laporan kunjungan kerja komisi xi dpr ri kunker … · pemeringkatan kredit untuk usaha kecil dan...
TRANSCRIPT
LAPORAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI XI DPR RI
KUNKER SPESIFIK KE PROVINSI JAWA BARAT
15-16 OKTOBER 2015
I. PENDAHULUAN
Guna mendukung perkembangan ekonomi daerah yang berkesinambungan dan
menjaga kesejahteraan masyarakat, maka sangat penting untuk menjaga kestabilan
ekonomi di daerah. Komisi XI DPR RI menyadari bahwa sekarang perekonomian
nasional sedang mengalami pelambatan. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan
pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II 2015 hanya sebesar 4,67 persen atau
turun dari realisasi kuartal sebelumnya 4,72 persen. Hingga semester I, ekonomi
Indonesia hanya tumbuh 4,7 persen, turun dari periode yang sama tahun lalu sekitar
5,17 persen. Perlambatan ekonomi Indonesia terkait erat dengan lesunya ekonomi
global pada satu sisi dan rendahnya harga komoditas andalan Indonesia seperti
karet, sawit, mineral dan batubara di pasar internasional. Suatu hal yang juga
berkontribusi signifkan terhadap lesunya perekonomian nasional adalah
ketidakpastian kondisi pasar keuangan terkait dengan ketidakpastian kenaikan Fed
Fund Rate.
Sebagai informasi, penurunan ekspor dan impor menjadi penyebab utama
pertumbuhan ekonomi tak sanggup mencapai lebih dari 5 persen. Pelemahan terjadi
di impor barang modal dan impor bahan baku. Kita masih sedikit lega pertumbuhan
ekspor terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) masih positif meskipun sedikit
melemah. Oleh karenanya kita perlu langkah antisipatif terutama dari kalangan
perbankan, bagaimana menjaga dan menumbuhkan optimisme di kalangan dunia
usaha melalui kebijakan perbankan agar pelemahan ekonomi dapat ditahan. Komisi
XI DPR RI memahami bahwa kita harus membangun optimisme agar perekonomian
nasional bergeliat menuju ke arah yang lebih baik.
Sebagaimana kita ketahui, beberapa waktu yang lalu Komisi XI DPR RI telah
bersepakat menetapkan asumsi dasar makro ekonomi dan target pertumbuhan
sebagai berikut.
No. INDIKATOR EKONOMI MAKRO 2016
1. Pertumbuhan Ekonomi (%, YoY) 5,3
2. Inflasi (%, YoY) 4,7
3. Nilai Tukar Rupiah (IDR/USD) 13.900
4. Suku Bunga SPN 3 Bulan (%, YoY) 5,5
TARGET PEMBANGUNAN
5. Tingkat Pengangguran (%) 5,2 – 5,5
6. Tingkat Kemiskinan (%) 9,0 – 10,0
7. Gini Rasio (indeks) 0,39
8. IPM (indeks)* 70,10
Alasan utama kunjungan spesifik ke Jawa Barat adalah Jawa Barat merupakan
representasi perekonomian Indonesia, dimana sektor penggerak perekonomian yang
utama adalah sektor industri pertanian 5,72% (yoy) , perdagangan besar dan eceran,
dan reparasi mobil dan sepeda motor 3,93% (yoy), serta sektor transportasi, dan
pergudangan 10,37% (yoy). Perekonomian Jawa Barat mengalami peningkatan pada
triwulan II 2015 jika dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi
Jawa Barat tercatat pada level 4,88% (yoy) sedikit meningkat jika dibandingkan
trimester I 2015 sebesar 4,86% (yoy).
Trend perlambatan sektor industri pengolahan yang merupakan sektor dengan
kontribusi terbesar terhadap ekonomi Jawa Barat masih berlanjut pada triwulan II
2015 sebesar 3,12% (yoy) sehingga menahan peningkatan pertumbuhan ekonomi
Jawa Barat. Disisi lain, konsumsi rumah tangga dan ekspor produk manufaktur di
tengah pemulihan ekonomi beberapa negara tujuan ekspor utama yang terpantau
melambat menjadi salah satu faktor utama perlambatan kinerja perekonomian Jawa
Barat. Perlambatan ekonomi pada sektor industri pengolahan yang merupakan
sektor dengan kontribusi terbesar di Jawa Barat dengan pelemahan ekspor dan
belum pulihnya ekonomi domestik masih berlanjut pada triwulan II 2015 sehingga
menahan peningkatan pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat.
Dalam kesempatan Kunjungan Kerja Spesifik ke Provinsi Jawa Barat, Komisi XI
DPR RI ingin mendapatkan data dan informasi terkini guna mengetahui gambaran
yang lebih jelas pengawasan terhadap dampak perlambatan pertumbuhan ekonomi
di Provinsi Jawa Barat. Kami juga ingin mendapatkan informasi dan gambaran terkait
pelaksanaan tugas dari Pemda Provinsi Jawa Barat, Bank Indonesia, Otoritas Jasa
Keuangan, dan Badan Pusat Statistik serta permasalahan-permasalahan yang
dihadapi dalam rangka pengawasan terhadap dampak perlambatan pertumbuhan
ekonomi di Provinsi Jawa Barat.
Susunan keanggotaan Tim Kunjungan Kerja Komisi XI DPR RI ke Provinsi Jawa Barat
adalah sebagai berikut :
No. Nama Anggota No. Angg Fraksi Keterangan
1. H. Gus Irawan Pasaribu., SE., Ak., MM 327 F.P Gerindra
Ketua Tim
Wakil Ketua Komisi
XI
2. Ir. Marwan Cik Asan, MM 410 F.P.
Demokrat
Wakil Ketua Komisi
XI
3. I.G.A. Rai Wirajaya, SE., MM 211 F. PDIP Anggota
4. Maruarar Sirait, S. IP. 164 F. PDIP Anggota
5. H. Andi Achmad Dara, SE. 295 F.P Golkar Anggota
6. Edison Betaubun, SH., MH. 320 F.P Golkar Anggota
7. Ir. Sumail Abdullah 366 F.P Gerindra Anggota
8. Haerul Saleh, SH 392 F.P Gerindra Anggota
9. H. Amin Santono, S, Sos 421
F.P
Demokrat
Anggota
10. Ahmad Najib Qudratullah, SE. 471 F. PAN Anggota
11. Bertu Merlas 41 F. PKB Anggota
12. H. Ecky Awal Mucharam 100 F. PKS Anggota
13. H. Donny Ahmad Munir, ST., MM 519 F. PPP Anggota
14. Donny Imam Priambodo, ST., MM 15 F.P Nasdem Anggota
15. Ir. Nurdin Tampubolon 545 F.P Hanura Anggota
II. INFORMASI DAN PERMASALAHAN
A. PEMDA PROVINSI JAWA BARAT
Pada kunjungan kerja ini, Pemda Jawa Barat diwakili oleh Deddy Mizwar selaku
Wakil Gubernur Jawa Barat dan memaparkan tentang situasi perekonomian terkini,
kebijakan pembangunan pemda Jabar, strategi utama dan kendala kendala yang
dihadapi sebagai berikut ;
Penekanan Kebijakan Pembanguanan Jawa Barat 2015 meliputi:
- Peningkatan kualitas sarana, prasarana dan pendidik
- Pemerataan pelayanan pendidikan, peningkatan pelayanan kesehatan,
peningkatan daya saing tenaga kerja dan industri
- Peningkatan akses untuk pertumbuhan ekonomi daerah,
- Peningkatan kualitas dan kuantitas infrastruktur wilayah
- Pengendalian keseimbangan daya dukung lingkungan dan peningkatan
mitigasi bencana
- Penyelenggaraan tata kelola yg baik (good governance)
Strategi utama yang akan, sedang dan telah dijalankan dalam meningkatan
laju ekonomi Jabar adalah sebagai berikut :
- Pengembangan pusat2 pertumbuhan ekonomi baru,
- Mendorong partisipasi dunia usaha dalam membangun infrastruktur,
percepatan pengambilan proses keputusan Pemerintah,
- Mendorong peningkatan daya saing daerah
- Meningkatkan integrasi pasar domestik, melalui pengembangan pasar
rakyat di setiap kecamatan/ kabupaten kota dengan sistim pelayanan dan
koordinator terpadu satu pintu.
Peningkatan investasi di Jabar relatif cukup tinggi, namun belum memiliki
dampak terhadap peningkatan usaha ekonomi lokal dan kesempatan kerja.
Hal ini disebabkan adanya kendala kendala dalam upaya peningkatan
investasi di Jawa Barat berupa :
- Belum efisien dan efektifnya birokrasi
- Belum adanya kepastian hukum dan kepastian berusaha serta jaminan
keamanan perusahaan dalam bidang penanaman modal
- Masih rendahnya infrastruktur
- Belum optimalnya komunikasi antara Pemerintah dengan dunia usaha
dalam mengidentifikasikan berbagai permasalah dan hambatan yang
dihadapi
- Perusahaan PMA maupun PMDN ditandai dengan munculnya aspirasi
buruh dengan menggelar aksi / demo buruh.
- Regulasi yang berkaitan dengan proyek-proyek investasi yang memerlukan
kerjasama proyek Pemerintah dan swasta/KPS belum optimal
mengakselerasi pembangunan infrastruktur Jawa Barat.
Tahun 2015 adalah merupakan tahun tahapan ke 2 dari program jangka
menengah 2013 - 2018. Karena ini Prioritas rangkaian program pembangunan
tahun 2015 di Provinsi Jawa Barat adalah :
1. Perlu mendorong laju pertumbuhan ekonomi di kabupaten kota yang relatif
rendah dengan memacu sektor unggulan masing-masing kabupaten kota
tersebut.
2. Pengendalian jumlah penduduk, penyediaan lapangan kerja dan turunnya
angka kemiskinan, serta peningkatan daya beli.
3. Regulasi perijinan yg pro-bisnis, perijinan yang kondusif mengenai
permasalahan laju mengenai investasi dan daya saing produk.
4. Peningkatan penerapan inovasi untuk peningkatan daya saing daerah
ekonomi dan ekonomi kreatif.
5. Peningkatan produk pangan melalui perbaikan sistem, intensifikasi, proteksi,
pengolahan hasil, fasilitas sarana prosukdi, perbaikan infrastruktur pertanian
6. Peningkatan eksplorasi dan peningkatan sumber daya energi alternatif.
7. Peningkatan peran swasta yang salah satunya adalah CSR, peningkatan
sinergitas pembangunan.
8. Peningkatan daya saing kerja Jawa Barat dalam rangka diberlakukannya
ASEAN Economy Community yang akan berlaku pada tahun 2015.
Catatan Khusus
Pada saat ini Pemda Jabar memiliki kendala khusus terkait pengunaan dan hibah dan
bansos sebagaimana diamanahkan dalam UU No, 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, sehingga tidak dapat mengatasi masalah antara lain :
- Rumah tidak layak huni (rutilaku) sebanyak 38.000 rumah. Apabila ini tidak
dapat diatasi segera, costnya akan lebih mahal
- Bantuan Traktor buat para petani
- Perbaikan Posyandu yang berjumlah 55.000 unit.
Dalam pasal 298 ayat 5, dinyatakan bahwa penerima hibah harus berbadan hukum
B. BANK INDONESIA
1. Respon perbankan di Provinsi Jawa Barat dalam menurunkan suku bunga
pinjaman/kredit perbankan seiring dengan kondisi perekonomian yang melemah
terhadap suku bunga kredit, termasuk kepada UMKM, tergantung kepada hal-hal
sebagai berikut:
Biaya dana (cost of fund) yaitu bunga yang dikeluarkan oleh bank untuk
memperoleh dana simpanan pihak ketiga dalam bentuk giro, tabungan, dan
deposito. Semakin besar biaya dana yang diberikan bank kepada masyarakat
dalam rangka mendapatkan likuiditas maka akan berimplikasi pada semakin
besar suku bunga kredit yang ditetapkan oleh bank.
Biaya operasional (overhead cost) merupakan biaya yang dikeluarkan oleh
bank untuk beroperasi yang terdiri dari gaji pegawai, biaya administrasi,
biaya pemeliharaan, dan lain sebagainya.
Cadangan risiko kredit macet yang merupakan biaya untuk mengcover risiko
kredit macet.
Pajak
Margin/laba yang ditargetkan oleh perbankan.
Kondisi makroekonomi seperti inflasi serta premi risiko yang ditanggung
oleh bank.
Terkait dengan UMKM, selama ini suku bunga kredit UMKM relatif lebih tinggi
dibandingkan kredit umum hal ini dikarenakan bank mengeluarkan alokasi biaya
yang lebih besar dalam mengelola kredit UMKM terutama terkait dengan SDM dan
premi risiko yang ditanggung. Tercatat pada Agustus 2015, posisi suku bunga
kredit UMKM di provinsi Jawa Barat sebesar 15,0% lebih tinggi dibandingkan
dengan suku bunga kredit umum sebesar 11,8%. Untuk penyaluran kredit UMKM
pada periode tersebut mencapai Rp97,6 triliun atau mencapai 19% dari total
kredit umum di Jawa Barat sebesar Rp514,1 triliun. Meski demikian, tingkat
pertumbuhan kredit UMKM cenderung melambat dikarenakan meningkatnya
risiko kredit macet (NPL) yang mencapai 5,86% atau di atas level yang ditetapkan
yaitu sebesar 5% dan di atas NPL kredit umum sebesar 2,96%.
Dalam usaha untuk meningkatkan akses UMKM terhadap pembiayaan perbankan
(bankable), Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat melakukan berbagai upaya antara
lain:
a. Pengembangan klaster-klaster komoditas unggulan binaan sehingga dapat
di-link-kan dengan perbankan (akses ke bank).
b. Melakukan kajian untuk mengidentifikasi komoditas unggulan dan potensi
daerah sehingga dapat menjadi salah satu referensi atau masukan bagi
pihak perbankan dalam rangka meningkatkan dan memperluas penyaluran
kredit kepada UMKM.
c. Membentuk dan melatih wirausaha baru yang bankable.
Selain hal tersebut diatas, Pemerintah juga terus berupaya untuk memberdayakan
UMKM agar bankable, antara lain dengan mengeluarkan skim KUR baru yang
sumber dananya dari Pemerintah dengan suku bunga tahunan yang hanya sebesar
12% dari sebelumnya sebesar 22%. Sementara itu, apabila menggunakan sumber
dana dari perbankan suku bunga kredit UMKM mencapai 14,53%.
2. Bank Indonesia menempuh berbagai langkah dalam rangka mendorong
perbankan, memberikan perhatian yang lebih besar kepada pengusaha kecil dan
mikro serta mendorong penurunan suku bunga pinjaman/kredit, dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a) Mengeluarkan PBI No.17/11/PBI/2015 tanggal 25 Juni 2015 tentang
Perubahan Atas PBI No.15/15/PBI/2013 tentang Giro Wajib Minimum Bank
Umum dalam Rupiah dan Valas Bagi Bank Umum Konvensional.
Bagi perbankan yang dapat memenuhi ketentuan ini maka diberikan insentif
berupa pelonggaran batas atas loan to financing ratio (LFR) hingga 94% bagi
bank yang sudah memenuhi pencapaian tertentu kredit UMKM dengan
kualitas kredit yang baik. Pelonggaran batas atas tersebut berlaku sejak 1
Agustus 2015 dan dapat diberikan selama bank tersebut memenuhi kriteria
tertentu, antara lain :
Bank dapat memenuhi rasio kredit UMKM lebih cepat dari target waktu
tahapan pencapaian rasio kredit UMKM, yang telah ditetapkan dalam
PBI No.14/22/PBI/2012.
Rasio NPL total kredit bank secara bruto kurang dari 5% dan rasio NPL
kredit UMKM bank secara bruto kurang dari 5%. Sementara bagi bank
yang belum memenuhi pencapaian tertentu kredit UMKM dimaksud,
akan dikenakan penyesuaian jasa giro.
b. Mengeluarkan PBI No.14/22/PBI/2012 tanggal 21 Desember 2012 tentang
Pemberian Kredit atau Pembiayaan dan Bantuan Teknis dalam Rangka
Pengembangan UMKM, dengan mengatur pemenuhan minimum rasio kredit
UMKM secara bertahap hingga minimal 20% paling lambat tahun 2018.
c. Memberikan insentif dalam bentuk pelatihan kepada pejabat kredit/account
officer (AO), pelatihan untuk Usaha Mikro dan Kecil (UMK), Fasilitasi
pemeringkatan kredit untuk Usaha Kecil dan Menengah (UKM), dan publikasi
serta pemberian penghargaan atas keberhasilan perbankan.
d. Bersama-sama dengan pemerintah, berupaya mengelola laju inflasi yang stabil
pada tingkat yang rendah, agar suku bunga dana dan kredit perbankan juga
dapat didorong turun.
3. Strategi yang dilakukan Bank Indonesia untuk menguatkan keyakinan pelaku usaha
perbankan terhadap Rupiah dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
Risiko global yg meningkat dipicu devaluasi Yuan awal Agustus 2015 semakin
menurunkan kinerja perekonomian Indonesia. Aliran modal keluar di pasar
keuangan domestik menekan nilai tukar rupiah. Rupiah semakin melemah karena
kebutuhan pembayaran bunga dan pokok utang LN korporasi yg meningkat sejak Q3-
2013 cukup besar, sedangkan supply valas terbatas akibat ekspor yg menurun dan
perilaku korporasi yg lebih menahan valasnya. Permintaan valas individu juga naik
dipicu kenaikan ekspektasi depresiasi. Namun, beberapa indikator menunjukkan
pertumbuhan ekonomi membaik pada Q3-2015 dibandingkan capaian Q2-105,
meskipun tidak sekuat proyeksi 5,05% (yoy). Selain itu, inflasi Agustus 2015,
meskipun masih di atas pola historis pasca Lebaran yang masih terkendali sebesar
0,39% (7,18% yoy).
Secara keseluruhan dalam jangka pendek tekanan pada Agustus 2015 belum
mengakibatkan prospek perbaikan ekonomi Indonesia 2015 lebih rendah dari
proyeksi akhir 2015. Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat 2015 diperkirakan sekitar
4,8-5,2%. Sedangkan untuk inflasi Jawa Barat 2015 diperkirakan masih sesuai
dengan proyeksi yaitu sebesar 3,5-4% sehingga masih berada di kisaran sasaran
nasional sebesar 4±1%. Defisit transaksi berjalan diperkirakan juga tidak jauh
berbeda dari proyeksi defisit sekitar 2% dari PDB.
Untuk kedepannya, beberapa risiko yang berasal dari global maupun domestik
masih mengemuka. Risiko global terkait dengan ketidakpastian kenaikan Fed Fund
Rate (FFR), devaluasi Yuan, serta penurunan pertumbuhan ekonomi dan harga
komoditas global perlu terus diwaspadai karena dapat memberikan tekanan pada
NPI, nilai tukar, PDB, serta inflasi. Selanjutnya, risiko tekanan nilai tukar yg lebih kuat
dan ketidakcukupan impor merespons dampak El-Nino dapat pula semakin
meningkatkan tekanan inflasi yang tentu akan mempengaruhi perekonomian Jawa
Barat.
Untuk mengurangi risiko akibat naiknya volatilitas nilai tukar Rupiah dan
menjaga kecukupan Supply valas di Pasar “Bank Indonesia secara konsisten hadir di
pasar”. Selain itu, Bank Indonesia mengeluarkan paket kebijakan stabilisasi nilai
tukar Rupiah pada tanggal 30 September 2015 sebagai kelanjutan paket kebijakan
pada tanggal 9 September 2015. Paket kebijakan lanjutan tersebut difokuskan pada 3
pilar kebijakan yaitu:
a. Menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah,
b. Memperkuat pengelolaan likuiditas Rupiah,
c. Memperkuat pengelolaan penawaran dan permintaan valuta asing (valas).
Secara lebih detail Kebijakan Bank Indonesia tersebut, bersama-sama dengan
Kebijakan Pemerintah melalui paket kebijakan September jilid II ini diharapkan
dapat memperkuat stabilitas makroekonomi dan struktur perekonomian Indonesia,
termasuk sektor keuangan sehingga semakin berdaya tahan.
a. Menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah
Kehadiran Bank Indonesia di pasar valas domestik dalam melakukan stabilisasi
nilai tukar Rupiah diperkuat dengan intervensi di pasar forward. Di samping
melakukan intervensi di pasar spot, Bank Indonesia juga akan melakukan
MEMELIHARA STABILITAS
MAKROEKONOMI
Mencapai Sasaran Inflasi Menjaga Stabilitas Nilai Tukar
Menjaga Stance Penguatan Transmisi Mengelola Ekspektasi Depresiasi
Stance Tetap Tight Bias
Pengetatan
Likuiditas Rp Pengelolaan S/D Valas StabilitasI Nilai Tukar
Konsisten
dengan
pencapaian
target
Strategi OPT
melalui
pengelolaan
likuiditas dan
pricing
Mendorong transaksi
forward jual
Insentif bagi DHE:
Stay and Convert
Stabilisasi Rp
sejalan
fundamental
Intervensi forward
Supervisory action
Koordinasi Kebijakan : * Implementasi Paket Kebijakan * TPI/TPID
Komunikasi Kebijakan
intervensi di pasar forward guna menyeimbangkan penawaran dan permintaan
di pasar forward. Upaya menjaga keseimbangan pasar forward semakin penting
dalam mengurangi tekanan di pasar spot.
b. Memperkuat pengelolaan likuiditas Rupiah
Pengendalian likuiditas Rupiah diperkuat dengan menerbitkan Sertifikat
Deposito Bank Indonesia (SDBI) 3 bulan dan Reverse Repo SBN dengan tenor 2
minggu. Penerbitan instrumen operasi pasar terbuka (OPT) tersebut
dimaksudkan untuk mendorong penyerapan likuiditas sehingga bergeser ke
instrumen yang bertenor lebih panjang. Pergeseran likuiditas ke tenor yang lebih
panjang diharapkan dapat mengurangi risiko penggunaan likuiditas Rupiah yang
berlebihan pada kegiatan yang dapat meningkatkan tekanan terhadap nilai tukar
Rupiah.
c. Memperkuat pengelolaan penawaran dan permintaan valuta asing (valas)
Pengelolaan penawaran dan permintaan terhadap valas diperkuat dengan
berbagai kebijakan. Hal ini dilakukan dengan tujuan meningkatkan penawaran
dan mengendalikan permintaan terhadap valas.
- Pertama, penguatan kebijakan untuk mengelola supply & demand valas di
pasar forward. Kebijakan ini bertujuan mendorong transaksi forward jual
valas/ Rupiah dan memperjelas underlying forward beli valas/ Rupiah. Hal
ini dilakukan dengan meningkatkan threshold forward jual yang wajib
menggunakan underlying dari semula 1 juta dolar AS menjadi 5 juta dolar AS
per transaksi per nasabah dan memperluas cakupan underlying khusus
untuk forward jual, termasuk deposito valas di dalam negeri dan luar negeri.
- Kedua, penerbitan Surat Berharga Bank Indonesia (SBBI) Valas. Penerbitan
tersebut akan mendukung pendalaman pasar keuangan, khususnya pasar
valas.
- Ketiga, penurunan holding period SBI dari 1 bulan menjadi 1 minggu untuk
menarik aliran masuk modal asing.
- Keempat, pemberian insentif pengurangan pajak bunga deposito kepada
eksportir yang menyimpan Devisa Hasil Ekspor (DHE) di perbankan
Indonesia atau mengkonversinya ke dalam rupiah, sebagaimana yang telah
disampaikan oleh Pemerintah. Kebijakan ini diharapkan dapat mendorong
DHE untuk menetap lebih lama di dalam negeri.
- Kelima, mendorong transparansi dan meningkatkan ketersediaan informasi
atas penggunaan devisa dengan memperkuat laporan lalu lintas devisa
(LLD). Dalam hal ini, pelaku LLD wajib melaporkan penggunaan devisanya
dengan melengkapi dokumen pendukung untuk transaksi dengan nilai
tertentu. Ketentuan ini sejalan dengan UU No.24 tahun 1999 tentang Lalu
Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar dimana Bank Indonesia berwenang
meminta keterangan dan data terkait lalu lintas devisa kepada penduduk.
4. Kebijakan moneter dan makroprudensial merupakan kebijakan makro yang
dilakukan oleh Kantor Pusat Bank Indonesia. Dalam konteks Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Jawa Barat, yang dilakukan adalah mendukung pelaksanaan dan
pengawasan serta pengumpulan data serta informasi melalui berbagai kegiatan
sebagai berikut:
A. Pelaksanaan kebijakan dan pengawasan (surveillance)
a. Kebijakan Moneter dan Makroprudensial
- Melakukan edukasi dan sosialisasi rutin kepada para eksportir agar
menempatkan DHE di perbankan domestik. Dalam konteks ini Bank Indonesia
menyambut baik rencana Pemerintah yang akan mengeluarkan kebijakan
repatriasi DHE (tidak dalam konteks kontrol devisa) karena mendorong
peningkatan supply valas domestik.
- Melakukan edukasi dan sosialisasi kepada pelaku usaha dan masyarakat
terhadap implementasi PBI No.17/3/PBI/2015 yang mengatur mengenai
kewajiban penggunaan mata uang Rupiah dalam transaksi di dalam negeri.
- Menghimbau kepada perbankan untuk melaksanakan ketentuan PBI
No.17/14/PBI/2015 mengenai batas pembelian valas oleh nasabah maksimal
USD25.000.
- Memberikan edukasi dan sosialisasi PBI No. 16/22/PBI/2014 tanggal 31
Desember 2014 yang mengatur tentang Kegiatan Penerapan Prinsip Kehati-
hatian (KPPK) dalam pengelolaan Utang Luar Negeri (ULN) dari Korporasi
Non-Bank yang bertujuan untuk mendorong korporasi non-bank dalam
melakukan mitigasi risiko nilai tukar, risiko likuditas, dan risiko utang yang
berlebihan (overleverage) terhadap utang luar negeri yang dimiliki.
b. Kebijakan pengembangan ekonomi daerah
- Bersama-sama Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan stakeholder lainnya
membentuk Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Jawa Barat
sebagaimana dikukuhkan oleh SK Gubernur No.580/Kep.360-Sarek/2008.
Saat ini TPID telah mencakup seluruh 27 kota/kabupaten sehingga
memudahkan untuk berkoordinasi lintas wilayah dalam rangka pengendalian
inflasi secara lebih efisien dan efektif. Selain kegiatan rutin berupa rakor dan
capacity building, beberapa kegiatan strategis TPID Jabar yaitu sebagai
berikut :
Revitalisasi Sistem Resi Gudang (SRG) melalui pembentukan task force
yang terdiri dari BI, Bappebti, Disperindag, dan PT Pos Indonesia;
Revitalisasi Sistem Informasi Pangan Strategis (Priangan) berupa
running text informasi harga komoditas pangan dan website Priangan
yang terintegrasi dengan data Disperindag;
Penyusunan milestone Kerjasama Antar Daerah.
- Membentuk Forum Koordinasi antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat,
Pemerintah Kota/Kab di Jawa Barat, Bank Indonesia, dan Kadin sebagaimana
dikukuhkan melalui Peraturan Gubernur Jawa Barat No.76 tahun 2014 dan SK
Gubernur No.503/Kep.1589-Perek/2014 yang bertujuan untuk
mensinergikan sumber daya dan kebijakan perekonomian di Jawa Barat
dalam rangka meningkatkan daya saing dan pertumbuhan ekonomi sehingga
mampu menghadapi persaingan global dan mewujudkan kemakmuran. Untuk
mewujudkan hal ini maka dibentuk WJI (West Java Incorporated) untuk
mendorong i) investasi; ii) industri, perdagangan, pariwisata; dan iii)
keuangan dan pembiayaan sebagaimana tercakup dalam website
www.westjavainc.org. Sejak dilaunching pada 12 November 2014 hingga 19
Agustus 2015, telah diakses oleh 101.309 pengunjung serta bekerja sama
dengan AWEX (Wallonia Export-Investment Agency) Belgia untuk
meningkatkan awareness international dan mendorong peningkatan akses
pasar bagi pelaku usaha (UMKM) di Jawa Barat.
- Mengembangkan perekonomian Islam terutama di Jawa Barat melalui forum
Center for Islamic Economic Studies (CIES) yang terdiri dari Bank Indonesia
Provinsi Jawa Barat, OJK Regional II, Asosiasi Bank Syariah Indonesia
(Asbisindo), Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Forum Komunikasi Dewan
Pengawas Syariah (FKDPS) serta Forum Mahasiswa Silaturahmi Studi
Ekonomi Islam (Fossei). Salah satu program kerja di 2015 adalah menginisiasi
program Pendampingan UMKM Syariah oleh Praktisi dan Akademisi (PUSPA)
yang melibatkan 2 kampus di Bandung sebagai pilot project dengan tujuan
untuk:
Internalisasi pemahaman mengenai karakteristik UMKM syariah dan
etika bisnis
Bimbingan dalam hal manajemen pemasaran, memperbaiki teknik
produksi, penatausahaan bisnis UMKM melalui pembukuan, SOP,
business plan, dan perancangan strategi bisnis.
Memperkenalkan dan memberikan pemahaman mengenai produk dan
jasa pembiayaan syariah untuk pengembangan UMKM.
- Mengembangkan kewirausahaan di Jawa Barat melalui program Wirausaha
Bank Indonesia (WUBI) melalui kegiatan pelatihan strategi akses pemodalan
untuk mengembangkan bisnis yang melibatkan perbankan, pelatihan
mengelola uang dan pajak, pelatihan pencatatan dan laporan keuangan
berbasis buku kas, serta WUBI Fest yang merupakan puncak eksibisi UMKM
binaan BI dan pemprov di Jawa Barat pada bulan September 2015 lalu.
- Mengembangkan ketahanan pangan dan peningkatan perekonomian daerah
melalui kegiatan urban farming, screen house dan instalasi hidroponik serta
kegiatan klaster komoditas unggulan UMKM di Jawa Barat seperti klaster alas
kaki Cibaduyut (sejak 2012), klaster sayuran Pangalengan (2014), klaster sapi
potong Purabaya (2015), pelatihan budidaya lele dan bebek, klaster sapi
potong Cikelet Garut (2015), dan juga klaster sayuran Lembang.
- Menyelaraskan program-program yang sudah diinisiasi tersebut yaitu WUBI,
PUSPA, Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT), UMKM, dan Keuangan Inklusif
serta Lembaga Keuangan Digital (LKD) agar mempunyai dampak yang lebih
besar terhadap perekonomian Jabar melalui mekanisme:
Program PUSPA akan mendorong keuangan inklusif melalui
peningkatan dan perluasan akses pelaku UMKM kepada Perbankan
Syariah atau Lembaga Amil Zakat (LAZ) sehingga mengurangi
ketergantungan pelaku UMKM terhadap “hawala system”.
Program PUSPA dengan melibatkan Pesantren akan mendorong
pengembangan kemandirian ekonomi pesantren dan masyarakat
pelaku UMKM di sekitar lingkungan pesantren sekaligus
mempromosikan GNNT.
Program PUSPA kedepannya akan direplikasi di daerah remote melalui
model kemitraan dengan pesantren dan lembaga keuangan mikro
syariah yang berada di daerah remote tersebut sekaligus untuk
mendorong perluasan keuangan inklusif dan GNNT.
B. Pengumpulan data dan informasi
- Melaksanakan kegiatan in-depth interview melalui liaison dengan pelaku
usaha, terutama di sektor industri manufaktur seperti otomotif, elektronika,
tekstil/garmen, alas kaki, dll (baik importir maupun eksportir); perdagangan
hotel dan restauran (PHR); serta pertanian di Provinsi Jawa Barat.
- Menyelenggarakan survei untuk memotret kondisi perekonomian baik dari
sisi konsumen, pedagang eceran, maupun produsen melalui Survei Konsumen,
Survei Penjualan Eceran, Survei Kegiatan Dunia Usaha, Survei Properti, Survei
Neraca Rumah Tangga, Survei Neraca Perusahaan, dll.
- Melakukan Focus Group Discussion (FGD) dengan para policy maker di
Pemerintah Provinsi, Kota/Kab, pelaku usaha, asosiasi, akademisi, dan
sebagainya.
5. Masukan dan saran dari Bank Indonesia Wilayah Provinsi Jawa Barat terkait
dengan pergantian tentang RUU Bank Indonesia, RUU Perbankan, dan RUU JPSK.
Bank Indonesia Wilayah Provinsi Jawa Barat menyarankan agar dalam ketiga UU
tersebut diatur secara jelas fungsi, peran dan tugas dari masing-masing
instansi/lembaga terkait :
a) RUU Bank Indonesia
- UU Bank Indonesia saat ini belum memberikan payung hukum bagi mandat
tugas Bank Indonesia sebagai otoritas makroprudensial. Saat ini, mandat
tersebut baru sebatas diatur dalam penjelasan pasal 7 UU OJK. Kewenangan
Bank Indonesia di bidang makroprudensial lebih tepat diatur dalam UU
organik yakni Undang-Undang Bank Indonesia.
- Amandemen terhadap UU BI perlu menegaskan peran BI dalam menjaga
ketahanan sistem keuangan untuk mendukung stabilitas perekonomian.
- Amandemen UU BI diharapkan dapat mengoptimalkan peran Bank Indonesia
melalui penguatan antara lain:
Tujuan dan Tugas Bank Indonesia, khususnya di bidang stabilitas sistem
keuangan termasuk makroprudensial;
Akses terhadap data dan informasi
Peran Bank Indonesia dalam sektor riil dan UMKM;
b) RUU JPSK
- Fokus penanganan permasalahan institusi keuangan hanya terhadap lembaga
jasa keuangan Bank yang dikategorikan berdampak sistemik.
- Penetapan daftar Bank SIB harus dilakukan di depan (secara pre-determined)
dan dalam kondisi SSK Normal dalam rangka meminimalisir moral hazard.
- Karena dinilai memiliki dampak sistemik, maka Bank SIB harus memiliki
kemampuan menyelesaikan permasalahannya secara mandiri, melalui:
penguatan permodalan
adanya rencana pemulihan dan penyehatan (secara international best-
practices dikenal dengan Recovery and Resolution Plan (RRP), termasuk
mekanisme bail-in).
- Fungsi LoLR dijalankan Bank Indonesia dengan beberapa prinsip utama,
yaitu:
Penyediaan likuiditas hanya diberikan kepada Bank yang mengalami
kesulitan likuiditas sementara namun masih memenuhi ketentuan
solvabilitas (illiquid but solvent) serta memiliki kecukupan agunan yang
berkualitas tinggi.
Pemberian penyediaan likuiditas harus memperhatikan tingkat kesehatan
neraca BI, sehingga fungsi LoLR merupakan kewenangan diskresioner BI.
- Sebagai LoLR, BI hendaknya diberikan kewenangan men-surveilance
perbankan yang memiliki potensi dampak sistemik serta diberikan hak
melakukan pemeriksaan khusus sebelum memberikan dana talangan.
Disamping itu, OJK selaku pengawas harus memberikan rekomendasi
kepada BI untuk dapat memberikan dana talangan.
c) RUU PERBANKAN
- OJK dan BI dapat melakukan pemeriksaan terhadap Bank baik secara
berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan.
- Selain kepada Bank, pemeriksaan oleh BI dapat dapat dilakukan terhadap
perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terafiliasi dan pihak lain yang
mempunyai hubungan kepemilikan, hubungan kepengurusan, dan/atau
hubungan keuangan dengan Bank.
- Dalam RUU Perbankan, perlu mengatur kewajiban bank (SIB) dalam hal
mengalami kesulitan keuangan (antara lain penyusunan rencana
pemulihan).
- Sejalan dengan RUU BI, perlindungan nasabah di bidang SP tetap diatur dan
diawasi oleh BI, sedangkan perlindungan nasabah terkait market conduct
tetap dilakukan oleh OJK.
- OJK atau BI mengatur lebih lanjut mengenai tata cara perlindungan nasabah
sesuai dengan tugas dan kewenangan masing-masing.
C. OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)
1. Kinerja Sektor Jasa keuangan dan Sektor Jasa Keuangan Syariah di Wilayah
Jawa Barat selama 3 Tahun terakhir dilihat dari perkembangan usaha yang
berupa pencapaian total asset, perkembangan kredit, dana pihak ketiga,
kredit bermasalah, dan lain-lain adalah sebagai berikut:
Total aset perbankan Jawa Barat posisi Triwulan III 2015 sebesar Rp499,85 T
dengan pangsa terbesar dari Bank Konvensional, yaitu sebesar Rp465,30T atau
93.09%, sedangkan Bank Syariah sebesar Rp34,56 T atau 6.91%.
Pertumbuhan aset perbankan Jawa Barat selama 4 tahun terakhir mengalami
pertumbuhan rata-rata sebesar 11,79% dengan pertumbuhan tertinggi terjadi
pada tahun 2012-2013 sebesar 13,34%.
Pertumbuhan dana pihak ketiga perbankan Jawa Barat selama 4 tahun terakhir
sebesar 10,81% dengan pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2012-2013,
sedikit lebih tinggi dibandingkan rata-rata pertumbuhan nasional yaitu sebesar
9,31%.
2012 2013 20142015TWIII
Total Aset Jabar 357,85 405,60 454,16 499,85
% Pertumbuhan Nasional 13,79% 13,96% 3,52%
% Pertumbuhan Jabar 13,34% 11,97% 10,06%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
16%
200
250
300
350
400
450
500
550
dlm
tri
liun
ru
pia
h
Pertumbuhan Aset 2012 - 2015
Kinerja Perbankan: Dana Pihak Ketiga
Dana Pihak Ketiga Jawa Barat :
- Posisi Tiwulan III 2015 sebesar
Rp356,66 T atau 8,49% dari jumlah
DPK nasional sebesar Rp4.198,58 T.
- Pangsa terbesar dari Bank
Konvensional sebesar Rp332,27 T
atau 93.16% dan Bank Syariah
sebesar Rp24,39 T atau 6.84%.
Dana Pihak Ketiga Perbankan Jawa
Barat Berdasarkan Jenis:
- Deposito sebesar Rp 154,54 T atau
43.33%
- Tabungan sebesar RP 139,32 T atau
39.06%
- Giro sebesar Rp 62,81 T atau 17.61%
2012 2013 2014 2015 TWIII
Total Dana Pihak KetigaJawa Barat
262,43 300,67 332,47 356,66
% Pertumbuhan Jabar 14,57% 10,58% 7,28%
% Pertumbuhan Nasional 13,60% 12,29% 2,05%
0%2%4%6%8%10%12%14%16%
200220240260280300320340360380
dlm
tri
liun
ru
pia
h
Pertumbuhan DPK 2012 - 2015
Kinerja Perbankan: Kredit
Total penyaluran kredit di Jawa Barat sampai dengan TW III 2015 sebesar Rp
321 T atau 8.11% dari Nasional.
Kinerja Perbankan: NPL Kredit
2. Pelaksanaan kredit terhadap UMKM di Provinsi Jawa Barat baik perbankan
syariah maupun perbankan konvensional sejak 2013 hingga sekarang serta
tingkat suku bunga KUR terhadap kredit UMKM sejak 2013 hingga sekarang
adalah sebagai berikut dibawah ini :
Perkembangan Kredit UMKM
2012 2013 20142015TWIII
Kredit Sektor UMKMJawa Barat
61,08 69,78 81,82 83,12
% Pertumbuhan Jabar 14,24% 17,25% 1,59%
% Pertumbuhan Nasional 15,54% 15,09% 3,58%
0%5%10%15%20%
5060708090
dlm
tri
liun
ru
pia
h
Pertumbuhan Kredit UMKM Jawa Barat 2012 - 2015
- Kredit UMKM meningkat dari Rp 528 T di awal tahun 2013 menjadi sebesar
Rp 758 T di bulan September 2015 sedangkan Kredit Non UMKM juga
mengalami peningkatan dari Rp 2.160 T per posisi Januari 2013 menjadi Rp
3.198 T per posisi September 2015.
- Total kredit per posisi Januari 2013 sebesar Rp 2.688 T meningkat sebesar
Rp 1.268 T menjadi sebesar Rp 3.956 T
91,14%
8,86%
Penyaluran Pembiayaan Kredit UMKM Jawa Barat TW III 2015
Konvensional Syariah
- Proporsi Kredit UMKM terhadap Total Kredit berada dikisaran 19% - 20.5%
selama kurun waktu 2013 s.d. September 2015.
- Untuk kurun waktu yang sama, proporsi kredit Non UMKM berada dikisaran
79,5% - 91% terhadap total kredit perbankan
- Komposisi rata-rata Kredit UMKM selama periode 2013 sd Sept 2015
didominasi oleh Kredit Sektor Menengah yaitu sekitar 48% sedangkan kredit
kecil dan kredit mikro masing-masing sebesar 31% dan 21%.
Perkembangan Kredit UMKM: Suku Bunga
Tingkat Suku Bunga 2012 2013 2014 2015
TW IV TW IV TW IV TW III
Tingkat Bunga Kredit Nasional 10,94% 10,99% 11,58% 11,44%
Tingkat Bunga Kredit Jawa Barat 13,09% 13,07% 13,29% 13,26%
Tingkat Bunga Kredit UMKM Nasional 13,61% 13,90% 14,30% 14,08%
Tingkat Bunga Kredit UMKM Jawa Barat 14,95% 15,18% 15,59% 15,24%
Tingkat Suku Bunga KUR
- Untuk periode 2007 – 2014, suku bunga KUR ditetapkan sebagai berikut:
KUR Mikro (Plafon < 20 juta) efektif maksimum 22% p.a.
KUR Ritel (Plafon >20 juta s.d. < 500 juta) efektif maksimum 14% p.a.
- Untuk KUR 2015 (efektif Agustus 2015 disalurkan), dikenakan kepada debitur
efektif 12%, dengan subsidi bunga oleh Pemerintah:
7% untuk KUR Mikro (Plafon < 20 juta)
3% untuk KUR Ritel (Plafon >20 juta s.d. < 500 juta)
3. Pengawasan yang telah dilakukan OJK dalam perkembangan Kredit Usaha
Rakyat di Provinsi Jawa Barat sejak 2012 -2015 dilihat dari plafond kredit,
outstanding, jumlah debitur, dan lain-lain, adalah sebagai berikut :
Perkembangan KUR dilihat dari Tren Kredit
Selama periode 2013 s.d. Sept 2015, Data KUR menurun dari Rp 39,58 T menjadi
Rp 25,85 T sehingga proporsi KUR terhadap Kredit UMKM menurun dari 7,49%
menjadi 3,41%.
Perkembangan KUR dilihat dari Suku Bunga
Suku Bunga Kredit Rata-Rata Program KUR (%)
39,58
25,85
528,25
758,07
-
200,00
400,00
600,00
800,00
-
20,00
40,00
60,00
80,00
Dal
am T
Rp
(K
UR
)
Tren Kredit UMKM & KUR
KUR
Segmen Desember 2013 Desember 2014 Juli 2015
Mikro 12.41% 12.55% 12.51%
Kecil 13.00% 13.09% 13.23%
Menengah 13.13% 13.14% 13.21%
Total 12.71% 12.79% 12.89%
Perkembangan KUR: Ketentuan 2015
a. Berdasarkan Kepmenko No. 135 tahun 2015 tentang Bank Pelaksana Kredit
KUR Mikro dan Perusahaan Penjamin KUR Mikro ditetapkan:
Bank Pelaksana KUR yang sudah ditetapkan adalah 3 Bank BUMN, yaitu
Bank BRI, Bank Mandiri dan Bank BNI.
Perusahaan Penjamin KUR yang sudah ditetapkan adalah 2 BUMN, yaitu
Jamkrindo dan Askrindo.
b. Kemenko Perekonomian meminta rekomendasi sebagai bank pelaksana KUR
TKI melalui surat S-39/D.I.M.EKON/07/2015, tanggal 14 Juli 2015 kepada
OJK.
c. Pada tanggal 20 Agustus 2015, OJK telah memberikan rekomendasi 2 Bank,
yaitu:
Bank Internasional Indonesia (BII)
Bank Sinarmas
Untuk menjadi bank penyalur KUR TKI dengan pertimbangan kinerja
keuangan, tingkat kesehatan, dan jaringan kantor yang dimiliki oleh kedua
bank tersebut.
4. Upaya yang dilakukan oleh OJK Jawa Barat untuk meningkatkan KUR di
wilayah Provinsi Jawa Barat, melihat kondisi terkini dengan lemahnya rupiah
dan pertumbuhan ekonomi :
- Secara Nasional, OJK telah melakukan FGD bersama Bank Pelaksana KUR Mikro
pada 29 Juli 2015 dalam memonitor kesiapan bank pelaksana. Dalam FGD
tersebut didapatkan bahwa secara umum bank yang ditunjuk siap dalam
melaksanakan Program KUR 2015.
- OJK menekankan kepada Perbankan untuk mengedepankan prinsip kehati-
hatian dari seluruh proses pemberian kredit, yaitu sejak penetapan kriteria
debitur, analisa kelayakan usaha dan pencairan kredit, sampai dengan evaluasi
dan monitoring penyaluran KUR serta pembinaan terhadap debitur.
- Kantor Regional 2 Jawa Barat telah membuat kesepakatan bersama dengan
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VI dalam rangka perluasan
penyaluran KUR di Jawa Barat, melalui join program penyelenggaraan berbagai
kegiatan untuk pemberdayaan dan pengembangan UMKM yang pada akhirnya
diharapkan dapat meningkatkan penyaluran KUR. Selain itu, melalui P3UKM
(Pusat Pengembangan Pendamping UKM) yang merupakan lembaga yang
dibentuk oleh BI dan Pemprov Jabar, diharapkan dapat bekerjasama untuk
melakukan pelatihan dan pendampingan agar UMKM menjadi bankable,
sehingga dapat memudahkan UMKM untuk akses permodalan ke perbankan,
termasuk untuk mendapatkan KUR.
5. Upaya-upaya yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan Jawa Barat dalam
meningkatkan peran Perbankan untuk meningkatkan minat masyarakat untuk
menabung, dengan adanya program “Laku Pandai”, dengan melakukan
langkah-langkah sebagai berikut dibawah ini :
a. Sosialisasi dan Edukasi
Dalam rangka meningkatkan minat masyarakat untuk menabung, OJK senantiasa
melaksanakan kegiatan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat luas dengan
tujuan untuk meningkatkan literasi keuangan masyarakat Indonesia serta
meningkatkan utilitas produk keuangan.
Sepanjang tahun 2015, kegiatan edukasi dan sosialisasi yang telah dilaksanakan
oleh OJK KR 2 Jabar, diantaranya adalah :
- Edukasi kepada Pelajar/Mahasiswa telah dilaksanakan sebanyak 23 kali
dengan total jumlah peserta sebanyak ± 3,783 orang.
- Edukasi kepada Guru telah dilaksanakan sebanyak 4 kali dengan total jumlah
peserta sebanyak ± 460 orang.
- Edukasi kepada Muspida telah dilaksanakan sebanyak 4 kali dengan total
jumlah peserta sebanyak ± 260 orang.
- Edukasi kepada Pekerja Informal (Petani, Wiraswasta, UMKM) telah
dilaksanakan sebanyak 4 kali dengan total jumlah peserta sebanyak ± 470
orang.
- Edukasi kepada Pekerja Formal telah dilaksanakan sebanyak 4 kali dengan total
jumlah peserta sebanyak ± 220 orang.
- Edukasi kepada Masyarakat Umum (Ibu Rumah Tangga, Ormas, LSM) telah
dilaksanakan sebanyak 4 kali dengan total jumlah peserta sebanyak ± 200
orang.
b. Program Laku Pandai
- OJK mengeluarkan Peraturan OJK Nomor 19/POJK.03/2014 mengenai Layanan
Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif pada tanggal 18
November 2014 dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) Nomor
6/SEOJK.03/2015 mengenai layanan keuangan tanpa kantor dalam rangka
keuangan inklusif oleh Bank pada tanggal 6 Februari 2015.
- Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam Rangka Keuangan Inklusif atau yang
bisa disebut Laku Pandai adalah Program penyediaan layanan perbankan
dan/atau layanan keuangan lainnya melalui kerjasama dengan pihak lain (agen
bank) dan didukung dengan penggunaan sarana teknologi informasi.
- Adapun Perkembangan Penyelenggaraan Laku Pandai, sebagai berikut:
D. BPS Provinsi Jawa Barat
1. Data sosial ekonomi di Provinsi Jawa Barat selama tiga (5) Tahun terkait:
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Barat 2010-2014
2010 2011 2012 2013 2014
PDRB Berlaku (Milyar Rp)
906.685,76 1.021.628,60 1.128.245,68 1.258.914,48 1.385.959,44
PDRB Konstan (Milyar Rp)
906.685,76 965.622,06 1.028.409,74 1.093.585,51 1.148.948,82
PDRB Perkapita (Ribu Rp)
20.974,94 23.251,17 25.272,29 27.765,60 30.110,13
Keterangan Mandiri BRI BNI BTN BTPN BCA
Jumlah Agen 798 791 36 27 2.084 6
Jawa Barat 1 74 4 - 686 -
Nasabah 46 3.477 31 300 28.029 176
Outstanding Tabungan (Ribu Rp.) 596 1.131.262 1.266 25.817 403.988 15.809
Debitur - 154 - - - -
Outstanding Kredit (Ribu Rp.) - 1.699.832 - - - -
Laju Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat Tahun 2010 - 2014
2010 2011 2012 2013 2014
LPE (%) 6,66% 6,50% 6,50% 6,34% 5,06%
Tabel diatas menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat yang semakin
menurun selama periode lima tahun terakhir sejak 2010 hingga 2015. Sangat
terlihat angka penurunannya di tahun 2014 sebesar 5,06% jika dibandingkan dengan
tahun 2013 angkanya lebih tinggi yaitu sebesar 6,34%.
Struktur Perekonomian Jawa Barat Tahun 2010-2014
Jumlah Penduduk Jawa Barat Tahun 2010 – 2014
2010 2011 2012 2013 2014
Jumlah Penduduk (ribu jiwa)
43.227,10 43.938,80 44.643,50 45.340,80 46.029,60
Indeks Ketimpangan Wilayah Jawa Barat Tahun 2010 – 2014
2010 2011 2012 2013 2014
Indeks Wiliamson
0,69 0,69 0,69 0,69 0,68
Indeks Ketimpangan Antar Wilayah Jawa Barat Tahun 2010 - 2014
2010 2011 2012 2013 2014
Indeks Theil
0,31 0,33 0,30 0,32
Indeks Ketimpangan Pendapatan Jawa Barat Tahun 2010 – 2014
2010 2011 2012 2013 2014
Gini Rasio 0,35 0,39 0,42 0,40 0,40
IPM Jawa Barat Tahun 2010 - 2014
2010 2011 2012 2013 2014
IPM 66,15 66,67 67,32 68,25 68,80
IPM Jawa Barat pada tahun 2014 terlihat mengalami kenaikan yang semula pada
angka 68,25% di tahun 2013 menjadi 68,80% di tahun 2014. Kenaikan prosentase IPM
Jawa Barat selama lima tahun terakhir mengalami kenaikan dari 66,15 pada tahun
2010 menjadi 68,80% pada tahun 2014.
Nilai Tukar Petani (NTP) Jawa Barat Tahun 2010 – 2014
2010 2011 2012 2013 2014
NTP 99,28 104,90 108,93 109,51 104,43
Inflasi Jawa Barat Tahun 2010 – 2014
Inflasi terendah yang terjadi di Jawa Barat selama lima tahun dari tahun 2010 hingga
2014 tercatat di tahun 2011 yaitu sebesar 3,10%, sedangkan inflasi tertinggi terjadi
pada tahun 2013 yaitu sebesar 9,15%. Inflasi Jawa Barat pada taun 2014 sebesar
7,60%, hal ini menunjukkan penurunan dibandingkan dengan tahun 2014 yang
mencatat angka inflasi di Jawa Barat sebesar 7,60%.
Daya Beli Jawa Barat Tahun 2010 – 2014
2010 2011 2012 2013 2014
Ribu PPP 9 173,80 9 249,02 9 324,85 9 421,30 9 447,16
UMP Jawa Barat Tahun 2010 – 2014
UMP Provinsi Jawa Barat selama lima tahun terakhir dari tahun 2010 hingga tahun
2014, dari tahun ke tahun mengalami kenaikan . UMP pada tahun 2014 tercatat
sebesar Rp.1.000.000.
2010 2011 2012 2013 2014
Inflasi 6,62 3,10 3,86 9,15 7,60
2010 2011 2012 2013 2014
UMP 671 500 732 000 780 000 850 000 1 000 000
2. Elastisitas pertumbuhan ekonomi regional terhadap penurunan angka pengangguran
dan elastisitas inflasi terhadap angka kemiskinan (miskin, hampir miskin dan sangat
miskin) dalam kurun waktu tiga (5) tahun terakhir adalah sebagai berikut:
Kemiskinan di Jawa Barat Maret 2010-2014
2010 2011 2012 2013 2014
Penduduk Miskin (000)
4.773,72 4.648,63 4.477,53 4.297,04 4.327,07
Garis Kemiskinan 201.138 226.097 239.189 252.496 285.013
Po (Persentase Penduduk
Miskin) 11,27 10,65 10,09 9,52 9,44
P1 (Indeks Kedalaman)
1,930 1,722 1,639 1,321 1,524
P2 ( Indeks Keparahan
0,520 0,433 0,412 0,303 0,381
Angka penduduk miskin di Jawa Barat selama 5 tahun terakhir rata-rata mengalami
penurunan dari tahun 2010 hingga 2014. Kenaikan angka terjadi pada tahun 2013 ke
tahun 2014 dari angka 4.297,04 menjadi 4.327,07.
Kemiskinan di Jawa Barat September 2011-2014
2011 2012 2013 2014
Penduduk Miskin (000)
4.650,81 4.421,48 4.382,65 4.238,96
Garis Kemiskinan 226.097 242.104 276.825 291,47
Po (Persentase Penduduk Miskin)
10,57 9,89 9,61 9,18
P1 (Indeks Kedalaman)
1,930 1,625 1,653 1,393
P2 ( Indeks Keparahan
0,520 0,419 0,442 0,332
Komponen IPM di Jawa Barat Tahun 2010-2014
2010 2011 2012 2013 2014
Angka Harapan Hidup (Tahun)
71,29 71,56 71,82 72,09 72,23
Harapan Lama Sekolah (Tahun)
10,69 10,91 11,24 11,81 12,08
Rata-rata Lama Sekolah (Tahun)
7,40 7,46 7,52 7,58 7,71
Pengeluaran (Ribu Rupiah
PPP) 9.173,80 9.249,02 9.324,85 9.421,30 9.447,16
Elastisitas Jawa Barat Tahun 2010-2014
2010 2011 2012 2013 2014
Pertumbuhan Ekonomi terhadap
Pengangguran 0,0086 0,0055 0,0136 0,0014 0,0153
Inflasi terhadap Kemiskinan (Maret)
0,0086 0,0122 0,0050 0,0015
Inflasi terhadap Kemiskinan (September)
0,0068 0,0001 0,0026 0,0022 0,0071
III. KESIMPULAN
Dari hasil paparan, data dan diskusi yang dilaksanakan antara Komisi XI DPR RI
dengan Pemda Jabar, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan dan BPS dapat
disimpulkan beberapa langkah yang perlu ditindak lanjuti di masing-masing pihak :
a) Perlu dilakukan sosialisasi bersama antara Bank Indonesia dan atau OJK serta
pelaku perbankan di daerah daerah dengan anggota Komisi XI sesuai dengan
Dapilnya, agar menjadi produktif dan efektif.
b) Dalam upaya peningkatan roda perekonomian Jawa Barat, Komisi XI akan
menghimbau kepada mitra kerja antara lain SMI dan LPEI untuk bisa
berkontribusi bagi Pemda Jawa Barat dalam meningkatkan infrastruktur daerah
dan juga mendukung kegiatan usaha yang berorientasi ekspor
c) Menjadwalkan agenda untuk memberikan masukan dan mengkaji kemungkinan
perubahan atas Pasal 298 UU No. 23 Tahun 2014 mengenai Belanja, khususnya
ayat 5.
IV. PENUTUP
Demikian Laporan Kunjungan Kerja Komisi XI DPR RI ke Provinsi Aceh. Kami
mengharapkan berbagai data dan informasi yang diperoleh didalam laporan ini dapat
menjadi bahan pertimbangan serta ditindaklanjuti dalam Rapat-rapat Komisi XI DPR
RI.Demikian Laporan Kunjungan Kerja Spesifik Komisi XI DPRRI tanggal 15-16 Oktober
2015 agar dapat menjadi masukan dan ditindaklanjuti Komisi XI DPRRI dengan Pihak
Pemerintah dan Komisi lain di DPRRI terkait.
Jakarta, Oktober 2015
Tim Kunjungan Kerja Komisi XI DPR RI
Ketua
H. Gus Irawan Pasaribu., SE., Ak., MM
A-327