lf udang vanname.docx
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Udang vaname (Litopenaeus vannamei) dikenal masyarakat dengan nama
vaname merupakan spesies asli dari perairan Amerika Tengah. Spesies udang
vaname (Litopenaeus vannamei) resmi diperkenalkan dan dibudidayakan di Indon
esia mulai awal tahun 2000 Udang merupakan salah satu komoditas strategis untu
k dibudidayakan karena mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dan menghasilkan
devisa bagi negara. Dan udang vanname ini mempunyai karakteristik bereproduksi
sangat bagus dan usaha budiayanya sangat menjajikan untuk bisnis.
Pada awalnya induk udang vaname yang digunakan dalam pembenihan
adalah induk-induk yang di import dari Hawaii. Namun karena biaya import
mahal dan semakin tingginya permintaan benur, maka penggunaan induk tambak
mulai dilakukan tanpa mempertimbangkan mutu induk . Pada umumnya praktisi
tambak akan memilih udang vanname hasil produksi tambak berdasarkan
morfologi (ukuran besar, tidak ada cacat tubuh). Dengan pemeliharaan selama 4-5
bulan lagi selanjutnya udang tersebut sudah dapat dijadikan induk untuk
pembenihan di hatchery.
Mulyadi et al. (2003), menyatakan bahwa untuk menjamin peningkatan
produksi maka diperlukan suplai benih secara kontinyu dan berkualitas. Para
pembudidaya mencari alternatif lain dengan menggunakan udang vannamei yang
berasal dari perairan Amerika. Bukan hanya itu agar perkembangan budidaya
semakin maju dan untuk memenuhi kebutuhan budidaya harus memenuhi 7 syarat
yaitu tepat jenis, tepat ukuran, tepat jumlah, tepat mutu, tepat waktu dan tepat
harga.
1.2. Tujuan
Laporan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
pembenihan udang vaname dan membandingkan teori yang diperoleh dari kuliah
dengan praktik di lapangan.
1
BAB II
METODOLOGI
2.1. WAKTU DAN TEMPAT
Hari/Tanggal : Senin, 30 Januari 2012
Waktu : 05.30 WITA- selesai
Tempat : PT. Esaputlii Prakarsa Utama di desa Kupa, Kab.
Barru
2.2. METODE
Adapun metode pengumpulan data ini dapat berupa pengumpulan data
primer melalui interview terhadap orang yang berwenang (pemilik, petugas,
teknisi ) atau dengan metode sekunder yaitu dengan mencari informasi melalui
buku, laporan atau berbagai media informasi lainnya.
2
BAB III
PEMBAHASAN
Ada berbagai jenis hatchery yang ada dan telah digunakan untuk
pembenihan udang vanname. Keempat jenis hatchery ini berbeda dari segi bentuk,
volume, bahan dan sistem ganti airnya. Keempat jenis hatchery udang vanname
yaitu
1. Sistem Jepang adalah sistem pembenihan udang vaname yang umumnya
memiliki bentuk bak yang persegi empat bervolume 80 – 200 ton yang
terbuat dari bahan beton dengan sistem sedikit ganti air yaitu sekitar 10%
2. Sistem Taiwan adalah sistem pembenihan udang vaname yang memiliki
bentuk bak yang persegi empat bervolume lebih kecil dari sistem jepang
yaitu 20 – 80 ton yang terbuat dari bahan beton dengan sistem irit ganti
air yaitu sekitar 5 - 10% karena sistem ini menggunaka prebiotik dalam
pelaksanaannya jadi pergantian dan penggunaan air sangat sedikit. Sistem
ini memelihara air dengan pemberian prebiotik.
3. Sistem Barat adalah sistem pembenihan udang vaname yang memiliki
bentuk bak yang persegi parabola bervolume lebih kecil lagi dari sistem
jepang dan taiwan yaitu 10 – 40 ton yang terbuat dari bahan fiberglass
dengan sistem sedikit ganti air lumayan besar yaitu sekitar 20 - 150%.
Sistem ini biasa disebut dengan clear water system karena sistem ganti
airnya.
4. Sistem Jepara sistem pembenihan udang vaname yang memiliki bentuk
bak yang persegi empat bervolume sangat kecil dari ketiga sistem
terdahulu yaitu 2 – 10 ton yang terbuat dari bahan beton dengan sistem
sedikit ganti air yaitu sekitar 80 - 100%
2.1. PLANNING
Sebelum memulai suatu usaha maka perlu dilakukan perencanaan untuk
meminimalisir dana dan kerugian yang akan diperoleh. Jadi sebelum memulai
suatu usaha maka harus diketahui apa yang harus dipersiapkan dan dilakukan
untuk membuat suatu hatchery yang berkapasitas 10.000.000 ekor/bulan.
3
Kebutuhan induk
1 ekor induk ( 23 cm atau induk lokal) mampu menghasilkan 50.000 butir
telur sedangkan induk aceh (25 – 27 cm) menghasilkan hingga 100.000
butir telur
- HR: 60% x 50.000 butir telur = 30.000 naupli/ekor induk
- SR : 25%
- Untuk memenuhi permintaan 10.000.000 maka
10.000.000 X 100 = 40.000.000 naupli/bulan 25- Kebutuhan induk bertelur = 40.000.000 naupli/bulan
30.000 naupli/induk= 1333 ekor betina
- 1 hari = 1333/ 30 hari = 44,4 ekor/hari
- Jumlah induk yang dibutuhkan = 44,4 ekor/hari x 100 =444 ekor betina 10
- Jumlah induk jantan = 1 : 1 = 444 ekor jantan
- Jumlah total induk = 888 ekor
Jadi berapa luas bak induk yang diperlukan?- Berdasarkan literatur dan pengalaman maka 1 m2 = 5 ekor induk
- Sehingga luas bak induk = 888 = 177,6 m2
5- Bak larva = 1 liter untuk 100 ekor larva
- Volume bak larva = 10.000.000 naupli = 100.000 liter = 100 m2
100 ekor/liter
- Pembangunan suatu hatchery harus memperhatikan faktor biologis, tekhnis dan ekonomis.
2.2. ORGANIZING
Berbagai kegiatan dalam pembenihan udang vaname harus terorganizir
dengan baik agar berlangsung secara tepat dan sistematis. Beberapa kegiatan yang
bersifat vital dalam pembenihan udang vaname yaitu
Seksi induk : Order induk Sampling induk matangPersiapan ruang/bak Peneluran dan penetasanPengangkutan induk Pengamatan kualitas telur/
naupliAklimatisasi induk Panen naupli dan distibusi naupli Pemberian pakan Sanitasi dan biosecutiryGanti air dan pembersihan bak Data recordPemberian obat dan vitamin
4
Seksi larva : Persiapan saringan bak dan air Perhitungan jumlah larvaPenebaran naupli Transfer dan pakan benurPemberian pakan dan obat Sanitasi dan biosecurityPergantian air Data recordPengamatan kualitas air stadia larva
Seksi alga : Persiapan wadah dan air Perhitungan jumlah sel algaePersiapan pupuk dan pemupukan
Perhitungan jumlah pemberian algae
Inokulasi algae Sanitasi dan biosecurityPengamatan kualitas algae Data record
Seksi STP/ air :
Sarana dan perlengkapan Matikan aerasiPemipaan air laut Transfer air lautPemompaan air laut Sanitasi dan biosecurityFilter air laut Data recordPemberian kaporitAerasi
Induk yang digunakan berasal dari Hawai dengan jumlah 150 pasang. Setiap 1 pasang induk seharga Rp 1.000.000.
2.3. ACTUATINGPengadaan Air
Air dipompa langsung dari laut melalui pipa yang ujung pipa dilaut
dipasangi saringan berupa pipa yang dilubangi dan dilapisi arang sebagai
penyaring kotoran kemudian dibungkus dengan menggunakan jaring, air dari laut
ditampung di bak penampungan dengan melaui pressure filter kemudian
dilakukan pengenceran dengan air tawar hingga bersalinitas 30 ppt. Lalu air
tersebut dikaporit sebanyak 15 ppm selama 8 jam, lalu dipompa ke bak atas yang
berisi filter mekanik yang berisi kerikil, pasir, arang. Air kemudian dipompa ke
bawah untuk dinetralkan dengan thiosulfat sebanyak 7,5 ppm selama 8 jam. Air
kemudian ditampung di bak penampungan untuk siap digunakan ke setiap unit.
Arang yang digunakan adalah arang kemiri karena memiliki susunan molekul yang rapat dan karbon yang banyak sehingga daya saringnya lebih besar. Sedangkan filter ini dicuci setiap minggu dengan sistem backwash
5
Pressure filter filter mekanikPersiapan Bak
Terlebih dahulu bak disiram dengan air tawar menggunakan selang. Bak
dan perlengkapannya dicuci menggunakan detergen dengan menyikat dan
menggosok dinding dan dasar bak menggunakan spons. Bak kemudian dibilas
dengan menggunakan air tawar hingga bersih dan kemudian disiram lagi dengan
menggunakan kaporit 100 ppm, lalu dikeringkan selama 2-3 hari. Saat bak akan
digunakan, terlebih dahulu disemprot dulu dengan air laut dan tawar sampai
konsentrasi dan bau detergen serta kaporit hilang. Begitupun dengan
perlengkapannya berupa selang, batu aerasi, dan drain pipa. Lalu dibilas dengan
air tawar hingga bersih. Setelah bersih, dilakukan pengisian air laut melalui filter
bag pada bak kemudian aerasi hidupkan.
Seleksi Induk
Sebelum induk dimasukan dalam bak maturasi dilakukan seleksi terlebih
dahulu. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan kualitas induk yang baik dan
bermutu sesuai dengan persyaratan induk yang produktif. Seleksi induk dengan
dengan cara kualitatif dan kuantitatif yaitu : umur minimal 12 bulan, berat tubuh
jantan minimal 30 gram danbetina 35 gram, panjang tubuh total jantan 17 cm dan
18 cm untuk betina, memilih induk yang berwarna bening kecoklatan dan cerah
dengan garis merah pada tepi ujung uropoda, bentuk tubuh cephalothorax lebih
pendek dari abdomen dan punggung lurus mendatar, kekenyalan tubuh tidak
lembek dan tidak keropos. Bergerak aktif dan normal, anggota tubuh tidak cacat
dan lengkap, insang bersih, tidak bengkak dan tidak terkena penyakit.
Aklimatisasi Induk
Induk yang baru datang ke lokasi pembenihan diaklimatisasi dengan
tujuan agar induk dapat terbiasa melakukan aktifitas dan dapat hidup pada
lingkungan yang baru, sehingga menghindari tingkat kematian dan stress akibat
pengaruh lingkungan yang tidak seimbang, karena perbedaan lingkungan yang
mencolok. Aklimatisasi induk yang paling berpengaruh adalah suhu dan salinitas,
sebab kedua faktor ini dapat berpengaruh langsung pada induk udang.
Pemeliharaan Induk
Induk selama pemeliharaan dilakukan pergantian air sebanyak 80-100 %
dengan system air mengalir pada pagi hari. Apabila dasar bak terlihat kotor maka
6
dibersihkan dengan cara menyeser sisa makanan dan kulit hasil moulting. Induk
diberi pakan segar 4 kali sehari, dengan dosis pakan segar 30 % dari biomassa.
Pengelolaan Kualitas Air
Air dikurangi dari volume total dengan cara melepas pipa goyang, atau
dimiringkan lalu aerasi dimatikan dan kotoran sisa pakan serta udang yang mati
diambil menggunakan seser. Setelah bak terlihat bersih, maka pipa goyang
dipasang kembali atau ditegakkan. System pergantian air dengan system air
mengalir (flow trough).
Seleksi Induk Matang Gonad (Sampling)
Kegiatan ini dilakukan pada pukul 15.00. Lampu dinyalakan untuk
melihat induk yang matang gonad. Induk betina yang matang gonad ditangkap
dengan menggunakan scoopnet dan dimasukkan dalam bak pemijahan yang telah
berisi udang jantan.
Perkawinan dan Pemijahan
Penyeleksian induk yang telah terbuahi dilakukan pada pukul 19.30 dan
20.45 dengan cara mengambil induk betina menggunakan seser. Bagian telikum
diamati, apakah ada spermatohore yang melekat sempurna pada telikum, jika ada
induk betina dipindahkan ke dalam bak penetasan telur dan bila tidak terjadi
penempelan sperma yang sempurna maka induk betina dikembalikan ke bak
pemijahan.
Penetasan Telur
Bak peneluran sekaligus penetasan diisi air laut kurang lebih 4 ton dengan
menggunakan saringan filter bag ukuran 150 mikron. Induk yang telah terbuahi
dimasukkan dalam bak penetasan. Telur yang terbuahi berwarna bening
sedangkan yang tidak terbuahi berwarna putih susu. Dan esok harinya induk
dipindahakan ke bak pemeliharaan. Telur akan menetas 16-18 jam setelah
memijah. Untuk mempercepat penetasan telur dipasang heater dalam bak hingga
suhu air mencapai 32°C, dan dilakukan pula pengadukan telur setiap 30 menit
agar telur tidak mengendap di dasar bak dan tidak saling menempel atau melekat
sehingga metabolismenya tidak terganggu.
7
Panen Naupli
Naupli yang ada bak penetasan dikeluarkan melalui saluran pengeluaran
dan akan masuk kedalam bak kolektor. Naupli diambil dengan menggunakan
saringan 150 mikron, kemudian dimasukkan dalam baskom plastik volume 30
liter yang berisi air laut dan di aerasi, Setelah itu dipindahkan ke bak larva.
Perhitungan Jumlah Naupli
Naupli diambil dari baskom 30 liter, dengan menggunakan alat sampel
volume 10 ml. Kemudian dituang ke dalam petridisk lalu ditambahkan sedikit air
tawar, setelah itu petridisk diletakkan diatas permukaan yang berwarna gelap dan
diberi cahaya lampu agar memudahkan dalam perhitungan naupli. Perhitungan
jumlah naupli dengan menggunakan counter, setelah didapatkan dimasukkan
dalam rumus
Persiapan Bak Pemeliharaan Larva
Dinding dan dasar bak disemprot dengan air tawar lalu dicuci dengan
menggunakan detergen dan digosok dengan spons, kemudian dibilas kembali
dengan air tawar dan air laut beberapa kali sampai bersih, lalu disiram dengan
kaporit. lalu dibiarkan hingga kering begitupun dengan aerasi dan
kelengkapannya. Lama pengeringan 1 hari atau lebih, tergantung kapan bak akan
digunakan kembali. Apabila bak akan digunakan, bak dicuci kembali dengan
detergen kemudian dibilas dengan air tawar dan air laut sampai kaporit dan bau
detergennya hilang. Bak diisi dengan air laut sebanyak 5 ton menggunakan filter
bag ukuran 10 mikron, kemudian air ditreatmen dengan menggunakan
erytromchin dan treflan.
Untuk bak pemeliharaan larva volume 40 ton sebanyak 12 unit dan
postlarva volume 30 ton.
Persiapan bak larva pemeliharaan larva
8
Aklimatisasi dan Penebaran Naupli
Setelah air ditreatmen dengan erytromychin dan treflan, naupli yang akan
masuk ke bak larva ditampung dalam baskom yang berisi air laut 10 liter.
Selanjutnya baskom tersebut diapungkan dipermukaan air bak larva, sementara itu
di atas bak larva telah siap baskom volume 20 liter yang diisi air laut. Kemudian
baskom yang berisi naupli ditambahkan air dengan menggunakan selang yang
berasal dari baskom yang berada di atas bak larva sampai penuh secara perlahan-
lahan. Pada saat baskom naupli sudah penuh, baskom dimiringkan secara
perlahan-lahan untuk membantu pengeluaran naupli. Setelah naupli ditebar maka
bak ditutup dengan terbal plastik untuk menjaga stabilitas suhu.
Pada stadia awal larva udang windu yaitu stadia nauplius, tidak diberi
pakan karena pada stadia ini larva masih memiliki kuning telur yang melekat pada
tubuhnya sebagai pakan. Pada saat stadia zoea, mysis dan postlarva, larva diberi
pakan tambahan yaitu pakan alami dan pakan buatan.
Pemberian Pakan Alami dan Buatan
Pada masa stadia Zoea – Mysis pemberian pakan alami berupa
(Skeletonema Costatum) dan pada stadia postlarva pemberian pakan alami diganti
dengan artemia. Pemberian pakan alami dan buatan ini dilakukan dengan cara
penebaran secara merata kedalam bak larva agar tidak terjadi kompetisi dalam
mendapatkan pakan. Syarat yang mutlak untuk terpenuhinya pakan yang baik
adalah penebaran secara merata, dalam arti dapat diusahakan agar satu individu
udang memperoleh bagian pakan yang sama dengan individu lainnya, sehingga
diharapkan dengan pemberian pakan merata pertumbuhannya akan seragam.
Pemberian pakan alami (Chetoceros sp) yang ditebar dengan padat tebar
sekitar 100.000 sel/m3 lalu akan dipanen jika sudah mencapai 1.000.000 sel
dilakukan dengan menggunakan pompa celup dan disalurkan ke bak-bak larva
dengan menggunakan selang ukuran 1 inci dimana ujungnya dihubungkan dengan
pipa berbentuk U dan ditutup dengan saringan 100 mikron. Pemberian algae
dimulai dari Zoea1 sampai PL5. Pada saat memasuki Mysis3, larva diberikan pakan
alami berupa Artemia salina yang telah dikultur. Pada stadia naupli, pemberian
algae 50.000 sel/ml, zoea 130.000 sel/ml dan mysis 80.000 sel/ml. Dengan kultur
menggunakan pupuk NPK 30 ppm + Silikat 5 – 10 ppm. Selain pemberian pakan
9
alami juga dilakukan pemberian pakan buatan. Pakan buatan diberikan mulai dari
Zoea2 sampai PL panen.
Untuk pemberian pakan buatan terlebih dahulu ditakar sesuai dengan
kebutuhan larva, kemudian dimasukkan pada kantong pakan yang sesuai ukuran
lalu diikat, setelah itu pakan buatan dilarutkan kedalam air yang berisikan ± 5 liter
air dengan cara digosok-gosokkan ke dalam air tersebut agar benar-benar larut dan
mudah dicerna oleh larva.
Kultur Skeletonema costatum kultur artemia
Pengelolaan Kualitas Air
Pada stadia Naupli sampai Zoea2, belum dilakukan pergantian air, hanya
penambahan dan pergantian air dilakukan pada stadia Zoea3, sampai Postlarva.
Pipa goyang diturunkan secara perlahan-lahan dan ditadah oleh baskom bersaring.
Apabila terlihat ada kotoran pada dasar bak, maka dilakukan penyiponan dengan
cara pipa sipon dicelupkan ke dalam air bak pemeliharaan kemudian disedot, pada
ujung pipa terdapat saringan PL. Setelah penurunan air yang dikehendaki sudah
cukup, pipa goyang dinaikkan dan penambahan air sesuai volume yang
dikehendaki melalui filter bag, baskom yang dipakai menampung air dari bak kalu
ada larva yang ikut maka dituang kembali ke dalam bak pemeliharaan
Pengendalian Penyakit
Penerapan Biosecurity untuk sterilisasi di tempatkan pada pintu masuk sebelum masuk ruangan pada setiap seksi yaitu berupa perendaman dengankaporit dan pencucian tangan dengan sabun lalu semprot alcohol.
10
Panen dan Pengepakan
Air dalam bak diturunkan secara perlahan-lahan. Sementara itu baskom
panen volume 20 liter dicuci dengan air tawar terlebih dahulu untuk
menghilangkan kotoran. Apabila airnya sudah mulai surut maka dilakukan
penyeseran kemudian benur dituang masuk ke dalam baskom. Setelah itu kantong
plastik diisi dengan air lalu benur dimasukkan ke dalam plastik dan diberikan
oksigen (O2), kemudian diikat dengan karet gelang. Pengepakan dilakukan
dengan menggunakan kardus.
Ruang pengepakan
11
BAB IV
PENUTUP
Ada empat jenis hatchery yang ada dan telah digunakan untuk pembenihan
udang vanname. Keempat jenis hatchery ini berbeda dari segi bentuk, volume,
bahan dan sistem ganti airnya. Keempat jenis hatchery udang vanname yaitu
sistem Jepang, sistem Taiwan, sistem Barat, dan sistem Jepara.
Dalam suatu pengelolaan hatchery maka perlu dilakukan perencanaan
untuk meminimalisir dana dan kerugian yang akan diperoleh. Jadi sebelum
memulai suatu usaha maka harus diketahui apa yang harus dipersiapkan dan
dilakukan untuk membuat hatchery tersebut. Kegiatan tersebut meliputi planning
(perencanaan), organizing (organisasi), actuating (pelaksanaan) dan controlling
(pengontrolan).
12