lapsus hematemesis melena

22
1. PENDAHULUAN Hematemesis (muntah darah) dan melena (berak darah kehitaman) merupakan keadaan yang diakibatkan oleh perdarahan saluran cerna bagian atas (upper gastrointestinal tract). Kebanyakan kasus hematemesis adalah keadaan gawat di rumah sakit yang menimbulkan 8%-14% kematian di rumah sakit. Faktor utama yang berperan dalam tingginya angka kematian adalah kegagalan untuk menilai masalah ini sebagai keadaan klinis yang gawat dan kesalahan diagnostik dalam menentukan sumber perdarahan 1 . Di negara barat perdarahan karena tukak peptik menempati urutan terbanyak sedangkan di Indonesia perdarahan karena ruptura varises gastroesofagus merupakan penyebab tersering yaitu sekitar 50% - 60%, gastritis erosifa hemoragika sekitar 25% - 30%, tukak peptik sekitar 10% - 15% dan karena sebab lainnya < 5%. Kecenderungan saat ini menunjukkan bahwa perdarahan yang terjadi karena pemakaian jamu rematik menempati urutan terbanyak sebagai penyebab perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) yang datang ke Unit Gawat Darurat (UGD) RS Hasan Sadikin. Mortalitas secara keseluruhan masih tinggi yaitu sekitar 25%, kematian pada penderita ruptur varises bisa mencapai 60% sedangkan kematian pada perdarahan non varises sekitar 9% - 12%. Angka kematian di berbagai belahan dunia menunjukkan jumlah yang cukup tinggi, terutama di Indonesia yang wajib menjadi perhatian khusus. Berdasarkan hasil penelitian di Jakarta didapati bahwa jumlah kematian akibat perdarahan saluran cerna atas berkisar 26%. Insiden perdarahan SCBA dua kali

Upload: fadlan-adima-adrianta

Post on 23-Dec-2015

66 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

laporan kasus hematemesis melena

TRANSCRIPT

Page 1: Lapsus Hematemesis Melena

1. PENDAHULUAN

Hematemesis (muntah darah) dan melena (berak darah kehitaman) merupakan keadaan

yang diakibatkan oleh perdarahan saluran cerna bagian atas (upper gastrointestinal tract).

Kebanyakan kasus hematemesis adalah keadaan gawat di rumah sakit yang menimbulkan

8%-14% kematian di rumah sakit. Faktor utama yang berperan dalam tingginya angka

kematian adalah kegagalan untuk menilai masalah ini sebagai keadaan klinis yang gawat

dan kesalahan diagnostik dalam menentukan sumber perdarahan1.

Di negara barat perdarahan karena tukak peptik menempati urutan terbanyak

sedangkan di Indonesia perdarahan karena ruptura varises gastroesofagus merupakan

penyebab tersering yaitu sekitar 50% - 60%, gastritis erosifa hemoragika sekitar 25% -

30%, tukak peptik sekitar 10% - 15% dan karena sebab lainnya < 5%. Kecenderungan saat

ini menunjukkan bahwa perdarahan yang terjadi karena pemakaian jamu rematik

menempati urutan terbanyak sebagai penyebab perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas

(SCBA) yang datang ke Unit Gawat Darurat (UGD) RS Hasan Sadikin. Mortalitas secara

keseluruhan masih tinggi yaitu sekitar 25%, kematian pada penderita ruptur varises bisa

mencapai 60% sedangkan kematian pada perdarahan non varises sekitar 9% - 12%. Angka

kematian di berbagai belahan dunia menunjukkan jumlah yang cukup tinggi, terutama di

Indonesia yang wajib menjadi perhatian khusus. Berdasarkan hasil penelitian di Jakarta

didapati bahwa jumlah kematian akibat perdarahan saluran cerna atas berkisar 26%.

Insiden perdarahan SCBA dua kali lebih sering pada pria dari pada wanita dalam seluruh

tingkatan usia; tetapi jumlah angka kematian tetap sama pada kedua jenis kelamin. Angka

kematian meningkat pada usia yang lebih tua(>60 tahun) pada pria dan wanita2.

Pada dasarnya perdarahan pada saluran cerna akan berhenti sendiri, tetapi sebaiknya

setiap perdarahan pada saluran cerna dianggap sebagai suatu keadaan serius yang setiap

saat dapat membahayakan pasien. Setiap pasien dengan perdarahan harus dirawat di rumah

sakit tanpa terkecuali walaupun perdarahan dapat berhenti secara spontan. Hal ini harus

ditanggulangi secara seksama dan optimal untuk mencegah perdarahan lebih banyak, syok

hemoragik dan akibat lain yang berhubungan dengan perdarahan tersebut, termasuk

kematian pasien4.

Page 2: Lapsus Hematemesis Melena

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perdarahan Saluran Cerna Atas

Definisi Perdarahan saluran cerna bagian atas (didefinisikan sebagai perdarahan yang

terjadi di sebelah proksimal ligamentum Treitz pada duodenum distal). Sebagian besar

perdarahan saluran cerna bagian atas terjadi sebagai akibat pecahnya varises esofagus,

penyakit ulkus peptikum (PUD), peptic ulcer disease) (yang disebabkan oleh H. Pylori

atau penggunaan obat-obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS) atau alkohol). Perdarahan

saluran cerna bagian atas dapat bermanifestasi klinis mulai dari yang ringan, misalnya

perdarahan tersamar sampai pada keadaan yang mengancam hidup. Hematemesis adalah

muntah darah segar (merah segar) atau hematin (hitam seperti kopi) yang merupakan

indikasi adanya perdarahan saluran cerna bagian atas atau proksimal ligamentum Treitz.

Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA), terutama dari duodenum dapat pula

bermanifestasi dalam bentuk melena. Hematokezia (darah segar keluar per anum) biasanya

berasal dari perdarahan saluran cerna bagian bawah (kolon). Maroon stools (feses

berwarna merah hati) dapat berasal dari perdarahan kolon bagian proksimal (ileo-caecal).

Upper gastrointestinal tract bleeding (UGI bleeding) atau lebih dikenal perdarahan saluran

cerna bagian atas memiliki prevalensi sekitar 75 % hingga 80 % dari seluruh kasus

perdarahan akut saluran cerna. Insidensinya telah menurun, tetapi angka kematian dari

perdarahan akut saluran cerna, masih berkisar 3 % hingga 10 %, dan belum ada perubahan

selama 50 tahun terakhir2.

Tidak berubahnya angka kematian ini kemungkinan besar berhubungan dengan

bertambahnya usia pasien yang menderita perdarahan saluran cerna serta dengan

meningkatnya kondisi komorbid. Perdarahan karena ruptura varises gastroesofagus

merupakan penyebab tersering yaitu sekitar 50% - 60%, gastritis erosifa hemoragika

sekitar 25% - 30%, gastric ulcer sekitar 10% - 15% dan karena sebab lainnya < 5%3.

2.2 Etiologi

Banyak kemungkinan penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas pada buku The

Merck Manual of Patient Symptoms: 1. Duodenal ulcer (20 – 30 %) 2. Gastric atau

duodenal erosions (20 – 30 %) 3. Varices (15 – 20 %) 4. Gastric ulcer (10 – 20 %) 5.

Mallory – Weiss tear (5 – 10 %) 6. Erosive esophagitis (5 – 10 %) 7. Angioma (5 – 10 %)

8. Arteriovenous malformation (< 5 %) 9. Gastrointestinal stromal tumors2.

2

Page 3: Lapsus Hematemesis Melena

Dalam buku Current Diagnosis and Treatment in Gastroenterology ada beberapa

etiologi yang dapat menimbulkan perdarahan saluran cerna bagian atas beserta tabel hasil

penelitian dari Center for Ulcer Research and Education (CURE):

Tabel 2.1. Etiologi UGIB dari Data Center for Ulcer Research and Education (CURE)

Diagnosis Number of Patients (%)(n=948)

Peptic ulcers 524 (55)

Gastroesophageal varices 131 (14)

Angiomas 54 (6)

Mallory-Weiss tear 45 (5)

Tumors 42 (4)

Erosions 41 (4)

Dieulafoy’s lesion 6 (1)

Other 105 (11)

2.2.1 Gastroesophageal Varices

Esophageal varices dan gastric varices adalah vena collateral yang berkembang

sebagai hasil dari hipertensi sistemik ataupun hipertensi segmental portal. Beberapa

penyebab dari hipertensi portal termasuk prehepatic thrombosis, penyakit hati, dan

penyakit postsinusoidal. Hepatitis B dan C serta penyakit alkoholic liver adalah

penyakit yang paling sering menimbulkan penyakit hipertensi portal intrahepatic di

Amerika Serikat2.

2.2.2 Penyakit-Penyakit Ulcerativa atau Erosive

Penyakit Peptic Ulcer Di Amerika Serikat, PUD (Peptic Ulcer Disease) dijumpai

pada sekitar 4,5 juta orang pada tahun 2011. Kira-kira 10 % dari populasi di Amerika

Serikat memiliki PUD. Dari sebagian besar yang terinfeksi H pylori, prevalensinya

pada orang usia tua 20%. Hanya sekitar 10% dari orang muda memiliki infeksi H

pylori; proporsi orang-orang yang terinfeksi meningkat secara konstan dengan

bertambahnya usia. Secara keseluruhan, insidensi dari duodenal ulcers telah menurun

pada 3-4 dekade terkahir. Walaupun jumlah daripada simple gastric ulcer mengalami

penurunan, insidensi daripada complicated gastric ulcer dan opname tetap stabil,

sebagian dikarenakan penggunaan aspirin pada populasi usia tua. Jumlah pasien

opname karena PUD berkisar 30 pasien per 100,000 kasus. Prevalensi kemunculan

3

Page 4: Lapsus Hematemesis Melena

PUD berpindah dari yang predominant pada pria ke frekuensi yang sama pada kedua

jenis kelamin. Prevalensi berkisar 11-14 % pada pria dan 8-11 % pada wanita.

Sedangkan kaitan dengan usia, jumlah kemunculan ulcer mengalami penurunan pada

pria usia muda, khususnya untuk duodenal ulcer, dan jumlah meningkat pada wanita

usia tua2.

2.2.3 Stress Ulcer

Berdasarkan buku Current Diagnosis and Treatment in Gastroenterology

dikatakan bahwa hingga saat ini masih belum dipahami bagaimana terjadinya stress

ulcer, tetapi banyak dikaitkan dengan hipersekresi daripada asam pada beberapa

pasien, mucosal ischemia, dan alterasi pada mucus gastric5.

2.2.4 Medication-Induced Ulcer

Berbagai macam pengobatan berperan penting dalam perkembangan daripada

penyakit peptic ulcer dan perdarahan saluran cerna bagian atas akut. Paling sering pada

golongan NSAIDs dapat menyebabkan erosi gastroduodenal atau ulcers, khususnya

pada pasien lanjut usia8.

2.2.5 Mallory-Weiss Tear

Mallory- Weiss Tear muncul pada bagian distal esophagus di bagian

gastroesophageal junction. Perdarahan muncul ketika luka sobekan telah melibatkan

esophageal venous atau arterial plexus. Pasien dengan hipertensi portal dapat

meningkatkan resiko daripada perdarahan oleh Mallory-Weiss Tear dibandingkan

dengan pasien hipertensi non-portal. Sekitar 1000 pasien di University of California

Los Angeles datang ke ICU dengan perdarahan saluran cerna bagian atas yang berat,

Mallory-Weiss Tear adalah diagnosis keempat yang menyebabkan perdarahan saluran

cerna bagian atas, terhitung sekitar 5 % dari seluruh kasus2.

2.3 Faktor Resiko

The American Society for Gastrointestinal Endoscopy (ASGE) mengelompokkan

pasien dengan perdarahan saluran cerna bagian atas berdasarkan usia dan kaitan antara

kelompok usia dengan resiko kematian. ASGE menemukan angka mortalitas untuk

3.3% pada pasien usia 21-31 tahun, untuk 10.1% pada pasien berusia 41-50 tahun, dan

untuk 14.4% untuk pasien berusia 71- 80 tahun . Menurut organisasi tersebut, ada

4

Page 5: Lapsus Hematemesis Melena

beberapa faktor resiko yang menyebabkan kematian, perdarahan berulang, kebutuhan

akan endoskopi hemostasis ataupun operasi, yaitu: usia lebih dari 60 tahun, faktor

komorbid berat, perdarahan aktif (contoh, hematemesis, darah merah per nasogastric

tube, darah segar per rectum), hipotensi, dan coagulopathy berat Pasien dengan

hemorrhagic shock memiliki angka kematian yang mencapai 30 %6.

2.4 Gejala Klinis

Gejala klinis perdarahan saluran cerna: Ada 3 gejala khas, yaitu: 1) Hematemesis

Muntah darah dan mengindikasikan adanya perdarahan saluran cerna atas, yang

berwarna coklat merah atau “coffee ground”. 2) Hematochezia Keluarnya darah dari

rectum yang diakibatkan perdarahan saluran cerna bagian bawah, tetapi dapat juga

dikarenakan perdarahan saluran cerna bagian atas yang sudah berat. 3) Melena

Kotoran (feses) yang berwarna gelap yang dikarenakan kotoran bercampur asam

lambung; biasanya mengindikasikan perdarahan saluran cerna bagian atas, atau

perdarahan daripada usus-usus ataupun colon bagian kanan dapat juga menjadi sumber

lainnya. Disertai gejala anemia, yaitu: pusing, syncope, angina atau dyspnea.

Studi meta-analysis mendokumentasikan insidensi dari gejala klinis SCAB akut

sebagai berikut: Hematemesis - 40-50%, Melena - 70-80%, Hematochezia - 15-20%,

Hematochezia disertai melena - 90-98%, Syncope - 14.4%, Presyncope - 43.2%,

Dyspepsia - 18%, Nyeri epigastric - 41%, Heartburn - 21%, Diffuse nyeri abdominal -

10%, Dysphagia - 5%, Berat badan turun - 12%, dan Jaundice - 5.2%7.

2.5 Diagnosis

Riwayat penyakit sekarang dapat digali bagaimana kronologi awal terjadinya

perdarahan dan kejadian yang berlangsung setelahnya, apakah darah keluar lewat

muntah atau berupa feces berwarna hitam dan kondisi terakhir pasien. Riwayat

penyakit dahulu perlu ditanyakan untuk mencari penyakit dasar, misalnya gejala nyeri

epigastrik yang kronik, penyakit jantung, penyakit paru, penyakit ginjal, penyakit hati

dan kanker. Selain itu riwayat pemakaian obat-obatan juga perlu ditanyakan. Riwayat

konsumsi alkohol dapat berhubungan dengan gastritis erosif atau sirosis hepatis2.

Riwayat muntah yang kuat sebelum hematemesis dapat berhubungan dengan

sindrom Mallory-Weiss. Bila varises esofagus pecah dan berdarah perlahan, pasien

dapat merasakan darah berkumpul naik ke dalam kerongkongan dan sebenarnya tidak

5

Page 6: Lapsus Hematemesis Melena

dimuntahkan. Tanda-tanda fisik bila dicuriga akibat penyakit hati seperti sirosis hepatis

dapat ditemukan ikterus, spider nevi, eritema palmaris, gynecomastia dan asites2.

Diagnosis dapat dibuat berdasarkan inspeksi muntahan pasien atau pemasangan

selang nasogastric (NGT, nasogastric tube) dan deteksi darah yang jelas terlihat; cairan

bercampur darah, atau “ampas kopi”’ Namun, aspirat perdarahan telah berhenti,

intermiten, atau tidak dapat dideteksi akibat spasme pilorik. Pada semua pasien

dengan perdarahan saluran gastrointestinal (GIT) perlu dimasukkan pipa nasogastrik

dengan melakukan aspirasi isi lambung. Hal ini terutama penting apabila perdarahan

tidak jelas. Tujuan dari tindakan ini adalah: 1. Menentukan tempat perdarahan. 2.

Memperkirakan jumlah perdarahan dan apakah perdarahan telah berhenti.

Angiography dapat digunakan untuk mendiagnosa dan menatalaksana perdarahan

berat, khususnya ketika penyebab perdarahan tidak dapat ditentukan dengan

menggunakan endoskopi atas maupun bawah. Conventional radiographic imaging

biasanya tidak terlalu dibutuhkan pada pasien dengan perdarahan saluran cerna tetapi

adakalanya dapat memberikan beberapa informasi penting. Misalnya pada CT scan;

CT Scan dapat mengidentifikasi adanya lesi massa, seperti tumor intra-abdominal

ataupun abnormalitas pada usus yang mungkin dapat menjadi sumber perdarahan2.

2.6 Tata Laksana

2.6.1 Tata Laksana Non Farmakologi

Resusitasi harus dilakukan jika pasien mengalami perdarahan gastrointestinal yang

berat. Cairan salin normal dapat segera diberikan untuk menggantikan volume

intravaskular yang hilang. Pemberian oksigen bermanfaat untuk memaksimalkan

kapasitas darah membawa O2. Pemberian transfusi darah bergantung pada usia pasien,

adanya penyakit kardiopulmoner penyerta dan derajat perdarahan2,4.

Pasien dengan perdarahan aktif memerlukan konsultasi emergensi untuk

esofagogastroduodenoskopi (EGD). Pasien tanpa perdarahan aktif dapat dipantau,

diobservasi, dan mungkin dijadwalkan untuk EGD. Intervensi selama EGD meliputi

injeksi epinefrin submukosa, skleroterapi, dan ligase pita. Jika tindakan ini gagal

menghentikan perdarahan, angiografi dengan embolisasi atau pembedahan mungkin

diperlukan. Untuk pasien yang diduga mengalami perdarahan varises, tata laksana

medis dapat diberikan sambil menunggu tindakan definitif. Oktreotid dapat digunakan

untuk menurunkan tekanan vena porta, dan pipa Sengstaken-Blakmore dapat dipasang

6

Page 7: Lapsus Hematemesis Melena

sebagai tindakan sementara untuk bertahan. Intervensi lainnya yang dapat digunakan

adalah intervensi radiologis dan tindakan bedah2,4.

2.6.1 Tata Laksana Farmakologis

Penggunaan obat-obatan antifibrinolitik misalnya asam tranexamat cukup rasional

karena tingginya kandungan enzim-enzim fibrinolitik pada traktus digestif.

Penggunaan asam tranexamat pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal dapat

menurunkan kejadian perdarahan ulang sebesar 20-30%, tindakan operatif sebesar 30-

40% dan tingkat mortalitas sebesar 40%4.

Pada perdarahan varises esofagus, vasopresin, somatostatin dan octreotide

merupakan obat-obatan yang bermanfaat menurunkan aliran darah splanknik.

Vasopresin diberikan dengan dosis 10 unit/jam bersamaan dengan nitrogliserin untuk

mencegah insufisiensi koroner. Somatostatin dan analognya octreotide mempunyai

efek terapi yang lebih baik dari vasopresin. Somatostain diberikan dengan dosis awal

250 mcg secara bolus dan dilanjutkan per infus 250 mcg selama 12 – 24 jam atau

hingga perdarahan berhenti. Octreotide diberikan secara bolus 100 mcg dan dilanjutkan

dengan infus 25 mcg/jam selama 8-24 jam atau hingga perdarahan berhenti5.

Obat anti sekresi asam yang bermanfaat untuk mencegah perdarahan ulang karena

gastric ulcer adalah golongan PPI (omeprazol, lansoprazol, pantoprazol). Pemberian

omeprazol diawali dengan bolus 80 mg dilanjutkan dengan infus 80 mg/jam selama 72

jam dan per oral 20 mg/hari selama 8 minggu. Pemberian Pantoprazol diawali dengan

bolus 40 mg dilanjutkan dengan infus 8 mg/jam selama 48-72 jam. Antasida, sukralfat

dan antagonis reseptor H2 dapat diberikan untuk tujuan penyembuhan mukosa lesi

perdarahan. Pemberian vitamin K pada pasien dengan penyakit hati kronis dengan

perdarahan saluran cerna bagian atas diperbolehkan dengan pertimbangan tidak

merugikan dan relatif murah.

Salah satu yang dikhawatirkan pada pasien dengan sirosis hepatis yang terjadi

perdarahan pada esofagus adalah terjadinya koma hepatik akibat pencernaan darah

pasien di dalam kolon sehingga diberikan neomisin untuk mensterilisasi usus agar

bakteri yang mencerna darah mati, selain itu juga dapat diberikan laksan agar darah

yang ada di dalam saluran cerna dapat dikeluarkan dengan cepat2,5.

2.7 Komplikasi

Syok, koma hepatik, kematian2.

7

Page 8: Lapsus Hematemesis Melena

2.8 Prognosis

Tingkat mortalitas perdarahan akibat varises saat perawatan awal setidaknya

mencapai 30% dan risiko perdarahan ulang mencapai 50-70%. Indikator prognosis

yang dapat digunakan pada perdarahan saluran cerna bagian atas adalah warna aspirat

NGT dan warna feces2.

8

Page 9: Lapsus Hematemesis Melena

3. DATA PASIEN

3.1 Identitas

Nama: Tn. S

Umur: 72 tahun

Agama: Islam

Suku: Madura

Pekerjaan: Tidak bekerja

Alamat: Wot Galih

Jenis Kelamin: Laki-laki

Tanggal Masuk: 08-03-2015

3.2 Anamnesis

KU: Lemah

RPS: pasien datang dengan keluhan lemas dan pusing sejak malam sebelum MRS, dan

terus bertambah lemah sampai akhirnya dibawa ke IGD pada jam 02.00 dini hari.

lemah dan pusing sebelumnya akibat pasien buang air besar kehitaman terus menerus

sepanjang malam, tidak diketahui aktifitas sebelumnya yang dilakukan pasien sebelum

buang air besar kehitaman dan belum mendapatkan obat apapun. Pasien juga

mengeluhkan nyeri perut bagian atas sejak malam sebelum MRS.

RPD: riwayat darah tinggi dan kencing manis disangkal, minum obat-obat anti nyeri

disangkal, minum jamu-jamuan disangkal, riwayat sakit kuning disangkal, riwayat

batuk lama disangkal dan riwayat sesak dan bengkak pada tubuh disangkal dan tidak

pernah sakit seperti ini sebelumnya

9

Page 10: Lapsus Hematemesis Melena

RPK: keluarga tidak ada yang punya riwayat sakit seperti ini, riwayat sakit kuning

dikeluarga disangkal

RPSos: pasien dulu merokok, suka minum kopi (3-4x sehari), tinggal serumah dengan

anak-anaknya

3.3 Pemeriksaan Fisik

Kesan umum: Lemah kesadaran: Compos Mentis

Tanda vital: tensi: 160/90 mmHg nadi: 100x/menit suhu: 37 C respirasi 30x/menit

Kepala: anemis -/- ikterus -/- cyanosis -/- dyspneu -/-

Leher: pembesaran KG regional -/-

Dada: simetris, sonor, vesikuler +/+ apex cordis +

Perut: Flat, nyeri tekan kanan bawah

Punggung: nyeri ketok CVA -/- massa -/-

Ekstremitas: aktif +/+ oedema -/-

3.4 Diagnosis

Melena e.c susp. Sirosis Hepatis

3.5 Pemeriksaan Penunjang

DL

3.5 Terapi

Infus Futrolit 1000 ml/24 jam

Injeksi Ranitidin 2x50 mg i.v

Injeksi Asam Tranexamat 3x500 mg i.v

Injeksi Ceftriaxone 2x1 gram i.v

10

Page 11: Lapsus Hematemesis Melena

3.6 Follow Up

Tanggal S O A P Lab/Radiologi

08-03-

2015

Muntah

darah 40

cc, nyeri

perut

TD:110/70

N: 80

t: 36,5

RR: 18

KL:a-i-c-

d-

Tho:sim,

ves, rh -/-

wh -/-

Cor:s1/s2

tunggal

M- G-

Abd:flat,

soefel

Ext

Hangat,

kering,

merah

Hematemesis-

melena ec s.

Sirosis

hepatis

NGT, DC,

Gastric

lavage,

puasa,

metronidazol

inf 3x500

mg,

pantoprazole

inj. 1x40 mg

As.

Tranexamat

inj. 3x250

mg

DL

09-03-

2015

Nyeri

perut,

darah

NGT (-)

TD:

110/70

N:84

t: 36,5

RR: 28

KL:a-i-c-

d-

Tho:sim,

ves, rh -/-

Hematemesis-

melena ec s.

Sirosis

hepatis dd.

Gastric ulcer

Metronidazol

inf 3x500 mg

Pantoprazole

Inj. 1x40 mg

As.

Tranexamat

Inj. 3x500mg

11

Page 12: Lapsus Hematemesis Melena

wh -/-

Cor:s1/s2

tunggal

M- G-

Abd:flat,

soefel,

nyeri

tekan +

Ext

Hangat,

kering,

merah

10-03-

2015

Nyeri

perut,

BAB

hitam 1x

malam

TD:

120/80

N:90

t: 36,8

RR:16

KL:a-i-c-

d-

Tho:sim,

ves, rh -/-

wh -/-

Cor:s1/s2

tunggal

M- G-

Abd:flat,

soefel,

nyeri

tekan +

Ext

Hangat,

kering,

merah

Hematemesis-

melena ec s.

Sirosis

hepatis dd.

Gastric ulcer

Konsul via

telp ke dr.

Zainudin

Sp.PD:

gastric

lavage bila

bersih NGT

di aff

mulai diit

cair

Cefotaxim

3x1 gr

Ketorolac

inj. 3x30 mg

Laktulosa

Syr 3xC I

Albumin 3,5

Pro cek

HbsAg

11-03- NGT (-) TD: Hematemesis- Diit cair HbsAg –

12

Page 13: Lapsus Hematemesis Melena

2015

Nyeri

perut

110/70

N: 72

t: 37

RR: 17

KL:a-i-c-

d-

Tho:sim,

ves, rh -/-

wh -/-

Cor:s1/s2

tunggal

M- G-

Abd:flat,

soefel,

nyeri

tekan +

Ext

Hangat,

kering,

merah

melena ec s.

Gastric ulcer

Tx

dilanjutkan Pro USG Abd

12-03-

2015

Nyeri

erut (-),

makan-

minum

baik

TD:

130/80

N:82

t: 36,5

RR: 18

KL:a-i-c-

d-

Tho:sim,

ves, rh -/-

wh -/-

Cor:s1/s2

tunggal

M- G-

Abd:flat,

Hematemesis-

melena ec s.

Gastric ulcer

Boleh KRS

Tx pulang:

Ranitidin tab

2x1, tablet fe

1x1, vit B

2x1

Kontrol di

poli penyakit

dalam hari

jum’at 20-

03-2015

13

Page 14: Lapsus Hematemesis Melena

soefel,

nyeri

tekan +

Ext

Hangat,

kering,

merah

4. DAFTAR PUSTAKA

1) Davey P, 2006. Hematemesis & Melena: dalam At a Glance Medicine. Jakarta:

Erlangga. Hlm 36-7

14

Page 15: Lapsus Hematemesis Melena

2) EIMED PAPDI, 2012. Kegawatdaruratan Penyakit Dalam. Interna Publishing:

Jakarta. Hal 425-442.

3) Hadi S, 2002. Perdarahan Saluran Makan : dalam Gastroenterologi. Bandung: PT

Alumni. Hlm 281-305.

4) Richter JM, Isselbacher KJ, 1999. Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Harrison. Jakarta:

EGC.Hlm 259-62

5) Adi P, 2006. Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas : Ilmu Penyakit

Dalam Jilid I. Jakarta:FKUI. Hlm 289-97

6) Purwadianto A, Budi S, 2000. Hematemesis & Melena: dalamKedaruratanMedik.

Jakarta: Binarupa Aksara. Hlmm 105-110

7) Astera IWM, Wibawa IDN, 1999. Tata Laksana Perdarahan Saluran Makan

BagianAtas: dalam Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta: EGC. Hlm

53-62.

8) PBPAPDI, 2005. Standar Pelayanan Medik. Jakarta: PBPAPDI. Hlm 272-273

15