laporan1

26
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi adalah alat yang digunakan dalam kehidupan manusia yang berfungsi membantu kerja dari manusia itu sendiri. Teknologi membantu manusia tidak melakukan pekerjaan secara tradisonal atau manual lagi yang membutuhkan tenaga dan waktu yang cukup lama untuk menyelesaikannya. Perkembangan dunia teknologi pada abad ini semakin pesat setiap tahunnya. Hampir pada setiap tahunnya ada pembaruan dari teknologi tahun sebelumnya. Mengikuti perkembangan teknologi pada era globalisasi ini adalah hal yang wajib bagi sebagian kalangan, agar dapat bersaing dan memiliki pengetahuan yang sama di era globalisasi ini. Khususnya pada dunia pendidikan, pengenalan atas teknologi terbaru adalah suatu hal yang wajib agar anak didik tidak ketinggalan oleh jaman dan mampu bersaing dengan yang lain suatu saat nanti. Penggunaan teknologi pada dunia pendidikan salah satunya pada mata kuliah ilmu ukur tanah atau wilayah. Pada awalnya manusia menggunakan alat bantu meteran untuk mengukur luas suatu wilayah, hingga ditemukan teknologi untuk mengukur wilayah salah satunya adalah Teodolit. Sampai saat ini teknologi teodolit terus disempurnakan agar memiliki keakuratan dan ketelitian yang tinggi.

Upload: derry-prasetyo

Post on 26-Oct-2015

38 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Laporan Ilmu Ukur Wilayah

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Teknologi adalah alat yang digunakan dalam kehidupan manusia yang

berfungsi membantu kerja dari manusia itu sendiri. Teknologi membantu manusia

tidak melakukan pekerjaan secara tradisonal atau manual lagi yang membutuhkan

tenaga dan waktu yang cukup lama untuk menyelesaikannya.

Perkembangan dunia teknologi pada abad ini semakin pesat setiap

tahunnya. Hampir pada setiap tahunnya ada pembaruan dari teknologi tahun

sebelumnya. Mengikuti perkembangan teknologi pada era globalisasi ini adalah

hal yang wajib bagi sebagian kalangan, agar dapat bersaing dan memiliki

pengetahuan yang sama di era globalisasi ini. Khususnya pada dunia pendidikan,

pengenalan atas teknologi terbaru adalah suatu hal yang wajib agar anak didik

tidak ketinggalan oleh jaman dan mampu bersaing dengan yang lain suatu saat

nanti.

Penggunaan teknologi pada dunia pendidikan salah satunya pada mata

kuliah ilmu ukur tanah atau wilayah. Pada awalnya manusia menggunakan alat

bantu meteran untuk mengukur luas suatu wilayah, hingga ditemukan teknologi

untuk mengukur wilayah salah satunya adalah Teodolit. Sampai saat ini teknologi

teodolit terus disempurnakan agar memiliki keakuratan dan ketelitian yang tinggi.

Pada Praktikum kali ini praktikan akan mengukur beda tinggi suatu

wilayah dengan menggunakan metode tachimetri yaitu metode pengukuran

dengan menggunakan alat – alat optis, elektronis, dan digital.

1.2 Tujuan

Setelah  menyelesaikan  praktikum  ini  diharapkan :  

1. Praktikan madapat menggunakan alat ukur teodolit dengan lancar

2. Praktikan dapat melakukan pengukuran beda tinggi dengan metode

tachimetri.

3. Praktikan mampu melakukan pengukuran beda tinggi dengan

menggunakan alat ukur teodolit.

4. Praktikan mampu menghitung beda tinggi antara dua titik dari hasil

pengukuran dengan metode tachimetri.

5. Praktikan mampu menggambar profil lokasi pengukuran disertai dengan

skala gambar.

1.3 Peralatan yang digunakan

1. Alat tulis dan formulir pengukuran

3.  Nivo

4. Rambu ukur

5. Unting - unting

6.  Tripot

7. Patok

8. Teodolit

1.4 Pelaksanaan Pelaksanaan

1. Mendengarkan penjelasan dari dosen untuk melakukan praktikum di lapangan.

2. Kemudian di lapangan, terdapat 12 titik yaitu pergi dan pulang. Yang pertama

dilakukan adalah mendirikan alat teodolit pada titik 8.Setelah berdiri dengan

benar, lalu mereset setingan awal teodolit Nivo perlu diperhatikan agar letak nivo

benar-benar berada di tengah, posisikan dengan mengatur skrup. Teropong di

arahkan vertikal 90o, optikal plamnet benar-benar berada di tengah patok.

3. Selanjutnya adalah untuk bacaan biasa, membidik benchmark (bacaan

belakang)pada titik 7. Lalu membaca benang atas (BA), benang tengah (BT),

benang bawah (BB), dan tinggi alat.

4. Membidik bacaan muka titik 9,lalu membaca benang atas (BA), benang tengah

(BT), benang bawah (BB), sudut vertikal, dan tinggi alat.

5. Memindahkan alat ke titik 9, kemudian membidik bacaan muka titik 10, lalu

membaca benang atas (BA), benang tengah (BT), benang bawah (BB), sudut

vertical, dan tinggi alat.

6. Melakukan hal yang sama ke titik-titik selanjutnya, yaitu memindahkan alat,

membidik bacaan muka, kemudian pindah alat, membidik dilakukan hingga titik

2. Titik 1 dijadikan sebagai benchmark, kemudian membidik bacaan muka

kembali pada titik 3 hingga 7 dengan langkah yang sama seperti sebelumnya.

Yang perlu diperhatikan adalah setiap memindahkan alat, teodolit harus direset

terlebih dahulu.

7. Melakukan perhitungan dari data pengukuran. Data yang dibutuhkan adalah jarak

(m), beda tinggi (m), dan elevasi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teodolit

Teodolit adalah salah satu alat ukur tanah yang digunakan untuk

menentukan tinggi tanah dengan sudut mendatar dan sudut tegak atau bisa

dinyatakan juga alat ukur sudut horizontal maupun sudut vertikal. Alat ini juga

dilengkapi dengan dua lingkaran berskala, yaitu lingkaran berskala horisontal dan

vertikal. Benang stadia yang terdapat pada teropong digunakan untuk mengukur

jarak dengan prinsip tachimetri. Apabila sudut vertikal Zenith diatur 90° atau

Nadir 0° maka dapat berfungsi sebagai alat penyipat datar. Teodolit berbeda

dengan waterpass yang hanya memiliki sudut mendatar saja. Di dalam teodolit

sudut yang dapat di baca bisa sampai pada satuan sekon (detik).

Teodolit merupakan alat yang paling canggih di antara peralatan yang

digunakan dalam survei. Pada dasarnya alat ini berupa sebuah teleskop yang

ditempatkan pada suatu dasar berbentuk membulat (piringan)yang dapat

diputar-putar mengelilingi sumbu vertikal, sehingga memungkinkan sudut

horisontal untuk dibaca. Teleskop tersebut juga dipasang pada piringan

kedua dan dapat diputar- putar mengelilingi sumbu horisontal, sehingga

memungkinkan sudut vertikal untuk dibaca. Kedua sudut tersebut dapat

dibaca dengan tingkat ketelitian sangat tinggi (Farrington 1997).

Survei denganmenggunakan teodolit dilakukan bila situs yang akan

dipetakan luas dan atau cukup sulit untuk diukur, dan terutama bila situs tersebut

memiliki relief atau perbedaan ketinggian yang besar. Dengan menggunakan

alat ini, keseluruhan kenampakan atau gejala akan dapat dipetakan dengan

cepat dan efisien (Farrington 1997)

Instrumen pertama lebih seperti alat survey teodolit benar adalah

kemungkinan yang dibangun oleh Joshua Habermel (de: Erasmus Habermehl) di

Jerman pada 1576, lengkap dengan kompas dan tripod.

Awal altazimuth instrumen yang terdiri dari dasar lulus dengan penuh

lingkaran di sayap vertikal dan sudut pengukuran perangkat yang paling

sering setengah lingkaran. Alidade pada sebuah dasar yang digunakan untuk

melihat obyek untuk pengukuran sudut horisontal, dan yang kedua alidade telah

terpasang pada vertikal setengah lingkaran. Nanti satu instrumen telah alidade

pada vertikal setengah lingkaran dan setengah lingkaran keseluruhan telah

terpasang sehingga dapat digunakan untuk menunjukkan sudut horisontal secara

langsung. Pada akhirnya, sederhana, buka-mata alidade diganti dengan

pengamatan teleskop. Ini pertama kali dilakukan oleh Jonathan Sisson pada 1725.

Alat survey teodolit yang menjadi modern, akurat dalam

instrumen 1787 dengan diperkenalkannya Jesse Ramsden alat survey

teodolit besar yang terkenal, yang dia buat menggunakan mesin pemisah

sangat akurat dari desain sendiri.

Di dalam pekerjaan – pekerjaan yang berhubungan dengan ukur tanah,

teodolit sering digunakan dalam bentuk pengukuran polygon, pemetaan situasi,

maupun pengamatan matahari. Teodolit juga bisa berubah fungsinya menjadi

seperti Pesawat Penyipat Datar bila sudut verticalnya dibuat 90º.

Dengan adanya teropong pada teodolit, maka teodolit dapat dibidikkan

kesegala arah. Di dalam pekerjaan bangunan gedung, teodolit sering digunakan

untuk menentukan sudut siku-siku pada perencanaan / pekerjaan pondasi,

teodolit juga dapat digunakan untuk menguker ketinggian suatu bangunan

bertingkat.

Bagian-bagian yang penting dari alat teodolit:

Teropong yang dilengkapi dengan garis bidik

Lingkaran skala vertical

Sumbu mendatar

Indeks pembaca lingkaran

Skala tegak

Penyangga sumbu mendatar

Indeks pembaca lingkaran

Skala mendatar

Sumbu tegak

Lingkaran skala mendatar

Nivo kotak

Nivo tabung

Tribrach

Skrup kaki tribrach

Gambar 1. Teodolite Beserta Bagian-Bagiannya

2.2 Tata Cara Pengukuran Detil Tachymetri Menggunakan Teodolit

Berkompas Pengukuran detil cara tachymetri

Dimulai dengan penyiapan alat ukur (Teodolit) titik ikat dan penempatan

rambu di titik bidik. Setelah alat siap untuk pengukuran, dimulai dengan

perekaman data di tempat alat berdiri, pembidikan ke rambu ukur, pengamatan

azimuth dan pencatatan data di rambu BT, BA, BB serta sudut miring m.

Tempatkan alat ukur teodolit di atas titik kerangka dasar atau titik

kerangka penolong dan atur sehingga alat siap untuk pengukuran, ukur dan catat

tinggi alat di atas titik ini. Dirikan rambu di atas titik bidik dan tegakkan rambu

dengan bantuan nivo kotak. Arahkan teropong ke rambu ukur sehingga bayangan

tegak garis diafragma berimpit dengan garis tengah rambu. Kemudian kencangkan

kunci gerakan mendatar teropong.

Kendorkan kunci jarum magnet sehingga jarum bergerak bebas. Setelah

jarum setimbang tidak bergerak, baca dan catat azimuth magnetis dari tempat alat

ke titik bidik. Kencangkan kunci gerakan tegak teropong, kemudian baca bacaan

benag tengah, atas dan bawah serta cata dalam buku ukur. Bila memungkinkan,

atur bacaan benang tengah pada rambu di titik bidik setinggi alat, sehingga beda

tinggi yang diperoleh sudah merupakan beda tinggi antara titik kerangka tempat

berdiri alat dan titik detil yang dibidik.

Gambar 2. Macam-macam bentuk benang silang ( diafragma )

Pengukuran arak dengan metode tachimetri dihitung dengan persamaan berikut :

Bila Menggunakan Sudut Kemiringan (Α)

Jarak miring (dm) : c (BA-BB) Cos α

Jarak horisontal (dh) : c (BA-BB) Cos2 α

Bila menggunakan sudut zenith (m)

Jarak miring (dm) : c (BA-BB) Sin α

Jarak horisontal (dh) : c (BA-BB) Sin2 α

2.3 Kesalahan-kesalahan Penggunaan Teodolit

Kesalahan pengukuran cara tachymetri dengan teodolit berkompas

Kesalahan alat, misalnya:

a. Jarum kompas tidak benar-benar lurus.

b. Jarum kompas tidak dapat bergerak bebas pada prosnya.

c. Garis bidik tidak tegak lurus sumbu mendatar (salah kolimasi).

d. Garis skala 0° – 180° atau 180° – 0° tidak sejajar garis bidik.

e. Letak teropong eksentris.

f. Poros penyangga magnet tidak sepusat dengan skala lingkaran mendatar.

Kesalahan pengukur, misalnya:

a. Pengaturan alat tidak sempurna ( temporary adjustment ).

b. Salah taksir dalam pemacaan

c. Salah catat, dll. nya.

Kesalahan akibat faktor alam, misalnya:

a. Deklinasi magnet.

b. atraksi lokal.

Titik detil yang harus diukur meliputi semua titik alam maupun buatan

manusia yang mempengaruhi bentuk topografi peta daerah pengukuran.

Sistim pembacaan

Sistem dengan indeks garis

Sistem dengan nonius

Sistem dengan micrometer

Sistem koinsidensi

Sistem digital

Ketelitiannya

Teodolit presisi/teliti, misal Wild tipeT-3

Teodolit satu sekon, misal Wild tipe T2

Teodolit puluhan sekon, misal Shokisa tipe TM-20

Teodolit satu menit, misal Wild tipe T0

2.4 Macam – Macam Teodolit

Macam Teodolit berdasarkan konstruksinya, dikenal dua macam yaitu:

1. Teodolit Reiterasi ( Teodolit sumbu tunggal )

Dalam teodolit ini, lingkaran skala mendatar menjadi satu dengan

kiap, sehingga bacaan skala mendatarnya tidak bisa di atur. Teodolit yang

di maksud adalah teodolit type T0 (wild) dan type DKM-2A (Kem)

2. Teodolit Repitisi

Konsruksinya kebalikan dari teodolit reiterasi, yaitu bahwa

lingkaran mendatarnya dapat diatur dan dapt mengelilingi sumbu tegak.

Akibatnya dari konstuksi ini, maka bacaan lingkaran skala mendatar 0º,

dapat ditentukan kearah bdikan / target myang dikehendaki. Teodolit yang

termasuk ke dalam jenis ini adalah teodolit type TM 6 dan TL 60-DP

(Sokkisha ), TL 6-DE (Topcon), Th-51 (Zeiss)

3. Teodolit Modern

Teodolit di hari ini, membaca dari kalangan vertikal dan horisontal

biasanya dilakukan secara elektronik. Readout yang dilakukan oleh rotary

encoder, yang dapat absolut, misalnya Gray menggunakan kode, atau

meningkat, dengan terang dan gelap sama jauh radial band.

Gambar 3. Digital Theodolite Nikon NE 102, teodolit modern

Macam Teodolit Menurut Sistem Bacaannya:

1. Teodolit sistem baca dengan Indexs Garis

2. Teodolit sistem baca dengan Nonius

3. Teodolit sistem baca dengan Micrometer

4. Teodolit sistem baca dengan Koinsidensi

5. Teodolit sistem baca dengan Digital.

Teodolit Menurut Skala Ketelitian

1. Teodolit Presisi (Type T3/ Wild)

2. Teodolit Satu Sekon (Type T2 / Wild)

3. Teodolit Spuluh Sekon (Type TM-10C / Sokkisha)

4. Teodolit Satu Menit (Type T0 / Wild)

5. Teodolit Sepuluh Menit ( Type DK-1 / Kern)

2.5 Kaki Tiga (Tripod Almunium)

Kaki tiga digunakan untuk menyangga alas waterpass dan menjaganya

tetap stabil selama pengamatan. Kaki tiga ini mempunyai dua baut yaitu baut

pertama digunakan untuk menentukan sambungan kaki dengan kepala sedangkan

baut kedua digunakan untuk penyetelan kekerasan penggerak engsel antara kaki

tiga dengan kepalanya. Saat mendirikan tripod, meja tripod harus rata karena

dapat mempengaruhi seimbangnya gelembung pada niveau.

Gambar 4.Tripod Almunium

2.6 Mistar ukur / rambu ukur

Menyipat ukur datar memanjang adalah menentukan beda tinggi antar 2

titik yang letaknnya sangat berjauhan atau beda tingginya cukup besar, sehingga

untuk menentukan beda tinggi harus dilakukan pengukuran secara berangkai atau

bertingkat.

Mistar ukur adalah sebuah pita ukur yang ditopang vertikal dan digunakan

untuk mengukur jarak vertikal antara garis bidik dan sebuah titik tertentu yang

berada di atas atau di bawah garis bidik tadi.

Rambu ini terbuat dari bahan kayu atau aluminium. Panjangnya 3 meter

(ada yang 4 dan 5 meter). Yang penting dari rambu ukur ini adalah pembagian

skalanya harus betul-betul teliti untuk dapat menghasilkan pengukuran yang baik.

Di samping itu cara memegangnya harus benar-benar tegak (vertikal).

Gambar 5.Rambu ukur almunium

2.7 Patok

Berfungsi sebagai penandaan awal pengukuran dan hasil pengukuran,

dimana pada jarak tertentu setelah pengukuran dilakukan penandaan dengan

menggunakan patok kayu/paku.

2.8 Metode Tachimetri

Metode tachymetri adalah pengukuran menggunakan alat-alat optis,

elektronis,dan digital. Pengukuran detail cara tachymetri dimulai dengan

penyiapan alat ukur diatas titik ikat dan penempatan rambu di titik bidik. Setelah

alat siap untuk pengukuran,dimulai dengan perekaman data di tempat alat berdiri,

pembidikan ke rambu ukur, pengamatan azimuth dan pencatatan data di rambu

BT, BA, BB serta sudut miring .

Metode tachymetri didasarkan pada prinsip bahwa pada segitiga-segitiga

sebangun, sisiyang sepihak adalah sebanding. Kebanyakan pengukuran tachymetri

adalah dengan garisbidik miring karena adanya keragaman topografi, tetapi

perpotongan benang stadiadibaca pada rambu tegak lurus dan jarak miring

"direduksi" menjadi jarak horizontal dan jarak vertikal.Pada gambar, sebuah

transit dipasang pada suatu titik dan rambu dipegang pada titik tertentu.

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Pengamatan

Tempat

Alat

Tinggi Alat (cm)

Titik Bidik

an

Bacaan Belakang Bacaan MukaSudut

VertikalJarak (m)

αBeda

Tinggi (m)

Faktor Koreksi

Elevasi (m)

BA (cm)

BT (cm)

BB (cm)

BA (cm)

BT (cm)

BB (cm)  

8 160 BM(7) 189 178 166 - - - 88,73 0,2298 1,27 0,329 0,1745057 775

8 160 9 - - - 160 152 141 95,987 0,1879 -5,99 -1,88 0,1426877 775,154

9 162 10 - - - 190 189 176 92,3 0,1398 -2,3 -0,83 0,1061387 773,132

10 158 11 - - - 243 231 219 90,78 0,2399 -0,78 -1,05 0,1821755 772,196

11 152 12 - - - 121 115 112 91,89 0,0899 -1,89 0,073 0,0682683 770,963

12 164 2 - - - 138 123 109 88,76 0,2898 1,24 1,297 0,2200686 770,968

2 130 BM(1) 186 171 158 - - - 89,5 0,2799 0,5 -0,16 0,2125507 772,045

2 130 3 - - - 86 72 58 86,7 0,279 3,3 2,18 0,2118673 771,673

3 157 4 - - - 184 171 157 89,36 0,2699 0,64 0,16 0,2049569 773,641

4 158 5 - - - 79 65 51 88,319 0,2797 1,681 1,75 0,2123988 773,596

5 146 6 - - - 111 99 85 90,345 0,2599 -0,34 0,31 0,1973631 775,133

6 140 7 - - - 198 189 181 88,745 0,1699 1,255 -0,117 0,1290188 775,246

2,7154 2,062 775

Berdasarkan pengamatan dan percobaan yang telah dilakukan pada hari

Selasa,23 Oktobert 2012, maka didapatkan hasilnya sebagai berikut :

3.2 Pembahasan

Pada praktikum pengukuran beda tinggi dengan metode tachimetri,

didapatkan data pengukuran beda tinggi atau ketinggian dari titik – titik yang telah

ditentukan, dan data tersebut selanjutnya dapat digunakan untuk memberikan

gambaran profil dari lahan yang diukur melalui gambar dan grafik perbedaan

tinggi.

Alat yang digunakan hanya teodolit digital sebagai alat optik. Saat

melakukan pengukuran di lapangan, setiap data hasil pembacaan harus

dimasukkan ke dalam tabel pengukuran, ada baiknya untuk selalu menghitungnya

kembali dengan kalkulator, agar jika terjadi kesalahan jarak yang melebihi 30

meter, pengukuran dapat segera diulang atau harus memindahkan alat. Pada

pengukuran jarak antara alat dan rambu ukur tidak boleh melebihi jarak 30 meter

karena dapat mempengaruhi ketelitian dan keakuratan dalam membaca rambu

ukur yang mengakibatkan kesalahan pada hasil jarak yang sebenarnya di

lapangan.

Pengukuran beda tinggi yang kami lakukan pada percobaan ini adalah

yakni dengan cara metode tachimetri, yaitu pengukuran dengan menggunakan alat

– alat optis, elektronis, dan digital.

Untuk menggambarkan keadaan lokasi pada suatu lokasi dengan mudah,

dapat dilakukan dengan membuat beberapa titik detail guna mengetahui secara

langsung beda tinggi di suatu areal kawasan yang ingin diamati. Dengan

menggunakan metode tachimetri, kita dapat mengetahui perbedaan tinggi dari

suatu lahan, dengan mengetahui tinggi berbagai tempat maka kita mengetahui

tinggi areal tersebut dan kita menggambarkan secara detail sehingga tidak

menimbulkan kesulitan yang serius, dengan ini juga mempermudah kita dalam

menggambarkan keadaan lokasi tersebut apakah curam atau landai dan

sebagainya.

Jika dalam penggambaran keadaan areal tidak teratur, atau bentuk wilayah

pengukuran tidak seperti yang diinginkan , maka dalam pengukuran tersebut

terjadi kesalahan. Kesalahan – kesalahan dalam pengamatan diperkiran

disebabkan oleh beberapa hal di antaranya :

1. Teodolit tidak tepat di atas titik acuan atau titik pengukuran.

2. Ketelitian dari pengamat yang kurang.

3. Kesalahan dalam membaca skala pada rambu ukur.

4. Penentuan titik bidik yang salah tidak dalam satu jalur.

5. Kesalahan dalam perhitungan.

6. Bergantian pengamat yang membaca skala.

BAB IV

Kesimpulan dan Saran

4.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum kali ini adalah:

1. Metode Tachimetri adalah suatu pengukuran dengan menggunakan alat –

alat optis, elektronis, dan digital.

2. Nivo kotak sangat bermanfaat untuk mengetahui kedataran alat.

3. Pengukuran detail cara tachymetri dimulai dengan penyiapan alat ukur

diatas titik pengukuran dan penempatan rambu di titik bidik

4. Dalam pengukuran jarak alat dan rambu ukur tidak boleh melebihi 30

meter.

5. Beda tinggi antara dua titik adalah jarak antara dua bidang nivo yang

melalui titik itu sedangkan untuk beda tinggi dapat ditentukan dengan

menggunakan garis yang mendatar sembarang.

6. Hasil pengukuran dan perhitungan dari pengamatan di lapangan sangat

berpengaruh terhadap pembentukan gambar dan grafik yang akan dibuat.

4.2 Saran

Pada percobaan ini tentunya ada kesalahan-kesalahan baik dalam

perhitungan maupun pengamatan. Saran untuk praktikum selanjutnya perlu

diperhatikan hal –hal sebagai berikut :

1. Praktikan memahami terlebih dahulu materi yang akan dipraktikumkan

dengan baik.

2. Usahakan pada saat pengamatan, udara pada nivo kotak selalu berada di

tengah-tengah baik yang ada di teodolit ataupun rambu ukur.

3. Usahakan teodolit tepat berada di atas titik acuan atau titik pengukuran.

4. Ketelitian dari pengamat harus ditingkatkan.

5. Dalam menghitung harus mengunakan rumus yang sesuai.

6. Sebaiknya dalam pengamatan, pengamat yang membaca skala tidak

bergantian agar hasil pembacaan skala rambu ukur tidak berbeda-beda.

7. Usahakan setiap kali melakukan pengukuran dikerjakan dengan teliti,hati

dan semaksimal mungkin agar tidak terdapat kesalahan pengukuran.

DAFTAR PUSTAKA

Amaru, kharistya STP.,MT dan Gunawan Nawawi Ir.,Msc..2012.PenuntunPraktikum Ilmu Ukur Wilayah.Jatinangor

Briker, Russell C. 2000. Dasar-Dasar Pengukuran Tanah. Jakarta: Erlangga.Ruiter, ing D. de. 1980.Mengukur dan Menentukan Titit-Titik di Lapangan.

Jakarta: ErlanggaSobatnu, F. Ilmu Ukur Tanah 2. Diktat Kuliah Prodi DIII Teknik Geodesi.

Politeknik Negeri BanjarmasinWongsotjitro, Seotomo. 2000. Ilmu Ukur Tanah . Yogyakarta : Kanisius.http://geomatika07.wordpress.com/2008/07/18/pengukuran-beda

tinggi/#comment-182.(Tanggal akses senin, 20 Oktober 2012 pukul 10.45)http://geomatika07.wordpress.com/2008/09/07/kesalahan-dalam-pengukuran

waterpass/(Tanggal akses senin, 20 Oktober 2012 pukul 10.45)http://reggaeyangnetral.blogspot.com/2009/01/ukur-tanah.html

(Tanggal akses senin, 20 Oktober 2012 pukul 10.45)http://lenaciitikuus.blogspot.com/2010/01/waterpass-itu-apa.html

(Tanggal akses senin, 20 Oktober 2012 pukul 10.45)http://pustakats.blogspot.com/2010/07/waterpass.html.

(Tanggal akses senin, 20 Oktober 2012 pukul 10.45)http://yogie-civil.blogspot.com/2010/06/rambu-ukur_14.html

(Tanggal akses senin, 20 Oktober 2012 pukul 10.45)www.google.com- Theodolite_DT7C[1].JPGwww.google.com- Theodolite_in_use.JPGwww.google.com- Theodolite_Series20-c.jpgwww.google.com- Theodolite_theodolite_2.jpgwww.google.com- Theodolite_theodolite_3.jpg

LAMPIRAN

Gambar 7. Penggunaan waterpas

Gambar 8. Penggunaan rambu ukur

Perhitungan

Data yang dibutuhkan dari praktikum ini adalah jarak, beda tinggi, dan elevasi.

Untuk menghitung jarak, digunakan rumus sebagai berikut :

J = (BA-BB)sin2z

Titik bidikan BM7: J = (BA-BB)sin2z

= (189-166) sin 288.73

= 0.2298 m

Titik bidikan 9 : J = (BA-BB) sin2z

= (160-141) sin295.987

= 0.1879 m

Titik bidikan 10 : J = (BA-BB) sin2z

= (190-176) sin292.3

= 0.13977 m

Titik bidikan 11 : J = (BA-BB) sin2z

= (243-219) sin290.78

= 0.2399 m

Titik bidikan 12 : J = (BA-BB) sin2z

= (121-112) sin291.89

= 0.0899 m

Titik bidikan 2 : J = (BA-BB) sin2z

= (138-109) sin288.76

= 0.2898 m

Titik bidikan BM1: J = (BA-BB) sin2z

= (186-158) sin 289.5

= 0.2799m

Titik bidikan 3 : J = (BA-BB) sin2z

= (86-58) sin286.7

= 0.279m

Titik bidikan 4 : J = (BA-BB) sin2z

= (184-157) sin289.36

= 0.2699m

Titik bidikan 5 : J = (BA-BB) sin2z

= (79-51) sin288.319

= 0.2797m

Titik bidikan 6 : J = (BA-BB) sin2z

= (111-85) sin290.345

= 0.2599 m

Titik bidikan 7 : J = (BA-BB) sin2z

= (198-181) sin288.745

= 0.1699m

Beda tinggi

Titik bidikan BM(7)

Δh = ½ c (BA-BB) sin2α + (Hi-BT)

= ½ .100 (189-166) sin2x1.27+(160-178)

= 0.329 m

Titik bidikan 9

Δh = ½ c (BA-BB) sin2α + (Hi-BT)

= ½ .100 (160-141) sin2x(-5.98)+(160-152)

= -1.88 m

Titik bidikan 10

Δh = ½ c (BA-BB) sin2α + (Hi-BT)

= ½ .100 (190-176) sin2x(-2.3)+(162-189)

= -0.83m

Titik bidikan 11

Δh = ½ c (BA-BB) sin2α + (Hi-BT)

= ½ .100 (243-219) sin2x(-0.78)+(158-231)

= -1.05 m

Titik bidikan 12

Δh = ½ c (BA-BB) sin2α + (Hi-BT)

= ½ .100 (121-112) sin2x(-1.89)+(152-115)

= 0.073 m

Titik bidikan 2

Δh = ½ c (BA-BB) sin2α + (Hi-BT)

= ½ .100 (138-109) sin2x1.24+(164-123)

= 1.297 m

Titik bidikan BM(1)

Δh = ½ c (BA-BB) sin2α + (Hi-BT)

= ½ .100 (186-158) sin2x0.5+(130-171)

= -0.16 m

Titik bidikan 3

Δh = ½ c (BA-BB) sin2α + (Hi-BT)

= ½ .100 (86-58) sin2x3.3+(130-72)

= 2.18 m

Titik bidikan 4

Δh = ½ c (BA-BB) sin2α + (Hi-BT)

= ½ .100 (184-157) sin2x0.64+(157-171)

= 0.16 m

Titik bidikan 5

Δh = ½ c (BA-BB) sin2α + (Hi-BT)

= ½ .100 (79-51) sin2x1.681+(158-65)

=1.75 m

Titik bidikan 6

Δh = ½ c (BA-BB) sin2α + (Hi-BT)

= ½ .100 (111-85) sin2x(-0.345)+(146-99)

=0.31 m

Titik bidikan 7

Δh = ½ c (BA-BB) sin2α + (Hi-BT)

= ½ .100 (198-181) sin2x1.255+(140-189)

= - 0.117 m