lapsus ulkus kornea
DESCRIPTION
Laporan Kasus Ulkus KorneaTRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. MG
Umur : 74 tahun
JenisKelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Makassar / Indonesia
RM : 729236
Agama : Islam
Pekerjaan : Pensiun
Alamat : Jl. Sungai Tallo
Tgl. Pemeriksaan : 13 Oktober 2015
RumahSakit : Poliklinik Mata Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo
ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri pada mata kiri
Anamnesis Terpimpin :
Dialami sejak ± 8 hari yang lalu sebelum diperiksa di poliklinik RSWS
akibat mata terkena ranting pohon. Keluhan disertai mata merah ada, air mata
berlebih ada, gatal-gatal ada, kotoran mata berlebih ada sejak dua minggu yang
lalu.
Riwayat trauma pada mata kiri tahun 2009 saat pasien membersihkan kamar
mandi dengan cairan pembersih dan tidak sengaja cairan itu terpercik ke mata
kirinya. Sejak saat itu mata kiri pasien tidak bisa melihat.
Riwayat HT tidak ada. Riwayat DM tidak ada. Riwayat menggunakan
kacamata tidak ada. Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga tidak ada.
1
TANDA VITAL
Status Generalis : Sakit sedang/ Gizi baik/ Composmentis
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 80x/menit
Pernapasan : 20x/menit
Suhu : 36,8 C
PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI
Gambar klinis mata kiri
1. Inspeksi
PEMERIKSAAN OD OSPalpebra Edema (-) Edema (+)Apparatus lakrimalis Hiperlakrimasi (-) hiperlakrimasi (+)Silia Sekret (-) Sekret (+)
Konjungtiva Hiperemis (-)Hiperemis (+), mixed injection (+)
Kornea JernihKeruh (+) seluruh permukaan
Bilik Mata Depan Normal Sulit dievaluasiIris Coklat, kripte (+) Sulit dievaluasiPupil Bulat, sentral Sulit dievaluasiLensa Jernih Sulit dievaluasi
2
Mekanisme Muskular
Ke segala arah Ke segala arah
2. Palpasi
PEMERIKSAAN OD OSTensi Okuler Tn TnNyeri Tekan (-) (+)Massa Tumor (-) (-)Glandula Preaurikuler Tidak ada pembesaran Tidak ada pembesaran
3. Tonometri
Tidak dilakukan pemeriksaan
4. Visus
- VOD : 6 / 9,6
- VOS : 0
5. Campus visual : Tidak dilakukan pemeriksaan
6. Color sense : Tidak dilakukan pemeriksaan
7. Light sense : Tidak dilakukan pemeriksaan
8. Penyinaran oblik
No Pemeriksaan Oculus Dextra Oculus Sinistra1
2
3
Silia
Konjungtiva
Kornea
Sekret (-)
Hiperemis (-),
Jernih
Sekret (+)
Hiperemis (+), mixed injection (+)
Kornea keruh seluruh permukaan.Fluoresens test (+)
3
4
5
6
7
Bilik Mata Depan
Iris
Pupil
Lensa
Normal
Coklat, kripte (+)
Bulat, sentral, refleks cahaya (+)
Jernih
di seluruh permukaan
Sulit dievaluasi
Sulit dievaluasi
Sulit dievaluasi
Sulit dievaluasi
9. Slit lamp:
- SLOD: Palpebra edema (-), silia sekret (-), konjungtiva hiperemis (-),
mixed injection (+), kornea jernih, BMD normal, iris coklat,
kripte (+), pupil bulat, sentral RC (+), lensa jernih.
- SLOS: Palpebra edema (+), silia sekret (+), konjungtiva hiperemis (+),
mixed injection (+), kornea keruh seluruh permukaan, BMD sulit
dievaluasi, iris sulit dievaluasi, pupil sulit dievaluasi, lensa sulit
dievaluasi.
10. Tes Fluoresensi :
VOD : (-)
VOS : (+)
11. Funduskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan
12. Laboratorium : Tidak dilakukan pemeriksaan
RESUME
Seorang laki-laki, 74 tahun datang ke poli mata RS Wahidin Sudirohusodo
dengan keluhan nyeri pada oculi sinistra yang dialami sejak ± 8 hari yang lalu.
Keluhan disertai mata merah (+), hiperlakrimasi (+), gatal-gatal (+), sekret (+).
4
Riwayat trauma pada oculi sinistra tahun 2009 saat pasien membersihkan kamar
mandi dengan cairan pembersih dan tidak sengaja cairan itu terpercik. Sejak saat
itu pasien tidak dapat melihat pada oculi sinistra.
Riwayat HT (-). Riwayat DM (-). Riwayat menggunakan kacamata (-).
Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga (-).
Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan, inspeksi tampak konjungtiva OS
hiperemis (+) disertai mixed injection (+), pada silia sekret (+), apparatus
lakrimalis hiperlakrimasi (+), kornea keruh (+), BMD & detail lain sulit
dievaluasi. Pada pemeriksaan palpasi didapatkan nyeri tekan (+) pada OS. Pada
pemeriksaan visus didapatkan VOD : 6/9,6 VOS: 0. Pada pemeriksaan tes
flouresens didapatkan (+) pada OS.
Pada pemeriksaan slit lamp didapatkan silia sekret (+), konjungtiva
hiperemis (+), mixed injection (+), fluorescens test (+), kornea keruh, iris & detail
lain sulit dievaluasi.
DIAGNOSIS
OS ulkus kornea suspek jamur
RENCANA TINDAKAN
- Pemeriksaan KOH
- Pemeriksaan kultur bakteri
- Pemeriksaan USG B-scan
TERAPI
Terapi Topikal Terapi oral
Tobro ED 6x1 gtt OS Ketokonazole 200 mg 1x1
LFX 6x1 gtt OS Na Declofenac 1x1 tab
5
PROGNOSIS
1 .Quo ad vitam : Bonam
2. Quo ad sanationem : Dubia et malam
3. Quo ad visam : Dubia et malam
4. Quo ad cosmeticum : Dubia et malam
DISKUSI
Pasien ini didiagnosis dengan OS ulkus kornea berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisis (pemeriksaan oftalmologi), dan pemeriksaan penunjang. Ulkus
kornea merupakan diskontinuasi permukaan normal epitel kornea disebabkan oleh
adanya proses peradangan pada kornea yang diikuti proses infeksi lanjut sehingga
menyebabkan nekrosis pada jaringan kornea. Dari anamnesis, pasien datang
dengan keluhan nyeri pada oculus sinistra. Nyeri pada oculus sinista terjadi
dikarenakan pada kornea terdapat banyak serabut saraf nyeri yang tidak bermyelin
sehingga setiap lesi pada kornea baik superfisial maupun profunda akan
memberikan sensasi nyeri, dan rasa nyeri ini timbul oleh adanya gesekan palpebra
pada kornea. Mata merah didapatkan pada pasien ini dari anamnesis dan
pemeriksaan oftalmologi. Ini terjadi karena adanya proses inflamasi di lapisan
kornea sehingga memicu pembentukan mediator-mediator inflamasi yang
menyebabkan pelebaran pembuluh darah mata. Pada pasien ini juga terjadi
lakrimasi karena yang mempersarafi sama dengan yang mempersarafi kornea
yaitu N.Trigeminus (N.V) cabang I (N. Oftalmika) sehingga apabila terjadi
inflamasi dikornea maka berpengaruh pada apparatus lakirimalis. Fotofobia juga
didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi. Fotofobia terjadi karena
akibat gangguan pembiasan cahaya pada retina tidak pada satu titik dikarenakan
adanya kekeruhan pada kornea (gangguan refraksi yang tidak dikoreksi). Pada
pemeriksaan oftalmologi didapatkan mixed injectio yaitu terdapat injeksi
6
prikorneal dan injeksi konjungtiva. Injeksi perikorneal yang merupakan pelebaran
pembuluh darah perikorneal atau a.siliaris anterior serta injeksi konjungtiva yang
merupakan pelebaran pembuluh darah yang terjadi akibat adanya infeksi. Pada
pemeriksaan visus ditemukan adanya penurunan visus disebabkan oleh adanya
ulkus yang terletak pada seluruh area kornea sehingga menganggu fungsi kornea
sebagai media refrakta dan cahaya sejajar yang masuk ke mata tidak dapat
dibiaskan dengan baik. Pada pemeriksaaan penunjang, tes Fluorescense
didapatkan positif yaitu tampak ulkus berwarna kuning pada seluruh kornea. Ini
menunjukkan terdapat kerusakan pada lapisan stroma kornea yaitu terjadi ulkus
pada kornea.
Berdasarkan temuan-temuan medis yang ditemukan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, dapat didiagnosis sebagai oculus
sinitra ulkus kornea. Pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan
laboratorium yang merangkumi pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan KOH dan
kultur bakteri harus dilakukan untuk menentukan organisme penyebab dari ulkus
kornea.
Untuk manajemen ulkus kornea secara teorinya ditangani secara
pengobatan spesifik (terapi kausatif) dan pengobatan suportif. Pasien ini diberikan
obat topikal berupa C. Tobroson ED 5% 6x1 gtt OS. Tobroson merupakan
golongan aminoglikosida yang bekerja sebagai anti bakteri secara topikal.
Selanjutnya, pasien ini diberikan. Cendo LFX 6x1 gtt OS merupakan obat
antibiotik yang mengandung levofloxacin. Obat ini diberikan karena masih belum
pasti apa penyebabnya. Pengobatan suportif dapat berupa terapi oral (sistemik).
Pada pasien ini diberikan obat anti jamur ketokonazole yang merupakan obat oral
anti jamur. Pasien diberikan Na diclofenac sebagai NSAID untuk mengurangi
keluhan utamanya yaitu rasa nyeri pada mata kiri.
7
8
REFERAT
ULKUS KORNEA
I. PENDAHULUAN
Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea
akibat kematian jaringan kornea. Terbentuknya ulkus pada kornea
mungkin banyak ditemukan oleh adanya kolagenase yang dibentuk oleh
sel epitel baru dan sel radang. Dikenal dua bentuk ulkus pada kornea yaitu
ulkus kornea sentral dan ulkus kornea marginal atau perifer. (1)
Pembentukan parut akibat ulserasi kornea adalah penyebab utama
kebutaan dan gangguan penglihatan di seluruh dunia dan merupakan
penyebab kebutaan nomor dua di Indonesia. Kebanyakan gangguan
penglihatan ini dapat dicegah, namun hanya bila diagnosis penyebabnya
ditetapkan secara dini dan diobati secara memadai. Penyebab ulkus kornea
adalah bakteri, jamur, Acanthamoeba dan herpes simplex. (1,2)
Ulkus kornea biasanya terjadi sesudah terdapatnya trauma yang
merusak epitel kornea. Riwayat trauma bisa saja hanya berupa trauma
kecil seperti abrasi oleh karena benda asing, atau akibat insufisiensi air
mata, malnutrisi, ataupun oleh karena penggunaan lensa kontak.
Peningkatan penggunaan lensa kontak beberapa tahun terakhir
menunjukkan peningkatan yang dramatis terhadap angka kejadian ulkus
kornea, terutama oleh Pseudomonas aeroginosa. Sebagai tambahan,
penggunaan obat kortikosteroid topikal yang mula diperkenalkan dalam
pengobatan penyakit mata menyebabkan kasus ulkus kornea lebih sering
ditemukan. Perjalanan penyakit ulkus kornea dapat progresif, regresi atau
membentuk jaringan parut. (1,2)
9
Ulkus kornea akan memberikan gejala mata merah, sakit mata
ringan hingga berat, fotofobia, penglihatan menurun dan kadang kotor.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan klinis yang baik dibantu
slit lamp. Pemeriksaan laboratorium seperti mikroskopik dan kultur sangat
berguna untuk membantu membuat diagnosis kausa. Pemeriksaan jamur
dilakukan dengan sediaan hapus yang memakai larutan KOH. (1, 3)
II. ANATOMI DAN FISIOLOGI KORNEA
Gambar 4: Anatomi mata (1)
Kornea (latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata,
bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapisan jaringan yang
menutup bola mata sebelah depan. Kornea ini disisipkan ke sklera
dilimbus, lekuk melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skleralis.
Kornea merupakan suatu jaringan yang transparan dan avaskuler yang
memiliki tiga fungsi utama yaitu : (1) sebagai media refraksi cahaya
terutama antara udara dengan lapisan air mata prekornea, (2) transmisi
cahaya dengan minimal distorsi, penghamburan dan absorbsi, (3) sebagai
struktur penyokong dan proteksi bola mata tanpa mengganggu penampilan
optikal.(1,2)
10
Dari anterior ke posterior, kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam: (1,3,4)
a. Lapisan epitel: Lapisan ini tebalnya 55 µm , terdiri atas 5 lapis sel
epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel
polygonal dan sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan
sel muda ini terdorong kedepan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju
kedepan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal
disampingnya dan sel polygonal didepannya melalui desmosom dan
macula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan
glukosa yang merupakan barrier. Sel basal menghasilkan membrane
basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan
menghasilkan erosi rekuren..Epitel berasal dari ektoderm permukaan.
b. Membran Bowman: Lapisan ini terletak dibawah membrana basal epitel
kornea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti
stroma dan berasal dari bagian depan stroma. Ketebalan lapisan sekitar 8-
10 μm. Bila terjadi luka yang mengenai bagian ini maka akan digantikan
dengan jaringan parut kerana lapisan ini tidak mempunyai daya
regenerasi.
c. Jaringan Stroma: Lapisan ini terdiri atas lamel yang merupakan sususnan
kolagen yang sejajar satu dengan yang lainnya, Pada permukaan terlihat
anyaman yang teratur sedang dibagian perifer serat kolagen ini
bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama
yang kadang-kadang sampai 15 bulan.Keratosit merupakan sel stroma
kornea yang merupakan fibroblast terletak diantara serat kolagen stroma.
Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam
perkembangan embrio atau sesudah trauma.jenis kolagen yang dibentuk
adalah tipe II, III dan VI. Transparansi kornea juga ditentukan dengan
menjaga air di stroma sebesar 78%.
d. Membran Descemet: Lapisan ini merupakan membrana aselular dan
merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel dan
11
merupakan membrane basalnya. Lapisan ini bersifat sangat elastis dan
berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40 µm.
e. Endotel: Lapisan ini berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk
heksagonal, besar 20-40 m. Endotel melekat pada membran descemet
melalui hemidosom dan zonula okluden. Sel endotel mempunyai fungsi
transport aktif air dan ion yang menyebabkan stroma menjadi relatif
dehidrasi sehingga terus menjaga kejernihan kornea.
Para ilmuwan telah menemukan sebuah lapisan yang sebelumnya
tidak diketahui pada mata manusia. Lapisan tersebut disebut dua’s layer,
struktur tipis tetapi kuat, ketebalannya hanya 10.15 ± 3.6 mikron, Lapisan
ini berada di belakang kornea, sensitif, jaringan transparan di bagian
paling depan mata yang membantu memfokuskan cahaya yang masuk. (5)
Lapisan ini dinamai penemunya, Harminder Dua, seorang profesor
optalmologi dan ilmu visual Universitas Nottingham. Dua mengatakan
bahwa temuan ini tidak hanya mengubah pengetahuan mengenai anatomi
mata manusia, tetapi juga akan membuat operasi lebih aman dan sederhana
pada pasien dengan cedera di lapisan ini. Dua’s layer menambahkan lima
lapisan kornea sebelumnya.(3)
Gambar 5: Lapisan kornea (3)
12
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf V saraf siliar longus berjalan
suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membrana
Bowman melepaskan selubung Schwannya.
Kornea bersifat avaskuler, mendapat nutrisi secara difus dari
humour aquous dan dari tepi kapiler. Bagian sentral dari kornea menerima
oksigen secara tidak langsung dari udara, melalui oksigen yang larut
dalam lapisan air mata, sedangkan bagian perifer menerima oksigen secara
difus dari pembuluh darah siliaris anterior. (1,2)
Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan
sistem pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan
terjadi edema kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi. (6)
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup
bola mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh
kornea, di mana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea
dilakukan oleh kornea. Transparansi kornea disebabkan oleh strukturnya
yang seragam, avaskularitasnya dan deturgensinya. Secara klinis, kornea
dibagi dalam beberapa zona yang mengelilingi dan menyatu satu dengan
yang lain, seperti pada gambar di bawah ini:(1)
.
Gambar 6: Topografi dari kornea
III. DEFINISI
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat
kematian jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif
13
disertai defek kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang
terjadi dari epitel sampai ke stroma. (4)
IV. EPIDEMIOLOGI
Insidensi ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000
penduduk di Indonesia, sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea
antara lain terjadi karena trauma, pemakaian lensa kontak terutama yang
dipakai hingga keesokan harinya, dan kadang-kadang tidak diketahui
penyebabnya. (4,5)
Penelitian di United Kingdom melaporkan beberapa faktor yang
berkaitan dengan meningkatnya resiko terjadinya invasi pada kornea;
penggunaan lensa kontak yang lama, laki-laki, merokok dan akhir musim
sejuk (Maret-Juli). Dari penelitian juga didapatkan insidens terjadinya
ulkus kornea meningkat sehingga 8 kali ganda pada mereka yang tidur
sambil memakai lensa kontak berbanding dengan mereka yang memakai
lensa kontak ketika jaga. (8)
Ulkus kornea dapat mengenai semua umur. Kelompok dengan
prevalensi penyakit yang lebih tinggi adalah mereka dengan faktor resiko.
Kelompok pertama yang berusia di bawah 30 tahun adalah mereka yang
memakai lensa kontak dan/atau dengan trauma okuler, manakala
kelompok kedua yang berusia di atas 50 tahun adalah mereka yang
mungkin menjalani operasi mata. (4,5)
V. ETIOLOGI
Ulkus kornea terjadi akibat organisme yang memproduksi toksin
yang menyebabkan nekrosis dan pembentukan pus di jaringan kornea.
14
Ulkus kornea biasanya terbentuk akibat infeksi oleh bakteri (misalnya
Stafilokokus, Pseudomonas atau Pneumokokus), jamur, virus (misalnya
Herpes) atau Protozoa akantamuba. Pengguna lensa kontak, terutama
mereka yang memakainya waktu tidur, bisa menyebabkan ulkus kornea.
Keratitis herpes simpleks merupakan infeksi viral yang serius. Ia bisa
menyebabkan serangan berulang yang dipicu oleh stres, paparan kepada
sinar matahari, atau keadaan yang menurunkan sistem imun. (5,7)
Keratitis jamur bisa terjadi setelah trauma kornea yang disebabkan
oleh tumbuh-tumbuhan atau pada mereka dengan imunosupresi. Keratitis
acanthamoeba terjadi pada pengguna lensa kontak, terutama pada mereka
yang coba membuat solusi pembersih sendiri. (6,8)
Faktor resiko terjadinya ulkus kornea adalah mata kering, alergi
berat, riwayat kelainan inflamasi, penggunaan lensa kontak,
immunosuppresi, trauma dan infeksi umum.
Penyebab dari ulkus kornea adalah : (4,9,10)
a. Infeksi
Infeksi Jamur: Ulkus kornea akibat jamur, yang pernah banyak
dijumpai pada para pekerja petanian, kini makin banyak
dijumpai di antara penduduk perkotaan, dengan dipakainya
obat kortikosteroid dalam pengobatan mata. Kebanyakan ulkus
jamur disebabkan organisme oportunis seperti Candida,
Fusarium, Aspergillus, Penicillium, Cephalosporium dan lain-
lain. Tidak ada ciri khas yang membedakan macam-macam
ulkus jamur ini. Ulkus fungi ini indolen, dengan infiltrate
kelabu, sering dengan hipopion, peradangan nyata pada bola
mata, ulserasi superficial dan lesi-lesi satelit (umumnya
infiltrate di tempat-tempat yang lebih jauh dari daerah utama
ulserasi). Lesi utama, dan sering juga lesi satelit, merupakan
plak endotel dengan tepian tidak teratur di bawah lesi komea
15
utama, disertai reaksi kamera anterior yang hebat dan abses
kornea. Terdapat juga kongesti siliaris dan konjungtiva yang
nyata, tetapi gejala nyeri, mata berair dan fotofobia biasanya
lebih ringan dibandingkan dengan ulkus kornea akibat bakteri.
Kerokan dari ulkus kornea jamur, kecuali yang disebabkan
Candida, mengandung unsur-unsur hifa; kerokan dari ulkus
Candida umumnya mengandung pseudohifa atau bentuk ragi,
yang menampakkan kuncup-kuncup khas.
Gambar 7. Ulkus kornea akibat jamur(8)
Infeksi bakteri: Bakteri merupakan penyebab paling banyak
ulkus kornea. Organisme yang biasanya terlibat yaitu
Pseudomonas aeroginosa, staphylococcus aureus, S.
epidermidis. Streptococcus pneumoniae, Haemophilus
influenza dan Moraxella catarrhalis. Neiseria species,
Corynebacterium dhiptheriae, K. aegyptus dan Listeria
merupakan agen berbahaya oleh karena dapat berpenetrasi ke
dalam epitel kornea yang intak. Karakteristik klinik ulkus
kornea oleh karena bakteri sulit untuk menentukan jenis bakteri
sebagai penyebabnya, walaupun demikian sekret yang
berwarna kehijauan dan bersifat mukopurulen khas untuk
infeksi oleh karena P aerogenosa. Kebanyakan ulkus kornea
terletak di sentral, namun beberapa terjadi di perifer. Meskipun
16
awalnya superficial, ulkus ini dapat mengenai seluruh kornea
terutama jenis Pseudomonas aeroginosa. Batas yang maju
menampakkan ulserasi aktif dan infiltrasi, sementara batas
yang ditinggalkan mulai sembuh. Biasanya kokus gram positif,
Staphylococcus aureus, S. epidermidis. Streptococcus
pneumonia akan memberikan gambaran tukak yang terbatas,
berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih abu-abu pada
anak tukak yang supuratif, daerah kornea yang terkena yang
tidak terkena akan tetap berwarna jernih dan tidak terlihat
infiltrasi sel radang. Bila tukak disebabkan oleh Pseudomonas
aeroginosa maka tukak akan terlihat melebar secara cepat,
bahan purulen berwarna kuning hijau terlihat melekat pada
permukaan tukak. (4,7,8)
Gambar 8. Ulkus kornea bakteri tanpa hipopion
Infeksi virus: Ulkus kornea lebih sering disebabkan oleh virus
Herpes simpleks, Herpes Zoster, Adenovirus. Virus Herpes
menyebabkan ulkus dendritik, yang bersifat rekuren pada tiap
individu, akibat reaktivasi virus laten di ganglion Gasserian,
serta unilateral. Pada virus Hepes simpleks, biasanya gejala dini
dimulai dengan injeksi siliar yang kuat disertai terdapatnya
suatu dataran sel di permukaan epitel kornea, kemudian
17
keadaan ini disusul dengan bentuk dendritik serta terjadi
penurunan sensitivitas dari kornea. Biasanya juga disertai
dengan pembesaran kelenjar preaurikuler.(4,8,9)
Gambar 9. Tukak kornea disebabkan oleh infeksi Herpes simplex (10)
Infeksi Protozoa: Infeksi dengan Achanthamoeba berkaitan
dengan kebiasaan kebersihan lensa kontak yang buruk
(menggunakan air yang tidak steril), berenang atau berendam
di air panas dengan menggunakan lensa kontak. Organisme ini
menyebabkan peradangan yang serius dan seringkali di salah
diagnosis dengan virus herpes simpleks. Pasien umumnya
mengeluh nyeri. Mulanya berupa keratopati pungtata atau
pseudodendrit. Tanda klasik berupa infiltrat cincin dan
perineural timbul kemudian.
18
Gambar 10: Infiltrat berbentuk ring pada ulkus kornea oleh infeksi Achanthamoeba (6)
b. Non infeksi (4,8)
Penyebab lain adalah abrasi atau benda asing akibat trauma,
penutupan kelopak mata yang tidak cukup, mata yang sangat kering,
defisiensi vitamin A, penyakit alergi mata yang berat atau pelbagai
kelainan inflamasi yang lain.
VI. PATOFISIOLOGI
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui
cahaya, dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih,
sebab susunan sel dan seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah.
Biasan cahaya terutama terjadi di permukaan anterior dari kornea.
Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea, segera mengganggu
pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan
sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang
hebat terutama bila letaknya di daerah pupil. (4,8)
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan
tidak segera datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak
vaskularisasi. Maka badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang
terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru
kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat dilimbus
dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi
dari sel-sel mononuklear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN),
yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak
berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan permukaan tidak
licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea. (4)
19
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi
pada kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa
sakit dan fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan adanya gesekan
palpebra (terutama palbebra superior) pada kornea dan menetap sampai
sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang dapat
menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf
kornea merupakan fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya
dilatasi pada pembuluh iris. (4,6)
Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan
parut. Infiltrat sel leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif.
Ulkus ini menyebar kedua arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus
yang timbul kecil dan superfisial maka akan lebih cepat sembuh dan
daerah infiltrasi ini menjadi bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke
membran Bowman dan sebagian stroma maka akan terbentuk jaringan ikat
baru yang akan menyebabkan terjadinya sikatrik.
Ketika terjadi kerusakan pada epitel kornea yang terjadi oleh
karena adanya suatu agen dari luar yang menyebabkan terjadinya
perubahan menjadi patologi dimana proses terjadinya ulkus kornea dibagi
dalam empat fase, yaitu : infiltrasi, ulserasi aktif, regresi dan pembentukan
sikatrik. (8)
a. Stadium infiltrasi progresif : Stadium ini mempunyai karakter pada
infiltrasinya dimana terdapat polimorfonuklear dan/atau limfosit di dalam
epitel yang berasal dari sirkulasi perifer yang dipacu oleh sel yang berasal
dari batas disekitar stroma ketika jaringan ini juga terkena efeknya.
b. Stadium ulserasi aktif : Ulserasi aktif membuat nekrosis dan penipisan
dari epitel, membrane bowman dan stroma. Dinding yang mengalami
ulserasi aktif membuat lamela menjadi bengkak oleh karena adanya
imbibisi dari cairan dan penumpukan leukosit diantara lapisan tersebut.
c. Stadium regresi : Regresi di induksi oleh mekanisme pertahanan tubuh
alamiah dari tubuh dan pengobatan yang sesuai dengan respon tubuh.
20
Batas dermacation akan tumbuh disekitar ulkus, yang mana mengandung
leukosit dan fagosit serta debris seluler nekrosis. Proses ini dibentuk oleh
vaskularisasi superfisial yang meningkat oleh respon imun dan humoral.
d. Stadium sikatriks : Pada stadium ini proses penyembuhan berlangsung
oleh progresifitas epitel yang akan membentuk penutup permanen. Derajat
parut dari proses penyembuhan bervariasi. Tergantung apabila hanya pada
daerah superfisial dan hanya pada epitel. Ketika ulkus mengenai
membrane Bowman dan sedikt pada lamela stroma superfisial maka akan
menimbulkan terjadinya scar yang disebut dengan nebula, yang terlihat
apabila hanya menggunakan slit lamp, macula (terlihat apabila
menggunakan pen light dengan cara iluminasi obliq), sedangkan leukoma
yang dapat terlihat secara langsung tanpa menggunakan alat.
Gambar 12: Stadium ulkus. (A) infiltrasi progresif
(B) ulserasi aktif, (C) regresi, (D) sikatrik (8)
VII. KLASIFIKASI
Dikenal dua bentuk ulkus pada kornea, yaitu sentral dan perifer.
Ulkus biasanya disebabkan oleh reaksi toksik, alergi, autoimun, dan
infeksi. Beratnya penyakit juga ditentukan oleh keadaan fisik pasien,
21
besar, dan virulensi inokulum. Infeksi biasanya disebabkan oleh bakteri,
jamur, amoeba dan virus. (2,4)
a. Ulkus Kornea Tipe Sentral
Ulkus kornea tipe sentral biasanya merupakan ulkus infeksi
akibat kerusakan pada epitel. Lesi terletak di sentral, jauh dari
limbus vaskuler. Jenis-jenis ulkus kornea tipe sentral adalah ulkus
kornea bakterialis, ulkus kornea jamur, ulkus virus dan ulkus
kornea Achanthamoeba.
Mikroorganisme ini tidak mudah masuk ke dalam kornea
dengan epitel yang sehat. Terdapat faktor predisposisi untuk
terjadinya ulkus kornea seperti erosi pada kornea, keratitis
neurotrofik, pemakaian kortikosteroid atau imunosupresif,
pemakaian obat anestetika lokal, pemakaian Idoxyuridine (IDU),
pasien diabetes melitus dan ketuaan.
Hipopion biasanya (tidak selalu menyertai ulkus). Hipopion
adalah penggumpalan sel-sel radang yang tampak sebagai lapisan
pucat di bagian bawah kamera anterior dan khas untuk ulkus
kornea bakteri dan jamur. Meskipun hipopion itu steril pada ulkus
kornea bakteri, kecuali terjadi robekan pada membrane Descemet,
pada ulkus fungi lesi ini mungkin mengandung unsur fungus.
22
Gambar 16. Ulkus kornea sentral pneumococcal dengan hipopion
b. Ulkus Kornea Tipe Perifer
Kornea perifer memilki karakteristik morfologi dan
imunologi yang berbeda yang memungkinkan terjadinya suatu
reaksi inflamasi. Tidak seperti bagian sentral kornea yang
avaskuler, kornea perifer sangat dekat dengan konjungtiva limbal
sebagai sumber nutrisi melalui kapilernya, sumber sel
imunokompeten seperti makrofag, sel Langerhans, limfosit dan sel
plasma. Beberapa stimulus inflamasi pada kornea perifer yang
disebabkan oleh invasi organisme mikroba (bakteri, virus, jamur,
parasit), deposit imun kompleks (penyakit imun sistemik), trauma,
keganasan, atau kondisi dermatologi yang menghasilkan respon
imun lokal maupun sistemik, mengakibatkan pengerahan neutropil
dan aktivasi komplemen (baik klasik maupun jalur alternatif) pada
jaringan maupun pembuluh darah. Aktivasi komponen komplemen
dapat meningkatkan permeabilitas vaskuler dan menggerakan
faktor kemotaktik untuk neutrofil (C3a, C5a). Neutrofil,
menginfiltrasi kornea perifer dan melepaskan enzim proteolitik dan
kolagenolitik, metabolit oksigen reaktif, dan substansi proinflamasi
(platelet-activating-faktor, leukotrin, prostaglandin), menyebabkan
disolusi dan degradasi stroma kornea. Di samping itu, konjungtiva
limbal yang mengalami inflamasi memproduksi kolagenase yang
memperberat terjadinya degradasi stroma. Penyakit sistemik dapat
menyebabkan deposit kompleks imun terjadi oleh karena enzim
degradatif yang dilepaskan terutama oleh neutrophil. Jenis- jenis
ulkus kornea perifer adalah:
Ulkus Marginal : Kebanyakan ulkus kornea marginal bersifat
jinak namun sangat sakit. Ulkus ini timbul akibat konjungtivitis
bakteri akut atau menahun, khususnya blefarokonjungtivitis
stafilokok dan lebih jarang konjungtivitis Koch-Weeks. Ulkus ini
23
timbul akibat sensitisasi terhadap produk bakteri; antibodi dari
pembuluh limbus bereaksi dengan antigen yang telah berdifusi
melalui epitel kornea. Infiltrat dan ulkus marginal mulai berupa
infiltrat linear atau lonjong, terpisah dari limbus oleh interval
bening, dan hanya pada akhirnya menjadi ulkus dan mengalami
vaskularisasi.Proses ini sembuh sendiri umumnya setelah 7 sampai
10 hari namun yang menyertai blefarokonjungtivitis stafilokok
umumnya kambuh.
Ulkus Mooren : Penyebab ulkus Mooren belum diketahui namun
diduga autoimun. Paling sering terdapat pada usia tua namun tidak
berhubungan dengan penyakit sistemik yang sering diderita orang
tua. Ulkus tidak respon terhadap antibiotik atau kortikosteroid.
Ulkus cincin (Ring Ulcer) : Terlihat injeksi perikorneal sekitar
limbus. Di kornea terdapat ulkus yang berbentuk melingkar
dipinggir kornea, di dalam limbus, bisa dangkal atau dalam,
kadang-kadang timbul perforasi.Ulkus marginal yang banyak
kadang-kadang dapat menjadi satu menyerupai ring ulcer. Perjalan
penyakitnya adalah kronik.
VIII. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis pada pasien dengan ulkus kornea sangat bervariasi,
tergantung dari penyebab dari ulkus itu sendiri. Gejala dari ulkus kornea
yaitu nyeri yang ekstrim oleh karena paparan terhadap nervus, oleh karena
kornea memiliki banyak serabut nyeri, kebanyakan lesi kornea
menimbulkan rasa sakit dan fotopobia. Rasa sakit mi diperhebat oleh
gesekan palpebra (terutama palpebra superior) pada kornea dan menetap
24
sampai sembuh. Karena kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan
membiaskan berkas cahaya, lesi kornea umumnya agak mengaburkan
penglihatan terutama jika letaknya di pusat. Fotopobia pada penyakit
kornea adalah akibat kontraksi iris beradang yang sakit. Dilatasi pembuluh
darah Ms adalah fenomena refleks yang disebabkan iritasi pada ujung
saraf kornea. Fotopobia yang berat pada kebanyakan penyakit kornea,
minimal pada keratitis herpes karena hipestesi terjadi pada penyakit ini,
yang juga merupakan tanda diagnostik berharga. Meskipun berairmata dan
fotopobia umunnya menyertai penyakit kornea, umumnya tidak ada tahi
mata kecuali pada ulkus bakteri purulen.
Tanda penting ulkus kornea yaitu penipisan kornea dengan defek
pada epitel yang nampak pada pewarnaan fluoresein. Biasanya juga
terdapat tanda-tanda uveitis anterior seperti miosis, aqueous flare (protein
pada humor aqueus) dan kemerahan pada mata. Refleks axon berperan
terhadap pembentukan uveitis, stimulasi reseptor nyeri pada kornea
menyebabkan pelepasan mediator inflamasi seperti prostaglandin,
histamine dan asetilkolin. Pemeriksaan terhadap bola mata biasanya
eritema, dan tanda-tanda inflamasi pada kelopak mata dan konjungtiva,
injeksi siliaris biasanya juga ada. Eksudat purulen dapat terlihat pada
sakus konjungtiva dan pada permukaan ulkus, dan infiltrasi stroma dapat
menunjukkan opasitas kornea berwarna krem. Ulkus biasanya berbentuk
bulat atau oval, dengan batas yang tegas. Pemeriksaan dengan slit lamp
dapat ditemukan tanda-tanda iritis dan hipopion.
IX. DIAGNOSIS
Diagnosis ulkus kornea ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang. Keberhasilan penanganan
ulkus kornea tergantung pada ketepatan diagnosis, penyebab infeksi, dan
besarnya kerusakan yang terjadi. Adapun jenis pemeriksaan yang dapat
dilakukan untuk membantu penegakan diagnosis adalah:(4,8,11)
a. Anamnesis
25
Dari riwayat anamnesis, didapatkan adanya gejala subjektif
yang dikeluhkan oleh pasien, dapat berupa mata nyeri, kemerahan,
penglihatan kabur, silau jika melihat cahaya, kelopak terasa berat
atau merasa mengganjal, bintik puith pada kornea , mata berair dan
bisa juga ada kotoran mata berlebih.. Yang juga harus digali ialah
adanya riwayat trauma, kemasukan benda asing, pemakaian lensa
kontak, adanya penyakit vaskulitis atau autoimun, dan penggunaan
kortikosteroid jangka panjang.
b. Pemeriksaan fisis
Pemeriksaan fisis didapatkan gejala objektif berupa adanya
injeksi siliar, kornea edema , hilangnya jaringan kornea dan pada
kasus berat dapat terjadi irtitis disertai dengan hipopion.
Pemeriksaan visus didapatkan adanya penurunan visus pada mata
yang mengalami infeksi oleh karena adanya defek pada kornea
sehingga menghalangi refleksi cahaya yang masuk ke dalam media
refrakta.
Slit lamp seringkali iris, pupil, dan lensa sulit dinilai oleh
karena adanya kekeruhan pada kornea. Selain itu, didapatkan
hiperemis didapatkan oleh karena adanya injeksi konjungtiva
ataupun perikornea.
c. Pemeriksaan penunjang /laboratorium
Tes fluorescein: Cara melakukan tes fluroscein adalah pertama
kertas fluoresein yang dibasahi terlebih dahulu dengan garam
fisiologik diletakkan pada sakus konjungtiva inferior.
Kemudian ,penderita diminta untuk menutup matanya selama 20
detik, beberapa saat kemudian kertas diangkat. Ketiga, dilakukan
irigasi konjugtiva dengan garam fisiologik. Keempat, dilihat
permukaan kornea bila terlihat hijau dengan sinar biru berarti ada
kerusakan epitel kornea misalnya terdapat pada keratitis superfisial
epithelial, ulkus kornea dan erosi kornea. Defek kornea akan
26
terlihat berwarna hijau, akibat pada setiap kornea, maka bagian
tersebut akan bersifat basa dan memberikan warna hijau pada
kornea. Pada keadaan ini disebut uji fluoresein positif.nPada ulkus
kornea, didapatkan hilangnya sebagian permukaan kornea. Untuk
melihat adanya daerah yang defek pada kornea. (warna hijau
menunjukkan daerah yang defek pada kornea, sedangkan warna
biru menunjukkan daerah yang intak).
Pewarnaan gram dan KOH: Untuk menentukan mikroorganisme
penyebab ulkus, oleh jamur.
Kultur: Kadangkala dibutuhkan untuk mengisolasi organisme
kausatif pada beberapa kasus.
X. DIAGNOSIS BANDING
27
Kondisi Infeksi bakteri / jamur Infeksi virus
Sakit Tak ada sampai hebat Rasa benda asing
Fotofobia Bervariasi Sedang
Visus Biasanya menurun mencolok Menurun ringan
Infeksi
okular
Difus Ringan-sedang
Tabel 1: Diagnosis Banding ulkus kornea berdasarkan etiologi(1)
XI. PENATALAKSANAAN
Ulkus kornea merupakan kegawatdaruratan oftalmologik karena
berpotensi menyebabkan penurunan penglihatan permanen dan perforasi
pada mata. Penatalaksanaan disesuaikan dengan organism penyebab. Oleh
karena itu kultur diperlukan untuk mengetahui organism penyebab. Pada
ulkus kornea yang luas, sentral atau yang sukar disembuhkan, yang tidak
mengalami perbaikan setelah terapi medis yang lama, pasien yang malas
memakai obat sesuai anjuran perlu diindikasikan untuk rawat inap. (4)
Oleh karena ulkus biasannya timbul pada orang dengan keadaan
umum yang kurang dari normal, maka keadaan umumnya harus diperbaiki
dengan makanan yang bergizi, udara yang baik, lingkungan yang sehat,
pemberian roboransia yang mengandung vitamin A, vitamin B kompleks
dan vitamin C. Pada ulkus-ulkus yang disebabkan kuman yang virulen,
yang tidak sembuh dengan pengobatan biasa, dapat diberikan vaksin tifoid
0,1 cc atau 10 cc susu steril yang disuntikkan intravena dan hasilnya cukup
baik. Dengan penyuntikan ini suhu badan akan naik, tetapi jangan sampai
melebihi 39,5°C. Akibat kenaikan suhu tubuh ini diharapkan
bertambahnya antibodi dalam badan dan menjadi lekas sembuh. (6,7)
a. Pengobatan umum:
Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera
dihilangkan. Lesi kornea sekecil apa pun harus diperhatikan dan
28
diobati sebaik-baiknya. Konjungtivitis, dakriosistitis harus diobati
dengan baik. Infeksi lokal pada hidung, telinga, tenggorok, gigi
atau tempat lain harus segera dihilangkan. Infeksi pada mata harus
diberikan.(4,5,6,8)
Sikloplegik : Sulfas atropin sebagai salep atau larutan.
Kebanyakan dipakai sulfas atropine karena lama kerjanya 1-2
minggu. Efek kerja sulfas atropine:
- Sedatif, menghilangkan rasa sakit.
- Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.
- Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor
pupil. Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak
mempunyai daya akomodsi sehingga mata dalan keadaan
istirahat. Dengan lumpuhnya M. konstriktor pupil, terjadi
midriasis sehinggga sinekia posterior yang telah ada dapat
dilepas dan mencegah pembentukan sinekia posterior
yang baru.
Skopolamin (anti-muskarinik) sebagai midriatika.
Analgetik
Antibiotik : Diberikan antibiotik yang sesuai dengan
kausanya. Bila penyebabnya belum diketahui dapat diberikan
antibiotik spektrum luas. Biasanya diberi lokal kecuali
keadaan berat. Diberikan dalam bentuk salep, tetes atau
injeksi subkonjungtiva. Pada pengobatan ulkus sebaiknya
tidak diberikan salep mata karena dapat memperlambat
penyembuhan dan juga dapat menimbulkan erosi kornea
kembali.
Verband : Verband tidak seharusnya dilakukan pada lesi
infeksi supuratif karena dapat menghalangi pengaliran sekret
infeksi tersebut dan memberikan media yang baik terhadap
perkembangbiakan kuman penyebabnya. Verband memang
29
diperlukan pada ulkus yang bersih tanpa sekret guna
mengurangi rangsangan.
Irigasi : Sekret yang terbentuk dibersihkan 4 kali sehari.
Debridment : Debridement sangat membantu penyembuhan.
b. Pengobatan khusus: (4,8,11)
Antibiotik : Topical Basitrasin/sefalosporin &
aminoglikosida ditambah dengan subkonjuntiva Metilisin
atau gentamisin tipa 24 jam selam 3 hari. Basil Gram Negatif
diberikan suntikan subkonjungtiva setiap 12 jam selama 3
hari.
Anti jamur : Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat
oleh terbatasnya preparat komersial yang tersedia
berdasarkan jenis keratomitosis yang dihadapi bisa dibagi :
1. Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya
(stadium awal) : topikal amphotericin B ,
Thiomerosal, Natamycin dan golongan Imidazole
2. Jamur berfilamen : topikal amphotericin B,
thiomerosal, Natamicin, Imidazol
3. Yeast : amphotericin B, Natamicin, Imidazol
4. Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan
sulfa, berbagai jenis anti biotik
Bila terapi tidak efektif, dihentikan 24 jam dan
specimen untuk dilakukan kultur.Jika tidak merespon
dengan obat anti-jamur disebabkan infiltrasi kornea
dan ulkus yang meluas dan timbul descemetokele
atau perforasi,maka dilakukan keratoplasti pada
ulkus kornea tersebut.
Anti Viral :Untuk herpes zoster pengobatan bersifat
simtomatik diberikan streroid lokal untuk mengurangi gejala,
sikloplegik, antibiotik spektrum luas untuk infeksi sekunder
30
analgetik bila terdapat indikasi.antivirus topical yang biasa
dipakai adalah idoxuridine, trifluridine ,vidarabin, dan
acyclovir. Umumnya ulkus kornea virussembuh sendiri dan
pembentukan parut minimal.
c. Pembedahan : (4)
Pembedahan dilakukan jika pengobatan tidak sembuh dan ada
jaringan parut yang menganggu penglihatan.
d. Rawat inap:
Pasien dirawat inap jika ulkus sentral, ukuran > 5mm, ancaman
perforasi dan ulkus dengan hipopion.
Untuk menghindari penjalaran ulkus dapat dilakukan : (4)
Kauterisasi
1. Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik,
larutan murni trikloralasetat.
2. Dengan panas (heat cauterisasion) : memakai
elektrokauter atau termophore. Dengan instrumen ini
dengan ujung alatnya yang mengandung panas
disentuhkan pada pinggir ulkus sampai berwarna keputih-
putihan.
Pengerokan epitel yang sakit
Parasentesa dilakukan kalau pengobatan dengan obat-obat tidak
menunjukkan perbaikan dengan maksud mengganti cairan CoA yang lama
dengan yang baru yang banyak mengandung antibodi dengan harapan luka
cepat sembuh. Penutupan ulkus dengan flap konjungtiva, dengan
melepaskan konjungtiva dari sekitar limbus yang kemudian ditarik
menutupi ulkus dengan tujuan memberi perlindungan dan nutrisi pada
ulkus untuk mempercepat penyembuhan. Kalau sudah sembuh flap
konjungtiva ini dapat dilepaskan kembali. Transplantasi kornea atau
keratoplasti dilakukan bila dengan pengobatan tidak sembuh dan terjadi
jaringan parut yang mengganggu penglihatan.
31
Bila seseorang dengan ulkus kornea mengalami perforasi spontan
berikan sulfas atropin, antibiotik dan balut yang kuat. Segera berbaring
dan jangan melakukan gerakan-gerakan. Bila perforasinya disertai prolaps
iris dan terjadinya baru saja, maka dapat dilakukan :
- Iridektomi dari iris yang prolaps
- Iris reposisi
- Kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva
- Beri sulfas atropin, antibiotik dan balut yang kuat
Bila terjadi perforasi dengan prolaps iris yang telah berlangsung
lama, kita obati seperti ulkus biasa tetapi prolas irisnya dibiarkan saja,
sampai akhirnya sembuh menjadi leukoma adherens. Antibiotik diberikan
juga secara sistemik. Tindakan eviserasi pada pasien dengan ulkus kornea
yang sudah terjadi perforasi spontan dengan visus yang tidak bias
dipertahankan lagi. (4,10)
XII. KOMPLIKASI
Ulkus kornea dapat berkomplikasi dengan terjadinya perforasi
kornea dan bisa menyebabkan walaupun jarang. Hal ini dikarenakan
lapisan kornea semakin tipis dibanding dengan normal sehingga dapat
mencetuskan terjadinya peningkatan tekanan intraokuler. Pembentukan
jaringan parut kornea menghasilkan kehilangan penglihatan (buta) parsial
maupun kompleks. Terjadinya neovaskularisasi dan astigmatisme ireguler,
32
penipisan kornea, sinekia anterior, sinekia posterior, glaucoma sekunder
dan katarak juga bisa terjadi. (4,7,9)
XIII. PROGNOSIS
Prognosis dari ulkus kornea tergantung dari cepat lambatnya pasien
mendapat pengobatan, jenis mikroorganisme penyebab, dan adanya
penyulit maupun komplikasi. Ulkus kornea biasanya mengalami perbaikan
tiap hari dan sembuh dengan terapi yang sesuai. Jika penyembuhan tidak
terjadi atau ulkus bertambah berat, diagnosis dan terapi alternatif harus
dipertimbangkan. (3, 4, 10)
DAFTAR PUSTAKA
1. Sidarta I. Tukak Kornea. Dalam Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Kedua.
2002. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta. Hal : 1-10, 159-
66.
2. Riordan-Eva P, Cunningham E, Vaughan D, Asbury T. Vaughan & Asbury's
General Ophthalmology. New York: McGraw-Hill Medical; 2011.
3. John Murphy, More Details on Dua’s Layer of the Cornea. Perhaps discovered
two decades ago, its meaning for primary eye care is unsure; Review of
Optometry, 2013 Dalam :
http://www.reviewofoptometry.com/content/d/web_exclusives/c/41849/
4. Melvin I. Roat, MD, FACS, Corneal Ulcer; MSD Manual Professional
Edition. Dalam:
33
http://www.msdmanuals.com/professional/eye-disorders/corneal-ulcer
5. David A. Palay; Cornea Abnormalities; Primary Care Ophthalmology;
Elsevier Mosby; 2005;111-113
6. Medical Encyclopedia: Corneal Ulcers and Infections. Dalam:
http:/www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001032.htm.
7. Bowling B, Kanski J. Kanski's Clinical Ophthalmology: Elsevier; 2016. hal.
8. Khurana A. Disease of the cornea. In: Khurana A, editor. Comperhensive
ophtalmology. 4 ed. New Delhi: New Age International,. Ltd; 2007.p. 89-96.
9. Lang, G.K. Ophthalmology, A Short Textbook. New York : Thieme Stutgart.
2000.
10. Khaw P, Shah P, Elkington A. ABC of Eyes. London: BMJ Books; 2004.
34