majemukdalam kurikulum 2013 khabib sholeh fkip
TRANSCRIPT
11 SEMNASBAHTERA
PENGEMBANGAN TEKS MATERI AJAR BAHASA BERBASISKECERDASANMAJEMUKDALAM KURIKULUM 2013
Khabib Sholeh
FKIP, Universitas Muhammadiyah [email protected]
ABSTRAKSistem pendidikan nasional yang mengukur tingkat kecerdasan anak didik yang hanya
menekankan kemampuan logika dan bahasa perlu direvisi. Kecerdasan intelektual tidak hanyamencakup dua parameter tersebut, tetapi juga harus dilihat dari aspek yang lainnya, misalnya:kecerdasan kinestetis, musikal, visual-spasial, interpersonal, intrapersonal, dan naturalis. Oleh karenaitu, pengembangan teks materi pembelajaran bahasa berbasis kecerdasan majemuk mensyaratkanbeberapa hal dalam pengembangan teks. Penggunaan teks dalam pembelajaran bahasa harusmendorong peserta didik untuk beraktivitas dan juga harus memiliki keberagam tanggapan denganpertanyaan yang bervariasi sehingga membuat anak tidak merasa terbebani. Teks bahan pembelajaranhendaknya disusun dengan optimalisasi modalitas belajar dengan menyajikan teks yang berbentukverbal maupun nonverbal secara bervariasi. Teks pembelajaran hendaknya memiliki makna danmanfaat bagi peserta didik, sehingga mereka akan menyadari bahan yang mereka pelajari bergunabagi hidupnya. Pendidik harus meyakini bahwa teks pembelajaran yang disampaikannya akanmembawa perubahan dalam kehidupan peserta didik yang diajarnya, sehingga mereka akan sangattertarik dengan pelajaran tersebut.Kata Kunci: teks materi pembelajaran bahasa, kecerdasan majemuk
Pendahuluan
Pengembangan teks materi ajar yang jelas, cermat dan efektif sangat penting dalam
setiap teks tertulis yang bersifat resmi, tidak terkecuali penggunaan teks materi ajar bahasa
yang digunakan sebagai sarana belajar mengajar di berbagai tingkat satuan pendidikan. Teks
materi ajar sengaja dirancang untuk digunakan dalam proses belajar-mengajar, sedangkan di
luar teks materi ajar tidak secara sengaja dirancang untuk keperluan belajar mengajar. Karena
sengaja dirancang untuk keperluan proses belajar-mengajar, penyusunan teks materi ajar
harus banyak melibatkan pertimbangan segi pendidikan. Beberapa diantaranya adalah
kesesuaiannya dengan tujuan pendidikan; kesesuaiaannya (termasuk kesesuaian bahasa)
dengan tingkat kemampuan yang akan menggunakannya; dan kesesuiannya dengan
kurikulum yang berlaku (Richadeu, 1980:11). Mengingat berbagai pertimbangan itu,
pengembangan teks materi ajar sebenarnya tidak mudah.
Pendidikan menjadi salah satu modal bagi seseorang agar dapat berhasil dan mampu
meraih kesuksesan dalam kehidupannya. Mengingat pentingnya pendidikan, pemerintah pun
mencanangkan program wajib belajar 9 tahun, melakukan perubahan kurikulum untuk
mencoba mengakomodasi kebutuhan peserta didik. Kesadaran tentang pentingnya pendidikan
bukan hanya dirasakan oleh pemerintah, tetapi juga kalangan swasta yang mulai melirik dunia
12 SEMNASBAHTERA
pendidikan dalam mengembangkan usahanya. Sarana pendidikan yang disediakan oleh
pemerintah masih dirasakan sangat kurang dalam upaya memenuhi kebutuhan masyarakat.
Hal tersebut terlihat dengan semakin menjamurnya sekolah-sekolah swasta yang
dimulai dari Taman Kanak-Kanak sampai perguruan tinggi. Kendala bagi dunia pendidikan
untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas adalah masih banyaknya sekolah yang
mempunyai pola pikir tradisional di dalam menjalankan proses belajarnya, yaitu sekolah
hanya menekankan pada kemampuan logika (matematika) dan bahasa. Kenyataan ini senada
dengan pendapat Mulyadi (2003), bahwa suatu kekeliruan yang besar jika setiap kenaikan
kelas, prestasi anak didik hanya diukur dari kemampuan matematika dan bahasa. Dengan
demikian sistem pendidikan nasional yang mengukur tingkat kecerdasan anak didik yang
hanya menekankan kemampuan logika dan bahasa perlu direvisi. Kecerdasan intelektual tidak
hanya mencakup dua parameter tersebut, tetapi juga harus dilihat dari aspek kinestetis,
musikal, visual-spatial, interpersonal, intrapersonal, dan natural.
Dari prespektif pemikiran seperti itu jelaslah bahwa teks materi ajar adalah sarana
yang sangat penting di dalam proses belajar-mengajar terutama di tingkat SD, SLTP, dan
SLTA. Pentingnya teks materi ajar itu sangat jelas karena teks itulah yang merupakan
penjabaran secara praktis dari kurikulum yang sedang berlaku. Oleh karena itu, teks materi
ajar mempunyai kedudukan strategis, yaitu sebagai implementasi praktis dari kurikulum, dan
oleh karenanya kebutuhan akan adanya teks materi ajar yang bermutu sangat didambakan
oleh semua pihak.
Dalam artikel ini dipaparkan beberapa cara mengembangkan teks materi ajar bahasa
berbasis kecerdasan majemuk dengan beberapa persyaratan yang memungkinkan teks
pembelajaran menarik perhatian peserta didik.
Teks Materi Ajar Bahasa
Teks materi ajar yang biasanya dimuat dalam buku ajar yang digunakan sebagai
sarana pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran harus berkualitas. Menurut
Tarigan (1986 : 22-24), kriteria yang digunakan untuk menentukan kualitas materi ajar, yaitu:
sudut pandang (point of view), kejelasan konsep, relevansi dengan kurikulum, menarik minat,
menumbuhkan motivasi, menstimulasi aktivitas siswa, ilustrasi, komunikatif, menunjang
mata pelajaran yang lain, menghargai perbedaan individu, dan memantapkan nilai-nilai.
Teks materi ajar harus mempunyai sudut pandang, landasan dan prinsip-prinsip
tertentu yang menjiwai atau melandasi isi teks materi ajar secara keseluruhan. Sudut pandang
dari teks materi ajar tersebut dapat berupa teori dari ilmu jiwa, bahasa dan sebagainya. Selain
13 SEMNASBAHTERA
menggunakan sudut pandang tertentu, konsep-konsep yang digunakan dalam buku ajar harus
jelas. Keremang-remangan harus dihindari agar siswa atau pembaca lebih mudah memahami
pengertian dan konsep-konsep yang disajikan dalam buku ajar tersebut, Burhan (1971 : 146)
mengemukakan bahwa bahasa yang digunakan dalam buku-buku ilmu pengetahuan lebih
bersifat denotatif, dan sejauh mungkin menghindari makna-makna yang emotif. Dengan
bahasa yang denotatif diharapkan para pembaca dapat memahami materi yang disajikan
dalam buku-buku ilmu pengetahuan tersebut secara jelas sesuai dengan maksud
pengarangnya. Karena teks materi ajar berisi ilmu pengetahuan, materi pembelajaran yang
disajikan harus menggunakan bahasa yang bersifat denotatif.
Teks materi ajar yang baik harus sesuai dengan kurikulum. Buku ajar disusun untuk
membantu siswa mempelajari materi pembelajaran setiap mata pelajaran yang diajarkan di
sekolah. Setiap jenjang sekolah mempunyai kurikulum masing-masing sesuai dengan jenis
sekolah. Untuk menentukan relevan tidaknya materi pembelajaran yang disajikan dalam buku
ajar dengan kurikulum yang berlaku digunakan dengan beberapa kreteria tertentu. Misdan
(1986 : 34) mengemukan bahwa empat kriteria yang digunakan untuk menentukan relevan
atau tidaknya materi pembelajaran yang disajikan dalam buku ajar dengan kurikulum yang
berlaku.
Kriteria yang dimaksud adalah (1) isi buku ajar sama persis dengan yang ditetapkan
dalam deskripsi pembelajaran, (2) isi buku ajar tidak hanya sesuai, tetapi melebihi tuntutan
deskripsi pembelajaran dalam batas kewajaran, (3) isi buku ajar tidak jauh berbeda dari
tuntutan deskripsi pembelajaran, artinya terdapat kekurangan-kekurangan yang tidak begitu
mengganggu karena dapat dipenuhi oleh guru, (4) isi buku ajar tidak jauh berbeda dengan
deskrepsi pembelajaran, di samping itu juga terdapat kelebihan-kelebihan yang memang
diperlukan. Kriteria nomo1 sampai dengan nomor 4 apabila diurutkan dari yang terbaik
urutannya adalah (2), (1), (4), dan (3). Apabila buku ajar sesuai dengan salah satu dari
keempat kriteria di atas, buku ajar tersebut dikatakan relevan dengan kurikulum.
Teks materi ajar disusun untuk memenuhi kebutuhan siswa dalam kegiatan belajar.
Oleh karena itu, teks materi harus memperhatikan minat siswa yang menggunakan buku ajar
tersebut. Teks materi ajar yang baik dapat membuat siswa, ingin, mau, senang mengerjakan
apa yang diinstruksikan dalam buku tersebut. Di samping itu, teks materi ajar juga harus
dapat menstimulasi aktivitas siswa. Teks materi ajar yang baik ialah yang dapat merangsang,
menantang, dan menggiatkan aktivitas siswa. Hal ini sesuai dengan pendekatan contextual
teaching learning (CTL). Oleh karena itu, di samping tujuan dan bahan, faktor strategi juga
sangat menentukan dalam hal ini.
14 SEMNASBAHTERA
Teks materi ajar untuk mata diklat tertentu harus menunjang mata diklat lain. Teks
materi ajar bahasa Indonesia misalnya, di samping menunjang mata diklat bahasa Indonesia,
juga menunjang mata diklat lain. Dengan pembelajaran bahasa Indonesia, pengetahuan siswa
dapat betambah dengan soal-soal sejarah, ekonomi, matematika, geografi, kesenian,
transportasi, olah raga, dan lain-lain. Teks materi ajar juga harus menghargai perbedaan
individu dan memantapkan nilai-nilai. Teks materi ajar yang baik tidak membesar-besarkan
perbedaan individu tertentu. Perbedaan dalam kemampuan, bakat, minat, ekonomi, sosial,
budaya setiap individu tidak dipermasalahkan tetapi diterima sebagaimana adanya. Di
samping menghargai perbedaan individu, teks materi ajar yang baik juga dapat memantapkan
nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Uraian-uaraian yang menjurus kepada
penggoyahan nilai-nilai yang berlaku pantas dihindarkan.
Kerangka Dasar Kurikulum 2013
Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 Bab I pasal 1
disebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan peraturan mengenaim isi dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggara kegiatan belajar
mengajar. Unsur-unsur dari definisi tersebut adalah (1) seperangkat rencana, (2) pengaturan
mengenai isi dan bahan pelajaran, (3) pengaturan cara yang digunakan, dan (4) sebagai
pedoman kegiatan proses belajar-mengajar (Dakir, 2004 : 4).
Seperangkat rencana artinya bahwa di dalamnya berisi berbagai rencana yang
berhubungan proses pembelajaran. Rencana bukan ketetapan, ini berarti bahwa segala
sesuatu yang direncanakan dapat berubah sesuai dengan situasi dan kondisi (fleksibel).
Sementara itu, bahan pelajaran diatur oleh pusat (kurnas) dan oleh daerah setempat.
Pengaturan cara yang digunakan maksudnya, cara pembelajaran yang digunakan dengan
berbagai cara misalnya, ceramah, diskusi, demonstrasi, inkuiri, recitasi, membuat laporan
portofolio dan sebagainya. Disarankan dalam pelaksanaan pembelajaran hendaknya guru
menggunakan pendekatan terpusat pada siswa (student centered) bukan pada guru (teacher
centered), bersifat heuristik (dengan diolah) bukan yang bersifat ekspositorik (yang
dijelaskan). Kurikulum juga digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar
mengajar yang terdiri atas tenaga kependidikan, yaitu anggota masyarakat yang mengabdikan
diri dalam penyelenggaraan pendidikan dan tenaga pendidik, yaitu anggota masyarakat yang
bertugas membimbing dan melatih peserta didik.
Ada beberapa pendekatan dalam pengembangan kurikulum pendidikan. Kurikulum
2013 menggunakan pendekatan content-based, dengan ciri utama kurikulum berisi, daftar
15 SEMNASBAHTERA
materi yang perlu diajarkan, sesuai dengan bidang studi yang diajarkan. Kurikulum 2013
dikembangkan dengan berbasis kompetensi (competency-based curriculum), dengan ciri
utama pencapaian kompetensi minimal dalam studi tertentu.
Kurikulum 2013 berisi seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi yang
dibakukan untuk mencapai tujuan nasional dan cara pencapaiannya disesuaikan dengan
keadaan dan kemampuan daerah, sekolah, dan madrasah. Kompetensi merupakan
pengetahuan, keterampilan, sikap serta nilai-nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir
dan bertindak. Kompetensi dapat dikenali dengan sejumlah hasil belajar dan indikatornya
yang dapat diukur dan diamati. Kompetensi dapat dicapai melalui pengalaman belajar yang
dikaitkan dengan bahan kajian dan bahan pembelajaran secara kontekstual. Pada pendidikan
kejuruan kompetensi yang berkait dengan tugas-tugas lulusan di tempat kerja, ditetapkan
berdasarkan standar kompetensi yang berlaku di dunia kerja sesuai dengan keahliannya.
Kompetensi dikembangkan secara berkesinambungan sejak Taman Kanak-Kanak dan
Raudhatul Athfal, kelas I sampai dengan kelas XII yang menggambarkan suatu kemampuan
yang bertahap, berkelanjutan dan konsisten seiring dengan perkembangan psikologi peserta
didik. Khusus pendidikan kejuruan kompetensi yang dituangkan dalam kurikulum adalah
standar kompetensi yang berlaku di dunia kerja yang bersangkutan.
Pembelajaran Bahasa Indonesia dalam Kurkulum 2013
Fungsi utama bahasa adalah alat untuk berkomunikasi. Dengan demikian,. Setiap
warga dituntut untuk terampil berbahasa. Komunikasi yang baik dalam berbahasa dapat
membuat komunikasi antarwarga berlangsung tenteram dan damai.
Komunikasi yang dimaksud di sini adalah suatu proses penyampaian maksud
pembicara kepada orang lain dengan saluran tertentu. Maksud komunikasi dapat berupa
pengungkapan pikiran, gagasan, ide, pendapat, persetujuan, keinginan, penyampaian
informasi tentang suatu peristiwa, dan lain-lain. Hal itu disampaikan dalam aspek kebahasaan
berupa kata, kalimat, paragraf dengan mempertimbangkan ejaan dan tanda baca dalam bahasa
tulis serta unsur-unsur prosodi (intonasi, nada, irama, tekanan, tempo) dalam bahasa lisan.
Dalam berkomunikasi, agar kedua belah pihak (yang berperan sebagai penyampai
maksud dan penerima maksud) dapat menjalankan komunikasi dengan baik, diperlukan
prinsip kerja sama antarkeduanya. Kerja sama itu dapat diciptakan dengan memperhatikan
beberapa faktor, antara lain siapa yang mengajak berkomunikasi, kepada siapa disampaikan,
pada situasi atau tempat yang seperti apa, pada waktu yang baimana, dengan isi pembicaraan
yang bagaimana, dan media apa yang digunakan.
16 SEMNASBAHTERA
Karena fungsi bahasa yang utama adalah sebagai alat komunikasi, pembelajaran
bahasa Indonesia diarahkan agar peserta didik terampil berkomunikasi. Keterampilan ini
diperkaya oleh fungsi utama sastra untuk penghalusan budi, peningkatan rasa kemanusiaan,
dan kepedulian sosial, penumbuhan apresiasi budaya dan penyaluran gagasan, imajinasi,
ekspresi secara kreatif dan konstruktif, baik secara lisan maupun tertulis. Siswa dilatih untuk
menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, bukan dituntut lebih banyak untuk menguasai
atau menghafalkan tentang pengetahuan bahasa. Pengajaran sastra ditujukan untuk
meningkatkan kemampuan siswa menikmati, menghayati, dan memahami karya sastra.
Pengetahuan tentang sastra hanyalah sebagai penunjang dalam mengapressiasi karya sastra.
Kurikulum 2013 ini merupakan kerangka tentang deskripsi pembelajaran Bahasa
Indonesia yang harus diketahui, dilakukan, dan dimahirkan oleh siswa pada setiap tingkatan.
Kerangka ini disajikan dalam tiga komponen utama yaitu (1) indikator, (2) materi
pembelajaran, (3) kegiatan pembelajaran.
Indikator mencakup aspek kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra. Aspek-
aspek tersebut perlu mendapat porsi yang seimbang dan dilaksanakan secara terpadu adalah
mendengar, berbicara, membaca, menulis, dan apresiasi sastra. Indikator, materi
pembelajaran, kegiatan pembelajaran yang dicantumkan dalam deskripsi pembelajaran
merupakan bahan minimal yang harus dikuasi siswa. Oleh karena itu, daerah, sekolah atau
guru dapat mengembangkan, menggabung atau menyesuaikan bahan yang disajikan
mengikuti situasi dan kondisi setempat.
Berdasar isu mutakhir terkait dengan penataan kurikulum tersebut adalah munculnya
implikasi terhadap pengembangan teks materi ajar. Mata pelajaran bahasa Indonesia di SD
menjadi sentral dari mata pelajaran IPA, IPS, dan Matematika. Sementara itu, mata pelajaran
bahasa Indonesia di SMP dan SMA menjadi sentral pengembangan literasi lebih lanjut.
Jenis teks yang digunakan adalah teks pengalaman kesastraan dan pemerolehan serta
pengunaan informasi (IPA, IPS, dan matematika). Teks sastra 50% dan teks informasi 50%
dengan rincian 20% difokuskan pada informasi yang dinyatakan secara tersurat untuk diulang,
30% membuat inferensi, 30% menafsirkan dan memadukan gagasan dan informasi, serta 20%
memeriksa dan menilai isi, dan unsur-unsur yang terdapat di dalam teks.
Teks dan Proses Pembelajaran Berbasis Kecerdasan Majemuk
Beberapa persyaratan yang memungkinkan pengembangan teks materi pembelajaran
dalam teks materi ajar tersusun dengan baik sehingga menarik perhatian peserta didik.
17 SEMNASBAHTERA
Pertama, proses transfer pengetahuan dalam pembelajaran akan berhasil apabila
waktu yang tersedia difokuskan pada kondisi peserta didik beraktivitas, bukan pada kondisi
pendidik mengajar. Penggunaan teks materi ajar dalam pembelajaran harus mendorong
peserta didik untuk beraktivitas. Di samping itu, keberhasilan pembelajaran akan lebih cepat
terwujud apabila proses transfer dilakukan dengan suasana menyenangkan. Dari uraian
tersebut dapat disimpulkan bahwa paradigma belajar-mengajar yang harus diyakini oleh
pendidik adalah ketika guru mengajar, belum tentu siswa ikut belajar. Oleh karena itu, dalam
tahap pelaksanaan pembelajaran peserta didik dilibatkan dalam pengembangan bahan (teks
materi pembelajaran) yang cocok dengan kebutuhan belajar dan tempat untuk mencapai
tujuan belajar atau peserta didik lebih banyak berperan dalam proses kegiatan pembelajaran.
Dalam pengembangan kemampuan literasi, kegiatan ini dilakukan melalui membaca mandiri,
diskusi kelompok kecil dan kiskusi kelompok besar, presentasi hasil diskusi, dan menulis.
Kedua, dalam dunia sekolah kita yang serba seragam, perbedaan karakter peserta didik
sering menjadi masalah bagi pihak sekolah dan pendidik, khususnya yang langsung
bersentuhan dengan pendidik dalam proses pembelajaran. Adanya peserta didik yang
"berbeda" dengan karakter peserta didik yang normal lainnya sering dianggap nakal, gagal,
bodoh, lambat, bahkan dianggap peserta didik tersebut mempunyai keterbelakangan mental.
Jika kita renungkan lebih dalam, ternyata bukan mereka yang bermasalah, melainkan
sebenarnya mereka mengalami kebingungan dalam menerima pelajaran karena tidak mampu
mencerna materi yang diberikan oleh pendidik. Teks materi ajar harus memiliki keberagam
tanggapan dengan pertanyaan yang bervariasi, dimulai dengan cara-cara belajar dan mengajar
yang membuat anak tidak merasa menjadi beban. Kita mulai dari diri kita sebagai orang tua
maupun sebagai pendidik untuk mengubah pola pikir kita dalam membelajarkan. Anak
bukanlah gelas kosong yang bisa kita isi apapun. Setiap anak adalah istimewa. Mereka
mempunyai kemampuan masing-masing sesuai dengan gaya belajarnya. Kita tidak bisa
memaksakan gaya belajar kita kepada murid kita.
Ketiga, pada awal pengalaman belajar salah satu di antara langkah-langkah pertama
adalah mengenali modalitas seseorang sebagai modalitas visual, auditorial, atau kinestetik.
Walaupun masing-masing dari kita belajar menggunakan ketiga modalitas ini pada tahapan
tertentu, setiap orang lebih cenderung pada salah satu diantara ketiganya. Grinder (1991)
pengarang Rightting the Education Conveyor Belt, telah mengajarkan gaya-gaya belajar dan
mengajar kepada banyak instruktur. Ia mencatat bahwa dalam setiap kelompok yang terdiri
dari tiga puluh murid, sekitar dua puluh dua orang mampu belajar secara cukup efektif
dengan cara visual, auditorial, dan kinestetik sehingga tidak membutuhkan perhatian khusus.
18 SEMNASBAHTERA
Dari sisa delapan orang, sekitar enam orang memilih satu modalitas belajar dengan sangat
menonjol melebihi dua modalitas lainnya. Bagi orang-orang ini, mengetahui cara belajar
terbaik mereka bisa berarti mengidentifikasi perbedaan antara keberhasilan dan kegagalan.
Teks materi pembelajaran dengan optimalisasi modalitas belajar ini dilakukan dengan
menyajikan teks yang berbentuk verbal maupun nonverbal secara bervariasi. Belajar secara
individual dan optimalisasi kemampuan literasi informasi melalui kegiatan membaca mandiri,
berburu referensi.
Keempat, landasan filosofis komponen ini adalah konstruktivisme, yaitu filosofis
belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal. Peserta didik harus
mengkonstruksi pengetahuan di benak mereka sendiri. Pengetahuan tidak dapat dipisah-
pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan
yang dapat diterapkan. Pendekatan pembelajaran hendaknya menekankan pada proses
keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan
menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat
menerapkannya dalam kehidupan (Sanjaya 2005:109). Dalam konteks ini teks materi
pembelajaran perlu dimengerti oleh peserta didik apa makna dan manfaatnya. Mereka akan
menyadari bahwa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya.
Kelima, pengabaian keterlibatan emosi dalam sebuah proses pembelajaran akan
mengakibatkan terjadinya proses transfer ilmu dari pendidik kepada peserta didik semakin
lambat. Jika hal ini terjadi, bisa dipastikan proses belajar-mengajar semakin tidak efektif dan
efisien. Kondisi kelas yang kurang kondisif tersebut bisa dirubah menjadi kelas yang penuh
dengan semangat belajar jika pendidik juga semangat dalam menyampaikan pelajaran.
Semangat dalam hal ini tidak sekedar mengajar dengan suara lantang atau gerakan tubuh yang
berlebihan. Yang paling penting adalah perasaan pendidik tersebut terhadap teks materi
pembelajaran yang disampaikannya. Jika dia meyakini bahwa yang disampaikannya akan
membawa perubahan dalam kehidupan peserta didik yang diajarnya, peserta didik akan sangat
tertarik dengan pelajaran tersebut. Dengan kondisi seperti itu, para siswa lebih sering ikut
serta dalam kegiatan yang berhubungan dengan bahan pelajaran.
Simpulan
Teks materi ajar berfungsi sebagai fasilitator sehingga peserta didik mampu
menemukan sendiri solusi dari masalah yang disediakan di dalam materi ajar yang disediakan.
Peserta didik menjadi lebih aktif dalam mencari sumber-sumber lain, secara individual
maupun berkelompok. Peserta didik lebih terbuka dalam menilai pekerjaanya sendiri maupun
19 SEMNASBAHTERA
teman-temannya secara objektif. Teks materi pembelajaran harus memiliki keberagam
tanggapan dengan pertanyaan yang bervariasi, dimulai dengan cara-cara belajar dan mengajar
yang membuat anak tidak merasa menjadi beban sehingga peserta didik lebih berani
mengungkapkan pendapat dan mempertahankan pendapatnya.
DAFTAR PUSTAKA
Burhan, Jazir. 1971. Problema Bahasa dan Penagajran Bahasa Indonesia. Bandung: GanacoNV.
Darmadi, Kaswan. 2000. “Keterbacaan Buku Ajar Wajib di SD, SLTP, dan SMU: StudiKasus di Surakarta” dalam Humaniora Volume 1, Nomor 2 Agustus 2000. Hlm. 129– 144.
Depdiknas. 2003. Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas. Jakarta:Depdiknas. 2003. Pedoman Umum Pengembangan Penilaian Kurikulum 2004.Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. 2006. Silabus Pembelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdiknas.
Gardner, H. 2011. Frame of Mind: The Theory of Multiple Intelligences. New York: BasicBooks.
Grinder, Michael. 1991. Righting the Educational Conveyor Belt. Portland,Ore:Metamorphous Press.
Mulyadi. 2008. ”Efektivitas Pembelajaran Matematika Berbasis Multiple Intelligences dalamMeningkatkan Prestasi Belajar Siswa” Skripsi. UPI Bandung.
Richadeau, F. 1980. The Design and Production of Textbooks: A Practical Guide. Gower.
Senjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan.Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Tarigan, Henry Guntur dan Djago Tarigan. 1986. Telaah Buku Teks Bahasa Indonesia.Bandung: Angkasa.