laporan skenario 3 peran lingkungan terhadap infeksi parasit
DESCRIPTION
Sistem Tubuh 3TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh sebuah agen biologi
(seperti virus, bakteria atau parasit), bukan disebabkan faktor fisik (seperti luka
bakar) atau kimia (seperti keracunan). Salah satu agen biologi yang dapat
menyebabkan penyakit infeksi yaitu Protozoa. Protozoa merupakan hewan
berukuran mikroskopis yang terdiri dari satu sel. Istilah Protozoa berasal dari
bahasa Yunani, yaitu protos berarti pertama dan zoon berarti hewan. Sel protozoa
tersusun dari organela–organela yang merupakan kesatuan lengkap dan sanggup
melakukan semua fungsi kehidupan. Sebagian besar protozoa hidup bebas di
alam, tetapi beberapa jenis hidup sebagai parasit pada binatang dan manusia.
Klasifikasi protozoa berdasarkan alat geraknya yakni, sarcodina (bergerak secara
amoboid) contoh: Entamoba histolitica, mastigophora (bergerak menggunakan
flagel) contohnya: Trichomonas vaginalis, ciliate (bergerak menggunakan silia)
contohnya Balantidium coli, sporozoa (tidak menggunakan alat gerak) contohnya:
Plasmodium. Beberapa protozoa adalah hewan parasit yang menyerang manusia
maupun hewan yang dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas. Untuk
menginfeksi inang protozoa memiliki dua siklus hidup yakni tropozoit dan kista.
Bentuk tropozoid adalah bentuk aktif dari protozoa untuk menginfeksi inang dan
kista adalah bentuk pertahanan dari protozoa itu sendiri, protozoa masuk ke dalam
inang juga dalam bentuk kista.
Infeksi oleh protozoa didukung oleh beberapa faktor, seperti kebersihan
individu; parasitnya sendiri; tuan rumah reservoir; faktor lingkungan; dan
sebagainya. Salah satu yang sangat mendukung penyebaran infeksi dari protozoa
yaitu faktor lingkungan, yang antara lain kepadatan penduduk; kondisi sosial-
ekonomi; iklim; sanitasi lingkungan dan faktor kultural sangat berpengaruh
terhadap meluasnya penyebaran infeksi oleh protozoa.
1
1.2 Skenario
Penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas pada bayi dan anak pada banyak bagian dunia. Salah
satu penyakit yang disebut amebiasis dapat merupakan penyebab ketiga kematian
pada skala global. Prevalensi infeksi amoeba di seluruh dunia bervariasi, dari 5%-
81%. Di Indonesia, amebiasis kolon banyak ditemukan dalam keadaan endemi.
Prevalensi di berbagai daerah di Indonesia berkisar antara 10-18% hal ini
disebabkan oleh faktor kepadatan penduduk, hiegene individu, dan sanitasi
lingkungan hidup serta kondisi sosial ekonomi dan cultural yang menunjang.
1.3 Rumusan Masalah
Dari latar belakang dan scenario diatas, dapat dirumuskan beberapa masalah,
antara lain sebagai berikut:
1. Bagaimana cara protozoa menginfeksi inangnya?
2. Apa saja faktor yang mempengaruhi infeksi protozoa?
1.4 Tujuan Pembelajaran
Dari beberapa hal diatas, tujuan pembelajaran yang ingin kami capai, antara
lain sebagai berikut:
1. Menjelaskan bagaimana protozoa menginfeksi inangnya
2. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi infeksi protozoa
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Protozoa berasal dari bahasa yunani, yaitu protos yang artinya pertama dan
zoon yang artinya hewan. Protozoa merupakan hewan yang bersifat uniseluler,
dimana setiap satu sel protozoa merupakan satu keseluruan dari organisme itu
sendiri. Protoplasma dari protozoa dapat mengadakan modifikasi – modifikasi
atau penonjolan – penonjolan yang dapat bersifat sementara atau tetap. Penonjolan
– penonjolan yang bersifat sementara misalnya penonjolan yang berfungsi sebagai
kaki pseudopodia (Lahay, 2007).
Protozoa adalah organisme uniseluler, hidup bebas atau parasit, beberapa
diantaranya bersimbiosis dengan mahluk hidup lain. Pencernaan secara
intraseluler di dalam vakuola makanan. Alat gerak berupa psedium, cilia, atau
flagella pengambilan makanan secara holozik, saprozoik dan holophitik.
Umumnya berkembang biak melalui pembelahan sel dan konjugasi. Alat gerak
berupa kaki semu, flagel dan silia. Terdiri atas 4 kelas yaitu 1). Mastigopora 2).
Rhizopoda 3). Sprozoa 4). Ciliata
Siklus hidup parasit secara umum dapat dibedakan menjadi siklus hidup
secara langsung dan tak langsung. Siklus hidup secara langsung adalah untuk
melangsungkan hidup parasit memerlukan hanya satu hospes (hospes definitif)
dan parasit ini memiliki fase bebas. Fungsi hidup protozoa dilakukan oleh
protoplasma, suatu zat yang bergranula kasar atau halus, yang terdiri dari
nukleoplasma dan sitoplasma. Sitoplasma sering terdiri atas ektoplasma, yaitu
bagian luar yang tipis, dan endoplasma yaitu bagian dalam yang lebih besar.
Ektoplasma mempunyai fungsi dalam pergerakan, mengambil makanan, eksresi,
respirasi, dan melindungi diri. Endoplasma yang bergranula mengurus gizi sel dan
karena mengandung nukleus juga mengurus reproduksi.
Tiap protozoa merupakan kesatuan lengkap yang sanggup melakukan fungsi
fisiologi yang dalam jasad lebih besar dapat dikerjakan oleh sel-sel khusus.
Sebagian besar protozoa hidup bebas, tetapi beberapa jenis hidup sebagai
parasit,setelah menyesuaikan diri dengan kehidupan yang berlainan di dalam
3
tubuh hospes. Manusia merupakan hospes daripada sekurang-kurangnya enam
spesies amoeba, yang termasuk 4 genus, yaitu (1) Entamoeba Histolytica (2)
E.Colli (3) E.Ginggivalis (4) Dientamoeba Fragilis, (5) Endolimax Nana, dan (6)
Iodamoeba Butschlii. Semuanya hidup didalam rongga usus besar, tetapi hanya
satu spesies yaitu Entamoeba Histolytica, merupakan parasit patogen yang
penting untuk manusia. Entamoeba Histolytica dapat menyebabkan penyakit yang
bernama amebiasis yang merupakan patogen kolon yang lazim di Negara
berkembang, terdapat di seluruh dunia terutama di daerah tropis dan subtropis.
Infeksi protozoa ini ada dalam dua bentuk, yaitu dalam bentuk kista yang infektif
dan bentuk lain yang rapuh, berupa tropozoit yang patogen. Kista sampai pada
manusia melalui air dan sayur-mayur yang terkena kontaminasi dengan tinja yang
infektif, melalui makanan yang dikontaminasi oleh lalat atau tangan orang-orang
yang menyajikan makanan, atau karena penularan langsung dari pengandung
kista. Sumber-sumber air di desa-desa kecil yang sering terkena kontaminasi
dengan kotoran setempat, dapat menyebabkan infeksi. Entamoeba gingivalis
merupakan protozoa yang tidak patogen dalam jumlah yang kecil, protozoa ini
disebut patogen ketika terjadi keradangan gingival dan terutama ditemukan pada
gigi berlubang.
4
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Mapping
3.2 Protozoa
3.2.1 Morfologi Protozoa
Semua protozoa mempunyai vakuola kontraktil. Vakuola dapat
berperan sebagai pompa untuk mengeluarkan kelebihan air dari sel, atau
untuk mengatur tekanan osmosis. Jumlah dan letak vakuola kontraktil
berbeda pada setiap spesies. Protozoa dapat berada dalam bentuk vegetatif
(trophozoite), atau bentuk istirahat yang disebut kista. Protozoa pada
keadaan yang tidak menguntungkan dapat membentuk kista untuk
mempertahankan hidupnya.
Saat kista berada pada keadaan yang menguntungkan, maka akan
berkecambah menjadi sel vegetatifnya. Protozoa tidak mempunyai dinding
sel, dan tidak mengandung selulosa atau khitin seperti pada jamur dan algae.
Kebanyakan protozoa mempunyai bentuk spesifik, yang ditandai dengan
fleksibilitas ektoplasma yang ada dalam membran sel.. Protozoa merupakan
sel tunggal, yang dapat bergerak secara khas menggunakan pseudopodia
5
(kaki semu), flagela atau silia, namun ada yang tidak dapat bergerak aktif
(Parasitologi Kedokteran Edisi Ketiga FKU UI).
3.2.2 Fisiologi Protozoa
Fungsi hidup protozoa dilakukan oleh protoplasma, suatu zat yang
bergranula kasar atau harus, yang terdiri dari nukleoplasma dan sitoplasma.
Sitoplasma sering terdiri atas ektoplasma , bagian luar yang tipis, dan
endoplasma, bagian dalam yang lebih besar.
Ektoplasma mempunyai fungsi dalam pergerakan, mengambil
makanan, ekskresi, respirasi dan melindungi diri. Alat pergerakan ialah
bagian dari ektoplasma yang memanjang dan dikenal sebagai plasmodium,
cilium, flagellum, atau membrane bergelombang.
Endoplasma yang bergranula mengurus gizi sel dank arena
mengandung nucleus juga mengurus reproduksi. Endoplasma berisi vakuola
makanan, makanan cadangan, benda asing, vakuola kontraktil dan benda
kromatid. Vakuola kontraktil mempunyai fungsi dalam mengatur tekanan
osmose dan membuang bahan-bahan sampah.
Fungsi reproduksi dan fungsi bertahan diri, dilaksanakan oleh
protoplasma yang mempunyai sifat sifat khusus atau oleh bagian
protoplasma dengan struktur dan fungsinya yang telah disesuaikan, yang
disebut organel. Pergerakan dipergunakan untuk memperoleh makanan dan
untuk bereaksi terhadap rangsangan fisik dan kimia. Protozoa bernafas
secara langsung dengan mengambil oksigen dan mengeluarkan karbon
dioksida, maupun secara tidak langsung dengan menggunakan oksigen yang
dilepaskan dari persenyawaan kompleks oleh aktivitas enzim. Untuk
sebagian besar kelangsungan hidup protozoa berdasarkan kekuatan
reproduksi yang tinggi. Reproduksi protozoa berlangsung secara seksuil dan
aseksuil. Dalam reproduksi aseksuil atau tipe belah pasang, pembelahan inti
telah dimodifikasi secara mitosis dan amitosis.
6
3.3 Protozoa Patogen
3.3.1 Entamoeba histolytica
Daur Hidup Entamoeba histolytica
E.histolytica merupakan salah satu dari enam spesies Amoeba kelas
rhizopoda. Parasit ini dapat menyebabkan penyakit yang disebut amebiasis
dengan manusia sebagai hospesnya. Dalam daur hidupnya, E.histolitica
mempunyai 3 stadium, yaitu bentuk histolitika, minuta, dan kista. Bentuk
histolitika dan minuta adalah bentuk trofozoit, perbedaannya terletak pada
sifat dan ukurannya. Bentuk histolitika bersifat patogen dan mempunyai
ukuran yang leih besar. Bentuk ini dapat hidup di jaringan usus besar, hati,
paru, otak, kulit, dan vagina. Sedang bentuk minuta adalah bentuk pokok
(esensial). Tanpa bentuk minuta, daur hidup tidak dapat berlangsung. Lalu
kista dibentuk di rongga usus besar. Bentuk ini tidak patogen, tetapi dapat
merupakan bentuk infektif (Staf Pengajar Bagian Parasitologi, 2006).
Patogenesis Entamoeba histolytica
Patogenesis Entamoeba histolytica tergantung pada (1) resistensi
hospes (2) virulensi dan kemampuan invasi amuba itu, dan (3) keadaan
traktus intestinalis. Resistensi tergantung pada kekebalan bawaan, keadaan
gizi dan bebas tidaknya si penderita daripada infeksi penyakit-penyakit
infeksi yang melemahkan. Virulensi, kemampuan untuk invasi, jumlah
amuba dan keadaan local daripada usus tempat invasi dipermudah oleh
makanan yang terdiri atas karbohidrat, kerusakan fisik dan kimiawi pada
mukosa, stasis dan terutama flora bakteri yang menentukan luas ulkus pada
usus. Bakteri mempertinggi daya invasi amuba atau menciptakan kondisi
yang mempermudah invasi itu.
Siklus hidup Entamoeba histolytica
Bentuk trofozoit (histolitika) memasuki mukosa usus besar yang utuh
dan mengeluarkan enzim yang dapat menghancurkan jaringan (lisis). Enzim
ini adalah suatu cystein proteinase yang disebut histolisin. Kemudian
trofozoit memasuki submukosa dengan menembus lapisan muskularis
mukosa, bersarang di submukosa dan membuat kerusakan yang lebih luas
7
daripada di mukosa usus. Akibatnya terjadi luka yang disebut ulkus ameba.
Lesi ini biasanyamerupakan ulkus-ulkus kecil yang letaknya tersebar di
mukosa usus, bentuk rongga ulkus seperti botol dengan lubang sempit dan
dasar yang lebar, dengan tepi yang tidak teratur agak meninggi dan
menggaung. Proses yang terjadi terutama nekrosis dengan lisis sel jaringan.
Bila terjadi infeksi sekunder terjadilah proses peradangan. Proses ini
dapat meluas di submukosa dan melebar ke lateral sepanjang sumbu usus,
maka kerusakan dapat menjadi luas sekali sehingga ulkus-ulkus saling
berhubungan dan terbentuk sinus sinus dibawah mukosa. Bentuk trofozoit
(histolitika) ditemukan dalam jumlah besar di dasar dan dinding ulkus.
Dengan peristaltis usus, bentuk ini dikeluarkan bersama isi ulkus ke rongga
usus kemudian menyerang lagi mukosa usus yang sehat atau dikeluarkan
bersama tinja. Tinja ini disebut tinja disentri yaitu tinja yang bercampur
darah dan lendir (Staf Pengajar Bagian Parasitologi, 2006; Soewondo,
2007). Tempat yang sering dihinggapi (predileksi) adalah sekum, rektum,
sigmoid. Seluruh kolon dan rektum dapat dihinggapi apabila infeksi berat.
Gambar 3.1 Tahapan penginfeksian organ oleh Entamoeba histolytica
8
Amebiasis Intestinal
Invasi parasit ini dimulai dengan melalui kripta mukosa usus dan
menyababkan terbentuknya ulkus primer. Pada ulkus primer dapat sembuh
sempurna, sembuh namun meninggalkan berkas yang menetap ataupun
dapat terjadi penyebaran pada lapisan mukosa dan lapisan yang lebih dalam.
Penyerangan ke lapisan yang lebih dalam terhalangi oleh lapisan muskularis
mukosa yang lebih resisten sehingga terjadi penyebaran ke lateral.
Penyebaran ke lateral dapat menyebakan ulkus satu bergabung dengan ulkus
yang lain dan membentuk sinus-sinus tempat ulkus satu dan yang lain
terlihat normal padahal di bawahnya terdapat hubungan satu sama lain. Jika
mukosa diatas terowongan ini lepas akan terbentuk ulkus yang lebih besar.
Lepasnya mukosa tadi disertai dnegan terlepasnya parasit sehingga akan
lebih meluas ke dalam.
Ameba terutama di dapat didasar ulkus atau tersebar di dalam
jaringan. Tampak perubahan histologist meliputi histolisis, thrombosis
kapiler, infiltrasi sel bulat, dan nekrosis. Jika invasi berlanjut dapat
menembus tunika serosa sehingga terjadi perforasi, perdarahan, berlanjut
dengan peritonitis.
Amebiasis Ekstraintestinal
Invasi dapat terjadi pada pembuluh darah sehingga dapat terjadi
penyebaran ke organ dimluar usus melalui aliran darah. Yang paling sering
adalah penyebaran ke hati melalui vena porta. Mula-mula terjadi hepatitis
ameba diffusa yang sebenarnya merupakan reaksi hati nonspesifik terhadap
bakteri, toksin, virus, atau zat lain. Hati membesar dan terasa nyeri yang
akan diikuti terbentuknya abses yang dapat membesar.
Perluasan abses hati (secara perikontinuitatum) dapat menimbulkan
abses subdiafragma yang dapat meluas e sebelah atas menembus diafragma
dan terjadi abses paru-paru yang merupakan urutan kedua setelah abses hati.
Selain itu, penyebaran ke organ lain dapat terjadi yaitu ke otak, limpa,
vagina, prostat dan sebagainya.
9
Cara Pencegahan Amebiasis
1. Memasak/merebus air minum
2. Menjaga kebersihan & kerapihan lingkungan serta pembuangan
sampah secara benar
3. Mencuci tangan setelah buang air
4. Menggunakan teknik aseptic
5. Memproses alat bekas pakai
Pengobatan Amebiasis
Sampai pertengahan abad ke 20 beberapa obat untuk disentri amuba
antara lain adalah emetin hidrokhlorin, quinin, khloroquin dan
dehidroemetin. Tahun 1966, dilaporkan bahwa metronidazol sangat baik
untuk pengobatan amebiasis. Obat yang digunakan untuk penderita
amebiasis seyogyanya punya sifat antara lain bekerja sebagai tissue
amoebicide, diserap langsung ke dalam mukosa usus dan segera membunuh
amuba, serta efektif membunuh kista dan trofozoit.
Emetin hidrokhlorin temyata efektif bila diberikan secara parenteral
karena jika diberikan per oral penyerapannya tidak optimal. Bagi penderita
sakit jantung, wanita hamil dan penderita gangguan ginjal pemberian emetin
tidak dianjurkan mengingat toksisitasnya tinggi. Sebaliknya dehidroemetin
relatif kurang toksik dibandingkan dengan emetin dan dapat diberikan per
oral. Emetin efektif membunuh E. histolityca secara langsung dalam bentuk
trofozoit dibandingkan dalam bentuk kista. Dalam urin emetin dapat
dijumpai 20-40 menit setelah penghentian pengobatan, sedangkan
dehidroemetin lebih cepat hilangnya. Baik emetin maupun dehidroemetin
efektif untuk pengobatan amebiasis ekstraintestinal (abses hati).
Penderita amebiasis akut dan ekstraintestinal sebaiknya diobati
dengan metronidazol. Metronidazol merupakan obat pilihan karena terbukti
efektif membunuh E. histolytica baik yang berbentuk kista atau pun
trofozoit. Metronidazol memberikan efek samping yang bersifat ringan
seperti mual, muntah dan pusing. Sebgai contohnya pemberian obat
metronidazol pada anak-anak di RS Pimgadi Medan menunjukkan hasil
10
yang memuaskan dan tidak dijumpai efek samping yang berarti pada saat
pemberian maupun saat evaluasi. Pengobatan dengan pemberian
metronidazol bersamaan dengan emetin temyata memberikan hasil yang
lebih baik dengan tidak ditemukannya kista/trofozoit pada pemeriksaan tinja
pada 62,5% penderita. Penderita amebiasis dengan abses hati yang disertai
demam yang berlanjut 72 jam sesudah terapi dengan metronidazol, dapat
dilakukan aspirasi non-bedah. Selain itu klorokuin dapat ditambahkan pada
pengobatan dengan metronidazol atau dehidroemetin untuk pengobatan
abses hati yang sulit disembuhkan. Selama kehamilan trisemester pertama,
sebaiknya jangan menggunakan metronidazol, namun belum ada bukti
adanya teratogenisitas pada manusia.
3.3.2 Balantidinm coli
Morfologi Balantidium coli
Balantidium coli merupakan suatu protozoa yang masuk dalam filum
Ciliophora, kelas Kinetofragminophorea, ordo Trichostomatida, famili
Balantidiae. Memiliki dua stadium, yaitu trofozoit dan kista. Merupakan
protozoa besar, habitatnya pada usus besar dan yang biasa menjadi hospes
adalah babi dan manusia.
Balantidium coli merupakan protozoa usus manusia yang paling
besar. Memiliki dua bentuk tubuh yaitu, trofozoit dan kista.
1) Bentuk trofozoit seperti kantung, panjangnya 50-200 mμ,
lebarnya 40-70 mμ dan berwarna abu-abu tipis. Silianya tersusun secara
longitudinal dan spiral sehingga geraknya melingkar, sitostoma yang
bertindak sebagai mulut pada B. coli terletak di daerah peristoma yang
memiliki silia panjang dan berakhir pada sitopige yang berfungsi sebagai
anus sederhana. Ada 2 vakuola kontraktil dan 2 bentuk nukleus. Bentuk
nukleus ini terdiri dari makronukleus dan mikronukleus. Makronukleus
berbentuk seperti ginjal, berisi kromatin, bertindak sebagai kromatin
somatis/vegetatif. Mikronukleus banyak mengandung DNA, bertindak
11
sebagai nukleus generatif/seksual dan terletak pada bagian konkaf dari
makronukleus.
Gambar 3.2 tropozoid Balantidium coli
2) Bentuk kista lonjong atau seperti bola, ukurannya 45-75 mμ,
warnanya hijau bening, memiliki makronukleus, memiliki vakuola kontraktil
dan silia. Kista tidak tahan kering, sedangkan dalam tinja yang basah kista
dapat tahan berminggu-minggu.
Gambar 3.3 kista Balantidium coli
12
Diagnosis Balantidium coli
Diagnosis Balatidinum Coli tergantung pada behasil tidaknya
menemukan trofozoit dalam tinja encer dan lebih jarang tergantung pada
penemuan kista dalam tinja padat. Tinja iniharus diperiksa beberapa kali,
karena pengeluaran parasit dari badan manusia berbeda-beda.
Cara Penularan Balantidium coli
Pengobatan Balantidium coli
Balantidiasis dapat diobati dengan tetrasiklin 4 x 500 mgr/hari selama
10 hari atau iodokuinol 3 x 650 mgr / hari selama 20 hari obat pilihan adalah
metronidazol 3 x 750 mgr/hari.
13
Di selaput lendir usus besar. Bentuk vegetatif, menyebabkan abses (luka) kecil
Abses pecah
Timbul ulkus yang menggaung ada usus besar
Kolon mengalami infeksi dan bentuk kista mulai muncul
Kista dan bentk vegetatif keluar dari tubuh, berada pada tinja
Manusia terkontaminasi tinja, lalu krista tertelan
Menuju ke usus halus dan menuju kolon
3.3.3 Trichomonas vaginalis
Morfologi Trichomonas vaginalis
Parasit ini terdapat pada genital wanita dan pria, terutama ditemukan
pada saluran kencing kedua jenis kelamin tersebut. Wanita frekuensi lebih
banyak dijumpai daripada pria, dan penyakit ini bersifat kosmopolit.
Morfologi hanya memiliki bentuk tropozoit.
Morfologi berukuran antara 15 - 20 x 10 mikron, tidak berwarna dan
bentuknya cuboid. Sitoplasmanya bergranula, mempunyai membran
bergelombang (um;undulating membrane) berakhir pada pertengahan
tubuh, jadi berflagel. Makanannya adalah kuman-kuman, sel-sel vagina,
hanya dapat hidup pada pH diatas 5,5 - 7,5.
Gambar 3.4 Trichomonas vaginalis
Siklus Hidup Trichomonas vaginalis
Pada wanita tempat hidup parasit ini di vagina dan pada pria di uterus
dan prostat. Parasit ini hidup di makosa vagina dengan makan bakteri dan
leukosit. Trichomonas vaginalis bergerak dengan cepat berputar-putar di
antara sel-sel epitel dan leukosit dengan menggerakkan flagel antesias dan
membran bergelombang. Trichomonas vaginalis berkembang biak secara
belah pasang longitudinal.
Di luar habitatnya, parasit mati pada suhu 500C, tetapi dapat hidup
selama 5 hari pada suhu 00C. Dalam biakan, parasit ini mati pada pH kurang
dari 4,9, inilah sebabnya parasir tidak dapat hidup di sekitar vagina yang
14
asam (pH 3,8 – 4,4). Parasit ini tidak tahan pula terhadap desinfektans dan
antibiotik.
Infeksi terjadi secara langsung waktu bersetubuh melalui bentuk
trofozoit pada keadaan lingkungan sanitasi kurang biak dengan banyak
orang hidup bersama dalam satu rumah. Infeksi secara tidak langsung
melalui alat mandi seperti : lap mandi atau alat sanitasi seperti toilet seat.
Gambar 3.5 Siklus hidup Trichomonas vaginalis
Keterangan gambar ; Trichomonas vaginalis terletak di bawah saluran kelamin
wanita dan di uretra dan prostate pria (1), mereplikasi dengan cara binary fission
(2). Parasit ini tidak memiliki bentuk kista dan tidak dapat bertahan dilingkungan
luar. Trichomonas vaginalis ditularkan antar manusia, dengan penularan utama
melalui hubungan sex (3).
Patologi dan Gejala Klinis Trichomonas vaginalis
Setelah Trichomonas vaginalis berkembang biak cukup banyak,
parasit menyebabkan degenerasi dan deskuamasi sel epitel vagina. Keadaan
ini disusul oleh serangan leukosi, dan disekitar vagina tedapat banyak
15
leukosit dan parasit bercampur dengan sel-el epitel. Sekret vagina mengalir
keluar vagina dan menimbulkan gejala flour albus atau keputihan. Setelah
lewat stadium akut, gejala berkurang dan dapat reda sendiri.
Pada pemeriksaan in speculo, tampak kelaian berupa vaginitis,
dinding vagina dan porsio tampak merah meradang dan pada infeksi berat
tampak pula pendarahan-pendarahan kecil. Flour tampak berkumpul di
belakang porsio, encer atau sedikit kental pada infeksi campur, berwarna
putih kekuning-kuningan atau putih kelabu dan berbusa.banyak flour yang
di bentuk tergantung dari beratnya infeksi dan stadium penyakit.
Selain gejala flour albus yang merupakan keluhan utama penderita,
pruritus vagina atau vulva dan disuria (rasa pedih waktu kencing)
merupakan keluhan tambahan. Infeksi dapat menjalar dan menyebabkan
uretritis. Kadang-kadang infeksi terjadi tanpa gejala. Pada pria, infeksi
biasanya terjadi tanpa gejala, atau dapat pula menyebabkan uretritis,
prostatitis dan prostatovisikulitis.
Diagnosa Trichomonas vaginalis
Diagnosis berdasarkan keluhan keputihan atau flour albus, rasa panas
dan gatal pada vulva/vagina dan keluarnya sekret encer, berbusa berbau
tidak sedap dan berwarna kekuning-kuningan, serta adanya rasa bekas
garukan karena gatal dan heperemia pada vagina. Diagnosis laboratorium di
buat dengan menemukan parasit Trichomonas vaginalis pada bahan sekret
vagina, sekret uretra, sekret prostat dan urine. Dengan cara pembuatan
preparatnya sbb : 1) Pada wanita, diambil sekret dari vagina (diambil pada
bagian yang putih). 2) Pada laki-laki dengan cara memasukan jari
peranum, kemudian prostat dipijat sampai keluar sekret 1 - 2 tetes
Untuk kontrol pasca pengobatan, pemeriksaan langsung dengan
menggunakan mikroskop perlu di tunjang dengan melakukan pembiakan
sekret vagina atau bahan lain dalam medium yang cocok.
Pengobatan dan Pencegahan Trichomonas vaginalis
Dasar pengobatan ialah memperbaiki keadaan vagina dengan
membersihkan mukosa vagina dan menggunakan obat-obat per os dan lokal.
16
Pada saat ini metronidazol merupakan obat yang efektif untuk pengobatan
trikomoniasis, baik untuk pria maupun untuk wanita.dosis per os 2x 250 mg
sehari selama 5-7 hari untuk suami atau istri. Dosis lokal untuk wanita
adalah 500 mg metrodizal dalam bentuk tablet vagina sehari selama 5–7
hari.
Untuk pencegahan, karena kelaian, kasus-kasus tanpa gejala pada pria
perlu mendapat pengobatan yang tuntas. Demikian pula suami dari wanita
yang menderita trichomoniasis perlu di beri pengobatan yang sama seperti
istrinya sampai parasit tiak di temukan lagi pada pembiakan kontrol.
3.3.4 Giardia lamblia
Morfologi Giardia lamblia
Trofozoit flagelata ini berbentuk seperti bola lampu, bilateral simetris,
besarnya 12-15 mikron, mempunyai bagian anterior yang lebar dan
membulat, sedangkan bagian posterior meruncing. Permukaan bagian dorsal
cembung. Alat penghisap seperti cakram yang berbentuk ovoid dan cekung
menempati tigaperempat bagian daripada permukaan vntral yang gepeng.
Terdapat dua nukleus dalam kariosom besar di tengah-tengah, dua buah
axostyl, dua buah blefaroplast, dua buah batang yang bila dipulas berwarna
tua, dan dianggap sebagai benda parabasal, dan empat pasang flagel,
meskipun pernah diperlihatkan adanya lima pasang. Kista yang berupa suatu
elips, besarnya 9-12 mikron, mempunyai dinding halus dan jelass, dan
mempunyai dua sampai empat inti dan mempunyai ciri-ciri yang sama
dengan trofozoit. Flagelata ini tinggal di duodenum dan bagian proksimal
jejunum, dan kadang-kadang mungkin di dalam saluran empedu dan
kandung empedu.
Siklus Hidup Giardia lamblia
Siklus ini akan berlanjut melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi oleh kista, apabila tertelan oleh manusia akan melewati
lambung menuju duodenum. Di dalam duodenum karena enzim yang
bersifat alkalis, maka kista mengalami exitasi menjadi trophozoit.
17
Trophozoit dapat keluar dari tubuh manusia bersama faeses dalam keadaan
diare.
Apabila keadaan di usus tidak sesuai, maka trophozoit mengalami
encystasi membentuk kista, dimana kista tersebut dapat membelah menjadi 2
individu. Selain itu, kista dapat keluar bersama faeses. Trophozoit di
duodenum dapat membelah secara longitudinal binary fission.
Transmisi dan Patogenesis Giardia lamblia
Giardia lamblia dapat ditemukan pada saluran gastrointestinal
berbagai macam mamalia termasuk manusia. Protozoa ini dapat ditularkan
melalui cara fecaloral maupun oral-anal. Banyak sumber air seperti danau
dan sungai mengandung kista protozoa ini sebagai akibat dari kontaminasi
oleh feses manusia dan hewan. Transmisi G.lamblia umum terjadi pada
orang yang memiliki risiko tinggi seperti anak-anak yang berada di tempat
penitipan anak, wisatawan yg mengunjungi beberapa area, homoseksual, dan
orang yg sering berhubungan dengan hewan-hewan tertentu. Gejala
giardiasis bervariasi dari yang asimtomatik hingga diare dan malabsorbsi.
Diagnosis dengan ditemukannya kista dan trofozoit dalam feses. Metode
immunofluorescece dan enzyme immuoassay sudah mulai dikembangkan
untuk mendeteksi G. lamblia dalam feses.
Pencegahan Penularan Giardia lamblia
Pencegahannya dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu :
1) Mengkonsumsi air minum yang bersih yang telah menjalani
pemanasan sampai 50° sehingga dapat menginaktifkan kista. Pada
umumnya G. lamblia resisten terhadap klorin, sehingga
penyaringan sangat diperlukan untuk menghilangkan kontaminasi
oleh protozoa patogen ini.
2) Melindungi tempat persediaan air dari hospes reservoir (berang-
berang dan tikus air).
3) Memasyarakatkan kebersihan individu (cuci tangan).
4) Penyediaan makanan yang bersih dan baik.
18
3.3.5 Entamoeba gingivalis
Morfologi Entamoeba ginggivalis
Mirip dengan E. Histoytica, tidak ada bentuk kista, di jumpai di gigi,
gusi dan tonsil, 10-35 micrometer, penyebab karies, periodontitis, penularan
melalui contact oral, dapat di jumpai di uterus. Entamoeba ginggivalis hidup
di dalam rongga mulut terutama ditemukan pada gigi berlubang dan kantong
gingival. Sifat yang paling khas yaitu adanya banyak vakuol makanan
didalam sitoplasma dan juga benda-benda yang mudah dipulas, berupa sisa-
sisa inti dari sel yang telah rusak. Amuba ini ditemukan dalam jumlah 10%
pada orang-orang dengan mulut yang sehat, sampai 95% pada orang-orang
dengan gigi yang rusak dan gusi yang sakit.
3.4 Faktor yang Mempengaruhi Penularan Protozoa Patogen
Infeksi penyakit oleh protozoa pathogen dapat menyebar dan ditularkan
kepada seseorang melalui beberapa faktor, beberapa faktor ini dapat memicu
penularan protozoa pathogen, antara lain sebagai berikut:
1. Internal sifat-sifat protozoa patogen
Penularan protozoa patogen dapat disebabkan dari sifat-sifat yang di
bawa parasit itu sendiri yaitu berupa invektivitas, invasi, toksigenitas.
Sifat invasi dan patogenitas dari parasit dengan mekanisme pertahanan
inang yang tidak mencapai kesetimbagan. Jika kesetimbangan ini
terganggu masing2 merupakan agresor yang potensial bagi satu sama
lain. Infeksi ini dapat terjadi apabila parasit sanggup menyusup atau
melalui batas pertahanan inang dan hidup di dalamnya (Noble and Noble,
1989).
2. Pemadatan penduduk
Dengan adanya kepadatan penduduk, maka lingkungan sekitar semakin
terganggu. Hal ini disebabkan oleh seringnya warga membuang sampah
sembarangan. Sehingga hal tersebut membuat lingkungan menjadi kotor.
Berbicara mengenai lingkungan, sering kali kita meninjau dari kondisi
fisik. Terjadinya penumpukan sampah yang tidak dapat dikelola dengan
19
baik, polusi udara, air dan tanah juga dapat menjadi penyebab upaya
menjaga lingkungan menjadi tanggungjawab semua pihak untuk itulah
perlu kesadaran semua pihak. Puskesmas sendiri memiliki program
kesehatan lingkungan dimana berperan besar dalam mengukur,
mengawasi, dan menjaga kesehatan lingkungan masyarakat, namun
dilematisnya di puskesmas jumlah tenaga kesehatan lingkungan sangat
terbatas padahal banyak penyakit yang berasal dari lingkungan kita
seperti di diare, demam berdarah, malaria, TBC, cacar, dan sebagainya.
3. Higiene individu
Kesehatan lingkungan individu pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau
keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif pada
terwujudnya status kesehatan yang optimal pula. Penularan dan infeksi
protozoa disebabkan tinja yang mengandung tinja terkontaminasi ke
manusia, dan kontaminasi tinja itu masuk tertelan ke dalam tubuh. Hal ini
bisa disebabkan oleh kontak tangan, dan tangan tidak dicuci dengan
bersih. Oleh karena itu, higiene individu atau kebersihan individu harus
dijaga.
4. Sanitasi lingkungan
Adapun yang dimaksud dengan usaha kesehatan lingkungan adalah suatu
usaha untuk memperbaiki atau mengoptimumkan lingkungan hidup
manusia agar menjadi media yang baik untuk terwujudnya kesehatan
yang optimum bagi manusia yang hidup di dalamnya. Ruang lingkup
kesehatan lingkungan tersebut antara lain mencakup: Perumahan,
pembungan kotoran manusia (tinja), penyediaan air bersih, pembungan
sampah, pembuangan air kotor (limbah), rumah hewan ternak (kandang).
Jika sanitasi lingkungan atau pembuangan kotoran manusia tidak sehat
dan tidak bersih, maka dapat menyebabkan penyebaran tinja yang
mengandung kista (infektif). Hal ini disebabkan pula oleh tidak baiknya
pembuangan kotoran manusia.
5. Faktor ekonomi
20
Di negara bekembang, khususnya Indonesia, faktor ekonomi ini sangat
berpengaruh pada kebersihan dan kesehatan masyarakat. Kebanyakan
masyarakat Indonesia, masih berada pada garis kemiskinan. Hal ini
menyebabkan, masyarakat tidak memiliki tempat MCK (Mandi Cuci
Kakus) yang baik di rumahnya. Oleh sebab itu, mereka memilih
melakukan MCK di sungai, dan atau tempat yang tidak bersih. Selain itu,
masyarakat juga tidak memiliki air bersih yang mencukupi karena tingkat
ekonomi mereka masih rendah, dan belum mencukupi untuk membeli air
bersih. Sehingga faktor penularan protozoa yang patogen pun semakin
tinggi.
6. Faktor budaya atau kultural
Kebanyakan masyarakat Indonesia, masih melakukan BAB (Buang Air
Besar) di sungai atau di tanah, dimana tempat itu tidak bersih, dan bias
saja terkontaminasi tinja yang mengandung kista (infektif). Kebiasaan
atau kebudayaan ini masih turun-menurun sampai sekarang. Oleh sebab
itu, kebiasaan ini dapat meningkatkan faktor penularan protozoa yang
patogen ke manusia.
21
BAB IV
KESIMPULAN
Dari beberapa penjelasan diatas, dapat kami tarik kesimpulan bahwa
protozoa adalah hewan bersel satu yang hidup tunggal atau berkoloni. Sebagian
besar protozoa hidup bebas, tetapi beberapa jenis hidup sebagai parasit dalam
tubuh hospes. beberapa protozoa yang menginfeksi manusia, misalnya:
Entamoeba histolytica, Plasmodium sp., Trichomonas vaginalis, Balantidium coli,
Glandia lambia, dsb. Penginfeksian protozoa parasit ini dipengaruhi oleh faktor
kepadatan penduduk , hiegene individu, sanitasi lingkungan, serta kondisi sosial-
ekonomi dan kultural masyarakat.
22
DAFTAR PUSTAKA
drg. IDA. Ratna D., dan drg. Niken P. 2005. Buku Ajar Parasitologi Edisi Revisi.
Jember : Fak. Kedokteran Gigi Universitas Jember.
Eddy Soewandojo. 2002. "Amebiasis -- Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam" Jilid I
Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FK UJ.
H. Muslim, M. 2009. Parasitologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.
Media Litbang Kesehatan Volume 21 Nomor 1 Tahun 2011.
Natadisastra, Djaenudin. 2009. Parasitologi Kedokteran Ditinjau Dari Organ
Tubuh Yang Diserang. Jakarta : EGC.
Neva FA, Brown HW. 1994. Basic Clinical Paraitology Sixth Edition. Prentice
Hall International Editions.
Soewondo, Eddy Soewandojo. 2007. Amebiasis. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid III Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Staf Pengajar Bagian Parasitologi. 1998. Parasitologi Kedokteran Edisi Ketiga.
Jakarta : Fak. Kedokteran Universitas Jakarta.
Staf Pengajar Bagian Parasitologi. 2006. Parasitologi Kedokteran Edisi Ketiga.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Umar Zein. "Diare Akut Infeksius Pada Dewasa". http://library.usu.ac.id/down-
loadlfklpenyakit.dalam.pdf. e-USU.
23