lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/pranti-sayekti... · web viewcerita kuda...
TRANSCRIPT
0
BABAD PANJI SEBAGAI MEDIA INTERNALISASI NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL BAGI SISWA SEKOLAH DASAR MELALUI
MATA PELAJARAN SENI
Pranti Sayekti
Universitas Negeri Malang, MalangP r an t i _sa y ek t i @ yah o o . co m
Abstrak
Babad Panji merupakan salah satu hasil karya budaya nusantara. Tokoh utama dalam babad Panji sebagai tokoh imajinatif memiliki karakter dan watak yang khas Indonesia yang dapat dijadikan sebagai panutan. Dengan demikian Babad Panji dapat menjadi media internalisasi nilai-nilai kearifan lokal pada generasi muda di Indonesia mengingat struktur cerita pada babad Panji mengandung ajaran emosional, estetika maupun moral. Salah satu upaya internalisasi nilai-nilai kearifan lokal adalah melalui mata pelajaran seni. Babad Panji yang disajikan dalam cerita yang mudah dipahami dan disampaikan secara sederhana dapat menumbuhkan ide- ide positif untuk membangun karakter generasi muda, sebab tokoh Panji merupakan tokoh protagonis yang selalu mengajarkan tentang kebaikan. Salah satu hasil penelitian pada tahun kedua ini adalah menghasilkan buku cerita Panji dari salah satu cerita carangan yang berjudul Ande-ande Lumut. Rancangan penelitian pengembangan menggunakan model prosedural yang mengadaptasi dari model pengembangan (research and development) Borg dan Gall (1983) dan rancangan model prosedural yang dikembangkan oleh McKenny (2001).
Kata Kunci: babad Panji, media internalisasi, nilai-nilai kearifan lokal, mata pelajaran seni
Pendahuluan
Babad Panji diperkirakan mulai ada sekitar abad ke-12 dengan diawali
perkembangan karya sastra khas nusantara. Babad Panji terdiri dari berbagai
versi cerita yang tersebar di seluruh Nusantara. Cerita Panji yang tersebar di
nusantara diantaranya adalah cerita Panji Kuda Semirang. Cerita Kuda
Semirang diperkirakan ada pada tahun 1832 namun ditulis dalam bahasa
melayu. Versi Cerita Panji yang lain ditemukan pula dalam serat Kanda yang
ditulis dalam bahasa Jawa Madya dan ditampilkan dalam bentuk tembang-
tembang Jawa, (Poerbatjaraka, 1955). Dari versi cerita Panji yang tersebar di
nusantara diperkirakan terdapat 8 versi cerita sesuai dengan perkembangan
sastra di wilayah
1
masing-masing sehingga disinyalir versi cerita mengikuti cara bercerita masing-
masing wilayah. Versi cerita Panji juga ditemukan dalam serat Angron Angkung
yang memiliki tipe hamper sama dengan serat Kanda dimana masing-masing
pupuh dibedakan dengan jenis tembang yang berbeda. Versi cerita lain yakni
Panji Anggreni yang berasal dari Palembang, Panji Malat dari Bali serta versi
Panji Narawangsa dari Jawa.
Berbagai versi cerita Panji merupakan foklore khas nusantara dengan
mengambil latar belakang masa kerajaan Kediri pada abad ke 12. Pada
dasarnya Babad Panji bercerita tentang perjalan seorang bangsawan yang
bernama Panji Asmorobangun dalam rangka mencari permaisurinya yang
bernama Galuh Candra Kirana. Berbagai versi cerita Panji tersebut pada intinya
merupakan bentuk ajaran moral tentang kepahlawan, kebaikan, keteguhan dan
kesetiaan. Prinsip- prinsip tersebut patut mendapat apresiasi positif dari generasi
muda saat ini.
Fenomena di lapangan menunjukkan bahwa konsep tentang kepahlawan
dan tidak lagi dipahami dalam konteks konvensional. Di salah satu sisi para
generasi muda pada umumnya memperoleh konsep-konsep dan nilai-nilai
bersumber dari media-media popular dan di sisi lain karakter pada penokohan
Panji tidak terkomunikasikan dengan baik. Sebagian besar generasi muda
mengenal tokoh-tokoh lokal sebatas pada tokoh-tokoh dalam pewayangan, yang
secara historis sebenarnya merupakan produk akulturatif dari budaya India.
Tokoh Panji yang sebenarnya merubahan karya budaya nusantara relatif tidak
dikenal oleh generasi muda meskipun tokoh tersebut tersebar dalam berbagai
versi dalam kebudayaan Indonesia. Padahal sesunguhnya ide-ide kreatif dalam
babad Panji dapat menjadi inspirasi dalam menciptakan karakter moral dan nilai
kemasyarakatan yang masih relevan dengan perkembangan jaman saat ini.
Atas dasar latar belakang tersebut maka penelitian berupaya
mengangkat babad Panji yang disajikan secara sederhana dan mudah dipahami
dalam bentuk buku cerita. Dengan penyampaian secara sederhana dengan
mengambil karakter- karakter wayang golek, dimana wayang tersebut
merupakan hasil karya seni nusantara yang memiliki nilai budaya yang tinggi.
Buku cerita tersebut dipandang lebih mudah digunakan sebagai media
internalisasi nilai-nilai kearifan lokal.
2
Metode Penelitian
1. Rancangan PenelitianPenelitian ini menggunakan rancangan penelitian pengembangan model
prosedural yang mengadaptasi model penelitian dan pengembangan (Research
and Development) Borg dan Gall (1983) dan rancangan model prosedural yang
dikembangkan oleh McKenny (2001).Dari 10 langkah atau tahap penelitian
disesuaikan dengan kebutuhan yang dimampatkan menjadi tiga tahap penelitian
yakni meliputi: (1) tahap studi pendahuluan sebagai needs and contens analysis,
(2) tahap pengembangan sebagai design, development, and evaluation stages,
dan (3) tahap pengujian efektivitas produk sebagai semi-sumative evaluation.
2. Subjek PenelitianSubjek penelitian ialah babad Panji dalam Serat Kanda karya Yasadipura I
dan lakon carangan Panji yang ada di wilayah Jawa Timur.
3. Data PenelitianData berupa babad Panji yang terdapat pada serat Kanda yang didasarkan
atas 4 aspek yakni: aspek kognitif, emosional, estetika dan moral. Jenis data
terdiri atas data kuantitatif berupa data verbal yang diperoleh dari skor jawaban
yang dipilih evaluator dalam angket skala likert dan dari hasil perhitungan nilai
rata- rata angket skala likert akan diperoleh rerata skor jawaban; sedangkan
data kualitatif diperoleh dari jawaban angket terbuka terhadap draf produk
berupa hasil uraian deskriptif kritik dan saran-saran evaluator, serta hasil
rekaman diskusi terfokus.
4. Teknik Pengumpulan DataDalam penelitian ini menggunakan 3 macam teknik pengumpulan
data, antara lain teknik observasi, wawancara, dan teknik studi dokumentasi.
5. Instrumen PenelitianPeneliti dan pembantu peneliti bertindak sebagai instrumen untuk
menjaring data-data verbal dan visual, instrumen yang digunakan berupa
catatan observasi, dan studi dokumentasi. Sedangkan instrumen yang
digunakan untuk mengumpulkan data diantaranya angket terbuka, angket skala
likert, dan format catatan diskusi terfokus. Instrumen tersebut dikembangkan
sendiri oleh tim
Bagan 1. 3
peneliti. Validasi instrumen dilakukan dengan menggunakan Construct Validity
atau uji rasional dengan cara menjabarkan konsep yang dibuat peneliti dalam
variabel dan sub variabel dalam bentuk matrik berdasarkan kajian teori.
6. Penganalisisan DataData hasil evaluasi melalui angket skala likert akan dianalisis menggunakan
teknik analisis rata-rata. Sedangkan data hasil angket terbuka dan rekaman
diskusi terfokus akan dianalisis dengan teknik analisis deskriptif kualitatif
(Adaptasi dari Arikunto,2006)
7. Prosedur Pengembangan
TAHAP PENGEMBANGAN PRODUK
STUDI PENDAHULUAN/ HASIL PENELITIAN SEBELUMNYA
Pembuatan prototype konsep babad Panji Telaah tim peneliti
Perancangan draf produk Uji/evaluasi perorangan oleh visualiser
Revisi I dan perancangan produkUji/evaluasi perorangan oleh para ahli: ahli visual, ahli kajian budaya, ahli bahasa
Revisi II dan perancangan produk hybrid III
Revisi III dan perancangandraft final produk
Uji coba lapangan terbatas pada tim ahli (visual, bahasa, kajian budaya), pihak dinas pendidikan dan pihak sekolah
TAHAP PENGUJIAN PRODUK
Uji coba produk eksperimen model one group pretest-postest
Penyempurnaan draf produk final eksperimen model Single one shot CaseStudy
Evaluasi produk animasi hybrid Telaah akhir oleh Tim Peneliti danrevisi akhir
HASIL PRODUK FINAL PENGGANDAAN DAN DISEMINASI
4
Hasil dan Pembahasan
1. Tokoh dan Karakter Panji
Panji Asmarabangun dan putri Galuh Candrakirana merupakan tokoh utama
dalam ceritera Panji.Panji Asmara Bangun dan putri Galuh Candrakirana
merupakan pasangan suami istri yang biasanya diidentikkan dengan raja
Kameswara I dan permaisurinya. Dalam kakawin Smaradahana dikisahkan bahwa
Putri Galuh Candrakirana merupakan reinkarnasi dari dewi cinta kasih yang
bernama Kama- Ratih. Semula babadPanji dalam bentuk sastra berkembang dari
lingkungan kebudayaan Jawa, khususnya berinduk dari kisah cinta tokoh kerajaan
Janggala : Raden Panji Inukartapati atau Panji Asmarabangun dari Kerajaan
Mamenang atau Daha atau Kediri. Dalam perkembangannya selanjutnya
ceritaPanji menyebar luas di Nusantara, bahkan hingga Malaysia, Thailand dan
Kamboja. Cerita panji pada awalnya berbentuk naskah namun selanjutnya
mengalami penggubahan dalam bahasa yang dikuasai oleh masyarakat
setempat, tidak hanya dalam bentuk tradisi cerita tertulis akan tetapi juga tersebar
dalam bentuk tradisi lisan. Pada gilirannya cerita panji yang telah
mengalami gubahan tersebut kemudian melahirkan genre baru
dalam sastra Indonesia (Melayu) yang disebutsastra Panji(Kasdi,
2010)
Dalam Babad Panji, Inu Kertapati merupkaan tokoh utama yang menjalin cinta
dengan Candrakirana. Inu Kertapati adalah putra mahkota dari kerajaan Janggala,
sedangkan Candrakirana merupkan putri raja kerajaan Daha.Sebutan atau nama-
nama lain dari Inu Kartapati adalah Panji Kudawanengpati, Panji Asmarabangun,
Panji Kudalalean, Panji Jayengtilam, Raden Putra, dan sebagainya. Sedangkan
sebutan lain dari Candrakirana adalah Galuh, Sekartaji, dan lain-lain. Masing-
masing tokoh memiliki karakter khas Jawa.
Dalam babad Panji, Inu Kertapati digambarkan sebagai sosok Arjuna, sosok
yang tampan, sakti dan selalu unggul dalam setiap peperangan. Sama halnya
dengan Arjuna, yang selalu menjadi pujaan setiap perempuan. Namun ia memiliki
kesetiaan yang luar biasa kepada Candrakirana sebagai kekasih sejati dan tidak
pernah luntur walaupun berulang kali terpaksa berpetualang dengan putri-putri
lainnya. Sama halnya dengan Candrakirana, dalam wayang purwa digambarkan
sebagai Sumbadra. Candrakirana adalah sosok yang cantik jelita bagaikan Bhatari
Ratih bahkan seringkali digambarkan seperti Supraba yang kecantikannya
mengungguli semua bidadari di kayangan. Candrakirana memiliki watak yang
sangat
5
luhur, ia selalu bersikap baik kepada istri-istri Panji yang lain dan selalu
menaburkan rasa kasih sayang.
Kajian Tentang Cerita PanjiMenurut Poerbatjaraka, cerita Panji mengalami penyebaran pada masa
Pamalyu. Panji ditulis ketika ingatan orang tentang Singasari sudah agak memudar
dan samar-samar, dengan demikian dalam cerita Panji kerajaan Singasari
disebutkan sejaman dengan Kediri atau Daha. Dari sini Poerbatjaraka
menyimpulkan bahwa penulisan cerita Panji paling awal adalah pada jaman
kejayaan kerajaan Majapahit dan terus berlanjut sampai pada masa sesudahnya.
Selanjutnya Cerita Panji mengalami penyebaran ke pulau-pulau lain di Nusantara.
Hal ini diperkuat oleh banyaknya pemakaian nama-nama tokoh dalam ceritera
Panji seperti halnya julukan lembu, mahisa, kebo, jaran, undakan dan lain-lain. Hal
ini sesuai dengan nama-nama tokoh yang terdapat dalam karya sastra
jaman Majapahit yakni Nagarakrtagama dan Pararaton. (Poerbatjaraka, 1960 :
409)
Poerbatjaraka menjelaskan bahwa latar belakang cerita Panji adalah
sejarah kerajaan Kediri. Penelitian Poerbatjaraka didasarkan pada delapan cerita
Panji, baik berasal dari Jawa maupun dari luar Jawa. Ceritera-ceritera tersebut,
setelah diperbandingkan, selain memiliki banyak persamaan, tetapi juga ada
perbedaannya.Berdasarkan strukturnya, cerita Panji selalu menampilkan empat
orang raja bersaudara, saudara tertua menjadi seorang pendeta, bernama Kili
Suci. Pada cerita Panji dari Jawa empat kerajaan yang disebutkan adalah
Jenggala atau Kuripan, Daha atau Kedhiri atau Memenang, Gagelang atau
Urawan, dan Singasari (Poerbatjaraka dalam Kasdi: 210).
Kajian tentang cerita Panji secara Antropologis juga dilakukan oleh Rassers
(1922). Menurut Rassers, cerita Panji berasal dari mitos yakni mengenai asal-usul
suku Jawa, berkaitan dengan upacara inisiasi sebelum pasangan muda-mudi
menginjak jenjang perkawinan. Cerita Panji dan ceritera Jawa lainnya
disusun berdasarkan pola cerita tertentu yang sangat tua usianya seperti
halnya cerita Mahabharata dan Ramayana dari kebudayaan Indiayang juga
mengalami adaptasi setelah menyebar di tanah Jawa disesuaikan dengan pola
cerita asli Jawa.
Sedangkan kajian dengan pendekatan filologis juga pernah dilakukan oleh
J.J. Ras pada tahun 1973, dengan tujuan untuk memahami hakekat cerita panji
yang sebenarnya. Temuan J.J Ras menyimpulkan bahwa cerita Panji digubah
dalam kaitannya dengan peristiwa perkawinan kerajaan di jaman pra-Islam.
Identifikasi perkawinan Panji dengan Galuh Candrakirana, dewa Wisnu dengan
6
dewi Sri menunjukkan unsur kiasan yang khas untuk menggambarkan
peristiwa
7
perkawinankerajaan. Tokoh-tokoh lakon wayang dengan ceritera Panji sering
diidentifikasikan dengan tokoh Wisnu
dananalogi denganRamayana dan Mahabarata di India sebagai sumber cerita
wayang. Kesimpulan Ras (1973 : 439) pada temuannya dikatakan bahwa di dalam
cerita Panji terkandung mitos perkawinan para penguasa Jawa purba sebagai awal
terbentuknya (cikal-bakal) masyarakat Jawa.
Menurut Kasdi (2010), Cerita Panji dalam sastra baru terdapat banyak versi dan
sangat bervariasi . Cerita Panji yang digubah dalam bentuk karya sastra Jawa,
antara lain; Panji Jayeng tilam, Panji Kudawanengpati, Panji Dadap, Panji
Madubrangta, Panji Joko Sumilir, dan Panji Bayan Pethak. Dari berbagai cerita
di atas pada umumnya memiliki tema yang hampir sama dengan kisah Panji.
Cerita Ande-ande LumutMengisahkan seorang janda yang mempunyai tujuh orang anak, namanya
Kleting Abang, Kleting Ijo, Kleting Biru dan lain-lain.Yang bungsu bernama Kleting
Kuning. Bukan anaknya sendiri tetapi anak angkat, yang sebenarnya adalah
samaran dari putri Kediri, Candrakirana ( Sekartaji ). Saudara-saudaranya sangat
benci kepadanya, dan oleh ibunya ia diberi pakaian yang buruk dan makanan
yang tidak enak. Tugas yang diserahkan kepadanya pun yang paling berat.
Di desa Dhadapan ada seorang janda yang memiliki anak laki – laki yang tampan
bernama Andhe-Andhe lumut.Sebenarnya anak laki-laki itu adalah Panji Inu
Kartapati yang menyamarkan diri sebagai anak desa Dhadapan. Banyak gadis
yang mendambakan menjadi istrinya dan berdatangan ke rumahnya untuk
melamar (Jawa
: Ngunggah-unggahi).
Gadis-gadis kleting itu juga disuruh ibunya untuk mengadu untung,
barangkali saja ada yang beruntung dipilih menjadi istri Andhe-andhe lumut.Lalu
mereka bersolek dan mengenakan busana yang paling indah yang mereka
punyai.Mereka tidak menghendaki Kleting Kuning untuk ikut bersama mereka ke
Dhadapan.Karena itu, ibunya lalu menugasi Kleting Kuning membersihkan sebuah
priuk tembaga yang sudah berkarat di sungai. Selain itu ia juga disuruh memetik
sayuran sebanyak – banyaknya di tengah sawah.
Sampai di sungai Klenting Kuning berupaya sekeras-kerasnya agar karat
pada priuk itu dapat hilang setelah digosok dengan pasir, tetapi sia-sia.Melihat
keadaan menyedihkan itu, datanglah seorang dewa dari Kahyangan yang
menyamar sebagai burung bangau.Priuk itu dipatuk-patuknya dan dalam sekejap
priuk tembaga itu jadi bersih dan mengkilat, setelah itu si burung bangau menolong
8
memetikkan sayuran yang amat banyak dan diberikan kepada Kleting
Kuning.Sebagai imbalannya, burung
9
bangau meminta pada Klenting Kuning menjadi istrinya.Kleting Kuning terkejut,
tetapi lalu pura-pura sanggup asalkan si bangau mau memberikan daging paha
dan lehernya. Pada saat leher burung itu dipotong seketika ia berubah menjadi
dewa, dan memberi pesan pada Kleting Kuning agar pergi ke Dhadapan untuk
melamar Andhe-andhe lumut. Dewa memberikan tongkat sakti kepadanya kalau-
kalau di perjalanan Kleting Kuning menemui rintangan.
Sementara itu, Prabu Kelana dari tanah seberang yang mendambakan dapat
mempersunting Candrakirana yang menyamar sebagai gadis desa dan tinggal di
dekat sungai. Prabu Kelana lalu menyamar sebagai Ketam besar (Jawa : yuyu
kangkang), dengan harapan dapat bertemu dengan Candrakirana. Para Kleting
ketika sampai di tepi sungai, kebetulan sedang banjir besar. Muncullah ketam
besar penjelmaan Prabu Kelana yang menawarkan jasanya menyeberangkan para
gadis Kleting itu, dan ia minta ciuman sebagai imbalannya. Karena terpaksa
gadis- gadis Kleting itu mengiakan permintaan ketam raksasa itu. Sampai di
Dhadapan, lamaran mereka di tolak oleh Andhe-andhe lumut karena mereka itu
tidak suci lagi, bekas ciuman oleh ketam raksasa. Mereka pulang dengan hati yang
masygul dan sangat kecewa.
Setibanya di rumah, Kleting Kuning menanyakan kepada ibunya ke mana
kakak-kakaknya pergi.Ibunya menjawab dengan jujur.Kleting Kuning lalu bersiap
menyusul kakak-kakaknya ke Dhadapan, sebelum berangkat Kleting Kuning diberi
pakaian daun-daun kering dan diolesi kotoran ayam yang sangat menyengat bau
busuknya.
Ketika sampai di tepi sungai, ia bertemu dengan ketam raksasa dan meminta
untuk diseberangkan. Ketam menolaknya karena tidak tahan dengan bau
busuknya.Kleting Kuning pun marah, air sungai itu dipukulnya dengan tongkat sakti
pemberian Dewa.Seketika itu pula sungai menjadi kering dan raksasa yang
menderita kekeringan itu mengiba-iba minta diampuni. Karena ketam raksasa telah
gagal untuk mencapai keinginannya, ia berubah menjadi ke wujudnya semula
menjadi Prabu Kelana dan kembali ke kerajaannya. Kleting Kuning dengan mudah
menyeberangi sungai yang telah kering untuk melanjutkan perjalanannya.
Ketika Kleting Kuning itu tiba di rumah Andhe-andhe Lumut, ia disambut dengan
penuh kemesraan karena Andhe-andhe lumut tahu itulah Putri Sekartaji,
kekasihnya yang menyamar diri. Sedangkan ibu angkatnya kesal hatinya karena
Andhe-andhe Lumut menolak putri-putri yang cantik dan justru mau menerima
anak bungsunya yang sangat jelek dan berbau busuk sebagai istrinya.
Kleting Kuning kemudian dimandikan dan diberi pakaian baru. Tampillah seorang
putri cantik jelita yang tiada lain adalah Candrakirana, putri Kediri. Andhe-
andhe
10
Lumut lalu berterus terang kepada ibu angkatnya bahwa dirinya adalah Inu
Kertapati, putera mahkota kerajaan Jenggala.Keduanya lalu berpamitan untuk
kembali ke kerajaan.Kedatangan mereka di Jenggala disambut oleh Raja dan
keluarga (Poerbatjaraka, 1968:416 – 419).
Berikut ini adalah hasil pengembangan buku cerita Panji yang diambil dari salah
satu cerita carangan Panji:
Cover Depan dan Belakang
Gambar 1.Sumber: Sayekti (2014)
11
Bagian Isi
Gambar 2.Sumber: Sayekti (2014)
Gambar 3.Sumber: Sayekti (2014)
12
Gambar 4.Sumber: Sayekti (2014)
Bagian Penutup
Gambar 5.Sumber: Sayekti (2014)
13
Buku Teks berupa Berupa Buku CeritaBuku cerita ini diperuntukkan bagi anak Sekolah Dasar dengan mengacu
pada karakteristik dan kepribadian siswa. Buku tersebut dirancang terdiri dari
komponen ilustrasi dan teks berbasis fotografi. Sebagaimana lazimnya buku cerita
bagi siswa SD, buku tersebut disusun dalam hirarki yang memudahkan siswa
mengenal dan memahami alur dan makna dari cerita yang dipaparkan.
Secara sistemtis buku cerita tersebut dapat dipecah dalam 3 komponen utama,
yaitu bagian pendahuluan, bagian isi dan bagian penutup.
a. Bagian Pendahuluan1. Sampul depan bagian luar.
Sampul depan dibuat dalam format A4 dengan ketebalam 150 gram. Bagian
sampul depan (cover) berisikan judul, ilustrasi penguatan, keterangan pengarang,
dan tahun pembuatan buku. Ilustrasi cover menggunakan objek wayang golek
yang mewakili Panji Asmorobangun dan Galuh Candrakirana. Pengambilan objek
ini sebagai ide dasar penggunaan karakter. Huruf untuk halaman judul
menggunakan jenis huruf ekspresif. Pada bagian background menggunakan langit
senja berwarna kemerahan.
2. Cover depan bagian dalam (back cover).
Sampul depan bagian dalam memuat teks judul buku cerita, penyusun, desain dan
lay out, ilustrator, hak cipta, penerbit, dan atas dukungan. Secara fisik sampul
depan bagian dalam ini menggunakan background bidang persegi warna putih
3. Kata pengantar.
Kata pengantar memuat dskripsi pentinganya penelitian tentang internalisasi nilai-
nilai melalui media yang tepat bagi masyarakat pembaca. Halaman kata pengantar
dibuat dalam format yang lebih formal
4. Daftar isi.
Daftar isi memuat daftar judul bab, sub-bab, dan halaman tiap bab atau sub-bab.
b. Bagian Isi Buku CeritaBagian ini merupakan bagian yang terdiri Ilustrasi dan teks. Ilustrasi yang
digunakan berbasis fotografi, dan jenis font yang digunakan pada teks buku cerita
adalah Arabic Typesetting.
1. Bagian teks
Bagian teks merupakan bagian yang berisi dialog pada setiap adegan. Teks juga
digunakan pada box teks apabila diperlukan untuk lebih menjelaskan adegan.
Bagian teks dan ilustrasi merupakan bagian dari inti dari buku cerita tersebut.
14
Bagain teks disusun dalam format layout elegan dengan jenis huruf calibri 12.
15
2. Bagian Ilustrasi
Bagian ilustrasi merupakan bagian utama buku cerita yang berisi penjelasan visual
tentang cerita Panji. Ilustrasi terdiri dari foreground, background dan teks dialog.
Teks dialog hanya digunakan saat tertentu saja pada percakapan langsung.
Semua ilustrasi berbasis pada fotografi yang kemudian diolah dengan
menggunakan Photoshop dan Corel Draw. Bagian gambar dibuat mencolok dan
berdampingan dengan teks penjelas. Keseluruhan gambar ditampilkan secara
fullcolor, sehingga memudahkan anak-anak dalam mencerap cerita yang disajikan.
Hasil Evaluasi Draf Buku Cerita Oleh Ilustrator dan Penulis BukuDraf buku cerita I diuji atau dievaluasi oleh 1 orang ilustrator dan 1 penulis buku.
Rangkuman hasil uji evaluasi ilustrator dan penulis buku dari aspek isi disajikan
dalam Tabel berikut:
Data Hasil Evaluasi ilustrasi foto
No Komponen yangDievaluasi Item Pertanyaan Rata-rata Kriteria
1 2 3 4 51 Sampul Kejelasan bahasa 3,25 baik
Kejelasan isi 2,5 cukup baik2 Sambutan dan
Kata PengantarKejelasan bahasa 3,5 baikKejelasan isi 3,75 baik
3 Daftar Isi/ Gambar
Kejelasan bahasa 3,75 baikKejelasan isi 3,25 baikKejelasan isi 3,25 baik
GambarRagam hias
Kejelasan gambar 3,25 baikKejelasan isi 3,5 baik
DaftarPustaka
Kejelasan isi 3,75 baik
Total rata-rataskor
3,375 baik
Tabel 1.
Data Hasil Evaluasi Ilustrator dan Penulis Buku terhadap Buku CeritaTentangPanji dari Fisik Draf produk
No Komponen yangDievaluasi Item Pertanyaan Rata-rata Kriteria
1 2 3 4 51 Tampilan buku
ceritaBentuk buku cerita 3,75 baik
2 Sampul Kemenarikan lay out
3,25 baik
3 Sambutan dan KataPengantar
Kemenarikan layout
2,5 cukup baik
16
4 Daftar Isi/ Gambar Kemenarikan lay out
2,5 cukup baik
5 Gambar Kemenarikan lay out
2,75 cukup baik
6 Daftar Pustaka Kemenarikan layout
3,75 baik
Total rata-rata skor 3,08 baik
Tabel 2.
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa draf buku cerita yang
dikembangkan dari segi isi berkaitan dengan kejelasan bahasa dan kejelasan isi
diperoleh rata-rata skor 3,375 masuk kriteria baik sedangkan dari segi fisik
kemenarikan lay out draf buku diperoleh rata-rata skor 3,08 juga masuk kriteria
baik, kecuali kemenarikan lay out sambutan dan kata pengantar serta gambar
masuk kategori cukup baik. Namun secara umum draf buku cerita ini sudah baik
meskipun ada beberapa aspek yang masih bisa diperbaiki.
Data Komentar dan Saran-saran dari Penulis Buku terhadap Draf BukuCerita Panji
No Komponen yangDievaluasi Item Pertanyaan Komentar/Saran
1 2 3 41 Tampilan buku
cerita Ukuran gambar sebaiknya agak
diperbesar2 Sampul Kejelasan bahasa Kalimat judul diperjelas
Kemenarikan lay out
Perlu logo UM
3 Sambutan danKata Pengantar
Kejelasan bahasa bahasa agak diperjelassesuai konteks
Kemenarikan lay out
Huruf terlau kecil
4 Daftar Isi Kemenarikan lay out
Huruf terlau kecil
5 Gambar Kejelasan teks pendukung
perlu ditambahkanpenjelasan lebih banyak
Tabel 3.
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa ada 12 komentar atau saran yang
diberikan oleh penulis buku guna perbaikan draf I buku cerita. Komentar atau saran
tersebut meliputi aspek isi maupun aspek fisik draf buku cerita. Berdasarkan aspek
isi beberapa komentar atau saran yang diberikan meliputi: (1) isi teks sambutan
dan kata pengantar disarankan diperjelas sesuai dengan konteksnya, (2) gambar
atau ilustrasi perlu diberikan penjelasan yang lebih banyak.
17
Berdasarkan aspek fisik beberapa komentar atau saran yang diberikan meliputi:
(1) tampilan ukuran gambar sebaiknya agak diperbesar, (2) judul pada sampul
hendaknya diperjelas sasarannya, (3) logo UM perlu ditampilkan, (4) gambar
sampul sebaiknya pilih satu gambar yang mewakili content, (5) spasi lebih
dirapatkan, hiasan halaman atas menganggu bisa diperkecil atau diganti yang
ornamen non-figuratif.
Disamping itu masih ada beberapa saran dan komentar umum dari ilustrator dan
penulis buku, yaitu: (1) lay out sebaiknya tetap atau sama, (2) untuk setiap
gambar sebaiknya ditambahi penjelasan yang lebih lengkap.
Berdasarkan data tersebut, menunjukkan bahwa ada beberapa bukti validasi
konseptual hasil evaluasi, komentar dan saran dari ilustrator dan penulis buku
yang perlu dipertimbangkan berkaitan dengan kejelasan bahasa, kejelasan isi
dan
kemenarikan lay out untuk dijadikan dasar perbaikan draf I buku cerita. Hasil revisi
digunakan untuk menyusun Draf II buku cerita yang nantinya masih akan
dievaluasi maupun diberi komentar dan saran dari para ahli.
Hasil Evaluasi Draf Buku cerita Ahli Bahasa, Ahli Budaya dan PsikologDraf II buku cerita diuji atau dievaluasi oleh tiga orang ahli yang terdiri atas ahli
ahli bahasa, ahli budaya dan ahli Psikolog.
Data Hasil Evaluasi Ahli Bahasa, Ahli Budaya dan Psikolog dari Aspek IsiDraf I Buku Cerita
NoKomponen yangDievaluasi
Item Pertanyaan Rata-rata Kriteria
1 2 3 4 51 Tampilan buku
ceritaBentuk bukucerita
3,67 baik
Ukuran gambar 3,67 baik2 Sampul Kemenarikan
bahasa3 cukup menarik
Kejelasanbahasa
3 cukup jelas
Kesesuaian isi 3,67 sesuaiKejelasan isi 3,33 tepat
3 Sambutandan KataPengantar
Kemenarikan bahasa
3,33 tepat
Kejelasanbahasa
3,33 menarik
Kesesuaian isi 3,33 sesuaiKejelasan isi 3,67 jelas
4 Daftar Isi/ Gambar
Kemenarikan bahasa
3,67 menarik
Kejelasanbahasa
3,33 jelas
Kesesuaian isi 3,67 sesuai
18
Kejelasan isi 4 jelasKejelasanbahasa
3 cukup jelas
Kesesuaian isi 3,67 sesuaiKejelasan isi 3,67 jelas
5 Gambar Kemenarikan gambar
3,33 menarik
Kejelasangambar
3,67 jelas
Kesesuaian isi 3,33 sesuaiKejelasan isi 3,67 jelas
6 DaftarPustaka
Ketepatan teknik penulisan
3,33 tepat
Kesesuaian isidaftar pustaka
4 sesuai
Total rata-rata skor 3,60 baik
Tabel 4.
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa draf buku cerita yang
dikembangkan dari segi isi diperoleh rata-rata skor 3,60. Hal ini berarti bahwa draf
buku cerita tersebut sudah masuk kriteria baik, kecuali kemenarikan bahasa dan
kejelasan bahasa pada sampul masuk kategori cukup baik. Hal ini membuktikan
bahwa menurut para ahli secara umum draf buku cerita ini sudah baik meskipun
ada beberapa aspek yang masih bisa diperbaiki.
DAFTAR PUSTAKACassier, Ernes. 1990. Manusia dan Kebudayaan.Jakarta: Gramedia.
De Jong. 1975. Salah Satu Sikap Hidup Orang Jawa.Yojakarta : Kanisius.
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan 1976.Sejarah Daerah
Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: Pusat PenelItian Sejarah Dan Budaya
Proyek PenelItian Dan Pencatatan.
Geertz, ClIfford.1995. The Relegion of Java. London: Free Pres Peperback.
Hidayat.Robby. 2004. Wayang Topeng Malang: Kajian Strukturalisme Seni
Pertunjukan Wayang Topeng di Desa Kedungmonggo Kecamatan Pakisaji
Kabupaten Malang. Thesis tidak diterbitkan. Yogyakarta: program pasca
Sarjana ISI Yogyakarta
Kasdi, Aminudin. 2010. Nilai-Nilai Edukatif Ceritera Panji dalam Perspektif Budaya Nusantara (artikel disajikan pada disampaikan pada Diskusi dengan Tema KONSERVASI BUDAYA PANJI yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Jawa Timur di Pusat Kebudayaan Prancis. Surabaya
Mulder, Niels. 1972. Kepribandian Jawa dan Pembangunan Nasional.
Yogyakarta: GadjahMadaUniversity Press.
Mulder, Niels. 1996. Pribadi Dan Masyarakat di Jawa. Jakarta: Sinar
19
Harapan.
20
Purbatjaraka, R.M.Ng. 1968. Cerita Panji dalam Perbandingan. Jakarta: GunungAgung.
Sayekti, Pranti. 2007. Representasi Estetika Jawa dalam Struktur Ragam Hias TariTopeng Malang. Malang: UM Press.
Wagner, Frits. 1988. Art of Indonesia.Singapore: Graham Brash.