lp pneumonia & pjb
TRANSCRIPT
-
8/21/2019 LP Pneumonia & PJB
1/33
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
RUANG 7 HCU RUMAH SAKIT DR. SAIFUL ANWAR
PNEUMONIA & PENYAKIT JANTUNG BAWAAN
Oleh:
Prima Yusifa Mega A. P
NIM. 105070207111014
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2014
-
8/21/2019 LP Pneumonia & PJB
2/33
LAPORAN PENDAHULUAN
PNEUMONIA
I. Definisi Pneumonia
Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan
oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan paru yang
disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik,
obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis. (PDPI, 2003)
Pneumonia adalah infeksi akut pada jaringan paru oleh mikroorganisme, merupakan
infeksi saluran napas bagian bawah. Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh
bakteri, yang terjadi secara primer atau sekunder setelah infeksi virus. (Elizabeth J.
Corwin, 2009)
Istilah pneumonia lazim dipakai bila peradangan terjadi oleh proses infeksi akut yang
merupakan penyebabnya yang tersering, sedangkan istilah pneumonitis sering dipakai
untuk proses non infeksi. (Aru W. Sudaya, dkk, 2009).
Pneumonia adalah proses inflamasi parenkim paru yang terdapat konsolidasi dan
terjadi pengisian rongga alveoli oleh eksudat yang dapat disebabkan oleh bakteri,
virus, jamur dan benda-benda asing.
II. Klasifikasi Pneumonia
1. Berdasarkan klinis dan epideologis :
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
b. Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia / nosocomial pneumonia)
c. Pneumonia aspirasi
d. Pneumonia pada penderitaImmunocompromised
pembagian ini penting untuk memudahkan penatalaksanaan.
2. Berdasarkan bakteri penyebab
-
8/21/2019 LP Pneumonia & PJB
3/33
a. Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri
mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya Klebsiella pada penderita
alkoholik, Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.
b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia
c. Pneumonia virus
d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada
penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised).
3. Berdasarkan predileksi infeksi
a. Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi dan orang tua.
Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder disebabkan
oleh obstruksi bronkus misalnya : pada aspirasi benda asing atau proses keganasan
b. Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru. Dapat
disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua. Jarang
dihubungkan dengan obstruksi bronkus
c. Pneumonia interstisial. (PDPI, 2003).
III. Etiologi Pneumonia
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu bakteri,
virus, jamur dan protozoa. Dari kepustakaan pneumonia komuniti yang diderita oleh
masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri Gram positif, sedangkan
pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram negatif sedangkan
pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhir-akhir ini laporan
dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari
pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri Gram negatif.
(PDPI, 2003).
Pneumonia juga mungkin disebabkan oleh terapi radiasi bahan kimia dan aspirasi.
Pneumonia radiasi dapat menyertai terapi radiasi untuk kanker payudara atau paru,
-
8/21/2019 LP Pneumonia & PJB
4/33
biasanya terjadi 6 minggu atau lebih setelah menghirup kerosin atau inhalasi gas yang
mengiritasi.
Etiologi pneumonia antara lain:
1. Bakteri : Diplococcus pneumonia, Pneumococcus, Streptococcus hemolyticus,
Streptococcus aureus, Hemophilus influenza, Bacillus Friedlander.
2. Virus : Respiratory syncytial virus, virus influenza, adenovirus,
cytomegalovirus.
3. Jamur : Mycoplasma pneumoces dermatitides, Coccidioides immitis,
Aspergillus, Candida albicans.
4. Aspirasi : makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda asing.
(Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1995).
IV. Epidemiologi Pneumonia
Penyakit saluran napas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan yang tinggi
di seluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan
infeksi saluran napas yang terjadi dimasyarakat (Pneumonia Komunitas) atau didalam rumah
sakit/pusat perawatan (pneumonia nosocomial/PN atau pneumonia di pusat perawatan/PPP).Pneumonia yang merupakan bentuk infeksi saluran napas bawah akut di parenkim paru yang
serius dijumpai sekitar 15-20%.
Kejadian PN di ICU lebih sering daripada PN di ruangan umum, yaitu dijumpai pada
hampir 25% dari semua infeksi di ICU, dan 90% terjadi pada saat ventilasi mekanik.
Pneumonia dapat terjadi pada orang normal tanpa kelainan imunitas yang jelas. Namun pada
kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia didapati adanya satu atau lebih
penyakit dasar yang mengganggu daya tahan tubuh. (Aru W. Sudaya, dkk, 2009).
Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang
kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Dari data
SEAMIC Health Statistic 2001 influenza dan pneumonia merupakan penyebab kematian
nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor
6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab
kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut
termasuk pneumonia dan influenza. Insidensi pneumonia komuniti di Amerika adalah 12
-
8/21/2019 LP Pneumonia & PJB
5/33
kasus per 1000 orang per tahun dan merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada
orang dewasa di negara itu. Angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10 %.
Di Amerika dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%.
Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk
mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak segera
diobati, maka pada pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotika secara empiris.
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi saluran
napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di Indonesia. Di SMF Paru
RSUP Persahabatan tahun 2001 infeksi juga merupakan penyakit paru utama, 58 % diantara
penderita rawat jalan adalah kasus infeksi dan 11,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis,
pada penderita rawat inap 58,8 % kasus infeksi dan 14,6 % diantaranya kasus
nontuberkulosis. Di RSUP H. Adam Malik Medan 53,8 % kasus
infeksi dan 28,6 % diantaranya infeksi nontuberkulosis. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya
didapatkan data sekitar 180 pneumonia komuniti dengan angka kematian antara 20 - 35 %.
Pneumonia komuniti menduduki peringkat keempat dan sepuluh penyakit terbanyak yang
dirawat per tahun. (PDPI, 2003).
-
8/21/2019 LP Pneumonia & PJB
6/33
V. Patofisiologi Pneumonia
-
8/21/2019 LP Pneumonia & PJB
7/33
VI. Manifestasi Klinis
Gejala pneumonia hampir sama untuk semua jenis pneumonia, tetapi terutama
mencolok pada pneumonia yang disebebkan bakteri.
Peningkatan frekuensi napas yang bermakna. Frekuensi pernapasan normal dan
abnormal bervariasi sesuai usia, pada bayi dan anak-anak yang masih kecil memiliki
frekuensi napas normal yang lebih cepat dibandingkan anak-anak yang sudah besar
dan orang dewasa.
Demam dan menggigil akibat proses inflamasi dan batuk yang mungkin sering kali
produktif, purulrn, dan sering terjadi sepanjang hari; bayi mungkin terdengar
mendengkur sebagai upaya untuk memperbaiki aliran udara.
Nyeri dada akibat iritasi pleura. Nyeri mungkin meluas atau menjalar ke area
abdomen.
Sputum berwarna merah karat (untuk Streptococcus pneumonia), merah muda (untuk
Staphylococcus aureus), atau kehijauan dengan bau khas (untuk Pseudomonas
aeruginosa).
Bunyi crackle, bunyi paru tambahan ketika jalan napas terbuka tiba-tiba, merupakan
indikasi adanya infeksi jalan napas bawah.
Bunyi mengi, yaitu bunyi bernada tinggi yang terdengar ketika udara masuk ke
orifisium atau lubang yang sempit, sehingga menyumbat aliran udara.
Keletihan akibat reaksi inflamasi dan hipoksia, apabila infeksinya serius.
Nyeri pleura akibat proses inflamasi dan edema.
Biasanya sering terjadi respons subjektif dyspnea. Dispnea adalah perasaan sesak atau
kesulitan bernapas, yang dapat disebabkan penurunan pertukaran gas.
Hemoptisis, yaitu batuk darah dapat terjadi akibat cedera toksin langsung pada
kapiler, atau akibat reaksi inflamasi yang menyebabkan kerusakan kapiler. (Elizabeth
J. Corwin, 2009).
VII. Komplikasi Pneumonia
Komplikasi yang dapat terjadi :
Efusi pleura
Empiema
-
8/21/2019 LP Pneumonia & PJB
8/33
Abses paru
Pneumotaraks
Gagal napas
Sepsis. (PDPI, 2003)
Sianosis disertai hipoksia mungkin terjadi.
Ventilasi mungkin menurun akibat akumulasi mucus, yang dapat berkembang
menjadi ateletaksis absorpsi.
Gagal napas dan kematian dapat terjadi pada kasus ekstrem berhubungan dengan
kelelahan atau sepsis (penyebaran infeksi ke darah). (Elizabeth J. Corwin, 2009).
VIII. Pemeriksaan Diagnostik
1. Gambaran klinis
a. Anamnesis
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat
dapat melebihi 40
0
C, batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai darah,sesak napas dan nyeri dada.
b. Pemeriksaan fisik
Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada inspeksi dapat
terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pasa palpasi fremitus dapat mengeras,
pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial
yang mungkin disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada
stadium resolusi.
2. Pemeriksaan penunjang
a. Gambaran radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk menegakkan
diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan "air
broncogram", penyebab bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti. Foto toraks saja
-
8/21/2019 LP Pneumonia & PJB
9/33
tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke
arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh
Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral
atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukkan
konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.
b. Pemeriksaan labolatorium
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya lebih
dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat
pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi
diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-
25% penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan hikarbia,
pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik. (PDPI, 2003).
IX. Penatalaksanaan
Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian antibiotik pada
penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya,akan tetapi karena beberapa alasan yaitu :
1. penyakit yang berat dapat mengancam jiwa
2. bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab pneumonia.
3. hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.
maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris. Secara umum
pemilihan antibiotik berdasarkan bakteri penyebab pneumonia dapat dilihat sebagai berikut :
Penisilin sensitif Streptococcus pneumonia (PSSP)
Golongan Penisilin
TMP-SMZ
Makrolid
Penisilin resisten Streptococcus pneumoniae (PRSP)
-
8/21/2019 LP Pneumonia & PJB
10/33
Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan)
Sefotaksim, Seftriakson dosis tinggi
Marolid baru dosis tinggi
Fluorokuinolon respirasi
Pseudomonas aeruginosa
Aminoglikosid
Seftazidim, Sefoperason, Sefepim
Tikarsilin, Piperasilin
Karbapenem : Meropenem, Imipenem
Siprofloksasin, Levofloksasin
Methicillin resistent Staphylococcus aureus (MRSA)
Vankomisin
Teikoplanin
Linezolid
Hemophilus influenzae
TMP-SMZ
Azitromisin
Sefalosporin gen. 2 atau 3
Fluorokuinolon respirasi
Legionella
Makrolid
Fluorokuinolon
Rifampisin
Mycoplasma pneumoniae
Doksisiklin
Makrolid
Fluorokuinolon
-
8/21/2019 LP Pneumonia & PJB
11/33
Chlamydia pneumoniae
Doksisikin
Makrolid
Fluorokuinolon
X. Asuhan Keperawatan
Analisa Data
Data Etiologi Masalah keperawatan
DS :
- Menurut cerita dari ibunya, An.
S sejak 5 hari yang lalu
mengalami baruk pilek
DO :
- Dispnea
- Nafas cepat dan dangkal
- RR : 35 x/menit
- Retraksi pada daerah
supraklavikular, ruang-ruang
intercostal dan
sternokleidomastoideus
- Sianosis sekitar mulut dan
hidung
- Batuk produktif dengan secret
tidak bisa dikeluarkan
- Suara nafas bronkial, ronki
basah halus, bronkofoni
Bakteri, virus
Infeksi
Peradangan bronkus
respiratorius dan alveoli
Peningkatan produksi secret
Batuk tidak efektif
Penumpukan secret di jalan
nafas
Ketidakefektifan bersihan jalan
nafas
Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
-
8/21/2019 LP Pneumonia & PJB
12/33
- Klien tampak gelisah
DS :
- Menurut cerita dari ibunya, An.
S sejak 5 hari yang lalu
mengalami baruk pilek
DO :
- Dispnea
- Nafas cepat dan dangkal
- RR : 35 x/menit
- Pernafasan cuping hidung
- Sianosis sekitar mulut dan
hidung
- Klien tampak gelisah
Bakteri, virus
Infeksi
Peradangan bronkus
respiratorius dan alveoli
Peningkatan produksi sekret
Terjadi konsolidasi dan
pengisian rongga alveoli oleh
eksudat
Penurunan jaringan efektif paru
dan kerusakan membran
alveolar-kapiler
Sesak napas, penggunaan otot
bantu napas, pola napas tidak
efektif
Gangguan pertukaran gas
Gangguan pertukaran
gas
DS :
- Sejak kemarin sore An. S
Bakteri, virus Hipertermi
-
8/21/2019 LP Pneumonia & PJB
13/33
badannya panas disertai
menggigil, suhunya mencapai
400C
DO :
- Suhu : 39,50C
- Nadi : 110x/menit
- RR : 35x/menit
Infeksi
Peradangan bronkus
respiratorius dan alveoli
Peningkatan produksi sekret
Terjadi konsolidasi dan
pengisian rongga alveoli oleh
eksudat
Reaksi sistemis : bakterimia/
viremia, anoreksia, mual,
demam, penurunan berat badan,
dan kelemahan
Peningkatan laju metabolisme
Hipertermi
DS :
- Sudah 2 hari An. S sering rewel
dan tidak mau makan
- Muntah 3x dan diare 4x
- Perut tampak distended
DO :
Bakteri, virus
Infeksi
Peradangan bronkus
respiratorius dan alveoli
Resiko kekurangan
volume cairan
-
8/21/2019 LP Pneumonia & PJB
14/33
- An. S tampak lemah
Peningkatan produksi sekret
Terjadi konsolidasi dan
pengisian rongga alveoli oleh
eksudat
Reaksi sistemis : bakterimia/
viremia, anoreksia, mual,
demam, penurunan berat badan,
dan kelemahan
Peningkatan laju metabolisme,
Intake nutrisi tidak adekuat
Resiko kekurangan volume
cairan
Diagnosa dan Intervensi
1. Diagnosa : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Tujuan & Kriteria hasil Intervensi Rasional
Tujuan :
- Jalan nafas efektif dengan
bunyi nafas bersih dan
jelas setelah dilakukan
perawatan dalam waktu 3
a. Auskultasi bunyi nafas,
catat adanya bunyi nafas.
Misalnya: mengi, krekels dan
ronki.
b. Pantau frekuensi
a. Bersihan jalan nafas yang
tidak efektif dapat
dimanifestasikan dengan
adanya bunyi nafas
adventisius.
-
8/21/2019 LP Pneumonia & PJB
15/33
x 24 jam
Kriteria hasil :
- Mempertahankan jalan
nafas paten dengan bunyi
nafas bersih/ jelas
pernafasan, catat rasio
inspirasi/ ekspirasi.
c. Berikan posisi yang
nyaman buat pasien,
misalnya posisi semi fowler
d. Dorong/ bantu latihan
nafas abdomen atau bibir.
e. Berikan air hangat sesuai
toleransi jantung.
f. Tinggikan kepala dan
dorong sering mengubah
posisi, nafas dalam, dan
batuk efektif
g. Kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian mukolitik
dan ekspektoan
b. Takipnea biasanya ada
pada beberapa derajat dan
dapat ditemukan pada
penerimaan atau selama
stres/ adanya proses infeksi
akut. Pernafasan dapat
melambat dan frekuensi
ekspirasi memanjang
dibanding inspirasi.
c. Posisi semi fowler akan
mempermudah pasien untuk
bernafas
d. Memberikan pasien
beberapa cara untuk
mengatasi dan mengontrol
dipsnea dan menurunkan
jebakan udara
e. Hidrasi menurunkan
kekentalan sekret dan
mempermudah pengeluaran.
f. Tindakan ini meningkatkan
inspirasi maksimal,
meningkatkan pengeluaran
sekret untuk memperbaiaki
ventilasi.
g. Mukolitik untuk
mengencerkan mucus dan
ekspektoran untuk
-
8/21/2019 LP Pneumonia & PJB
16/33
mengeluarkan mucus.
2.Diagnosa : Gangguan pertukaran gas
Tujuan & Kriteria hasil Intervensi Rasional
Tujuan :
- Perbaikan ventilasi dan
oksigenasi jaringan dengan
GDA dalam rentang normal
dan tidak ada distres
pernafasan setelah dilakukan
perawatan dalam waktu 2 x
24 jam
Kriteria hasil :
- Menunjukkan adanya
perbaikan ventilasi danoksigenasi jaringan
- Berpartisispasi pada
tindakan untuk
memaksimalkan oksigenasi
a. Pantau frekuensi,
kedalaman, dan kemudahan
pernafasan
b. Observasi warna kulit,
membran mukosa dan kuku.
Catat adanya sianosis.
c. Kaji status mental
d. Awasi frekuensi jantung/irama
e. Awasi suhu tubuh. Bantu
tindakan kenyamanan untuk
mengurangi demam dan
menggigil
f. Tinggikan kepala dan
dorong sering mengubah
posisi, nafas dalam, dan
batuk efektif
g. Kolaborasi pemberian
oksigen dengan benar sesuai
dengan indikasi
a. Manifestasi distres
pernafasan tergantung pada
derajat keterlibatan paru dan
status kesehatan umum
b. Sianosis menunjukkan
vasokontriksi atau respon
tubuh terhadap demam/
menggigil dan terjadi
hipoksemia.
c. Gelisah, mudah
terangsang, bingung dapat
menunjukkan hipoksemia
d. Takikardi biasanya ada
karena akibat adanya demam/
dehidrasi.
e. Demam tinggi sangat
meningkatkan kebutuhan
metabolik dan kebutuhan
oksigen dan mengganggu
oksigenasi seluler.
f. Tindakan ini meningkatkan
inspirasi maksimal,
meningkatkan pengeluaran
-
8/21/2019 LP Pneumonia & PJB
17/33
sekret untuk memperbaiaki
ventilasi.
g. Mempertahankan PaO2 di
atas 60 mmHg.
3. Diagnosa : Hipertermi
Tujuan & Kriteria
hasil
Intervensi Rasional
Tujuan :
- Suhu tubuh kembali
normal setelah dilakukan
perawatan dalam waktu
2 x 24 jam
Kriteria hasil :
- Suhu tubuh normal,
dalam rentang 36-370C
a. Pantau terjadinya
demam
b. Pantua TTV tiap 3 jam
atau lebih sering
c. Berikan cairan ekstra
d. Berikan kompres dingin
a. Mengidentifikasi pola demam
b. Acuan untuk mengetahui keadaan
umum klien
c. Peningkatan suhu tubuh
mengakibatkan penguapan cairan
tubuh meningkat, sehingga perlu
diimbangi dengan intake cairan yang
adekuat.
d. Konduksi membantu menurunkan
suhu tubuh. Mandi dengan air dingin
dan selimut yang tidak terlalu tebal
memungkinkan terjadinya pelepasan
panas secara konduksi dan eveporasi
(penguapan). Antipiretik dapat
mengontrol demam dengan
memengaruhi pusat pengatur suhu di
hipotalamus. Menggigil
menandakan tubuh memerlukan
panas lebih banyak.
-
8/21/2019 LP Pneumonia & PJB
18/33
e. Kenakan pakaian yang
tipis
f. Kolaborasi untuk
pemberian terapi cairan IV
RL 0,5 dan antipiretik
e. Pakaian yang tipis membantu
mengurangi penguapan.
f. Pemberian cairan penting bagi
pasien dengan suhu tubuh tinggi.
4. Diagnosa : Resiko kekurangan volume cairan
Tujuan & Kriteria hasil Intervensi Rasional
Tujuan :
- Klien tidak mengalami
kekurangan volume cairan
Kriteria hasil :
- Klien mampu
mendemonstrasikan
perbaikan status cairan dan
elektrolit
- Output urine >30ml/jam,
membrane lembap, turgor
kulit baik, tidak ada
penurunan berat badan dan
tidak mengeluh kehausan.
a. Pantau intake dan output
cairan setiap 8 jam, hasilpemeriksaan analisis urine
dan elektrolit serum, kondisi
kulit dan membrane mukosa,
serta timbang BB tiap hari.
b. Berikan terapi IV sesuai
anjuran dan berikan dosis
pemeliharaan.
c. Berikan cairan per oral
sekurang-kurangnya tiap 2
jam sekali. Dukung klien
untuk minum cairan yang
bening dan mengandung
a. Mengidentifikasi kemajuan
atau penyimpangan darisasaran yang diharapkan.
b. Mencegah dehidrasi
karena meningkatnya
penguapan selama pasien
mengalami demam
c. Cairan membantu
distribusi obat-obatan dalam
tubuh serta membantu
menurunkan demam. cairan
-
8/21/2019 LP Pneumonia & PJB
19/33
kalori.
Laporkan pada dokter jika
ada tanda-tanda kekurangan
cairan menetap atau
bertambah berat.
bening menbantu mencairkan
mukus, kalori membantu
menanggulangi kehilangan
BB.
Ini merupakan tanda-tanda
kebutuhan cairan meningkat
atau mulai timbulnya
komplikasi.
Daftar Pustaka
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. 1973-2003.
Sudoyo, Aru W., dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Interna Publishing.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 3. Jakarta:Infomedika Jakarta; 1995.1228-1235.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
NANDA International. 2010. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2009-2011.
Jakarta : EGC.
-
8/21/2019 LP Pneumonia & PJB
20/33
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYAKIT JANTUNG BAWAAN
1. Definisi
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit dengan abnormalitas pada struktur maupun
fungsi sirkulasi yang telah ada sejak lahir (Sani, 2007). Kelainan ini terjadi karena gangguan atau
kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal pertumbuhan janin (Harimurti, 2008).
PJB adalah penyakit yang dibawa oleh anak sejak ia dilahirkan akibat proses pembentukan
jantung yang kurang sempurna. Proses pembentukan jantung ini terjadi pada awal pembuahan
(konsepsi). Pada waktu jantung mengalami proses pertumbuhan di dalam kandungan, ada
kemungkinan mengalami gangguan. Gangguan pertumbuhan jantung pada janin ini terjadi pada usia
tiga bulan pertama kehamilan, karena jantung terbentuk sempurna pada saat janin berusia empat bulan
(Dhania, 2009).
2. Etiologi
Penyebab penyakit jantung congenital berkaitan dengan kelainan perkembangan embrionik, pada usia
lima sampai delapan minggu, jantung dan pembuluh darah besar dibentuk. Penyebab utama terjadinya
penyakit jantung congenital belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang
diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian penyakit jantung bawaan :
a. Faktor Prenatal :
1) Ibu menderita penyakit infeksi : rubella, influenza atau chicken fox.
2) Ibu alkoholisme.
3) Umur ibu lebih dari 40 tahun.
4) Ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang memerlukan insulin.
5) Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu dan sebelumnya ikut program KB oral
atau suntik, minum obat-obatan tanpa resep dokter, ( thalidmide, dextroamphetamine,
aminopterin, amethopterin).
6)
Terpajan radiasi (sinar X).7) Gizi ibu yang buruk.
8) Kecanduan obat-obatan yang mempengaruhi perkembangan embrio.
b. Faktor Genetik
1) Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan.
2) Ayah / Ibu menderita penyakit jantung bawaan.
3) Kelainan kromosom seperti Sindrom Down.
4) Lahir dengan kelainan bawaan yang lain
-
8/21/2019 LP Pneumonia & PJB
21/33
3. Klasifikasi
a. PJB Non Sianotik
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) non sianotik adalah kelainan struktur dan fungsi jantung yang
dibawa lahir yang tidak ditandai dengan sianosis; misalnya lubang di sekat jantung sehingga
terjadi pirau dari kiri ke kanan, kelainan salah satu katup jantung dan penyempitan alur keluar
ventrikel atau pembuluh darah besar tanpa adanya lubang di sekat jantung. Masing-masing
mempunyai spektrum presentasi klinis yang bervariasi dari ringan sampai berat tergantung
pada jenis dan beratnya kelainan serta tahanan vaskuler paru (Roebiono, 2003).
1) Ventri cular Septal Defect (VSD)
Pada VSDbesarnya aliran darah ke paru ini selain tergantung pada besarnya lubang, juga
sangat tergantung pada tingginya tahanan vaskuler paru. Makin rendah tahanan vaskuler
paru makin besar aliran pirau dari kiri ke kanan. Pada bayi baru lahir dimana maturasi
paru belum sempurna, tahanan vaskuler paru umumnya masih tinggi dan akibatnya aliran
pirau dari kiri ke kanan terhambat walaupun lubang yang ada cukup besar. Tetapi saat
usia 23 bulan dimana proses maturasi paru berjalan dan mulai terjadi penurunan
tahanan vaskuler paru dengan cepat maka aliran pirau dari kiri ke kanan akan bertambah.
Ini menimbulkan beban volume langsung pada ventrikel kiri yang selanjutnya dapat
terjadi gagal jantung (Roebiono, 2003).
2) Patent Ductus Ar teriosus (PDA)
Pada PDA kecil umumnya anak asimptomatik dan jantung tidak membesar. Sering
ditemukan secara kebetulan saat pemeriksaan rutin dengan adanya bising kontinyu yang
khas seperti suara mesin (machinery murmur) di area pulmonal, yaitu di parasternal sela
iga 23 kiri dan di bawah klavikula kiri. Tanda dan gejala adanya aliran ke paru yang
berlebihan pada PDA yang besar akan terlihat saat usia 14 bulan dimana tahanan
vaskuler paru menurun dengan cepat. Nadi akan teraba jelas dan keras karena tekanan
diastolik yang rendah dan tekanan nadi yang lebar akibat aliran dari aorta ke arteri
pulmonalis yang besar saat fase diastolik. Bila sudah timbul hipertensi paru, bunyijantung dua komponen pulmonal akan mengeras dan bising jantung yang terdengar
hanya fase sistolik dan tidak kontinyu lagi karena tekanan diastolik aorta dan arteri
pulmonalis sama tinggi sehingga saat fase diastolik tidak ada pirau dari kiri ke kanan.
Penutupan PDA secara spontan segera setelah lahir sering tidak terjadi pada bayi
prematur karena otot polos duktus belum terbentuk sempurna sehingga tidak responsif
vasokonstriksi terhadap oksigen dan kadar prostaglandin E2 masih tinggi. Pada bayi
prematur ini otot polos vaskuler paru belum terbentuk dengan sempurna sehingga proses
penurunan tahanan vaskuler paru lebih cepat dibandingkan bayi cukup bulan dan
akibatnya gagal jantung timbul lebih awal saat usia neonatus (Roebiono, 2003).
-
8/21/2019 LP Pneumonia & PJB
22/33
3) Atr ial Septal Defect (ASD)
PadaASDpresentasi klinisnya agak berbeda karena defek berada di septum atrium dan
aliran dari kiri ke kanan yang terjadi selain menyebabkan aliran ke paru yang berlebihan
juga menyebabkan beban volum pada jantung kanan. Kelainan ini sering tidak
memberikan keluhan pada anak walaupun pirau cukup besar, dan keluhan baru timbul
saat usia dewasa. Hanya sebagian kecil bayi atau anak dengan ASD besar yang
simptomatik dan gejalanya sama seperti pada umumnya kelainan dengan aliran ke paru
yang berlebihan yang telah diuraikan di atas. Auskultasi jantung cukup khas yaitu bunyi
jantung dua yang terpisah lebar dan menetap tidak mengikuti variasi pernafasan serta
bising sistolik ejeksi halus di area pulmonal. Bila aliran piraunya besar mungkin akan
terdengar bising diastolik di parasternal sela iga 4 kiri akibat aliran deras melalui katup
trikuspid. Simptom dan hipertensi paru umumnya baru timbul saat usia dekade 30 40
sehingga pada keadaan ini mungkin sudah terjadi penyakit obstruktif vaskuler paru
(Roebiono, 2003).
4) Aor ta Stenosis (AS)
Aorta Stenosis derajat ringan atau sedang umumnya asimptomatik sehingga sering
terdiagnosis secara kebetulan karena saat pemeriksaan rutin terdengar bising sistolik
ejeksi dengan atau tanpa klik ejeksi di area aorta; parasternal sela iga 2 kiri sampai ke
apeks dan leher. Bayi dengan AS derajat berat akan timbul gagal jantung kongestif pada
usia minggu pertama atau bulan-bulan pertama kehidupannya. Pada AS yang ringan
dengan gradien tekanan sistolik kurang dari 50 mmHg tidak perlu dilakukan intervensi.
Intervensi bedah valvotomi atau non bedah Balloon Aortic Valvuloplasty harus segera
dilakukan pada neonatus dan bayi denganAS valvular yang kritis serta pada anak dengan
AS valvular yang berat atau gradien tekanan sistolik 90100 mmHg (Roebiono, 2003).
5) Coarctatio Aorta (CoA)
Coartatio Aorta pada anak yang lebih besar umumnya juga asimptomatik walaupun
derajat obstruksinya sedang atau berat. Kadang-kadang ada yang mengeluh sakit kepala
atau epistaksis berulang, tungkai lemah atau nyeri saat melakukan aktivitas. Tanda yangklasik pada kelainan ini adalah tidak teraba, melemah atau terlambatnya pulsasi arteri
femoralis dibandingkan dengan arteri brakhialis, kecuali bila ada PDA besar dengan
aliran pirau dari arteri pulmonalis ke aorta desendens. Selain itu juga tekanan darah
lengan lebih tinggi dari pada tungkai. Obstruksi pada AS atau CoA yang berat akan
menyebabkan gagal jantung pada usia dini dan akan mengancam kehidupan bila tidak
cepat ditangani. Pada kelompok ini, sirkulasi sistemik pada bayi baru lahir sangat
tergantung pada pirau dari kanan ke kiri melaluiPDA sehingga dengan menutupnyaPDA
akan terjadi perburukan sirkulasi sistemik dan hipoperfusi perifer (Roebiono, 2003).
-
8/21/2019 LP Pneumonia & PJB
23/33
6) Pulmonal Stenosis (PS)
Status gizi penderita dengan PS umumnya baik dengan pertambahan berat badan yang
memuaskan. Bayi dan anak dengan PS ringan umumnya asimptomatik dan tidak sianosis
sedangkan neonatus dengan PS berat atau kritis akan terlihat takipnu dan sianosis.
Penemuan pada auskultasi jantung dapat menentukan derajat beratnya obstruksi. Pada PS
valvular terdengar bunyi jantung satu normal yang diikuti dengan klik ejeksi saat katup
pulmonal yang abnormal membuka. Klik akan terdengar lebih awal bila derajat
obstruksinya berat atau mungkin tidak terdengar bila katup kaku dan stenosis sangat
berat. Bising sistolik ejeksi yang kasar dan keras terdengar di area pulmonal. Bunyi
jantung dua yang tunggal dan bising sistolik ejeksi yang halus akan ditemukan pada
stenosis yang berat (Roebiono, 2003).
b. PJB Sianotik
Sesuai dengan namanya manifestasi klinis yang selalu terdapat pada pasien dengan PJB
sianotik adalah sianosis. Sianosis adalah warna kebiruan pada mukosa yang disebabkan oleh
terdapatnya >5mg/dl hemoglobin tereduksi dalam sirkulasi. Deteksi terdapatnya sianosis
antara lain tergantung kepada kadar hemoglobin (Prasodo, 1994).
1) Tetralogy of Fallot (ToF)
Tetralogy of Fallot merupakan salah satu lesi jantung yang defek primer adalah deviasi
anterior septum infundibular. Konsekuensi deviasi ini adalah obstruksi aliran darah ke
ventrikel kanan (stenosis pulmoner), defek septum ventrikel, dekstroposisi aorta,
hipertrofi ventrikuler kanan. Anak dengan derajat yang rendah dari obstruksi aliran
ventrikel kanan menimbulkan gejala awal berupa gagal jantung yang disebabkan oleh
pirau kiri ke kanan di ventrikel. Sianosis jarang muncul saat lahir, tetapi dengan
peningkatan hipertrofi dari infundibulum ventrikel kanan dan pertumbuhan pasien,
sianosis didapatkan pada tahun pertama kehidupan.sianosis terjadi terutama di membran
mukosa bibir dan mulut, di ujung-ujung jari tangan dan kaki. Pada keadaan yang berat,
sianosis langsung ditemukan (Bernstein, 2007).
2)
Pulmonary Atresia with I ntact Ventri cular SeptumSaat duktus arteriosus menutup pada hari-hari pertama kehidupan, anak dengan
Pulmonary Atresia with Intact Ventricular Septum mengalami sianosis. Jika tidak
ditangani, kebanyakan kasus berakhir dengan kematian pada minggu awal kehidupan.
Pemeriksaan fisik menunjukkan sianosis berat dan distress pernafasan. Suara jantung
kedua terdengar kuat dan tunggal, seringnya tidak terdengar suara murmur, tetapi
terkadang murmur sistolik atau yang berkelanjutan dapat terdengar setelah aliran darah
duktus. (Bernstein, 2007).
-
8/21/2019 LP Pneumonia & PJB
24/33
3) Tr icuspid Atr esia
Sianosis terjadi segera setelah lahir dengan dengan penyebaran yang bergantung dengan
derajat keterbatasan aliran darah pulmonal. Kebanyakan pasien mengalami murmur
sistolik holosistolik di sepanjang tepi sternum kiri. Suara jantung kedua terdengar
tunggal. Diagnosis dicurigai pada 85% pasien sebelum usia kehamilan 2 bulan. Pada
pasien yang lebih tua didapati sianosis, polisitemia, cepat lelah, dan sesak nafas saat
aktivitas berat kemungkinan sebagai hasil dari penekanan pada aliran darah pulmonal.
Pasien dengan Tricuspid Atresiaberisiko mengalami penutupan spontan VSD yang dapat
terjadi secara cepat yang ditandai dengan sianosis. (Bernstein, 2007)
4. Patofisiologi
Secara fisiologis sirkulasi paru akan membawa darah yang telah teroksigenasi meninggalkan
paru dan akan masuk kembali ke dalam siklus jantung untuk dialirkan kembali ke seluruh tubuh guna
memenuhi kebutuhan nutrisi dan oksigen seluruh organ-organ vital dalam tubuh. Sedangkan secara
patofisiologi pada kelompok ini terdapat defek pada dinding pemisah antara ventrikel kiri dan kanan
sehingga dapat menimbulkan peralihan (shunt) darah yang telah teroksigenasi penuh akan kembali ke
paru-paru.
Arah dan besar shunt tersebut bergantung pada ukuran defek dan tekanan relatif pulmonal dan
sistemik serta tahanan vaskuler pulmonal dan sistemik. Normalnya, tahanan arteriol pulmonal janin
yang tinggi akan menurun dengan cepat pada pernapasan dan pada umur jam-jam pertama neonatus,
kemudian penurunan lebih perlahan-lahan dan stabil pada setingkat dewasa sekitar umur 3-6 bulan.
Pemajanan yang lama sirkulasi pulmonal pada tekanan dan aliran darah yang tinggi akan
menyebabkan kenaikan tahanan vaskuler pulmonal sedikit demi sedikit. Seiring berjalannya waktu
dan bertambahnya usia neonatus tahanan vaskuler pulmonal akan menurun akibatnya shunt darah dari
kiri ke kanan yang melalui defek tersebut akan mulai dan bertambah besar, sehingga menyebabkan
bertambahnya volume darah dalam paru dan mengakibatkan penurunan kelenturan paru dan
menaikkan kerja pernapasan.
Peningkatan volume paru yang berlebihan akan menyebabkan cairan tersebut bocor ke dalamsela intertisial dan alveoli sehingga menimbulkan edema paru dan akan menimbulkan gejala seperti
takipneu, retraksi dada, pernapasan cuping hidung dan mengi. Akibat dari edema paru ini
menyebabkan volume dalam ventrikel kiri berkurang dan untuk tetap mempertahankan tingkat curah
ventrikel kiri yang tinggi, frekuensi jantung dan volume sekuncup dinaikkan yang diperantarai oleh
aktivitas sistem saraf simpatis mengaktivasi katekolamin dalam sirkulasi, bersama dengan
bertambahnya kerja pernapasan mengakibatkan kenaikan konsumsi oksigen total tubuh, sering diluar
kemampuan transport oksigen sirkulasi sehingga menimbulkan gejala tambahan seperti berkeringat,
iritabel, takikardi dan gagal tumbuh.
-
8/21/2019 LP Pneumonia & PJB
25/33
5. Manifestasi Klinis
a. Infants
1) Dyspnea
2) Difficulty breathing (Kesulitan Bernafas)
3)
Pulse rate over 200 beats/mnt (Nadi lebih dari 200 kali/menit)
4) Recurrent respiratory infections (infeksi saluran nafas yang berulang)
5) Failure to gain weight (kesulitan penambahan berat badan)
6) Heart murmur
7) Cyanosis
8) Cerebrovasculer accident/ CVA
9) Stridor and choking spells/ mencekik
b. Children
1) Dyspnea
2) Poor physical development ( perkembangan fisik yang kurang)
3) Decrease exercise tolerance (aktitas menurun)
4) Recurrent respiratory infections (infeksi saluran nafas yang berulang)
5) Heart murmur and thrill
6) Cyanosis
7) Squatting
8) Clubbing of fingers and toes
9) Elevated blood pressure (tekanan darah tinggi)
6. Komplikasi
Pasien dengan penyakit jantung congenital terancam mengalami berbagai komplikasi antara
lain:
a. Gagal jantung kongestif / CHF.
b. Renjatan kardiogenik/ Henti Jantung.
c.
Aritmia.d. Endokarditis bakterialistis.
e. Hipertensi.
f. Hipertensi pulmonal.
g. Tromboemboli dan abses otak.
h. Obstruksi pembuluh darah pulmonal.
i. Hepatomegali (jarang terjadi pada bayi prematur).
j. Enterokolitis nekrosis.
k.
Gangguan paru yang terjadi bersamaan (misalnya sindrom gawat nafas atau displasia
bronkkopulmoner).
-
8/21/2019 LP Pneumonia & PJB
26/33
l. Perdarahan gastrointestinal (GI), penurunan jumlah trombosit.
m. Hiperkalemia (penurunan keluaran urin).
n. Gagal tumbuh.
7.
Pemeriksaan Diagnostik
a. Foto thorak : Melihat atau evaluasi adanya atrium dan ventrikel kiri membesar secara
signifikan (kardiomegali), gambaran vaskuler paru meningkat.
b. Echokardiografi : Rasio atrium kiri tehadap pangkal aorta lebih dari 1,3:1 pada bayi cukup
bulan atau lebih dari 1,0 pada bayi praterm (disebabkan oleh peningkatan volume atrium kiri
sebagai akibat dari pirau kiri ke kanan).
c. Pemeriksaan laboratorium : Ditemukan adanya peningkatan hemoglobin dan hematokrit (Ht)
akibat saturasi oksigen yang rendah. Pada umumnya hemoglobin dipertahankan 16-18 gr/dl
dan hematokrit antara 50-65 %. Nilai BGA menunjukkan peningkatan tekanan partial
karbondioksida (PCO2), penurunan tekanan parsial oksigen (PO2) dan penurunan PH.
d. Pemeriksaan dengan Doppler berwarna : digunakan untuk mengevaluasi aliran darah dan
arahnya.
e. Elektrokardiografi (EKG) : bervariasi sesuai tingkat keparahan, adanya hipertropi ventrikel
kiri, kateterisasi jantung yang menunjukan striktura.
f. Kateterisasi jantung : hanya dilakukan untuk mengevaluasi lebih jauh hasil ECHO atau
Doppler yang meragukan atau bila ada kecurigaan defek tambahan lainnya.
b. Diagnosa ditegakkan dengan cartography & Cardiac iso enzim (CK,CKMB) meningkat.
8. Penatalaksanaan Medis
a. Medik: atasi gizi, infeksi dan kegagalan jantung. Pada kasus dengan defek kecil dan
perkembangan baik tidak memerlukan operasi.
b. Pembedahan berupa banding, penutupan defek.
1) Operasi paliatif: berupa banding(penyempitan) arteri pulmonalis untuk mengurangi
aliran darah ke paru. Setelah dilakukan bandingkelak harus diikuti dengan operasipenutupan defek sekaligus dengan membuka penyempitan arteri pulmonalis.
2) Penutupan defek septum ventrikel. Operasi dilakukan dengan sternotomi median, dengan
bantuan mesin jantung-paru.
-
8/21/2019 LP Pneumonia & PJB
27/33
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN PENYAKIT JANTUNG BAWAAN
1. Pengkajian
Riwayat Keperawatan
a. Riwayat terjadinya infeksi pada ibu selama trimester pertama. Agen penyebab lain adalah
rubella, influenza atau chicken pox.
b. Riwayat prenatal seperti ibu yang menderita diabetes mellitus dengan ketergantungan pada
insulin.
c. Kepatuhan ibu menjaga kehamilan dengan baik, termasuk menjaga gizi ibu, dan tidak
kecanduan obat-obatan dan alcohol, tidak merokok.
d. Proses kelahiran atau secara alami atau adanya faktor-faktor memperlama proses persalinan,
penggunaan alat seperti vakum untuk membantu kelahiran atau ibu harus dilakukan SC.
e. Riwayat keturunan, dengan rnemperhatikan adanya anggota keluarga lain yang juga
mengalami kelainan jantung, untuk mengkaji adanya factor genetik yang menunjang.
f. Riwayat pertumbuhan, biasanya anak cenderung mengalami keterlambatan pertumbuhan
karena fatiq selama makan dan peningkatan kebutuhan kalori sebagai akibat dari kondisi
penyakit.
g. Riwayat psikososial/ perkembangan :
1) Kemungkinan mengalami masalah perkembangan.
2) Mekanisme koping anak/ keluarga.
3) Pengalaman hospitalisasi sebelumnya.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan sama dengan pengkajian fisik yang dilakukan terhadap
pasien yang menderita penyakit jantung padaumumnya. Secara spesifik data yang dapat ditemukan
dari hasil pengkajian fisik pada penyakit jantung congenital ini adalah:
a.
Riwayat keperawatan : respon fisiologis terhadap defek (sianosis, aktivitas terbatas).b. Observasi adanya tanda-tanda gagal jantung, nafas cepat, sesak nafas, retraksi, bunyi jantung
tambahan (machinery mur-mur), cedera tungkai, hepatomegali.
c. Observasi adanya hipoksia kronis : clubbing finger.
d. Observasi adanya hiperemia pada ujung jari.
e. Observasi pola makan, pola pertambahan berat badan.
f. Bayi baru lahir berukuran kecil dan berat badan kurang.
g. Observasi apakah anak terlihat pucat, banyak keringat bercucuran, ujung-ujung jari
hiperemik.
h. Observasi diameter dada bertambah, sering terlihat benjolan dada kiri.
-
8/21/2019 LP Pneumonia & PJB
28/33
i. Tanda yang menojol adalah nafas pendek dan retraksi pada jugulum, sela intrakostal dan
region epigastrium.
j. Pada anak yang kurus terlihat impuls jantung yang hiperdinarnik.
k. Observasi anak mungkin sering mengalami kelelahan dan infeksi saluran pernafasan,
sedangkan neonatus menunjukan tanda-tanda respiratory distress seperti mendengkur,
tacipnea dan retraksi.
l. Observasi apakah anak pusing, tanda-tanda ini lebih nampak apabila pemenuhan kebutuhan
terhadap O2 tidak terpenuhi ditandai dengan adanya murmur sistolik yang terdengar pada
batas kiri sternum.
m. Observasi apakah ada kenaikan tekanan darah. Tekanan darah lebih tinggi pada lengan
daripada kaki. Denyut nadi pada lengan terasa kuat, tetapi lemah pada popliteal dan temporal.
n. Pengkajian psikososial meliputi : usia anak, tugas perkembangan anak, koping yang
digunakan, kebiasaan anak, respon keluarga terhadap penyakit anak, koping keluarga dan
penyesuaian keluarga terhadap stress.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan cardiac output berhubungan dengan penurunan kontraktilitas jantung, perubahan
tekanan jantung.
b. Tidak efektif pola nafas berhubungan dengan peningkatan resistensi vaskuler paru, kongesti
pulmonal.
c. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan iskemia miokard.
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelelahan pada saat
makan dan meningkatnya kebutuhan kalori.
e. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan tidak adekuatnya suplai
oksigen dan nutrisi ke jaringan.
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan, ketidakseimbangan antara pemakaian
oksigen oleh tubuh dan suplai oksigen ke jaringan.
g.
Peningkatan volume cairan tubuh berhubungan dengan kongestif vena, penurunan fungsiginjal.
h. Kurang pengetahuan ibu tentang keadaan anaknya berhubungan dengan kurangnya inforrnasi.
i. Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan kurang pengetahuan keluarga tentang
diagnosis/prognosis penyakit anak.
3. Rencana Intervensi
a. Penurunan cardiac output berhubungan dengan penurunan kontraktilitas jantung, perubahan
tekanan jantung.
-
8/21/2019 LP Pneumonia & PJB
29/33
Tujuan : Pasien dapat mentoleransi gejala-gejala yang ditimbulkan akibat penurunan curah
jantung, dan setelah dilakukan tindakan keperawatan terjadi peningkatan curah jantung
sehingga keadaan normal.
Kriteria Hasil : Anak akan menunjukkan tanda-tanda membaiknya curah jantung/ cardiac
output.
Intervensi
1) Bina hubungan saling percaya (BHSP) dengan pasien dan keluarga pasien.
Rasional : Menciptakan suasana yang kondusif dan bersahabat.
2) Berikan health education pada pasien dan keluarga pasien tentang cardiac output.
Rasional : lebih meningkatkan pengetahuan dan informasi bagi pasien dan keluarga
pasien serta lebih kooperatif dalam tindakan pelaksanaan yang dilakukan perawat.
3) Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam
Rasional: permulaan terjadinya gangguan pada jantung akan ada perubahan pada tanda-
tanda vital seperti pernafasan menjadi cepat, peningkatan suhu, nadi meningkat,
peningkatan tekanan darah, semuanya dapat cepat dideteksi untuk penanganan lebih
lanjut.
4) Informasikan dan anjurkan tentang pentingnya istirahat yang adekuat.
Rasional: istirahat yang adekuat dapat meminimalkan kerja dari jantung dan dapat
mempertahankan energi yang ada.
5) Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker sesuai indikasi.
Rasional : meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokord dan untuk melawan
efek hipoksia/iskemia.
6) Observasi keadaan kulit terhadap pucat dan sianosis.
Rasional : pucat menunjukan adanya penurunan perfusi sekunder terhadap
ketidakadekuatan curah jantung, vasokonstriksi dan anemi.
7) Monitor tanda-tanda CHF seperti gelisah, takikardi, tachypnea, sesak, mudah lelah,
periorbital edema, oliguria, dan hepatomegali.
Rasional : untuk mengetahui sejauhmana tingkat kegawatan dari anak serta diperlukandalam mendeteksi untuk penanganan lebih lanjut.
8) Observasi perubahan pada sensori, contoh letargi, bingung disorientasi cemas.
Rasional: dapat menunjukan tidak adekuatnya perfusi serebral sekunder terhadap
penurunan curah jantung.
9) Kolaborasi dengan team medis dalam pemberian tindakan farmakologis berupa digitalis
dan digoxin.
Rasional : mempengaruhi reabsorbsi natrium dan air, dan digoksin meningkatkan
kekuatan kontraksi miokard dan memperlambat frekuensi jantung dengan menurunkan
-
8/21/2019 LP Pneumonia & PJB
30/33
konduksi dan memperlambat periode refraktori pada hubungan AV untuk meningkatkan
efisiensi curah jantung.
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan peningkatan resistensi vaskuler paru,
kongesti pulmonal.
Tujuan : Tidak terjadi ketidakefektitan pola nafas.
Kriteria hasil : Anak akan menunjukkan tanda-tanda tidak adanya peningkatan resistensi
pembuluh paru dan efektif pola nafasnya
Intervensi
1) Berikan health education pada pasien dan keluarga pasien tentang cardiac output.
Rasional : lebih meningkatkan pengetahuan dan informasi bagi pasien dan keluarga
pasien serta lebih kooperatif dalam tindakan pelaksanaan yang dilakukan perawat.
2) Evaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman serta catat upaya pernafasan.
Rasional : pengenalan dini dan pengobatan ventilasi abnormal dapat mencegah
komplikasi.
3) Observasi penyimpangan dada, penurunan ekspansi paru atau ketidaksimetrisan gerakan
dada.
Rasional : udara atau cairan pada area pleura mencegah ekspansi lengkap (biasanya satu
sisi) dan memerlukan pengkajian lanjut status ventilasi.
4) Observasi ulang laporan foto thorax dan pemeriksaan laboratorium GDA, Hb sesuai
indikasi.
Rasional: pantau keefektifan terapi pernafasan dan catat terjadinya komplikasi.
5) Minimalkan menangis atau aktifitas yang meningkat pada anak.
Rasional : menangis akan menyebabkan pernafasan anak akan meningkatkan.
c. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia miokard.
Tujuan : Menyatakan nyeri hilang dan anak keliatan nyaman.
Kriteria hasil : Anak akan merasa nyaman dan tidak mengalami/ merasa nyeri dada.
Intervensi
1)
Berikan health education pada pasien dan keluarga pasien tentang nyeri danpenanganannya.
Rasional : lebih meningkatkan pengetahuan dan informasi bagi pasien dan keluarga
pasien serta lebih kooperatif dalam tindakan pelaksanaan yang dilakukan perawat.
2) Observasi adanya keluhan nyeri, pada anak bisa ditunjukan dengan rewel atau sering
menangis.
Rasional: Perbedaan gejala perlu untuk mengidentifikasi penyebab nyeri.
3) Observasi perilaku dan tanda-tanda vital anak tiap 4 jam.
Rasional : Perilaku dan tanda vital membantu menentukan derajat atau adanya
ketidaknyamanan pasien.
-
8/21/2019 LP Pneumonia & PJB
31/33
4) Evaluasi respon terhadap obat/terapi yang diberikan.
Rasional: penggunaan terapi obat dan dosis, catat nyeri yang tidak hilang atau menurun
dengan penggunaan nitrat.
5) Berikan lingkungan istirahat yang nyaman dan batasi aktivitas anak sesuai kebutuhan.
Rasional: aktivitas berlebih dapat meningkatkan kebutuhan oksigen miokard. (contoh
kerja tiba-tiba, stress, makan banyak, terpajan dingin) dapat mencetuskan nyeri dada.
6) Ajarkan teknik distraksi relaksasi pada anak dan ibu.
Rasional : dengan adanya distraksi nyeri anak dapat dialihkan/pengalihan dan dapat
menurunkan respon nyeri.
7) Anjurkan ibu untuk selalu memberikan ketenangan pada anak.
Rasional: ketenangan anak akan mengurangi stress yang dapat memperberat nyeri yang
dirasakan.
8) Kolaborasi dengan team medis dalam pemberian analgesic.
Rasional : analgesik bekerja dengan menghambat nosiseptor nyeri menempati
reseptornya, sehingga nyeri tidak dirasakan lagi.
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelelahan pada saat
makan dan meningkatnya kebutuhan kalori.
Tujuan: Anak dapat makan dan menyusu dan tidak terjadi penurunan berat badan selama
terjadi perubahan status nutrisi.
Kriteria hasil : Anak akan mempertahankan intake makanan dan minuman untuk
mempertahankan berat badan dalam menopang pertumbuhan
Intervensi:
1) Berikan health education pada pasien dan keluarga pasien tentang manfaat dari nutrisi
sendiri.
Rasional: lebih meningkatkan pengetahuan dan informasi bagi pasien dan keluarga
pasien serta lebih kooperatif dalam tindakan pelaksanaan yang dilakukan perawat.
2) Anjurkan ibu untuk terus memberikan anak susu, walaupun sedikit tetapi sering
Rasional: air susu akan mempertahankan kebutuhan nutrisi anak.3) Pada anak yang sudah tidak menyusui lagi maka berikan makanan dengan porsi sedikit
tapi sering dengan diet sesuai instruksi (TKTP).
Rasional : meningkatan intake atau masukan dan mencegah kelemahan.
4) Jika anak menunjukkan kelemahan akibat ketidakadekuatannya nutrisi yang masuk maka
pasang infuse.
Rasional: infuse akan menambah kebutuhan nutrisi yang tidak dapat dipenuhi melalui
oral.
5)
Observasi selama pemberian makan atau menyusui.
Rasional: selama makan atau menyusui mungkin dapat terjadi anak sesak atau tersedak.
-
8/21/2019 LP Pneumonia & PJB
32/33
6) Timbang berat badan setiap hari dengan timbangan yang sama dan waktu yang sama.
Rasional : mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi nutrisi.
7) Observasi dan catat masukan makanan anak/ intake dan output secara benar.
Rasional : mengawasi masukkan kalori dan kualitas kekurangan konsumsi makanan.
8)
Berikan dan bantu hygiene mulut yang baik sebelum dan sesudah makan, gunakan sikat
gigi halus untuk penyikatan yang lembut, berikan pencuci mulut yang di encerkan bila
mukosa oral luka.
Rasional : meningkatkan nafsu makan dan pemasukan oral, menurunkan pertumbuhan
bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi.
e. Peningkatan volume cairan tubuh berhubungan dengan kongestif vena, penurunan fungsi
ginjal.
Tujuan : Menunjukan keseimbangan masukan dan keluaran, berat badan stabil,tanda-tanda
vital dalam rentang normal, tidak terjadinya edema.
Kriteria hasil : Anak akan tumbuh sesuai dengan kurva pertumbuhan berat dan tinggi badan.
Intervensi:
1) Berikan health education pada pasien dan keluarga pasien tentang cairan.
Rasional : lebih meningkatkan pengetahuan dan informasi bagi pasien dan keluarga
pasien serta lebih kooperatif dalam tindakan pelaksanaan yang dilakukan perawat.
2) Pantau pemasukan dan pengeluaran/ intake dan output, catat keseimbangan cairan,
timbangberat badan anak setiap hari.
Rasional : penting pada pengkajian jantung dan fungsi ginjal dan keefektifan terapi
diuretic, keseimbangan cairan berlanjut dan berat badan meningkat menunjukkan makin
buruknya gagal jantung.
3) Kaji adanya edema periorbital, edema tangan dan kaki, hepatomegali, rales,ronchi,
penambahan berat badan.
Rasional: menunjukan kelebihan cairan tubuh.
4) Berikan batasan diet natrium sesuai dengan indikasi.
Rasional : menurunkan retensi natrium.5) Kolaborasi dengan team medis dalam pemberian diuretic ( furosemid ) sesuai indikasi.
Rasional: menghambat reabsorsi natrium, yang meningkatkan eksresi cairan dan
menurunkan kelebihan cairan total tubuh.
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan, ketidakseimbangan antara pemakaian
oksigen oleh tubuh dan suplai oksigen ke jaringan.
Tujuan : Anak dapat melakukan aktivitas yang sesuai tanpa adanya kelemahan.
Kriteria hasil : Anak akan mempertahankan tingkat aktivitas yang adekuat
Intervensi:
1) Berikan health education pada pasien dan keluarga pasien tentang aktifitas.
-
8/21/2019 LP Pneumonia & PJB
33/33
Rasional : lebih meningkatkan pengetahuan dan informasi bagi pasien dan keluarga
pasien serta lebih kooperatif dalam tindakan pelaksanaan yang dilakukan perawat.
2) Kaji perkembangan tanda-tanda peningkatan tanda-tanda vital, seperti adanya sesak.
Rasional: menunjukan gangguan pada jantung yang kemudian akan menggunakan energi
lebih sebagai kompensasi sehingga akhirnya anak menjadi kelelahan.
3) Bantu pasien dalam aktivitas yang tidak dapat dilakukannya.
Rasional: teknik penghematan energi.
4) Support dalam pemberian nutrisi anak.
Rasional : nutrisi dapat membantu meningkatkan metabolisme juga akan meningkatkan
produksi energi.
5) Batasi aktifitas anak yang berlebihan.
Rasional : meminimalkan kerja dari jantung dan dapat mempertahankan energi yang ada.
g. Kurang pengetahuan ibu/ keluarga tentang keadaan anaknya berhubungan dengan kurangnya
informasi.
Tujuan : Ibu/ keluarga tidak mengalami kecemasan dan mengetahui proses penyakit dan
penatalaksanaan keperawatan yang dilakukan.
Kriteria hasil : Orang tua akan mengekspresikan perasaannya akibat memiliki anak dengan
kelainan jantung, mendiskusikan rencana pengobatan, dan memiliki keyakinan bahwa orang
tua memiliki peranan penting dalam keberhasilan pengobatan.
Intervensi:
1) Berikan pendidikan kesehatan (health education) kepada ibu dan keluarga mengenai
penyakit serta gejala dan penataksanaan yang akan dilakukan.
Rasional: informasi akan meningkatkan pengetahuan ibu/ keluarga sehingga cemas yang
dialami ibu/ keluarga melihat kondisi anaknya akan berkurang bahkan hilang.
DAFTAR PUSTAKA
Mirzanie, Hanifah. 2006. Pediatrica. Tosca Enterprise : Jogjakarta.
Ngastiah. 2005. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. EGC : Jakarta.Nursalam. dkk. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Salemba Medika : Jakarta.
Rudolph, Abraham M. dkk. 2007. Buku Ajar Pediatrik Rudolp Volume 3. EGC : Jakarta.
Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, edisi 4. Jakarta ; EGC.
Mirzanie, Hanifah. 2006. Pediatrica. Tosca Enterprise : Jogjakarta.
Ngastiah. 2005. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. EGC : Jakarta.
Nursalam. dkk. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Salemba Medika : Jakarta.
Rudolph, Abraham M. dkk. 2007. Buku Ajar Pediatrik Rudolp Volume 3. EGC : Jakarta.
Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, edisi 4. Jakarta ; EGC.