laporan tutorial modul 1 klpk 4.docx
DESCRIPTION
pblTRANSCRIPT
LAPORAN TUTORIALMODUL 1
“BENGKAK PADA WAJAH DAN PERUT”BLOK UROGENITALIA
DI SUSUN OLEH KELOMPOK 4:
Istiqah Faradiyah 1102090007 Ayesha Pratiwi 1102090035 Abdianto Ilman 1102090041 Andi Cakra Irwansyah 1102090048 Maria Ulfah 1102090049 Andi Arwini Puji Novita 1102090075
Fakultas KedokteranUniversitas Muslim Indonesia
Makassar2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. SKENARIO
Seorang anak laki-laki, umur 12 tahun, datang ke Puskesmas dengan
bengkak pada wajah dan perut. Keadaan ini dialami sejak 3 minggu yang lalu,
dan saat ini semakin bertambah. Tidak ada demam dan tanda infeksi lain.
B. KATA KUNCI
Anak laki-laki 12 tahun
Bengkak pada wajah dan perut
Sejak 3 minggu yang lalu
Semakin bertambah/berat
Tidak ada demam dan tanda infeksi yang lain
C. PERTANYAAN
1. Bagaimana struktur AnatomI, fisiologi dan Histologi dari Ginjal ?
2. Bagaimana Patomekanisme bengkak pada anak ini ?
3. Mengapa bengkak hanya pada daerah wajah dan perut ?
4. Mengapa keadaannya semakin bertambah?
5. Bagaimana langkah-langkah diagnosisnya?
6. Apa saja Differential Diagnosis dari skenario tersebut ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. ANATOMI, FISIOLOGI DAN HISTOLOGI GINJAL
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum pada
kedua sisi vertebra thorakalis ke 12 sampai vertebra lumbalis ke-3. Bentuk ginjal
seperti biji kacang. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena
adanya lobus hepatis dexter yang besar.
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa, terdapat
cortex renalis di bagian luar, yang berwarna cokelat gelap, dan medulla renalis di
bagian dalam yang berwarna cokelat lebih terang dibandingkan cortex. Bagian
medulla berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak kerucut tadi
menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papilla renalis.
Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya
pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus.. Pelvis renalis berbentuk
corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga
calices renalis majores yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga
calices renalis minores.
Struktur halus ginjal terdiri dari banyak nefron yang merupakan unit fungsional
ginjal. Diperkirakan ada 1 juta nefron dalam setiap ginjal. Nefron terdiri dari :
Glomerulus, tubulus proximal, ansa henle, tubulus distal dan tubulus urinarius.
FAAL GINJAL
Telah diketahui bahwa ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang
sangat penting melalui ultrafiltrat yang terbentuk dalam glomerulus.
Terbentuknya ultrafiltrat ini sangat dipengaruhi oleh sirkulasi ginjal yang
mendapat darah 20% dari seluruh cardiac output.
Faal glomerulus : fungsi terpenting dari glomerulus adalah membentuk
ultrafiltrat yang dapat masuk ke tubulus akibat tekanan hidrostatik kapiler yang
lebih besar disbanding tekanan hidrostatik intrakapiler dan tekanan koloid
osmotic.
Faal tubulus : fungsi utama dari tubulus adalah melakukan reabsorpsi dan
seksresi dari zat-zat yang ada dalam ultrafiltrat yang terbentuk di glomerulus .
Faal tubulus proksimal : tubulus proksimal merupakan bagian nefron yang
paling banyak melakukan reabsorpsi yaitu kurang lebih 60-80% dari ultrafiltrat
yang terbentuk di glomerulus. Zat-zat yang direabsorpsi adalah protein, asam
amino dan glucose yang direabsorpsi sempurna. Begitu pula dengan elektrolit
(Na, K, Cl, bikarbonat), endogenous organic ion (citrate, malat, urat, asam
ascorbat), H2o dan urea. Zat- zat yang diekskresi asam dan basa organic
Fungsi loop of henle : loop of henle yang terdiri atas descending thick
limb, thin limb dan ascending thick limb itu berfungsi untuk membuat cairan
intratubuler lebih hipotonik.
Fungsi tubulus distalis dan duktus koligentes : mengatur keseimbangan
asam basa dan keseimbangan elektrolit dengan cara reabsorbsi Na dan H2o dan
ekskresi Na, K, amonium dan ion hydrogen.
Histology ginjal sangat penting untuk diketahui berhubung perubahan struktur
histologist parenkim ginjal sering menetukan diagnosis, pengobatan dan
prognosis. Glomerulus terutup secara langsung oleh lamina lamina visceralis
capsula bowman dan secara tak langsung oleh lamina parietalis capsula
bowman. Diantara kedua lamina ini terdapat cavum Bowmani.
Glomerulus terdiri atas dua bagian:
1. SEL-SEL :
- Endotel (bagian dalam kapiler)
- Epitel (bagian luar membrane basalis)
- Mesangial (antara kapiler-kapiler)
2. JARINGAN DILUAR SEL :
- Matrix mesangial : jaringan pengikat antara kapiler-
kapiler
- Membrane basalis glomerulus : suatu selaput yang
memisahkan sel-sel endotel dari sel-sel epitel yang terdiri
dari sebagian besar kolagen tipe IV.
B. PATOMEKANISME DARI UDEM DAN MENGAPA HANYA PADA WAJAH DAN PERUT
Terjadi PadaWajahdanPerut :
Karena pada wajah dan perut tersusun jaringan ikat longgar, sehingga ketika
cairan plasma yang merembes keluar akan mengisi sela-sela jaringan ikat
longgar. Keadaan ini juga di pengaruhi oleh factor gravitasi.
Mengapa gejala semakin bertambah :
Hal ini dikarenakan ketika glomerulus rusak dan tidak ada perbaikan maka
tekanan cairan intertisium ruang bowman dan tubulus meningkat menyebabkan
nefron-nefron kolaps dan kapiler tubulus hipoksia dan cedera. Hal ini
menyebabkan enzim intrasel keluar dan merangsang reaksi imun dan
peradangan yang dapat memperparah edema.
C. LANGKAH – LANGKAH DIAGNOSIS
1. ANAMNESIS
- Identitas diri
- Keluhan utama
- Riwayat penyakit sekarang
- Riwayat penyakit dulu
- Riwayat penyakit keluarga
- Pola makan, pola BAK dan BAB
- Riwayat penggunaan obat-obatan
2. PEMERIKSAAN FISIS
- Inspeksi : dimulai dari ujung rambut sampai ujung kaki
- Palpasi : palpasi pada daerah yang edema apakah ada pitting
edema atau tidak. Lalu untuk mengetahui ada tidaknya nyeri
tekan.
- Perkusi : didaerah dada dan perut
- Auskultasi : untuk mengetahui apakah edemanya juga
mengakibatkan sesak nafas, jadi di auskultasi untuk mencari
suara-suara nafas tambahan.
D. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
1. SYNDROM NEFROTIK
Sindrom nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada
anak, merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria
masif, hipoalbuminemia, hiperkholesterolemia serta sembab. Yang dimaksud
proteinuria masif adalah apabila didapatkan proteinuria sebesar 50-100 mg/kg berat
badan/hari atau lebih. Albumin dalam darah biasanya menurun hingga kurang dari
2,5 gram/dl. Selain gejala-gejala klinis di atas, kadang-kadang dijumpai pula
hipertensi, hematuri, bahkan kadang-kadang azotemia.
a. Insiden
Insidens dapat mengenai semua umur tetapi sebagian besar (74%) dijumpai
pada usia 2-7 tahun. Ratio laki-laki : perempuan =2:1, sedangkan pada masa
remaja dan dewasa ratio ini berkisar 1:1.
b. Etiologi
1. Penyebab primer
Umumnya tidak diketahui kausanya dan terdiri atas SNI dengan kelainan
histologikmenurut pembagian ISKDC.
2. Penyebab sekunder
Sistemik
- Penyakit kolagen : Systemic Lupus Erythematosus, Scholein-
Henoch Syndrome.
- Penyakit perdarahan : Hemolityc Uremic Syndrome
- Penyakit keganasan : Hodgkin’s disease, Leukimia
Infeksi
Malaria, Schistomiasis mansoni, Lues, Sub acute bacterial
endocarditis, Cytomegalic Inclusion Disease.
Metabolik
Diabetes Melitus, amyloidosis
Obat-obatan/alergi
Trimethadion, paramethadion, probenecid, tepung sari, gigitan
ular/serangga, vaksin polio.
c. Klasifikasi
International Colaborative Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) telah
menyusun klasifikasi histopatologik SNI ataqu dapat disebut juga SN primer
sebagai berikut:
Minimal change= Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal
Glomerulosklerosis fokal
Glomerulonefritis proliferatif yang dapat bersifat :
• Difus eksudatif
• Fokal
• Pembentukan cresent ( bulan sabit)
• Mesangeal
• membranoproliferative
d. Patomekanisme
Proteinuri
Proteinuri merupakan kelainan dasar SN. Proteinuri sebagian besar
berasal dari kebocoran glomerulus (proteinuri glomerular) dan hanya
sebagian kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuri tubular).
Perubahan integritas membrana basalis glomerulus menyebabkan
peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma dan
protein utama yang diekskresikan dalam urin adalah albumin.Derajat
proteinuri tidak berhubungan langsung dengan keparahan kerusakan
glomerulus. Pasase protein plasma yang lebih besar dari 70 kD melalui
membrana basalis glomerulus normalnya dibatasi oleh charge selective
barrier (suatu polyanionic glycosaminoglycan) dan size
selectivebarrier. Pada nefropati lesi minimal, proteinuri disebabkan
terutama oleh hilangnya charge selectivity sedangkan pada nefropati
membranosa disebabkan terutama oleh hilangnya size selectivity.
Hipoalbuminemi
Hipoalbuminemi disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin
dan peningkatan katabolisme albumin di ginjal. Sintesis protein di hati
biasanya meningkat (namun tidak memadai untuk mengganti
kehilangan albumin dalam urin), tetapi mungkin normal atau menurun.
Hiperlipidemi
Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density
lipoprotein (LDL), trigliserida meningkat sedangkan high density
lipoprotein (HDL) dapat meningkat, normal atau menurun. Hal ini
disebabkan peningkatan sintesis lipid di hepar dan penurunan
katabolisme di perifer (penurunan pengeluaran lipoprotein, VLDL,
kilomikron dan intermediate density lipoprotein dari darah)Peningkatan
sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan albumin serum dan
penurunan tekanan onkotik.
e. Pemeriksaan penunjang
Urin :
Albumin : Kualitatif : ++ sampai ++++
Kuantatif : > 50 mg/kgBB/hari (diperiksa
memakai reagens ESBACH)
Sedimen : oval fat bodies : epitel sel yang mengandung butir-butir
lemak, kadang-kadang dijumpai erotrosit, lekosit, toraks hialin dan
toraks eritrosit.
Darah :
Pada pemeriksaan kimia dara dijumpai :
- Protein total menurun (N : 6,2 – 8,1 gm/100ml)
- Albumin menurun (N : 4-5,8 gm/100ml)
- α1 globulin normal (N : 0,1-0,3 gm/100ml)
- α2 globulin meninggi (N : 0,4-1 gm/100ml
- β globulin normal (N ; 0,5-0,9 gm/100ml
- γ globulin normal (N : 0,3-1 gm/100ml)
- Rasio albumin/globulin < 1 ( : 3/2)
- Komplemen c3 normal /rendah (N : 80-120 mg/100ml)
- Ureum, kreatinin dan klirens kreatinin normal
f. Diagnosis
Diagnosis SN dibuat berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan
laboratorium berupa proteinuri masif (> 3,5 g/1,73 m2luas
permukaan tubuh/hari), hipoalbuminemi (<3 g/dl), edema,
hiperlipidemi, lipiduri dan hiperkoagulabilitas.Pemeriksaan
tambahan seperti venografi diperlukan untuk menegakkan diagnosis
trombosis vena yang dapat terjadi akibat hiperkoagulabilitas. Pada
SN primer untuk menentukan jenis kelainan histopatologi ginjal
yang menentukan prognosis dan respon terhadap terapi, diperlukan
biopsi ginjal.
g. Penatalaksaan
1. Pengobatan umum:
Diet harus mengandung banyak protein dengan nilai biologik
tinggi dan tinggi kalori . protein 1-2 gr/kgBB/ hari, bila ureum
dan kreatinin meningkat diberi protein 0,5-1 gr/ kgBB/hari .
kalori rata-rata :100kalori/kgBB/hari. Pembatasan cairan bila
terdapat gejala-gejala gagal ginjal.
Aktivitas : tirah baring dianjurkan bila ada edema hebat atau
ada kompilasi . bila edema sudah berkurang atau tak ada
komplikasi maka aktivitas fisik tidak mempengaruhi
perjalanan penyakit . sebaliknya tanpa aktivitas dalam jangka
waktu yang lama akan mempengaruhi kejiwaan anak.
Antibiotik bila ada tanda tanda infeksi sekunder
2. Pengobatan dengan kortikosteroid
Pengobatan dengan kortikosteroid terutama diberikan pada SN yang
sensitif terhadap kortikosteoid yaitu pada SNKM. Bermacam-macam
cara protokol yang dipakai tergantung pengalaman dari tiap senter,
tetapi pada umunya dipakai cara yang dianjurkan oleh International
Collaboration Study Of Kidney Disease In Children (ISKDC).
Protokol International Collaboration Study Of Kidney Disease In
Children (ISKDC).
Serangan I:
Prednison 2 mg/kgBB/hari (maksimal 60-80 mg) selama 4 minggu
(CD), bila tercapai remisi pada akhir minggu ke-4, diteruskan
prednison dengan dosis 2/3 dosis CD selama 4 minggu dengan cara
AD/ID. Bila tetap remisi sampai minggu ke-8 , dosis prednison
diturunkan perlahan lahan (tapering off) selama 1-2 minggu. Perlu di
perhatikan/ diawasi untuk pemberian kortikosteroid ini karna efek
samping bila digunakan terlalu lama yaitu syok hipokalemik.
Relaps :
Cara pemberian seperti pada serangan I, hanya CD diberikan sampai
remisi( tidak perlu menunggu sampai 4 minggu )
Keterangan:
CD : continous day: prednison 60mg/m2/hari atau 2 mg/kgBB/hari
ID : intermittent day: prednison 40 mg/m2/hari atau dosis CD ,
diberikan 3 hari berturut turut dalam 1 minggu.
AD: pemberian prednison berselang seling hari.
h. Prognosis
Prognosis sindrom nefrotik tergantung dari kelainan
histopatologiknya. Umumnya SN dengan kelainan minimal (SNKM)
yang sensitif dengan kortikostroid mempunyai prognosis baik.
Sedangkan SN dengan kelainan histopatologik lain seperti bentuk fokal
Glomerulosclerisis, membranoproliferative, glomerulonephritis
mempunyai prognosis kerang baik karena sering mengalami kegagaln
ginjal.
2. GLOMERULONEFRITIS AKUT (GNA)
Glomerulonefritis sebenarnya merupakan istilah umum kelainan ginjal
berupa proliferasi dan inflamsi glomeruli yang disebabkan sekunder oleh
mekanisme imunologis terhadap antigen tertentu seperti bakteri, virus,
parasit tertentu dan zat lain. Bentuk yang paling sering pada anak adalah
glomerulonefritis akut yang didahului oleh infeksiStreptococcus β
hemoliticus grup A sehingga disebut Glomerulonefritis Akut Pasca
Streptococcus.
a. Insiden
Insidens sebenarnya dari GNAPS tidak begitu jelas mengingat bentuk
asimtomatik banyak terdapat pada anak-anak yang berkontak dengan
penderita GNAPS. Penyakit ini menyerang pada semua umur tetapi lebih
sering pada umur 6-7 tahun, jarang dibawah umur 3 tahun . insidens sex
laki-laki:perempuan =2:1.
b. Etiologi
Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul
setelah infeksi saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh
kuman Streptokokus β hemolitikus grup A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25, 49.
Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60 menyebabkan infeksi kulit 8-14 hari
setelah infeksi streptokokus, timbul gejala-gejala klinis. Infeksi kuman
streptokokus beta hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya
glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar 10-15%.
c. Patomekanisme
1. Autoimun (antibodi-antimembrana basalis glomerulus ) :
Antibodi akan timbul bila ada antigen yang masuk ke dalam
tubuh. Dalam hal ini antigen dari luar tubuh misalnya suatu mikroba,
menyebabkan tubuh membentuk antibodi. Antibodi tersebut bereaksi
dengan antigen yang terdapat pada membrana basais glomerulus
(mbg) yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan mbg. Bentuk
autoimun ini dapat dilihat secara imunofloresensi di mana tampak
endapan linier dari IgG dan C3 sepanjang kapiler glomerolus.
Contoh :
Good Pasture Syndrome
Penyakit ini ditandai dengan :
a. Hemoptisis akibat kerusakan membrana basalis alveolus
paru-paru
b. Glomerulonefritis dengan gejala hematuri, proteinuri
bahkan sampai kegagalan ginjal akibat kerusakan mbg.
Rapidly Progressive Glomerulonephritis (RPGN)
Penyakit akibat autoimun ini di sebut rapidly progressive
karena perjalan penyakit yang cepat memburuk dan terjadi
kegagalan ginjal yang irreversible dan sering membawa
kematian sehingga disebut juga GN Maligna. Gejala lain yang
sering timbul ialah proteinuria, hipertensi dan sindrom nefrotik.
Secara histologik tampak berubah crescents (bulan sabit)
sebagai akibat proliferasi sel-sel epitel disertai fibrin yang
hampir menutupi seluruh glomerulus. Prognosa jelek dan
umumnya meninggal akibat kegagalan ginjal.
2. Soluble antigen-antibody complex :
Antigen yang masuk ke sirkulasi menyebabkan timbulnya antibodi
yang bereaksi dengan antigen tersebut membentuk soluble antigen-
antibodi complex (SAAC). SAAC ini kemudian masuk dalam
sirkulasi, menyebaban sistem komplemen daam tubuh ikut bereaksi
sehingga komplemen C3 akan bersatu dengan SAAC membentuk
deposit di bawah epitel kapsula Bowman yang secara
imunofloresensi terlihat sebagai benjolan disebut HUMPS. Jadi
HUMPS ini terdiri dari antigen, antibodi ( IgG) dan C3 yang dengan
imunofloresensi terlihat sepanjang mbg dalam bentuk granuler atau
noduler. C3 yang ada dalam HUMPS ini akan menarik sel PMN (
chemotatic ) dan migrasi PMN inilah yang menyebabkan gangguan
permeabilitas mbg sehingga eritrosit, protein dan yang lainnya dapat
melewati mbG dan terdapat dalam urin.
Contoh : GNAPS dan Sindrom Nefrotik
Bentuk kompleks imun tidak saja terjadi melalui SAAC, tetapi bisa
juga terjadi secara in situ oleh karena ditemukannya endostreptosin,
suatu bentuk protein sitoplasma dari streptokokus nefritogenik yang
berfungsi sebagai antigen, mengendap langsung di mesangial
glomerulus (pada GNAPS).
d. Gejala klinik
Gejala klinik GNAPS sangat bervariasi dari bentu asimtomatik sampai
gejala-gejala tipik. Bentuk asimtomatik lebih banyak daripada GNAPS
penderita GNAPS simtomatik baik sporadik maupun yang epidemik.
Bentuk asimtomatik diketahui apabila terdapat kelainan sedimen urin
terutama hematuri mikroskopis yang disertai riwayat kontak dengan
penderita GNAPS simtomatik.
GNAPS simtomatik
1. Periode laten :
Pada GNAPS yang tipik harus ada periode laten yaitu
periode antara infeksi streptokokus dan timbulnya gejala-
gejala. Periode ini berkisar 1-3 minggu, periode 1-2 minggu
umumnya terjadi pada GNAPS yang didahului oleh infeksi
saluran napas, sedangkan periode 3 minggu didahului oleh
infeksi kulit/piodermi. Periode ini jarang terjadi di bawah 1
minggu. Bila periode laten ini berlangsung kurang 1 minggu
maka harus dipikirkan kemungkinan penyakit lain seperti
eksaserbasi glomerulonefritis kronik, Systemic Lupus
Erythematosus. Shoenlein-Henoch Syndrome atau benign
recurrent haematuria.
2. Edema :
Merupakan gejala yang paling sering dan umumnya paling
pertama timbul dan menghilang pada akhir minggu
pertama. Paling sering terjadi di muka terutama daerah
periorbital (palpebra), disusul oleh tungkai. Jika terjadi
retensi cairan yang hebat, bisa timbul asites dan edema
genitalia eksterna yang menyerupai sindrom nefrotik.
Distribusi edema tergantung pada 2 faktor yaitu gravitasi
dan tahanan jaringan lokal. Itu sebabnya edema pada muka
dan palpebra sangat menonjol pada waktu bangun pagi oleh
karena adanya jaringan longar pada daerah tersebut dan
menghilang atau berkurang setelah melakukan kegiatan
fisik. Hal ini tejadi karena faktor gravitasi. Kadang-kadang
terjadi pula edema laten yaitu edema yang tidak tampak
dari luar dan baru diketahui setelah terjadi diuresis dan
penurunan berat badan.
3. Hematurria :
Hematuria makroskopis terdapat pada 30-70% kasus
GNAPS, sedangkan hematuria mikroskopis dijumpai hampir
pada semua kasus. Urin tampak coklat kemerah-merahan
atau seperti teh tua, air cucian daging atau seperti coca-cola.
Hematuria makroskopis biasanya timbul dalam minggu
pertama dan berlangsung beberapa hari tetapi bisa pula
berlangsung sampai beberapa minggu. Hematuria
mikroskopis bisa berlangsung lebih lama, umumnya
menghilang dalam waktu 6 bulan. Kadang-kadang masih
dijumpai hematuria mikroskopis dan proteinuria walaupun
secara klinis GNAPS sudah sembuh. Bahkan hematuria
mikroskopis bisa menetap lebih dari satu tahun, sedangkan
proteinuria sudah menghilang. Keadaan ini disebut
hematuria persisten dan merupakan indikasi untuk biopsi
ginjal, mengingat kemungkinan adanya glomerulonefritis
kronik.
4. Hipertensi :
Hipertensi merupakan gejala yang penting yang terdapat
pada 60-70% kasus GNAPS. Umumnya hipertensi yang
terjadi tidak berat. Timbul terutama dalam minggu pertama
dan umumnya menghilang bersamaan dengan
menghilangnya gejala klinik yang lain. Pada kebanyakan
kasus dijumpai hipertensi (tekanan diastolik 80-90 mmHg).
Hipertensi ringan tidak perlu diobati sebab dengan istirahat
yang cukup dan diet yang teratur, tekanan darah akan normal
kembali. Adakalanya hipertensi berat menyebabkan
hypertensive encephalopathy yaitu hipertensi yang disertai
gejala serebral seperti sakit kepala, muntah-muntah,
kesadaran yang menurun dan kejang-kejang. Insiden
hypertensive encephalopathy ini dilaporkan 5-10% dari
penderita yang dirawat dengan GNAPS. Sampai sekarang
terjadinya hipertensi belum jelas. Diduga karena
hipervolemia akibat ekspansi cairan ekstraseluler.
5. Oliguria :
Tidak sering dijumpai, terdapat 5-10% kasus GNAPS
dengan produksi urin kurang dari 350 ml/m2/hari. Oliguria
terjadi bila fungsi ginjal menurun atau timbul kegagalan
ginjal akut. Seperti ketiga gejala sebelumnya, oliguria
umumnya timbul dalam minggu pertama dan menghilang
bersamaan dengan timbulnya diuresis pada akhir minggu
pertama. Oliguria bisa pula menjadi anuria yang
menunjukkan adanya kerusakan glomerulus yang berat
dengan prognosis yang jelek.
6. Gejala – gejala sistem kardiovaskuler :
Yang paling penting adalah kongesti sirkulasi yang terjadi
pada 20-70% kasus GNAPS. Dahulu diduga kongesti
sirkulasi terjadi akibat hipertensi atau miokarditis, tetapi
ternyata dalam klinik kongesti tetap terjadi walaupun tidak
ada hipertensi atau gejala-gejala miokarditis. Ini berarti
bahwa kongesti terjadi bukan karena hipertensi atau
miokarditis tetapi diduga akibat retensi Na dan air sehingga
terjadi hipervolemia.
a. Edema pulmonum :
Edema pulmonum merupakan gejala yang paling
sering terjadi akibat kengesti sirkulasi. Kelainan ini
bisa bersifat asimtomatik, artinya hanya terlihat
secara radiologis. Gejala-gejala klinik adalah batuk,
sesak napas, sianosis. Pada pemeriksaan fisik
terdengar ronki basah kasar atau basah halus.
Keadaan ini disebut Acute Pulmonary Edema yang
umumnya terjadi dalam minggu pertama dan
kadang-kadang bersifat fatal. Gambaran klinik ini
menyerupai bronkopnemonia, sehingga kadang-
kadang penderita datang dengan bronkopnemonia
dan penyakit utama ginjal dilupakan. Oleh karena
itu pada kasus-kasus demikian perlu anamnesis yang
teliti dan jangan lupa pemeriksaan urin
b. Kelainan foto toraks :
Frekuensi kelainan radiologik toraks berkisar antara
62,5-85,5% dari kasus kasus GNAPS. Kelainan ini
biasanya timbul dalam minggu pertama dan
menghilang bersamaan dengan menghilangnya
gejala-gejala klinik lain. Kelainan radiologik toraks
dapat berupa kardiomegali, edema paru, kongesti
paru dan efusi pleura. Yang terbanyak adalah
kongesti paru kardiomegali + efusi pleura sering
disebut nephritic lung. Kelainan ini bisa sendiri atau
bersama-sama. Pada pengamatan 48 penderita
GNAPS yang dirawat di bagian anak RSU dan RS
Pelamonia sejak April 1979 sampai Nopember 1983
didapatkan 56,4% konegsti paru, 48,7% edema paru
dan 43,6% efusi pleura. Kelainan radiologik paru
yang ditemukan pada GNAPS ini sering sukar
dibedakan dari bronkopnemonia, pnemonia atau
peradangan pleura. Menurut beberapa penulis,
perbaikan radiologik paru pada GNAPS biasanya
lebih cepat terjadi yaitu dalam waktu 5-10 hari,
sedangkan pada bronkopnemonia atau pnemonia
diperluka waktu lebih lama yaitu 2-3minggu. Atas
dasar inilah kelainan radiologik paru dapat
membantu menegakkan diagnosis GNAPS
walaupun tidak patognomonis. Patogenesis kelainan
sampai sekarang belum jelas. Yang jelas ialah
terdapatnya kongesti paru yang disebabkan oleh
hipervolemia akibat peningkatan absorpsi Na dan
air.
c. Kelainan EKG :
Pada penderita GNAPS bisa dijumpai kelainan EKG
terutama pada kasus-kasus dengan pembesaran
jantung, payah jantung atau hipertensi. Kelainan
dapat berupa :
a. Perubahan gelombang T berupa low voltage
dan inverted pada lead I.
b. QT dan PR interval memanjang, sinus
takikardia dan bradikardia.
c. Kadang-kadang dijumpai depresi gelombang
ST.
7. Gejala – gejala lain :
Selain gejala-gejala utama tadi kadang-kadang dijumpai
gejala umum seperti pucat, malaise, letargi dan anoreksia.
Gejala pucat mungkin karena peregangan jaringan subkutan
akibat edema atau hematuria makroskopis yang berlangsung
lama.
e. Pemeriksaan penunjang
- Urin :
Proteinuria
Secara kualitatif proteinuria berkisar antara negative sampai ++,
jarang terjadi +++. Bila terdapat proteinuria +++ harus
dipertimbangkan adanya gejala sindrom nefrotik. Secara
kuantitatif proteinuria biasanya kurang dari 2 gram/m2/24 jam,
tetapi pada keadaan tertentu dapat melebihi 2 gram/m2/24 jam.
Hilangnya proteinuria tidak selalu bersamaan dengan hilangnya
gejala-gejala klinik sebab lamanya proteinuria bervariasi antara
beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah gejala klinik
menghilang. Sebagai batas 6 bulan, bila lebih dari 6 bulan masih
terdapat proteinuria disebut proteinuria persisten yang menunjukan
kemungkinan suatu glomerulonefritis kronik yang dengan
sendirinya memerlukan biopsy ginjal untuk membuktikannya.
Sedimen urin :
Hematuria mikroskopis merupakan kelainan yang hamper selalu
ada, oleh karena itu adanya eritrosit dalam urin ini merupakan
tanda yang paling penting untuk melacak lebih lanjut kemungkinan
suatu glomerulonefritis. Begitu pula dengan torak eritrosit yang
dengan pemeriksaan teliti terdapat pada 60-85% kasus GNAPS.
Adanya torak eritrosit ini merupakan bantuan yang sangat penting
pada kasus-kasus GNAPS yang tidak jelas, sebab torak ini
menunjukan adanya suatu peradangan glomerulus (glomerulitis).
Walaupun begitu bentuk torak ini bias pula dijumpai pada penyakit
ginjal lain seperti Acute Tubuler Necrosis.
- Darah
BUN naik pada fase akut, lalu normal kembali
ASTO >100 Kesatuan Todd
Komplemen C3 < 50 mg/dl pada 4 minggu pertama
Hipergamaglobulinemia, terutama IgG
Anti DNA-ase beta dan properdin meningkat
f. Penatalaksaan
1. Istirahat :
Istirahat ditempat tidur terutama bila dijumpai komplikasi yang
biasanya timbul dalam minggu pertama perjalanan penyakit GNAPS .
sesudah fase akut, tidak dianjurkan lagi istirahat di temapt tidur ,
tetapi tidak diizinkan kegiatan sebelum sakit. Lamanya perawatan
tergantung pada keadaan penyakit . dahulu dianjurkan prolonged bed
rest sampai berbulan- bulan dengan alasan proteinuria dan hematuria
mikroskopis belum hilang . kini lebih progresif , penderita
dipulangkan sesudah 10-14 hari perawatan dengan syarat tidak ada
komplikasi dan kelainan laboratorium urin yang masih ada dilakukan
pengamatan lanjut pada waktu berobat jalan. Istirahat yang terlalu
lama di tempat tidur menyebabkan anak tidak bisa bermain dan jauh
dari teman-temanya sehingga memberi beban fisiologik.
2. Diet:
Pemberian garam perlu diperhatikan. Bila edema berat , diberikan
makanan tanpa garam dan bila edema ringan, pemberian garam
dibatasi sebanyak 0,5-1 gram/hari . protein dibatasi bila kadar ureum
meninggi yait sebanyak 0,5-1 gram/kgBB/hari . . asupan cairan harus
diperhitungkan dengan baik terutama penderita dengan oligouria atau
anuria, yaitu jumlah cairan yang masuk harus seimbang dengan
pengeluaran , berarti asupan cairan=jumlah urin +insensible water loss
(20-25ml/kgBB/hari) +jumlah keperluan cairan pada setiap kenaikan
suhu dari normal (10mg/kgBB/hari).
3. Antibiotik
Pemberian antibiotik pada GNAPS sampai sekarang msih sering
dipertentangkan . pihak satu hanya memberi antibiotik biakan hapusan
tenggorok atau kulit posif untuk streptococcus, sedangkan pihak yang
lain memberikan secara rutin dengan alsan biaknan negatif belum
dapat menyingkirkan infeksi streptococcus . biakan negatif dapat
terjadi ole karena telah mendapat antibiotik sebelum masuk rumah
sakit atau akibat periode laten yang terlalu lama (>3 minggu)
4. Simptomatis
Bendungan sirkulasi
Yang paling penting dalam menangani sirkulasi adalah
pembatasan cairan dengan kata lain input harus sesuai dengan
output. Bila terjadi edema berat atau tanda-tanda edema paru
akut, harus diberikan diuretik, misalnya furosemid. Kalau tidak
berhasil dilakukan dialisa peritoneal.
Hipertensi
Tidak semua hipertensi harus mendapat pengobatan. Pada
hipertensi ringan dengan istirahat cukup dan pembatasan
cairan yang baik, tekana darah bisa kembali normal dalam
waktu 1 minggu. Pada hipertensi berat atau hipertensi dengan
gejal-gejala serebral (ensefalopati hipertensi) bisa diberikan
klonidin (0,002-0,006 mg/KgBB) Yang dapat diulangi sampai
3 kali atau diazoxide 5 mg/KgBB/hari secara intravena(i.v).
kedua obat tersebut dapat digabung dengan furosemid (1-3
mg/KgBB). Pada hipertensi sedang atau hipertensi berat tanpa
tanda-tanda serebral bisa diberikan kaptopril (0,3 – 2
mg/kgBB/hr) atau furosemid atau kombinasi keduanya. Selain
obat-obatan tersebut diatas, pada keadaan intake oral cukup
baik dapat juga diberikan nifedipin secara sublingual dengan
dosis 0,25-0,5 mg/kgBB/hr yang dapt diulangi setiap 30-60
menit bila diperlukan.
Gagal ginjal akut
Yang terutama harus diperhatikan adalah pembatasan cairan,
pemberian kalori yang cukup dalam bentuk karbohidrat. Bila
terjadi asidosis harus diberikan Natrium Bikarbonat dan bila
terdapat hiperkalemi diberikan Ca glukonas atau kayexalate
untuk mengikat kalium.
5. Follow Up
Pada umumnya perjalanan penyakit GNAPS ditandai dengan fase akut
yang berlangsung 1-2 minggu. Pada akhir minggu pertama atau
minggu kedua gejala-gejala seperti edema, hematuri, hipertensi atau
oligouriamulai menghilang, sebaliknya gejala-gejala laboratorik
menghilang dalam waktu 1-12 bulan, C3 yang menurun
(hipokomplemenemia) menjadi norma kembali sesudah 2 bulan.
Proteinuria bisa menetap sampai 6 bulan, sedangkan hematuria
mikroskopik dapat menetap sampai 1 tahun. Dengan adanya
hematuria mikroskopis dan atau proteinuria persisten, maka setiap
penderita yang telah dipulangkan dianjurkan untuk follow up setia 4-6
minggu selam 6 bulan pertama.
g. Prognosis
Penyakit ini dapat sembuh semourna dalam waktu 1-2 minggu bila
tidak ada komplikasi sehingga sering digolongkan dalam self limiting
disease. Walaupun sangat jarang GNAPS ini bisa kambuh kembali
(recurrent).
Pada umunya perjalanan penyakit GNAPS ditandai dengan fase
akut yang berlangsung 1-2 minggu, kemudian disusul dengan
menghilangnya gejala- gejala laboratoris terutama hematuri mikroskopis
dan proteinuria dalam waktu 1-12 bulan. Pada anak 85-95% kasus
GNAPS sembuh sempurna sedangkan pada orang dewasa 50-75% . pada
kasus –kasus tertentu , GNAPS dapat berlangsung kronis baik secara
klinik maupun secara histologi atau laboratorik. Pada orang dewasa kira-
kira 15-30% kasus masuk dalam proses kronik sedangkan pada anak 5-
10% kasus menjadi glomerulonefrotik kronik. Walaupun prognosis
GNAPS ini baik , kematian bisa terjadi terutama dalam fase akut akibat
gagal ginjal akut , edema paru akut atau hipertensi enselofati.
E. KOMPLIKASI YANG DAPAT TERJADI PADA PASIEN
Hipertensi ensefalopati
Edema paru
Syok hipoalbuminemia
Gagal ginjal
DAFTAR PUSTAKA
Suyono,slamet. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi IV. Dalam :
Waspadji S,Lesmana L, Alwi I,editors. Jakarta: FK UI;2006
Rauf, Syarifuddin. Catatan Kuliah Nefrologi Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FK-UH.2002
Sukandar, Enday. Nefrologi Klinik Edisi III. Bandung : Bagian Ilmu Penyakit
Dalam FK UNPAD ; 20064
Alatas, husein; Tambunan, Taralan, dkk. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi 2.
Balai Penerbit FKUI. Jakarta.2010.
Price, SA. Patofisiologi Volume II Edisi 6. Jakarta : EGC ; 2003
Purnomo, BB. Dasar-dasar Urologi Edisi II. Malang : Ilmu Bedah FK
UNIV.Brawijaya ; 2008
Gunawan, SG. Farmakologi Dan Terapi. Dalam : Setiabudy R, Nafrialdi, editors.
Jakarta : FK UI ; 2007
Dorland,Newman. Kamus kedokteran DORLAND edisi 29. Jakarta : EGC; 2002