latar belakang masalah

10
 Latar Belakang Masalah Perjuangan serikat buruh dalam menolak outsourching sudah dimulai jauh sebelum  pengesahan Undang- Undang No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan atau yang disebut UUK. Selama pertengahan tahun 2000 hingga akhir tahun 2002 ketika UUK(Undang-Undang Ketenagakerjaan) tersebut masih dalam bentuk draft naskah pembahasan DPR, berbagai serikat  buruh bergabung dengan kelompok-kelompok pemerhati perburuhan mnyatakan penolakanya. Aksi- aksi tersebut dilakukan dalam berbagai cara, mulai dengan menggalang aksi bersama sampai dengan melakukan lobi politik ke lembaga pemerintah DPR RI. Penolakan utamanya ditujukan pada isu-isu yan berkaitan dengan longgarnya aturan PHK, pengetatan hak mogok, dan aturan legilasi sistem kerja kontrak outsourching. Penolakan serikat buruh mencapai puncaknya pada aksi demonstrasi nasional pada 23 september 2002 yang menolak pengesahan UUK( kompas, 24 september 2002). Serikat buruh  berhasil bersatu melakuk a koord inasi diberbgaa i daerah secara nasiona serentak menol ak draft UUK ( ber nas, 25 sep tember 2002; kom pas 26 sep tember 2002). Say ang nya , pemeri ntah menabaikan aksi-asksi penolakan tersebut dan berkeras untuk mensahkan UUK pada bulan Maret 2003. Wal au UU sud ah disa hka n, ban yak ser ikat bur uh teta p men yat akan pen ola kan terhadap aturan yang berkaitan dengan sistem kerja outsourching. Melalui pengajuan gugatan hak uji materiil(  judicial review) ke mahkamah konstit ui RI, 33 federasi serikat buruh nasio nal mendalilkan pemberlakuan sistem kerja outsourcing sebagai legislasi negara terhdap praktek ‘per bud aka n mod ern’. Par a pemoho n dal am jud icial rev iew ini men yod ork an pas al 64 -66 Undang –Un dang Ketenag akerjaan sebag ai bentuk pelanggran atas hak konstitusi onal buruh sebagai warga negara Indonesia atas kepastian kerja yang dijamin dalam UUD 1945. Sayang sek ali put usa n Mah kamah Kon stit usi RI No. 01 2/PP U-I /20 03, tan gg al 28 okt obe r 200 4, menolak dalil tersebut diatas dan menyatakan pemberlakuan siste kerja outsourcing tidaklah melanggar hak konstitusi warga negara. Empat tahun pasca pengesahan UUK, hampir semua  perush aan beroperasi diIndonesia saat ini mempe rkerjakan bahkan lebih memilih untuk buruh kontrak dan buruh outsourcing.

Upload: iendy-eldieny

Post on 17-Jul-2015

239 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Latar Belakang Masalah

5/14/2018 Latar Belakang Masalah - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/latar-belakang-masalah-55a930d982278 1/10

Latar Belakang Masalah

Perjuangan serikat buruh dalam menolak outsourching sudah dimulai jauh sebelum

 pengesahan Undang- Undang No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan atau yang disebut

UUK. Selama pertengahan tahun 2000 hingga akhir tahun 2002 ketika UUK(Undang-Undang

Ketenagakerjaan) tersebut masih dalam bentuk draft naskah pembahasan DPR, berbagai serikat

 buruh bergabung dengan kelompok-kelompok pemerhati perburuhan mnyatakan penolakanya.

Aksi- aksi tersebut dilakukan dalam berbagai cara, mulai dengan menggalang aksi bersama

sampai dengan melakukan lobi politik ke lembaga pemerintah DPR RI. Penolakan utamanya

ditujukan pada isu-isu yan berkaitan dengan longgarnya aturan PHK, pengetatan hak mogok,

dan aturan legilasi sistem kerja kontrak outsourching.

Penolakan serikat buruh mencapai puncaknya pada aksi demonstrasi nasional pada 23

september 2002 yang menolak pengesahan UUK( kompas, 24 september 2002). Serikat buruh

 berhasil bersatu melakuka koordinasi diberbgaai daerah secara nasiona serentak menolak draft

UUK( bernas, 25 september 2002; kompas 26 september 2002). Sayangnya, pemerintah

menabaikan aksi-asksi penolakan tersebut dan berkeras untuk mensahkan UUK pada bulan

Maret 2003.

Walau UU sudah disahkan, banyak serikat buruh tetap menyatakan penolakan

terhadap aturan yang berkaitan dengan sistem kerja outsourching. Melalui pengajuan gugatan

hak uji materiil( judicial review) ke mahkamah konstitui RI, 33 federasi serikat buruh nasional

mendalilkan pemberlakuan sistem kerja outsourcing sebagai legislasi negara terhdap praktek 

‘perbudakan modern’. Para pemohon dalam judicial review ini menyodorkan pasal 64-66

Undang –Undang Ketenagakerjaan sebagai bentuk pelanggran atas hak konstitusional buruh

sebagai warga negara Indonesia atas kepastian kerja yang dijamin dalam UUD 1945. Sayang

sekali putusan Mahkamah Konstitusi RI No.012/PPU-I/2003, tanggal 28 oktober 2004,

menolak dalil tersebut diatas dan menyatakan pemberlakuan siste kerja outsourcing tidaklah

melanggar hak konstitusi warga negara. Empat tahun pasca pengesahan UUK, hampir semua

 perushaan beroperasi diIndonesia saat ini memperkerjakan bahkan lebih memilih untuk buruh

kontrak dan buruh outsourcing.

Page 2: Latar Belakang Masalah

5/14/2018 Latar Belakang Masalah - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/latar-belakang-masalah-55a930d982278 2/10

Pemberlakuan sistem kerja outsourcing dalam UUK yang disahkan tahun 2003,

meneruskan kebijakan yang sudah ada, dengan mengeliminir beberapa batasan-batasan yang

 pernah dibuat. Pasal 65 UUK mengadopsi aturn Keputusan Mentri Perdagangan RI No. 135

/KP/VI/1993 tentang pemasukan dan pengeluaran barang ke dan kawasan berikat. Pasal 65

UUK mengatur penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepda perusahaan lain wajib

dibuat dalam perjanjian tertulis dan dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama. Bedanya

adalah pasal 26 UUK tidak memuat detail batasan-batasan sebagaimana yang disebutkan dalam

keputusan mentri perdagangan RI yang berupa: a). Perusahaan pemberi kerja tidak mesti

mengalami kesulitan pengerjaan dalam mencapai target produksi b). Terbetasa pada industri

sektor tertentu c.) batasan waktu pengerjaan d.)hanya boleh dilakukan oleh perusahaan yang

 beroprasi didalam kawasan berikat terbatas dan e). Produknya tidak dipasarkan didalam negri

dan ditujukan untuk pasar ekspor. Dengan demikian, pasal 65 UUK ini memang jauh lebih

longgar dan melepas semua batasan-batasan yang pernah dimuat dalam keputusan mentri

 perdagangan RI tahun 1993 itu.

Undang-Undang Ketenagakerjaan ini mewajibkan dibentuknya perusahaan penyedia

 jasa tenaga kerja. Ini berarti, pembuat UUK mengamini dialihkanya tanggung jawab atas bruh

outsourcing menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia tenaga kerja, dan bukan pada

  perusahaan pemberi kerja tempat dimana si buruh bekerja sehari-hari. Bedanya dengan

keputusan mentri perdagangan tahun 1993 adalah, pasal 66 UUK memperluas kewenangan

dari hanya sebagai perusahaan pelaksana pekerjaan menjadi perushaan penyedia jasa/buruh.

Dengan demikian dapat disimpulkan terjadi perluasan pemaknaan dari sistem kerja outsourcing

yang berlaku di Indonesia saat ini bukan hanya pelaksanaan pekerjaan saja yang dapat

dialihkan pada perushaan lain, tetapi juga dimungkinkan terjadinya pengalihan tenaga kerja.

Apa yang sebelunya hanya berlaku terbatas bagi perusahaan garment didalam

lingkungan kawasan berikat saja, kini oleh UUK diperluas menjadi praktek umum yang dapat

 berlaku bagi perusahaan jenis apapun, diseluruh wilayah Indonesia-tidak harus terbatas dalam

lingkungan kawasan barikat. Juga, apa yang sebelumnya dimengerti hanya sebagai bagian

upaya sesaat untuk manajemen untuk menyiasati kesulitan produksi, kini menjadi sebuah

sistem kerja yang sah dan legal berlaku di Indonesia.

Page 3: Latar Belakang Masalah

5/14/2018 Latar Belakang Masalah - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/latar-belakang-masalah-55a930d982278 3/10

Mungkin jua perlu dicatat bahwa, akibat lemahnya mekanisme pengawasan oleh

  pemerintah, sesungguhnya praktek outsourcing sudah berlangsung jauh sebelum terbitnya

UUK di tahun 2003. Seperti contoh Okamoto(2006) mencatat bahwa sudah sejak 1999,

 perusahaan jasa keamanan milik pemodal asing dari jepang, bekerjasam dengan Yasmar, telah

menjalankan praktek bisnis outsourcing jasa keamanan(satpam profesional) didaerah jakarta.

Juga banyak perusahaan metal model jepang telah mempratekan outsourcing dalam banyak 

  bagian usahanya. Itu sebabnya, dapatlah disimpulkan, UUK sebenanya bukan hanya

memperluas permberlakuan outsourcing, tetapi juga melegalisasikan praktek penyimpangan

hukum tentang sistem kerja outsourcing yang berlangsung.

Tabel Perbandingan Aturan Soal Outsourcing

Keputusan Mentri Dalam Negri

No. 135/KP/VI/1993

Undang – Undang Ketenagakerjaan

No 13/2003

Hanya dapat dilakukan apabila perusahaan

  pengelolahan tidak mengerjakan sebagian

  proses pengolahan sesuai pesanan/ order 

yang diterima: atau kapasitas produkasi

  perusahaan pengolahan tidak dapat

memenuhi volume dan jadwal penyelesaian

 pekerjaan

Tidak ada persyaratan pelaksanaan

Hanya untuk perusaan garmen Tidak ada batasan, berlaku untuk semua

indistri

Hanya untuk perusahaan pemotong(cutting),

 penjahit(sewing), dan pemasangan

label(labeling)

Dilakukan secara terpisah dari kegiatan

utama dan. Tidak boleh untuk keiatan pokok 

atau kegitan yang berhubungan langsung

dengan proses produkasi*(Tidak ada

  penjelasan apa yang dimaksud kegiatan

utama)

Hanya untuk perusahaan di dala kawasan

 berikat

Tidak ada batasan

Jangka waktu pengerjaan 60 hari Tidak ada batasan

Barang hasil produkasi adalah untuk tujuan

ekspor 

Tidak ada batasan

Konsep yang diperkenalkan adalah

“pengerjaan sebagian proses pengolahan atau

memborongkan pelaksanaan pekerjaan

kepada pemborong

Apa yang diatur meiputi “penyerahan

sebagaian pelaksanaan pekerjaan kepda

 perusahaan lain dan juga penyediaan jasa

 perkerja/buruh

Page 4: Latar Belakang Masalah

5/14/2018 Latar Belakang Masalah - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/latar-belakang-masalah-55a930d982278 4/10

Jika merujuk pada tabel diatas, UUK secara tidak langsung memang menyarankan

agar investor, yang meman secara politis diproyeksikan sebagai investor asing, memilih bentuk 

 perushaan pemberi kerja, dengan tingkat tanggung jawab yang paling sangat rendah. Dengan

 berperan hanya sebagai perusahaan pemberi kerja. Investor tidak perlu memiliki pabrikanya

sendiri untuk berprodukasi. Ia juga tidak perlu bertanggung jawab atas para buruh yang

mengerjakan pekerjaanya. Jadi UUK memang memberikan fasilitas yang amat besar bagi

investor untuk beroprasi di Indonesia, dengan menyampingkaan tanggung jawab atas buruh.

Di banyak negara berkembang seperti yang disimpulkan oleh fankel dan kuruvilla

(2002) dalam penelitian mereka atas 4 Negara Asia, persaingan antara perusahaan menjadi

motif utama terjadinya perubahan-perubahan bentuk kerja. Persingan merebut pasar dunia

menuntut perusahaan untuk lebih produktif dan efisien, sehingga mereka melakukan berbagai

strategi manajemen dalam model hubungan kerjanya. Berbagai macam bentuk model kerja baru

sudah berlangsung, misalnya part time employment(pengerah tenaga kerja) dan yang

tercanggih adalah outsourcing. Dengan bentuk bentuk model kera terkini tersebut kepastian

 bekerja menjadi suatu barang langka dan mwah dalam kondisi dunia kerja kini.

Tabel Perbuahan model kerja

Model Kerja Tradisional Model kerja Terkini

Jangka Panjang, kemungkinan sampai usia

 pensiun

Jangka pendek dan rotasi kerja

Pekerjaan tetap Kontrak, casual, Outsourcing

Adanya kepastian bekerja(job security) Yang terpenting dapat bekerja(emplobility

security)

Adanya promosi jabatan Kerja jaringan

Ada deskripsi kerja yang jelas Buruh dituntut dapat melakukan berbagai

 pekerjaan

Untuk konteks Indonsia, perusahaan dunia kerja bukan hanya merupakan akibat dari

 persaingan antara perusahaan, tapi juga sebagai sesuatu yang memang didorong ( dan juga

dilegitimasikan) oleh pemerintah lwat kebijakanya.

Dimulai dari fenomena buruh kontrak lwat peraturan Mentri Tenaga Kerja No. Per-

06/Men/1986 tentang kesepakatan kerja waktu tertentu , kemudian juga pengenalan model

 pekerjaan sub kontrak lewat keputusan Mentri Perdagangan No. 135/KP/VI/1993 tentang

Page 5: Latar Belakang Masalah

5/14/2018 Latar Belakang Masalah - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/latar-belakang-masalah-55a930d982278 5/10

 pemasukan dan pengeluaran barang ke dan kawasan berikat, dan terakhir lewat UUK seperti

yang sudah dijelaskan di atas. Dan atas nama mengatasi tingginya angka pengangguran,

kebijakan pemerintah Indonesia sejak tahun 2003 bersendikan pada penciptaan lapangan

 pekerjaan seluas luasnya, dengan mengurangi perlindungan kepastian pekerjaan yang selama

ini ada(trade off between job security and job opportunies). Penciptaan lapangan kerja itu

ditempuh dengan pelunakan aturan-aturan perburuhan ditiga bidang, yaitu: mengurangi

kenaikan UMR hingga tidak melebihi 4% dan dilakukan dua tahun sekali; PHK dipermudah

 prosedurnya dan uang pesangon diperkecil; dan perluasan kerja kontrak dan outsourcing hingga

dibagian produkasi perusahaan.

 Belasan ribu serikat buruh di seluruh Indonesia

Sekarang ini terdapat diseluruh Indonesia lebih dari sebelas ribu serikat buruh yang

 bernanung di bawah sekitar 70 federasi. Gerakan buruh yang selama 32 tahun dibungkem, telah

  bangkit kembali secara pelan-pelan. Serikatburuh-serikat buruh ini memainkan peran yang

makin lama makin penting dalam perjuangan rakyat menghadapi berbagai persoalan ekonomi

dan sosial bangsa.

Sebagian terbesar dari serikat buruh Indonesia yang bermacam-macam ini merupakan

kekuatan non-pemerintah dan independen , yang memikul tugas untuk membela kepentingan

 para anggotanya untuk berhadapan dengan negara (pemerintah) dan pengusaha dalamnegeri

dan modal asing. Tugas yang demikian itu tidaklah mudah atau ringan, berhubung masih

adanya sikap yang keliru, yang kolot, yang buruh-phobie atau anti-buruh. Memang, tuduhan

yang salah bahwa gerakan buruh adalah alat golongan komunis (atau didalangi PKI, atau

  beraliran kiri) sekarang sudah menjadi barang dagangan yang tidak laku lagi atau tidak 

dipercayai oleh banyak orang, tetapi orang-orang yang sudah terkontaminasi oleh kiri-phobie

atau buruh-phobie juga masih masih ada di berbagai kalangan.

Dalam daftar nama serikatburuh dan federasi buruh Indonesia yang dikeluarkan oleh

 badan PBB ILO (International Labour Organisation) tercermin di situ bahwa serikat buruh atau

federasi buruh Indonesia ini terdiri dari macam-macam aliran atau pandangan politik, agama,

dan juga golongan etnis atau suku. Beraneka ragam serikat buruh ini sudah menyebar di berbagai daerah di seluruh Indonesia.

Page 6: Latar Belakang Masalah

5/14/2018 Latar Belakang Masalah - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/latar-belakang-masalah-55a930d982278 6/10

Para aktivis gerakan buruh Indonesia patut sekali bangga bahwa sekarang di negeri kita

ada kekuatan yang bisa menjadi alat, atau tameng, atau senjata rakyat banyak, yaitu yang

 berupa berbagai macam serikat buruh, yang makin lama memainkan peran yang makin penting.

Dan makin berkembangnya atau makin besarnya gerakan buruh di Indonesia tidak saja penting

  bagi perjuangan membela kepentingan sosial-ekonomi para anggotanya yang berjumlah

 puluhan juta orang ini, melainkan juga penting bagi perjuangan rakyat sebagai keseluruhan.

Dalam model kerja outsourcing buruh merupakan komoditi yang dikebiri hak-hak 

kemanusiaannya. Inilah wajah dari kapitalisme sebagai sebuah sistem yang menggerogoti

tubuh-tubuh buruh dengan harga dan imbalan yang tidak seimbang. Hal ini tentunya sangat

ironis, buruh sebagai tulang punggung produksi tidak mendapatkan upah yang sesuai dengan

kerja yang mereka lakukan. Menurut Lipson dalam Raharjo, “bahwa esensi dari kapitalisme

yaitu sistem upah yang dalam keadaan ini, buruh tidak mempunyai hak pemilikan terhadap

 barang-barang yang dibuatnya; buruh tidak menjual buah dari kerjanya, melainkan kerja itu

sendiri”.

Sistem perburuhan melalui outsourcing dapat dipahami dengan kerangka pemikiran

 besar Karl Marx, yaitu teori nilai surplus untuk melihat mekanisme kerja outsouring dan teori

alienasi untuk melihat kondisi buruh dalam sistem tersebut. Analisis Marx mengenai

keterasingan didalam produksi kapitalis, bertolak pada suatu fakta ekonomi kontemporer 

  bahwa makin maju kapitalisme, akan semakin miskin pula. buruh. Begitu juga dalam

hubungan perburuhan dewasa ini, sifat eksploitatif sistem kapitalis semakin kuat mencengkram

 buruh, dengan berbagai mekanisme perburuhan untuk memberikan surplus bagi produksi

mereka.

Menurut Marx dalam Ritzer, bahwa kerja bukan sebagai sebuah ekspresi dari tujuan,

tidak ada objektivasi. Tetapi buruh bekerja berdasarkan tujuan kapitalis yang menggaji dan

mengupah mereka. Kerja dijadikan sebagai reduksi untuk mencapai tujuan dari kapitalis.

Alienasi memiliki beberapa dimensi, yang akan digunakan dalam melihat model perburuhan

melalui outsourcing.  Pertama,  buruh teralienasi dari aktivitas produktif, dalam pengertian

 bahwa buruh tidak bekerja untuk memenuhi kebutuhan mereka, melainkan mereka bekerjauntuk kapitalis. Kedua, buruh teralienasi dari produk hasil kerja mereka. Buruh tidak memiliki

Page 7: Latar Belakang Masalah

5/14/2018 Latar Belakang Masalah - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/latar-belakang-masalah-55a930d982278 7/10

hak untuk memiliki produk hasil produksi mereka, karena produk tersebut hak milik kapitalis.

 Ketiga,   buruh teralienasi dari sesama pekerja.  Keempat,  buruh tealienasi dari kemanusiaan

mereka sendiri, hal ini dikarenakan kerja tidak lagi menjadi transformasi dan pemenuhan sifat

dasar manusia

Selain dimensi alienasi akan dilihat juga nilai surplus dari mekanisme outsourcing.

 Nilai surplus muncul sebagai akibat dari eksploitasi dan dominasi dari kapitalisme tidak hanya

sekedar distribusi kesejahteraan dan kekuasan yang tidak seimbang. Paksaan tidak dianggap

sebagai kekerasan, malah dianggap sebagai kebutuhan pekerja itu sendiri yang hanya bisa

dipenuhi melalui upah. Nilai surplus merupakan nilai lebih yang dihasilkan oleh buruh dalam

 bekerja. Seorang buruh yang mampu menghasilkan suatu produksi dalam waktu beberapa jam

untuk mencapai targetan pokok, dan sisa waktunya adalah nilai surplus bagi kapitalis untuk 

mendapatkan produk tanpa imbalan ke faktor produksi yaitu buruh. Hak-hak tersebut diambil

alih oleh kapitalis, Marx menyebut rasio antara kerja yang diperlukan dan kerja surplus sebagai

tingkat nilai surplus atau tingkat pemerasan

Dengan demikian sejak dilegalkan keberlakuanya melalui UU Ketenagakerjaa No. 13

tahun 2003 pada bulan agustus 2003, sistem kerja sub kontrak, atau yang lebih dikenal dengan

outsourcing menjadi momok bagi buruh dan serikat buruh di Indonesia. Sistem kerja ini

dikritik sebagai melanggar hak asasi buruh. Pada praktek dilapangan, para buruh outsourcing

dikecualikan dari hak-hak dalam bekerja(rights in work) seperti upah lembur, insentif jabatan

fasilitas kesehatan, dan jaminan sosial ketenagakerjaan. Para buruh outsourcing dianggap

sebagai pelengkap, hanya bekerja jika ada skema ada pekerjaan tambahan dan karenanya tidak 

memiliki jaminan atas keberlangsungan perkerjaanya(job insercurity). Itu sebabnya, para buruh

outsourcing tidak memiliki jaminan akan hak berserikat; majikan dapat dengan mudah

memutuskan kontrak kerjanya apabila dianggap sebagai buruh kelas dua.

Seperti Studi kasus di Kab. Gresik dimana DPRDnya telah menyetujui dan

melegalkan Raperda tentang ketenagakerjaan yang jelas- jelas isi dari Raperda itu sangat

merugikan hak- hak kaum buruh bahkan terbilang cacat karena sama sekali bersumber dan

tidak lebih baik dari pada UU Ketenagakerjaan 2003.

Page 8: Latar Belakang Masalah

5/14/2018 Latar Belakang Masalah - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/latar-belakang-masalah-55a930d982278 8/10

Sebagai bentuk ketidakpuasan terhadap Rancangan peraturan daerah tentang

ketenagakerjaan yang beberapa waktu lalu disetujui oleh DPRD Kabupaten Gresik untuk 

dijadikan Perda kabupaten Gresik, Pekerja / Buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja/

Buruh dan masyarakat Peduli Buruh berencana melakukan aksi unjuk rasa di Depan Gedung

DPRD Kabupaten Gresik yang telah dilakukan pada tanggal 27 juli 2011 dan mereka akan

mengancam akan menggelar aksi serupa jika aksi mereka dianggap angin lalu.

Hal itu terjadi karena buntut dari telah disahkanya Raperda Ketenaga-erjaan oleh

DPRD Gresik satu bulan yang lalu.  Raperda tersebut dianggap tidak menghiraukan aspirasi

buruh, karena belum mengatur secara detail sistem Ketenagakerjaan di Kabupaten Gresik 

terutama tentang Outsourchin, upah minimum kabupaten belum semua dipenuhi. Mereka

menganggap DPRD merumuskan Perda yang tidak  lebih baik dari Undang-undang 

 Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003. Bahkan dalam pembuatan Perda itu DPRD Gresik 

tidak mengadopsi Undang-undang itu sebagai dasar pembuatan rancangan perda

ketenagakerjaan di Kabupaten Gresik. "Paling tidak aturan yang lebih tinggi dijadikan pijakan

dan Perda mengatur yang belum diatur di dalam Undang-undang Ketenagakerjaan. Perda itu

harus dicabut saja atau dibatalkan tuntut para demonstran.Namun respon yang diberikan oleh

salah satu anggota DPRD Chumaidi menyikapi aksi ini ialah, berkata “kalau mau menuntut 

 sebaiknya ya ke gubernur Jatim,". Menurut Otoda sebenernya DPRD lah yang menyusun dan

menyutujui Perda.

Outsourcing merupakan perkembangan dari mekanisme perburuhan di era modern.

Sistem kerja tersebut merupakan penjelmaan dari sifat kapitalisme yaitu ekspansif dan

eksploitatif yang telah menghegemoni negara-nagara berkembang. Model kerja outsourcing

merupakan pencederaan dan pengabaian terhadap hak-hak dasar buruh, oleh pihak kapitalis.

Disyahkannya Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, yang

memperbolehkan model kerja outsourcing, merupakan landasan hukum formal bagi penindasan

dan penghisapan hak-hak buruh. Selain itu sistem tersebut sesungguhnya mirip ”jual beli

manusia” (human trafficking ) yang dilegalisasi oleh negara.

Ada beberapa indikator yang ditemui dalam sistem kerja outsourcing yaitu :  Pertama,

model kerja outsoursing sebagai anak kandung dari kapitalis, sebagai wujud dari pengingkaran

terhadap hak-hak buruh.  Kedua, model kerja tersebut mengabaikan hak-hak buruh, dalam

hubungan, kedudukan, terjadi alienasi dan pengurusan buruh (nilai surplus).  Ketiga, Model

Page 9: Latar Belakang Masalah

5/14/2018 Latar Belakang Masalah - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/latar-belakang-masalah-55a930d982278 9/10

kerja outsourcing obnormal, tidak memanusiakan manusia, mencederai hak azasi manusia

(human right). Dengan berbagai anomali-anomali dari model kerja tersebut, sehingga perlunya

 penguatan organisasi buruh untuk menghadang laju outsourcing dan menjadikan outsourcing

sebagai isu sentral dalam perjuangan hak-hak buruh.

Dari sinilah saya tertarik bagaimana proses politik perjuangan kaum buruh

memperjuangkan aspirsinya dengan menolak rancangan peraturan daerah tahun 2011 kab.

Gresik tentang ketenagakerjaan. Yang isinya tidak mengatur secara rinci tentang

ketenagakerjaan bahkan lebih parah dari UU No.13 Ketenagakerjaan. Sehinggal hal itulah yang

memantik buruh sebagai agen(terorganisasi) bagian dari stuktur yang melakukan usaha-usaha

untuk mempengaruhi agen lainya yaitu DPRD dengan harapan akan dibatalkan atau direvisi

 perda ketenagakerjaan itu sebagai kepentingan kaum buruh.

Berdasarkan latar belakang yang sudah penulis paparkan diatas maka rumusan masalah dalam

karya tulis ini adalah :

1. Bagaimana proses DPRD melegalkan Raperda yang jelas-jelas isinya merugikan kaum

 buruh?

2. bagaimana proses politik perjuangan kaum buruh memperjuangkan aspirsinya dengan

menolak rancangan peraturan daerah tahun 2011 kab. Gresik tentang ketenagakerjaan?

Gerakan serikat buruh Gresik :

Studi kasus gerakan serikat buruh menolak rancangan perda

ketenagakerjaan tahun 2011 Kab. Gresik 

Page 10: Latar Belakang Masalah

5/14/2018 Latar Belakang Masalah - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/latar-belakang-masalah-55a930d982278 10/10

Disusun oleh :

ADE SETIAWAN 070810679

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS AIRLANGGA

2011