laporan refluks biota laut fix
DESCRIPTION
laporan refluksTRANSCRIPT
1
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki
17.504 pulau dan garis pantai lebih dari 81.000 km dengan luas perairan laut
sekitar 5,8 juta km2 (75% dari total Wilayah Indonesia) (Reina,2004).
Kondisi alam dan iklim yang tidak fluktuatif, menjadikan Indonesia
mempunyai potensi sumber daya laut dengan keanekaragaman hayati yang
sangat besar, walaupun belum terdayagunakan.
Mengingat prospek ekonomi yang besar dari sumber sumber hayati di
laut sebagai bahan obat-obatan itu, Departemen Kelautan dan Perikanan
(DKP) menjadikan bioteknologi kelautan sebagai progam unggulan sejak
tahun 2002. Bioteknologi kelautan yang berkembang pesat bertujuan
memanfaatkan biota laut, salah satunya dengan ekstraksi senyawa bioaktif
sebagai obat-obatan dan bahan farmasi (Dahuri, 2005).
Dalam dunia farmasi banyak hal yang dipelajari. Bukan hanya cara
membuat obat sintesis saja namun juga mengenali dan memanfaatkan hewan
dan tanaman yang berkhasiat obat untuk dijadikan obat herbal ataupun
disintesis.
Sebagai seorang farmasis kita harus mengetahui dahulu kandungan
apa yang ada di dalam tanaman tersebut sebelum dipasarkan. Salah satu
caranya adalah memalui ekstraksi untuk mendapatkan ekstrak yang nantinya
akan mempermudah proses identifikasi.
Untuk itu pada praktikum ini dilakukan percobaan ekstraksi dengan
metode ekstraksi refluks dan cairan penyari yang sesuai untuk mendapatkan
ekstrak dari sampel Bintang Laut (Linckia laevigata) dan kemudian di
identifikasi dengan cara KLT (Kromatografi Lapis Tipis).
I.2 Maksud dan Tujuan
I.2.1 Maksud percobaan
Adapun maksud dari percobaan ini adalah:
- Mengetahui cara ekstraksi Bintang Laut (Linckia laevigata) dengan
metode refluks.
2
- Mengidentifikasi senyawa kimia yang terkandung dalam Bintang Laut
(Linckia laevigata) dengan metode refluks.
I.2.2 Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah:
- Menentukan cara ekstraksi Bintang Laut (Linckia laevigata) dengan
metode refluks.
- Menentukan senyawa kimia yang terkandung dalam Bintang Laut
(Linckia laevigata) dengan metode refluks.
3
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Ruang lingkup fitokimia, suatu bagian ilmu pengetahuan alam,
diartikan secara berbeda-beda. Istilah fitokimia (dari kata “phyto” =
tanaman). Dari maknanya dapat ditafsirkan bahwa fitokimia menguraikan
aspek kimia suatu tanaman. Sementara itu, penyelidikan tentang kehidupan
tanaman secara kimia merupakan tugas dari biokimia. Dengan demikian
fitokimia berarti kimia suatu tanaman, jadi meliputi dari biokimia sehingga
dinyatakan juga sebagai biokimia tanaman.
Kajian fitokimia meliputi (Sirait, 2007) :
1. Uraian tentang isolasi dan konstitusi senyawa kimia dalam tanaman.
2. Perbandingan struktur senyawa kimia tanaman; berdasarkan definisi ini
dilakukan penggolongan senyawa kimia yang ditemukan di alam.
3. Perbandingan komposisi senyawa kimia dari bermacam-macam jenis
tanaman atau penelitian untuk pengembangan senyawa kimia dalam
tanaman.
Fitokimia tidak hanya meliputi tentang tanaman tetapi juga dengan
hewan biota laut. Fitokimia pun mempunyai peran dalam penelitian obat yang
secara khusus dibahas dalam farmakoterapi, demikian pula dengan
farmakognosi. Pada umumnya dalam buku farmakognosi dibagian utamanya
diuraikan tentang senyawa kimia tanaman yang penting sebagai obat dan
uraian botanis tentang tanaman yang mengandung senyawa kimia berkhasiat
(Sirait, 2007).
Biota Laut
Biota laut adalah berbagai jenis organism hidup di perairan laut yang
menurut fungsinya digolongkan menjadi tiga, yaitu produsen merupakan
biota laut yang mampu mensintesa zat organic baru dari zat anorganik, kedua
adalah konsumen merupakan biota laut yang memanfaatkan zat organic dari
luar tubuhnya secara langsung. Dan yang ketiga adalah produsen merupakan
biota laut yang tidak mampu menelan zat organic dalam bentuk butiran, tidak
mampu berfotosintesis namun mampu memecah molekul organic menjadi
lebih sederhana (Dahuri, 2005).
4
Ekstraksi
Ekstraksi dapat didefinisikan sebagai proses pemisahan atau penyarian
komponen kimia dari suatu sampel dengan menggunakan pelarut tertentu.
Dimana ekstraksi ini bertujuan untuk menarik komponen kimia yang terdapat
dalam simplisia atau sampel. Ekstraksi dapat kita lakukan pada sampel yang
berasal dari tumbuhan atau tanaman, hewan dan mineral atau pelican (Dirjen
POM, 1995).
Dalam farmakope IV ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh
dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia
hewani menggunakan pelarut yang sesuai kemudian semua atau hampir
semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisisa diperlakukan
sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Sirait, 2007).
Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang
terdapat dalam simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa
komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi
pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut.
Secara umum, terdapat empat situasi dalam menentukan tujuan ekstraksi
(Sutriani, 2008):
1. Senyawa kimia telah diketahui identitasnya untuk diekstraksi dari
organisme. Dalam kasus ini, prosedur yang telah dipublikasikan dapat
diikuti dan dibuat modifikasi yang sesuai untuk mengembangkan proses
atau menyesuaikan dengan kebutuhan pemakai.
2. Bahan diperiksa untuk menemukan kelompok senyawa kimia tertentu,
misalnya alkaloid, flavanoid atau saponin, meskipun struktur kimia
sebetulnya dari senyawa ini bahkan keberadaannya belum diketahui.
Dalam situasi seperti ini, metode umum yang dapat digunakan untuk
senyawa kimia yang diminati dapat diperoleh dari pustaka. Hal ini
diikuti dengan uji kimia atau kromatografik yang sesuai untuk kelompok
senyawa kimia tertentu
3. Organisme (tanaman atau hewan) digunakan dalam pengobatan
tradisional, dan biasanya dibuat dengan cara, misalnya Tradisional
Chinese medicine (TCM) seringkali membutuhkan herba yang
5
dididihkan dalam air dan dekok dalam air untuk diberikan sebagai obat.
Proses ini harus ditiru sedekat mungkin jika ekstrak akan melalui kajian
ilmiah biologi atau kimia lebih lanjut, khususnya jika tujuannya untuk
memvalidasi penggunaan obat tradisional.
4. Sifat senyawa yang akan diisolasi belum ditentukan sebelumnya dengan
cara apapun. Situasi ini (utamanya dalam prog skrining) dapat timbul
jika tujuannya adalah untuk menguji organisme, baik yang dipilih secara
acak atau didasarkan pada penggunaan tradisional untuk mengetahui
adanya senyawa dengan aktivitas biologi khusus. Proses
pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman yaitu pelarut
organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel
yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik di
luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini
akan berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi
cairan zat aktif di dalam dan di luar sel.
2.2 Refluks
Metode refluks adalah metode ekstraksi komponen dengan cara mendidihkan
campuran antara contoh dan pelarut yang sesuai pada suhu dan waktu tertentu.
Serta uap yang terbentuk diembunkan dalam kondensor agar kembali ke labu
reaksi. Pada umumnya metode refluks digunakan untuk ekstraksi bahan-bahan
yang sulit dipisahkan. Pada kondisi ini jika dilakukan pemanasan biasa maka
pelarut akan menguap sebelum reaksi berjalan sampai selesai (Sirait, 2007).
Prinsip dari metode refluks adalah Penarikan komponen kimia yang
dilakukan dengan cara sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat
bersama-sama dengan cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan
penyari terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan
penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat, akan menyari
kembali sampel yang berada pada labu alas bulat, demikian seterusnya
berlangsung secara berkesinambungan sampai penyarian sempurna,
penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang
diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan.Keuntungan dari metode ini adalah
digunakan untuk mengekstraksi sampel-sampel yang mempunyai tekstur
kasar dan tahan pemanasan langsung. Sedangkan kerugian metode ini
6
adalah membutuhkan volume total pelarut yang besar dan sejumlah
manipulasi dari operator (Harbone, 1987).
Prosedur dari sintesis dengan metode refluks adalah semua reaktan atau
bahannya dimasukkan dalam labu bundar leher tiga. Kemudian dimasukkan
batang magnet stirer setelah kondensor pendingin air terpasang, campuran
diaduk dan direfluks selama waktu tertentu sesuai dengan reaksinya.
Pengaturan suhu dilakukan pada penangas air, minyak atau pasir sesuai
dengan kebutuhan reaksi. Gas N2 ¬ dimasukkan pada salah satu leher dari
labu bundar, berikiut ini adalah gambar dari rangkaian alat refluks :
Gambar 1. Rangkaian alat refluks
Keterangan alat beserta fungsinya :
1. Labu dasar bulat : Sebagai tempat zat cair dipanaskan
2. Kondensor spiral : Mendinginkan uap larutan
3. Kassa asbes : Untuk meratakan panas
4. Pembakar Bunsen : Untuk memanaskan larutan dalam labu dasar bulat
5. Kaki tiga : Untuk menyangga labu dasar bulat, kondensor saat
proses pemanasan
6. Statif : Untuk menyangga kondensor dan labu dasar bulat
7. Klem : Untuk menahan kondensor spiral dan labu dasar
bulat
7
8. Selang masuk : Sebagai penghubung air masuk dari sirkulator
menuju kondensor
9. Selang keluar : Sebagai penghubung keluarnya air dari kondensor
menuju ember
10. Sirkulator : Alat untuk mensirkulasikan air
11. Batu didih : Alat untuk mencegah terjadinya bumping
2.3 Uraian Bahan
1. Etanol (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : Aethanolum
Sinonim : Etanol, alcohol
RM/BM : C2H6O/46,07
Rumus struktur :
Pemerian : Jernih, tidak berbau, bergerak, cairan pelarut
menghasilkan bau yang khas dan rasa terbakar
pada lidah.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari
cahaya, di tempat sejuk jauh dari nyala api.
Khasiat : Sebagai antiseptic
Kegunaan : Bakteriostatik
2. Bintang laut
a) Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Kelas : Asteroidea
Ordo : Valvatida
Famili : Ophidiasteridae
Genus : Linckia
Spesies : Linckia laevigata
8
b) Morfologi
Bintang laut berbentuk simetris radial, berwarna biru, permukaan
bagian bawahnya memiliki kaki tabung, yang masing-masing dapat
bertindak sebagai cakram penyedot. Bintang laut mengkoordinasikan
kaki tabungnya untuk menempel pada bebatuan dan atau untuk
merangkak secara perlahan-lahan, sementara kaki tabung (Dahuri,
2005).
c) Habitat
Bintang laut hidup di dasar laut, bentuknya mengikuti kontur
permukaan bebatuan. Pada umumnya hewan ini selalu menempati
daerah yang digenangi air. Pada beberapa habitat yang mengalami
kekeringan pada saat air surut, terjadi beberapa penyesuaian, antara
lain pembenaman diri dalam pasir (Dahuri, 2005).
d) Prosedur Keja
Pertama- tama disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
Kemudian dihaluskan sampel bintang laut, setelah itu ditimbang
sampel sebanyak 30 g dengan menggunakan neraca mekanik.
Kemudian diukur etanol sebanyak 250 mL dengan menggunakan
gelas ukur, setelah itu dimasukkan sampel kedalam labu alas bulat
sebanyak 30 g dan dimasukkan kelereng sebanyak 2 butir kedalam
labu alas bulat. Sebelum diletakkan diatas hot plate dan alat refluks
dirangkaikan, ditambahkan terlebih dahulu cairan penyari etanol
sebanyak 250 mL kedalam labu alas bulat. Dan setelah itu diletakkan
diatas hot plate dan alat refluks dirangkaikan. Kemudian dilakukan
penyarian dengan menggunakan metode refluks selama ± 3 jam,
setelah itu sampel disaring menggunakan kain putih dan ditampung
dalam mangkuk. Kemudian dimasukkan kedalam lemari asam dan
diuapkan, setelah itu ekstrak yang diperoleh ditimbang dan
dimasukkan dalam botol vial dan terakhir dilakukan identifikasi
senyawa dengan menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis
(KLT) dengan menggunakan eluen polar dan non polar dengan
penampak noda oleh sinar UV serta pereaksi H2SO4 10%.
9
BAB IIIMETODE KERJA
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
1. Cawan porselin
2. Gelas ukur
3. Hot Plate
4. Kondensor
5. Labu alas bulat
6. Lemari asam
7. Mangkuk
8. Neraca mekanik
9. Plat kaca
10. Sendok tanduk
3.1.2 Bahan
1. Aluminium foil
2. Bintang laut
3. Etanol
4. Kain putih (penyaring)
5. Kelereng
6. Lap kasar
3.2 Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Dihaluskan sampel bintang laut
3. Ditimbang sampel sebanyak 30 g dengan menggunakan neraca
mekanik
4. Diukur etanol sebanyak 250 mL dengan menggunakan gelas ukur
5. Dimasukkan sampel kedalam labu alas bulat sebanyak 30 g
6. Dimasukkan kelereng sebanyak 2 butir kedalam labu alas bulat
7. Ditambahkan cairan penyari etanol sebanyak 250 mL kedalam labu
alas bulat
8. Diletakkan diatas hot plate dan alat refluks dirangkaikan
10
9. Dilakukan penyarian dengan menggunakan metode refluks selama
± 3 jam
10. Sampel disaring menggunakan kain putih dan ditampung dalam
mangkuk
11. Dimasukkan kedalam lemari asam dan diuapkan
12. Ekstrak yang diperoleh ditimbang dan dimasukkan dalam botol vial
13. Dilakukan identifikasi senyawa dengan menggunakan metode
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dengan menggunakan eluen polar
dan non polar dengan penampak noda oleh sinar UV serta pereaksi
H2SO4 10%
11
BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil pengamatan
4. 1.1 Tabel
Metode ekstraksiBerat Sampel (g)
(Bintang Laut)
Volume Pelarut (mL)
(Ethanol)
Refluks 30 g 250 mL
4. 1.2 Gambar
4. 2 Pembahasan
Pada praktikum ini, kami akan mengekstraksi sampel berupa Bintang
laut (Linchia laevigata) dengan menggunakan metode ekstraksi refluks.
Dengan tujuan untuk mengambil atau memperoleh senyawa kimia dalam
Gambar 1Sampel Bintang Laut
Gambar 2Rangkaian Alat Refluks
Gambar 3Ekstrak Bintang Laut
12
sampel Bintang laut (Linchia laevigata) dengan cara metode ekstraksi
refluks.
Menurut Bengen (2004) Bintang laut atau kijang biru adalah bintang
laut yang berlengan lima yang sering dijumpai di daerah terumbu karang,
berukuran besar dan memiliki warna biru yang sangat menyolok, tiap
tangannya berbentuk memanjang hingga 15 cm atau lebih.
Menurut Depkes RI (2000) Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut
pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut
yang ralatif konstan dengan adanya pendingin balik.
Menurut Depkes RI (1986) Refluks merupakan metode ekstraksi
secara panas dan cocok untuk sampel mempunyai tekstur keras serta fungsi
pemanasan menurut Permana (2011) yaitu untuk mempercepat reaksi-reaksi
senyawa organik sebab pada umumnya reaksi-reaksi senyawa organik akan
lambat maka campuran reaksi perlu dipanaskan tetapi biasanya pemanasan
akan menyebabkan penguapan baik pereaksi maupun hasil reaksi.
Menurut Anneahira (2007) Bintang laut merupakan biota laut yang
memiliki tubuh yang keras dan berduri karena keleseluruhan kulit yang
dilapisi oleh zat kapur. Dalam hal ini bintang laut merupakan biota laut yang
memiliki tekstur badan yang keras dan cocok untuk diekstraksi dengan
menggunakan refluks.
Adapun syarat lain menurut Hegaparamasatya (2011) sebelum
memulai ekstraksi dengan menggunakan refluks harus diperhatikan, yang
pertama yaitu jumlah simplisia yang akan diekstrak harus tidak bisa
melewati volume labu alas bulat, yang kedua derajat kehalusan simplisia,
semakin halus, maka luas kontak permukaan semakin besar dan ekstraksi
akan semakin optimal. Tetapi karena refluks menggunakan pemanasan,
maka akan mempermudah pelarut mengekstrak sampel dengan tekstur yang
keras. Yang ketiga jenis pelarut yang digunakan, karena kita belum
mengetahui kepolaran senyawa kimia sampel, maka dalam hal ini
menggunakan pelarut semi polar yang bersifat multifungsi (larut dalam
senyawa polar dan non-polar). Yang ke-empat ketoksisikan dari pelarut,
pelarut yang digunakan jangan beracun atau toksik, dan ramah lingkungan
13
misalnya etanol 96%. Yang kelima dimana pelarut mudah dihilangkan dari
ekstrak, dengan tujuan untuk cepat memperoleh ekstrak kental. Dan yang
terakhir adalah suhu. Dimana refluks dilakukan dengan menggunakan alat
destilasi, dengan merendam simplisia dengan pelarut/solven dan
memanaskannya hingga suhu tertentu.
Dalam mengekstraksi sampel dengan menggunakan metode refluks,
terdiri atas tiga tahap. Tahap awal yaitu disiapkan alat dan bahan yang akan
digunakan, untuk alat dibersihkan dengan menggunakan alkohol 70%, agar
terhindari dari bakteri atau zat pengotor lain yang akan mempengaruhi hasil
akhir pada ektraksi.
Tahap kedua, Simplisia ditimbang sebanyak 50 gram dengan
menggunakan neraca O’hauss dan dimasukan kedalam kedalam labu alas
bulat yang telah terisi etanol 96% sebanyak 250 mL dan batu
didih/kelereng.
Tujuan penggunaan batu didih/kelereng menurut Dehandriana (2012)
untuk mempercepat proses pendidihan dengan menahan tekanan atau
menekan gelembung panas serta meratakan panas.
Kemudian dirangkai alat refluks dengan sesuai. Usahakan jalur air
masuk dan keluar pada bagian refluks dalam keadaan normal yaitu dimana
aliran air keluar berbanding lurus dengan aliran masuk pada alat refluks ,
agar proses refluks berjalan dengan baik.
Tahap ketiga, dinyalakan hot plate dengan suhu yang sesuai dan
ditunggu sampel terkestraksi sempurna dengan kurun waktu ± 3 jam atau
hingga pelarut turun kedalam labu alas bulat berwarna jernih.
Setelah itu maserat yang bercampur dengan sampel disaring dengan
penyaring yang sesuai dengan tujuan untuk memisahkan maserat dan
sampel yang tidak hancur selama proses ektraksi.
Kemudian dimasukan kedalam wadah atau mangkok kaca bening dan
ditutupi dengan aluminium foil yang telah dilubangi, dengan tujuan
mepercepat proses penguapan, dan dievaporasi dengan menggunakan cara
manual, yaitu dimasukan pada lemari asam ± 24 jam. Tujuan evaporasi
untuk mendapatkan ekstrak kental.
14
Berdasarkan teori menurut Hegapramasatya (2011) Ekstrak kental
ekstrak ini merupakan ekstrak yang telah mengalami proses pemekatan dan
pelarut dalam ekstrak sudah konstan. Selain itu ekstrak yang dihasilkan
dalam skala lab atau industri harus merupakan ekstrak yang sudah terstandar
sesuai dengan ketentuan yang berlaku (mengacu pada MMI atau kompendia
yang lain seperti Farmakope). Komponen standardisasi ekstrak meliputi
pengujian makro dan mikroskopik untuk identitas, pemeriksaan pengotor/
zat asing organik dan anorganik, penentuan susut pengeringan dan
kandungan air, penentuan kadar abu, penentuan kadar serat, penentian kadar
komponen terekstraksi (kadar sari), penentuan kadar bahan aktif/ senyawa
penanda, penentuan cemaran mikroba dan tidak adanya bakteri patogen, dan
pemeriksaan residu pestisida.
Setelah itu, ekstrak kental dimasukan kedalam botol vial, untuk
digunakan ke proses tahap berikutnya yaitu KLT (Kromatografi Lapis
Tipis).
15
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa:
1. Cara mengesktraksi sampel Bintang Laut (Linckia laevigata) adalah
dengan cara pengekstrasian menggunakan metode ekstraksi refluks yang
merupakan metode ektrasi dengan cara pemanasan secara langsung
dimana sampel dan cairan penyari dimasukkan secara bersamaan ke dalam
labu alas bulat selama 2-4 jam sampai proses penyarian atau penarikan
senyawa bioaktif terjadi secara sempurna.
2. Senyawa bioaktif yang terkandung dalam sampel Bintang Laut (Linckia
laevigata) adalah senyawa yang bersifat antioksidan.
5.2 Saran
5.2.1 Laboratorium
Adapun saran yang dapat kelompok kami berikan adalah mengenai
kelengkapan alat-alat laboratorium untuk lebih dilengkapi untuk
mengefisiensikan proses berjalannya praktikum agar praktikan lebih
efektif dalam melakukan praktikum.
5.2.2 Jurusan
Adapun saran yang dapat kami berikan yaitu agar lebih memperhatikan
sarana dan prasarana untuk mahasiswa farmasi sehingga mahasiswa
farmasi dapat belajar lebih nyaman dan efektif.
16
DAFTAR PUSTAKA
Anneahira. 2007. Sistem Tubuh Bintang Laut. (Online : http://www.anneahira.com/bintang-laut.htm) diakses 20 November 2013
Bengen. D. G . 2004 ‘Pedoman Teknis Pengenalan Dan Pengelolaan Mangrove. PKSPL-IPB. Bogor.
Depkes RI. (1986). Sedian Galenik. Jakarta: Ditjen POM.
Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Direktorat jendral pengawasan obat dan makanan. Jakarta.
Dahuri R. 2005. Menggali Bahan Baku Obat di dalam Laut. Departemen Perikanan dan Kelautan. [Jurnal]. (diakses 8 November 2013,http://www/dkp )
Dehandirana. 2012. Ekstraksi lemak kasar (Online : http://www.dehandriana.blogspot.com) (diakses 15-11-13)
Harborne, J.B., 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan Terbitan Kedua. Bandung: ITB
Putri P,T . 2012 . Destilasi Refluks. (Online : http://theprincess9208.wordpress.com/2012/11/20/destilasi-refluks/) diakses 20 November 2013.
Reina, 2004. Potensi dari Laut Belum dimaksimalkan. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi: Jakarta.
Sirait, M. 2007. Penuntun Fitokimia Dalam Farmasi. Bandung: Penerbit ITB