laporan resmipraktikum analisis farmasi
TRANSCRIPT
LAPORAN RESMIPRAKTIKUM ANALISIS FARMASI
PERCOBAAN 3
ANALISIS OBAT DALAM SEDIAAN CAIR
( Analisis Kadar Kloramfenikol Dalam Sediaan Tetes Mata Dengan Metode
Spektrofotometri UV )
Disusun oleh:
1. Yolita Satya Gitya Utami G1F011010
2. Inas Ghausani G1F011012
3. Kharisma Aditya G1F011014
4. Gima Amezia G1F011016
Hari / tanggal : Kamis / 10 Oktober 2013Gol / kelompok : IB / 2Asisten : Primawati
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
PURWOKERTO
2013
ANALISIS OBAT DALAM SEDIAAN CAIR
( Analisis Kadar Kloramfenikol Dalam Sediaan Tetes Mata Dengan Metode
Spektrofotometri UV )
I. Tujuan
Mampu memilih dan menerapkan metode analisis untuk analisis obat sediaan cair
II. Prinsip Percobaan
Kloramfenikol merupakan antibiotik yang mempunyai aktifitas bakteriostatik dan
pada dosis tinggi bersifat bakterisid. Aktivitas antibakterinya bekerja dengan
menghambat sintesis protein dengan jalan meningkatkan ribosom subunit 50S yang
merupakan langkah penting dalam pembentukan ikatan peptida. Kloramfenikol efektif
terhadap bakteri aerob gram positif dan beberapa bakteri aerob gram negatif.
Kloramfenikol [1-(p-nirofenil)-2-diklorasetamido-1,3-propandiol] berasal dari
Streptomyces venezuelae, Streptomyces phaeochromogenes, dan Streptomyces
omiyamensis (Wattimena, 1990).
Kloramfenikol berkhasiat untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh
Salmonella thypi dan Salmonella parathypi. Namun demikian, kloramfenikol tidak aktif
terhadap virus, jamur, dan protozoa. Mekanisme Kerja Kloramfenikol adalah sebagai
berikut.
1. bekerja menghambat sintesis protein bakteri
2. obat dengan mudah masuk ke dalam sel melalui proses difusi terfasilitasi
3. obat mengikat secara reversible unit ribosom 50S, sehingga mencegah ikatan asam
amino yang mengandung ujung aminoasil t-RNA dengan salah satu tempat
berikatannya di ribosom
4. pembentukan ikatan peptida dihambat selama obat berikatan dengan ribosom
5. kloramfenikol juga dapat menghambat sistesis protein mitokondria sel mamalia
karena ribosom mitokondria mirip dengan ribosom bakteri
(Wattimena, 1990)
Menurut Rohman (2007), metode spektrofotometri UV-Vis digunakan untuk
menetapkan banyak jenis bahan obat. Cara untuk menetapkan kadar sampel adalah
dengan membandingkan absorbansi sampel dengan absorbansi baku, atau dengan
menggunakan persamaan regresi linier yang menyatakan hubungan antara konsentrasi
baku dengan absorbansinya dan selanjutnya digunakan untuk menghitung kadar dalam
sampel.
Spektrofotometri UV-Vis adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitas
sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar ultraviolet dan
cahaya tampak memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan elektron pada kulit
terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Sinar ultraviolet berada pada panjang
gelombang 200-400 nm sedangkan sinar visible berada pada panjang gelombang 400-
800 nm (Dachriyanus, 2004).
Penetapan kadar kloramfenikol dapat ditetapkan kadarnya secara
spektrofotometri ultraviolet menggunakan pereaksi akuadest. Diukur serapan larutan
pada panjang gelombang maksimum 278 nm (Depkes RI, 1979). Penetapan kadar atau
pengujian menggunakan baku pembanding. Lakukan pengukuran terhadap larutan baku
pembanding menurut petunjuk resmi dan larutan yang zat uji. Lakukan pengukuran
kedua secepat mungkin setelah pengukuran pertama menggunakan kuvet dan kondisi
pengujian yang sama. Larutan zat yang akan diukur serapannya harus jernih, kalau tidak
jernih harus disaring sehingga diperoleh filtrat yang jernih untuk diukur (Depkes RI,
1995).
III. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah beaker glass, labu ukur
10 mL, 25 mL, 50, gelas ukur, batang pengaduk, spatula, buret, pipet ukur, filler, pipet
tetes, timbangan analitik, spektrofotometer UV-Vis dan Kuvet.
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah kloramfenikol
standard, larutan tetes mata kloramfenikol, aquades.
IV. Cara Kerja
a. Pembuatan larutan induk
kloramfenikol
-Ditimbang 50 mg-Dilarutkan dalam 100 mL aquadest
Larutan
-Diukur lamda max
Hasil
d. Penetapan Kadar Sampel
b. Penentuan lamda max
Larutan induk
- Diambil 5 mL
- Di add 25 mL aquadest
Larutan induk 100 ppm
-Diambil 1 mL
-Di add 10 mL
-Diukur lamda max
Hasil
c. Pembuatan Larutan Baku
Larutan Induk 100 ppm
- Dibuat 6 konsentrasi (10 ppm, 20 ppm, 12 ppm, 8 ppm, 16 ppm, dan 24 ppm)
- Diukur absorbansinya dengan spektro UV
Hasil
Sampel
- Dibuat konsentrasi 50 ppm
- Diencerkan 10 ppm
- Direplikasi 3x
- Diukur absorbansinya
- Ditetapkan kadarnya
Hasil
V. Data Pengamatan dan Perhitungan
a. Data Pengamatan
- Tabel Pengamatan Absorbansi Larutan Baku dengan λ = 276 nm
Konsentrasi ( x ) Absorbansi ( y )
8 0,340
10 0,4
12 0,424
16 0,549
20 0,698
24 0,747
6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 260
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8f(x) = 0.0268947368421053 x + 0.122912280701754R² = 0.982856043055996
kurva baku kloramfenikol
kurva baku kloramfenikolLinear (kurva baku kloramfenikol)
- Tabel Pengamatan Absorbansi Larutan sediaann tetes mata kloramfenikol
dengan3 kali replikasi pada λ = 245 nm
Konsentrasi (ppm) Absorbansi ( A )
10 ppm ( replikasi 1 ) 0,461
10 ppm ( replikasi 2 ) 0,464
10 ppm ( replikasi 3 ) 0,460
b. Perhitungan
Tetes mata kloramfenikol 0,5 %
Teoritis λmax 278 nm
E1%1 cm
= 298
1 % = 10000 ppm
Pembuatan Larutan Induk
Kloramfenikol murni = 50 mg
50 mg / 100 ml = 500 µg / ml = 500 ppm
50 mg ad 100 ml aqua
Rentang absorbansi 0,2 – 0,8
0,2298
x 10000 ppm = 6,7 ppm
0,8298
x 10000 ppm = 26,4 ppm
Penentuan λmax
5 ml25 ml
x 500 ppm = 100 ppm
5 ml add 25 aquades
Pengenceran dari 100 ppm : 1ml
10 ml x 100 ppm = 10 ppm
1 ml ad 10 ml diukur λmax
Pembuatan Larutan Baku
Dibuat 6 titik :
1 ml10 ml
x 100 ppm = 10 ppm ; 1 ml ad 10 ml aquades
2ml10 ml
x 100 ppm = 20 ppm ; 2 ml ad 10 ml aquades
3 ml25 ml
x 100 ppm = 12 ppm ; 3 ml ad 25 ml aquades
2ml25 ml
x 100 ppm = 8 ppm ; 2 ml ad 25 ml aquades
4 ml25 ml
x 100 ppm = 16 ppm ; 4 ml ad 25 ml aquades
6ml25 ml
x 100 ppm = 24 ppm ; 6 ml ad 25 ml aquades
Regresi Linier untuk absrobansi larutan baku, dihasilkan nilai
R = 0,99
A = 0,123
B = 0,027
Persamaan regresi linear
Y = a + bx
Y = 0,123 + 0,027x
Pengambilan sampel
Sampel 0,05 % b/v = 0,5 gr / 100 ml = 5000 ppm = 5 mg / ml
Sampel = 5 ml
1 ml
100 ml x 5000 ppm = 50 ppm 1 ml ad 100 ml aquades
5ml
25 ml x 50 ppm = 10 ppm Replikasi 3 x
Nilai Absorbansi tiap replikasi dengan λ = 276 nm
Replikasi 1 = 0,461
Replikasi 2 = 0,464
Replikasi 3 = 0,460
Perhitungan Kadar Kloramfenikol
Y = 0,123 + 0,027x
X1 = [ y−ab
xfp
10000 ppm x 0,5 sampelx 100 %] x 5 mg/ml
X1 = [ 0,461−0,1230,027
x500
10000 ppm x 0,5x 100 %] x 5 mg/ml
X1 = 125 % x 5 mg/ml = 6,25 mg
X2 = [ y−ab
xfp
10000 ppm x 0,5 sampelx 100 %] x 5 mg/ml
X2 = [ 0,464−0,1230,027
x500
10000 ppm x0,5x100 % ] x 5 mg/ml
X2 = 126 % x 5 mg/ml = 6,3 mg
X3 = [ y−ab
xfp
10000 ppm x 0,5 sampelx 100 %] x 5 mg/ml
X3 = [ 0,460−0,1230,027
x500
10000 ppm x 0,5x 100 %] x 5 mg/ml
X3 = 124 % x 5 mg/ml = 6,2 mg
x= x1+x 2+ x33
= 6,25+6,3+6,2
3 = 6,25 mg
x x |x−x| ¿ x−x∨¿2¿
6,25
6,3
6,2
6,25
0
0,05
0,05
0
0,0025
0,0025
Σ 0,005
SD = √∑ (x−x )2
n−1 = √ 0,005
2 = 0,05
Kadar = x ± SD
= 6,25 ± 0,05 %
VI. PEMBAHASAN
PrinsipPercobaan
Spektrofotometri adalah suatu metode analisis yang berdasarkan pada pengukuran
serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan pada panjang gelombang yang
spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi dan detector
vacuum phototube atau tabung foton hampa. Alat yang digunakan adalah
spektrofotometer, yaitu suatu alat yang digunakan untuk menentukan suatu senyawa baik
secara kuantitatif maupun kualitatif dengan mengukur transmitan ataupun absorban dari
suatu cuplikan sebagai fungsi dari konsentrasi. Komponen utama dari spektrofotometer
dapat dilihat pada gambar sebagai berikut :
Sumber Cahaya
Lampu hidrogen atau deutrium (160-375 nm).
Pengatur Intensitas
Berfungsi untuk mengatur intensitas sinar yang dihasilkan oleh sumber cahaya agar
sinar yang masuk tetap konstan.
Monokromator
Berfungsi untuk merubah sinar polikromatis menjadi sinar monokromatis sesuai
yang dibutuhkan oleh pengukuran. Monokromator kuarsa untuk daerah UV
Kuvet
Pada pengukuran di daerah sinar tampak digunakan kuvet kaca dan daerah UV
digunakan kuvet kuarsa.
Detektor
Fungsinya untuk merubah sinar menjadi energi listrik yang sebanding dengan
besaran yang dapat diukur. Syarat-syarat ideal sebuah detektor :
1. Kepekaan yang tinggi,
2. Perbandingan isyarat atau signal dengan bising tinggi,
3. Respon konstan pada berbagai panjang gelombang,
4. Waktu respon cepat dan signal minimum tanpa radiasi, dan
5. Signal listrik yang dihasilkan harus sebanding dengan tenaga radiasi.
Penguat (Amplifier)
Berfungsi untuk memperbesar arus yang dihasilkan oleh detektor agar dapat dibaca
oleh indikator.
Indikator
Indikator dapat berupa recorder atau komputer (Saputra, 2009).
Spektrofotometri UV-Vis merupakan gabungan antara spektrofotometri UV dan
Visible. Alat ini menggunakan dua buah sumber cahaya yang berbeda, yaitu sumber
cahaya UV dan sumber cahaya Visible. Larutan yang dianalisis diukur serapan sinar ultra
violet atau sinar tampaknya. Konsentrasi larutan yang dianalisis akan sebanding dengan
jumlah sinar yang diserap oleh zat yang terdapat dalam larutan tersebut.
Warna yang diserap oleh suatu senyawa merupakan warna komplementer dari
warna yang teramati. Beberapa warna yang diamati dan warna komplementernya
terdapat pada table berikut ini :
Panjang gelombang Warna terlihat Warna komplementer
<400 Ultraviolet -
400-450 Violet Kuning
450-490 Biru Jingga
490-550 Hijau Merah
550-580 Kuning Ungu
580-650 Jingga Biru
650-700 Merah Hijau
>700 Inframerah
Semua molekul dapat mengabsorpsi radiasi daerah UV-Vis karena mereka
mengandung elektron, baik sekutu maupun menyendiri, yang dapat dieksitasikan ke
tingkat energi yang lebih tinggi. Spektrofotometer UV-Vis banyak bermanfaat untuk
penentuan konsentrasi senyawa-senyawa yang dapat menyerap radiasi pada daerah
ultraviolet (200-400 nm) atau daerah sinar tampak (400-800 nm). Analisis ini dapat
digunakan yakni dengan penentuan absorbansi dari larutan sampel yang diukur (Day &
Underwood, 2002).
Pada titrasi spektrofotometri, sinar yang digunakan merupakan satu berkas yang
panjangnya tidak berbeda banyak antara satu dengan yang lainnya, sedangkan dalam
kalorimetri perbedaan panjang gelombang dapat lebih besar. Dalam hubungan ini dapat
disebut juga spektrofotometri adsorpsi atomic. Sinar yang melewati suatu larutan akan
terserap oleh senyawa-senyawa dalam larutan tersebut. Intensitas sinar yang diserap
tergantung pada jenis senyawa yang ada, konsentrasi dan tebal atau panjang larutan
tersebut. Makin tinggi konsentrasi suatu senyawa dalam larutan, makin banyak sinar
yang diserap (Harjadi, 1990).
Jika zat menyerap cahaya tampak dan UV maka akan terjadi perpindahan
elektron dari keadaan dasar menuju ke keadaan tereksitasi. Perpindahan elektron ini
disebut transisi elektronik. Apabila cahaya yang diserap adalah cahaya inframerah maka
elektron yang ada dalam atom atau elektron ikatan pada suatu molekul dapat hanya akan
bergetar (vibrasi). Sedangkan gerakan berputar elektron terjadi pada energi yang lebih
rendah lagi misalnya pada gelombang radio.
Prinsip percobaan spekfotometri adalah berdasarkan penyerapan sinar
polikromatik dan kesamaan warna serta berdasarkan Hk. Beer dimana bila sinar cahaya
monokromatis suatu media transparan maka akan bertambah turunya intensitas cahaya
yang diturunkannya sebanding dengan tebalnya. Hukum Lambert-Beer dinyatakan dalam
rumus sbb :
A = ε.b.c
dimana :
A = absorban
ε = absorptivitas molar
b = tebal kuvet (cm)
c = konsentrasi
Berdasarkan hukum Beer absorbansi akan berbanding lurus dengan konsentrasi,
karena b harganya 1 cm dapat diabaikan dan ε merupakan suatu tetapan. Artinya
konsentrasi makin tinggi maka absorbansi yang dihasilkan makin tinggi, begitupun
sebaliknya konsentrasi makin rendah absorbansi yang dihasilkan makin rendah.
Hubungan antara absorbansi terhadap konsentrasi akan linear (A≈C) apabila nilai
absorbansi larutan antara 0,2-0,8 (0,2 ≤ A ≥ 0,8) atau sering disebut sebagai daerah
berlaku hukum Lambert-Beer. Absorban yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya
antara 0,2 sampai 0,8 atau 15% sampai 70% jika dibaca sebagai transmitans. Hal ini
disebabkan karena pada kisaran nilai absorbansi tersebut kesalahan fotometrik yang
terjadi adalah paling minimal (Gandjar, 2007).
Pada spektrofotometri, cahaya datang atau cahaya masuk atau cahaya yang
mengenai permukaan zat dan cahaya setelah melewati zat tidak dapat diukur, yang dapat
diukur adalah It/I0 atau I0/It (perbandingan cahaya datang dengan cahaya setelah
melewati materi (sampel)). Proses penyerapan cahaya oleh suatu zat dapat digambarkan
sebagai berikut:
Dari gambar terlihat bahwa zat sebelum melewati sel sampel lebih terang atau
lebih banyak di banding cahaya setelah melewati sel sampel. Cahaya yang diserap diukur
sebagai absorbansi (A) sedangkan cahaya yang hamburkan diukur sebagai transmitansi
(T) dinyatakan dengan hukum Lambert-beer atau Hukum Beer, berbunyi:
“jumlah radiasi cahaya tampak (ultraviolet, inframerah dan sebagainya) yang diserap
atau ditransmisikan oleh suatu larutan merupakan suatu fungsi eksponen dari konsentrasi
zat dan tebal larutan”.
Spektrofotometri merupakan metode analisis yang didasarkan pada antaraksi
atom atau ion atau molekul dengan cahaya atau sinar elektromagnetik. Penentuan kadar
zatnya akan berdasarkan hasil analisis spektrum zat tersebut. Spektofotometer sesuai
dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrometer
menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer
adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditrasmisikan atau yang diadsorpsi. Jadi
spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut
ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang
(Khopkar, 2007, hal 215).
Kelebihan spektrometer disbandingkan fotometer adalah panjang gelombang dari
sinar puth dapat lebih terseleksi dan ini diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma,
grating ataupun celah optis. Pada fotometer filter, sinar dengan panjang gelombang yang
diinginkan diperoleh dengan berbagai filter dari berbagai warna yang mempunyai
spesifikasi melewatkan trayek panjang gelombang tertentu. Pada fotometer filter, tidak
mungkin diperoleh panjang gelombang yang benar-benar monokromatis, melainkan
suatu trayek panjang gelombang 30-40 nm. Sedangkan pada spektrofotometer, panjang
gelombang yang benar-benar terseleksi dapat diperoleh dengan bantuan alat pengurai
cahaya seperti prisma. Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum tampak
yang kontinyu, monokromator, sel pengabsorpsi (penyerapan) antara sampel dan blangko
ataupun pembanding (Khopkar, 2007, hal 215-216).
Spektrofotometri ini hanya terjadi bila terjadi perpindahan elektron dari tingkat
energi yang rendah ke tingkat energi yang lebih tinggi. Perpindahan elektron tidak diikuti
oleh perubahan arah spin, hal ini dikenal dengan sebutan tereksitasi single. Keuntungan
utama pemilihan metode spektrofotometri bahwa metode ini memberikan metode sangat
sederhana untuk menetapkan kuantitas zat yang sangat kecil. Spektrofotometri
menyiratkan pengukuran jauhnya penyerapan energi cahaya oleh suatu sistem kimia itu
sebagai suatu fungsi dari panjang gelombang radiasi, demikian pula pengukuran
penyerapan yang menyendiri pada suatu panjang gelombang tertentu. Dalam analisis
spektrofotometri digunakan suatu sumber radiasi yang menjorok ke dalam daerah
ultraviolet spektrum itu. Dari spektrum ini, dipilih panjang-panjang gelombang tertentu
dengan lebar pita kurang dari 1 nm (Anonim, 2009).
Spektrofotometri merupakan metode analisis yang didasarkan pada antaraksi
atom atau ion atau molekul dengan cahaya atau sinar elektromagnetik. Penentuan kadar
zatnya akan berdasarkan hasil analisis spektrum zat tersebut. Spektofotometer sesuai
dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrometer
menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer
adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditrasmisikan atau yang diadsorpsi. Jadi
spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energy tersebut
ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang
(Khopkar, 2007, hal 215).
Monografi Bahan
Pada praktikum kali ini menggunakan bahan-bahan di bawah ini :
Kloramfenikol
Uraian Umum
Rumus Molekul : C11H12Cl2N2O5
Berat Molekul : 323,13
Persyaratan : kloramfenikol mengandung tidak kurang dari 97,0 % dan tidak lebih dari
103,0 % C11H12Cl2O2H5, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Pemerian : Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang; putih sampai putih
kelabu atau putih kekuningan; tidak berbau; rasa sangat pahit.
Kelarutan : sukar larut dalam air; mudah larut dalam etanol, dalam propilen glikol,
dalam aseton dan dalam etil asetat.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya.
Penandaan : Pada etiket harus juga tertera daluarsa.
Khasiat dan penggunaan : Antibiotikum.
Kloramfenikol mengandung kloramfenikol C11H12Cl2N2O5, tidak kurang dari 90,0%
dan tidak lebih dari 120,0% dari jumlah yang tertera pada etiket (Depkes RI, 1995).
Farmakologi
Kloramfenikol bertindak menghambat sintesis protein dengan cepat tanpa mengganggu
sintesis DNA dan RNA. Mekanisme tindakkannya adalah melalui ikatan secara
reversibel unit ribosom 50 S (Wattimena, 1990).Dosis kloramfenikol yang umum adalah
50-100 mg/kg/hari. Setelah pemberian oral, kloramfenikol diserap dengan cepat. Kadar
puncak dalam darah tercapai dalam 2 jam. Untuk anak biasanya diberikan bentuk ester
kloramfenikol palmitat yang rasanya tidak pahit. Bentuk ester ini akan mengalami
hidrolisis dalam usus dan membebaskan kloramfenikol. Untuk pemberian secara parental
digunakan kloramfenikol suksinat yang akan dihidrolisis dalam jaringan dan
membebaskan kloramfenikol (Setiabudy dan Gan, 2007).
Indikasi
Sebagai obat sistemik, kloramfenikol hampir tidak dipakai lagi berhubung toksisitasnya
yang kuat, resistensi bakteri, dan tersedianya obat-obat lain yang lebih efektif (misalnya
cephalosporin). Obat ini dapat dipertimbangkan untuk pengobatan infeksi-infeksi
riketsia yang parah, seperti tifus atau demam bercak Rocky Mountain, pada anak-anak
yang dikontraindikasi terhadap tetrasiklin (yaitu yang dibawah usia 8 tahun) (Katzung,
2004).
Efek Samping
Salah satu efek samping pada terapi kloramfenikol adalah reaksi pada saluran cerna
(mual, muntah, dan diare), yang biasa disebut alergi (demam, bentol-bentol merah pada
kulit), gejala yang berkaitan dengan dosis (sindrom bayi abu-abu dan anemia
terpulihkan, dan reaksi superinfeksi serta toksik (anemia aplastik) (Foye, 1996).
Aqua Purificata
H2O BM 18,02
Air murni adalah air yang dimurnikan yang diperoleh dengan destilasi, perlakuan
menggunakn penukar ion, osmosis balik, atau proses lain yang sesuai. Dibuat dari air
yang memenuhi persyaratam air minum. Tidak mengandung zat tambahan lain.
Pemerian cairan jernih, tidak berwarna, dan tidak berbau. pH antara 5,0 dan 7,0
(Anonim, 1995).
Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Pada praktikum kali ini yang pertama kali dilakukan adalah menetapkan panjang
gelombang maksimum. Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif
adalah panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal. Untuk memilih
panjang gelombang maksimal, dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara
absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu
(Gangjar, 2009).
Ada beberapa alasan mengapa harus menggunakan panjang gelombang max, yaitu :
Pada panjang maksimal, kepekaannya juga maksimal karena pada panjang
gelombang maksimal tersebut, perubahan absorbansi untuk setiap konsentrasi adalah
yang paling besar.
Disekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kurva absorbansi datar dan pada
kondisi tersebut hukum Lambert-Beer akan terpenuhi.
Jika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh pemasangan
ulang panjang gelombang akan kecil sekali, ketika digunakan panjang gelombang
maksimal (Gandjar, 2009).
Kadang – kadang dijumpai keadaan yang mana pemakaian panjang gelombang
maksimal kurang baik. Hal ini karena misalnya, selain zat yang akan dianalisa, juga
terdapat zat lain yang mempunyai absorbansi pada panjang gelombang tersebut. Ada
beberapa variable yang dapat mempengaruhi absorbansi yaitu jenis pelarut, pH larutan,
suhu, konsentrasi tinggi, dan zat – zat pengganggu (Gandjar, 2009).
Pada praktikum kali ini pembuatan larutan induk menggunakan serbuk
kloramfenikol murni. Kloramfenikol ditimbang 50 mg dan dilarutkan ke dalam 100 ml
aquadest. Larutan induk kemudian diambil 5ml dan ditambahkan 25 ml aquadest untuk
diukur lamda max . Pengukuran lamda max menggunakan larutan induk 100 ppm . Pada
larutan induk sebelumnya dilakukan pengambilan sebanyak 1 ml kemudian ditambahkan
aquadest sebanyak 10ml. Pengukuran panjang gelombang maksimal yang didapatkan
yaitu sebesar 276 nm . Menurut literatur yang diperoleh , penetapan kadar kloramfenikol
dapat ditetapkan kadarnya secara spektrofotometri ultraviolet menggunakan pereaksi
akuadest. Diukur serapan larutan pada panjang gelombang maksimum 278 nm (Anonim,
1979).
Menurut literatur penentuan panjang gelombang yang tepat merupakan sesuatu
yang sulit ditentukan. Panjang gelombang dipengaruhi oleh pelarut dan struktur molekul
kimia yang mengandung kromofor dan pita-pita serapan maksimal biasanya juga labar
karena ada efek-efek vibrasional. Pada molekul organik dikenal pula istilah ausokrom
yang merupakan gugus fungsional yang mempunyai elektron bebas, seperti OH, -O, -
dan yang menberikan transisi n ke π*. Terikatnya gugus auksokrom pada gugus
auksokrom akan menghasilkan pergeseran pita absorbansi menuju ke panjang gelombang
yang lebih besar. Sehingga dapat diperkirakan panjang gelombang maksimum antara
200-380 nm (Ganjar & Rohman, 2007).
Pada prinsipnya penetapan panjang gelombang maksimum ini baik sinar
polikromatis maupun monokromatis, bila dilewatkan ke suatu larutan maka intensitasnya
akan berkurang. Berkurangnya intensitas sinar terjadi akibat serapan larutan tersebut,
sebagian dipantulkan dan dihamburkan. Untuk mendapatkan selektifitas dan sensivitas
yang baik umumnya dipakai sinar monokromatis dan dipilih panjang gelombang yang
memberikan serapan maksimum (panjang gelombang maksimum). Terkadang sebuah
larutan memiliki lebih dari satu panjang gelombang maksimum, untuk itu diperlukan
pemilihan panjang gelombang yang sesuai baik berdasarkan sensivitasnya maupun
berdasarkan daerah serapan senyawa pangganggu uang ada di larutan tersebut (Harjadi, 1986).
Selanjutnya dilakukan pembuatan larutan baku dari larutan induk 100 ppm dibuat
enam konsentrasi larutan yaitu 8 ppm ,10 ppm, 16 ppm, 20 ppm, 12 ppm, dan 24 ppm.
Konsentr
asi
Absorba
nsi
8 0.34
10 0.4
12 0.424
16 0.549
20 0.698
24 0.747
6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 260
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8f(x) = 0.0268947368421053 x + 0.122912280701754
Kurva Baku Kloramfenikol
Kurva Baku KloramfenikolLinear (Kurva Baku Kloramfenikol)
Penyebab kesalahan sistematik yang sering terjadi dalam analisis menggunakan
spektrofotometer adalah sebagai berikut.
1. Serapan oleh Pelarut
Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan blanko, yaitu larutan yang berisi matrik
selain komponen yang akan dianalisis.
2. Serapan oleh Kuvet
Kuvet yang biasa digunakan adalah dari bahan gelas atau kuarsa. Dibandingkan
dengan kuvet dari bahan gelas, kuvet kuarsa memberikan kualitas yang lebih baik,
namun tentu saja harganya jauh lebih mahal. Serapan oleh kuvet ini diatasi dengan
penggunaan jenis, ukuran, dan bahan kuvet yang sama untuk tempat blanko dan
sampel.
3. Kesalahan Fotometrik Normal pada Pengukuran dengan Absorbansi Sangat
Rendah atau Sangat Tinggi
Hal ini dapat diatur dengan pengaturan konsentrasi, sesuai dengan kisaran
sensitivitas dari alat yang digunakan. (melalui pengenceran atau pemekatan) Sama
seperti pHmeter, untuk mengatasi kesalahan pada pemakaian spektrofotometer UV-
Vis maka perlu dilakukan kalibrasi. Kalibrasi dalam spektrofotometer UV-Vis
dilakukan dengan menggunakan blanko :
Setting nilai absorbansi = 0
Setting nilai transmitansi = 100 %
(Day & Underwood, 2002).
Proses kalibrasi pada spektrofotometer UV-Vis akan membantu pemakai untuk
memperoleh hasil yang kaurat dan presisi. Penentuan kalibrasi dilakukan denganikuti
prosedur sebagai berikut.
1. Dilakukan dengan larutan blanko (berisi pelarut murni yang digunakan dalam
sampel) dengan kuvet yang sama.
2. Setiap perubahan panjang gelombang diusahakan dilakukan proses kalibrasi.
3. Proses kalibrasi pada pengukuran dalam waktu yang lama untuk satu macam
panjang gelombang, dilakukan secara periodik selang waktu per 30 menit
(Day & Underwood, 2002).
Penentuan kadar menggunakan sampel kloramfenikol yang terkandung pada obat
tetes mata RECO yang mengandung kloramfenikol sebanyak 5mg. Sampel dibuat
menjadi konsentrasi 10 ppm dengan cara mengencerkan larutan sampel konsentrasi 50
ppm dengan aquadest. Sampel dibuat replikasi tiga kali untuk diukur absorbansinya dan
ditetapkan kadarnya. Sampel yang mengandung 5% kloramfenikol mengandung
konsentrasi 50 ppm, sehingga perlu dilakukan pengenceran agar dapat diukur
absorbansinya pada spektrofotometri uv dalam rentang 0,2 – 0,8 . Diperoleh data kadar
obat sebagai berikut :
X1= y−a
bx
Fp1000 ppm x0,5 sampel
x100 %
X1 = 0,461−0,123
0,027x
5001000 ppm x 0,5 sampel
x 100 %= 125 %
X1 = 125 % x 5mg/ml = 6,25 mg
X2= 0,464−0,123
0,027x
5001000 ppm x 0,5 sampel
x100 %= 126 %
X2 = 126 % x 5mg/ml = 6,3 mg
X3 = 0,460−0,123
0,027x
5001000 ppm x0,5 sampel
x100 %= 124 %
X3 = 124 % x 5mg/ml = 6,2 mg
SD = 0,05 %
Kadar = 6,25 ± 0,05mg/ml
Sehingga diperoleh kadar obat sebesar 6,25 mg pada sampel obat tetes mata.
Penetapan kadar atau pengujian menggunakan baku pembanding. Lakukan pengukuran
terhadap larutan baku pembanding menurut petunjuk resmi dan larutan yang zat uji.
Lakukan pengukuran kedua secepat mungkin setelah pengukuran pertama menggunakan
kuvet dan kondisi pengujian yang sama. Larutan zat yang akan diukur serapannya harus
jernih, kalau tidak jernih harus disaring sehingga diperoleh filtrat yang jernih untuk
diukur (Anonim, 1995).
Hasil vs Literatur
Dari hasil penetapan kadar obat tetes mata kloramfenikol secara spektrofotometri
ultraviolet, diperoleh kadar sebagai berikut: K = 125%. Kadar kloramfenikol tersebut
tidak sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia Edisi IV,
yaitu obat tetes mata kloramfenikol mengandung kloramfenikol C11H12Cl2N2O5 tidak
kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 120,0% dari jumlah yang tertera pada etiket. Nilai
ini dapat disebabkan karena masih adanya kloramfenikol murni yang ikut terbaca
absorbansinya pada saat penetapan kadar kloramfenikol sampel pada panjang gelombang
maksimal 276 nm . Hal ini dikarenakan pencucian kuvet yang kurang bersih.
VII. Kesimpulan
Kadar kloramfenikol ditetapkan dengan metode spektrofotometri berdasarkan
interaksi radiasi dengan kloramfenikol yang berupa proses absorbsi.
Penentuan kadar kloramfenikol masuk dalam spektrofotometri UV, karena panjang
gelombang yang digunakan adalah 276 nm.
Kadar obat tetes mata kloramfenikol yang diperoleh6,25 ± 0,05mg/ml
VIII. DaftarPustaka
Anonim, 1995., Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Anonim, 1995., Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Anonim, 2009., Amoxicillin. http://www.dechacare.com/Amoxicillin-P523-6.html#com ,
diakses tanggal 2 Juni 2013.
Anonim, 2009., Laporan Spektrofotometri, http://www.x3-prima.com/2009/06/laporan-
spektrofotometri.html , diakses tanggal 2 Juni 2013..
Campbell, Neil A. Dkk., 2002, Biologi, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Dachriyanus, 2004, Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi, Andalas
University Press, Padang.
Foye, W. O, 1996, Prinsip - Prinsip Kimia Medisinal Jilid II Edisi Kedua, Penerjemah:
Raslim Rasyid, dkk, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Gandjar, Ibnu Gholib & Abdul Rohman., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
Hardjadi, 1990, Ilmu Kimia AnalitikDasar, PT Gramedia, Jakarta.
Katzung, B. G, 2004, Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 3 Edisi 8, Penerjemah dan editor:
Bagian Farmakologi FK UNAIR, Penerbit Salemba Medika, Surabaya.
Khopkar, S.M., 2007, Konsep Dasar Kimia Analitik, Universitas Indonesia, Jakarta.
Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Satiadarma,K.,2004, Asas Pengembangan Prosedur Analisis, UNAIR Press, Surabaya.
Setiabudy, R., Gan, V. H, 2007, Farmakologi dan Terapi Edisi 5 : Pengantar Antimikroba,
Gaya Baru, Jakarta.
Skoog, D. A., 1996, Fundamental of Analytical Chemistry,Seventh edition, Saunders College
Publishing, USA.
Underwood, A. L & R. A. Day, JR, 2001, Analisis Kimia Kuantitatif, Penerbit Erlangga,
Jakarta.
Wattimena, J. R., 1991, Farmakodinamik Dan Terapi Antibiotik, Gajah Mada University
Press, Yogyakarta.