adalah kumpulan pertanyaan
yang merupakan pedoman untuk mengevaluasi beratnya LUTS. Dimana nilai dari IPSS
tersebut menentukan penatalaksaan dari BPH.
Pemeriksaan fisik yang penting pada BPH adalah rectal toucher. Rectal toucher pada
hiperplasia prostat menunjukkan konsistensi prostat kenyal seperti meraba ujung hidung,
lobus kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan nodul. Sedangkan pada carcinoma prostat,
konsistensi prostat keras dan atau teraba nodul dan diantara lobus prostat tidak simetris.
Sedangkan pada batu prostat akan teraba krepitasi.
Diagnosis banding BPH antara lain: kelemahan otot detrusor kandung kemih,
kekakuan leher kandung kemih, resistensi uretra.
Penatalaksanaan BPH antara lain Watchful (observasi), medikamentosa, pembedahan
non invasive dan invasive.
21
DAFTAR PUSTAKA
De Jong, wim. 2004. Buku ajar ilmu bedah Edisi 2. Jakarta: EGC
B. Purnomo, Basuki. 2011. Dasar-dasar UROLOGI Edisi 3. Malang: Sagung Seto
22