laporan praktikum - tahibu (tanaman hias bunga)
DESCRIPTION
Laporan Akhir PraktikumTRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM
MK. TANAMAN HIAS DAN BUNGA (AGH343)
LAPORAN AKHIR - TERPADU
Oleh:
Kelompok 3Bayu Pradana Putra A24120101
Yustia Yulianti A24120103
Widyanarko P. Utomo A24120104
Ubaidillah A24120106
Paneesuda Roopdee A2414____
Asisten:
Halida Adistya P A24110037
Yefta Dimas K A24110107
Dosen PraktikumDr. Dewi Sukma SP, MSi.
DEPARTEMEM AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
DAFTAR ISI
STEK PUCUK GARDENIA 3
BUDIDAYA CABAI HIAS 9
BUDIDAYA GLADIOL 14
BUDIDAYA SEDAP MALAM 18
BUDIDAYA MAWAR POT 24
AKLIMATISASI ANGGREK 33
PEMUPUKAN ANGGREK 38
HIBRIDISASI ANGGREK 46
LAPORAN PRAKTIKUM
MK. TANAMAN HIAS DAN BUNGA (AGH343)
STEK PUCUK GARDENIA
Oleh
Bayu Pradana Putra
A24120101
DEPARTEMEM AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kacapiring (Gardenia jasminoides Ellis), merupakan salah
satu tanaman perdu dari suku kopi-kopian, memiliki bunga
berwarna putih dan harum. Tanaman ini juga dikenal dengan nama
binomial Gardenia jasminoides yang berarti "seperti melati,"
walaupun tidak ada hubungannya dengan marga Jasminum (Melati).
Pada umumnya bunga kacapiring (Gardenia) banyak dipelihara
orang sebagai tanaman hias. Orang-orang juga sering
memanfaatkan kacapiring menjadi pagar hijau yang memiliki aroma
harum. Selain itu kacapiring berumur tahunan dengan banyak
cabang, ranting maupun daun yang lebat. Kelebihan dari bunga
kacapiring ini adalah bahwa kacapiring mudah tumbuh di
sembarang tempat, baik di daerah dingin maupun panas. Namun,
tumbuhan ini lebih cocok di daerah pegunungan atau lokasi yang
tingginya lebih dari 400 meter di atas permukaaan laut. Batang
pohon kacapiring mampu mencapai ketinggian sekitar 1-2 meter.
Bunganya berukuran besar, indah, mirip dengan bunga mawar
putih dengan tajuk-tajuk melingkar dan bersusun membentuk satu
kesatuan yang anggun. Daunnya berbentuk oval, tebal, licin dan
mengilap pada permukaan telapak daun bagian atasnya
(Dalimartha 2005).
Pembiakan vegetatif adalah proses pembiakan tanaman
tanpa adanya peleburan sel kelamin jantan dengan sel kelamin
betina, hanya menggunakan bagian-bagian vegetatif tanaman
induk. Bagian-bagian tanaman yang biasa digunakan adalah
batang, cabang, akar daun dan pucuk (Rochiman dan Harjadi,
1973). Salah satu perbanyakan tanaman secara vegetatif yaitu
stek. Stek merupakan cara pembiakan tanaman dengan
menggunakan bagian vegetatif yang dipisahkan dari induknya,
dimana apabila ditanam pada kondisi yang menguntungkan stek
akan berkembang menjadi suatu tanaman yang sempurna dengan
sifat yang sama dengan pohon induk dimana stek vegetatif diambil
(Soerianegara dan Djamhuri, 1979). Tingkat perkembangan jaringan
tanaman, umur tanaman dan kandungan zat tumbuh
memepengaruhi kemampuan stek membentuk akar (Mahlstede and
Haber, 1976). Keuntungan pembiakan vegetatif dengan stek yaitu:
bibit dapat diperoleh dalam jumlah dan waktu yang diinginkan,
tanaman cukup homogen dan dapat dipilih dari bahan tanaman
yang berkualiatas tinggi dan nilai genetik yang diturunkan sesuai
dengan induknya, beberapa tanaman baru dapat dibuat dari sedikit
tanaman induk, dihasilkan populasi tanaman dengan kemampuan
tumbuh yang relatif seragam, tidak mahal dan tidak memerlukan
teknik khusus (Hartmann and Kester, 1978).
Tujuan
Mengasah kemampuan mahasiswa dalam melakukan
pembiakan vegetatif dengan stek batang gardenia.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Praktikum dilaksanakan pada tanggal 6 maret 2015 pada
pukul 07.00 hingga 09.00 di rumah angle Kebun Percobaan
Leuwikopo, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan antara lain tanaman induk
gardenia, rootone, media tanam berupa campuran tanah, pupuk
kandang dan arang sekam, polybag, dan gunting.
Metode Pelaksanaan
Siapkan tanaman induk gardenia, potong batang yang ingin
dijadikan bibit stek, kemudian oleskan rootone pada ujung batang
bibit untuk merangsang pembentukan akar, lalu tancapkan ke
polybag yang telah diisi media dengan perbandingan 1:1:1. Potong
daun stek bibit tersebut untuk mengurangi penguapan, kemudian
siram dan letakkan di tempat yang ternaungi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Tinggi tanaman gardenia
TANAMA
N
MST
1 2 3 4
1 14.5 15.3 16.9 17.4
2 12.5 MATI
3 10.5 MATI
4 18 18.9 MATI
5 16.5 16.5 16.5 17
6 11.5 15.9 16 16.8
7 14 MATI
8 15 16.5 16.2 16.5
9 11.5 12.5 12.6 13.9
10 8 8.6 10 10.7
Tabel 2. Jumlah tunas tanaman gardenia
TANAMA
N
MST
1 2 3 4
1 4 3 3 4
2 4 MATI
3 2 MATI
4 4 2 MATI
5 1 1 1 1
6 0 1 0 0
7 2 MATI
8 3 2 3 3
9 4 4 4 4
10 3 4 2 3
Pembiakan tanaman secara vegetatif dengan stek dapat
dibedakan berdasarkan bagian tanaman yang diambil sebagai
bahan stek, yaitu stek akar, stek batang, stek daun, serta stek
bagian khusus tanaman seperti stek akar tunggal (Rochiman dan
Harjadi, 1973). Mahlstede dan Haber (1976) menambahkan, bahwa
tingkat perkembangan jaringan tanaman, umur tanaman dan
kandungan zat tumbuh mempengaruhi kemampuan stek
membentuk akar.
Berdasarkan hasil pengamatan pada aspek tinggi tanaman
dan jumlah tunas pada stek batang tanaman gardenia selama 4
minggu, terlihat bahwa tanaman yang paling tinggi adalah tanaman
nomor 1 dengan tinggi 17.4 cm, dan tanaman dengan jumlah tunas
terbanyak adalah tanaman nomor 1 dan 9 dengan 4 buah tunas.
Perbedaan tinggi tanaman dapat disebabkan pada saat memotong
batang tanaman induk dengan panjang yang berbeda – beda, selain
itu juga dapat disebabkan oleh kemampuan menyerap unsur hara,
air dan sinar matahari yang berbeda antar tanaman, begitu pula
dengan aspek pertumbuhan tunas. Selain itu juga terdapat
beberapa tanaman yang mati yaitu tanaman nomor 2, 3, 4, dan 7.
Kematian tanaman tersebut dapat disebabkan oleh transpirasi yang
terlalu berlebihan karena daun tanaman belum dapat
berfotosintesis dengan normal sehingga cahaya matahari yang
diperoleh tanaman justru berdampak negatif bagi tanaman yang
menyebabkan tanaman layu dan mati.
Hal lain yang mempengaruhi keberhasilan stek batang
adalah kandungan bahan makanan terutama persediaan
karbohidrat dan nitrogen. Menurut Hartmann dan Kester (1978),
stek yang mengandung karbohidrat tinggi dan nitrogen yang cukup
akan mempermudah terbentuknya akar dan tunas stek. Stek
batang pada umumnya lebih mudah dan sangat menguntungkan,
karena batang mempunyai persediaan bahan makanan yang cukup,
terdapat tunas – tunas dan jaringan meristem yang membentuk
akar. Pada kondisi lingkungan tumbuh yang sesuai, stek batang
lebih mudah membentuk bagian-bagian vegetatif yang lain dan
tumbuh menjadi individu yang sempurna (Hartmann dan Kester,
1978).
KESIMPULAN
Stek batang merupakan salah satu pembiakan secara
vegetatif yang mudah dilakukan, namun banyak faktor yang
mempengaruhi keberhasilan melakukan stek batang sehingga
dalam aplikasinya, dibutuhkan ketelitian, kehati – hatian serta
pemahaman yang cukup. Beberapa faktor yang mempengaruhi
keberhasilan stek batang yaitu faktor lingkungan yang meliputi
suhu, kelembaban, cahaya, dan media tanam. Faktor internal
tanaman meliputi umur tanaman, jenis tanaman, persediaan
makanan, zat pengatur tumbuh, serta adanya daun atau tunas
pada batang yang di-stek.
DAFTAR PUSTAKA
Dalimartha S. 2005. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 3,
Temukan Rahasia Sehat dari Alam Sekitar. Puspaswara.
Hartmann, H. T. and D. E. Kester. 1978. Plant Propagation,
Principles and Practice. Prentice Hall of India. New Delhi.
702p.
Hessayon, D. G. 1993. The House Plant Expert. 5th. Transworld Pub
Ltd. Auckland. 256 p.
Mahlstede, J. P. and T. L. E. S. Haber. 1976. Plant Propagation. Jhon
Wiley and Sons Inc. New York. 413p.
Rochiman, K dan S. S. Harjadi. 1973. Pembiakan Vegetatif. Dept.
Agronomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bogor. 76 hal.
Setiadi. 2002. Bertanam Cabai. Penebar Swadaya. Jakarta. 168 hal.
Soerianegara, I. dan E. Djamhuri. 1979. Pemuliaan Pohon Hutan.
Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut
Pertanian Bogor. Bogor. Hal 82.
LAPORAN PRAKTIKUM
MK. TANAMAN HIAS DAN BUNGA (AGH343)
BUDIDAYA CABAI HIAS
Oleh
Bayu Pradana Putra
A24120101
DEPARTEMEM AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman hias merupakan tanaman yang berfungsi untuk menambah nilai keindahan suatu ruang. Permintaan akan tanaman hias di Indonesia semakin meningkat sejalan dengan kesadaran masyarakat yang membutuhkan lingkungan hidup yang indah dan nyaman. Oleh karena itu, perlu diupayakan suatu cara untuk mendapatkan tanaman yang berkualitas baik dan berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia. Tanaman hias yang umum dikenali masyarakat diantaranya yaitu mawar, melati, anggrek, sedap malam, dan yang lainnya. Seiring dengan perkembangan zaman, konsumen cenderung bosan dengan tanaman hias yang sudah umum tersebut. Konsumen lebih menyukai tanaman hias yang unik dan tak biasa. Semakin unik suatu tanaman, maka harganyapun semakin mahal.
Cabai yang umum diketahui masyarakat merupakan salah satu tanaman pangan, namun cabai juga dapat dijadikan tanaman hias. Tanaman cabai hias merupakan salah satu tanaman hias buah yang biasa ditanam dalam pot, dan dapat berfungsi sebagai tanaman hias dalam ruangan maupun di luar ruangan (Setiadi, 2002). Selain itu cabai hias juga dapat dikonsumsi bahan makanan maupun sebagai bahan hiasan makanan. Tanaman cabai hias memiliki harga yang cukup mahal karena keunikannya.
Tanaman cabai hias dapat dinikmati segi estetikanya baik dari bagian daun, bunga maupun buahnya (Hessayon, 1993). Penanaman cabai sebagai tanaman hias mempunyai tujuan yang berbeda dengan penanaman cabai untuk produksi pangan. Cabai sebagai tanaman hias harus mempunyai kualitas yang dapat menambah keindahan. Kualitas yang diharapkan diantaranya ialah mempunyai tinggi tanaman yang proporsional dengan pot, mempunyai banyak cabang sehingga tanaman terlihat lebih rimbun, mempunyai banyak buah sebagai daya tarik tanaman hias buah, dan mempunyai keragaan yang disukai oleh konsumen.
Tujuan
Mengetahui cara budidaya cabai hias yang baik agar diperoleh tanaman yang berkualitas.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Kegiatan praktikum dilaksanakan di rumah angle Kebun Percobaan Leuwikopo, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Praktikum dilaksanakan pada Jumat 27 Maret 2015 dimulai pukul 07.00 hingga 09.00 WIB.
Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan adalah bibit cabai hias, media tanam berupa tanah, pupuk kandang, dan arang sekam dengan perbandingan 1:1:1, ember, dan pot.
Metode Pelaksanaan
Setiap kelompok menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan. Menyiapkan media tanam tanah, pupuk kandang, dan arang sekam. Menyiapkan bibit cabai hias yang akan ditanam, kemudian tanam bibit kedalam pot dengan menggunakan campuran media tersebut. Bibit dipisahkan dari media pembibitan, kemudian bibit dipindah tanamkan ke dalam pot yang telah terisi media tanam.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berikut ini merupakan data hasil pengamatan cabai hias hingga 4 minggu setelah tanam. Pengamatan dilakukan pada aspek tinggi dan jumlah daun tanaman.
Tabel 1. Tinggi tanaman cabai hias
TANAMAN
MST1 2 3 4
1 8.5 9.8 12.5 15.52 9 11 18.8 20.53 11 13.2 19 21.24 9.5 12.4 17 22.2
5 8.5 MATI
Tabel 2. Jumlah daun tanaman cabai
TANAMAN
MST1 2 3 4
1 11 13 16 182 10 14 14 143 10 15 17 264 11 15 19 305 10 MATI
Tujuan penanaman cabai hias berbeda dengan penanaman cabai konsumsi, penanaman cabai hias menuntut agar tanamana cabai memiliki kualitas untuk menambah keindahan suatu ruang. Kualitas yang diharapkan diantaranya ialah mempunyai tinggi tanaman yang proporsional dengan pot, mempunyai banyak cabang sehingga tanaman terlihat lebih rimbun, mempunyai banyak buah sebagai daya tarik tanaman hias buah, dan mempunyai keragaan yang disukai oleh konsumen.
Salah satu tahap yang penting dalam sistem budidaya cabai hias adalah persemaian, persemaian bertujuan untuk meminimalkan benih cabai mati di lapang karena benih yang baru berkecambah belum mampu untuk beradaptasi dengan lingkungan di lapang. Pemindahan bibit ke dalam pot dilakukan saat bibit berusia sekitar 4 minggu setelah semai.
Hasil praktikum tertera pada tabel 1 (tinggi tanaman cabai) dan tabel 2 (jumlah daun tanaman cabai). Pengamatan dilakukan hingga minggu keempat setelah tanam, telihat tanaman yang paling tinggi adalah tanaman cabai nomor 4 dengan tinggi 22.2 cm, dan yang paling rendah adalah tanaman nomor 1 dengan tinggi 15.5 cm, sedangkan pada aspek jumlah daun, tanaman yang memiliki daun terbanyak hingga minggu ke-4 adalah tanaman nomor 4 dengan jumlah 30 daun, dan tanaman yang memiliki jumlah daun paling sedikit adalah tanaman nomor 2 dengan jumlah 14 daun. Perbedaan tinggi tanaman dan jumlah daun tersebut dapat disebabkan perbedaan hara yang diperoleh tanaman maupun
faktor lingkungan seperti intensitas sinar matahari yang didapatkan maupun perbedaan volume air yang diperoleh saat penyiraman serta faktor fisik saat pengamatan yang menyebabkan daun gugur. Adapun tanaman nomor 5 mati sejak minggu ke-2. Kematian tanaman tersebut dapat disebabkan terserang hama penyakit tanaman yang dapat muncul karena faktor lingkungan yang mendukung perkembangan OPT, penyebab lainnya yaitu lingkungan yang tidak mendukung pertumbuhan tanaman.
Edmond et al. (1957) menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman dalam pot atau wadah berbeda dengan pertumbuhan tanaman di bedengan pada kebun atau lapang. Volume tanah dalam pot sangat kecil sehingga sangat membatasi sistem perakaran, persediaan hara, dan pemberiaan air yang sering dapat menyebabkan pencucian nitrat dan hara lainnya. Oleh sebab itu tanah dalam pot ditingkatkan kesuburannya dengan pemakaian bahan organik.
KESIMPULAN
Persemaian pada sistem budidaya cabai hias bertujuan untuk meminimalkan benih cabai mati di lapang karena benih yang baru berkecambah belum mampu untuk beradaptasi dengan lingkungan di lapang. Pemindahan bibit ke media tanam umumnya dilakukan pada saat tanaman berusia 4 minggu setelah semai. Cabai hias membutuhkan lingkungan yang optimal untuk tumbuh baik, oleh karena itu diperlukan sistem budidaya yang baik dan terencana hingga tanaman cabai hias yang diperoleh berkualitas dan berharga tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Edmond, J. B., A. M. Musser, F. S. Andrews. 1957. Fundamentals of Horticulture. McGraw – Hill Book co. Inc. New York. 476 p.
Hessayon, D. G. 1993. The House Plant Expert. 5th. Transworld Pub Ltd. Auckland. 256 p.
Setiadi. 2002. Bertanam Cabai. Penebar Swadaya. Jakarta. 168 hal.
LAPORAN PRAKTIKUM
MK. TANAMAN HIAS DAN BUNGA (AGH343)
BUDIDAYA GLADIOL
Oleh
Bayu Pradana Putra
A24120101
DEPARTEMEM AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Industri tanaman hias merupakan salah satu industri yang tidak ada matinya, setiap tanaman hias memiliki penggemarnya sendiri. Gladiol (Gladiolus hybridus L.) merupakan salah satu komoditas tanaman hias yang mempunyai potensi untuk dikembangkan secara luas, karena mempunyai nilai estetika dan ekonomi yang cukup tinggi serta cukup diminati masyarakat. Keunggulan tanaman gladiol dibandingkan tanaman hias lain adalah tanaman gladiol akan berbunga relatif singkat yaitu 60 - 90 hari setelah tanam, ukuran bunganya yang relatif besar sehingga membuatnya eye catching dan pantas dibeli, di dataran tinggi dapat ditanam di lahan terbuka tanpa menggunakan naungan atau rumah plastik, serta memberi keuntungan usahatani yang memadai. Kesegaran bunga potong gladiol juga dapat bertahan lama yaitu berkisar antara 5-10 hari (Amirullah dan Andi, 2012).
Saat ini budidaya tanaman gladiol masih sedikit dan terbatas hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri saja, sehingga diperlukan peningkatan budidaya baik sistem budidayanya maupun kuantitas tanaman yang dibudidayakan sehingga tanaman yang dihasilkan memiliki kualitas dan kuantitas yang tinggi. Kultivar gladiol yang dibudidayakan oleh petani awalnya merupakan kultivar-kultivar introduksi dari Belanda yang sudah berlangsung puluhan tahun sehingga beberapa kultivar disebut kultivar lokal. Volume pemasaran di kota-kota besar telah mencapai 127.200 tangkai per minggu, dan akhir-akhir ini permintaan bunga potong meningkat rata-rata 10 % per tahun (Ameriana dan Rahmat, 1991). Kebutuhan pasar yang meningkat dan harga yang tinggi merupakan faktor yang dapat merangsang petani untuk dapat mengembangkan usaha tani gladiol. Namun, masalah dalam pengembangan gladiol di Indonesia adalah terbatasnya kultivar yang digunakan oleh petani (Badriah dan Permadi, 2000).
Tujuan
Menerapkan cara budidaya tanaman gladiol yang baik dan benar untuk mendapatkan produksi bunga yang optimal.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Praktikum dilaksanakan pada tanggal 6 maret 2015 pada pukul 07.00 hingga 09.00 di rumah angle Kebun Percobaan Leuwikopo, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan antara lain yaitu umbi tanaman gladiol, campuran media tanah, pupuk kandang dan arang sekam, polybag, cangkul, dan kored.
Metode Pelaksanaan
Kelompok menyiapkan media dan bahan tanam, media tanah, pupuk kandang dan arang sekam dicampur dengan perbandingan 1:1:1, kemudian masukkan media tanam ke dalam polybag, setelah itu tanam umbu tanaman gladiol ke dalam polybag. Letakkan polybag di tempat yang ternaungi.
HASIL DAN PEMBAHASANTabel 1. Tinggi tanaman gladiol
TANAMAN
MST1 2 3 4 5 6
1 8.9 13.3 53.2 74.6 97.9 107
2 27 60.5 68.5 81.4 97.5100.5
3 17.6 48 61 95.7 100 1094 25.3 58.3 70.4 77.2 94 1005 22.6 53.5 71.5 88 92 100
Tabel 2. Jumlah daun tanaman gladiol
TANAMAN
MST1 2 3 4 5 6
1 3 3 4 10 10 102 2 3 3 7 7 73 3 4 6 9 12 124 2 2 3 6 9 95 2 4 6 10 12 15
Tabel 3. Jumlah tunas tanaman gladiol
TANAMAN
MST1 2 3 4 5 6
1 1 2 2 2 2 22 1 1 1 1 1 1
3 1 2 2 2 2 24 1 1 1 1 1 15 0 2 2 2 2 2
Pengamatan dilakukan hingga minggu ke-6 setelah tanam. Data hasil praktikum penanaman gladiol dapat dilihat pada tabel 1, 2, dan 3 untuk aspek tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah tunas. Aspek tinggi tanaman diperoleh tanaman nomor 3 merupakan tanaman yang paling tinggi dengan ketinggian 109 cm, sedangkan pada aspek jumlah daun, tanaman nomor 5 memiliki jumlah daun terbanyak dengan 15 daun, dan pada aspek jumlah tunas, tanaman nomor 1, 3, dan 5 memiliki jumlah tunas terbanyak dengan 2 buah tunas. Perbedaan tersebut kemungkinan disebabkan oleh faktor internal tanaman, karena faktor lingkungan dan perlakuan yang diberikan sama antar tanaman seperti suhu, cahaya, kelembaban, pemberian pupuk serta penyiraman.
Tanaman gladiol menghendaki kondisi lingkungan yang ideal untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan gladiol yaitu cahaya, suhu, dan kelembaban. Tanaman gladiol membutuhkan sinar matahari penuh untuk pertumbuhan dan perkembangannya (Muharam et al, 1995). Tanaman gladiol memberikan respons yang berbeda terhadap variasi kondisi lingkungan terutama suhu, kelembaban dan cahaya. Tanaman gladiol tumbuh baik pada suhu 10 –25oC. Suhu rata-rata yang kurang dari 10oC akan menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman terhambat. Jika suhu rendah berlangsung lama, pertumbuhan tanaman dapat terhenti. Suhu maksimum untuk pertumbuhan gladiol adalah 27oC, suhu berpengaruh pula terhadap periode pembungaan.
KESIMPULANTanaman gladiol cukup layak untuk dikembangkan karena
memiliki nilai estetis dan ekonomi yang sukup tinggi. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan budidaya tanaman gladiol yaitu faktor interlnal tanaman dan faktor lingkungan seperti suhu, cahaya, serta kelembaban. Agar tercapai hasil produksi gladiol yang berkualitas dibutuhkan pemahaman tentang tanaman gladiol, dan faktor – faktor yang mempengaruhi pertumbuhannya.
DAFTAR PUSTAKA
Ameriana, M, Rahmat M., T. Sutater dan D. Komar. 1991. Analisis Usahatani Bunga Potong Gladiol. Pros. Sem. Tan. Hias.
Badriah, D.S., A.H. Permadi, T. Sutater, D. Herlina dan I. Djatnika. 2000. Gladiol Dayang Sumbi (Gladiolus cv. Dayang Sumbi) J. Hortikultura 9(4): 385-389.
Hessayon, D. G. 1993. The House Plant Expert. 5th. Transworld Pub Ltd. Auckland. 256 p.
Muharam, A, T. Sutater, Sjaifullah, dan S. Kusumo. 1995. Gladiol. Buku Komoditas No 2. Balai Penelitian Tanaman Hias. Jakarta. 60 hlm.
Setiadi. 2002. Bertanam Cabai. Penebar Swadaya. Jakarta. 168 hal.
LAPORAN PRAKTIKUMMK. TANAMAN HIAS DAN BUNGA (AGH343)
BUDIDAYA SEDAP MALAM
Oleh
Yustia Yulianti
A24120103
DEPARTEMEM AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sedap malam merupakan tanaman hias yang populer di masyarakat. Bentuk bunganya indah dan harum sehingga disukai oleh masyarakat pedesaan maupun pekotaan. Bunga sedap malam poyong tidak hanya dijumpai di rumah-rumah, akan tetapu juga di gedung-gedung petemuan, hotel-hotel berbintang bahkan rumah sakit. Keharuman bunga ternyata mampu mengobati stres, sehingga mendorong berkembangnya penyembuhan penyakit dengan aroma terapi. Selain digunakan sebagai bunga potong, sedap malam banyak dimanfaatkan sebagai bunga tabur dan bahan baku industri minyak atsiri (Suyanti, 2012).
Sejalan dengan tingginya variasi manfaat, permintaan sedap malam juga terus meningkat. Pada hari Raya Idul Fitri, Natal, Imlek, dan hari besar lainnya, permintaan sering tidak terpenuhi. Hal ini terbukti dengan tingginya volume penjualan bunga sedap malam di pasar Rawa Belong, Jakarta. Pada tahun 1999, volume penjualan bunga sedap malam selama bulan Januari-Maret sebesar 294,005,300 tangkai da menduduki urutan ketiga setelah bunga aster Holand dan gladiol (Badan Pusat Statistik, 1999). Kondisi demikian merupakan peluang bagi petani untuk mengusahakan sedap malam secara optimal.
Sedap malam berbunga tunggal dan semi ganda lebih cocok ditanam di dataran rendah dengan elevensi di bawah 50 m dpl. Sedap malam berbunga ganda cocok ditanam di daerah dengan elevensi di atas 100 m sampai 600 m dpl. Bila sedap malam berbunga tunggal dan semi ganda ditanam di dataran sedang, maka bunga yang dihasilkan akan memiliki tangkai bunga yang agak panjang, tidak kokoh dan kurang kekar serta malai bunga agak panjang dan bagian ujung malai terkulai dengan jumlah kuntum bunga lebih sedikit. Kualitasnya menjadi jelek dan tidak layak untuk dijual (Sihombing dan Handayati, 2008).
Tanah dibersihkan dari gilma dan dicangkul sampai halus. Kemudian dibuat bedengan dengan lebar 100 cm, tinggi 30 cm dan panjang tergantung luas lahan. Setiap bedengan terdiri dari tiga baris tanaman. Pupuk dan pemupukan : Pupuk kandang dapat berupa kotoran ayam, kuda, domba atau kompos yang telah matang (siap pakai). Dosis sebanyak 20 sampai 30 ton/ha atau 2 – 3 kg per m2. Pupuk kandang ditaburkan merata setelah bedengan dibuat dan ditutup dengan tanah pada saat merapikan bedengan (1 minggu sebelum tanam). Pemberian pupuk kandang berikutnya dilakukan dengan interval 5 – 6 bulan. Pupuk NPK diberikan sebulan setelah tanam atau diperkirakan akar pada umbi telah tumbuh dan berkembang dengan baik, sehingga
pupuk yang diberikan dapat diserap langsung oleh tanaman. Dosis pupuk sebayak 200 kg/ha atau 200g/m2. Pemberian pupuk NPK berikutnya dilakukan dengan interval 3 bulan. Selain itu, pupuk daun dapat juga disemprotkan sesuai dengan dosis anjuran dengan interval 2 minggu (Sihombing dan Handayati, 2008).
Tujuan
Mengenalkan beberapa jenis tanaman bedengan dan mempraktekkan pertanaman dan pemeliharaan tanaman bedengan.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan TempatKegiatan praktikum dilaksanakan di Kebun Percobaan
Leuwikopo, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Praktikum dilaksanakan pada Jumat 20 Maret 2015 dimulai pukul 07.00 hingga 09.00 WIB.
Bahan dan AlatBahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah 30 umbi
tanaman sedapa malam dan pupuk kocor NPK. Alat yang digunakan adalah polibag, cangkul, kored, ember, dan gembor.
Metode PelaksanaanUmbi sedap malam ditanam pada polibag. Setelah 2 MST,
sedap malam dipindah ke lahan bedengan. Lahan yang akan ditanami sedap malam dibersihkan terlebih dahulu dari gulma. Setela itu lahan diolah dengan dicangkul dengan kedalam 15-20 cm. Pada lahan ditaburkan pupuk kandang sebanyak 5 kg/m2 dan pupuk NPK 100 g/m2. Lahan dihaluskan sehingga pupuk kandang tercampur rata pada media tanah. Setelah itu dibuat bedengan dengan ketinggian sekitar 15 cm. Kemudian dibuat jarak tanam pada lahan dengan ajir dan tali rafia. Bibit ditanam pada lahan yang telah diolah. Tanaman dan media disiram hingga lembab. Setelah itu pertumbuhan tanaman diamati setiap minggunya.
HASIL DAN PEMBAHASANPada praktikum dilakukan penanaman tanaman sedap
malam yang ditanam dalam bedengan. Bahan tanaman sedap malam yang ditanam pada praktikum ini sebanyak 5 tanaman. Karakter kuantitatif yang diamati pertumbuhannya selama 6 minggu pengamatan adalah tinggi tanaman, jumlah daun, dan
jumlah tunas. Hasil rata-rata dari karakter yang diamati selama 6 minggudapat dilihat pada Grafik 1, Grafik 2, dan Grafik 3 berikut ini
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Minggu 60
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
cm
Grafik 1. Pertumbuhan tinggi tanaman sedap malam selama 6 minggu
Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa pertumbuhan tinggi tanaman sedap malam meningkat dari setiap minggunya. Hal tersebut terjadi karena dilakukan pemeliharaan pada tanaman berupa penyiangan gulma, pemupukan, dan penyiraman. Menurut Sihombing dan handayati (2008), pemeliharaan pada tanaman sedap malam berupa penyiangan dan pengairan dapat dilakukan satu bulan satu kali. Sementara penyiraman dilakukan satu minggu satu kali. Pada musim kemarau yang panjang pengairan dilakukan dengan cara memenuhi saluran antar bedengan dengan air sampai penuh dan dibiarkan satu malam. Tindakan tersebut sangat bermanfaat untuk mencegah serangan hama kutu dompolan agar tidak sampai ke bagian umbi sedap malam.
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Minggu 60
5
10
15
20
25
30
35
Grafik 2 Jumlah daun tanaman sedap malam
Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa jumlah daun tanaman sedap malam terus bertambah setiap minggunya. Pertambahan jumlah daun tersebut terjadi karena pengaruh dari salah satu pemeliharan yang dilakukan yaitu pemupukan. Praktikan melakukan pemupukan pupuk kocor NPK pada tanaman sedap dengan dosis 10 mg/l dengan volume 300 ml per tanaman. Sehingga dibutuhkan sedikitnya 15 mg NPK untuk 5 tanaman sedap malam dengan volume larutan sebanyak 1.5 liter. Menurut Balithi (2008), pemupukan susulan N sebesar 75 kg/ha, 50 kg/ha P2O5 dan 50 kg/ha K2O diberikan tiga bulan setelah tanam. Pemberian pupuk susulan dengan dosis yang sama dapat diberikan setipa 3 bulan stelah pemupukan susulan pertama. Pupuk pelengkap cair juga diberikan melalui penyemprotan pada daun 1-2 minggu sekali sesuai dosis anjuran.
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Minggu 60
5
10
15
20
25
30
35
40
Grafik 3. Jumlah tunas tanaman sedap malam
Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa jumlah tunas tanaman sedap malam terus bertambah setiap minggunya. Jumlah tunas meningkat paling tajam terjadi pada saat antara minggu 3 ke minggu ke 4. Hal tersebut terjadi karena pada saat minggu ke dilakukan pemeliharaan pemupukan pada tanaman sedap malam. Pemupukan dilakukan dengan menggukan pupuk kocor NPK dosis 10 mg/l. Selain pemupukan, pemeliharaan juga dilakukan dengan penyiangan terhadap gulma yang ada di sekitar tanaman. Penyiangan gulma dilakukan agar tanaman bisa lebih banyak menyerap hara yang ada dalam tanah tanpa berkompetisi dengan gulma dalam penyerapan hara.
KESIMPULANPertumbuhan tanaman sedap malam terus meningkat
setiap minggunya. Hal tersebut bisa dilihat dari pertamban tinggi tanaman, jumlah daun. dan jumlah tunas. Hal tersebut terjadi karena dilakukannya pemeliharaan terhadap tanaman sedap malam tersebut. pemeliharaan yang dilakukan antara lain seperti pemupukan, penyirangan, dan pengendalian gulma setiap minggu nya.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 1999. Statistik Perdagangan Luar Negeri Impor. Badan Pusat Statistik. Jakarta.
Balithi. 2008. Budidaya dan Perbanyakan Umbi Sedap Malam. Balai Penelitian Tanaman Hias. Cianjur.
Sihombing, D., W. Handayati. 2008. Budidaya Bunga Sedap Malam Roro Anteng. Tabloid Sinar Tani. Jawa Timur.
Suyanti. 2002. Teknologi pascapanen bunga sedap malam. Jurnal. Litbang Pertanian. 21(1):24-31
LAPORAN PRAKTIKUM
MK. TANAMAN HIAS DAN BUNGA (AGH343)
BUDIDAYA MAWAR POT
Oleh
Yustia Yulianti
A24120103
DEPARTEMEM AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
PENDAHULUAN
Latar BelakangMawar (Rosa hybrida L.) merupakan salah satu komoditas
tanaman hias yang populer dan banyak dibudidayakan di Indonesia. Santika (1996) menyatakan bahwa tanaman hias ini diminati banyak konsumen, memiliki nilai ekonomi tinggi, dapat dibudidayakan secara komersial dan terencana sesuai dengan permintaan pasar. Berdasarkan kegunaan, mawar dikelompokkan ke dalam mawar bunga potong, mawar tanam, mawar tabur dan mawar bahan kosmetik. Selain sebagai tanaman hias, tanaman mawar mempunyai banyak fungsi antara lain sebagai bahan makanan dan minuman, obat pewangi, sarana peralatan tradisional, agama dan upacara kenegaraan, serta pengindah tata lingkungan. Sentra penanaman tanaman mawar di daerah Jawa Timur salah satunya terdapat di Desa Gunungsari Kecamatan Bumiaji Kota Batu. Dalam teknik budidaya terdapat banyak perbedaan antar petani sehingga tiap petani tidak sama dalam memperoleh hasil dan kualitas bunga (Rukmana, 1995).
Mawar juga merupakan tanaman tahunan yang termasuk genus Rosa dan kelas Dicolylodonae. Tanaman ini merupakan salah satu komoditas tanaman hias yang popular dan sudah sejak lama dibudidayakan serta diusahakan di Indonesia karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Berdasarkan kegunaannya bunga mawar dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok antara lain: mawar tabur yang biasa disuling karena diambil minyak atsirinya, bunga hias atau bunga potong dan mawar pot atau mawar taman. Bunga mawar sebagai bunga potong umumnya ditanam di ekoregion dataran tinggi (Purbiati et al., 2004).
Mawar memiliki prospek ekonomi yang cukup menjanjikan, terbukti dengan adanya kegiatan perdagangan bunga mawar baik sebagai bunga potong, bunga pot maupun karangan bunga. Saat ini tingkat permintaan konsumen penggemar bunga, khususnya pada hari-hari seperti hari raya keagamaan, valentine dan perayaan kenegaraan semakin bertambah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2009) produksi mawar di Indonesia tahun 1997- 2008 sangat berfluktuatif. Produksi Mawar pada tahun 1997 mencapai 123.439.324 tangkai dan tahun 1998 turun menjadi 63.291.838 tangkai. Produksi turun hingga mencapai 39.131.608 tangkai pada tahun 2008, dan meningkat lagi hingga mencapai 60.191.362 tangkai pada tahun 2009. Meskipun demikian, mawar tetap menjadi tanaman unggulan nasional.
Pada saat ini sudah banyak sekali pemanfaatan medium tanam, baik dari bahan organik maupun anorganik, seperti arang sekam, serbuk gergaji, sekam padi, pakis, batu bata dan lain sebagainya. Penggunaan medium campuran arang sekam dan
tanah dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara dalam medium tanam, menjaga kelembaban serta memperbaiki aerase dan drainase. Pemupukan perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan unsur hara bagi tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Pemupukan yang tepat dan benar akan mempercepat pertumbuhan dan perkembangan tanaman, menambah daya tahan terhadap serangan hama dan penyakit, meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil. Pemberian pupuk NPK ini akan sangat membantu tanaman mawar untuk tumbuh (Wuryaningsih et al., 1994).
Pupuk NPK merupakan salah satu pupuk majemuk yang sering diberikan pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kandungan hara nitrogen, fospor, dan kalium yang seimbang pada pupuk majemuk NPK sangat bermanfaat untuk tanaman mawar yang sangat membutuhkan unsur hara yang seimbang. Pupuk NPK majemuk juga mudah diaplikasikan, mudah diserap, lebih efisien dalam pemakaian dan menghemat waktu (Tejawarsana dan Rahardjo, 2009).
Tujuan
Mengetahui istilah-istilah dosis dan konsentrasi serta cara konversi dari satu satuan ke satuan lainnya, dan mengetahui pengaruh perlakuan pemupukan dari beberapa konsentrasi yang berbeda terhadap karakter kuantitatif tanaman.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan WaktuKegiatan praktikum dilaksanakan di Kebun Percobaan
Leuwikopo, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Praktikum dilaksanakan pada Jumat 20 Maret 2015 dimulai pukul 07.00 hingga 09.00 WIB.
Bahan dan AlatBahan yang digunakan adalah 5 pot tanaman mawar,
pupuk NPK Mutiara 16:16:16, agrept, dan dithane. Alat yang digunakan antara lain ember, gembor, dan gelas takar.
Metode PelaksanaanSetiap 2 kelompok mendapat 1 perlakuan pemupukan
yang sama, dimana masing-masing kelompok terdiri dari 5
tanaman mawar. Masing-masing kelompok menghitung pupuk yang dibutuhkan dalam 1 liter larutan. Setelah itu tiap kelompok melarutkan pupuk NPK Mutiara dengan volume siram sebanyak 0.5 liter, sehingga volume siram untuk 5 tanaman menjadi 2.5 liter. Kemudian pupuk diaplikasikan pada tanaman sesuai dengan perlakuan. Setelah itu dilakukan pengamatan terhadap karakter kuantitatif tanaman seperti tinggi, jumlah daun, jumlah bunga, diameter bunga, dan diameter tajuk tanaman setiap minggunya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berikut ini merupakan data hasil rata-rata pengamatan pemupukan tanaman mawar yang dilaksanakan mulai tanggal 20 Maret 2015 hingga 15 Mei 2015. Pengamatan yang dilakukan adalah pengamatan terhadap karakter kuantitatif tanaman mawar yang diberi perlakuan dalam pemupukan.
Tabel 1. Hasil rata-rata pengamatan pemupukan tanaman mawar tanpa pupuk (P0)
No
Karakter Kuantitatif
Minggu 1
Minggu 2
Minggu 3
Minggu 4
Minggu 5
1. Tinggi 35,76 33,81 37,19 38,97 40,132. Jumlah daun 62,00 57,40 89,40 108,20 106,403. Jumlah
bunga 1,50 2,20 2,20 2,60 1,704. Diameter
tajuk 33,40 33,83 33,65 38,30 40,305. Diameter
bunga 1,80 0,95 2,98 1,97 2,05
Tabel 2. Hasil rata-rata pengamatan pemupukan tanaman mawar konsentrasi 150 ppm (P1)
No
Karakter Kuantitatif
Minggu 1
Minggu 2
Minggu 3
Minggu 4
Minggu 5
1. Tinggi 28,73 32,63 32,60 33,78 33,792. Jumlah daun 49,70 62,60 83,90 89,67 85,563. Jumlah
bunga 0,10 2,10 3,00 0,67 0,894. Diameter
tajuk 29,60 33,22 32,27 33,02 35,325. Diameter
bunga 0,40 0,63 2,96 1,27 1,37
Tabel 3. Hasil rata-rata pengamatan pemupukan tanaman mawar konsentrasi 300 ppm (P2)
No
Karakter Kuantitatif
Minggu 1
Minggu 2
Minggu3
Minggu 4
Minggu 5
1. Tinggi 31,87 33,67 35,32 38,00 38,002. Jumlah daun 45,40 51,90 66,70 72,80 85,003. Jumlah
bunga 0,00 0,40 4,70 0,90 2,004. Diameter
tajuk 33,35 32,80 34,50 36,70 37,305. Diameter
bunga 0,00 0,63 3,40 1,48 1,23
Praktikum ini melakukan pemupukan pada tanaman mawar. Pupuk yang digunakan adalah pupuk NPK Mutiara 16:16:16. Pemupukan dilakukan dengan memberikan tiga perlakuan, dimana perlakuan pertama adalah perlakuan tanpa pupuk atau sebagai kontrol (P0), perlakuan kedua memberikan pupuk dengan konsentrasi 150 ppm (P1), dan perlakuan ketiga memberikan pupuk dengan konsentrasi 300 ppm (P2). Volume siram untuk setiap tanaman mawar adalah 0.5 liter, sehingga untuk 5 tanaman mawar volume siram menjadi 2.5 liter. Kebutuhan pupuk per tanaman untuk P1 sebanyak 937 mg/l, sedangkan kebutuhan pupuk per tanaman untuk P2 sebanyak 1,875 mg/l. Hal tersebut didapatkan dari perhitungan seperti di bawah ini :
Kebutuhan pupukuntuk P1(150 ppm)=10016×150mg=937mg /L
Kebutuhan pupukuntuk P2(300 ppm)=10016×300mg=1,875mg /L
Pupuk diberikan dengan cara disiram ke bagaian tanaman. Setelah tanaman diberi perlakuan pemupukan, dilakukan juga pengamatan terhadap karakter kuantitatif tanaman seperti tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah bunga, diameter bunga, dan diameter tajuk tanaman. Pengamatan dilakukan setiap minggu setelah aplikasi pemupukan, sehingga didapatkan hasil pertumbuhan dari tanaman mawar yang diamati karakter kualitatifnya. Pertumbuhan tersebut dapat dilihat pada grafik dibawah ini.
Minggu 1 Minggu 2 Minggu3 Minggu 4 Minggu 50.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
40.00
45.00
P0P1P2
Pengamatan minggu ke-
cm
Grafik 1. Pertumbuhan tinggi tanaman mawar selama 5 minggu
Berdasarkan grafik di atas, diketahui bahwa pertumbuhan tinggi untuk perlakuan P1 dan P2 lebih rendah dibandingkan dengan kontrol (P0). Selain itu perlakuan P2 juga didapatkan memiliki pertumbuhan tinggi yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan P1. Hal tersebut kurang sesuai dengan literatur dimana Wuryaningsih et al, (1994) menyatakan bahwa nitrogen memberikan pengaruh yang paling besar dan cepat dibandingkan P dan K, terutama dalam merangsang pertumbuhan di atas tanah. Hampir pada seluruh tanaman nitrogen merupakan pengatur dari penggunaan kalium, fosfor dan penyusunan lainnya. Jenis dan dosis pupuk yang dianjurkan untuk tanaman mawar yaitu 90-135 kg N, 400 kg P2O5, 120 kg K2O/hektar/tahun. Dosis tersebut setara dengan 200-300 Urea, 840 kg SP-36 dan 250 kg KCl/hektar/tahun. Waktu pemberian pupuk sebaiknya pada saat sebelum berbunga, sedang berbunga dan setelah kuntum bunga menjadi layu (Rukmana,1995).
Minggu 1 Minggu 2 Minggu3 Minggu 4 Minggu 50.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
P0P1P2
Pengamatan minggu ke-
Grafik 2. Pertambahan jumlah daun dari tanaman mawar selama 5 minggu
Berdasarkan grafik diatas dapt diketahui bahwa perlakuan P1 memiliki pertumbuhan jumlah daun lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan P2. akan tetapi kedua perlakuan tersebut (P1 dan P2) memiliki pertumbuhan jumlah daun lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan jumlah daun pada perlakuan kontrol (P0). Menurut Lakitan (2001), beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa daun-daun pada bagian bawah akan lebih banyak mengangkut fotosintat ke akar, sedangkan daun-daun bagian atas akan lebih banyak mengirim fotosintat ke organ hasil seperti biji, buah atau daun daun muda yang sedang tumbuh. Dari penjelasan tersebut dapat dihubungkan dengan perolehan hasil bahwa batang utama merupakan bagian yang paling dekat dengan akar sehingga batang utama lebih banyak menyimpan hasil fotosintat dan mengakibatkan volume batang utama lebih besar daripada ranting.
Minggu 1 Minggu 2 Minggu3 Minggu 4 Minggu 50.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
4.00
4.50
5.00
P0P1P2
Pengamatan minggu ke-
Grafik 3. Pengamatan jumlah bunga selama 5 minggu
Berdasarkan grafik di atas, diketahui bahwa perlakuan P2 dan perlakuan P1 memiliki jumlah bunga paling banyak pada saat minggu 3, akan tetapi jumlah bunga pada perlakuan P2 merupakan paling banyak dibandingkan perlakuan P1. Menurut Tjitrosoepomo (2001), banyaknya jumlah bunga pada suatu tanaman selaras dengan banyaknya tunas pada tanaman, karena bunga tumbuh diujung tunas, tunas yang mengalami perubahan bentuk menjadi bunga itu biasanya terjadi pada batangnya lalu terhenti pertumbuhannya, dan berubah menjadi tangkai dan dasar bunga. Sedangkan daun-daunnya sebagian tetap bersifat seperti daun, hanya bentuk dan warnanya berubah.
Medium tanah juga memiliki serapan hara yang cukup untuk merangsang pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan medium campuran lainnya, serapan hara yang tinggi diindikasikan meningkatkan pertumbuhan sel generatif pada tanaman mawar. Hal ini terlihat dari jumlah bunga yang dihasilkan. Menurut Lakitan (2001), fase pembungaan merupakan fenomena fisiologis yang tidak sederhana, perubahan fase vegetatif menjadi generatif. Ini merupakan perubahan yang sangat besar karena struktur jaringan menjadi berbeda sama sekali. Perubahan ini merupakan cerminan dari pemacuan kelompok gen tertentu yang berperan dalam pembentukan bunga dan dari bunga akan terlihat jumlah bunga yang melekat.
Minggu 1 Minggu 2 Minggu3 Minggu 4 Minggu 50.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
40.00
45.00
P0P1P2
Pengamatan minggu ke-
cm
Grafik 4. Pertumbuhan diameter tanaman mawar selama 5 minggu
Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa secara umum dari ketiga perlakuan pemupukan yang diberikan, tanaman mawar memiliki diameter tajuk antara 29-40 cm. Perlakuan P1 memiliki diameter tajuk lebih tinggi dibanding perlakuan P1, akan tetapi kedua perlakuan tersebut (P1 dan P2) memiliki pertumbuhan diameter tajuk lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan diameter tajuk pada perlakuan kontrol (P0).
Minggu 1 Minggu 2 Minggu3 Minggu 4 Minggu 50.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
4.00
P0P1P2
Pengamatan minggu ke-
cm
Grafik 5. Pertumbuhan diameter bunga tanaman mawar selama 5 minggu
Berdasarkan grafik di atas diketahui bahwa dari ketiga perlakuan pemupukan pada tanaman mawar, diameter bunga secara umum memiliki diameter terbesar pada saat minngu ke 3. Akan
tetapi pada awal dan akhir minggu pengamatan, perlakuan P0 (kontrol) memiliki diameter bunga terbesardibanding perlakuan yang lain. Lakitan (2001) menyatakan bahwa beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa daun-daun pada bagian bawah akan lebih banyak mengangkut fotosintat ke akar, sedangkan daun-daun bagian atas akan lebih banyak mengirim fotosintat ke organ hasil seperti biji, buah atau daun daun muda yang sedang tumbuh. Dari penjelasan tersebut dapat dihubungkan dengan perolehan hasil bahwa batang utama merupakan bagian yang paling dekat dengan akar sehingga batang utama lebih banyak menyimpan hasil fotosintat dan mengakibatkan volume batang utama lebih besar daripada ranting. Oleh karena itu, bunga mawar yang asal tunasnya dari batang utama memiliki panjang tangkai dan diameter bunga yang lebih besar daripada ranting.
KESIMPULANPerlakuan pemupukan pada tanaman mawar dengan
konsentrasi pemupukan 300 ppm memiliki pengaruh lebih tinggi dibandingkan dnegan pemupukan pada konsentrasi 150 ppm. Pengaruh tersebut terlihat pada karakter vegetatif tanaman seperti tinggi, jumlah bunga, diameter tanaman, dan diameter bunga. Selain itu juga perlakuan pemupukan pada konsentrasi 300 ppm memiliki pengaruh yang lebih rendah dibandingkan kontrol (tanpa pemupukan).
DAFTAR PUSTAKA
Rukmana, R. 1995. Mawar. Kanisius. Yogyakarta.Purbiati, T., Yuniarti, Darliah, N.S. Samayanti, D. Sulistyowati.
2004. Karakterisasi varietas unggul bunga mawar potong Pergiwo dan Pergiwati. J. Agrosains. 6 (2): 64-69.
Biro Pusat Statistik. 2009. Riau Dalam Angka. Badan Pusat Stastik. Provinsi Riau. Pekanbaru.
Wuryaningsih,S., T. Sutater dan A. Supriyadi. 1994. Kerapatan tanaman dan pemupukan N pada bunga mawar. Buletin Penelitian Tanaman Hias. 2(1): 91-101.
Lakitan, B. 2001. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Tjitrosoepomo, G. 2001. Morfologi Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Santika, A. 1996. Arah dan Strategi Penelitian Tanaman Hias Untuk Menunjang Sistem Usaha Pertanian Berwawasan Agribisnis. Seminar Penelitian Tanaman Hias. Balai Penelitian Tanaman Hias. Jakarta.
Tejawarsana, R., I.B. Rahardjo. 2009. Pengaruh formula pupuk dan jarak tanam terhadap hasil dan kualitas bunga mawar potong. Balai Penelitian Tanaman Hias. J. Hortikultura. 19 (3) : 287-293.
LAPORAN PRAKTIKUM
MK. TANAMAN HIAS DAN BUNGA (AGH343)
AKLIMATISASI ANGGREK
Oleh
Yustia Yulianti
A24120103
DEPARTEMEM AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
PENDAHULUAN
Latar BelakangAnggrek merupakan salah satu komoditas tanaman
hortikultura yang mempunyai peranan penting dalam pertanian, khususnya tanaman hias. Warna bunganya yang beragam, bentuk dan ukurannya yang unik serta vase life yang panjang membuat anggrek memiliki nilai estetika tinggi dan daya tarik tersendiri dibandingkan tanaman hias lainnya. Anggrek banyak diminati oleh konsumen baik dari dalam maupun luar negeri (Gustin, 2010). Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang luar biasa, salah satunya adalah anggrek, diperkirakan sekitar 5000 jenis spesies anggrek tersebar di wilayah Indonesia, khususnya potensi genetis untuk menghasilkan anggrek silangan yang memiliki nilai komersial tinggi (Wardani et l., 2013).
Usaha untuk memperoleh tanaman anggrek dengan jumlah yang banyak dalam waktu yang relatif singkat (rapid multiplication) dapat dilakukan melalui kultur in vitro. Diharapkan dengan teknik kultur in vitro maka permasalahan ketergantungan pada bibit impor yang selama ini terjadi di Indonesia dapat diatasi, apalagi setelah dikeluarkannya kebijakan pemerintah mengenai pembatasan impor bibit atau tanaman anggrek pada tahun 2005. Perbedaan faktor lingkungan antara habitat asli dan habitat pot atau antara habitat kultur jaringan dengan habitat pot memerlukan penyesuaian agar faktor lingkungan tidak melewati batas kritis bagi tanaman. Penyesuaian terhadap iklim pada lingkungan baru yang dikenal dengan aklimatisasi (BI, 2012).
Aklimatisasi merupakan proses adaptasi tanaman asal in vitro yang sebelumnya di tumbuhkan di dalam botol kultur dengan suplai media yang lengkap. Aklimatisasi juga merupakan proses pengkondisian planlet atau tunas mikro (jika pengakaran dilakukan secara ex vitro) di lingkungan baru yang aseptik di luar botol, dengan media tanah, atau pakis sehingga planlet dapat bertahan dan terus menjadi benih yang siap ditanam di lapangan (Yusnita, 2004).
Bibit anggrek yang dikembangkan menggunakan metode kultur jaringan telah banyak diproduksi dan dipasarkan dalam kemasan botol. Pemeliharaan bibit ini menjadi tanaman dewasa masih menemukan banyak permasalahan terutama pada fase aklimatisasi, yaitu pemindahan bibit dari lingkungan aseptik dalam botol ke lingkungan non aseptik. Disamping kemungkinan tanaman sangat sensitif terhadap serangan hama dan penyakit, tanaman ini masih memiliki aktifitas autotrofik yang masih rendah, sulit mensintesa senyawa organik dari unsur hara anorganik (Adiputra, 2009).
Tujuan
Meningkatkan keterampilan dalam melakukan aklimatisasi dan meningkatkan presentase keberhasilan bibit anggrek yang tetap hidup.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan WaktuKegiatan praktikum dilaksanakan di Kebun Percobaan
Leuwikopo, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Praktikum dilaksanakan pada Jumat 13 Maret 2015 dimulai pukul 07.00 hingga 09.00 WIB.
Bahan dan AlatBahan yang digunakan adalah anggrek Dendrobium
spectabile dan Phalaenopsis sp, media tanam (bahan organik) berupa serabut kelapa, agrept, dan dithane. Alat yang digunakan antara lain tra dan ember.
Metode PelaksanaanSetiap kelompok menyiapkan alat dan bahan yang
diperlukan. Menyiapkan media tanam serabut kelapa. Bahan tanam (planlet) dalam botol dikocok dengan air agar akar lebih mudah diambil dan tidak merusak planlet. Planlet diambil menggunakan kawat dan kemudian dicuci air bersih hingga tidak ada sisa agar supaya tidak mengundang cendawan. Akar planlet yang sudah bersih kemudian direndam dengan larutan campuran dhytane dan agrept. Akar kemudian dikering anginkan. Selanjutnya planlet dapat ditanam pada media tanam serabut kelapa.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berikut ini merupakan data hasil pengamatan aklimatisasi yang dilaksanakan mulai tanggal 13 Maret 2015 (0 MST) hingga 15 Mei 2015 (9 MST). Pengamatan yang dilakukan adalah pengamatan terhadap persentase hidup bibit anggrek.
Tabel 1. Hasil pengamatan aklimatisasi anggrek selama 9 MST
ParameterMST
1 2 3 4 5 6 7 8 9Jumlah bibit hidup 50 50 49 46 46 46 46 46 46Jumlah bibit mati 0 0 1 4 4 4 4 4 4
Persentase hidup (%)
100
100 98 92 92 92 92 92 92
Aklimatisasi merupakan tahap akhir dari proses kultur jaringan. Tahapan aklimatisasi sangat penting karena planlet akan diadaptasikan agar dapat hidup di lingkungan yang umumnya sulit dikontrol dan kurang optimum. Planlet yang sebelumnya terbiasa hidup di lingkungan optimum bersifat aseptic dan heterotrof. Daun planlet belum mampu berfotosintesis normal, sangat rentan terhadap respirasi berlebih, dan dipastikan mempunyai potensi kematian yang tinggi jika langsung ditanam di lapang tanpa adanya proses aklimatisasi sebagai perantara.
Praktikan melakukan aklimatisasi dari anggrek Dendrobium sp. dengan. Berdasarkan hasil pengamatan selama 9 MST dapat dilihat bahwa aklimatisasi anggrek memiliki presentase hidup yang tinggi yaitu sebesar 92%. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah anggrek yang hidup yaitu sebanyak 46 anggrek dari 50 anggrek yang diaklimatisasi. Sedikitnya 8% anggrek yang mati. Kematian anggrek tersebut bisa terjadi karena adanya transpirasi bibit yang tinggi, serangan cendawan, busuk akar, dan lingkungan serta media tanam yang terlalu lembab. Serangan cendawan kemungkinan terjadi karena masih ada sisa agar pada bibit anggrek yang diaklimatisasi.
Menurut Pierik (1987), tanaman hasil kultrn in vitro memiliki lapisan lilin (kutikula) yang belum berkembang sempurna jaringan pengakut belum berkembang sempurna, akar belum bisa berfungsi dengan baik" stomata sering sekali tidak berfungsi (tidak menutup ketika penguapan tinggi). keadaan ini menyebabkan pucuk-pucuk bibit anggrek sangat peka terhadap tanspirasi, serangan candawan dan bakteri, Saat pemindahan tanaman ke kondisi normal atau dalam media pakis, mos, atau kompos, harus dilalokan secara bertahap dan menghindari infeksi dari fungi serta bakteri karena tanaman hasil kultur in vitro belum mampu beradaptasi dengan patogen-patogen yang biasa ditemukan di lingkungan luar.
Pada saat aklimatisasi setelah planlet dikeluarkan dalam botol, planlet di cuci hingga bersih terutama pada bagian akar. Hal tersebut dilakukan agar tidak adanya sisa media tanam agar yang menempel. Setelah dibersihkan planlet di rendam pada larutan dithane yang berfungsi sebagai bakterisida dan direndam juga dalam agrept yang berfungsi sebagai fungisida. Media yang digunakan adalah sabut kelapa. Menurut Yusnita (2004), serabut kelapa mudah melapuk dan mudah busuk, sehingga dapat menjadi sumber penyakit, tetapi daya menyimpan airnya sangat baik dan mengandung unsur-unsur hara yang diperlukan serta mudah didapat dan murah harganya. Dalam menggunakan
serabut kelapa sebagai media tumbuh, sebaiknya dipilih serabut kelapa yang sudah tua.
KESIMPULANAklimatisasi merupakan tahapan yang sangat penting
dalam kultur jaringan karena pada tahap inilah planlet hasil kultur jaringan akan beradaptasi baik secara morfologi maupun fisiologi untuk dapat hidup di lapang. Percobaan ini memberikan gambaran bahwa aklimatisasi bukanlah suatu hal yang bisa dilakukan dengan begitu saja, diperlukan ketelitian dan pengetahuan yang baik agar dapat berhasil. Dari sejumlah planlet yang diaklimatisasi, sebagian besar memiliki daya tumbuh yang tinggi (dapat dikatakan bahwa tingkat adaptasi tanaman terhadap lingkungan di luar botol kultur adalah baik). Kematian planlet pada umumnya disebabkan oleh respirasi planlet yang tinggi yang menyebabkan planlet layu dan mati.
DAFTAR PUSTAKA
Adiputra, I. G. 2009. Aklimatisasi Bibit Angrek pada Awal Pertumbuhannya di Luar Kultur Jaringan. Universitas Hindu Indonesia. Denpasar.
BI. 2012. Bunga Potong. http://www.bi.go.id [25 Mei 2015].Gustin, A. Purwito, D. Sukma. 2010. Budidaya anggrek
Phalaenopsis: Produksi anggrek Phalaenopsis untuk ekspor di PT Ekakarya Graha Flora, Cikampek, Jawa Barat. Makalah Seminar. Bogor. Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB.
Wardani, Sri., H. Setiadodan, S. Ilyas. 2013. pengaruh media tanam dan pupuk daun terhadap aklimatisasi anggrek Dendrobium (Dendrobium sp.). Jurnal Ilmu Pertanian KULTIVAR: 11-18.
Yusnita. 2004. Kultur Jaringan: Cara Memperbanyak Tanaman secara Efisien. AgroMedia Pustaka. Jakarta.
LAPORAN PRAKTIKUM
MK. TANAMAN HIAS DAN BUNGA (AGH343)
PEMUPUKAN ANGGREK
Oleh
Widyanarko P. Utomo
A24120104
DEPARTEMEM AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Anggrek merupakan tanaman hias yang mempunyai nilai estetika
tinggi. Bentuk, warna, keragaman jenis dan keawetan bunganya
menjadi daya tarik tersendiri dari spesies tanaman tersebut sehingga
banyak diminati oleh konsumen baik dari dalam maupun luar negeri
(Santi, 1992). Di Indonesia, jenis anggrek yang banyak dibudidayakan
adalah Dendrobium sp. Silangan Dendrobium sp. sebagian besar
terdapat di Hawai, Thailand dan Singapura (Sheehan, 1992).
Dendrobium banyak disukai karena keawetannya dapat mencapai
beberapa minggu, perawatannya mudah dan tahan kering karena
memiliki kantung penyimpan (canes).
Anggrek secara umum memerlukan adanya pemberian pupuk
sebagai penyedia hara untuk pertumbuhan, perkembangan dan
merangsang pembungaan serta meningkatkan produktivitasnya. Untuk
sebagian besar anggrek dan khususnya anggrek epifit, pemupukan
diberikan dalam bentuk larutan. Pada praktek budidaya anggrek,
pemberian pupuk yang berbeda rasio unsur makro secara bergantian
seringkali dilakukan untuk menjaga ketersediaan suplai hara.
Tanaman akan berpotensi menghasilkan jumlah anakan yang
banyak jika terpenuhi unsur hara bagi pertumbuhannya dan berada
pada kondisi lingkungan optimal. Menurut Widiastoety, Prasetio dan
Solvia (2000), pertumbuhan vegetatif tanaman anggrek dipengaruhi
oleh kondisi lingkungan. Komponen iklim seperti cahaya, suhu dan
kelembaban serta faktor lain seperti jenis media dan hara sangat
menentukan pertumbuhan tanaman anggrek.
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam percobaan antara lain: neraca,
seperangkat alat tulis dan alat ukur panjang sederhana (mistar) dan
papan kerja untuk keperluan pengamatan, gembor (watering
can)/sprayer untuk aplikasi pupuk pada tanaman anggrek. Bahan yang
digunakan dalam percobaan adalah 5 tanaman dendrobium dalam pot,
air secukupnya dan pupuk daun gandasil b.
Metode Percobaan
Setiap kelompok mendapatkan 5 buah pot tanaman anggrek
dendrobium sp. yang sekiranya memiliki usia yang sama. Perlakuan
pemupukan yang diterapkan pada beberapa kelompok berbeda antara
kelompok yang satu dengan yang lainnya dalam hal dosis yang
diaplikasikan. Pupuk kemudian dilarutkan dalam sejumlah air
secukupnya, dengan banyak pupuk dilarutkan sesuai dengan
ketentuan dosis aplikasi yang diberikan pada tiap kelompok. Aplikasi
pupuk dilakukan dengan menggunakan sprayer atau gembor, dengan
ketentuan volume siram tiap pot tanaman 25 ml.
Pengamatan atas percobaan berlangsung hingga akhir masa
penyelenggaran mata kuliah tanaman hias dan bunga, dengan
parameter karakter tanaman yang diamati antara lain jumlah daun,
jumlah bulb baru, bulb muda, dan bulb tua, tinggi tanaman, jumlah
(keberadaan) keiki.
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Percobaan yang dilakukan oleh kelompok merupakan percobaan
pemupukan anggrek dengan perlakuan control atau tanpa pemberian
pupuk. Hasil dari pengamatan selama masa percobaan tertera dalam
tabel 1.
Tabel 1. Data pengamatan pertumbuhan vegetative anggrek selama
perlakuan
Minggu 0
No. Pot
Ʃ Bulb baru
Ʃ Bulb muda
Ʃ Bulb tua Ʃ daun Ʃ keiki tinggi tanaman (cm)
1 0 2 2 5 0 29,52 0 2 1 8 1 23,33 0 1 3 6 0 26,74 2 1 4 9 0 29,65 0 1 3 12 2 25,4
Minggu 1No. Pot
Ʃ Bulb baru
Ʃ Bulb muda
Ʃ Bulb tua Ʃ daun Ʃ keiki tinggi tanaman (cm)
1 0 2 2 5 0 29,52 0 2 1 8 0 23,33 1 1 3 6 0 26,74 2 1 4 7 0 29,65 0 1 3 12 2 25,4
Minggu 2No. Pot
Ʃ Bulb baru
Ʃ Bulb muda
Ʃ Bulb tua Ʃ daun Ʃ keiki tinggi tanaman (cm)
1 0 2 2 5 0 29,52 0 2 1 8 0 23,33 1 1 3 6 0 26,74 2 1 4 7 0 29,65 0 1 3 12 2 25,4
Minggu 3No. Pot
Ʃ Bulb baru
Ʃ Bulb muda
Ʃ Bulb tua Ʃ daun Ʃ keiki tinggi tanaman (cm)
1 0 2 2 5 0 29,52 0 2 1 8 0 23,33 1 1 3 6 0 26,74 2 1 4 7 0 29,65 0 1 3 12 2 25,4
Minggu 4No. Pot
Ʃ Bulb baru
Ʃ Bulb muda
Ʃ Bulb tua Ʃ daun Ʃ keiki tinggi tanaman (cm)
1 0 1 3 4 0 302 0 2 1 8 0 23,63 1 1 4 6 0 27,44 2 1 4 6 0 30,55 0 3 3 10 2 25,4
Minggu 5
No. Pot
Ʃ Bulb baru
Ʃ Bulb muda
Ʃ Bulb tua Ʃ daun Ʃ keiki tinggi tanaman (cm)
1 0 1 3 4 0 302 0 2 1 8 0 23,83 1 1 4 6 0 27,44 2 1 4 6 0 30,55 0 3 3 10 2 25,8
Minggu 6No. Pot
Ʃ Bulb baru
Ʃ Bulb muda
Ʃ Bulb tua Ʃ daun Ʃ keiki tinggi tanaman (cm)
1 0 1 3 4 0 30,22 0 2 1 8 1 243 1 1 4 5 0 27,84 3 2 4 6 0 315 1 3 3 9 2 26
Perkembangan dan pertumbuhan vegetative tanaman anggrek
selama masa pengamatan hasil perlakuan, dapat dilihat pada grafik 1
sampai 6.
Grafik 5. Perkembangan jumlah keiki Grafik 6. Pertumbuhan vegetative tanaman
Grafik 3. Perkembangan jumlah bulb tua Grafik 4. Perkembangan jumlah daun
Grafik 1. Perkembangan jumlah bulb baru
Grafik 2. Perkembangan jumlah bulb muda
Berdasarkan grafik 1 sampai 6, dapat diketahui bahwa pertumbuhan
vegetative tanaman anggrek secara umum dapat dianggap memiliki
laju yang sangat lambat dalam kondisi tanpa pemupukan. Berdasarkan
grafik 6. dapat dilihat bahwa selama 6 minggu pengamatan, semua
tanaman anggrek tidak mengalami pertambahan panjang yang
melebihi dari 1 cm, bahkan sebagian tanaman seolah mengalami
periode stagnasi, atau bahkan lebih cenderung mengarah ke tahap
senesens.
PEMBAHASAN
Anggrek selalu membutuhkan makanan untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya seperti tanaman lainnya dalam hal ini yaitu
pemupukan. Unsur-unsur yang dibutuhkan yaitu unsur makro dan
unsur mikro. Semua unsur tersebut harus selalu tersedia di dalam
media tanam anggrek (Iswanto, 2005).
Dalam budidaya tanaman anggrek lingkungan tidak cukup
mampu menyediakan unsur unsur hara yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan tanaman anggrek. Untuk mengatasi hal tersebut
biasanya dilakukan pemberian pupuk baik organik maupun anorganik,
yaitu pupuk majemuk yang mengandung unsur unsur hara mikro dan
makro.Pada umumnya Unsur makro yang diperlukan tanaman adalah
C, H, O, Ca, K, N, P, S, dan Mg sedang unsur mikro meliputi Fe, Mn, B,
Cu, Zn, Mo, dan Cl.
Pada percobaan yang dilakukan, dapat diamati bahwa perlakuan
budidaya tanaman anggrek tanpa pemupukan akan menghambat
proses pertumbuhan tanaman, baik pada vase vegetative maupun
untuk menginduksi ke vase reproduktif. Berdasarkan data tabel dan
grafik yang disajikan pada sub-bab hasil percobaan, dapat diketahui
bahwa laju pertumbuhan tinggi tanaman sangatlah lambat, begitu juga
dengan perkembangan daun yang justru lebih mengarah ke fase
penuaan atau senesens.
Mayoritas data pengamatan yang dihasilkan selama masa
pengamatan percobaan menunjukkan bahwa pada waktu tertentu
pertumbuhan organ-organ vegetative tanaman anggrek mengalami
stagnasi hingga periode waktu tertentu. Dengan mendasarkan jalan
pemikiran pada informasi tersebut dapat diketahui bahwa pemupukan
pada tanaman anggrek perlu untuk dilakukan.
Pemberian jenis pupuk pada anggrek berbeda untuk setiap fase
pertumbuhannya. Pada fase pertumbuhan vegetatif bagi tanaman
yang masih kecil pemberian pupuk NPK adalah 30:10:10. Pemberian
pupuk untuk fase vegetatif pada tanaman dewasa adalah NPk dedngan
perbandingan 10:10:10. sedang perbandingn NPK pada fase generatif
adalah 10:30:30 (Widiastoety, 1997). Pemupukan sebaiknya dilakukan
melalui daun terutama permukaan bawah daun. Oleh sebab itu
pemupukan sebaiknya dilakukan pada saat tidak ada sinar matahari,
karena padaa saat itu stomata daun sedang membuka sehingga
pemberian pupuk lebih efektif.
Pemberian pupuk dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman
menjadi baik karena ada penambahan unsur-unsur hara yang
terkandung di dalam pupuk tersebut hal itu sejalan dengan penelitian
Dirdjopranoto (2001), bahwa pemberian pupuk dapat meningkatkan
lebar daun bibit hibrida serta berpengaruh sangat nyata dibandingkan
dengan tanpa pemupukan. Hasil penelitian lain di Balai Penelitian
Tanaman Hias menunjukan bahwa pemberian pupuk pelengkap cair
Hyponex, cukup baik untuk pertumbuhan vegetatif tanaman anggrek
hibrida (Widiastoety, 1994). Pemberian pupuk memberikan
perbedaan yang nyata pada pertumbuhan tanaman anggrek pada
vase vegetatif, hal ini dapat dimengerti karena pupuk yang diberikan
dapat mensuplai ketersediaan hara, yang dilepaskan dari pupuk
sehingga dapat menjaga atau memenuhi kebutuhan tanaman selama
pertumbuhan.
KESIMPULAN
Tanaman anggrek budidaya perlu untuk diberikan asupan nutrisi
tambahan melalui pemupukan agar pertumbuhan dan perkembangan
tanaman anggrek dapat menjadi lebih baik. Berdasarkan percobaan
yang dilakukan, dapat diketahui bahwa respon pertumbuhan dan
perkembangan tanaman anggrek yang tidak dipupuk akan sangat
lambat, dan justru akan lebih cepat menuju ke fase penuaan
jaringan/organ.
DAFTAR PUSTAKA
Ayub, P. 2007. Panduan budi daya dan perawatan anggrek. Agromedia.
Depok.
Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. 2009. Produksi tanaman hias
di indonesia. http://www. bps.go.id/tab_sub/view.php?
tabel=1&daftar= 1&id_subyek=55¬ab=8 > [12 Mei 2015].
Dirdjopranoto, S. 2001. Pertumbuhan bibit hibrida Dendrobium dalam
kompot, interaksi kerapatan tanaman dan kadar pupuk daun
Universitas Janabadra. Yogyakarta.
Ginting, B., W. Prasetio dan T. Sutater. 2001. Pengaruh cara pemberian
air, media dan pemupukan terhadap anggrek Dendrobium.
Jurnal Hortikultura 2 (1) : 22 – 29.
Gunawan, L.W. 2007. Budi Daya Anggrek. Penebar Swadaya, Jakarta.
Hasan, R.H., Sarawa, dan I.G.R. Sadimantara. 2012. Respon Tanaman
Anggrek Dendrobium sp. Terhadap Pemberian Paclobutrazol
dan Pupuk Organik Cair. Berkala Penelitian Agronomi I (1) :
71-78
Iswanto, Hadi. 2005. Petunjuk perawatan anggrek. Agromedia Pustaka.
Depok.
Wardani, S., H. Setiado dan S. Ilyas. 2009. Pengaruh media tanam dan
pupuk daun terhadap aklimatisasi anggrek Dendrobium
(Dendrobium sp). Program Studi Agroekoteknologi Fakultas
Pertanian USU, Medan.
Widiastoety, D.M. 2005. Agar Anggrek Rajin Berbunga. Penebar
Swadaya, Jakarta.
LAPORAN PRAKTIKUM
MK. TANAMAN HIAS DAN BUNGA (AGH343)
HIBRIDISASI ANGGREK
Oleh
Widyanarko P. Utomo
A24120104
DEPARTEMEM AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan pusat keanekaragaman genetik
beberapa jenis anggrek yang berpotensi sebagai tetua untuk
menghasilkan varietas baru anggrek bunga potong, seperti
Dendrobium, Vanda, Arachnis, dan Renanthera, maupun sebagai
tanaman pot, seperti Phalaenopsis dan Paphiopedilum. Prospek
tanaman anggrek dianggap masih sangat cerah untuk
dikembangkan. Namun potensi ini belum dimanfaatkan secara
proporsional, hal ini dapat dilihat dari nilai ekpor anggrek
Indonesia yang hanya 3 juta US$ per tahun. Angka tersebut
termasuk kecil jika dibandingkan dengan nilai ekspor Negara
tetangga Singapura 7,7 juta US$ dan Thailand 50 Juta US$.
Sementara potensi perdagangan dunia 150 juta US$ per tahun
(Bank Indonesia 2004). Rendahnya produksi anggrek Indonesia
antara lain disebabkan kurang tersedianya bibit bermutu,
budidaya yang kurang efisien serta penanganan pasca panen
yang kurang baik. Untuk memenuhi permintaan pasar yang
cenderung meningkat maka diperlukan ketersediaan bibit dalam
jumlah banyak. Oleh karena itu, untuk mengembangkan anggrek
di masa mendatang, anggrek-anggrek alam ini dapat
dimanfaatkan sebagai induk silangan dalam persilangan
anggrek.
Tanaman Anggrek dapat dikembangbiakkan secara vegetatif
dan generatif. Secara vegetatif tanaman anggrek
dikembangbiakkan dengan menggunakan bagian vegetatif
tanaman seperti stek keiki, stek mata tunas, dan stek batang
sympodial (Hendrayono 2000 dalam Andayani 2007). Cara
perbanyakan vegetatif secara konvensional dianggap kurang
menguntungkan karena diperlukan waktu lama untuk
memperoleh tanaman dalam jumlah banyak. Cara perbanyakan
generatif dilakukan dengan menggunakan biji yang secara
genetis akan menghasilkan tanaman yang beragam namun akan
dihasilkan tanaman dalam jumlah yang banyak. Biji pada
tanaman anggrek diperoleh melalui proses penyerbukan
(pollinasi) yang diikuti dengan pembuahan. Persilangan pada
tanaman anggrek tidak bisa terjadi secara alami kecuali pada
jenis anggrek tertentu, oleh karena anggrek memiliki struktur
bunga yang khas dengan kepala putik yang terletak di dalam
maka sulit terjangkau serangga. Penyerbukan alami dengan
bantuan angin juga jarang terjadi. Salah satu cara adalah
penyerbukan dengan bantuan manusia. Penyerbukan dengan
bantuan manusia dilakukan melalui persilangan/ hibridisasi.
Persilangan ini dilakukan untuk memperkaya keaneka-ragaman
genetik pada tanaman anggrek.
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah pinset kecil dan tusuk gigi atau
batang korek api. dan spidol untuk pelabelan. Bahan yang digunakan
pada hibridisasi anggrek adalah tanaman anggrek yang telah
berbunga dengan umur yang bervariasi. Jenis anggrek yang akan
digunakan jenis Phalaenopsis, Dendrobium, Vanda*, Oncidium*.
Ket:
* jika tanaman ada.
METODE PRAKTIKUM
1. Pemilihan dan persiapan tanaman induk persilangan
Dasar dilakukannya persilangan-persilangan adalah untuk
memperoleh warna bunga dan bentuk bunga yang unik,
ketebalan mahkota bunga (ketahanan bunga dalam vas/vas
life), keteraturan susunan bunga dan wangi bunga.
2. Pemilihan bunga yang akan disilangkan
Dalam memilih bunga yang akan disilangkan harus diperhatikan
: (i) dari satu tangkai bunga maksimal tiga bunga yang
disilangkan agar energi hanya terfokus pada ketiga bunga
tersebut; (ii) kuntum bunga terbaik adalah kuntum kedua
sampai keempat.
3. Persilangan
Kuntum induk jantan anggrek diambil tepung sarinya dengan
menggunakan tusuk gigi yang bersih. Tepung sari yang
terbungkus kotak sari terletak di pusat bunga, berwarna kuning.
Kotak sari dicungkil pelan sampai tepung sarinya menempel
pada alat yang dipakai, kemudian tepung sari dibawa ke induk
betina, yaitu menuju lekukan berlendir yang letaknya persis di
bawah kotak sari. Tepung sari induk jantan dilekatkan secara
sempurna pada putik induk betina, sementara itu tepung sari
induk betina dibuang agar persilangannya murni. Sampai
langkah ini perkawinan sudah berlangsung.
4. Pemberian label persilangan
Tanaman diberi label tetua betina x tetua jantan, tanggal
penyilangan, dan kode penyilang.
5. Pengamatan hasil persilangan
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, hibridisasi anggrek
menghasilkan data seperti yang tertera pada tabel 1. Hasil Percobaan
No
.Induk Betina Induk Jantan
Tanggal
persilang
an
Nama
Penyilang
Tipe
Persilang
an
Kesukses
an
hibridisasi
1
Dendrobium sp. (warna
putih)
Dendrobium sp. (warna
ungu) 20-Mar-15
Widyanar
ko hibridisasi gagal
2
Dendrobium sp. (warna
putih)
Dendrobium sp. (warna
pink) 20-Mar-15
Swannara
t hibridisasi gagal
3
Dendrobium sp. (warna
putih)
Dendrobium sp. (warna
putih) 20-Mar-15
Swannara
t selfing gagal
4
Dendrobium sp. (warna
ungu)
Dendrobium sp. (warna
ungu) 20-Mar-15 Yustia selfing gagal
5
Dendrobium sp. (warna
ungu)
Dendrobium sp. (warna
putih) 20-Mar-15
Widyanar
ko hibridisasi gagal
6 Dendrobium sp. (warna Dendrobium sp. (warna 20-Mar-15 Bayu hibridisasi gagal
pink) putih)
PEMBAHASAN
Persilangan anggrek merupakan kegiatan yang ditujukan untuk
meningkatkan keragaman genetic pada tanaman anggrek. Pemilihan
tetua merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi
keberhasilan suatu persilangan, namun hal yang harus sering
diperhatikan selain faktor pemilihan tetua dan sering menjadi
kendala dalam proses hibridisasi adalah perbedaan waktu dalam
pematangan bunga, kepekaan atau kerusakan bagian bunga
terhadap pengaruh mekanis, serta adanya inkompatibilitas dan
sterilitas (Chaudhari 1971 dalam Damayanti 2006). Diduga faktor yang
mempengaruhi rendahnya tingkat keberhasilan persilangan yang
dilakukan dalam percobaan adalah perbedaan waktu dalam
pematangan bunga dan letak lokasi penyimpanan tanaman induk
persilangan yang berbeda dan berjarak cukup jauh, sehingga ditemui
kesulitan pada saat memantau kondisi tanaman induk dan
menentukan bunga yang siap diserbuki atau menyerbuki.
Menurut Widiastoety et al. (2010) dalam pemilihan induk jantan
dan betina yang akan disilangkan harus disertai dengan penguasaan
sifat-sifat kedua induk tersebut, termasuk sifat yang dominan, seperti
ukuran bunga, warna dan bentuk bunga, yang akan muncul kembali
pada turunannya. Agar penyilangan berhasil, sebaiknya dipilih induk
betina yang mempunyai kuntum bunga yang kuat, tidak cepat layu
atau gugur, mempunyai tangkai putik dan bakal buah yang lebih
pendek agar tabung polen (pollen tube) dapat dengan mudah
mencapai kantong embrio yang terdapat pada bagian bawah bakal
buah. Pencatatan nama kedua induk yang disilangkan sangat penting
agar tidak merusak tata namanya. Polen dari bunga yang berukuran
kecil, jika diserbukkan pada kepala putik bunga yang berukuran besar
biasanya akan mengalami kegagalan karena tabung polen tidak dapat
mencapai kantong embrio. Akibatnya pembuahan tidak terjadi dan biji
tidak terbentuk. Penyilangan perlu dilakukan secara resiprokal atau
bolak-balik untuk mengetahui daya kompatibilitas silangan dan daya
fertilisasinya.
KESIMPULAN
Hibridisasi buatan pada tanaman anggrek masih sulit untuk
dilakukan, baik pada kasus selfing maupun crossing. Hal tersebut
didasarkan pada hasil percobaan yang menghasilkan seluruh unit hasil
hibridisasi buatan gagal 100%. Hal-hal yang mempengaruhi tingkat
keberhasilan hibridisasi yang telah dilakukan sebagian besar adalah
tingkat ketrampilan praktikan yang masih rendah, dan beberapa factor
lain seperti usia bunga, responsivitas organ reproduktif, viabilitas
polen, factor lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Andayani Neny 2007. Pengaruh Waktu Pollinasi Terhadap Keberhasilan
Persilangan Anggrek Dendrobium. Buletin Ilmiah Instiper 14 (2): 14-
21.
Bank Indonesia 2004. Bunga Potong. http://www.bi.go.id. Diakses 15 Maret
2014.
Chaudari HK 1971. Elementary Principles of Plant Breeding. Second
Edition. New Delhi, India: Oxford and IBH Publishing Co.
Damayanti Farida 2006. Laporan Akhir Program Hibah Kompetisi (PHK) A3:
Pembentukan Beberapa Hibrida Anggrek serta Pengaruh Beberapa
Media Perkecambahan dan Media Perbanyakan Cepat secara In Vitro
pada Beberapa Anggrek Hibrida. Bandung: Jurusan Budidaya
Pertanian, Universitas Padjajaran.
Hendaryono DPS 2000. Pembibitan Anggrek dalam Botol. Yogyakarta:
Kanisius.
Jensen NF 1983. Crop Breeding as a Design Science. In K. M. Rawal and
M. N. Wood (Eds). Crop Breeding. Madison, Wisconsin USA: The
American Society of Agronomy, Inc. and The Crop Science of
Society, Inc.
Kartikaningrum Suskandari, Dyah Widiastoety, Yusdar Hilman, Nina Solvia,
dan RW Prasetio 2007. Laporan Akhir: Koleksi, Karakterisasi dan
Konservasi In Vivo Plasma Nutfah Anggrek. Segunung: Balai
Penelitian Tanaman Hias Segunung, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hortikultura, Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian Departemen Pertanian.
Kartohadiprodjo Nies Sumardi dan Gandhi Prabowo 2010. Asyiknya
Memelihara Anggrek. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Klier K, MJ Leoschke, and JF Wendel 1991. Hybridization and Introgression
in White and Yellow Ladyslipper Orchids (Cypripedium candidum and
C. pubescens). The Journal of Heredity 82(4): 305-318.
Nurmalinda Evi Savitri Iriani, Anggraeni Santi dan Titi Haryati. 1999.
Kelayakan financial teknologi budidaya anggrek. Segunung: Balai
Penelitian Tanaman Hias Segunung, Cianjur.
Pierik RLM 1987. In Vitro Culture of Higher Plants. Dordrecht: MArtinus
Nijhoff Publishers.
Pinheiro Fa´Bio, Fa´Bio De Barros, Clarisse Palma-Silva, Diogo Meyer,
Michael F. Fay, Roge´ Rio M. Suzuki, Christian Lexer and Salvatore
Cozzolino 2010. Hybridization and introgression across different
ploidy levels in the Neotropical orchids Epidendrum fulgens and E.
puniceoluteum (Orchidaceae). Molecular Ecology 19(18): 3981–3994
Poehlman JW and JS Quick 1983. Crop Breeding In Hungry World, In
K.M. Rawal and M.N. Wood (Eds.) Crop Breeding. Madison
Wisconsin. USA: The American Society of Agronomy, Inc. and The
Crop Science of Society, Inc.
Qodriyah Laily 2005. Teknik Hibridisasi Anggrek Tanah Songkok
(Spathoglottis plicata). Buletin Teknik Pertanian 10(2): 76-82.
Stökl Johannes, Philipp M Schlüter, Tod F Stuessy, Hannes F Paulus,
Günter Assum, and Manfred Ayasse 2008. Scent Variation and
Hybridization Cause The Displacement of A Sexually Deceptive
Orchid Species. American Journal of Botany 95(4): 472–481.
Utami Dwi Susilo dan Sri Hartati 2012. Perbaikan Genetik Anggrek melalui
Persilangan Intergenerik dan Perbanyakan Secara In Vitro dalam
Mendukung Perkembangan Anggrek di Indonesia. Agrineça 12(2):
104-116.
Widiastoety D 2001. Perbaikan Genetic dan Perbanyakan Bibit secara In
Vitro dalam Mendukung Perkembangan Anggrek di Indonesia. Jurnal
Litbang Pertanian 20 (4): 138-143.
Widiastoety Dyah, Nina Solvia, dan Muchdar Soedarjo 2010. Potensi
Anggrek Dendrobium dalam Meningkatkan Variasi dan Kualitas
Anggrek Bunga Potong. Jurnal Litbang Pertanian 29(3): 101-106.