levetiracetam

17
MAKALAH JOURNAL READING ILMU KESEHATAN SARAF Disusun oleh : Azizah Boenjamin 1410221010 Pembimbing : Letkol CKM dr. Heriyanto, Sp.S

Upload: azizah-boenjamin

Post on 16-Dec-2015

219 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

jurding

TRANSCRIPT

MAKALAH JOURNAL READINGILMU KESEHATAN SARAF

Disusun oleh :Azizah Boenjamin1410221010

Pembimbing :Letkol CKM dr. Heriyanto, Sp.S

KEPANITRAAN KLINIK ILMU KESEHATAN SARAFRST DR. SOEDJONO MAGELANGPERIODE 20 APRIL 21 MEI 2015International Journal of Medicine and Biomedical Research Volume 2 Issue 3 September December 2013 www.ijmbr.com Michael Joanna PublicationsReview Article

Levetiracetam: A Review of its use in the treatment of epilepsy

Department of Pharmacology, Department of Neurology, Department of General Medicine, Department of Neurosurgery, Vydehi Institute of Medical Sciences and Research Centre, 82 EPIP Area, Whitefield, Bangalore-560066, Karnataka, India

Swaroop HS1, Ananya C1*, Nithin K2, Jayashankar CA3, Satish Babu HV 4, Srinivas BN1*Corresponding author: [email protected] Received: 08.05.13; Accepted: 25.10.13

ABSTRACTLatar Belakang: Levetiracetam merupakan suatu obat anti epilepsy. Obat ini muncul dan dipasarkan sejak tahun 2000. Tujuan: Mengulas tentang mekanisme kerja, farmakokinetik, reaksi obat yang merugikan, kontraindikasi dan penggunaan levetiracetam dalam pengobatan berbagai jenis serangan epilepsi. Metode: pencarian dilakukan untuk mengidentifikasi studi yang relevan. Hasil: levetiracetam bekerja dengan mengikat protein vesikel sinaptik 2A (SV2A) sehingga modulasi dari satu atau lebih tindakan dan pada akhirnya mempengaruhi rangsang saraf. Obat ini memiliki protein yang kurang mengikat dan tidak dimetabolisme dihati. Berbeda dengan terapi tradisional, ia memiliki margin keamanan yang luas dan tidak memerlukan pemantauan obat diserum. Obat ini tidak berinteraksi dengan anti-epilepsi lainnya. Kesimpulan: manfaat farmakologis menguntungkan (disebutkan diatas) sehingga menjadikan obat ini sebagai lini pertama atau terapi tambahan untuk serangan epilepsi.

Kata kunci: levetiracetam, epilepsy, protein sinaptik vesikel, kejang, khasiat, keamanan.

INTRODUCTIONEpilepsi adalah sekelompok gangguan yang ditandai oleh dua atau lebih kejang. Diperkirakan prevalensi rata-rata epilepsi di Amerika Serikat adalah 6,8 per 1000, Eropa adalah 5,5 per 1000, dan Asia adalah 1,5-14 per 1000 orang masing-masing. [1] Epilepsi diklasifikasikan berdasarkan sumber kejang menjadi kejang parsial dan generalisata. [1] Pengobatan epilepsi tergantung pada klasifikasi yang tepat dari jenis kejang dan sindrom epilepsi.[2] Obat paling tua atau obat anti epilepsy generasi pertama seperti fenitoin, karbamazepin dan natrium valproate banyak digunakan, tetapi mereka telah meningkatkan resiko efek samping dan interaksi obat. [3] Mereka juga memerlukan pemantauan terapi. Oleh karena itu, obat generasi baru atau kedua lebih disukai karena menguntungkan dari segi efek samping dan interaksi obat.[4] Levetiracetam (LEV) adalah generasi kedua obat anti epilepsi. Hal ini secara kimia berhubungan dengan anti epilepsy lain dan merupakan analog -etil dari agen piracetam nootropic.[5] Hal ini ditemukan pada tahun 1992 melalui pemeriksaan kejang dengan audiogenik pada tikus yang rentan.[6] Hal ini dipasarkan di seluruh dunia sejak tahun 2000.[7] Telah ditemukan dan dapa ditoleransi dengan baik dan profil farmakokinetik yang menguntungkan yaitu pengikatan protein sinaptik, metabolisme dihati sedikit dan dosisnya 2 kali sehari.[5-7] Awalnya di Amerika Serikat obat ini hanya sebagai terapi tambahan untuk kejang parsial.[8] Namun, baru-baru ini disetujui sebagai terapi tambahan untuk kejang primer generalisata, tonik-klonik, kejang mioklonik, epilepsi pada remaja dan kejang parsial dengan atau tanpa kejang sekunder generalisata.[8] Hal ini juga telah ditemukan efektif pada pasien dengan Sindrom Lennox-Gastaut.[8,9] Baru-baru ini, obat ini juga banyak digunakan dalam profilaksis kejang pasca operasi bedah saraf.

Berbeda dengan terapi tradisional, LEV memiliki margin keamanan yang luas tanpa persyaratan seperti pemantauan obat diserum, dan tidak ada interaksi dengan obat anti-epilepsi lainnya.[10] Keuntungan obat ini menjadikan LEV sebagai lini pertama atau terapi tambahan untuk serangan epilepsy.[10]

MECHANISM OF ACTIONMekanisme kerja dari levetiracetam berbeda dari generasi pertama dan generasi kedua anti epilepsy lainnya.[11] Obat ini tidak bekerja pada 3 jalur klasik dari anti-epilepsi lainnya: Modulasi saluran natrium, mengaktifkan saluran kalsium tegangan rendah, atau langsung memfasilitasi GABA.[11] Obat ini bekerja dengan mengikat protein vesikel sinaptik 2A (SV2A) dan dengan demikian 1 atau lebih tindakan akan mempengaruhi rangsang saraf.[12] Tanpa antikonvulsan terdapat 2 kejang akut klasik yang digunakan untuk skrining tes kejang dengan sengatan listrik maksimal dan tes kejang pentylenetetrazol.[13] Bagaimanapun, obat ini menunjukan efek antikonvulsan pada pasien dengan akut kornea kejut listrik dan selektif terhadap pasien kejang chemoconvulsant, termasuk pasien yang diinduksi oleh pilocarpine dan asam kainic.[13,14] LEV memberikan efek anti epilepsy yang signifikan, bahkan setelah peghentian terapi, pada model dan pada tikus yang dimutankan.[14] LEV juga terbukti selektif menghambat saluran Ca2+ tipe N,[15] mengaktifkan GABA,[16] dan obat ini juga menyeimbangkan neuron-neuron yang mungkin terlibat di dasar molekuler epilepsi.[17]

FARMAKOKINETIKLEV mudah diserap setelah pemberian oral. Bioavailabilitas LEV oral lebih dari 95%. Obat ini mencapai konsentrasi puncak plasma sekitar satu jam setelah pemberian oral.[18] Obat ini mencapai konsentrasi yang cukup dalam waktu 48 jam dari mulainya terapi. Makanan mengurangi konsentrasi puncak plasma LEV sebesar 20% dan penundaan selama 1,5 jam.[18,19] Ada hubungan linier antara dosis LEV dan kadar serum LEV pada rentang dosis 500-5000 mg.[18,19] LEV kurang dari 10% terikat dengan protein plasma dan protein ini tidak relevan terikat secara klinis.[19,20] [19] Metabolisme utama hanya 27% dari LEV dan metabolism tidak tergantung pada enzim sitokrom p450 dihati. Jalur metabolism utamanya adalah hidrolisis kelompok acetamide dalam darah untuk menghasilkan turunan karboksilat tidak aktif. LEV dominan dieksresikan tidak melalui ginjal dan plasma paruhnya adalah 71 jam pada orang dewasa.[19,20] kerja LEV dapat memanjang 2,5 jam pada orangtua, kemungkinan besar karena penurunan kreatinin dengan bertambahnya usia.[20] Juga, pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal, penyesuaian dosis diperlukan, tergantung pada bersihan kreatinin.[20]

REAKSI BURUK OBAT Menurut studi oleh Ben Machen et al., kejadian keselurahan efek samping sebanding antara placebo (53%) dan LEV (55%) kelompok.[23] Efek samping yang paling umum terlihat dengan terapi LEV adalah asthenia (13,8%), infeksi (7,2%), mengantuk (6,1%) dan sakit kepala (3,3%). Sekitar 7,1% pasien menghentikan terapi karena efek samping. Selama fase monoterapi dari LEV, 4 pasien mengembangkan efek samping yang serius, 2 orang kejang, 3 pasien menderita esophagitis, 4 pasien mengalami kelainan pada kehamilan.[23] Bootsman et al.[24] mengulas pengalaman klinis LEV dan menyebutkan bahwa keseluruhan 5% dari pasien terkena efek samping obat. Efek samping yang paling umum dihampir setiap titip peniliaian adalah gangguan mood, kelelahan dan rasa kantuk.[24] Efek samping yang luar biasa dari LEV adalah respon positif dilaporkan oleh sekitar 7% dari pasien pada 3, 6, 9 dan 15 bulan.[24]

Menurut review Lyseng-Williamson, efek samping psikiatri dan perilaku juga ditimbulkan oleh LEV.[25] Kejadian ini terjadi ada >1% dan 50%.[34] Penelitian ini menyimpulkan bahwa LEV efektif dan aman sebagai terapi epilepsy parsial.[34]

Kemanjuran LEV pada populasi anak diteliti oleh Lee et al.[35] Dikatakan bahwa 48% pasien menunjukan penurunan kejang sebanyak 50%, dan 22% pasien mengalami bebas kejang.[35] Juga terdapat penurunan frekuensi kejang sebanyak >50% dari 52% anak dengan kejang parsial, dan 44% anak dengan kejang generalisata.[35]

Menurut Berkovic et al.,[36] LEV menghasilkan penurunan rata-rata sekitar 56,5% pada kejang generalisata per minggu selama masa pengobatan dibandingkan dengan placebo yaitu sebesar 28,2%.[36] Persentase pasien yang memiliki >50% pengurangan frekuensi kejang generalisata selama masa pengobatan adalah 72,2% untuk LEV dan 45,2% untuk placebo (p6 bulan.[37] tingkat remisi pada akhir bulan ke 6 sampai 1 tahun adalah 80,1% dari pengguna LEV dan 85,4% dari pengguna CBZ.[37] Dalam multicenter, studi tentang placebo dan LEV untuk kejang mioklonik oleh Nochtar et al.,[38] penurunan >50% dalam seminggu pada pasien miklonik terlihat pada 58,3% pasien yang menggunakan LEV dan 23,3% pada pasien yang menggunakan placebo (p50% dari pasien bebas dari kejang.[43]

Beberapa penelitian membuktikan kemanjuran LEV pada terapi profilaksis kejang pasca operasi dan cederan otak traumatis. Miligan TA et al., melakukan penelitian untuk menilai efikasi dan tolerabilitas levetiracetam terhadap fenitoin setelah tindakan supratentorial yang dilakukan bedah saraf.[44] Ia menyimpulan bahwa keduanya (LEV dan fenitoin (PHT) dikaitkan sebagai obat yang menurunkan resiko kejang psot operatif dan resiko epilepsy berat nantinya.[44] LEV mempunyai efek samping yang lebih sedikit dibandingkan fenitoin.[44] Dalam studi banding yang membandingkan LEV dengan PHT pada profilaksis kejang pada cidera otak traumatic parah oleh Jones et al.,[45] kesimpulan akhirnya adalah bahwa LEV seefektif fenitoin dalam mencegah kejang pasca trauma awal tetapi kecendrungan kejang meningkat pada analisis EEG.[45]

Zachenhofer et al.[46] melakukan pengamatan tentang LEV parioperatif untuk pencegahan kejang pada operasi tumor otak supratentorial. Pada pasien yang di berikan LEV pada perioperative tumor otak supratentorial ditoleransi dengan baik.[46] Dibandingkan dengan literature, ini menunjukan hasil yang rendah (2,6%) terhadap frekuensi kejang pasca operasi.[46] Selain itu, keuntungan dari kurangnya induksi enzim sitokrom P450 memungkinkan inisiasi dini kemoterapi pasca operasi yang efektif pada pasien glioma ganas.[46] Sebuah studi dilakukan oleh Lim et al. mempelajari keamanan dan kelayakan mengalihan obat fenitoin ke LEV sebagai monoterapi kejang pada pasien glioma terkait kontrol untuk tindakan kraniotomi.[47] Kesimpulannya adalah peralihan pengguna PHT ke LEV monoterapi disertai kraniotomi untuk supratentorial glioma adalah aman.[47]

Baru-baru ini, sidang HELLO yang dilakukan oleh Bahr et al.[48] menilai efikasi dan tolerabilitas LEV intravena dan oral pada pasien dengan dugaan tumor otak primer dan gejala kejang saat menjalani bedah saraf.[48] Mereka menyimpulan bahwa setelah memulai terapi LEV, 100% dari pasien bebas kejang pada saat pra-operasi (3 hari sampai 4 minggu sebelum operasi), 88% dalam 48 jam fase pasca-operasi dan 84% pada fase tindak lanjut dini (48 jam sampai 4 minggu pasca operasi).[48] Kegagalan pengobatan terjadi pada tiga pasien bahkan setelah dosis dinaikan ke 3000 mg/hari.[48]

Menurut sebuah studi terbaru yang dilakukan oleh Weinstock et al., ringan sampai sedang efek samping perawatan muncul pada 63% dari subjek yang terdaftar.[49] Yang paling sering terjadi adalah demam dan mulut kering. Efek samping lainnya yang muncul dianggap tidak terkait dengan penggunaan LEV intravena. Mereka menyimpulkan bahwa LEV intravena ditoleransi dengan baik pada anak-anak usia 1 bulan 16 tahun. Studi lainnya yang dilakukan oleh Ozkale et al., melaporkan bahwa pada pasien epilepsy refrakter multidrug dan sindrom Ohtahara, sengaja diberikan dosis tinggi yaitu 300 mg/kg/hari selama 35 hari dan menunjukan tidak adanya dampak buruk yang terjadi. Ulasan lainnya oleh Cormier et al., menyimpulkan bahwa data saat ini mengarah ke persetujuan LEV untuk digunakan pada bayi dan anak-anak dengan kejang onset parsial namun masih banyak yang perlu diteliti lagi tentang efikasi dan khasiat yang berbeda pada anak-anak.[51]

PERAN DALAM TERAPILEV telah disetujui oleh European Medicines Agency (EMA) untuk digunakan sebagai (i) monoterapi pada pengobatan kejang onset parsial dengan atau tanpa disertai kejang sekunder generalisata pada pasien 16 tahun yang baru didiagnosa epilepsy (ii) terapi tambahan dalam pengobatan kejang onset parsial dengan atau tanpa disertai kejang sekunder generalisata pada orang dewasa dan anak-anak dari usia 1 bulan dengan epilepsi (iii) pengobatan kejang mioklonik pada orang dewasa dan remaja dari usia 12 tahun dengan epilepsy mioklonik juvenile (iv) pengobatan utama pada kejang tonik klonik generalisata pada dewasa dan remaja dari usia 12 tahun dengan kejang generalisata yang idiopatik.[52,53]

Obat ini disetujui oleh Food and Drug Administration untuk pengobatan (i) terapi tambahan dalam pengobatan kejang onset parsial pada orang dewasa dan anak-anak 4 tahun[54] dan yang lebih tua dengan epilepsy (ii) terapi tambahan pada pengobatan kejang mioklonik orang dewasa dan remaja usia 12 tahun dengan epilepsy miklonik remaja (iii) terapi tambahan pada kejang primer tonik klonik generalisata pada dewasa dan anak usia 6 tahun atau lebih dengan epilepsy generalisata yang idiopatik.[54,55]

LEV juga telah masuk ke dalam terapi profilaksis pasca operasi dan cidera otak traumatis, durasi pengobatan bervariasi sesuai dengan riwayat penyakit, studi telah mengkonfirmasi bahwa penggunaan profilaksis obat anti epilepsy dapat mengurangi kejadian kejang pasca operasi.[56]

KESIMPULANLEV adalah sebuah obat antiepilepsi generasi kedua. Obat ini telah disetujui sebagai terapi tambahan untuk orang dewasa dengan kejang parsial, mioklonik dan kejang tonik klonik generalisata. Obat ini terbukti berkhasiat sebagai monoterapi pada 3 penelitian multicenter dan terapi tambahan dalam percobaan multicenter. Studi ini menyimpulkan bahwa LEV memiliki khasiat yang sama seperti Obat Anti Epilepsi (AED) yang lebih dulu ada sebagai monoterapi. Keuntungan dari LEV adalah obat ini berikatan dengan protein sinaptik, metabolism dihati sedikit, dan dosisnya adalah 2 kali sehari. Reaksi yang merugikan dari obat ini relative lebih sedikit dibanding dengan obat-obat anti eplepsi yang terdahulu, kecuali manifestasi kejiwaan. Manifestasi ini, ditemukan karena terkait dengan riwayat penyakit kejiwaan terdahulu pasien. Fitur-fitur dari LEV membuat obat ini ideal sebagai monoterapi dalam penyakit kejang. Saat ini sangat sedikit studi yang terkait dengan LEV sebagai monoterapi. Dan juga, studi tentang monoterapi tersebut memiliki kelemahan yaitu jumlah sample yang sedikit.