letter of credit impor syariah
TRANSCRIPT
Produk dan Jasa Bank Syariah
“L/C ImporSyari’ah”
Oleh:
Muhammad Yusuf
Ibnu Mukti Alfi SyahrinRABU, 12 NOVEMBER 2014
Era globalisasi berimbas pada semakin mudahnya suatu
negara melakukan hubungan perdagangan dengan negara
lain demi memenuhi kebutuhan masyarakat dalam suatu
negara. Perdagangan antar negara atau internasional tentu
membutuhkan mekanisme tertentu yang terbilang lebih
rumit dibandingkan dengan perdagangan domestik. Untuk
itu dibutuhkan suatu media yang mempermudah transaksi
perdagangan internasional, salah satunya dalam hal sistem
pembayaran.
Letter of credit (L/C) sebagai primadona dalam
pembayaran pada transaksi perdagangan internasional
(kegiatan ekspor-impor) dinilai memberikan kepastian dan
keamanan.
Pembahasan
1. Pengertian dan Bentuk Akad L/C Syariah
2. Mekanisme L/C Impor Syari’ah
3. Penyelesaian Kewajiban L/C
4. Manfaat dan Tujuan L/C
5. Resiko dan Permasalahan Hukum dalam L/C
6. Kesimpulan
Pengertian
Letter of Credit (L/C) atau biasa disebut surat kredit
berdokumen merupakan alat pembayaran yang
dikeluarkan bank atas permintaan importir dalam
transaksi dagang internasional.
Menurut Dewan Syariah Nasional MUI No.
34/DSN-MUI/IX/2002 yang dimaksud dengan L/C
(Letter of Credit) adalah surat pernyataan akan
membayar kepada importir yang diterbitkan oleh
bank untuk kepentingan importir dengan pemenuhan
persyaratan tertentu sesuai dengan prinsip syariah.
Pengertian
Letter of Credit (L/C) dalam bank syariah termasuk produk
pembiayaan, yaitu “pembiayaan Letter of Credit (L/C) impor atau
ekspor syariah”. Sebagaimana yang dikatakan oleh Adiwarman A.
Karim, secara definitif yang dimaksud dengan Letter of Credit (L/C)
adalah pembiayaan yang diberikan dalam rangka memfasilitasi
transaksi impor atau ekspor nasabah. (Karim, 2008:252)
Tipe perjanjian yang dapat difasilitasi dalam L/C terbatas hanya pada
“perjanjian jual beli”, sedangkan fasilitas yang diberikan adalah
berupa “penangguhan pembayaran”. Dengan fasilitas ini pembeli
(importir) tidak harus membayar terlebih dahulu sebelum barang
dikirim oleh penjual (eksportir). Pembayaran yang dilakukan bank
dalam fasilitas L/C juga tidak terkait cedera janjinya pihak yang
dijamin (importir). Ada cedera janji atau tidak, pihak bank tetap
melakukan pembayaran dalam fasilitas L/C. (Budisantoso, 2006:128).
Akad-akad Letter of Credit (L/C)
Impor Syariah
Berdasarkan Fatwa No.34/DSN-MUI/IX/2002
1. Akad Wakalah bil Ujrah
2. Akad Wakalah bil Ujrah dan Qard
3. Akad Murabahah
4. Akad Salam/Istisna’ dan Murabahah
5. Akad Wakalah bil Ujrah dan Mudarabah
6. Akad Musyarakah
7. Akad alternatif I & II
Berdasarkan Fatwa No.57/DSN-MUI/V/2007
1. Akad Kafalah Bil Ujrah
1) Akad Wakalah bil Ujrah
dengan ketentuan:
Importir harus memiliki dana pada bank
sebesar harga pembayaran barang yang
diimpor.
Importir dan Bank melakukan akad Wakalah
bil Ujrah untuk pengurusan dokumen-
dokumen transaksi impor.
Besar ujrah harus disepakati di awal dan
dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan
dalam bentuk prosentase.
2). Akad Wakalah bil Ujrah dan
Qard
dengan ketentuan:
Importir tidak memiliki dana cukup pada bank untuk
pembayaran harga barang yang diimpor.
Importir dan Bank melakukan akad Wakalah bil Ujrah
untuk pengurusan dokumen-dokumen transaksi impor.
Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan
dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk prosentase.
Bank memberikan dana talangan (qard) kepada importir
untuk pelunasan pembayaran barang impor.
3). Akad Murabahah
dengan ketentuan:
Bank bertindak selaku pembeli yang mewakilkan kepada
importir untuk melakukan transaksi dengan eksportir.
Pengurusan dokumen dan pembayaran dilakukan oleh bank
saat dokumen diterima (at sight) dan/atau tangguh sampai
dengan jatuh tempo (usance).
Bank menjual barang secara murabahah kepada importir,
baik dengan pembayaran tunai maupun cicilan.
Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh bank akan
diperhitungkan sebagai harga perolehan barang.
4). Akad Salam/Istisna’ dan
Murabahah
dengan ketentuan:
Bank melakukan akad Salam atau Istishna’
dengan mewakilkan kepada importir untuk
melakukan transaksi tersebut.
Pengurusan dokumen dan pembayaran dilakukan
oleh bank.
Bank menjual barang secara murabahah kepada
importir, baik dengan pembayaran tunai maupun
cicilan.
Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh bank akan
diperhitungkan sebagai harga perolehan barang.
5). Akad Wakalah bil Ujrah dan
Mudarabah
dengan ketentuan:
Nasabah melakukan akad wakalah bil ujrah
kepada bank untuk melakukan pengurusan
dokumen dan pembayaran.
Bank dan importir melakukan akad
Mudharabah, dimana bank bertindak selaku
shahibul mal menyerahkan modal kepada
importir sebesar harga barang yang diimpor6). Akad Musyarakahdengan ketentuan:
Bank dan importir melakukan akad Musyarakah, dimana
keduanya menyertakan modal untuk melakukan kegiatan
impor barang.
7). Akad Alternatif I dan II
Dalam hal pengiriman barang telah terjadi, sedangkan pembayaran belum
dilakukan, akad yang digunakan adalah:
Alternatif I : Wakalah bil Ujrah dan Qard, dengan ketentuan:
Importir tidak memiliki dana cukup pada bank untuk pembayaran harga
barang yang diimpor.
Importir dan Bank melakukan akad Wakalah bil Ujrah untuk
pengurusan dokumen-dokumen transaksi impor.
Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk
nominal, bukan dalam bentuk prosentase.
Bank memberikan dana talangan (qard) kepada nasabah untuk
pelunasan pembayaran barang impor
Dalam hal pengiriman barang telah terjadi, sedangkan
pembayaran belum dilakukan, akad yang digunakan
adalah:
Alternatif II: Wakalah bil Ujrah dan Hawalah, dengan ketentuan:
Importir tidak memiliki dana cukup pada bank untuk pembayaran
harga barang yang diimpor.
Importir dan Bank melakukan akad Wakalah untuk pengurusan
dokumen-dokumen transaksi impor.
Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk
nominal, bukan dalam bentuk prosentase.
Hutang kepada eksportir dialihkan oleh importir menjadi hutang
kepada Bank dengan meminta bank membayar kepada eksportir
senilai barang yang diimpor. (Fatwa DSN, 2003: 218).
Akad Kafalah Bil Ujrah (Nomor: 57/DSN-
MUI/V/2007)
Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan
a. Kafalah adalah akad penjaminan yang
diberikan oleh penanggung (kafil) kepada
pihak ketiga (makful lahu) untuk memenuhi
kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung
(makful‘anhu, ashil);
b. L/C Akad Kafalah Bil Ujrah adalah
penjaminan yang diberikan oleh LKS atas
transaksi perdagangan ekspor impor yang
dilakukan oleh nasabah berdasarkan akad
Kafalah, dan atas jasa penjaminan tersebut
LKS memperoleh fee (ujrah).
Mekanisme L/C Impor Syari’ah
Sebelum menjelaskan proses terbentuknya L/C lebih rinci, berikut ini akan dipaparkan
mengenai pihak-pihak yang terkait dan menjadi pelaku utama dalam transaksi L/C,
yaitu:
1. Applicant
Applicant /pemohon/pembuka L/C adalah pihak yang meminta dan memerintahkan
kepada bank untuk membuka L/C. Dalam perintah kepada bank untuk membuka L/C,
pemohon menyatakan bertanggungjawab untuk membayar dokumen sepanjang semua
persyaratan yang tertera di dalam L/C dipenuhi.
2. Opening/Issuing Bank
Opening/issuing Bank yaitu bank yang membuka L/C untuk kepentingan beneficiary
(penerima L/C). Di dalam L/C dicantumkan persyaratan yang diminta oleh pembuka,
persyaratan mana harus dipenuhi oleh beneficiary (penerima L/C).
3. Advising Bank
Advsing Bank adalah bank yang menerima dan meneruskan L/C kepada beneficiary.
4. Beneficiary
Beneficiary (penerima L/C) adalah penjual/eksportir yang diberi hak untuk menarik
sejumlah uang yang tertera dalam L/C dengan memenuhi semua persyaratan yang
diminta.
Adapun proses terjadi kontrak dengan menggunakan sarana L/C secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:
Eksportir/penjual/beneficiary menandatangani kontrak jual beli (sales contract) dengan
pembeli/importir luar negeri.
Importir/pembeli/account meminta kepada banknya (bank devisa) untuk membuka suatu
L/C untuk dan atas nama eksportir. Dalam hal ini, importir bertindak sebagai opener. Bila
importir sudah memenuhi ketentuan yang berlaku untuk impor seperti keharusan adanya
surat ijin impor, maka bank melakukan kontrak valuta (KV) dengan importir dan
melaksanakan pembukaan L/C atas nama importir. Bank dalam hal ini bertindak sebagai
opening/issuing bank. Pembukaan L//C ini dilakukan melalui salah satu koresponden
bank di luar negeri. Koresponden bank yang bertindak sebagai perantara kedua ini
disebut sebagai advising bank atau notifying bank. Advising bank memberitahukan
kepada eksportir mengenai pembukaan L/C tersebut. Eksportir yang menerima L/C
disebut beneficiary.
Eksportir menghubungi instansi terkait dalam rangka pengiriman/pengapalan barang
dan pengurusan perijinan serta dokumen-dokumen yang diperlukan.
Eksportir menerima konosemen (Bill of Lading) setelah menyerahkan barang ke Carrier.
Eksportir menyerahkan dokumen yang disyaratkan dalam L/C (Wesel, Faktur,
Konosemen/Airway bill, Certificate of Origin, Certificate of Quality, dll) kepada
negotiating bank.
Bank membayar kepada eksportir setelah melakukan pemeriksaan dokumen yang
diserahkan oleh eksportir, bahwa semua persyaratan L/C dipenuhi (tidak ada
discrepancy)
Bank dalam negeri (sebagai negotiating bank) mengirimkan dokumen ke bank pembuka
L/C di luar negeri dan menginstruksikan untuk membayar dan mentransfer pembayaran
kepada bank yang ditunjuk.
Penyelesaian Kewajiban L/C
Perubahan L/C – khususnya L/C impor – dari pelayanan
jasa menjadi produk pembiayaan bank (bank
memberikan pembiayaan kepada nasabah), lebih
dikarenakan ada dua kemungkinan penyelesaian
kewajiban dalam L/C. Hal ini dapat diilustrasikan sebagai
berikut:
Kemungkinan I:
Importir memBayar lunas tepat waktu kepada bank
penerbit
Agunan tambahan dikembalikan kepada pembeli
Proses L/C selesai
Kemungkinan II:
Importir (pembeli) tidak dapat membayar tepat waktu
kepada bank penerbit (jatuh tempo), maka berubah
menjadi pembiayaan bank.
Kalau dilihat dari kedua
kemungkinan penyelesaian kewajiban
dalam L/C tersebut, maka kemungkinan I
merupakan bentuk L/C yang
sesungguhnya, yaitu pelayanan jasa.
Disini bank memberikan jasa kepada
importir dan akan memperoleh fee dari
jasa yang ditawarkan tersebut.
Sedangkan kemungkinan II merupakan
bentuk L/C yang telah berubah menjadi
produk pembiayaan
Manfaat L/C Syariah
Bagi bank manfaat yang dapat diambil adalah sebagai
berikut:
Penerimaan berupa biaya administrasi berupa komisi
yang merupakan Fee Based Income bagi bank;
Pengendapan dana storjam yang merupakan dana
murah bagi bank;
Memberikan pelayanan mudah kepada nasabah,
sehingga nasabah menjadi loyal pada bank.
Sedangkan bagi nasabah, manfaatnya yaitu sebagai
berikut:
Bagi Importir, menghindari adanya kerugian adanya
pembayaran untuk barang yang belum diterima.
Bagi Eksportir, menghindari resiko penipuan yaitu
dengan adanya garansi dari bank untuk pembayaran
barang yang sudah dikirim
Resiko dan Permasalahan Hukum L/C
Syariah
1) Resiko pembiayaan (credit risk) yang disebabkan oleh
ketidakmampuan importir membayar tagihan penyelesaian L/C
dari bank penerbit.
2) Resiko reputasi yang disebabkan oleh ketidakmampuan bank
syariah memenuhi komitmen yang dijanjikan.
3) Aturan tentang L/C syariah yang belum jelas dan lengkap.
4) Bank penerbit mempunyai kemungkinan besar berhubungan
dengan bank konvensional yang berbasis pada bunga.
5) Risiko Pasar, yang disebabkan kesulitan Bank memperoleh
valuta asing yang diperlukan pada waktu pembayaran.
6) Risiko operasional yang disebabkan oleh ketidak handalan
manajemen teknologi informasi.
Kesimpulan
Letter of Credit (L/C) dalam bahasa Indonesia sering disebut
sebagai Surat Kredit Berdokumen. Letter of Credit (L/C) dalam
bank syariah termasuk jasa dan produk pembiayaan, yaitu
“pembiayaan Letter of Credit (L/C) impor atau ekspor syariah”.
L/C impor syariah adalah surat pernyataan akan membayar
kepada eksportir (beneficiary) yang diterbitkan oleh bank
(issuing bank) atas permintaan importir dengan pemenuhan
persyaratan tertentu sesuai dengan prinsip syariah.
Sebagai pelayanan jasa dan produk pembiayaan transaksi jual
beli Perdagangan Internasional, dan dilihat dari proses
terjadinya L/C sendiri, maka akad wakalah bil ujrah dan
murabahah lebih sesuai dengan esensi dari Letter of Credit
(L/C) syariah. Bank syariah dapat menerapkan L/C pada dua
sisi, satu sisi sebagai pelayanan jasa, disisi lain sebagai
pembiayaan jual beli. Dengan kedua akad ini bank syariah bisa
meminimalisir resiko-resiko yang akan merugikan bank
syariah itu sendiri.
Tanya Jawab Session…???
Haerul: Resiko dalam LC impor tidak pada Bank
Syariah??
Siti Khazinah: Skema/ mekanisme LC..?
Nira: ketentuan Jumlah minimal dana importir ?
Jaminan/ Storjam?