laporan praktikum bioteknologi hutan.pdf
TRANSCRIPT
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
1/79
LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN
Disusun oleh :
Fajar Ramadhan (201410320311009)
Freda Bayu Kusnanto (201410320311025)
Moh. Ali Mudhofir (201410320311026)
Racha Pratama Supriadi (201410320311031)Riza Rahman Prihandoko (201410320311037)
Chyntia Eka Pratiwi (201410320311048)
LABORATORIUM BIOTEKNOLOGI
JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN – PETERNAKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2015
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
2/79
1
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Alhamdullilahirobbilalamin kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena
atas berkat dan rahmat-Nyalah, Laporan akhir praktikum bioteknologi huta ini
dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Laporan akhir bioteknologi hutan kami
susun sebagai prasyarat dalam menyelesaikan praktikum bioteknologi huta pada
semester ganjil ini.
Tentunya dalam penyusunan laporan Fieldtrip ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak. Untuk itu kami ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Isnaeni nur laili selaku Instruktur praktikum bioteknologi hutan.
2. Indah puji hastuti selaku Assisten praktikum bioteknologi hutan .
3. Dan pihak-pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu yang
telah membantu kami dalam menyelesaikan laporan akhir bioteknologi
hutan.
Kami mengharapkan semoga laporan yang kami susun dapat bermanfaat
bagi pihak yang mau memanfaatkannya. Dan kami menyadari dalam penyusunan
laporan laporan akhir bioteknologi hutan ini, kami banyak melakukan kesalahan.
Untuik itu kami penyusun mengharap kritik dan saran yang sifatnya membangun.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Malang, 20 Desember 2015
Penulis
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
3/79
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................1
DAFTAR ISI ......................................................................................................2
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................4
1.1 Latar belakang ................................................................................4
1.2 Tujuan ..............................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................7
2.1 Kultur Kalus ....................................................................................7
2.2 Kultur Pucuk tanaman berkayu ......................................................9
2.3 Kultur organ daun ............................................................................11
2.4 Aklimatisasi tanaman anggrek .........................................................12
FASILITAS RUANG DAN PERALATAN ......................................................15
1.1 Hasil dan pembahasan alat kultur jaringan ......................................16
1.2 Hasil dan pembahasan ruang kultur jaringan .................................22
1.3 Hasil pengamatan dan pembahasan bahan kultur jaringan ..............29
PERSIAPAN PEMBUATA MEDIA...................................................................31
1.1 Tabel stok ........................................................................................32
1.2 Perhitungan ....................................................................................33
KULTUR KALUS...............................................................................................40
1.1 Hasil pengamatan .............................................................................41
1.2 Pembahasan ....................................................................................50
2.2 Kesimpulan ....................................................................................50
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
4/79
3
2.2 Saran ................................................................................................50
DAFTAR PUSTAKA............................................................................51
KULTUR PUCUK TANAMAN BERKAYU .....................................................52
1.1 Hasil pengamatan .............................................................................52
1.2 Pembahasan ....................................................................................56
2.2 Kesimpulan ....................................................................................58
2.2 Saran ................................................................................................58
DAFTAR PUSTAKA............................................................................59
KULTUR ORGA DAUN ....................................................................................60
1.1 Hasil pengamatan .............................................................................61
1.2 Pembahasan ....................................................................................68
2.2 Kesimpulan ....................................................................................70
2.2 Saran ................................................................................................70
DAFTAR PUSTAKA............................................................................71
AKLIMATISASI TANAMAN ANGGREK .......................................................72
1.1 Hasil pengamatan .............................................................................73
1.2 Pembahasan ....................................................................................75
2.2 Kesimpulan ....................................................................................77
2.2 Saran ................................................................................................77
DAFTAR PUSTAKA............................................................................78
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
5/79
4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Seiring dengan berkembangnya zaman yang makin pesat, berbagai bidang
kehidupan manusia telah mengalami kemajuan akibat adanya peningkatan
penguasaan IPTEK. Salah satu bidang yang kini turut berkembang pesat yaitu
bidang pertanian-kehutanan , berbagai penemuan berkaitan dengan pertanian telah
ditemukan untuk mempermudah dalam kegiatan produksi hasil pertanian dari
sebuah tanaman atau pohon. Terdapat salah satu penemuan teknologi di bidang
pertanian dan juga kehutanan mengenai perbanyakan tanaman secara vegetaif,
mengingat perbanyakan tanaman atau pohon dahulu sering menggunakan biji
dimana sering mengalami berbagai kendala diantaranya seperti dipengaruhi oleh
iklim, sering terkontaminasi dengan baktei atau jamur. Namun kini berbagai bagai
masalah perbanyakan secara vegatif dan generatif dapat di minimalisir dengan
ditemukannya perbanyakan tanaman dengan menggunakan metode kultur jaringan.
Kultur jaringan merupakan metode perbanyakan tanaman yang berpegang pada
prinsip “totipotensi sel” yaitu kemampuan sel untuk tumbuh dan berkembang dalam
suatu lingkungan steril dan aseptik bebas dari virus, jamur dan kontaminan lainya.
Kultur jaringan merupakan perbanyakan tanaman secara vegetatif dengan
menggunakan bagian-bagian organ dari tumbuhan seperti daun, batang, akar dll.
Kultur jaringan terus berkembang dari mengkulturkan biji berkembang dengan
jaringan dan terus berkembang hingga mampu mengkulturkan satu sel dari
tanaman. Penggunaan metode kultur jaringan mempunyai kelebihan yaitu mampu
memproduksi bibit seragam dalam jumlah banyak dan dalam waktu relatif singkat.
Kultur jaringan sering dijadikan salah satu solusi sebagai metode
perbanyakan tanaman dan juga dapat digunakan sebagai metode penyimpanan
plasma nutfah yang tidak membutuhkan tempat yang besar. Keberhasilan dari
kultur jaringan sangat bergantung dari ketepatan konsentrasi nutrisi yang ada di
dalam media kultur. Ketapatan konsentrasi ini menyangkut pada ketersediaan
nutrisi bagi eksplan tanaman. Kelebihan nutrisi dari tanaman akan menyebabkan
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
6/79
5
tanaman mengalami keracunan unsur hara. Sehingga, pembuatan larutan stock dan
sterilisasi media dianggap penting untuk diketahui sebagai sarana penunjang
keberhasilan akan kultur jaringan. Pertumbuhan dan perkembangan eksplan kultur
jaringan tidak akan berkembang dengan baik apabila komposisi media tidak sesuai
persyaratan tumbuh eksplan dan tidak steril. Kultur jaringan memiliki beberapa
jenis metode perbanyakan berdasarkan bahan tanaman yang digunakan yaitu
diantaranya kultur kalus, kultur pucuk, kultur organ daun. Kultur kalus merupakan
kultur yang menggunakan kumpulan sel tumbuhan yang terus menerus membelah
secara in-vitro atau di dalam tabung. Untuk kultur pucuk sendiri pada prinsipnya
menggunakan jaringan meristem yang aktif membelah khususnya pada hal ini
menggunakan pucuk daun. Sedangkan kultur organ menggunakan bagian organ
daun tumbuhan sebagai eksplan. Secara keseluruhan cara kerja berbagai jenis kultur
hampirr sama yaitu pada prinsipnya menggunakan media sesuai dengan syarat
tumbuh eksplan, steril terhadap kontaminan dan pengerjaan kultur di lingkungan
aseptik. Yang membedakan dapat berasal dari perlakuan aklimatisasi di tiap jenis
kultur karena setiap jenis tumbuhan terdapat tumbuhan yang memerlukan perlakuan
khusus. Untuk dapat melakukan perbanyakan tanaman menggunakan metode kultur
jaringan, maka harus mengerti akan berbagai fasilitas sarana dan prasarana yang
diperlukan untuk tindakan kultur jaringan yang memegang prinsip aseptik,
mengerti dan faham akan pembuatan media kultur dan tentunya tahap-tahap proses
pengerjaan kultur jaringan tanaman mulai dari persiapan bahan sampai pembibitan
( Nursery)
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
7/79
6
1.2 Tujuan
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diambil tujuan sebagai
berikut
1.
Mengetahui berbagai fasilitas ruang dan alat dalam proses pelaksanaan
kultur jaringan
2. Mengetahui dan memahi proses pembuatan media dan larutan stok
3. Mengetahui dan memahami tata cara atau prosedur kultur kalus
4.
Mengetahui faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan kultur
kalus
5. Mengetahui dan memahami tata cara kultur pucuk
6.
Mengetahui pengaruh pemberian zat pengatur tumbuh pada pertumbuhan
dan perkembangan kultur pucuk
7. Mengetahui dan memahami tata cara kultur organ daun
8.
Mengetahui berbagai manfaat dari berbagai macam jenis kultur jaringan
9. Mengetahui pengaruh aklimatisasi terhadap pertumbuhan tanaman hasil
kultur jaringan (Tanaman anggrek)
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
8/79
7
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
2.1 Kultur kalus
Kultur jaringan adalah teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi
bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian
tersebut dalam media buatan secara aspetik yang kaya nutrisi dan zat pengatur
tumbuh dalam wadah tertutup yang tembuh cahaya sehingga bagian tanaman dapat
memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama
kultur jaringan adalah perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif
tanaman, menggunakan media buatan teknik kultur in- vitro dengan teknik teknik
kultur kalus atau kultur sel. Kultur kalus merupakan pemeliharaan sel yang belum
terdeferensiasi yang membelah terus menerus dalam lingkungan buatan yang steril
da kondisi yang terkontrol (Zulkarnain, 2009)
Kultur kalus merupakan suatu kumpulan sel amorphous ( tidak terbentuk atau
terdeferensiasi) yang terjadi dari sel-sel jaringan yang membelah diri secara terus
menerus – menerus secara in – vitro didalam tabung dan tidak terorganisasi
sehingga memberikan penampilan sebagai massa yang bentuknya tidak teratur.
Kalus adalah jaringan meristematik yang merupakan wujud dari diferensiasi.
Dalam kultur jaringan menginduksi terbentuknya kalus merupakan langkah
penting. Setelah terbentuknya kalus, diberikan perlakuan atau rangsangan untuk
berdiferensiasi membentuk akar atau tunas. Kalus terbentuk melalui tiga tahap yaitu
induksi, pembelahan sel, dan diferensiasi. Pembentukan kalus ditentukan sumber
eksplan, komposisi pada ,medium dan faktor – faktor lingkungan. Untuk
memelihara kalus, maka perlu subkultur secara berkala misalnya setiap 30 hari
(Yusnita, 2003).
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
9/79
8
Pada umumya komposisi utama media tanam kultur jaringan, terdiri dari
hormon (ZPT) dan sejumlah unsur yang biasanya terdapat di dalam tanah yang
dikelompokkan ke dalam unsur makro dan unsur mikro. Hasil yang lebih baik di
dapat apabila ke dalam media tanam ditambahkan vitamin, asam amino, dan
hormone, agar, glukosa, bahan air destilata (Aquades) dan bahan organic
(Gunawan, 2001). Zat pengatur tumbuh adalah persenyawaan organic selain dari
nutrient yang dalam jumlah sedikit dapat merangsang, menghambat, atau
mengubah pola pertumbuha dan perkembangan tanaman (Abidin, 2000). Zat
pengatur tumbuh (ZPT) dalam kultur jaringan diperlukan untuk mengendalika dan
mengatur pertumbuhan kultur tanaman.
Zat pengatur tumbuh ini mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis
dalam kultur jaringan sel (kalus) dan organ. Zat pengatur tumbuh yang digunakan
dalam kultur jaringan dibagi menjadi kelompok besar yaitu auksin, sitokinin, dan
giberelin. Khusus untuk kultur kalus, zat pengatur tumbuh yang digunakan ialah
auksi 2,4D dan IBA . Hormon auksin 2,4 D dalam kultur kalus berperan
menginduksi kalus terjadinya kalus, menghamat kerja sitokinin membentuk
klorofil dalam kalus, mendorong proses morforgenesis kalus membentuk akar atau
tunas dan mendorong proses embryogenesis. Hormon IBA sendiri juga merupakan
salah satu jenis auksin yang berperan untuk membesarkan sel , mempengaruhi
protein membrane sehingga sintesis protein , asam nukleat lebih cepat. Penggunaan
ZPT harus tepat dalam perhitungan dosis pemakaian karena jika terlalu banyak
maupun terlalu sedikit dari dosis yang diperlukan justru akan berdampak negatif
terhadap pertumbuhan kalus, karena interaksi antar hormon dalam suatu media
sangat berpengaruh dalam diferensiasi sel. (Suryowinoto, 2004)
Teknik kultur kalus akan berhasil dengan baik apabila syarat yang di perlukan
sudah terpenuhi dengan baik. Syarat-syarat tersebut meliputi pemilihan eksplan
sebagai bahan dasar pembentukan kalus, penggunaan medium yang sesuai, keadaan
yang aseptik dan pengatur udara yang baik. Untuk eksplan tanaman yang baik
digunakan adalah bagian tanaman yang masih muda yaitu bagia meristemnya
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
10/79
9
(Herawan, 2005). Menurut santoso dan F.nursandi ada faktor yang mempengaruhi
keberhasilan kultur jaringan yaitu :
1. Genotip
Pada beberapa jenis tumuha embrio mudah tumbuh akan tetapi pada
beberapa jenis tumbuhan lain sulit untuk tumbuh, hal ini disebabkan oleh
perbedaan kultivar dari jaringan yang sama
2. Komposisi media tanam
Media untuk pertumbuhan embrio harus mengandung usur hara makro,
mikro dan glukosa.
3. Oksigen
Supai oksigen yang cukup sangat menentukan laju mutlipikasi tunas dalam
usaha perbanyakan secara invitro.
4. Cahaya
Kadang-kadang untuk perkembangan embrio membutuhkan tempat gelap
kira-kira 7-14 hari. Baru dipindahkan ke tempat terang dengan tingkat
intensistas cahaya yang cukup untuk pembentukan klorofil.
5. Temperatur
Temperature optimum yang dibutuhkan umumnya tergantung dari jenis
tumbuhan yang digunakan. Secara normal temperature yang digunakan
adalah 22 – 28 °C.
6. Lingkungan
Kondisi lingkungan sangat menentukan terhadap tingkat keberhasilan
pembiakan tanaman denga cara kultur jaringan , kondisi lingkungan yang
aseptik merupakan syarat utama untuk melakukan perbanyakan dengan
mengguanakan metode kultur jaringan.
2.2 Kultur pucuk tanaman berkayu
Kultur meristem adalah salah satu teknik dalam kultur jaringan tanaman
dengan menggunakan jaringan meristematik atau jaringan muda sebagai eksplanya.
Jaringan meristem atau meristematik merupakan kumpulan sel – sel yang aktif
membelah pada tempat tertentu pada tanaman, dimana sel-sel tersebut akan
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
11/79
10
membentuk sistem jaringan secara meristematik seperti akar, tunas, daun, bunga
dan lain-lain. Sel-sel jaringan meristem mempunyai kemampuan embriotik yang
dapat membelah tanpa batas untuk membentuk jaringan dewasa yang kemudian
menjadi organ-organ tanaman. (Soebandi,2000)
Kultur meristem sudah secara luas diterapkan untuk tujuan perbanyakan
tanaman. Sel-sel meristem umumnya stabil karena mitosis pada sel-sel meristem
terjadi bersama dengan pembelahan sel yang berkesinambungan sehingga ekstra
duplikasi DNA dapat dihidarkan. Hal ini menyebabkan tanaman yang dihasilkan
dengan tanaman induknya. Selain perbanyakan, aplikasi kultur meristem yang
terutama adalah eleminasi virus dari bahan tanaman dan penyimpangan plasma
nutfah yang bebas virus, degan teknik cryopreservation : preservasi rendah.
Sekelompok tanaman berupa klon yang dihasilkan oleh kultur meristem yang
disebut meriklon. Keberhasilan dari kultur meristem ini tergantung beberapa faktor,
diantaranya media kultur, keadaan fisiologis eksplan dan lingkungan fisik tumbuh,
salah satu kultur meristem yaitu kultur pucuk. (Untung, 2014)
Perbanyakan bibit dalam pengembangan tanaman atau dalam suatu produksi
merupakan salah satu aspek yang sangat penting. Produksi skala besar seperti
perkebunan akan memerlukan bibit dalam jumlah besar, varietas unggul, seragam,
bebas hama dan penyakit dan penyediaan yag kontinyue. Dengan berkembangnya
teknik kultur jaringan kendala multiplikasi untuk beberapa jenis tanaman dapat
diatasi. Dalam perbanyakan secara in-vitro terdapat perkembangbiakan melalui
kultur pucuk yang kemudian dibagi menjadi dua cara yaitu kultur pucuk (Shoot tip
culture) dan kultur mata tunas (Single node culture).
Melalui kultur pucuk, bagian tanaman yang digunakan adalah ujung tunas
lateral atau terminal. Pengaruh dominasi meristem apical dapat dihilangkan denga
menambahkan zat pengatur tumbuh sitokinin ke dalam medium. Hasil yang
diperoleh adalah tunas dengan jumlah cabang yang lebih banyak. Melalui kultur
mata tunas (Single node culture). Bahan yang digunakan sebagai eksplan adalah
mata tunas aksiler. Teknik ini digunakan apabila ada pengaruh dominasi apical pada
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
12/79
11
kultur pucuk, sehingga pucuk aksiler menjadi dorman (tidak menghasilkan cabang-
cabang) untuk mendapatkan eksplan yang banyak. (Mulyono, 2001)
Guna memperoleh hasil yang memuaskan dalam pelaksanaan kultur jaringan,
digunakalah zat pengatur tumbuh (ZPT). Tingkat keberhasilan dalam penggunaan
ZPT ini pada dasarnya tergatung pada jenis dan konsentrasi yang digunakan. Pada
umunya ZPT yang digunakan adalah merupakan campuran sitokinin dan auksin.
Sitokinin seperti BAP berfugsi merangsang tumbuhya tunas-tunas aksilar,
sedangkan auksin berfungsi untuk merangsang pembentukan akar tunas. (Royani,
2003)
Zat pengatur tumbuh NAA da BAP pada pertumbuhan kultur pucuk kalus berfungsi untuk merangsang pertumbuhan sel, intensitas DNA kromosom,
pembentukan tunas, pembentukan batang , serta merangsag pertumbuhan akar,
akan tetapi jika digunakan dalam dosis tinggi, maka menghalangi pertumbuhan
bahkan membunuh (Dedysetiawan, 2002). Kombinasi konsentrasi BAP dan NAA
berpengaruh nyata terhadap variable jumlah tunas, panjang tunas dan jumlah daun.
IAA juga termasuk auksi yang berfungsi untuk pembentukan akar (Tyas,2003)
2.3 Kultur organ daun
Dalam kultur jaringan terdapat beberapa macam kultur yang dikelompokkan
berdasarkan jenis bahan tanamnya, salah satu macamnya yakni kultur organ. Kultur
organ adalah salah satu metode pembiakan tanaman dengan mengisolasi eksplan
seperti daun, batang, akar, atau organ lainnya yang ditumbuhkan dalam kondisi
aseptik pada lingkungan yang sesuai. Dapat dikatakan pula bahwa kultur jaringan
merupakan metode pembiakan tanaman yang diambil dari bagian atau organ
tanaman, sehingga dapat beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap (Tatang,
2014).
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
13/79
12
Secara umum kultur organ dikembangkan dari tanaman (organnya) yang
memiliki respon pertumbuhan yang baik seperti daun muda, tunas dan yang lainnya.
Adapun tahapan yang biasa dilakukan dalam kultur organ meliputi pembuatan
media, inisiasi, sterilisasi, multiplikasi, pengakaran, dan aklimatisasi. Dalam kultur
organ terdapat faktor – faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis
organ tanaman dalam kultur jaringan dan kultur organ diantaranya yaitu: asal
bahan, bagian organ yang digunakan, media, kondisi eksplan, kondisi lingkungan
(Tyas, 2014).
Dalam metode kultur jaringan khusunya kultur organ inibanyak sekali
memberikan manfaat. Disamping karena eksplannya bisa berasal dari seluruh
bagian tanaman dan menghasilkan tanaman yang bersifat sama dengan induknya.
Juga menghasilkan tanaman baru dalam jumlah banyak dengan waktu yang singkat
(Unswagati, 2014).
Selain itu, untuk menciptakan varietas baru melalui kultur jaringan sehingga
menjadi tanaman baru yang berfungsi secara lengkap. Dalam memproduksi bibit
dalam jumlah yang banyak akan tetap seragam baik ukuran maupun genotipnya.
Selain itu kultur organ ini menjadikan tanaman yang bebas virus melalui teknik ini
(Rahmadewi, 2010).
2.4 Aklimatisasi anggrek
Aklimatisasi adalah masa adaptasi tanaman hasil pembiakan pada kultur
jaringan yang semula kondisinya terkendali berubah pada kondisi lapang yang
kondisinya tidak terkendali lagi. Tanaman juga akan mengubah pola hidup dari
tanaman heterotrof ke tanaman autrotof. Sebelum angrek diaklimatisasi, planlet
anggrek diseleksi terlebih dahulu berdasarkan kelengkapan organ, warna dan
ukuran. (Trubus, 2005)
Planlet anggrek yang baik adalah memiliki organ lengkap, mempunyai pucuk
dan akar, warna pun tidak tembus pandang dan pertumbuhan akar bagus. Ciri-ciri
bibit anggrek berkualitas baik yaitu tampak sehat, tidak berjamur, ukuran planlet
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
14/79
13
seragam, berdaun hijau dan tidak menguning. Selain itu planlet tumbuh normal,
tdak kerdil, komposisi daun dan akar seimbang. Aklimatisasi bertujuan untuk
mempersiapkan planlet agar siap ditanam dilapangan. Tahap alkimatisasi mutlak
dilakukan pada tanaman hasil kultur in vitro karena planlet akan mengalami
perubahan fisiologis yang disebabkan oleh faktor lingkungan. Hal ini bisa dipahami
karena pembiakan in vitro semua faktor terkontrol sedangkan di lingkungan sulit
dikontrol. (Herawan, 2006)
Terdapat berbagai macam media aklimatisasi yang termasuk kategori organik
umumnya berasal dari komponen organisme hidup antara lain: daun, batang, akar
dan kulit tanaman. Media organik memiliki berbagai keunggulan diantaranya yaitu
mempunyai pori-pori makro dan mikro yang hampir seimbang sehingga udara yang
dihasilkan cukup banyak dan daya serap air tinggi. Media organik yang sering
dipakai antara lain, arang kayu, arang sekam, moss dan akar pakis. (Rossa, 2011)
Media moss berasal dari paku-pakuan atau kadaka. Media ini mempunyai
banyak rongga, sehingga memungkinkan akar anggrek dapat tumbuh dengan
leluasa. Media moss memiliki kelebihan yaitu dapat menyerap air dan
mempertahankan air dengan baik, menjaga kelembapan media dan lingkungan
sekitar anggrek, dapat menyerap dan menyimpan pupuk dengan pemupukan yang
tidak intensif. Moss mengandung nitrogen dan sedikit fosfor yang berfungsi
merangsang pertumbuhan tanaman dan mempercepat pembungaan pada anggrek.
(Beni, 2007)
Kesuksesan proses aklimatisasi bibit anggrek ditentukan oleh beberapa hal
penting, diantaranya adalah jenis bibit anggrek, media in vitro, umur bibit, teknik
aklimatisasi, dan kemampuan pelaksana. Faktor-faktor tersebut saling berhubungan
satu sama lain. Jenis anggrek yang mudah diaklimatisasikan akan menghasilkan
prosentase hidup bibit yang tinggi, sedangkan jenis anggrek yang sulit
diaklimatisasikan akan menghasilkan presentase hidup bibit yang rendah. Contoh
anggrek yang susah diaklimatisasikan yaitu Dendrobium johania. (Untung, 2013)
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
15/79
14
Media in vitro, media agar yang digunakan menanam bibit dalam botol sangat
mempengaruhi sifat fisiologis tanaman yang pada akhirnya dapat mempengaruhi
kemampuan hidup bibit pada saat aklimatisasi. Media yang hanya menggunakan
hara yang tersedia seperti Mos tanpa penambahan bahan organik kompleks/pupuk
akan menghasilkan produk bibit yang bagus tapi kemampuan aklimatisasinya akan
jelek. Kemampuan pelaksana, bibit yang bagus ditangani oleh orang yang tidak
berpengalaman pasti prosentase kematiannya tinggi. Prosentase kegagalan
aklimatisasi bibit anggrek sering terjadi karena kecerobohan pelaksanaan.
(Fatimah, 2013)
Dalam kultur organ terdapat faktor – faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan dan morfogenesis organ tanaman dalam kultur jaringan diantaranya
yaitu : genotip tanaman, asal eksplan ditentukan atas spesies, varietas, atau asal
daerah. Bagian organ yang digunakan menghasilkan pertumbuhan yang berbeda,
kondisi eksplan dan kondisi lingkungan dapat mempengaruhi karena dari faktor
kelembaban, cahaya, suhu ,dll (Tyas, 2010).
Selain faktor – faktor tersebut faktor media atau ZPT juga mempengaruhi
morfogenesis. Dalam kultur jaringan ini ZPT yang biasanya dipakai adalah auksin
yang bisa meningktkan kandungan asam nukleat sel, mempengaruhi protein
membran. Sedangkan sitokinin dapat berperan dalam memacu pembentangan sel
dan pembelahan sel, serta mengarahkan transpor zat hara (Santoso, 2009).
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
16/79
15
FASILTAS RUANG DAN PERLATAN
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
17/79
16
BAB I
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.1 Hasil dan pembahasan alat kultur jaringan
No Nama alat Deskripsi alat Fungsi Gambar
1. Kompor
gas/Mirowave
Kompor gas memiliki
tabung gas sebagai
pemasok gas ke kompor
dan memiliki pematik
untuk menyelakan api.
Micorwave memiliki
tombol transformator
untuk
meningkatkan/menurunkan
Tegangan . tombol
magnetron berfungsi untuk
mengubah tegangan tinggi
ke gelombang mikro.
Ruang masak sebagai
tempat meletakkan bahan
yang ingin dipanaskan,
tombol control terdiri dari
timer (pengatur waktu)
Untuk
memanaskan
bahan
2. Hotplate
stirrer
Memiliki pelat yang
dipanaskan sehingga
mampu mempercepat
proses homogenisasi.
Terdapat tombol “stir”
untuk pengadukan.
Tombol “Heat” untuk
Miliki fungsi
ganda yaitu untuk
memanaskan
suatu zat/larutan
da bisa digunakan
untuk
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
18/79
17
memanaskan, terdapat
lampu indicator untuk
memberi informasi apakah
alat dalam keadaan hidup
atau mati
menghomogenkan
larutan
3. Timbangan
analitik
Timbangan analitik
memiliki ketelitian cukup
tinggi. Prinsip kerja
menggunakan sumber
listrik. Terdapat instrument
tombol untuk
menghidupkan/mematikan
dan tombol zero untuk
mereset ke angka “0”,
dilengkapi layar monitor
kecil untuk melihat dari
perimbangan. Dilengkapi
oleh penutup dari kaca
agar penimbangan tidak
terganggu oleh debu,
angina dll.
Untuk mengukur
atau menentukan
massa benda
denga ketelitian
cukup tinggi
sampai 0,0001 g
4. Autoklaf Memiliki tombol pengatur
waktu mundur (Timer),
pengukur tekanan, tombol
on/off untukmenghidupkan dan
mematikan, tombol lock-
unclock untuk mengunci
(pengaman), layar monitor
Untuk
mensterilisasi
suatu benda
menggunakan uap bersuhu dan
bertekanan tinggi
(121, 15 lbs).
autoklav
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
19/79
18
kecil untuk melihat/ berisi
tentang suhu dan tekanan.
ditujukan untuk
membunuh spora
5. pH indaktor Terbuat dari kertas lakmus,
dalam pengamatannya
mengenai asam/basah
dilihat pada perubahan
warnanya kemudian warna
hasil pencelupan
dicocokkan dengan tabel
indicator warna
Untuk mengukur
pH suatu benda,
apakah bersifat
asam, netral dan
basa. Digunakan
pada proses
pembuatan media
6. Laminar air
flow (LAF)
Disebut juga biological
safety cabinet (BCS),
mempunyai pola
pengaturan dan
penyaringan udara dengan
blower serta aplikasi sinar
UV-C dengan panjang
gelombang 253,7 nm.
Terdapat filter untuk
menyaring udara yaitu pre-
filter, HEPA filter. Biasa
diletakkan ditempat steril
dengan dinding dilengkapi
porselen sehingga mudah
untuk disetetilkan dengan
menyemprot/ menggosok
dengan alcohol
Sebagai tempat
pengerjaan kultur
jaringan
(Penamaan
eksplan) dalam
kondisi steril
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
20/79
19
7. Bunsen
burner
Memiliki cairan spiritus
yang digunakan sebagai
bahan bakar pembakaran
terletak pada gelas
berbentuk labu dan
terdapat sumbu sebagai
media pembakaran dan
juga tutup untuk menutup
sumbu dan sekaligus
memadamkan api pada
sumbu
Untuk
memanaskan
larutan dan dapat
pula digunakan
sterilisasi dalam
proses suatu
proses seperti
pada saat
penanam eksplan
untuk menghidari
terjadinya
kontaminasi
8. Cawan petri Sebuah wadah yang
berbentuk bundar dan
terbuat dari kaca. Cawan
petri selalu berpasangan,
yang ukurannya agak kecil
sebagai wadah da yang
lebih besar merupakan
tutupnya
Untuk meletakan
eksplan pada saat
transfer kultur
dilakukan
9. Hand spayer Memiliki tangki sebagai
wadah cairan yang
kemdian terdapat tuas
pompa untuk
menyemprotkan cairandengan cara dipompa
Sebagai wadah
alcohol atau
menyemprotkan
alcohol pada LAF
setelahmelakukan
pekerjaan
penanaman
eksplan untuk
sterilisasi
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
21/79
20
11. Beaker glass Terbuat dari kaca
beberntuk silinder.
Terdapat skala angka
untuk membantu
mengukur/menakar larutan
Sebagai tempat
untuk melarutkan
zat yang tidak
membutuhkan
ketelitian tinggi
dan untuk
pembuatan media
12. Gelas ukur Terbuat dari boro silikat.
Berbentuk silinder tapi
tidak sebesar beaker glass.
Terdapat skala angka
dengan garis penanda
penanda volume dibagian
luarnya
Berfungsi untuk
mengukur
volume/cairan
13. Pipet tetes Berbentuk seperti tabung
kecil yang ujung
bawahnya meruncing dan
terbuat dari kaca plastic,
tetapi ujung atasnya
berdiameter sama degan
badan pipet da tertutup
oleh karet yang berbentuk
balon kecil. Prinsip pipet
tetes apabila pada
penerapan tekanan udaradalam ruang
Berfungsi untuk
memindahkan
cairan dari tempat
satu ke tempat
yang lain dalam
skala yang
relative kecil,
hanya ukuran
tetes tanpa
mengkontaminasi
larutan lain
16. Spatula Terbuat dari boro silikat,
memilik bentuk seperti
sendok
Berfungsi untuk
alat bantu
mengambil bahan
padat/kecil dalam
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
22/79
21
skala kecil da
juga dapay
digunakan untuk
mengaduk larutan
17. Alat diseksi
(Scapel,
pinset, cutter,
gunting)
Terbuat dari stainless steel,
scapel blade memiliki
bentuk seperti pisau,
diujungnya terdapat mata
pisau, pinset memiliki
memiliki bentuk
pejapit/pegangapit runcing
ke bawah
Scapel blade
berfungsi untuk
memotong
eksplan. Pinset
untuk menjepit da
menggambil
eksplan
18. Mirkopipet Berbentuk dan berfungsi
hamper sama dengan pipet
tetes, memiliki instrument
tombol press button untuk
mengambil larutan, untuk
mengeluarkan larutan
dapat menekan tombol
dibawah press button
Berfungsi untuk
memindahkan
cairan dari satu
tempat ke tempat
yang lain dengan
ketelitian tinggi.
19. Botol kultur Terbuat dari kaca,
berbentuk silindris,
menyempit pada bagian
leher dan terdapat tutup
yang biasanya ditutupmenggunakan alumunium
foil
Berfungsi sebagai
tempat media
tumbuh eksplan
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
23/79
22
20. Rak kultur Terbuat dari
besi/alumunium yang
berbentuk susun atau
bertingkat
Berfungsi untuk
menyimpan botol
yang berisi
eksplan sebagai
penyimpan
eksplan selama
proses
pertumbuhan
eksplan sebelum
di lepaskan ke
lapang
21. Alat destilasi Di dalam alat ini terdapat
filter yang digunakan
untuk menyaring air
sehingga nantinya didapati
air yang siap minum
Berfungsi sebagai
penyedia
kebutuhan
aquadest pada
saat proses
pembuatan media
4.2 Hasil dan pembahasan ruang kultur jaringan
No
.
Nama
ruang
Deskripsi ruang Fungsi Gambar
1. Ruang
persiapan
Ruang persiapan
dipergunakan
sebagai tempat
mempersiapkan
eksplan, medium
dan alat-alat.
Persiapan
pelaksanaan
dalam kultur in-
Berfungsi
sebagai
tempat
persiapan
pelaksanaan
pekerjaan
kultur in-
vitro, mencuci
alat-alat
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
24/79
23
vitro seperti
pencucian alat-
alat laboratotium,
penyimpanan.alat
, persiapan bahan
tanaman,
persiapan media,
serta sterilisasi
alat dan media.
Terdapat berbagai
peralatan di
ruangan ini
seperti
microwave,
timbangan
analitik, hot plate,
agar dispenser,
autoclave, pH
meter, alat
destilasi, Bunsen
burner, alat-alat
gas, alat diseksi.
Alat-alat untuk
mencuci,
mikropipet dan pipet tetes
laboratorium
dan tempat
menyimpan
alat-alat gelas.
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
25/79
24
2. Ruang stok
atau ruang
bahan
Merupakan
ruangan yang
berisi baha-baha
yang diperlukan
untuk kultur in-
vitro, menyimpan
bahan-bahan
kimia yang belum
dipergunakan,
biasanya terdapat
almari untuk
menyimpan
bahan dan almari
ES untuk
menyimpan
bahan yang tidak
tahan lama seperti
larutan
Berfungsi
untuk
menyimpan
bahan-bahan
yang
berkaitan
dengan kultur
jaringan.
Menyimpan
bahan-bahan
kimia yang
belum
dipergunakan
disediakan
(Larutan stok)
3. Ruang
transfer
Ruang digunakan
untuk isolasi,
inokulasi dan
subkultur
(penjarangan)
pada kondisi
steril. Diruanganini terdapat LAF
digunakan untuk
transfer atau
penanaman
eksplan di dalam
media, Bunsen
Berfungsi
sebagai
tempat untuk
isolasi bagian
tanaman,
sterilisasi
eksplan, penanama
atau inokulasi
eksplan dalam
media.
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
26/79
25
burner, cawan
petri, hand
sprayer, alat
diseksi.
4. Ruang
kultur
Terdapat banyak
botol kultur berisi
eksplan yang
dalam masa
pertumbuhan di
tempatkan pad
arak kultur secara
tersusun.
Dilengkapi
dengan AC untuk
menjaga.
Sterilisasi selalu
terjaga dan
tersekat dengan
ruangan lain
dengan pintu
penghubung
selalu tertutup
Berfungsi
sebagai
tempat
meletakkan
botol-botol
kultur dalam
masa
pertumbuhan
eksplan.
5. Ruang
analisa
Tempat
menganalisis
hasil perkerjaankultur in – vitro
yang telah
dilaksanakan,
diperuntukan
untuk keperluan
Berfungsi
sebagai
tempatmenganalisi/
meneliti hasil
perkerjaan
kultur in-vitro
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
27/79
26
riset, terdapat
mikroskop, gelas
preparat,
mikrotom dan
peralatan lain
sesuai kebutuha
untuk keperluan
riset/ penelian
6. Areal cuci Tempat mencuci
bahan-bahan
keperluan kultur
in-vitro seperti
botol kultur, botol
tekontaminasi,
serta bahan tanam
yang baru diambil
dari lapang
sekaligus juga
untuk mencuci
tangan. Tempat
ini dilengkapi
dengan air yang
mengalir dari
kran dan terdapat
peralatan- peralatan mencuci
seperti ember,
sikat dan sabun
dll.
Sebagai
tempat untuk
membersihka
n berbagai
peralatan dan
tentunya juga
bagian tubuh
khususnya
tangan setelah
melakukan
perkejaan
kultur
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
28/79
27
7. Ruang
aklimatisas
i
Suatu tempat
yang terdapat rak
sebagai tempat
untuk melatakkan
bibit hasil kultur
jaringan setelah
keluar dari botol
untuk adaptasi
terhadap
lingkungan luar.
Ruang ini
dilengkapi
peranet untuk
mengatur
intensistas cahaya
yang masuk dan
dilengkapi bak air
untuk penyiraman
dan menjaga
kelembaban
ruagan.
Berfungsi
sebagai
tempat
adaptasi bibit
hasil kultur
jaringan
setelah keluar
dari dalam
botol kultur
terhadap
lingkungan
luar.
8. Ruang
pembibitan
/ Nursery
Terdapat rak
sebagai tempat
meletakkan bibit
setelah keluardari ruang ruang
aklimatisasi dan
sudah cukup kuat
berdaptasi
terhadap
lingkungan luar.
Berfungsi
sebagai
temoat
meletakkan bibit setelah
keluar dari
ruang
aklimatisasi
yang sudah
cukup
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
29/79
28
Memiliki sumber
air untuk
penyiraman
beradaptasi
terhadap
lingkungan
luar.
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
30/79
29
4.3 Hasil pengamatan dan pembahasan bahan kultur jaringan
No. Nama bahan
kimia
Sifat Simbol Penanggulan
1. Potasium nitrat
(KNO3)
Oksidator,
dapat
membakar
bahan
lain/penyebab
timbulnya api
dan penyabab
sulitnya api
dipandamkan
Hindari
panas serta
ahan mudah
terbakar dan
konduktor
2 Ammonium
nitrat (NHNO3
Eksplosive,
bersifat
mudah
meledak.
Eksplosive
pada keadaan
tertentu
Hindari
benturan,
gesekan,
loncatan api
dan panas
3. Borid Acid
H3BO3
Hazardous,
sharp, and
stingy smells
(Bersifat
berbahaya,
berbau tajam,
dan
menyengat)
Hindari
kontak denga
tubuh atau
hindari
menghirup
zat kimia ini
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
31/79
30
4. Zinc Sulfate
Heptadtty drate
(ZnSO7H O
Dangerous
for
Eviromental,
berbahaya
bagi
lingkungan,
dan dapat
menyebabkan
gangguan
ekologi
Hindari
pembuangan
langsung ke
lingkungan
5. Iron (II) sulfate
heptahydrate
Hazardous,
strap, and
stingy smells.
Bersifat
berbahaya,
berbau tajam
dan
menyengat
Hindari
kontak
dengan
tubuh/
hindari
menghirup
zat kimia ini.
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
32/79
31
PERSIAPAN DAN PEMBUATAN MEDIA KULTUR
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
33/79
32
BAB I
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.1 Tabel stok
VI= 870 ml
Hara Senyawa Media MS
Mg/l Media (C1)
Stok (C2) V2
Makro NH NO3 1650 16500 mg/100 ml 8,7 ml
KNO3 1900 19000 mg/ 100
ml
8,7 ml
CaCl2HO 440 4400 mg/ml 8,7 ml
MgSO 7HO 370 3700 mg/100 ml 8,7 ml
KHPO 170 1700 mg/100 ml 8,7 ml
Mikro FeSO7HO 27,8 2780mg/ 100 ml 0,87 ml
NaEDTA 37,3 3730mg/100 ml 0,87 ml
MnSO4HO 22,3 2230mg/100ml 0,87 ml
ZnSO7HO 8,6 860mg/100ml 0,87 ml
H3 BO3 6,2 62mg/50ml 4,35 ml
Kl 0,83 83mg/50ml 0,435 ml
NaMo2HO 0,25 25mg/50ml 0,435 ml
CuSO5HO 0,25 25mg/100ml 0,087 ml
CaCl2HO 0,25 25mg/100ml 0,87 ml
Vitamin Myonitoso l 100 2500 mg/50ml 1,74ml
Niacin 0,5 50 mg/50ml 0,435 ml
Proyidoxine-
HCL
0,5 50 mg/50ml 0,435 ml
Thiamin-
HCL
0,1 50 mg/100 ml 0,174 ml
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
34/79
33
Sumber
karbon
Sukrosa 30.000 26,1 gr
Bahan
pemadat
Bacto agar 7500 6,252gr
1.2 Perhitungan
Makro
V1.C1 = V2.C2
870 ml x160
1000 =
160
100
8,7 ml x 165 = V2.165
V2=8,16
16
V2= 8,7 ml
V1.C1 = V2.C2
870 ml x1900
1000 =
1900
100
87 ml x 19 = V2.190
V2=819
190
V2= 8,7 ml
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
35/79
34
V1.C1 = V2.C2
870 ml x0
1000 =
00
100
87 ml x 19 = V2.190
V2=8,
V2= 8,7 ml
V1.C1 = V2.C2
870 ml x30
1000 =
300
100
8,7 ml x 37 = V2.190
V2=819
190
V2= 8,7 ml
V1.C1 = V2.C2
870 ml x10
1000 =
100
100
8,7 ml x 17 = V2.17
V2=8, .1
1
V2= 8,7
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
36/79
35
Mikro
V1.C1 = V2.C2
870 ml x,8
1000 =
80
100
V2 =80 ,8
1000 ,8
V2= 0,87ml
EDTA
V1.C1 = V2.C2
870 ml x3,3
1000 =
3,30
100
V2 =803 ,3
10003 ,3
V2= 0,87ml
V1.C1 = V2.C2
870 ml x,3
1000 =
,3
100
V2 =80 ,3
1000 ,3
V2= 0,87ml
V1.C1 = V2.C2
870 ml x8,6
1000 =
860
100
V2 =808,6
10008,6
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
37/79
36
V2= 0,87ml
V1.C1 = V2.C2
870 ml x6,
1000 = V2.
6,
100
V2 =806,
10006,
V2 =80
1000
=30
1000
= 4,35 ml
Kl
V1.C1 = V2.C2
870 ml x0,83
1000 = V2.
83
0
870 ml. 0,00083 = V2. 1,66
V2 =800,00083
1,66
= 0,435
V1.C1 = V2.C2
870 ml x 0,1000
= V2. 0
870 ml. 0,00025 = V2. 0,5
V2 =800,000
0,
V2= 0,435 ml
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
38/79
37
V1.C1=V2.C2
870 ml x 0,1000
= V2. 100
870 ml. 0,00025 = V2. 0,25
V2 =800,000
0,
V2= 0,087 ml
V1.C1=V2.C2
870 ml x0,0
1000 = V2.
100
870 ml. 0,00025 = V2. 0,25
V2 =800,000
0,
V2= 0,087 ml
Myonositol
V1.C1=V2.C2
870ml x100
1000 = V2.
00
0
V2 =8
0
V2= 1,74 ml
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
39/79
38
Niacin
V1.C1=V2.C2
870ml x 0,1000
= V2. 0 0
V2 =8.0,
0
V2= 0,435 ml
Pridoxine HCL
V1.C1=V2.C2
870ml x0,
1000 = V2.
0
0
V2 =8.0,
0
V2= 0,435 ml
Thiamin – HCL
V1.C1=V2.C2
870ml x0,1
1000 = V2.
0
0
870. 0,0001 = V2 . 0,5
V2 =8.0,0001
0,
V2= 0,174 ml
Sukrosa
30000
=
1000
80
1000x = 30.000 x 870
x=30000 .80
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
40/79
39
x =30.870= 26100
x= 26,1 gr
Bacto agar
00
=
1000
80
x=00.80
1000
x = 6525
x= 6,525 gr
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
41/79
40
KULTUR KALUS
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
42/79
41
BAB I
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.1. Hasil pengamatan
PERLAKUAN
ZPT AUKSIN
NO.
BOTOL
DAN
NAMA
SAAT
INISIASI
SAAT
MUNCUL
NYA
TUNAS
GAMBAR
2,4 D
1MG/1
1.Laila:
K1 H3 Bakteri (
30-11-
2105)
2.Riza
K1 H3 Jamur(17-
11-2015)
3.Chyntia
K1 H3 (17-11-
2015)
(23-11-
2015)
4.Rani
K1 H3 Browning
( 23-11-
2015)
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
43/79
42
2,4 D
1MG/1
5.Asrul
K1 H3 Jamur
(17-11-
2015)
6.Racha
K1 H3 Browning
(20-11-
2015)
7.Ade
K1 H3 Browning
(17-11-
2015)
8.Ayu
K1 H3 Browning
(7-12-
2015)
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
44/79
43
2,4 D
1MG/1
2,4 D
1MG/1
9.Ali
K1 H3 Jamur (17-
11-2015
10.Fajar
K1 H3 (20-11-
2015)
(23-11-
2015)
11.Rinda
K1 H3 (17-11-
2015)
(23-11-
2015)
12.Nanto
K1 H3 (17-11-
2015)
(23-11-
2015)
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
45/79
44
% Berkalus:
.
x100%
= 1
x100%=33.33%
% Kontaminasi:
.
x100%
8
1X100%= 66,67%
PERLAKUAN
ZPT AUKSIN
NO.
BOTOL
DAN
NAMA
SAAT
INISIASI
SAAT
MUNCUL
NYA
TUNAS
GAMBAR
IBA
1MG/1
1.Laila:
K2 H3 Bakteri (
30-11-
2105)
2.Riza
K2 H3 Kalus(17-
11-2015)
(23-11-
2015)
3.Chyntia
K2 H3 (17-11-
2015)
(23-11-
2015)
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
46/79
45
IBA
1MG/1
4.Rani
K2 H3 Browning
( 17-11-
2015)
5.Asrul
K2 H3 Jamur
(20-11-
2015)
6.Racha
K2 H3 Browning
(20-11-
2015)
7.Ade
K2 H3 Browning
(17-11-
2015)
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
47/79
46
IBA
1MG/1
8.Ayu
K2 H3 Browning
(7-12-
2015)
9.Ali
K2 H3 Jamur
(20-11-
2015
10.Fajar
K2 H3 (20-11-
2015)
(23-11-
2015)
11.Rinda
K2 H3 (17-11-
2015)
(23-11-
2015)
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
48/79
47
12.Nanto
K2 H3 (17-11-
2015)
(23-11-
2015)
% Berkalus:
.
X100%
1x100%=41,67
% Kontaminasi:
.
X100%
1X100%= 58,33%
1.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini yaitu menganai kultur kalus dengan menggunakan
eksplan wortel. Kalus sendiri merupakan suatu kumpulan sel amorphous(belum
berdifisiensi) yang terjadi dari sel-sel jaringan yang membelah diri secara terus
menerus secara in-vitro atau di dalam tabung dan tidak terorganisasi sehingga
memberikan penampilan massa sel yang bentuknya tidak teratur. Dalam proses
pembuartanya wortel terlebih dahulu dicuci dan dikupas kemudian diambil jaringan
kambium , jaringan kambium inilah yang digunakan sebagai eksplan dalam proses
kultur jaringan wortel. Sebelumya wortel terlebih dahulu direndam dalam larutan bakterisida agar steril dari kontaminasi bakteri dan kemudian direndam di larutan
Clorox 10 dengan kadar berbeda 10%, 5 % sebagai disinfektan, setelah itu
dilakukan sterilisasi sedang dengan menggunakan HgCl untuk menghilangkan
berbagai mikroba yang dapat mengakibatkan kontaminasi pada eksplan. Tujuan
pemberian berbagai larutan yang telah disebutkan diatas sebenarnya sama yaitu
untuk sterilisasi bahan dari kontaminan agar nantinya eksplan dapat tumbuh dengan
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
49/79
48
ba tanpa adanya kontaminasi yang dapat mengakibatkan eksplan menjadi mati.
Prinsip kultur jaringan sendiri yaitu harus steril dan tentunya dalam pembuatan
media juga harus steril sebagai tempat eksplan untuk tumbuh dan berkembang, agar
eksplan dapat tumbuh dengan baik dan optimal maka media yang dibuat harus dapat
memenuhi kebutuhan unsur-unsur hara ensensial yang dibutuhkan eksplan untuk
tumbuh dan berkembang, untuk memenuhi akan kebutuhan unsur hara eksplan
tersebut, di dalam media ditambahkan berbagai zat seperti vitamin, asam amino,
hormon dan zat pengatur tumbuh (ZPT). Selain untuk memenuhi kebutuhan eksplan
akan unsur hara, vitamin dan zat pengatur tumbuh (ZPT) digunakan untuk
mempercepat pertumbuhan eksplan dan mengatur tumbuhnya eksplan. Namun
dalam penggunaan zat pengatur tumbuh dalam pembuatan media jika terlalu tinggi
dapat menghambat pola pertumbuhan dan perkembangan tanaman, karena interaksi
antar hormone dalam suatu media sangat berpengaruh dalam diferensiasi sel. Zat
pengatur tumbuh ini mempengaruhi pertumbuhan dan morfogensis dalam kultur
kalus. Untuk kultur kalus, zat pengatur tumbuh yang digunakan yaitu zat pengatur
tumbuh dari kelompok auksin yaitu 2,4 D 1mg/1 dan IBA 1 mg/1. 2,4 D memiliki
fungsi penting untuk pemanjangan sel dalam pembentukan kalus sedangkan IBA
( Indole butyric acid) nantinya berfungsi untuk perpajangan akar. Berdasarkan
praktikum kultur kalus wortel ( Daucus Carota L) dengan menggunakan 2
perlakuan yaitu menggunakan zat pengatur tumbuh 2,4 D dan IBA, masing-masing
perlakuan terdiri dari 12 botol kultur . Dari hasil praktikum penanaman eksplan
wortel didapatkan eksplan yang ditanam dalam botol kultur terkena kontaminasi 1
minggu setelah penanaman dengan munculnya jamur berwarna putih dengan ciri-
ciri eksplan menjadi kering dan muncul hifa jamur pada tanaman yang terserang
dan dicirikan dengan adanya garis-garis (seperti benang) yang berwarna putihsampai abu-abu, selain itu juga terdapat eksplan yang terkena bakteri dengan
dicirikan terdapat lendir berwarna putih disekitar eksplan dan di dalam media.
Kontaminasi itu terjadi di dua perlakuan baik itu perlakuan 2,4D dan IBA. Untuk
di perlakuan 2,4 D terdapat 8 eksplan yang terkontaminasi jamur/bakteri dengan
kadar (%) kontaminasi 66,67% sedangkan di perlakuan IBA terdapat 7 eksplan
yang terkontaminasi jamur maupun bakteri dengan kadar kontaminasi (%) 58,33 %.
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
50/79
49
Penyebab terjadinya kontaminasi bisa dapat diakibatkan karena kesalahan
penaman, saat sterilisasi media dan eksplan atau bahkan pada saat pembuatan yang
kurang steril. Eksplan dapat terkontaminasi oleh beragai mikroorganisme seperti
jamur, bakteri, serangga, virus. Organisme-organisme tersebut secara universal
terdapat pada jaringan tanaman. Banyak yang bersifat pantogenik, artinya
menyebabkan tanaman menjadi rusak bahkan mati karena adanya aktivitas mikroba
yang merusak sel atau jaringan eksplan. Dalam kondisi in-vitro mengandung
sukrosa dan hara dalam konsentrasi tinggi, kelembaban tinggi dan suhu hangat
sangat disukai oleh mikroorganisme, sehingga sering kali tumbuh dan berkembang
cepat, mengalahkan eksplan jika pada proses saat kultur telah terkontaminasi.
Sedangkan terdapat 4 eksplan yang tumbuh kalus pada perlakuan 2,4 D dengan
kadar kalus (%) 33,33% dan terdapat 5 eksplan yang tumbuh kalus pada perlakuan
IBA dengan kadar kalus (%) 41,67%. Terbentuknya kalus ini sebagai respon
terhadap perlukaan (woulding ) yang dilakukan dalam pemotongan umbi wortel.
Setelah terbentuknya kalus maka nantinya dapat menjadi tanaman utuh setelah
melalui proses morfogenesis yang telah di induksi. Dalam proses induksi ini
memerukan agen penginduksi yaitu berupa zat pengatur tumbuh dalam kultur kalus
wortel kali ini menggunakan ZPT dari kelompok auksin yaitu 2,4 D dan IBA.
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
51/79
50
BAB II
KESIMPULAN
2.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut
1.
Dalam melakukan kultur kalus wortel ( Daucus carota L) harus
memegang keseterilan bahan maupun fasiltas dalam melakukan
penanaman eksplan untuk menghidari kontaminasi dari berbagai macam
mikroorganisme seperti jamur maupun bakteri
2. Untuk dapat memenuhi kebutuhan akan unsur hara dalam media kultur
kalus dilakukan penambahan vitamin, asam amino, hormon dan zat
pengatur tumbuh (ZPT)
3. Zat pengatur tumbuh (ZPT) yang digunakan dalam kultur kalus wortel
yaitu dari golongan auksin 2,4 D untuk pemanjangan sel dalam
pembentukan kalus dan IBA untuk pemajangan akar
4. Prosentase hidup kalus lebih besar pada perlakuan IBA dengan nilai
41,67%
5. Terbentuknya kalus merupakan respon dari perlakuan perlukaan
(Woulding) dalam pemotongan umbi wortel
6. Penyebab terjadinya kontaminasi pada eksplan disebabkan karena
kesalahan penaman, saat sterilisasi media dan eksplan atau bahkan pada
saat pembuatan yang kurang steril
1.2 Saran
Untuk pelaksanaan praktikum sendiri berjalan lancar. Diharapkan
kedapanya fasilitas laboratorium bioteknologi dapat ditingkatkan agar nantinya
praktikan mudah untuk mengerti dan dapat berjalan lancar
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
52/79
51
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 2000. Dasar-dasar tentang zat pengatur tumbuh. PT. Angkasa.
Bandung
Gunawan, L.W . 2001. Teknik kultur jaringan in-vitro dalam hortikultura.
Penebar Swadaya. Jakarta
Herawan, T . 2004 . Protokol kultur jaringa tanaman hutan. Rajawali Press.
Jakarta
Santoso da F. nursandi. 2004. Kultur jaringan tanaman. Unibraw Press. Malang
Yusnita. 2003. Buku petunjuk praktikum kultur jaringan. UNS press. Surakarta
Zulkarnain. 2009 . Kultur jaringan tanaman. Bumi aksara. Jakarta
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
53/79
52
KULTUR PUCUK TANAMAN BERKAYU
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
54/79
53
BAB I
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.1 Hasil pengamatan
PERLAKUAN
ZPT PADA
MEDIA
TANAM
NO.
BOTOL
DAN
NAMA
SAAT
INISIASI
SAAT
MUNCUL
NYA
TUNAS
GAMBAR
1.Laila Jamur
(26-11-
2015)
2.Riza Media
Rusak
(26-11-
2015)
3.Chyntia Bakteri
(26-11-
2015)
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
55/79
54
MSNAA
0,3 mg/l
BAP 1
mg/l
(P2H3)
4.Rani Inisiasi (7-
12-2015)
26-12-2015
5.Asrul Jamur
(7-12-
2015)
6.Racha Jamur
(7-12-
2015)
7.Ade Jamur
(7-12-
2015)
8.Ayu Bakteri
(7-12-2015)
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
56/79
55
9.Ali Inisiasi (7-
12-2015)
26-12-2015
10.Fajar Jamur
(26-11-
2015)
11.Rinda Inisiasi (7-
12-2015)
26-12-2015
12.Nanto Inisiasi (7-
12-2015)
26-12-2015
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
57/79
56
% Berkalus:
.
X100%
1X100%= 33,3%
% Kontaminasi:
.
X100%
8
1X100%= 66,7%
1.2 Pembahasan
Praktikum kali ini mempelajari tentang bagaimana pertumbuhan dari
tanaman. Kultur meristem ini sendiri memiliki dua cara berbeda dalam
penumbuhannya sendiri. Yaitu ada cara kultur pucuk serta kultur mata tunas. Kultur
pucuk sendiri yaitu proses penumbuhan tanaman menggunakan eksplan dari
tumbuhan itu sendiri, khususnya dari pucuk muda tanaman yang akan dikulturkan.
Untuk praktikum kali ini kita memakai kultur pucuk untuk proses
pengkulturannya. Eksplan yang kita yang pakai yaitu tunas Gymelina. Untuk
perlakuan ini sendiri harusnya memakai 2 ZPT yang berbeda, yaitu IBA dan BAP
serta NAA dan BAP. Tetapi dikarenakan terjadi insiden dalam praktikum ini, yaitu
media IBA dan BAP mencair, sehingga NAA dan BAP lah yang digunakan sebagaimedia utama. Fungsi penambahan zat pengatur tumbuh dari kelompok auksin dan
sitokinin yaitu untuk merangsang pertumbuhan sel, sintesis DNA kromosom,
pembentuk tunas, merangsang pertumbuhan akar , akan tetapi jika digunakan dalam
dosis tinggi , maka akan menghalangi pertumbuhan bahkan membunuh.
Untuk percobaannya sendiri digunakan pucuk tanaman muda dari eksplan,
kemudian ditanam di media yang telah disediakan. Setelah itu dilakukan
pengamatan di setiap 4 hari sekali. Berdasarkan tabel yang telah dicantumkan
memberikan hasil bahwa kebanyakan dari pucuk yang ditumbuhkan mengalami
kontaminasi.
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
58/79
57
Mulai dari terkena bakteri maupun jamur serta ada yang medianya sendiri
rusak, yaitu belum memadat. Untuk media sendiri terjadi karena adanya kesalahan
teknis di ruangan penyimpanan, dimana AC dalam ruangan itu mati dan
menyebabkan media tersebut mencair kembali dan kemungkinan dapat disebabkan
oleh kesalahan dalam pembuatan komposisi awal . Untuk media maupun tanaman
yang tercemar oleh bakteri serta jamur kali ini memiliki banyak alasan.
Yang pertama bisa saja karena kurang sterilnya para pelaku praktikum. Hal
ini bisa sangat membahayakan bagi tanaman tersebut, karena apabila jamur ataupun
bakteri sudah menginvasi media maupun tumbuhan tadi maka dapat menyebabkan
kematian apabila tanaman tersebut tak dapat bersaing. Selain itu penyebab eksplan
tercemar juga bisa karena tak sengaja menjatuhkan eksplan, kemudian menaruhnya
kembali dan menanamnya kembali pada media. Hal ini walau terlihat sepele tapi
dapat mengakibatkan gagalnya penumbuhan tanaman.
Karena apabila tanaman sudah jatuh, sapa tau tanaman tersebut membawa
bibit-bibit jamur ataupun bakteri yang kemudian dibawa tumbuh di media tadi. Dan
apabila kedua hal ini berhasil tumbuh, maka akan sangat membahayakan bagi
kelangsungan hidup tanaman yang kita kulturkan di botol kultur. Sedangkan untuk
tanaman yang telah tumbuh, membutuhkan waktu yang lumayan lama. Untuk mulai
tumbuh sendiri kebanyakan mencapai waktu-waktu paling akhir di praktikum. Dan
jumlah dari tanaman yang tumbuh ini sangatlah sedikit, karena kebanyakan eksplan
yang kita pakai kontaminasi semua.
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
59/79
58
BAB II
PENUTUP
2.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut.
1.
Kultur pucuk adalah kultur jaringan yang menumbuhkan tanaman melalui
pucuk muda dari tanaman itu sendiri
2. Kultur meristem ini terbagi menjadi dua, ada kultur pucuk serta kultur
mata tunas
3. Dalam kultur organ pucuk mengguankan zat pengatur tumbuh dari
kelompok auksin dan sitokinin yaitu IBA, NAA dan BAP
4. Rusaknya media dalam kultur pucuk yaitu dapat disebabkan oleh karena
adanya kesalahan teknik matinya AC dalam ruangan yang menyebabkan
media menjadi mencair kembali dan kesalahan dalam pembuata komposisi
awal media juga bisa mempengaruhi.
5. Penyebab kontaminasi dalam eksplan kultur pucuk diantaranya dapat
disebabkan oleh kurang sterilnya praktikan dan kesalaha praktikan dalam
proses penanaman eksplan dalam media sehingga menyebabkan eksplan
tidak steril
6. Fungsi penambahan zat pengatur tumbuh dari kelompok auksin dan
sitokinin yaitu untuk merangsang pertumbuhan sel, sintesis DNA
kromosom, pembentuk tunas, merangsang pertumbuhan akar , akan tetapi
jika digunakan dalam dosis tinggi , maka akan menghalangi pertumbuhan
bahkan membunuh
2.2 Saran
Mengingat rusaknya media karena kesalahan teknis fasilitas labaratorium,
maka kedepanya fasilitas harus dapat ditingkatkan kembali.
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
60/79
59
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, Intan Ratna. 2008. Peranan dan Fungsi Fitohormon bagi Pertumbuhan
Tanaman. Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran.Bandung
Gunawan, L.W. 2009. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. Laboratorium Kultur
Jaringan, Pusat Antar Universitas (PAU) Institut Pertanian Bogor. Bogor.
P. 304
Hardini, Yunita. 2009. Kultur Jaringan Tanaman. Online,
http://dinhardini.blogspot.co.id/. Diakses tanggal 21 november 2015
Luri, Sepdian. 2009. Macam Macam Mikropropagasi. Online, http://kultur-
jaringan.blogspot.co.id/. Diakses tanggal 21 november 2015
Sriyanti, D.P. dan A.Wijayani. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Yayasan
Kansius.Yogyakarta. Hal. 18, 54, 57, 63, 67, 69, 82-83.
Tanamaninvitro. 2012. Zat Pengatur Tumbuh. Onine,
http://tanamaninvitro.blogspot.co.id/. Diakses tanggal 21 November 2015
http://dinhardini.blogspot.co.id/http://dinhardini.blogspot.co.id/http://kultur-jaringan.blogspot.co.id/http://kultur-jaringan.blogspot.co.id/http://kultur-jaringan.blogspot.co.id/http://tanamaninvitro.blogspot.co.id/http://tanamaninvitro.blogspot.co.id/http://tanamaninvitro.blogspot.co.id/http://kultur-jaringan.blogspot.co.id/http://kultur-jaringan.blogspot.co.id/http://dinhardini.blogspot.co.id/
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
61/79
60
KULTUR ORGAN DAUN
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
62/79
61
BAB I
PEMBAHASAN
1.1 Data pengamatan
PERLAKUAN
EKSPLAN
NO.
EKSPLAN
SAAT
INISIASI
SAAT
BERKALUS
WARNA
KALUS
GAMBAR
1.Riza Kalus (16-
12-2015)
Hijau
2.Freda Kalus (16-
12-2015)
Hijau
3.Fajar Jamur
(3-12-
2015)
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
63/79
62
MS IBA
0,5 ppm
BAP 0,7
ppm
4.Racha Jamur
(3-12-
2015)
5.Ali Jamur
(7-12-
2015)
6.Asrul Bakteri
(7-12-
2015)
7.Ayu Jamur
(3-12-
2015)
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
64/79
63
8.Rani Inisiasi
(7-12-
2015)
9.Ade Jamur
(3-12-
2015)
10.Chyntia Jamur
(3-12-
2015)
11.LaIla Kalus (16-
12-2015)
Hijau
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
65/79
64
12.Rinda Jamur
(7-12-
2015)
%Tanaman Berkalus:
.
X100%
:
X100%= 33,3%
%Tanaman Kontaminasi:
.
X100%
:
X100%= 66,67%
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
66/79
65
PERLAKUAN
EKSPLAN
NO.
EKSPLAN
SAAT
INISIASI
SAAT
BERKALUS
WARNA
KALUS
GAMBAR
MS NAA
0,5 ppm
BAP 0,7
ppm
1.Riza Jamur
(7-12-
2015)
2.Freda Inisiasi
(16-12-
2015)
3.Fajar Inisiasi
(7-12-2015)
4.Racha Inisiasi
(26-12-
2015)
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
67/79
66
MS NAA
0,5 ppm
BAP 0,7
ppm
5.Ali Jamur
(7-12-
2015)
6.Asrul Kalus (16-
12-2015)
Hijau
7.Ayu Bakteri+
Jamur
(3-12-
2015)
8.Rani Inisiasi
(16-12-
2015)
9.Ade Jamur
(7-12-
2015)
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
68/79
67
10.Chyntia Jamur
(7-12-
2015)
11.Layla Kalus (16-
12-2015)
Hijau
12.Rinda Inisiasi
(16-12-
2015)
%Tanaman Berkalus:
.
X100%
:
X100%= 58,3%
%Tanaman Kontaminasi:
.
X100%
:
X100%= 41,7%
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
69/79
68
1.2 Pembahasan
Praktikum kali ini yaitu berhubungan dengan kultur jaringan khususnya yaitu
kultur organ dari suatu tanaman. Dan kultur organ yang dipakai pada kultur kali ini
yaitu kultur organ daun. Praktikum kali ini yaitu akan menumbuhkan tanaman dari
bagian daun tersebut. Dimana manfaat dari kultur daun sendiri yaitu untuk
menumbuhkan tanaman dari bagian yang dimilikinya, khusunya yaitu bagian
daunya sendiri. Secara umum kultur organ dikembangkan dari tanaman (organnya)
yang memiliki respon pertumbuhan yang baik seperti daun muda, tunas dan yang
lainnya. Adapun tahapan yang biasa dilakukan dalam kultur organ meliputi
pembuatan media, inisiasi, sterilisasi, multiplikasi, pengakaran, dan aklimatisas i.
Untuk eksplan yang kita pakai sendiri yaitu menggunakan daun dari
tembakau yang sudah dikulturkan terlebih dahulu. Dan kita mengambil bagian dari
tembakau ini sendiri untuk kita kulturkan kembali. Dan untuk media sendiri dibagi
menjadi 2 dengan ZPT yang berbeda. Yang pertama menggunakan ZPT IBA dan
BAP serta yang kedua menggunakan ZPT NAA dan BAP. Fungsi penambahan ZPT
dari kelompok auksin dan sitokinin dalam kultur organ daun yaitu untuk
merangsang pertumbuhan sel, pembentukan tunas dan BAP berfungsi untuk
merangsang tumbuhya tunas aksiler.
Menurut tabel yang tercantum diketahui bahwa media kedua, yaitu media
NAA dan BAP merupakan media yang terbanyak mengalami pertumbuhan
tanaman daripada media yang pertama. Hal ini dibuktikan dengan jumlah daun
yang mengalami inisiasi dan berkalus lebih banyak dari media pertama. Sehingga
bisa ditarik hipotesis bahwa pada media yang kedua ini merupakan media yang
ideal dan optimum bagi pertumbuhan dari organ daun itu sendiri.
Hal ini bisa dikarenakan ZPT yang ada pada media kedua ini lebih dapat
diterima oleh eksplan daun yang ditanam disini. Dimana ZPT pada media kedua
dapat dengan mudah diserap dan dicerna oleh eksplan yang ditanam pada media
kedua ini. Sehingga daun disini mengalami banyaknya pertumbuhan daripada daun
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
70/79
69
yang ditanam di media pertama tadi. Dan menjadikan ZPT pada media kedua
merupakan ZPT yang optimal yang dapat diserap dengan cepat oleh tumbuhan dan
dapat membantu proses pertumbuhan dari tanaman itu sendiri.
Selain itu juga unsur kontaminasi juga tak lupa selalu ada pada setiap
praktikum yang kita lakukan. Mulai dari eksplan yang terkena serangan jamur
maupun dia terkena serangan bakteri. Hal ini semua bisa ditarik hipotesis,
kontaminasi ini disebabkan kurang terjaga sterilisasi pada saat melakukan
praktikum sendiri. Baik pelaku praktikan yang kurang menjaga kebersihannya
ataupun pada saat pelaksanaannya praktikan melakukan hal yang cerobih seperti
mengeluarkan tangan pada saat melakukan proses kultur di LAF atau mungkin saja
menjatuhkan bahan eksplan yang akan dipakai. Hal ini walau terlihat sepele tapi
sangat mempengaruhi proses dalam kita melakukan proses pengkulturan. Dimana
apabila sampai tanaman yang kita kulturkan tadi sampai terkontaminasi maka
dampaknya akan menghambat pertumbuhan dari tanaman tadi, bahkan bisa jadi
membuat tanaman tersebut malah mati.
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
71/79
70
BAB II
PENUTUP
2.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut
1.
Kultur organ yaitu kultur jaringan yang memakai organ dari suatu tanaman
khususnya itu daun.
2. Kultur organ daun sendiri berfungsi untuk menumbuhkan tanaman dari
bagian tanaman itu sendiri, semisal dari daun tanaman itu.
3. Tahapan yang biasa dilakukan dalam kultur organ meliputi pembuatan
media, inisiasi, sterilisasi, multiplikasi, pengakaran, dan aklimatisasi.
4. Fungsi penambahan ZPT dari kelompok auksin dan sitokinin dalam kultur
organ daun yaitu untuk merangsang pertumbuhan sel, pembentukan tunas
dan BAP berfungsi untuk merangsang tumbuhya tunas aksiler.
5.
Perlakuan NAA dan BAP merupakan media yang terbanyak mengalami
pertumbuhan tanaman daripada media yang pertama. Hal ini dibuktikan
dengan jumlah daun yang mengalami inisiasi dan berkalus lebih banyak dari
media pertama.
6.
Faktor yang menyebabkan eksplan mengalami kontaminasi baik itu oleh
bakteri maupun jamur yaitu praktikan dalam proses penanaman eksplan ke
dalam media kurang hati-hati sehingga mengakibatkan eksplan
terkontaminasi.
7. Eksplan yang terkontaminasi dapat menyebabkan pertumbuhan eksplan
menjadi terhambat bahkan dapat mengalami kematian.
2.2 Saran
Agar praktikan dapat mengerti dan mendapatkan data yang benar-benar
valid, maka berbagai fasilitas laboratorium harus lebih ditingkatkan.
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
72/79
71
DAFTAR PUSTAKA
Uswaganti, 2014. Manfaat kultur organ . PT. angkasa. Surabaya
Rahmadewi, 2010. Kultur organ daun tanaman. PT. Erlangga . Jakarta
Santoso, 2009. Pengaruh zat pengatur tumbuh dalam kultur in-vitro. Unibraw
press. Malang
Tatang, 2014. Kultur Organ daun tanaman hutan. Institut Pertanian Bogor. Bogor
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
73/79
72
AKLIMATISASI TANAMAN ANGGREK
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
74/79
73
BAB I
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.1 Data pengamatan
NO MEDIA AKAR
PAKIS
MEDIA MOS GAMBAR/FOTO
1. Akar Pakis 1
kelompok 2: 90%
2. Akar Pakis 2
kelompok 2: 50%
3. Akar Pakis 1
kelompok 1: 70%
4. Akar Pakis 2
kelompok 1:
100%
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
75/79
74
5. Akar Mos 1
kelompok 1: 40%
6. Akar Mos 2
kelompok 1: 90%
7. Akar Mos 1
kelompok 2: 90%
8. Akar Mos 2
kelompok 2: 90%
% Tanaman Hidup: ∑
X 100%
:
8 X100%= 87.5%
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
76/79
75
1.2 Pembahasan
Praktikum kali ini yaitu mengenali bagaimana proses aklimatisasi anggrek.
Aklimatisasi sendiri adalah proses pemindahan planlet dari botol-botol kultur
jaringan ke lahan dengan lingkungan yang terkendali, terutama terkendali akan
ketersediaan cahaya dan kelembaban. Dilakukannnya aklimatisasi ini yaitu untuk
mengenalkan tanaman pada lingkungan baru dan penyesuaian akan tanaman
terhadap lingkungan luar.
Untuk jenis anggrek yang digunakan pada penelitian kali ini yaitu D.Savin
White. Anggrek ini sendiri merupakan anggrek yang ditanam sebelumnya di dalam
planlet, kemudian kita aklimatisasikan. Untuk umur anggrek yang kitaaklimatisasikan sendiri, anggrek ini berumur 6 bulan. Dan untuk aklimatisasi
anggrek ini sendiri kita memakai media tanam yang berbeda-beda.
Media yang digunakan untuk untuk pengaklimatisasian ini sendiri
menggunakan media akar pakis beserta mos. Dengan penggunaan 2 media ini kita
mengecek media manakah yang paling cocok untuk media aklimatisasi dari
anggrek yang kita uji cobakan ini. Dan dari hasil yang didapat yaitu membuktikan
bahwa menunjukkan bahwa kedua media ini bisa dibilang cocok untuk aklimatisasi
tanaman anggrek.
Karena dalam tabel yang telah tersedia, rasio tumbuh mereka juga sama.
Hanya saja untuk pertumbuhan individu lebih bagus pada mos. Dimana anggrek
yang diaklimatisasikan pada media mos 3 dari 4 yang ditanam mengalami
pertumbuhan yang signifikan, dengan bagian yang tumbuh sekitar 90%. Hal ini
dapat dibandingkan dengan media akar pakis yang hanya 2 dari 4 yang ditanam
yang mengalami pertumbuhan signifikan. 2 dari tanaman lainnya pada media akar
pakis sendiri mengalami pertumbuhan dibawah 50%.
Hal ini bisa disebabkan karena pada media mos sendiri, media ini lebih
menyerap banyak air daripada media akar pakis. Sehingga dengan banyaknya
ketersediaan air dalam media, membuat anggrek sendiri bisa tumbuh berkembang
karena kebutuhan airnya sendiri tercukupi. Selain itu juga media moss sendiri
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
77/79
76
memiliki kandungan nitrogen dan sedikit fosfor yang berfungsi untuk merangsang
pertumbuhan tanaman dan mempercepat pertumbuhan dan pembungaan pada
tanaman anggrek. Dan hal ini lah yang membuat nilai tambah dari moss sendiri
karena 2 kandungan hara tadi dapat mempengarui pertumbuhan dari anggrek itu
sendiri.
Selain itu juga faktor penyebab kematian pada praktikum kali ini lebih banyak
disebabkan oleh daun dari anggrek yang terserang bakteri. Dikarenakan daun yang
terserang bakteri ini menyebabkan anggrek tak dapat tumbuh secara maksimal.
Serta dapat diasumsikan bahwa anggrek yang diaklimatisasikan kali ini masih
belum siap untuk dikeluarkan. Dimana kebanyakan anggrek yang kita
aklimatisasikan terkena serangan bakteri. Sehingga membuat anggrek sendiri
memiliki daya hidup yang rendah dan bisa saja anggrek tersebut mengalami
kematian.
Solusi yang bisa dilakukan pada praktikum kali ini yaitu dimana
dilakukannya perawatan secara berkala dan dapat menyemprotkan bakterisida ke
tanaman anggrek sesuai dengan dosis yang dianjurkan atau dapat menggunakan
pestisida nabati yang tentunya ramah lingkungan. Serta juga kita harus mengetahui
kesiapan dari planlet anggrek sendiri, apakah anggrek ini sudah siap untuk
diaklimatisasikan atau tidak. Karena apabila anggrek masih belum waktu
aklimatisasi, lalu kita paksa untuk aklimatisasi maka akan menimbulkan kematian
pada tanaman itu sendiri. Sehingga diharapkan kita bisa lebih mengetahui seluk
beluk dari tanaman yang akan kita aklimatisasi.
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
78/79
77
BAB II
PENUTUP
2.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut
1.
Media yang digunakan pada aklimatisasi tanaman anggrek adalah akar
pakis beserta moss
2. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan Aklimatisasi sendiri antara
lain ada cahaya, suhu, kelembapan serta ketersediaan air
3. Aklimatisasi sendiri berperan bagi penyesuaian anggrek pada
lingkungan sekitarnya, sehingga bisa dibilang aklimatisasi yaitu cara
pengenalan tanaman dari planlet ke lingkungan luar.
4. Terdapat solusi untuk mengatasi pencegahan anggrek mengalami
kematian dan terkena kontaminasi yaitu dengan perawatan secara
berkala dan penyemprotan tanaman anggrek menggunakan bakterisida
sesuai dosis pemakaian atau menggunakan pestisida nabati yang ramah
lingkungan.
5. Rasio tumbuh pada aklimatisasi tanaman anggrek terbesar yaitu
dengan menggunakan media moss dengan nilai 90%, karena media ini
lebih banyak menyerap air daripada media akar pakis dan memiliki
kandungan nitrogen dan fosfor yang berfungsi untuk merangsang
pertumbuhan tanaman dan mempercepat pertumbuhan dan
pembungaan pada tanaman anggrek
2.2 Saran
Kedepannya untuk fasilitas untuk aklimatisasi dapat ditingkatkan, karena
fasilitas yang sekarang begitu minum sehingga pengamatan tidak dapat
menghasilkan data yang valid.
-
8/16/2019 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN.pdf
79/79
DAFTAR PUSTAKA
Beni , 2007. Macam-macam media akimatisasi kultur jaringan. PT. Angkasa.
Bandung.
Fatimah, 2013. Media kultur jaringan . Unibraw Press. Malang
Herawan, 2006. Kultur jaringan tanaman anggrek . Bumi aksara. Jakarta
Rossa, 2011. Teknik kultur jaringan tanaman. UNS press. Surakarta
Trubus, 2005. Aklimatisasi tanaman kultur jaringan. Penebar swadaya. Jakarta
Untung, S. 2013. Aklimatisasi tanaman anggrek . UMM press. Malang