lap.praktikum gis
TRANSCRIPT
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pengetahuan spatial/keruangan adalah pengetahuan yang selalu
berhubungan dengan ruang muka bumi. Penyajian dan pengolahan data yang
dilakukan secara manual, kini dapat dilakukan dengan teknologi komputer. Hasil
yang didapat lebih tepat dan cepat. Teknologi komputer yang makin maju juga
memberikan warna baru dalam sajian informasi keruangan.
Peta yang biasanya disajikan dalam dua dimensi, kini dapat disajikan
dalam tiga dimensi atau lebih. Sajian informasi yang dihasilkan oleh teknologi
komputer berupa sajian data keruangan secara digital. Tujuan penyajian data
seperti itu adalah untuk membantu pengguna jasa melakukan analisis berbagai
gejala keruangan secara tepat guna. Karena itu ketepatan hasil merupakan tujuan
utamanya. Tetapi gejala yang terjadi di atas ruang muka bumi amatlah rumit
sehingga perlu disederhanakan. Proses penyederhanaan ini dilakukan dengan
melihat beberapa hal, antara lain kemampuan perangkat dan kesederhanaan
penggunaan perangkat komputer, serta dapat memenuhi tujuan penggunaannya.
Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) yang
selanjutnya akan disebut SIG merupakan sistem informasi berbasis komputer
yang digunakan untuk mengolah dan menyimpan data atau informasi geografis,
sebagian besar data yang akan ditangani dalam SIG merupakan data spasial yaitu
sebuah data yang berorientasi geografis, memiliki sistem koordinat tertentu
sebagai dasar referensinya dan mempunyai dua bagian penting yang membuatnya
berbeda dari data lain, yaitu informasi lokasi (spasial) dan informasi deskriptif
(attribute). Informasi lokasi (spasial), berkaitan dengan suatu koordinat baik
koordinat geografi (lintang dan bujur) dan koordinat XYZ, termasuk diantaranya
informasi datum dan proyeksi. Data tersebut dapat diperoleh dari pengukuran
topografi, batimetri dan masih banyak lagi metode lain yang dapat dilakukan.
2
Tujuan pemanfaatan pokok system informasi geografis adalah untuk
mempermudah mendapatkan informasi berupa data spasial dan data atribut suatu
lokasi atau obyek, pada praktikum ini dilakukan suatu pegukuran batimetri yang
disesuaikan dengan bidang ilmu sipil keairan yang ditekuni, untuk memperoleh
suatu data guna mengetahui berapa kedalaman laut di sekitar Dermaga Untia Desa
Nelayan Kelurahan Untia Kota Makassar yang dijadikan sebagai obyek
pengukuran. Dalam bidang ilmu sipil keairan data yang diperoleh dari pengukuran
batimetri dapat diaplikasikan pada banguan air seperti pelabuhan, dermaga,
anjungan, dll.
.
3
BAB 2
DASAR TEORI
A. Pengertian Sistem Informasi Geografis (SIG)
Sistem Informasi Geografis (bahasa Inggris: Geographic Information
System disingkat GIS) adalah sistem informasi khusus yang mengelola data yang
memiliki informasi spasial (bereferensi keruangan). Atau dalam arti yang lebih
sempit, adalah sistem komputer yang memiliki kemampuan untuk membangun,
menyimpan, mengelola dan menampilkan informasi berefrensi geografis,
misalnya data yang diidentifikasi menurut lokasinya, dalam sebuah database. Para
praktisi juga memasukkan orang yang membangun dan mengoperasikannya dan
data sebagai bagian dari sistem ini.
Teknologi Sistem Informasi Geografis dapat digunakan untuk investigasi
ilmiah, pengelolaan sumber daya, perencanaan pembangunan, kartografi dan
perencanaan rute. Misalnya, SIG bisa membantu perencana untuk secara cepat
menghitung waktu tanggap darurat saat terjadi bencana alam, atau SIG dapat
digunaan untuk mencari lahan basah (wetlands) yang membutuhkan perlindungan
dari polusi.
Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu sistem yang men-capture,
mengecek, mengintegrasikan, memanipulasi, menganalisa, dan menampilkan data
yang secara spatial (keruangan) mereferensikan kepada kondisi bumi. Teknologi
SIG mengintegrasikan operasi-operasi umum database, seperti query dan analisa
statistik, dengan kemampuan visualisasi dan analisa yang unik yang dimiliki oleh
pemetaan. Kemampuan inilah yang membedakan SIG dengan Sistem Informasi
lainnya yang membuatnya menjadi berguna untuk berbagai kalangan untuk
menjelaskan kejadian, merencanakan strategi, dan memprediksi apa yang akan
terjadi. (http://www.gis.com/)
4
B. Sejarah SIG
35000 tahun yang lalu, di dinding gua Lascaux, Perancis, para pemburu
Cro-Magnon menggambar hewan mangsa mereka, dan juga garis yang dipercaya
sebagai rute migrasi hewan-hewan tersebut. Catatan awal ini sejalan dengan dua
elemen struktur pada sistem informasi gegrafis modern sekarang ini, arsip grafis
yang terhubung ke database atribut. Pada tahun 1700-an teknik survey modern
untuk pemetaan topografis diterapkan, termasuk juga versi awal pemetaan tematis,
misalnya untuk keilmuan atau data sensus.
Awal abad ke-20 memperlihatkan pengembangan "litografi foto" dimana
peta dipisahkan menjadi beberapa lapisan (layer). Perkembangan perangkat keras
komputer yang dipacu oleh penelitian senjata nuklir membawa aplikasi pemetaan
menjadi multifungsi pada awal tahun 1960-an.Tahun 1967 merupakan awal
pengembangan SIG yang bisa diterapkan di Ottawa, Ontario oleh Departemen E
nergi, Pertambangan dan Sumber Daya. Dikembangkan oleh Roger Tomlinson,
yang kemudian disebut CGIS (Canadian GIS - SIG Kanada), digunakan untuk
menyimpan, menganalisis dan mengolah data yang dikumpulkan untuk
Inventarisasi Tanah Kanada (CLI - Canadian land Inventory) - sebuah inisiatif
untuk mengetahui kemampuan lahan di wilayah pedesaan Kanada dengan
memetakaan berbagai informasi pada tanah, pertanian, pariwisata, alam bebas,
unggas dan penggunaan tanah pada skala 1:250000. Faktor pemeringkatan
klasifikasi juga diterapkan untuk keperluan analisis.
CGIS merupakan sistem pertama di dunia dan hasil dari perbaikan aplikasi
pemetaan yang memiliki kemampuan timpang susun (overlay), penghitungan,
pendijitalan/pemindaian (digitizing/scanning), mendukung sistem koordinat
national yang membentang di atas benua Amerika , memasukkan garis sebagai arc
yang memiliki topologi dan menyimpan atribut dan informasi lokasional pada
berkas terpisah. Pengembangya, seorang geografer bernama Roger Tomlinson
kemudian disebut "Bapak SIG".
CGIS bertahan sampai tahun 1970-an dan memakan waktu lama untuk
penyempurnaan setelah pengembangan awal, dan tidak bisa bersaing dengan
aplikasi pemetaan komersil yang dikeluarkan beberapa vendor seperti Intergraph.
5
Perkembangan perangkat keras mikro komputer memacu vendor lain seperti
ESRI, CARIS, MapInfo dan berhasil membuat banyak fitur SIG, menggabung
pendekatan generasi pertama pada pemisahan informasi spasial dan atributnya,
dengan pendekatan generasi kedua pada organisasi data atribut menjadi struktur
database. Perkembangan industri pada tahun 1980-an dan 1990-an memacu lagi
pertumbuhan SIG pada workstation UNIX dan komputer pribadi. Pada akhir abad
ke-20, pertumbuhan yang cepat di berbagai sistem dikonsolidasikan dan
distandarisasikan menjadi platform lebih sedikit, dan para pengguna mulai
mengekspor menampilkan data SIG lewat internet, yang membutuhkan standar
pada format data dan transfer.
Indonesia sudah mengadopsi sistem ini sejak Pelita ke-2 ketika LIPI
mengundang UNESCO dalam menyusun "Kebijakan dan Program Pembangunan
Lima Tahun Tahap Kedua (1974-1979)" dalam pembangunan ilmu pengetahuan,
teknologi dan riset.
Jenjang pendidikan SMU/senior high school melalui kurikulum
pendidikan geografi SIG dan penginderaan jauh telah diperkenalkan sejak dini.
Universitas di Indonesia yang membuka program Diploma SIG ini adalah D3
Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi, Fakultas Geografi, Universitas
Gadjah Mada, tahun 1999. Sedangkan jenjang S1 dan S2 telah ada sejak 1991
dalam Jurusan Kartografi dan Penginderaan Jauh, Fakultas Geografi, Universitas
Gadjah Mada. Penekanan pengajaran pada analisis spasial sebagai ciri geografi.
Lulusannya tidak sekedar mengoperasikan software namun mampu menganalisis
dan menjawab persoalan keruangan. Sejauh ini SIG sudah dikembangkan hampir
di semua universitas di Indonesia melalui laboratorium-laboratorium, kelompok
studi/diskusi maupun mata pelajaran. (http://www.gis.com/)
6
C. Pengertian SIG Menurut Para Ahli
SIG adalah sistem informasi yang didasarkan pada kerja komputer yang
memasukkan, mengelola, memanipulasi dan menganalisa data serta memberi
uraian.
SIG merupakan alat yang bermanfaat untuk pengumpulan, penimbunan,
pengambilan kembali data yang diinginkan dan penayangan data keruangan yang
berasal dari kenyataan dunia.
SIG sebagai sistem informasi yang digunakan untuk memasukkan,
menyimpan, memanggil kembali, mengolah, menganalisis dan menghasilkan data
bereferensi geografis atau data geospatial, untuk mendukung pengambilan
keputusan dalam perencanaan dan pengelolaan penggunaan lahan, sumber daya
alam, lingkungan, transportasi, fasilitas kota, dan pelayanan umum lainnya.
SIG sebagai sistem komputer yang digunakan untuk memanipulasi data
geografi. Sistem ini diimplementasikan dengan perangkat keras dan perangkat
lunak komputer yang berfungsi untuk akusisi dan verifikasi data, kompilasi data,
penyimpanan data, perubahan dan pembaharuan data, manajemen dan pertukaran
data, manipulasi data, pemanggilan dan presentasi data serta analisa data
SIG adalah sistem yang dapat mendukung pengambilan keputusan spasial dan
mampu mengintegrasikan deskripsi-deskripsi lokasi dengan karakteristik-
karakteristik fenomena yang ditemukan di lokasi tersebut. SIG yang lengkap
mencakup metodologi dan teknologi yang diperlukan, yaitu data spasial perangkat
keras, perangkat lunak dan struktur organisasi
SIG adalah sistem untuk pengelolaan, penyimpanan, pemrosesan (manipulasi),
analisis dan penayangan data secara spasial terkait dengan muka bumi.
SIG adalah sistem informasi yang mendukung pengorganisasian data,
sehingga dapat diakses dengan menunjuk daerah pada sebuah peta.
7
SIG merupakan sejenis software yang dapat digunakan untuk pemasukan,
penyimpanan, manipulasi, menampilkan, dan keluaran informasi geografis berikut
atribut-atributnya.
SIG adalah sistem berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan,
manipulasi dan menganalisis informasi geografi.
Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa SIG merupakan
pengelolaan data geografis yang didasarkan pada kerja komputer (mesin).
(http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Sistem_informasi_geografis&oldid=5461814")
D. Komponen Sistem Informasi Geografis
Komponen-komponen pendukung SIG terdiri dari lima komponen yang
bekerja secara terintegrasi yaitu perangkat keras (hardware), perangkat lunak
(software), data, manusia, dan metode yang dapat diuraikan sebagai berikut:
Gambar 2.1 Komponen SIG
8
1. Perangkat Keras (hardware)
Perangkat keras SIG adalah perangkat-perangkat fisik yang
merupakan bagian dari sistem komputer yang mendukung analisis goegrafi
dan pemetaan. Perangkat keras SIG mempunyai kemampuan untuk
menyajikan citra dengan resolusi dan kecepatan yang tinggi serta
mendukung operasioperasi basis data dengan volume data yang besar
secara cepat. Perangkat keras SIG terdiri dari beberapa bagian untuk
menginput data, mengolah data, dan mencetak hasil proses. Berikut ini
pembagian berdasarkan proses :
Input data: mouse, digitizer, scanner
Olah data: harddisk, processor, RAM, VGA Card
Output data: plotter, printer, screening.
2. Perangkat Lunak (software)
Perangkat lunak SIG adalah program komputer yang dibuat khusus dan
memiliki kemampuan Pengelolaan, penyimpanan, pemrosesan, analisis dan
penayangan data spasial. Ada pun merk perangkat lunak ini cukup beragam,
misalnya Arc/Info, ArcView, ArcGIS, Map Info, TNT Mips (MacOS, Windows,
Unix, Linux tersedia), GRASS, bahkan ada Knoppix GIS dan masih banyak lagi.
Perangkat lunak digunakan untuk melakukan proses menyimpan,
menganalisa, memvisualkan data-data baik data spasial maupun non-spasial.
Perangkat lunak yang harus terdapat dalam komponen software SIG adalah:
Alat untuk memasukkan dan memanipulasi data SIG
Data Base Management System (DBMS)
Alat untuk menganalisa data-data
Alat untuk menampilkan data dan hasil analisa
9
3. Data
Pada prinsipnya terdapat dua jenis data untuk mendukung SIG yaitu :
Data Spasial
Data spasial adalah gambaran nyata suatu wilayah yang terdapat di
permukaan bumi. Umumnya direpresentasikan berupa grafik, peta, gambar
dengan format digital dan disimpan dalam bentuk koordinat x,y (vektor) atau
dalam bentuk image (raster) yang memiliki nilai tertentu.
Data spasial, yang dapat diperoleh dari beberapa sumber antara lain :
a. Peta Analog ; (antara lain peta topografi, peta tanah dan sebagainya) yaitu
peta dalam bentuk cetak. Pada umumnya peta analog dibuat dengan teknik
kartografi, kemungkinan besar memiliki referensi spasial seperti koordinat, skala,
arah mata angin dan sebagainya. Dalam tahapan SIG sebagai keperluan sumber
data, peta analog dikonversi menjadi peta digital dengan cara format raster diubah
menjadi format vektor melalui proses dijitasi sehingga dapat menunjukan
koordinat sebenarnya di permukaan bumi.
b. Data Sistem Penginderaan Jauh ; (antara lain citra satelit, foto-udara dan
sebagainya), merupakan sumber data yang terpenting bagi SIG karena
ketersediaanya secara berkala dan mencakup area tertentu. Dengan adanya
bermacam-macam satelit di ruang angkasa dengan spesifikasinya masing-
masing,kita bias memperoleh berbagai jenis citra satelit untuk beragam tujuan
pemakaian. Data ini biasanya direpresentasikan dalam format raster.
c. Data Hasil Pengukuran Lapangan ; yang dihasilkan berdasarkan teknik
perhitungan tersendiri, pada umumnya data ini merupakan sumber data atribut
contohnya: batas administrasi, batas kepemilikan lahan, batas persil, batas hak
pengusahaan hutan dan lain-lain.
d. Data GPS (Global Positioning System) ; Teknologi GPS memberikan terobosan
penting dalam menyediakan data bagi SIG. Keakuratan pengukuran GPS semakin
tinggi dengan berkembangnya teknologi. Data ini biasanya direpresentasikan
dalam format vektor. Pembahasan mengenai GPS akan diterangkan selanjutnya.
10
Data Non Spasial (Atribut)
Data non spasial adalah data berbentuk tabel dimana tabel tersebut berisi
informasi- informasi yang dimiliki oleh obyek dalam data spasial. Data tersebut
berbentuk data tabular yang saling terintegrasi dengan data spasial yang ada.
4. Manusia
Manusia merupakan inti elemen dari SIG karena manusia adalah perencana dan
pengguna dari SIG. Pengguna SIG mempunyai tingkatan seperti pada sistem
informasi lainnya, dari tingkat spesialis teknis yang mendesain dan mengelola
sistem sampai pada pengguna yang menggunakan SIG untuk membantu
pekerjaannya sehari-hari.
5. Metode
Metode yang digunakan dalam SIG akan berbeda untuk setiap permasalahan. SIG
yang baik tergantung pada aspek desain dan aspek realnya.
Jadi, secara umum komponen GIS seperti berikut:
11
Adapun Subsistem Utama SIG yaitu :
1. Sub-sistem Masukan, Perangkat untuk menyediakan data sampai siap
dimanfaatkan oleh pengguna; yang berupa peralatan pemetaan terestris,
fotogrametri, digitasi, scanner, dsb.
2. Sub-sistem Database, Digitasi peta dasar pada berbagai wilayah/daerah
cakupan dengan berbagai skala telah dan terus dilakukan dalam rangka
membangun sistem database spasial yang mudah diperbaharui dan
digunakan dengan data literal sebagai komponen utamanya
3. Sub-sistem Pengolahan Data, Pengolahan data baik yang berupa vektor
maupun raster dapat dilakukan dengan berbagai software seperti
AUTOCAD, ARC/INFO, ERDAS, MAPINFO, ILWIS.
a. Untuk metode vektor biasanya disebut digitasi sedangkan raster
dikenal dengan metode overlay.
b. Salah satu karakteristik software GIS adalah adanya sistem Layer
(pelapisan) dalam menggabungkan beberapa unsur informasi
(penduduk, tempat tinggal, jalan, persil tanah, dll).
4. Sub-sistem Penyajian Informasi, Dilakukan dengan berbagai media agar
mudah dimanfaatkan oleh pengguna.
Gambar 2.2 Sub-sistem penyajian informasi
12
Secara sederhana format dalam bahasa komputer berarti bentuk dan kode
penyimpanan data yang berbeda antara file satu dengan lainnya. Dalam SIG, data
spasial dapat direpresentasikan dalam dua format, yaitu:
a. Data Vektor ; merupakan bentuk bumi yang direpresentasikan ke dalam
kumpulan garis, area (daerah yang dibatasi oleh garis yang berawal dan berakhir
pada titik yang sama), titik dan nodes (merupakan titik perpotongan antara dua
buah garis). Keuntungan utama dari format data vektor adalah ketepatan dalam
merepresentasikan fitur titik, batasan dan garis lurus. Hal ini sangat berguna untuk
analisa yang membutuhkan ketepatan posisi, misalnya pada basis data batas-batas
kadaster.
b. Data Raster ; adalah data yang dihasilkan dari sistem Penginderaan Jauh.
Pada data raster, obyek geografis direpresentasikan sebagai struktur sel grid yang
disebut dengan pixel (picture element). Pada data raster, resolusi (definisi visual)
tergantung pada ukuran pixel-nya. Dengan kata lain, resolusi pixel
menggambarkan ukuran sebenarnya di permukaan bumi yang diwakili oleh setiap
pixel pada citra. Semakin kecil ukuran permukaan bumi yang direpresentasikan
oleh satu sel, semakin tinggi resolusinya. Data raster sangat baik untuk
merepresentasikan batas-batas yang berubah secara gradual, seperti jenis tanah,
kelembaban tanah, vegetasi, suhu tanah dan sebagainya. Keterbatasan utama dari
data raster adalah besarnya ukuran file; semakin tinggi resolusi grid-nya semakin
besar pula ukuran filenya dan sangat tergantung pada kapasistas perangkat keras
yang tersedia. Masing-masing format data mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Pemilihan format data yang digunakan sangat tergantung pada tujuan penggunaan,
data yang tersedia, volume data yang dihasilkan, ketelitian yang diinginkan, serta
kemudahan dalam analisa. Data vektor relatif lebih ekonomis dalam hal ukuran
file dan presisi dalam lokasi, tetapi sangat sulit untuk digunakan dalam komputasi
matematik. Sedangkan data raster biasanya membutuhkan ruang penyimpanan file
yang lebih besar dan presisi lokasinya lebih rendah, tetapi lebih mudah digunakan
secara matematis.
(http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Sistem_informasi_geografis&oldid=5461814")
13
PETA
Peta merupakan suatu representasi konvensional (miniatur) dari unsur-
unsur (fatures) fisik (alamiah dan buatan manusia) dari sebagian atau
keseluruhan permukaan bumi di atas media bidang datar dengan skala tertentu
Persyaratan geometrik yang harus dipenuhi oleh suatu peta adalah:
Jarak antara titik-titik yang terletak di atas peta harus sesuai dengan jarak
aslinya di permukaan bumi (dengan memperhatikan faktor skala tertentu).
Luas suatu unsur yang direpresentasikan di atas peta harus sesuai dengan
luas sebenarnya (juga dengan mempertimbangkan skalanya).
Sudut atau arah suatu garis yang direpresen-tasikan di atas peta harus
sesuai dengan arah yang sebenarnya (seperti di permukaan bumi).
Bentuk suatu unsur yang direpresentasikan di atas peta harus sesuai
dengan bentuk yang sebenarnya (juga dengan mempertimbangkan faktor
skalanya).
Proyeksi Peta
Proyeksi peta merupakan teknik-teknik yang digunakan untuk
menggambarkan sebagian atau keseluruhan permukaan tiga dimensi yang
secara kasar berbentuk bola ke permukaan datar dua dimensi dengan distorsi
seminimal mungkin. Distorsi dapat dikurangi dengan membagi daerah yang
dipetakan menjadi bagian yang tidak terlalu luas dan menggunakan bidang
datar.
a. Proyeksi UTM (Universal Transverse Mercator)
Proyeksi UTM yaitu terdapatnya garis lintang (Latitude) dan garis
bujur (Longitude). Keuntungan Peta ini adalah menggunakan sistem
koordinat global (seluruh dunia) Seluruh permukaan bumi, dibagi menjadi
60 bagian yang disebut sebagai zone UTM. Setiap zone ini dibatasi oleh
dua meridian sebesar 6° dan memiliki meridian tengah sendiri. Sebagai
contoh, zone 1 dimulai dari 180° BB hingga 174°BB, zone 2 dari 174°BB
hingga 168°BB, terus ke arah timur hingga zone 60 yang dimulai dari
174°BT hingga 180°BT. Batas lintang adalah 80° LS hingga 84° LU.
14
Setiap bagian derajat memiliki lebar 8° yang pembagiannya dimulai dari
80° LS ke arah utara. Bagian derajat dari bawah (LS) dinotasikan dimulai
dari C,D,E,F, hingga X.
Gambar 2.3 Proyeksi UTM
Setiap zone UTM memiliki sistem koordinat sendiri dengan titik nol sejati
pada perpotongan antara meridian sentralnya dengan ekuator. Dan, untuk
menghindari koordinat negatif, meridian tengah diberi nilai awal absis (x) 500.000
meter. Untuk zone yang terletak di bagian selatan ekuator (LS), juga untuk
menghindari koordinat negatif, ekuator diberi nilai awal ordinat (y) 10.000.000
meter. Sedangkan untuk zone yang terletak di bagian utara ekuator, ekuator tetap
memiliki nilai ordinat 0 meter.
Wilayah Indonesia terbagi dalam 9 zone UTM, mulai dari meridian 90°
BT hingga meridian 144° BT dengan batas paralel (lintang) 11° LS hingga 6°LU.
Dengan demikian, wilayah Indonesia dimulai dari zone 46 (meridian sentral 93°
BT) hingga zone 54 (meridian sentral 141° BT).
15
Gambar 2.4 Zone UTM
b. Non-Earth,
Proyeksi Non-Earth ini merupakan proyeksi yang menggunakan koordinat
lokal. Proyeksi ini biasanya digunakan untuk mendigitasi (map info) berupa suatu
denah atau peta tersebut bersifat independen (hanya terdiri 1 lembar peta tersebut)
16
E. Ruang Lingkup Sistem Informasi Geografis (SIG)
Pada dasarnya pada SIG terdapat enam proses yaitu:
1. Input Data
Proses input data digunakan untuk menginputkan data spasial dan data non-
spasial. Data spasial biasanya berupa peta analog. Untuk SIG harus
menggunakan peta digital sehingga peta analog tersebut harus dikonversi ke
dalam bentuk peta digital dengan menggunakan alat digitizer. Selain proses
digitasi dapat juga dilakukan proses overlay dengan melakukan proses
scanning pada peta analog.
2. Manipulasi Data
Tipe data yang diperlukan oleh suatu bagian SIG mungkin perlu
dimanipulasi agar sesuai dengan sistem yang dipergunakan. Oleh karena itu
SIG mampu melakukan fungsi edit baik untuk data spasial maupun non-
spasial.
3. Manajemen Data
Setelah data spasial dimasukkan maka proses selanjutnya adalah pengolahan
data non-spasial. Pengolaha data non-spasial meliputi penggunaan DBMS
untuk menyimpan data yang memiliki ukuran besar.
4. Query dan Analisis
Query adalah proses analisis yang dilakukan secara tabular. Secara
fundamental SIG dapat melakukan dua jenis analisis, yaitu:
Analisis Proximity
Analisis Proximity merupakan analisis geografi yang berbasis pada jarak
antar layer. SIG menggunakan proses buffering (membangun lapisan
pendukung di sekitar layer dalam jarak tertentu) untuk menentukan
dekatnya hubungan antar sifat bagian yang ada.
Analisis Overlay
Overlay merupakan proses penyatuan data dari lapisan layer yang berbeda.
Secara sederhana overlay disebut sebagai operasi visual yang
membutuhkan lebih dari satu layer untuk digabungkan secara fisik.
17
5. Visualisasi
Untuk beberapa tipe operasi geografis, hasil akhir terbaik diwujudkan
dalam peta atau grafik. Peta sangatlah efektif untuk menyimpan dan
memberikan informasi geografis. (http://www.gistutorial.net/)
F. APLIKASI-APLIKASI SIG
Aplikasi-Aplikasi yang dapat ditangani oleh SIG sangat banyak, antara lain:
1. Aplikasi SIG dibidang sumber daya alam (inventarisasi, management dan
kesesuaian lahan untuk pertanian, perkebuanan, kehutananm perencanaan
tataguna lahan, analisis daerah rawan bencana alam dan sebagainya)
2. Aplikasi SIG dibidang perencanaan (perencanaan pemukiman
transmigrasi, perencanaan tataruang wilayah, perencanaan kota,
perencanaanlokasi dan relokasi industri dan sebagainya)
3. Aplikasi SIG dibidang kependudukan (penyusunan data pokok,
penyediaan informasi kependudukan dan sosial ekonomi)
4. Aplikasi SIG dibidang lingkungan berikut pemantauannya (pencemaran
sungai, pencemaran laut, pencemaran danau, evaluasi pengendapan
Lumpur baik di sungai, danau atau pantai, pemodelan pencemaran udara,
limbah berbahaya dan sebagainya).
5. Aplikasi SIG dibidang Utility (inventarisasi dan manajement informasi
jaringan pipa air minum, system infromasi pelanggan air minum,
perencanaan perluasan pipa air minim, demikian juga untuk listrik, gas dan
fasilitas umum lainnya)
6. Aplikasi SIG dibidang pertahanan (manajemen pertanahan, system
informasi pertanahan dan lain sebagainya)
7. Aplikasi SIG dibidang pariwisata (inventarisasi daerah wisata, analisis
potensi untuk pariwisata)
8. Aplikasi SIG dibidang ekonomi, bisnis dan marketing (penentuan lokasi-
lokasi bisnis yang prospektif untuk bank, pasar swalayan/supermarket,
mesin ATM, kantor cabang, outlet , gudang dan sebagainya)
18
9. Aplikasi SIG dibidang telekomunikasi (inventarisasi jaringan
telekomunikasi, system informasi pelanggan, perencanaan pemeliharaan
dan analisis perluasan jaringan komunikasi, inventarisasi jaringan
pelanggan tv kabel dan sebagainya)
10. Aplikasi SIG dibidang transportasi dan perhubungan (inventarisasi
jaringan transportasi, analisis kesesuaian dan penentuan rute-rute
alternative transportasi, analisis rawan kemacetan dan bahaya kecelakaan,
alternative rute jalan tersingkat untuk berbagai kebutuhan dan sebagainya).
(http://gis.dephub.go.id/webmapping/)
G. KEGUNAAN SIG DI BERBAGAI DISIPLIN ILMU
Ada beberapa alasan yang menyebabkan aplikasi- aplikasi SIG menjadi
menarik untuk digunakan diberbagai disiplin ilmu, antara lain:
1. SIG dapat digunakan sebagai alat Bantu (baik sebagai tools maupun
sebagai alat tutorials) utama yang interaktif, menarik dan menantang
dalam usaha untuk meningkatkan pemahaman, pengertian, pembelajaran
dan pendidikan.
2. SIG mengunakan data spasial maupun data atribut secara terintegrasi
sehingga sistemnya dapat menjawab pertanyaan spasial maupun non
spasial dan memiliki kemampuan analisis spasial maupun non spasial.
3. SIG dapat memisahkan dengan tegas antara bentuk presentasi dengan data-
datanya (basis data) sehingga memiliki kemampuan-kemampuan untuk
merubah presentasi dalam berbagai bentuk.
4. SIG memiliki kemampuan untuk menguraikan unsure-unsur yang terdapat
dipermukaan bumi ke dalam beberapa layer atau data spasial. Dengan
layare ini permukaan bumi dapat direkonstruksi kembali atau dimodelkan
dalam bentuk nyata dengan menggunakan data ketinggian berikut layer
thematic yang diperlukan.
5. SIG memiliki kemampuan yang sangat baik dalam menvisualisasikan data
spasial berikut atribut-atributnya. Seperti modifikasi warna, bentuk dan
19
ukuran symbol yang diperlukan untuk mempresentasikan unsure-unsur
permukaan bumi dapat dilakukan dengan mudah.
(http://gis.dephub.go.id/webmapping/)
A. PENGERTIAN BATIMETRI
Bathymetry (dari bahasa Yunani: βαθσς, berarti "kedalaman", dan μετρον,
berarti "ukuran") adalah ilmu yang mempelajari kedalaman di bawah air dan studi
tentang tiga dimensi lantai samudra atau danau. Sebuah peta batimetri umumnya
menampilkan relief lantai atau dataran dengan garis-garis kontur (contour lines)
yang disebut kontur kedalaman (depth contours atau isobath), dan dapat memiliki
informasi tambahan berupa informasi navigasi permukaan. Batimetri merupakan
unsur serapan yang secara sederhana dapat diartikan sebagai kedalaman laut. Dari
Kamus Hidrografi yang dikeluarkan oleh Organisasi Hidrografi Internasional
(International Hydrographic Organization, IHO) tahun 1994, Batimetri adalah
penentuan kedalaman laut dan hasil yang diperoleh dari analisis data kedalaman
merupakan konfigurasi dasar laut.
Awalnya, batimetri mengacu kepada pengukuran kedalaman samudra.
Teknik-teknik awal batimetri menggunakan tali berat terukur atau kabel yang
diturunkan dari sisi kapal. Keterbatasan utama teknik ini adalah hanya dapat
melakukan satu pengukuran dalam satu waktu sehingga dianggap tidak efisien.
Teknik tersebut juga menjadi subjek terhadap pergerakan kapal dan arus. batimetri
sangat diperlukan untuk pengembangan pelabuhan untuk memperkirakan
kedalaman laut sehingga memungkinkan kapal-kapal besar untuk bersandar.
B. PETA BATIMETRI
Peta batimetri dapat diartikan sebagai peta yang menggambarkan bentuk
konfigurasi dasar laut dinyatakan dengan angka-angka kedalaman serta garis-garis
kedalaman. Peta batimetri ini juga dapat divisualisasikan dalam bentuk tampilan
2 dimensi (2D) maupun 3 dimensi (3D). Visualisasi tersebut dapat dilakukan
karena perkembangan teknologi yang semakin hari sangat semakin maju,
sehingga penggunaan komputer untuk melakukan kalkulasi dalam pemetaan
20
menjasi mudah untuk dilakukan. Data batimetri dapat diperoleh dengan
menggunakan teknik interpolasi, untuk pendugaan data kedalaman untuk daerah-
daerah yang tidak terdeteksi, dan merupakan hal mutlak yang harus diperhatikan.
Teknik interpolasi yang sering digunakan adalah teori Universal Kriging dan
teori IRFK (Intrinsic Random Function of Order K). Peta batimetri dalam
aplikasinya memiliki banyak manfaat dalam bidang teknik sipil dan kelautan
antara lain penentuan jalur pelayaran yang aman, perencanaan bangunan pinggir
pantai dan lepas pantai, pendeteksian adanya potensi bencana tsunami di suatu
wilayah, dan pertambangan minyak lepas pantai. Selain itu, peta batimetri
diperlukan untuk mengetahui kondisi morfologi suatu daerah perairan. Karena
kondisi laut yang sangat dinamis, peta batimetri harus selalu di-update dengan
perubahan dan perkembangan kondisi perairan tersebut.
Data yang digunakan untuk membuat peta bathimetrik hari ini biasanya
berasal dari echosounder (sonar) yang dipasang di bawah atau di samping kapal,
“ping” berkas suara ke dasar laut atau dari penginderaan jarak jauh LIDAR atau
sistem LADAR (Olsen, 2007). Jumlah waktu yang dibutuhkan untuk suara atau
cahaya melakukan perjalanan melalui air, memantul dari dasar laut, dan kembali
ke penerima menunjukkan jarak ke dasar laut. Survei LIDAR / LADAR ini
biasanya dilakukan dengan pesawat udara (Airborne).
Sejak awal 1930-an, dan lebih umum dari tahun 1940-an dan seterusnya,
satu kali ping single-beam dirata-ratakan untuk membuat peta. Hari ini,
multibeam echosounder (MBES) dapat digunakan, dengan ratusan beam yang
sangat sempit dan berdekatan diatur seperti kipas sehingga mampu menyapu 90-
170 derajat. Dengan paket array yang rapat dari beam yang sempit memberikan
resolusi angular dan akurasi yang sangat tinggi.
Secara umum lebar sapuan, bergantung pada kedalaman, sehingga
memungkinkan sebuah kapal untuk memetakan dasar laut lebih banyak dalam
waktu yang singkat dibandingkan dengan single-beam echosounder. Pemancaran
ping oleh Beam dilakukan berkali-kali per detik (biasanya 0,1-50 Hz tergantung
pada kedalaman air), sehingga dengan kapal cepat tetap dapat memetakan 100%
tutupan dasar laut. Sensor ketinggian memungkinkan untuk mengkoreksi gerakan
21
kopel (rolling, pitching dan yawing) kapal di permukaan laut, dan gyrocompass
menyediakan informasi yang lebih akurat untuk mengoreksi gerakan yawing
kapal.
Kebanyakan sistem MBES modern mengunakan sistem sensor gerak dan
posisi yang terintegrasi untuk mengukur yawing serta dinamika dan posisi lain.
Global Positioning System (Global Navigation Satellite System/GNSS) digunakan
untuk mengetahui posisi sounding di permukaan bumi. Profil kecepatan suara
(kecepatan suara dalam air sebagai fungsi kedalaman) dari kolom air digunakan
untuk mengkoreksi pembiasan atau “ray-bending” dari gelombang suara karena
karakteristik kolom air yang tidak seragam seperti suhu, konduktivitas, dan
tekanan. Sebuah sistem komputer memproses semua data, mengoreksi untuk
semua faktor di atas serta sudut dari masing-masing beam. Hasil pengukuran
sounding kemudian diproses secara manual, semi-otomatis atau secara otomatis
untuk menghasilkan peta di daerah yang di-sounding.
Sejumlah output yang dihasilkan saat ini, termasuk sub-set pengukuran
asli yang memenuhi beberapa kondisi (misalnya, mungkin paling representatif
soundings, dangkal di suatu daerah, dll) atau terintegrasi dengan Digital Terrain
Model (DTM). Secara historis, Selection Measurement umum dilakukan pada
aplikasi hidrografi sementara konstruksi DTM digunakan untuk survei teknik,
geologi, pemodelan aliran arus, dll. Sejak 2003-2005, DTM lebih diterima dalam
praktek hidrografi.
Satelit juga digunakan untuk mengukur bathimetri. Satelit radar
memetakan topografi laut dalam dengan mendeteksi variasi halus di permukaan
laut yang disebabkan oleh tarikan gravitasi bawah gunung, pegunungan, dan
massa lainnya. Umumnya permukaan laut lebih tinggi di atas gunung an ridge
dibandingkan dengan dataran abyssal dan trench.
Sebagian besar survei jalur pelayaran di Amerika Serikat dilakukan oleh
United States Army Corps of Engineers untuk perairan pedalaman. Sedangkan
National Oceanic and Atmospheric Administration melakukan survey untuk
lautan. Data batimetri pantai tersedia dari NOAA National Geophysical Data
Center (NGDC). Data bathimetri biasanya bereferensi pada datum pasang
22
vertikal. Untuk bathimetri perairan dalam, umumnya digunakan Mean Sea Level
(MSL), namun sebagian besar data yang digunakan untuk membuat peta nautika
(pelayaran) menggunaan referensi Mean Lower Low Water (MLLW) dalam survei
Amerika, dan Lowest Astronomical Tide (LAT) di negara-negara lain. Datum-
datum lain yang digunakan dalam survei, tergantung pada otoritas lokal
(pemerintah) dan pasang surut.
Beberapa pekerjaan atau karier yang berkaitan dengan batimetri adalah
studi tentang lautan, batu-batuan dan mineral di dasar laut, studi tentang gempa
bumi atau gunung berapi bawah laut. Pengukuran dan analisis pengukuran
bathymetri adalah salah satu inti (core area) dari Hidrografi modern, dan
komponen fundamental dalam memastikan keselamatan angkutan barang di
seluruh dunia.
C. BATIMETRI INDONESIA
Batimetri merupakan unsur serapan yang secara sederhana dapat diartikan
sebagai kedalaman laut. Dari Kamus Hidrografi yang dikeluarkan oleh Organisasi
Hidrografi Internasional (International Hydrographic Organization, IHO) tahun
1994, istilah batimetri dalam bahasa aslinya adalah bathymetry memiliki makna
“the determination of ocean depths. The general configuration of sea floor as
determined by profile analysis of depth data―. Batimetri adalah penentuan
kedalaman laut dan hasil yang diperoleh dari analisis data kedalaman merupakan
konfigurasi dasar laut. Istilah batimetri telah menyatu dengan kata “peta―,
mengingat hasil analisis data kedalaman laut dituangkan dalam bentuk peta.
Istilah peta batimetri (bathymetric chart/map) yang dalam bahasa aslinya
disebutkan sebagai “a topographic chart of the bed of a body of water, or a
part of it. Generally, bathymetric maps show depths by contour lines and gradient
tints―.Jadi peta batimetri adalah peta topografi dasar laut yang
merepresentasikan kedalaman laut dan digambarkan dengan garis kontur atau
gradasi warna. Selanjutnya istilah batimetri yang digunakan dalam Atlas ini
berarti peta batimetri yang diilustrasikan dengan peta yang memuat garis kontur
kedalaman laut atau gradien perubahan warna.
23
Gambar 2.5 Peta batimetri yang ditunjukkan dengan garis kontur dan gradasi warna
Kepulauan Indonesia merupakan gugusan pulau yang terdiri dari lima pulau
besar (Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan/Borneo, Sulawesi dan Papua) dan
gugusan pulau Nusatenggara, Maluku serta ribuan pulau kecil tersebar dalam
untaian yang serasi dan indah di sekitar garis lintang nol derajat (khatulistiwa).
Perairan yang terletak di antara pulau-pulau tersebut memiliki kedalaman laut
yang sangat bervariasi. Di sebelah barat Pulau Sumatera dan sebelah selatan Pulau
Jawa terdapat palung (trench) yang merupakan pertemuan lempeng samudera dan
lempeng benua dan memiliki kedalaman laut antara 2500 meter hingga 5000
meter. Perairan di antara Pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan yang terletak pada
paparan Sahul, memiliki kedalaman yang relatif dangkal (kurang dari 500 meter,
bahkan kurang dari 200 meter).
Di Selat Makassar kedalaman bervariasi relatif berubah secara gradual.
Dari pantai timur Kalimantan kedalaman laut bertambah secara perlahan,
sementara di pantai barat Sulawesi kedalaman laut bertambah secara cepat,
sehingga bagian laut yang terdalam dari Selat Makassar (sekitar 2000 meter)
terletak lebih dekat dengan Pulau Sulawesi. Selanjutnya ke arah timur Maluku dan
Papua, termasuk Bali dan Nusatenggara memiliki kondisi batimetri bervariasi
yang sangat mencolok hingga lebih dari 5000 meter. Indonesia memiliki
fenomena yang sangat unik yakni adanya pertemuan tiga lempeng besar (lempeng
Eurasi, Lempeng Indo-Australia, dan lempeng Pasifik) yang bertemu di Laut
Banda. Pada daerah ini dikenal dengan zona tumbukan kompleks (complex
collision zone), sehingga terdapat laut yang sangat dalam berbentuk palung
(trench) dengan kedalaman lebih dari 7000 meter. Lokasi ini terdapat di sebelah
24
tenggara Pulau Banda dan di antara Pulau Seram dan Pulau Yamdena.
Gambar 2.6 Batimetri Laut Banda dengan kedalaman lebih dari 7000 meter.
a. Indonesia Bagian Barat
Penentuan Bagian barat Indonesia di sini bukan berarti pembagian wilayah
secara kaku (rigid) akan tetapi memudahkan untuk dalam menjelaskan mengingat
begitu luasnya cakupan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk
keperluan ini digunakan garis bujur 116° BT. Di wilayah ini terdapat Pulau
Sumatera (termasuk kepulauan Riau dan Bangka Belitung), Jawa dan Kalimantan.
Perairan yang tercakup di Indonesia bagian Barat ini meliputi perairan Laut
Andaman, Selat Malaka, Selat Singapura, Laut Natuna, Selat Bangka, Selat
Gelasa, Selat Karimata, Selat Sunda, Laut Jawa, Selat Bali, Laut Bali dan
Samudera Hindia. Perairan Indonesia bagian barat didominasi dengan adanya
paparan Sahul (Jawa, Sumatera dan Kalimantan) sehingga perairan di antara
pulau-pulau tersebut termasuk perairan dangkal (kurang dari 200 meter).
Sementara di sebelah barat Sumatera dan selatan Jawa terdapat palung yang dalam
dan merupakan pertemuan antara lempeng Indo-Australia dan Eurasia. Kedalaman
palung bervariasi antara 2500 meter hingga 5000 meter.
25
Gambar 2.7 Batimetri Perairan Indonesia bagian Barat
b. Indonesia Bagian Timur
Perairan Indonesia bagian Timur adalah yang terletak dibelah timur garis
bujur 116o BT. Perairan yang tercakup di Indonesia bagian Timur ini meliputi
perairan Laut Sulawesi, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram, Laut Banda,
Laut Aru. Laut Afaruru, Laut Timor, Laut Sawu, Selat Lombok, Selat Makassar,
Selat Ombai, Selat Sumba, Selat Sape, Teluk Tomini, Teluk Bone, Teluk
Cendrawasih, Teluk Berau/Bintuni, dan masih banyak selat dan teluk kecil
lainnya. Indonesia bagian timur terdapat Pulau Sulawesi, Papua serta gugusan
pulau Nusatenggara dan Maluku. Perairan di kawasan ini memiliki variasi yang
sangat beragam dan hampir tidak ditemukan perairan yang dangkal, kecuali di
sebelah barat daya Papua, yakni Laut Aru yang memiliki kedalaman kurang dari
500 meter. Sedangkan di Laut Banda merupakan laut terdalam di Indonesia.
Selanjutnya apabila ditinjau lebih detail kondisi batimetri di sekitar pulau-
pulau besar dan gugusan pulau maka akan dapat terlihat betapa beragamnya
kondisi batimetri yang ada di perairan Indonesia.
26
c. Perairan sekitar Pulau Sumatera.
Pulau Sumatera (termasuk Kepulauan Riau dan Bangka Belitung) adalah
pulau besar yang terletak di bagian barat Indonesia yang terbentang dari 95o BT
hingga sekitar 108o BT dan dari 6
o LU hingga sekitar 6
o LS. Perairan di pantai
barat sebelah utara antara Pulau Sumatera dengan Pulau Simeulue, Pulau Nias,
Kepulauan Mentawai dan Kepulauan Pagai, relatif datar dengan kedalaman
terdalam bervariasi antara 500 hingga 1500 meter. Sementara di pantai barat
Sumatera bagian selatan hingga ujung tenggara dengan Pulau Enggano, kondisi
batimetrinya bervariasi hingga kedalaman 2000 meter. Palung laut dengan
kedalaman 2500 meter hingga 4500 meter membentang di sisi sebelah barat
gugusan pulau dan menerus hingga ke selatan Pulau Jawa. Perairan di sebelah
utara Pulau Sumatera (sekitar Laut Andaman) memiliki kedalaman bervariasi
hingga 2000 meter. Sementara perairan Selat Malaka, Selat Singapura, Laut
Natuna hingga Selat Karimata memiliki kedalaman yang relatif dangkal (kurang
dari 200 meter).
Gambar 2.9 Batimetri sekitar Pulau Sumatera (termasuk Kepulauan Riau dan
Bangka Belitung)
27
d. Perairan sekitar Pulau Jawa
Pulau Jawa terletak di sebelah timur dari ujung tenggara Pulau Sumatera
yang dibatasi oleh Selat Sunda hingga sebelah barat Pulau Bali yang dibatasi oleh
Selat Bali. Pulau Jawa (termasuk pulau-pulau sebelah timur Pulau Madura)
terbentang dari 105°BT hingga sekitar 116° BT. Perairan Selat Sunda yang
merupakan penghubung Pulau Sumatera dan Pulau Jawa memiliki kondisi
batimetri yang sangat bervariasi. Pada umumnya perairan sebelah Timur bagian
utara selat Sunda cukup dangkal dengan kedalaman rata-rata berkisar antara 10
hingga 80 meter sedangkan untuk perairan sebelah Barat bagian selatan Selat
Sunda pada umumnya masih terpengaruh oleh kedalaman dari Samudera Hindia
di mana kedalamannya berkisar antara 100 hingga 1000 meter. Pantai yang
mencakup Selat Sunda hampir sebagian besar landai yang terdiri karang terutama
di pantai Barat Pulau Jawa dan di pantai sebelah tenggara Pulau Sumatera.
Perairan di pantai selatan Pulau Jawa merupakan kelanjutan palung dari pantai
barat Pulau Sumatera dengan kedalaman terdalam bervariasi antara 2500 hingga
4500 meter. Perairan Selat Bali memiliki kondisi batimetri yang hampir sama
dengan Selat Sunda, dimana sebelah utara merupakan perairan yang sangat sempit
dan meluas ke arah selatan. Perairan di utara Pulau Jawa adalah Laut Jawa yang
cukup dangkal dengan kedalaman rata-rata berkisar antara 10 meter sampai 80
meter dan memiliki pantai yang hampir seluruhnya landai.
Gambar 2.10 Batimetri sekitar Pulau Jawa
28
e. Perairan sekitar Pulau Kalimantan/Borneo
Pulau Kalimantan adalah pulau terbesar yang terbentang dari 108o BT
hingga sekitar 118o BT dan dari 7
o LU hingga sekitar 4
o LS. Kalimantan
dikelilingi oleh Laut Natuna, Selat Karimata, Laut Jawa, Selat Makassar dan Laut
Sulawesi. Perairan Laut Natuna, Selat Karimata dan Laut Jawa memiliki kondisi
batimetri yang relatif dangkal. Variasi kedalaman yang cukup signifikas
ditemukan di perairan Selat Makassar dan Laut Sulawesi. Perairan Selat Makassar
di sebelah timur Kalimantan memiliki perubahan kedalaman yang relatif landai
hingga jauh ke tengah poros Selat Makassar dengan kedalaman hingga 2000
meter. Demikian juga Laut Sulawesi yang memiliki perubahan kedalaman secara
perlahan ke arah timur hingga mencapai 4000 meter.
Gambar 2.11 Batimetri perairan sekitar Pulau Kalimantan/Borneo.
f. Perairan sekitar Pulau Sulawesi
Pulau Sulawesi adalah salah satu pulau besar yang terbentang dari 118°
BT hingga sekitar 126° BT dan dari 2° LU hingga sekitar 6° LS. Sulawesi
dikelilingi oleh Selat Karimata, Laut Sulawesi, Laut Maluku, Teluk Tomini, Laut
Banda, Teluk Bone dan Laut Flores. Perairan Selat Makassar di sebelah barat
Sulawesi memiliki perubahan kedalaman yang relatif besar dibanding dengan
pantai timur Kalimantan. Bagian terdalam dari Selat Makassar (sekitar 2000
meter) di bagian utara terletak di antara Kalimantan dan Sulawesi, kemudian
mendekat ke arah Sulawesi di bagian selatan. Laut Sulawesi terletak di sebelah
29
utara Pulau Sulawesi dengan kondisi batimetri yang membentuk cekungan besar.
Perubahan kedalaman yang relatif besar ditemukan di dekat pantai utara Sulawesi
hingga sebelah barat kepulauan Sangihe. Bagian terdalam Laut Sulawesi memiliki
kedalaman lebih dari 5000 meter. Di sekitar Pulau Miangas, perubahan kedalaman
sangat besar dan kedalaman 5000 meter berjarak tidak jauh dari pulau tersebut.
Selanjutnya perairan Laut Maluku memiliki variasi kedalaman terdalam antara
2000 meter hingga 4000 meter. Teluk Tomini yang terletak di sebelah barat kaut
Maluku merupakan cekungan dengan kedalaman terdalam sekitar 2000 meter.
Selain Laut Maluku, di sebelah timur Sulawesi, khususnya bagian selatan terdapat
Laut Banda yang memiliki kedalaman 2000 meter hingga 5000 meter. Perairan
Laut Banda di sekitar kepulauan sebelah tenggara Sulawesi memiliki perubahan
kedalaman yang sangat cepat, sehingga cukup terjal. Sementara Teluk Bone
memiliki kondisi batimetri yang relatif simetri mengikuti bentuk pantai di
sekitarnya dan kedalaman terdalam hampir di tengah Teluk Bone bagian selatan.
Perairan bagian selatan Pulau Sulawesi adalah Laut Flores yang memiliki
kedalaman laut bervariasi secara cepat dengan kedalaman terdalam lebih dari
4500 meter.
Gambar 2.12 Batimetri perairan sekitar Pulau Sulawesi.
30
g. Perairan sekitar Gugusan Pulau Nusatenggara
Gugusan pulau Nusatenggara mulai dari Pulau Bali, Lombok, Sumbawa,
Sumba, Alor hingga Timor terbentang dari 114°BT hingga sekitar 125° BT dan
dari 7° LS hingga sekitar 11° LS. Di gugusan pulau Nusatenggara terdapat Laut
Bali, Laut Flores, Laut Banda, Laut Sawu, Samudera Hindia serta beberapa selat
seperti Selat Ombai, Selat Sumba, Selat Sape, Selat Lombok, Selat Bali dan selat-
selat kecil lainnya. Laut Bali yang terletak di utara Pulau Bali dan Lombok
memiliki kedalaman bervariasi dan yang terdalam sekitar 500 meter. Laut Flores
yang terletak di sebelah utara Pulau Sumbawa dan Flores memiliki perubahan
kedalaman yang sangat besar dan kedalaman terdalam hingga lebih dari 5000
meter. Laut Banda yang terletak di sebelah utara Pulau Solor, Pantar dan Alor
juga memiliki perubahan kedalaman yang besar dengan kedalaman terdalam
sekitar 3000 dan 4000 meter. Selanjutnya Laut Sawu yang terletak antara Pulau
Flores, Sumba dan Timor membentuk cekungan tertutup dan memiliki kedalaman
terdalam lebih dari 3000 meter. Di sebelah selatan Nusatenggara terdapat palung
yang merupakan kelanjutan dari barat Sumatera dan selatan Jawa yang memiliki
kedalaman terdalam yang bervariasi antara 3000 meter hingga 4000 meter.
Gambar 2.13 Batimetri perairan sekitar Gugusan pulau Nusatenggara.
31
h. Perairan sekitar Gugusan Pulau Maluku
Gugusan pulau Maluku mulai dari Pulau Morotai, Halmahera, Taliabu,
Obi, Buru, Seram, Kepulauan Aru, Kepulauan Tanimbar dan Pulau Wetar
terbentang dari 126°BT hingga sekitar 135° BT dan dari 3° LU hingga sekitar 8°
LS. Di gugusan pulau Maluku terdapat Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut
Banda, Laut Aru, Laut Arafuru dan Laut Timor. Baimetri Laut Maluku yang
terletak di barat Halmahera memiliki kedalaman bervariasi dan yang terdalam
lebih dari 2000 meter berada dekat dengan gugusan pulau mulai dari Ternate,
Tidore, Bacan hingga Obi. Laut Halmahera dan Laut Seram pada umumnya cukup
dalam, kedalaman maksimum dapat mencapai sekitar 5.000 meter, terletak di
sebelah Utara Pulau Buru di Laut Seram. Demikian juga Laut Banda yang terletak
di sebelah selatan Pulau Buru dan Seram merupakan laut yang memiliki
kedalaman terdalam di Indonesia, kedalaman terdalam hingga lebih dari 7000
meter terletak di bagian timur Laut Banda, tepatnya di antara Pulau Seram dan
Yamdena. Laut Aru terletak di sekitar kepulauan Aru di sebelah timur Kepulauan
Tanimbar. Laut Aru sebelah barat memiliki variasi kedalaman bertambah ke arah
barat hingga lebih dari 3000 meter, sedangkan Laut Aru sebelah timur merupakan
laut dangkal dengan kedalaman kurang dari 500 meter. Laut Arafuru berada di
sebelah selatan Laut Aru memiliki kedalaman yang relatif datar. Di sebelah barat
terdapat kedalaman yang lebih dari 500 meter, akan tetapi di sebelah timur tidak
ditemukan kedalaman yang lebih dari 500 meter. Selanjutnya Laut Timor yang
terletak di sebelah selatan Kepulauan Tanimbar dan Timor memliki kedalaman
yang bervariasi hingga 2000 meter yang terdapat di sebelah selatan yang
merupakan kelanjutan palung dari selatan Nusatenggara.
32
Gambar 2.14 Batimetri perairan sekitar Gugusan pulau Maluku
i. Perairan sekitar Pulau Papua
Pulau Papua adalah salah satu pulau besar yang terbentang dari 130o BT
hingga sekitar 141o BT (wilayah Indonesia) dan dari 0
o LU hingga sekitar 9
o LS.
Papua dikelilingi oleh Samudera Pasifik, Laut Seram dan Laut Aru. Disamping itu
juga terdapat beberapa teluk, antara lain Teluk Cendrawasih, Teluk Bintuni/Berau
serta teluk-teluk kecil lainnya. Samudera Pasifik yang terletak di sebelah utara
Papua memiliki kondisi batimetri dengan perubahan kedalaman yang cepat terjadi
di sebelah utara kepala burung, Biak dan Jayapura. Kedalaman terdalam
bervariasi antara 4000 meter hingga lebih dari 5000 meter yang terdapat di utara
Biak. Laut Seram yang berada di sisi barat Papua memiliki kelandaian yang
signifikan dengan kedalaman kurang dari 500 meter. Laut Seram bertemu dengan
Teluk Berau/Bintuni yang juga merupakan laut dangkal. Seperti dijelaskan
terdahulu bahwa Laut Aru di pantai baratdaya Papua merupakan batimetri yang
dangkal dan pantai yang sangat landai.
33
Gambar 2.15 Batimetri perairan sekitar Pulau Papua.
D. RELIEF DASAR LAUT
Relief dasar laut pada umumnya tidak begitu besar variasinya
dibandingkan dengan relief daratan. Hal ini disebabkan karena lemahnya erosi
dan sedimentasi. Banyak hal yang bisa dijadikan dasar untuk mengolongkan
bentuk muka bumi di dasar laut, antara lain:
1) Berdasarkan bentuk permukaan dasar laut.
a) Dangkalan/Plat, yaitu dasar samudra yang dangkal sepanjang pantai yang
kedalamannya kurang dari 200 m.
b) Palung Laut/Trog/Trench, yaitu dasar laut yang sangat dalam dan
bentuknya memanjang sempit dan tebingnya curam, yang semakin ke
dasar semakin menyempit. Palung yang sempit dan tidak terlalu curam
disebut trench, sedangkan jika lebih lebar dan curam disebut trog.
Kedalaman palung bisa mencapai ± 7.000-11.000 meter. Contohnya,
Palung Mindanau (10.830 meter), Palung Sunda (7.450 meter), dll.
c) Lubuk Laut/Basin, yaitu dasar laut yang dalam dan berbetuk cekungan
bulat atau lonjong (oval). Basin terjadi akibat pemerosotan dasar laut.
Contohnya, Lubuk Sulu, Lubuk Banda, dll.
34
d) Gunung Laut, yaitu gunung yang muncul dari dasar laut dan puncaknya
bisa terletak di permukaan laut maupun dibawah permukaan laut.
Contohnya, Gunung Krakatau (Indonesia), Maona Loa (Hawai), dll.
e) Punggung Laut (Ridge/Rise), yaitu pegunungan yang terletak di dasar laut.
Punggung laut yang berlereng curam disebut ridge, sedangkan yang
berlereng landai disebut rise. Contohnya, Punggung Laut Sibolga.
f) Ambang Laut/Drempel, yaitu laut dangkal yang terletak diantara dua laut
dalam karena punggung laut yang memisahkan dua bagian laut atau dua
laut yang dalam. Contohnya, Ambang Laut Sulu, Ambang Laut Sulawesi,
Ambang Laut Gibraltar, dll.
g) Parit laut, yaitu bentukan dasar laut yang terjadi akibat masuknya satu
lapisan/lempeng benua ke bawah lapisan/lempeng benua yang lain.
2) Bentuk dasar laut berdasarkan kedalamannya.
a) Paparan Benua/Continental Shelf, yaitu dasar laut dangkal yang berbatasan
dengan benua dengan kedalaman 0-200 m. Di dasar laut ini sering
ditemukan juga lembah yang menyerupai sungai. Lembah beberapa sungai
yang terdapat di Continental Shelf merupakan bukti bahwa dulunya
Continental Shelf merupakan bagian daratan yang kemudian sekarang
tenggelam di dasar laut. Contohnya Dangkalan Sunda antara Kalimantan,
Jawa, dan Sumatera yang berkedalaman ± 40-45 meter. Paparan benua
terdiri juga dari tebing benua/kontinen (daerah tebing paparan benua) dan
dataran abisal (bassin floor). Dataran abisal adalah dasar laut yang luas
setelah tebing benua, dan mengarah ke laut lepas.
b) Continantal Slope, yaitu dasar laut yang terletak di pinggir landas benua
dengan sudut kemiringan 5o dan kedalaman 200-2000 m.
c) Deep Sea Plain, yaitu dasar laut dengan kedalaman antara 2.000-3.000 m.
d) The Deeps, yaitu relief dasar laut yang kedalamannya lebih dari 6.000
meter dengan ciri terdapatnya palung laut.
35
E. PENENTUAN BATIMETRI
1 . Metode Akustik
Metode akustik merupakan proses-proses pendeteksian target di laut
dengan mempertimbangkan proses-proses perambatan suara; karakteristik suara
(frekuensi, pulsa, intensitas); faktor lingkungan / medium; kondisi target dan
lainnya. Aplikasi metode ini dibagi menjadi 2, yaitu sistem akustik pasif dan
sistem akustik aktif. Salah satu aplikasi dari sistem aplikasi aktif yaitu Sonar
yang digunakan untuk penentuan batimetri. Sonar (Sound Navigation And
Ranging): Berupa sinyal akustik yang diemisikan dan refleksi yang diterima dari
objek dalam air (seperti ikan atau kapal selam) atau dari dasar laut. Bila
gelombang akustik bergerak vertikal ke dasar laut dan kembali, waktu yang
diperlukan digunakan untuk mengukur kedalaman air, jika c juga diketahui (dari
pengukuran langsung atau dari data temperatur, salinitas dan tekanan).Ini adalah
prinsip echo-sounder yang sekarang umum digunakan oleh kapal-kapal sebagai
bantuan navigasi. Echo-sounder komersil mempunyai lebar sinar 30-45o vertikal
tetapi untuk aplikasi khusus (seperti pelacakan ikan atau kapal selam atau studi
lanjut dasar laut) lebar sinar yang digunakan kurang 5o dan arahnya dapat
divariasikan. Walaupun menunjukkan pengaruh temperatur, salinitas dan tekanan
pada laju bunyi dalam air laut (1500 ms-1) relatif kecil dan sedikit perubahan pada
c dapat menyebabkan kesalahan pengukuran kedalaman dan kesalahan sudut akan
menambah keburukan resolusi.
Teknik echo-sounding untuk menentukan kedalaman dan pemetaan dasar
laut bertambah maju dengan berkembangnya peralatan sonar seperti SeaBeam dan
Hydrosweep yang merupakan sistem echo-sounding multi-beam yang menentukan
kedalaman air di sepanjang swath lantai laut di bawah kapal penarik,
menghasilkan peta-peta batimetri yang sangat detail. Sidescan imaging system,
sperti GLORIA (Geological Long Range Inclined Asdic), SeaMARC, dan TOBI
(Towed Oceand Bottom Instrument) menghasilkan fotografi aerial yang sama atau
citra-citra radar, menggunakan bunyi atau microwave. Echo-sounding banyak
juga digunakan oleh nelayan karena ikan menghasilkan echo, dan kawanan ikan
atau hewan lain dapat dikenali sebagai lapisan-lapisan sebaran dalam kolom air
36
2. Satelit Altimetri
Altimetri adalah Radar (Radio Detection and Ranging) gelombang mikro
yang dapat digunakan untuk mengukur jarak vertikal antara permukaan bumi
dengan wahana antariksa (satelit atau pesawat terbang). Pengukuran ini dapat
menghasilkan topografi permukaan laut sehingga dapat menduga geoid laut, arus
permukaan dan ketinggian gelombang. Inderaja altimetri untuk topografi
permukaan laut pertama kali dikembangkan sejak peluncuran SKYLAB dengan
sensor atau radiometer yang disebut S-193. Satelit altimetri yaitu : GEOS-3,
SEASAT, ERS-1, dan yang terakhir yang sangat terkenal adalah
TOPEX/POSEIDON. Satelit terakhir ini adalah satelit misi bersama antara
Amerika Serikat (NASA) dengan Perancis.
Satelit altimetri memiliki prinsip penggambaran bentuk paras laut dimana
bentuk tersebut menyerupai bentuk dasar laut dengan pertimbangan gravitasi yang
mempengaruhi paras laut dan hubungan antara gravitasi dan topografi dasar laut
yang bervariasi sesuai dengan wilayah. Satelit altimetri juga memberikan bentuk
gambaran paras muka laut. Satelit ini mengukur tinggi paras muka laut relatif
terhadap pusat massa bumi. Sistem satelit ini memiliki radar yang dapat mengukur
ketinggian satelit di atas permukaan laut dan sistem tracking untuk menentukan
tinggi satelit pada koordinat geosentris. Satelit Altimetri diperlengkapi dengan
pemancar pulsa radar (transmiter), penerima pulsa radar yang sensitif (receiver),
serta jam berakurasi tinggi. Pada sistem ini, altimeter radar yang dibawa oleh
satelit memancarkan pulsa-pulsa gelombang elektromagnetik (radar)
kepermukaan laut. Pulsa-pulsa tersebut dipantulkan balik oleh permukaan laut
dan diterima kembali oleh satelit. Informasi utama yang ingin ditentukan dengan
satelit altimetri adalah topografi dari muka laut. Hal ini dilakukan dengan
mengukur ketinggian satelit di atas permukaan laut dengan menggunakan waktu
tempuh dari pulsa radar yang dikirimkan kepermukaan laut, dan dipantulkan
kembali ke satelit.
37
F. SURVEY BATIMETRI
Survei batimetri adalah survei yang dilakukan untuk mengetahui nilai
kedalaman dari dasar laut. Tujuan nya adalah untuk pengerukan pelabuhan,
perencanaan bangunan di laut ( pelabuhan, Platform, sumur minyak), dll.
Alat yang dibutuhkan untuk pengukuran dasar laut ini ada dua macam,
diantaranya Echosounder Single Frekwensi dan Echosounder Double Frekwensi.
Bedanya adalah single frekwensi hanya menggunakan frekwensi Tinggi
(kedalaman hanya sampai lapisan paling atas dari tanah ) , artinya kedalaman
tidak bisa menembus lumpur ( Contoh alat : Echosounder Hydrotrac ODOM ).
Sedangkan Echosounder Double frekwensi, terdapat 2 frekwensi yang digunakan
sekaligus, yaitu frekwensi tinggi (untuk pengukuran kedalaman dasar laut teratas)
dan frekwensi rendah (untuk pengukuran kedalaman dasar laut yang dapat
menembus lumpur), sehingga ada 2 data kedalaman sekaligus yang didapatkan
Contoh alat : Echosounder MK III).
Sebuah echosounder ilmiah adalah perangkat yang menggunakan
teknologi SONAR untuk pengukuran bawah air fisik dan biologis komponen-
perangkat ini juga dikenal sebagai SONAR ilmiah. Aplikasi termasuk batimetri,
klasifikasi substrat, studi vegetasi air, ikan, dan plankton, dan diferensiasi massa
air (en.wikipedia.org).
Echosounder merupakan salah satu teknik pendeteksian bawah air. Dalam
aplikasinya, Echosounder menggunakan instrument yang dapat menghasilkan
beam (pancaran gelombang suara) yang disebut dengan transduser. Echosounder
adalah alat untuk mengukur kedalaman air dengan mengirimkan tekanan
gelombang dari permukaan ke dasar air dan dicatat waktunya sampai echo
kembali dari dasar air.
Instalasi Alat yang dipergunakan untuk pengukuran batimetri adalah :
a. GPS Antena : Untuk mendapatkan data posisi koordinat
b. Tranducer : Alat yang memancarkan sinyal akustik ke dasar laut untuk data
kedalaman
c. Echosounder : Alat yang menampilkan angka kedalaman
38
d. Laptop : Untuk pengoperasian yang mengintegrasikan GPS, tranducer, dan
echosounder.
Gambar 2.16 Alat pengukuran batimetri
A. Konsep positioning GPS pada Echosounder
Untuk saat ini, pada berbagai kapal survei sudah menggunakan GPS
dengan metode pengukuran DGPS dengan kepanjangan Differential Global
Positioning System. Mungkin anda bertanya , apa bedanya pengukuran posisi
menggunakan DGPS dan GPS RTK. Jawabannya adalah Jelas Berbeda. Mungkin
beberapa dari anda sudah mengetahui, bahwa pada metode RTK , BASE station
lah yang memberikan nilai koreksi kepada ROVER station. Sedangkan pada
DGPS, BASE station yang berada di beberapa negara diantaranya Singapura,
Australia, Indonesia. BASE ini memberikan nilai koreksi kepada SATELIT
(bukan ROVER). Koreksinya bermacam macam , bisa koreksi Jam satelit, koreksi
kesalahan orbit satelit, dll.
Metode DGPS ini memiliki ketelitian cukup tinggi sampai level
centimeter, namun untuk menggunakan nya. Setiap orang/ perusahaan harus
membayar kepada perusahaan yang memberikan jasa pelayanan DGPS
diantaranya C-NAV dan VERIPOS. Menggunakan metode DGPS ini, dimanapun
posisi kapal berada, kita bisa langsung mendapatkan koordinat kapal secara teliti.
39
Koordinat bisa dalam informasi Latitude longitude, bisa juga dalam sistem
koordinat lokal tergantung yang diinginkan (diperhatikan Datum, elipsoid,
Spheroid)
B. Kosep pengukuran kedalaman pada Echosounder
Untuk pengukuran kedalaman, sensor yang digunakan adalah Transducer.
Tranducer ini dapat ditaruh di samping kapal dan berada dibawah permukaan air.
Sensor ini cukup sensitif, karena ada buble sedikit saja, sinyal yang dipancarkan
sudah terganggu. Sehingga kita perlu mengatur speed kapal sedemikian rupa agar
Tranducer masih dapat membaca nilai kedalaman ( Biasanya kecepatan kapal 3 –
6 Knot saja ) Tranducer memancarkan sinyal akustik ke bawah permukaan laut.
Sebenarnya prinsipnya hampir sama seperti pengukuran jarak menggunakan total
station. Rumusnya : Jarak = ( Kecepatan gelombang x Waktu ) / 2. Kenapa dibagi
2?? Karena jarak yang ditempuh kan bolak balik, jadi dibagi 2 supaya jarak one
way saja yang didapatkan Jika kita mengoperasikan alat Echosounder. Ada
beberapa parameter yang perlu kita inputkan ke dalam echosounder, diantaranya :
a. Draft : Jarak antara permukaan air dengan ujung sensor tranducer paling
bawah
b. Velocity : Cepat rambat gelombang
c. Index : Nilai koreksi kedalaman.
Setiap kali sebelum melakukan pengukuran batimetri kedalaman dasar
laut, harus melakukan kalibrasi Barcheck.. Prinsip kerjanya sederhana, pertama
ukur draft (jarak permukaan air ke sensor), kemudian menginput ke dalam
echosounder, setelah itu barcheck disimpan di kedalaman 1 meter dekat dengan
sensor tranducer. Logikanya, seharusnya pada barcheck 1 meter, angka yang
dibaca di echosounder juga 1 m. Namun biasanya tidak 1 meter, tetapi 1,2 meter
atau lebih. Kita harus merubah parameter Velocity dan Indeks sedemikian rupa
sampai kedalaman pada barcheck 1 meter,dan angka yang dibaca echosounder
juga 1 meter.
NB: Velocity dipengaruhi oleh tekanan air, temperature, salinitas air, dll. Contoh,
pada daerah sungai, biasanya velocity seputaran 1520 – 1530.. Namun tiap daerah,
40
besar velocity berbeda beda. Untuk mendapatkan nilai Velocity secara teliti,
diperlukan receiver pengukuran menggunakan CTD, sedangkan untuk keperluan
praktis, cukup menggunakan adjust barcheck saja.
C. Bagian-bagian Echosounder
a. Time Base
Time base berfungsi sebagai penanda pulsa listrik untuk mengaktifkan
pemancaran pulsa yang akan dipancarkan oleh transmitter melalui
transducer. Suatu perintah dari time base akan memberikan saat kapan
pembentuk pulsa bekerja pada unit transmitter dan.
b. Transmiter
Transmitter berfungsi menghasilkan pulsa yang akan dipancarkan. Suatu
perintah dari kotak pemicu pulsa pada recorder akan memberitahukan
kapan pembentuk pulsa bekerja. Pulsa dibangkitkan oleh oscillator
kemudian diperkuat oleh power amplifier, sebelum pulsa tersebut
disalurkan ke transducer.
c. Transducer
Fungsi utama dari transducer adalah mengubah energi listrik menjadi
energi suara ketika suara akan dipancarkan ke medium dan mengubah
energi suara menjadi energi listrik ketika echo diterima dari suatu target.
Selain itu fungsi lain dari transducer adalah memusatkan energi suara yang
akan dipantulkan sebagai beam.
Pulsa ditransmisikan secara bersamaan oleh keempat kuadran tetapi sinyal
diterima oleh masing-masing kuadran dan diproses secara terpisah.
Keempat kuadran diberi label a – d. Sudut θ pada satu bidang dibedakan
oleh perbedaan fase (a – b) dan (c – d), jumlah sinyal (a + c) dibandingkan
dengan jumlah sinyal (b + d). Sudut φ di dalam bidang tegak lurus terhadap
yang pertama adalah sama dibedakan oleh perbedaan fase antara (a + b) dan
(c + d). Kedua sudut tersebut mendefinisikan arah target yang spesifik
(MacLennan dan Simmonds, 2005).
41
Kesulitan yang dihadapi untuk mengeliminir faktor beam pattern dapat
diatasi dengan menggunakan split beam method. Metode ini menggunakan
receiving transducer yang dibagi menjadi 4 kuadran. Pemancaran
gelombang suara dilakukan dengan full beam yang merupakan
penggabungan dari keempat kuadran dalam pemancaran secara simultan.
Selanjutnya, sinyal yang memancar kembali dari target diterima oleh
masing-masing kuadran secara terpisah, output dari masing-masing kuadran
kemudian digabungkan lagi untuk membentuk suatu full beam dengan 2 set
split beam. Target tunggal diisolasi dengan menggunakan output dari full
beam sedangkan posisi sudut target dihitung dari kedua set split beam.
Transducer dengan sistem akustik split beam ini pada prinsipnya terdiri
dari empat kuadran yaitu Fore, Aft, Port dan Starboard transducer.
Transducer split beam memiliki beam yang sangat tajam (100) dan
mempunyai kemampuan menentukan posisi target dalam bentuk beam
suara dengan baik yaitu dengan mengukur beda fase dari sinyal echo yang
diterima oleh kedua belah transducer.
d. Reciever
Receiver berfungsi menerima pulsa dari objek dan display atau recorder
sebagai pencatat hasil echo. Sinyal listrik lemah yang dihasilkan oleh
transducer setelah echo diterima harus diperkuat beberapa ribu kali sebelum
disalurkan ke recorder. Selama penerimaan berlangsung keempat bagian
transducer menerima echo dari target, dimana target yang terdeteksi oleh
transducer terletak dari pusat beam suara dan echo dari target akan
dikembalikan dan diterima oleh keempat bagian transducer pada waktu
yang bersamaan
Split beam echosounder modern memiliki fungsi Time Varied Gain (TVG)
di dalam sistem perolehan data akustik. TVG berfungsi secara otomatis
untuk mengeliminir pengaruh attenuasi yang disebabkan oleh geometrical
sphreading dan absorpsi suara ketika merambat di dalam air.
42
e. Recorder
Recorder berfungsi untuk merekam atau menampilkan sinyal echo dan juga
berperan sebagai pengatur kerja transmitter dan mengukur waktu antara
pemancaran pulsa suara dan penerimaan echo atau recorder memberikan
sinyal kepada transmitter untuk menghasilkan pulsa dan pada saat yang
sama recorder juga mengirimkan sinyal ke receiver untuk menurunkan
sensitifitasnya.
D. Fungsi Echosounder
Kegunaan dasar dari echosounder yaitu menentukan kedalaman suatu
perairan dengan mengirimkan tekanan gelombang dari permukaan ke dasar air
dan dicatat waktunya sampai echo kembali dari dasar air. Data tampilan juga
dapat dikombinasikan dengan koordinat global berdasarkan sinyal dari satelit
GPS yang ada dengan memasang antena GPS (jika fitur GPS pada
echosounder ada) (scribd.com).
Prinsip kerjanya yaitu: pada transmiter terdapat tranduser yang berfungsi
untuk merubah energi listrik menjadi suara. Kemudian suara yang dihasilkan
dipancarkan dengan frekuensi tertentu. Suara ini dipancarkan melalui medium
air yang mempunyai kecepatan rambat sebesar, v=1500 m/s. Ketika suara ini
mengenai objek, misalnya ikan maka suara ini akan dipantulkan. Sesuai
dengan sifat gelombang yaitu gelombang ketika mengenai suatu penghalang
dapat dipantulkan, diserap dan dibiaskan, maka hal yang sama pun terjadi
pada gelombang ini (scribd.com).
Ketika gelombang mengenai objek maka sebagian enarginya ada yang
dipantulkan, dibiaskan ataupun diserap. Untuk gelombang yang dipantulkan
energinya akan diterima oleh receiver. Besarnya energi yang diterima akan
diolah dangan suatu program, kemudian akan diperoleh keluaran (output) dari
program tersebut. Hasil yang diterima berasal dari pengolahan data yang
diperoleh dari penentuan selang waktu antara pulsa yang dipancarkan dan
pulsa yang diterima. Dari hasil ini dapat diketahui jarak dari suatu objek yang
deteksi (scribd.com).
43
Echosounder ilmiah yang umum digunakan oleh Internasional, Federal,
Negara dan Pemerintah lokal dan manajemen lembaga, serta sektor swasta
konsultan yang bekerja untuk badan-badan publik. Lembaga akademik telah
menyadari dan mengajarkan nilai sampling non-invasif dengan suara untuk
meningkatkan baik cakupan spasial dan objektivitas sampling perikanan.
Perikanan manajemen lembaga seperti keanggotaan ICES dan Amerika
Serikat National Marine Fisheries Service (NMFS) biasanya menggunakan
sonar ilmiah untuk tujuan penilaian saham, seperti penilaian herring biomassa
untuk tujuan manajemen sumber daya (en.wikipedia.org).
E. Aplikasi Echosounder dalam bidang kelautan.
Kegunaan dasar dari echosounder yaitu menentukan kedalaman suatu
perairan dengan mengirimkan tekanan gelombang dari permukaan ke dasar air
dan dicatat waktunya sampai echo kembali dari dasar air. Data tampilan juga
dapat dikombinasikan dengan koordinat global berdasarkan sinyal dari satelit
GPS yang ada dengan memasang antena GPS.
Pengaplikasiaannya di laut yaitu :
1. Melakukan pemetaan di dasar laut
2. Mengetahui kedalaman laut untuk digunakan sebagai acuan dalam
pembangunan suatu pelabuhan maupun bangunan tengah laut.
3. Dalam melakukan sampling untuk penelitian, dapat dimanfaatkan
untuk mengetahui substrat yang ada didasar laut tanpa harus menyelam
ke kedalaman laut.
F. Cara perawatan Echosounder
Cara perawatan dari alat Echosounder ini yaitu dengan pengkalibrasian
terlebih dahulu sebelum digunakan di lapangan, setelah selesai dikalibrasi
baru bisa digunakan. Untuk Echosounder yang memeiliki frekuensi
gelombang suara yang kecil tidak bisa digunakan di perairan yang sangat
dalam, karena gelombang yang dipancarkan tidak akan sampai ke dasar
perairan, sehingga tidak dapat kembali ke reciever. Untuk perlakuan alat
44
selesai digunakan yaitu alat dibersihkan dari air garam karena dimungkinkan
akan terjadi korosi jika tidak dibersihkan. Penggunaan Echosounder dalam
jangka waktu yang lama dimungkinkan akan terjadi perbedaan hasil saat
digunakan
45
BAB 3
PENGUKURAN BATIMETRI
A. METODE PENGUKURAN
Metode yang digunakan untuk pengukuran Bathymetri yang berada pada
desa Nelayan, Kelurahan Untia kota Makassar adalah metode akustik. Metode
akustik merupakan proses-proses pendeteksian target di laut dengan
mempertimbangkan proses-proses perambatan suara:
• Karakteristik suara (frekuensi, pulsa, intensitas)
• Faktor lingkungan / medium
• Kondisi target dan lainnya.
Aplikasi metode ini dibagi menjadi 2, yaitu sistem akustik pasif dan sistem
akustik aktif. Salah satu aplikasi dari sistem aplikasi aktif yaitu Sonar yang
digunakan untuk penentuan batimetri. Salah satu aplikasi dari sistem aplikasi
aktif yaitu Sonar yang digunakan untuk penentuan batimetri.Sonar (Sound
Navigation And Ranging): Berupa sinyal akustik yang diemisikan dan refleksi
yang diterima dari objek dalam air (seperti ikan atau kapal selam) atau dari dasar
laut. Bila gelombang akustik bergerak vertikal ke dasar laut dan kembali, waktu
yang diperlukan digunakan untuk mengukur kedalaman air, jika c juga diketahui
(dari pengukuran langsung atau dari data temperatur, salinitas dan tekanan).Ini
adalah prinsip echo-sounder yang sekarang umum digunakan oleh kapal-kapal
sebagai bantuan navigasi. Echo-sounder komersil mempunyai lebar sinar 30-45o
vertikal tetapi untuk aplikasi khusus (seperti pelacakan ikan atau kapal selam atau
studi lanjut dasar laut) lebar sinar yang digunakan kurang 5o dan arahnya dapat
divariasikan. Walaupun menunjukkan pengaruh temperatur, salinitas dan tekanan
pada laju bunyi dalam air laut (1500 ms-1) relatif kecil dan sedikit perubahan pada
c dapat menyebabkan kesalahan pengukuran kedalaman dan kesalahan sudut akan
menambah keburukan resolusi.
Teknik echo-sounding untuk menentukan kedalaman dan pemetaan dasar
laut bertambah maju dengan berkembangnya peralatan sonar seperti SeaBeam dan
Hydrosweep yang merupakan sistem echo-sounding multi-beam yang menentukan
46
kedalaman air di sepanjang swath lantai laut di bawah kapal penarik,
menghasilkan peta-peta batimetri yang sangat detail. Sidescan imaging system,
seperti GLORIA (Geological Long Range Inclined Asdic), SeaMARC, dan TOBI
(Towed Oceand Bottom Instrument) menghasilkan fotografi aerial yang sama atau
citra-citra radar, menggunakan bunyi atau microwave. Echo-sounding banyak
juga digunakan oleh nelayan karena ikan menghasilkan echo, dan kawanan ikan
atau hewan lain dapat dikenali sebagai lapisan-lapisan sebaran dalam kolom air
(Supangat, 2003)
B. PERALATAN YANG DIGUNAKAN
Adapun peralatan yang digunakan pada saat pengukuran bathymetry, yaitu :
Satu Set Garmin GPS & Echo-Sounders
2 Buah Aki
2 Buah Handy Talky
47
Pelampung
Tongkat Untuk Antena
Tali
Bak Ukur
Perahu Nelayan
Selotip
48
C. LOKASI PENGUKURAN
Lokasi pengukuran batimetri yaitu di Desa Nelayan Kelurahan Untia Kota
Makassar. Pengukuran dilakukan pada hari Minggu 15 Mei 2012 pada pukul
10.00 Wita – selesai. Titik BM yaitu pada Latitude 5°3’33.7”S dan longitude
119°27’59.25” (diperoleh dari Google Earth).
D. LANGKAH KERJA PENGUKURAN BATIMETRI
1. Menyiapkan peralatan yang akan dibutuhkan.
2. Membentuk balok yang akan digunakan sebagai tempat memasang antena.
3. Memasang bak ukur disalah satu tempat yang akan digunakan dalam
pengamatan pasang surut air laut. Dimana nantinya ada seseorang yang
akan mengamati pasang surut air laut dan mencatat datanya
4. Setelah itu, merangkai satu set dari peralatan GPS Echo-Sounders diatas
perahu nelayan dengan menggunakan balok sebagai tempat untuk
memasang antena. Kemudian menyambung GPS Echo-Sounders ke Aki
agar bisa digunakan.
5. Setelah semua siap, terlebih dahulu mengambil titik BM pada daerah
tersebut. Kemudian, mulai membuat titik Waypoints pada GPS sesuai
dengan instruksi yang diberikan oleh dosen pembimbing.
6. Membuat route pada GPS Echo-Sounders yang nantinya sebagai acuan
untuk jalur perahu
7. Mengarahkan perahu sesuai route yang telah dibuat untuk mengetahui
kedalaman laut. Lakukan hingga pengukuran selesai.
8. Membersihkan peralatan yang telah digunakan,seperti echo-sounder
menggunakan air tawar lalu menggulung kabelnya. Dan diusahakan
kabelnya tidak terlipat agar tidak rusak
9. Mentrasfer data hasil pengukuran ke dalam mapsources dan kemudian
mengolahnya agar membentuk kontur atau relief dasar laut.
49
Data pembacaan bak ukur di Dermaga Untia
Waktu Pembacaan (m)
11:50:00 1.83
11:55:00 1.85
12:00:00 1.86
12:05:00 1.88
12:10:00 1.9
12:15:00 1.91
12:20:00 1.92
12:25:00 1.93
12:30:00 1.935
12:35:00 2
12:40:00 1.91
12:45:00 1.9
12:50:00 1.88
12:55:00 1.9
13:00:00 1.91
13:05:00 1.905
13:10:00 1.6
13:15:00 1.5
E. PENGOLAHAN DATA
Berikut rincian data-data yang diperolah pada pengukuran batimetri :
1. Titik Waypoints : 3 titik
2. Titik Batimetri : 637 titik
3. Titik BM : 1 titik
Titik data tersebut tersimpan dalam bentuk titik data dengan informasi X
(Easting), Y (Northing), Z (Elevation) yang dilengkapi dengan D (Description).
Untuk menyimpan titik data disimpan dalam ekstensi *.xls.
50
Beberapa cara pengolahan data pengukuran bathymetry,seperti berikut ini.
a. Pengolahan Data Mapsources
1. Hubungkan GPS ke Laptop/PC menggunakan kabel USB.
2. Pilih ikon Transfer dan pilih Receive from device,maka akan tampil data
yang didapat dari GPS
GPS ECHOSOUNDER
(Transfer)
MAP SOURCE
(Receive)
Ms.excel
SURFER
51
3. Dan akan tampil gambar hasil tracking yang telah dilakukan.
4. Kemudian mengubah position ke bentuk UTM dengan cara :
Plih Edit kemudian Preferences lalu pilih position klik Grid dan pilih
UTM
52
5. Untuk mengolah data lebih lanjut di program MS. Excel maka data tsb di
ubah ke bentuk txt..
Pilih ikon file lalu Save AS ke bentuk Txt.
b. Pengolahan Data Kontur (Surfer 10)
Pada tahap pembuatan kontur ini bisa digunakan aplikasi GIS seperti MapInfo
dan Surfer 10. Disini akan digunakan aplikasi Surfer 10 dikarenakan
pengolahannya lebih mudah dan sederhana. Untuk lebih jelasnya, berikut
adalah tahapan pengolahannya:
LANGKAH KERJA SURFER 2010
1. Buka program microsoft exel kemudian masukkan data berupa x, y dan
elev.( z )
X Y Z
9440036 773260 2.039291
9440037 773257 1.939142
9440039 773251 1.938991
9440042 773244 2.038837
9440044 773237 1.93868
53
9440046 773230 2.03852
9440048 773223 2.038357
9440047 773216 2.038192
Dst.
2. Lalu buka program surfer 10 kemudian pilih menu File New untuk
memulai
3. Mulailah penggambaran dengan memilih menu Grid lalu Data.
54
4. Setelah memilih menu Data maka akan tampil Open data kemudian pilih
data kontur yang telah dimasukkan pada program exel lalu ok.
5. Untuk membuat kontur 3D surface maka klik ikon new 3D surface lalu
pilih Data dan OK maka akan muncul gambar kontur dalam bentuk 3D
surface.
55
BAB 4
ANALISA DATA SPASIAL
Data spasial adalah gambaran nyata suatu wilayah yang terdapat di
permukaan bumi. Umumnya direpresentasikan berupa grafik, peta, gambar
dengan format digital dan disimpan dalam bentuk koordinat x,y (vektor) atau
dalam bentuk image (raster) yang memiliki nilai tertentu.
Data spasial, yang dapat diperoleh dari beberapa sumber antara lain : Peta Analog
(peta topografi, peta tanah dan sebagainya), Data Sistem Penginderaan Jauh
(antara lain citra satelit, foto-udara dan sebagainya. Data ini biasanya
direpresentasikan dalam format raster, Data Hasil Pengukuran Lapangan yang
dihasilkan berdasarkan teknik perhitungan tersendiri, dan Data GPS (Global
Positioning System) Teknologi GPS memberikan terobosan penting dalam
menyediakan data bagi SIG. Data ini biasanya direpresentasikan dalam format
vektor.
Pada praktikum pengukuran batimetri ini, kami menampilkan data spasial
yang diperoleh dari sumber berupa Data System Penginderaan Jauh (antara lain
citra satelit dan foto-udara). Untuk mengolah data spasial pada praktikum
pengukuran batimetri ini, kami menggunakan aplikasi MapSource sebagai aplikasi
awal untuk memasukkan data dari GPS Garmin yang berbentuk data vektor
kemudian diolah lebih lanjut pada aplikasi MapInfo untuk mengolah data
rasternya, dan aplikasi tambahan Global Mapper 11 dan Google Earth ).
56
SISTEMATIS PENGOLAHAN DATA SPASIAL
Data Batimetri X , y ,z
MapSource Collect GPS
RBI + Google Earts + Global Mapper
MapInfo
57
Adapun langkah – langkah pengolahan data spasial sebagai berikut :
a. Pengolahan Data di MapSource
Buka aplikasi Mapsource Transfer Receive From Device.
Data tersebut diambil dari alat GPS Garmin yang digunakan pada saat
pengukuran.
Setelah memasukkan data yang diambil dari GPS Garmin maka akan
diolah oleh Mapsource maka akan tampil gambar hasil pengukuran.
Hasil Pengukuran
58
Untuk mengolahnya lebih lanjut pada aplikasi Mapinfo maka data tersebut
diubah ke bentuk DXF.
b. Pengolahan Data di MapInfo
1. Untuk memulai buka aplikasi MapInfo Open Pilih type file
Raster Image.
59
2. Maka akan tampil perintah untuk meregister peta pilih ikon Register.
Setelah selesai meregister peta pada ikon pilih menu projection untuk
mengubah projectionnya ke bentuk Longitude/Latitude (WGS
84)(EPSG:4326).
60
3. Untuk memasukkan data hasil pengukuran pada Mapinfo pilih ikon File
Open Universal Data maka akan tampil Specify Input Data Source,
formatnya diambil format data bentuk DXF.
4. Setelah memasukkan data Source tersebut maka akan tampil seperti gambar
dibawah OK.
61
5. Maka akan tampil gambar hasil pengukuran, untuk mengubahnya ke format
.tab pilih menu Tools Universal Translator. Agar tampilan layernya
terpisah.
6. Untuk melihat hasil gambar yang lebih jelas tutup beberapa Table.
Pilih menu File Close Table
62
7. Maka akan tampil gambar hasil pengukuran.
8. Membuat beberapa layer baru dengan cara pilih toolbar polyline untuk
mendigitasi dermaga dan hasil Tracing kemudian siimpan layernya dengan
cara membuat layer baru, pilih menu Map New Cosmetic Objects.
63
9. Maka MapInfo pada bagian editing akan tampak beberapa layer.
10. Untuk memplot semua layer yang sudah dibuat tadi.
Pilih menu file open, pada bagian Preferred Mapper ubah ke bentuk Current
Mapper.
64
11. Pada peta RBI Makassar yang digunakan tidak tampak posisi tepat letak
Desa Nelayan Kel.Untia maka digunakan aplikasi Google Earth.
12. Buka aplikasi Google Earth kemudian zoom objek sesuai kehendak
13. Buat Folder baru dgn cara klik kanan pada folder temporary Places, pilih
menu Add, Lalu Folder. Atau dapat menekan Cntrl+Shift+N, maka menu
new folder akan langsung terbuka
65
14. Setelah itu beri nama Folder, misalnya Kelurahan Untia, lalu tekan
tombol OK
15. Klik kanan folder Kelurahan Untia, lalu pilih menu Add, pilih
Placemark. Atau dapat juga dengan menekan Cntrl+Shift+P
66
16. Memberi nama pada kolom Name,misalnya Ttk 1. Lalu pindahkan
placemark ke sudut kiri atas gambar yang akan di capture atau sesuai
keinginan. Pilih ok.
17. Lakukan hal yang sama untuk membuat 3 titik ikat lainnya di 3 sisi
sisanya (kanan atas,kanan bawah dan kiri bawah)
18. Klik kanan folder Kelurahan Untia Lalu Save file kml , sehingga muncul
tabel sebagai berikut.Tekan tombol save. Penyimpanan ini adalah untuk
menyimpan titik ikatnya, adapun bentuk nya adalah "kml".
67
19. Selanjutnya menyimpan file image nya. Caranya klik File (pojok kanan
atas) lalu pilih Save, Lalu pilih Save Image
File disimpan dalam bentuk .jpeg. Setelah itu,pilih ok.
68
20. Sebelum meprosesnya di Mapinfo, sebelumnya buka Global Mapper 11
untuk menconvert file kml yang telah tersave.
21. Pilih menu File, lalu selek Batch Convert/Reproject File:
22. Pilih tipe file yang mau di convert, yaitu KML:
69
23. Setelah OK, pilih tipe file yag dikehendaki setelah di convert, yaitu
Mapinfo MIF/MID:
Maka akan mucul menu seperti berikut ini:
Setelah itu pilih file yang akan di convert, pilih menu Add Files.
Kemudian,pilih file dengan format KML,misalnya Kelurahan Untia.KML.
Jangan Lupa mengatur tempat penyimpanan hasil convert di Destination
Files Directory. Dan Datum yg digunakan adalah WGS84. Setelah selesai
tekan tombol OK.
70
24. Setelah proses convert di Global Mapper selesai, buka Mapinfo, pilih
menu Table, lalu pilih Import
25. Lalu pilih file yang akan di import (Kelurahan Untia.mif)
71
26. Secara otomatis, file tersebut akan di minta file untuk disimpan dlm
bentuk file .tab, pilih folder tempat penyimpanan, lalu tekan tombol save.
27. Setelah itu melakukan proses digitasi. Klik menu file lalu Open
Kelurahan Untia.jpeg lalu ok. Lalu pilih Register. Akan muncul tampilan
berikut.
72
28. Kemudian atekan tombol Add sebanyak 4x, sehingga mucul Pt 1, sd Pt 4
Lalu image siap di register. Setelah selesai tekan tombol OK.
29. Seteleh semua eror (pixel) 0,Pilih ok. Maka akan tampil seperti gambar
berikut.
30. Digitasi Desa Nelayan dengan menggunakan Toolbar Polyline kemudian
save dengan layer baru.
Desa Nelayan Kel.Untia
73
31. Untuk memplotnya menjadi satu dengan peta RBI dan layer yang
sebelumnya telah dibuat.
Pilih menu file open masukkan semua data berformat .tab OK.
32. Membuat legend pada peta untuk menunjukkan keterangan gambar
Pilih menu Map Creat Legend
74
33. Untuk mengetahui berapa luas dan panjang tiap lokasi yang di tracking
Pada layer tiap objek dapat diklik dua kali maka akan tampil informasi.
Tracking
Dermaga
Desa Nelayan Kel.Untia
75
BAB5
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah melakukan pengukuran batimetri, dapat disimpulkan bahwa :
1. Pengukuran dilaksanakan pada kondisi surut ke pasang.
2. Kedalaman rata-rata laut disekitar dermaga Desa Nelayan, Kelurahan Untia
adalah ± 1 meter atau dengan kata lain bahwa laut disekitar dermaga adalah
dangkal.
3. Kondisi laut di sekitar dermaga penuh dengan bebatuan da penuh dengan
karang yang tajam.
B. SARAN
Adapun saran yang perlu diperhatikan adalah :
1. Sebelum melakukan pengukuran, sebaiknya lakukan simulasi atau
percobaan pada lokasi pengukuran terlebih dahulu agar tidak terjadi
kesalahan pada saat pengukuran.
2. Perhatikan terlebih dahulu kondisi laut sebelum melakukan pengukuran.
Ada baiknya bila pengukuran dilakukan dengan kondisi laut yang tenang
dan cuaca yang cerah.
3. Sebaiknya membawa 2 buah aki atau lebih sebagai persiapan
4. Pada saat membersihkan peralatan sebaiknya menggunakan air tawar agar
alat tidak berkarat akibat terkena air laut.
5. Fokus dan perhatikanlah instruksi dari dosen pembimbing agar data dapat
diperoleh dengan baik.
76
DAFTAR PUSTAKA
http://en.wikipedia.org/wiki/Geographic_information_system (diakses 21 Mei
2012)
http://www.gis.com/ (diakses 21 Mei 2012)
http://www.gistutorial.net/ (diakses 21 Mei 2012)
http://gis.dephub.go.id/webmapping/ (diakses 21 Mei 2012)
http://gis.deptan.go.id/ (diakses 21 Mei 2012)
http://www.raharjo.org/journal/belajar-gis.html (diakses 3 Juni 2012)
http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Sistem_informasi_geografis&oldid=546
1814" (diakses 3 Juni 2012)