laporan kuantitatif uv-vis
DESCRIPTION
Hallo, ini adalah blog saya jika kalian mau download atau baca jangan lupa komentarnya ya. Terima Kasih semoga bermanfaat & SUKSESTRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA INSTRUMENT : PRAKTIKUM II
SPEKTROFOTOMETER ULTRAVIOLET-VISIBLE
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 1-A
SUTAR 1111102000077
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKRTA
2013
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. TUJUAN
1. Membuat parameter validasi (akurasi, presisi, uji perolehan kembali, LOD, LOQ)
2. Penetapan kadar dalam sediaan (berdasarkan Farmakope Indonesia)
1.2. Landasan Teori
Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan
fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu
dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi.
Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut
ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Pada
spektrofotometer, panjang gelombang yang benar-benar terseleksi dapat diperoleh dengan
bantuan alat pengurai cahaya seperti prisma. Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber
spektrum tampak yang kontinyu, monokromator, sel pengabsorpsi untuk larutan sampel atau
blangko dan suatu alat untuk mengukur perbedaan absorpsi antara sampel dan blangko ataupun
pembanding (Khopkar, 1990).
Spektrofotometri UV-Visibel merupakan metode spektrofotometri yang didasarkan pada
adanya serapan sinar pada daerah ultraviolet (UV) dan sinar tampak (Visibel) dari suatu
senyawa. Senyawa dapat dianalisis dengan metode ini jika memiliki kemampuan menyerap pada
daerah UV atau daerah tampak. Senyawa yang dapat menyerap intensitas pada daerah UV
disebut dengan kromofor, sedangkan untuk melakukan analisis senyawa dalam daerah sinar
tampak, senyawa harus memiliki warna (Fatimah, 2003).
Spektrofotometri derivatif merupakan metode manipulatif terhadap spektra pada
spektrofotometri ultraviolet dan cahaya tampak. Pada spektrofotometri konvensional, spektrum
serapan merupakan plot serapan (A) terhadap panjang gelombang (λ). Pada metode
spektrofotometri derivatif, plot A lawan λ, ditransformasikan menjadi plot dA/dλ lawan λ
untuk derivatif pertama, dan d λ 2 lawan λ untuk derivatif kedua, dan seterusnya (Hayun, dkk,
2006).
Parasetamol adalah drivat p-aminofenol yang mempunyai sifat antipiretik / analgesik.
Paracetamol utamanya digunakan untuk menurunkan panas badan yang disebabkan oleh karena
infeksi atau sebab yang lainnya. Disamping itu, paracetamol juga dapat digunakan untuk
meringankan gejala nyeri dengan intensitas ringan sampai sedang. Ia aman dalam dosis standar,
tetapi karena mudah didapati, overdosis obat baik sengaja atau tidak sengaja sering terjadi.
Obat yang mempunyai nama generik acetaminophen ini, dijual di pasaran dengan ratusan
nama dagang. Beberapa diantaranya adalah Sanmol, Pamol, Fasidol, Panadol, Itramol dan lain
lain.
Sifat antipiretiknya disebabkan oleh gugus aminobenzen dan mekanismenya diduga
berdasarkan efek sentral. Parasetamol memiliki sebuah cincin benzena, tersubstitusi oleh satu
gugus hidroksil dan atom nitrogen dari gugus amida pada posisi para (1,4). Senyawa ini dapat
disintesis dari senyawa asal fenol yang dinitrasikan menggunakan asam sulfat dan natrium nitrat.
Parasetamol dapat pula terbentuk apabila senyawa 4-aminofenol direaksikan dengan senyawa
asetat anhidrat.
Sifat analgesik Parasetamol dapat menghilangkan rasa nyeri ringan sampai sedang. Dalam
golongan obat analgetik, parasetamol memiliki khasiat sama seperti aspirin atau obat-obat non
steroid antiinflamatory drug (NSAID) lainnya. Seperti aspirin, parasetamol berefek menghambat
prostaglandin (mediator nyeri) di otak tetapi sedikit aktivitasnya sebagai penghambat
postaglandin perifer. Namun, tak seperti obat-obat NSAIDs.
Parasetamol termasuk ke dalam kategori NSAID sebagai obat anti demam, anti pegel linu
dan anti-inflammatory. Inflammation adalah kondisi pada darah pada saat luka pada bagian
tubuh (luar atau dalam) terinfeksi, sebuah imun yang bekerja pada darah putih (leukosit). Contoh
pada bagian luar tubuh jika kita terluka hingga timbul nanah itu tandanya leukosit sedang
bekerja, gejala inflammation lainnya adalah iritasi kulit.
Sifat antiinflamasinya sangat rendah sehingga tidak digunakan sebagai antirematik. Pada
penggunaan per oral Parasetamol diserap dengan cepat melalui saluran cerna. Kadar maksimum
dalam plasma dicapai dalam waktu 30 menit sampai 60 menit setelah pemberian. Parasetamol
diekskresikan melalui ginjal, kurang dari 5% tanpa mengalami perubahan dan sebagian besar
dalam bentuk terkonjugasi.
Karena Parasetamol memiliki aktivitas antiinflamasi (antiradang) rendah, sehingga tidak
menyebabkan gangguan saluran cerna maupun efek kardiorenal yang tidak menguntungkan.
Karenanya cukup aman digunakan pada semua golongan usia.
METABOLISME
Parasetamol berikatan dengan sulfat dan glukuronida terjadi di hati. Metabolisme utamanya
meliputi senyawa sulfat yang tidak aktif dan konjugat glukoronida yang dikeluarkan lewat ginjal.
Sedangkan sebagian kecil, dimetabolismekan dengan bantuan enzim sitokrom P450. Hanya
sedikit jumlah parasetamol yang bertanggung jawab terhadap efek toksik (racun) yang
diakibatkan oleh metabolit NAPQI (N-asetil-p- benzo-kuinon imina). Bila pasien mengkonsumsi
parasetamol pada dosis normal, metabolit toksik NAPQI ini segera didetoksifikasi menjadi
konjugat yang tidak toksik dan segera dikeluarkan melalui ginjal. Perlu diketahui bahwa
sebagian kecil dimetabolisme cytochrome P450 (CYP) atau N-acetyl-p-benzo-quinone-imine
(NAPQI) bereaksi dengan sulfidril.
Namun apabila pasien mengkonsumsi parasetamol pada dosis tinggi, konsentrasi metabolit
beracun ini menjadi jenuh sehingga menyebabkan kerusakan hati. Pada dosis normal bereaksi
dengan sulfhidril pada glutation metabolit non-toxic diekskresi oleh ginjal.
MEKANISME KERJA
Selama bertahun-tahun digunakan, informasi tentang cara kerja parasetamol dalam tubuh
belum sepenuhnya diketahui dengan jelas hingga pada tahun 2006 dipublikasikan dalam salah
satu jurnal Bertolini A, et. al dengan topik Parasetamaol : New Vistas of An Old Drug, mengenai
aksi pereda nyeri dari parasetamol ini.
Mekanisme kerja yang sebenarnya dari parasetamol masih menjadi bahan perdebatan.
Parasetamol menghambat produksi prostaglandin (senyawa penyebab inflamasi), namun
parasetamol hanya sedikit memiliki khasiat anti inflamasi. Telah dibuktikan bahwa parasetamol
mampu mengurangi bentuk teroksidasi enzim siklooksigenase (COX), sehingga menghambatnya
untuk membentuk senyawa penyebab inflamasi. Paracetamol juga bekerja pada pusat pengaturan
suhu pada otak. Tetapi mekanisme secara spesifik belum diketahui.
Ternyata di dalam tubuh efek analgetik dari parasetamol diperantarai oleh aktivitas tak
langsung reseptor canabinoid CB1. Di dalam otak dan sumsum tulang belakang, parasetamol
mengalami reaksi deasetilasi dengan asam arachidonat membentuk N-arachidonoylfenolamin,
komponen yang dikenal sebagai zat endogenous cababinoid.
Adanya N-arachidonoylfenolamin ini meningkatkan kadar canabinoid endogen dalam tubuh,
disamping juga menghambat enzim siklooksigenase yang memproduksi prostaglandin dalam
otak. Karena efek canabino-mimetik inilah terkadang parasetamol digunakan secara berlebihan.
Sebagaimana diketahui bahwa enzim siklooksigenase ini berperan pada metabolisme asam
arakidonat menjadi prostaglandin H2, suatu molekul yang tidak stabil, yang dapat berubah
menjadi berbagai senyawa pro-inflamasi.
Kemungkinan lain mekanisme kerja parasetamol ialah bahwa parasetamol menghambat
enzim siklooksigenase seperti halnya aspirin mengurangi produksi prostaglandin, yang berperan
dalam proses nyeri dan demam sehingga meningkatkan ambang nyeri, namun hal tersebut terjadi
pada kondisi inflamasi, dimana terdapat konsentrasi peroksida yang tinggi. Pada kondisi ini
oksidasi parasetamol juga tinggi, sehingga menghambat aksi anti inflamasi. Hal ini
menyebabkan parasetamol tidak memiliki khasiat langsung pada tempat inflamasi, namun malah
bekerja di sistem syaraf pusat untuk menurunkan temperatur tubuh, dimana kondisinya tidak
oksidatif.
MEKANISME REAKSI
Paracetamol bekerja dengan mengurangi produksi prostaglandins dengan mengganggu enzim
cyclooksigenase (COX). Parasetamol menghambat kerja COX pada sistem syaraf pusat yang
tidak efektif dan sel edothelial dan bukan pada sel kekebalan dengan peroksida tinggi.
Kemampuan menghambat kerja enzim COX yang dihasilkan otak inilah yang membuat
paracetamol dapat mengurangi rasa sakit kepala dan dapat menurunkan demam tanpa
menyebabkan efek samping,tidak seperti analgesik-analgesik lainnya
MEKANISME TOKSISITAS
Sulfat dan glukuronida pada liver tersaturasi
paracetamol lebih banyak ke CYP -> NAPQI bertambah -> suplai glutation tidak mencukupi
NAPQI bereaksi dengan membran sel
Hepatosit rusak -> nekrosis
Kafein
Kafein ialah alkaloid yang tergolong dalam keluarga methylxanthine bersama sama senyawa
tefilin dan teobromin, berlaku sebagai perangsang sistem saraf pusat. Pada keadaan asal, kafein
ialah serbuk putih yang pahit (Phytomedical Technologies, 2006) dengan rumus kimianya C6
H10 O2, dan struktur kimianya 1,3,7- trimetilxantin (Farmakologi UI, 1995).
Kafein ialah senyawa kimia yang dijumpai secara alami di didalam makanan contohnya biji
kopi, teh, biji kelapa, buah kola (cola nitide) guarana, dan mate. Teh adalah sumber kafein yang
lain, dan mengandung setengah dari kafein yang dikandung kopi. Beberapa tipe teh yaitu teh
hitam mengandung lebih banyak kafein dibandingkan jenis teh yang lain. Teh mengandung
sedikit jumlah teobromine dan sedikit lebih tinggi theophyline dari kopi.
Kafein juga merupakan bahan yang dipakai untuk ramuan minuman non alkohol seperti cola,
yang semula dibuat dari kacang kola. Soft drinks khususnya terdiri dari 10-50 miligram kafein.
Coklat terbuat dari kokoa mengandung sedikit kafein. Efek stimulan yang lemah dari coklat
dapatmerupakan kombinasi dari theobromine dan theophyline sebagai kafein (Casal et al.2000).
Kafein adalah stimulan dari sistem saraf pusat dan metabolisme, digunakan secara baik untuk
pengobatan dalam mengurangi keletihan fisik dan juga dapat meningkatkan tingkat kewaspadaan
sehingga rasa ngantuk dapat ditekan. Kafein juga merangsang sistem saraf pusat dengan cara
menaikkan tingkat kewaspadaan, sehingga fikiran lebih jelas dan terfokus dan koordinasi badan
menjadi lebih baik (Ware, 1995).
Kafein sering dikombinasikan dengan parasetamol pada kemasan obat pereda sakit kepala
ekstra dan migra.
Kafein bukanlah merupakan zat yang mempunyai efek sebagai pereda nyeri, namun sering
dikombinasikan dengan obat pereda nyeri kepala tipe tegang dan tipe migrain karena menunjang
dan memperkuat khasiat analgesik serta mempunyai efek 'vasokontriksi' pembuluh darah untuk
nyeri kepala tipe migrain. Efek samping kafein: kembung, mual dan muntah,jantung
berdebar,gelisah,sulit tidur.
1.3. Manfaat
1. Mampu membuat parameter validasi (akurasi, presisi, uji perolehan kembali, LOD, LOQ)
2. Mampu menetapkan kadar dalam sediaan (berdasarkan Farmakope Indonesia)
BAB II
METODOLOGI PRAKTIKUM
ALAT :
1. Tabung Reaksi (13 Buah)
2. Mikropipet
3. Pipet
4. Labu Ukur 5ml (5buah)
5. Labu Ukur 100ml (1buah)
6. Spektrofotometer Uv-Vis Double Beam
BAHAN :
1. Parasetamol Murni
2. Cofein Murni
PROSEDUR KERJA :
A. Pembuatan Larutan Induk
1. Membuat larutan induk dengan konsentrasi 100 ppm
� Konsentrasi larutan induk = 100ppm = 100 mg/L
� Jumlah parasetamol yang ditimbang :
2. timbang 10mg parasetamol murni dan masukkan ke dalam labu ukur 100ml
3. tambahkan aquadest ke dalam labu ukur hingga volume 100ml (ad 100ml)
4. kocok labu ukur hingga parasetamol melarut sempurna
B. Penentuan Akurasi
1. membuat lima seri pengenceran, masing-masing 4ppm, 6 ppm, 8ppm, 10ppm, dan
12ppm. Pengenceran dilakukan dengan menggunakan larutan induk yang telah ada.
� Rumus pengenceran: M1 x V1 = M2 x V2
Keterangan : M1 = konsentrasi pada larutan induk
V1 = volume larutan induk
M2 = konsentrasi larutan pengenceran
V2 = volume larutan pengenceran
� 4 ppm
→
M1 x V1 = M2 x V2
100 ppm x V1 = 4ppm x 5ml
V1 =
V1 = 0,2 ml
� 6 ppm →
M1 x V1 = M2 x V2
100 ppm x V1 = 6ppm x 5ml
V1 =
V1 = 0,3 ml
� 8 ppm
→
M1 x V1 = M2 x V2
100 ppm x V1 = 8ppm x 5ml
V1 =
V1 = 0,4 ml
� 10 ppm →
M1 x V1 = M2 x V2
100 ppm x V1 = 10ppm x 5ml
V1 =
V1 = 0,5 ml
� 12 ppm
→
M1 x V1 = M2 x V2
100 ppm x V1 = 12ppm x 5ml
V1 =
V1 = 0,6 ml
� Tambahkan aquades hingga 5ml (ad 5ml)
2. Membuat kurva kalibrasi dengan mengukur serapan pada panjang gelombang maksimum
parasetamol (242,5 nm) dan panjang gelombang maksimum kafein (273 nm)
C. Penentuan Presisi
1. Membuat larutan pangenceran dengan konsentrasi 10 ppm sebanyak 3 seri
Perhitungan pengenceran 10 ppm :
� Mengambil larutan induk yang akan diencerkan
Jumlah larutan induk yang diambil untuk membuat konsentrasi 10ppm yaitu 0,5ml
� 10 ppm →
M1 x V1 = M2 x V2
100 ppm x V1 = 10ppm x 5ml
V =
V1 = 0,5 ml
� Tambahkan aquades hingga 5ml (ad 5ml)
2. Ukur serapan pada panjang gelombang maksimum parasetamol (242,5 nm)
D. Penetapan Kadar Campuran (Parasetamol dan Kafein)
Membuat larutan campur sebanyak 100 ml yang mengandung parasetamol 10ppm dan kafein
6ppm. Dengan cara :
1. mengambil 10ml larutan parasetamol dan 6ml larutan kafein dari larutan induk lalu
masukkan ke dalam labu ukur 100ml
2. lakukan penambahan aquadest hingga volume 100 ml (ad 100ml)
3. mengocok larutan sampai bahan melarut dan tercampur sempura (homogeny)
4. lalu ukur serapan pada panjang gelombang optimum dengan spektrofotometer
5. hitung nilai kadar sampel dengan menggunakan regresi linier
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL:
1. Pembuatan Kurva Kalibrasi
Konsentrasi (ppm) Absorban
0 0,000
4 0,311
6 0,441
8 0,544
10 0,713
12 0,911
� Dari kurva kalibrasi didapatkan persamaan regresi linear � y = a + bx
y = 0,07326x - 0,001714
dengan nilai a = - 0,001714
b = 0,07326
r = 0,9965
Y= absorban
X= konsentrasi
2. Perhitungan Nilai LOD dan LOQ
Rumus:
� Diketahui: n = 5 ; s = 0,07326 (didapatkan dari nilai b persamaan regresi)
Mencari nilai y’ dari persamaan y= 0,07326x - 0,001714
Konsentrasi 4 ppm � y’= 0,07326x - 0,001714
y’= 0,07326(4) - 0,001714 � y’= 0,291
Konsentrasi 6 ppm � y’= 0,07326x - 0,001714
y’= 0,07326(6) - 0,001714 � y’= 0,438
Konsentrasi 8 ppm � y’= 0,07326x - 0,001714
y’= 0,07326(8) - 0,001714 � y’= 0,584
Konsentrasi 10 ppm � y’= 0,07326x - 0,001714
y’= 0,07326(10) - 0,001714 � y’= 0,731
Konsentrasi 12 ppm � y’= 0,07326x - 0,001714
y’= 0,07326(12) - 0,001714 � y’= 0,877
[ ] Abs (y) y’ y-y’ (y-y’) 2
4 0,311 0,291 0,02 0,000400
6 0,441 0,438 0,003 0,000009
8 0,544 0,584 -0,04 0,001600
10 0,713 0,731 -0,018 0,000324
12 0,911 0,877 0,034 0,001156
0,003489
� Perhitungan LOD
� �
1,3964
� Perhitungan LOQ
� �
4,6547
3. Perhitungan Akurasi dan Presisi
Konsentra
si Abs (y)
C yang
diperoleh (x)
10
0,739 10,111
10,639
-0,528 0,278784
0.841 11,503 0,864 0,746496
0,753 10,302 -0,337 0,113569
1,138849
Konsentrasi yang diperoleh (x) didapatkan dari:
y= 0,739 � y= 0,07326x - 0,001714 � 0,739 = 0,07326x - 0,001714
0,07326x = 0,740714 � x = 10,111
y= 0.841� y= 0,07326x - 0,001714 � 0.841 = 0,07326x - 0,001714
0,07326x = 0,842714 � x = 11,503
y= 0,753� y= 0,07326x - 0,001714 � 0,753 = 0,07326x - 0,001714
0,07326x = 0,754714 � x = 10,302
� Perhitungan Akurasi
= 1.11 %
= 15,03 %
= 3,02 %
� Jadi, nilai rata-rata % diff yang diperoleh = 6,387 %
� Perhitungan Presisi
� = 0,75460
4. Perhitungan Kadar Sampel Campuran (Paracetamol dan Kafein) dan %UPK
� Pembuatan kurva kalibrasi PCT pada Kafein (273 nm)
Konsentrasi Absorban
0 0,000
4 0,073
6 0,106
8 0,138
10 0,180
12 0,242
Persaam regresi linear -> y = 0,0194x - 0,006071
Sehingga, a = - 0,006071
b = 0,0194
r = 0,9934
� Pembuatan kurva kalibrasi Kafein pada PCT (242,5 nm)
Konsentrasi Absorban
0 0,000
4 0,071
6 0,108
8 0,148
Y= absorban
10 0,184
12 0,220
Persamaan regresi linear -> y = 0,01846x - 0,001214
Sehingga = - 0,001214
b = 0,01846
r = 0,9998
� Pembuatan kurva kalibrasi Kafein pada Kafein (273 nm)
Konsentrasi Absorban
0 0,000
4 0,265
6 0,395
8 0,536
10 0,659
12 0,799
Persamaan regresi linear -> y = 0,06646x - 0,0007143
Sehingga a = - 0,0007143
Y= absorban
Y= absorban
X= konsentrasi
b = 0,06646
r = 0,9999
� Perhitungan Kadar Paracetamol dan Kafein dalam Sampel Campuran dan %UPK
• Rumus kadar sampel campuran berdasarkan hukum Lambert Beer:
A1 = [ a1λ1 . b . c1 ] + [ a2λ1 . b . c2 ]
A2 = [ a1λ2 . b . c1 ] + [ a2λ2 . b . c2 ]
Keterangan: A1 = Absorban sempel campuran pada PCT
A2 = Absorban sampel campuran pada Kafein
a1λ1 = Absorban PCT pada PCT
a2λ1 = Absorban Kafein pada PCT
a2λ2 = Absorban Kafein pada Kafein
a1λ2 = Absorban PCT pada Kafein
• Diketahui:
A1 = 0,761 a1λ1 = - 0,001714 a2λ1 = - 0,0007143
A2 = 0,546 a2λ2 = - 0,006071 a1λ2 = - 0,001214
• Ditanya:
Kadar PCT dan Kafein……?
• Jawab:
A1 = [ a1λ1 . b . c1 ] + [ a2λ1 . b . c2 ]
A2 = [ a1λ2 . b . c1 ] + [ a2λ2 . b . c2 ]
0,761 = - 0,001714 c1 + ( - 0,001214 c2 ) �
(kadar PCT)
Sampel Konsentrasi
sesungguhnya
Konsentrasi
yang
diperoleh
%UPK
PCT 10 ppm -19,399 ppm
Kafein 6 ppm -599,468
ppm
PEMBAHASAN :
Pada praktikum kali ini kami melakukan validasi metode analisis dengan menggunakan
instrumen spektrofotometer uv-vis. Sempel yang digunakan dalam validasi ini yaitu paracetamol.
Parameter validasi yang dilakukan meliputi linearitas, batas deteksi, batas kuantifikasi, akurasi,
presisi, serta uji perolehan kembali (%UPK).
1. Linearitas
Linearitas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil-hasil uji untuk
memperoleh hasil-hasil uji secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada kisaran
yang diberikan. Linearitas suatu metode merupakan ukuran seberapa baik kurva kalibrasi yang
menghubungkan antara absorbansi (y) dengan konsentrasi (x) (Gholib,2007).
Pada praktikum kali ini dibuat lima seri konsentrasi diantaranya 4, 6, 8, 10, 12 ppm. Dari
kelima seri konsentrasi didapatkan absorban masing-masing sebesar 0,311; 0,441; 0,544; 0,713;
0,911 pada panjang gelombang maksimum 242,5 nm. Penentuan panjang gelombang maksimum
ini telah dilakukan pada pertemuan praktikum sebelumnya. Dari data tersebut didapatkan kurva
kalibrasi sebagai berikut,
Parameter adanya hubungan linier dinyatakan dengan koefisien korelasi, dan suatu
metode analisi yang valid mempunyai harga koefisien korelasi lebih dari 0,999 (L.R. Snyder et
al., 1997). Pada kurva kalibrasi diatas didapatkan persamaan regresi linear y = 0,07326x-
0,001714 dengan r = 0,9965. Nilai koefisien korelasi yang diperoleh menunjukkan nilai < 0,999,
hal ini membuktikan bahwa metode analisis yang digunakan belum memenuhi kriteria linieritas,
atau terjadi kesalahan dalam pembuatan larutan standar dengan berbagi konsentrasi. Selain itu,
dapat pula terjadi kesalahan dalam pembersihan kuvet yang mana akan mengakibatkan
perubahan konsentrasi larutan standar baik itu konsentrasinya bertambah atau berkurang.
2. Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantifikasi (LOQ)
Dari hasil persamaan linier paracetamol yaitu y= -0.001714 + 0.07326 x, dapat dicari
batas deteksi maupun batas kuantifikasinya. Dimana batas deteksi adalah konsentrasi analit
terendah yang mampu menghasilkan signal cukup besar dan mampu terdeteksi dan dapat
dibedakan dengan signal blanko dengan tingkat kepercayaan 99% walaupun tidak selalu dapat
dikuantifikasi. Dari hasil perhitungan secara statistik menggunakan persamaan kurva kalibrasi
dengan rentang konsentrasi larutan standar paracetamol 4ppm s/d 12 ppm b/v, diperoleh nilai
LOD 1,3964 ppm. Jika konsentrasi paracetamol yang diukur di bawah nilai LOD, instrumen
tidak akan dapat mendeteksi senyawa tersebut.
Y= absorban
X= konsentrasi
Sementara batas kuantifikasi adalah konsentrasi analit yang menghasilkan signal lebih
besar dari blanko atau jumlah terkecil analit yang masih memenuhi kriteria cermat dan seksama
dan dapat dikuantifikasi dengan akurasi dan presisi yang baik. Dengan demikian meskipun kadar
senyawa tersebut di bawah nilai LOQ tetapi masih diatas nilai LOD, maka senyawa tersebut
masih dapat terdeteksi dengan baik, meskipun secara kuantifikasi kuarang baik. Dari hasil
praktikum didapat nilai LOQ adalah 4,6547 ppm.
3. Akurasi
Akurasi merupakan ketelitian metode analisis atau kedekatan antara nilai terukur dengan
nilai yang diterima baik nilai konvensi, nilai sebenarnya, atau nilai rujukan. Untuk
mendokumentasikan akurasi, ICH merekomendasikan pengumpulan data dari 9 kali penetapan
kadar dengan 3 konsentrasi (Gholib,2007). Namun, pada praktikum kali ini kami hanya
melakukan tiga kali penetapan dengan satu konsentrasi. Konsentrasi yang dibuat yaitu 10 ppm.
Dalam tiga konsentrasi paracetamol 10 ppm didapatkan hasil absorban 0,739; 0,841;
0,753. Ketiga absorban tersebut dapat dihitung kadarnya dengan memasukkan nilai absorban
kedalam persamaan regresi linear, sehingga didapatkan kadar paracetamol dalam 10 ppm
sebanyak 10,111; 11,503; 10,302.
Akurasi biasa dinyatakan dalam rata-rata % diff. Dimana % diff dapat dihitung dengan
membandingkan kadar konsentrasi yang didapat dibandingkan dengan konsentrasi sesungguhnya
dikali 100%. Setelah dihitung, masing-masing konsentrasi mengahasilkan % diff sebesar 1,11;
15,03; dan 3,02. Dari ketiga % diff dapat dirata-ratakan sehingga rata-rata % diff yaitu 6,387%.
Pengukuran akurasi memenuhi syarat jika nilai rata-rata % diff yang diperoleh tidak lebih
dari 2%. Dapat dilihat bahwa rata-rata % diff yang diperoleh yaitu lebih dari 2%, hal ini
membuktikan bahwa metode analisis yang digunakan belum memenuhi kriteria akurat, atau
dikarenakan kurang teliti dalam pembuatan larutan 10 ppm, dan karena kesalah lainnya.
4. Presisi
Presisi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual,
diukur melalui penyebaran hasil individual rata-rata jika prosedur ditetapkan secara berulang
pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen. Nilai presisi diwakilkan oleh
nilai simpangan deviasi (SD) dan % simpangan deviasi relative (% SRD) atau koefisisen relative
dari keterulangan/ repetability. Keseksamaan yang baik dinyatakan dengan semakin kecil persen
RSD makan nilai presisi semakin tinggi.. Dari hasil perhitungan, diperoleh nilai % koefisien
variasi yaitu 7.546 %. Menurut AOAC 1998, nilai ini tidak teliti. Batas ketelitian menurut
AOAC adalah sangat teliti (<1%), teliti (1-2%), sedang (2-5%) dan tidak teliti (2-5%). Hal ini
membuktikan bahwa metode analisis yang digunakan belum memenuhi kriteria seksama
(presisi), atau dikarenakan kurang teliti dalam pembuatan larutan 10 ppm, dan karena kesalah
lainnya.
5. Kadar Sampel Campuran dan % UPK
Pada penentuan kadar sampel campuran ini bertujuan untuk mengatuhui apakah kadar
yang diberikan oleh detektor sesuai dengan kadar yang sebenarnya. Pengujian ini merupakan
salah satu parameter validasi yaitu parameter Uji Perolehan Kembali (%UPK). Uji perolehan
kembali merupakan perbandingan antara respon detektor analit yang diekstraksi dari sampel
biologis dengan respon detector kadar yang sebenarnya dari standar murni.
Pada pengujian parameter UPK ini digunakan sampel campuran yaitu sampel PCT dan
sampel Kafein, yang mana dalam sampel campuran ini mengandung 10 ppm PCT dam 6 ppm
Kafein. Setelah melakukan pengujian sampel oleh instrument UV-Vis, maka diperolehlah respon
sampel oleh detektor (absorban), yang akan digunakan untuk perhitungan kadar PCT dan Kafein.
Dari hasil perhitungan didapatkan kadar PCT dan Kafein masing-masing sebesar
dan ppm. Dengan didapatkannya kadar sampel, maka didapatkan pula %UPK dari
PCT dan Kafein, yaitu dan .
Uji perolehan kembali dari analit tidak perlu 100%, tetapi perolehan kembali dari analit
dan baku dalam presisi dan keberulangan harus konsisten. Persyaratan uji perolehan kembali
adalah 85-115 %. Dilihat dari persyaratan %UPK tersebut, dapat disimpulkan bahwa metode
yang kami gunakan belum memenuhi persyaratan, karena %UPK yang kami peroleh
menyimpang jauh dari persyaratan. Namun, kesalahan dalam pembuatan larutan induk mungkin
saja menjadi salah satu faktor terjadinya penyimpangan hasil kadar, dan faktor-faktor dalam
ataupun luar lainnya.
BAB IV
KESIMPULAN
- Besar r = 0,9965, hal ini menunjukkan bahwa kurva kalibrasi kurang linear (r < 0,999)
- Nila akurasi = 6,387%, sesusi AOAC, hal ini menunjukkan bahwa metode analisis tidak
akurat
- Nilai presisi = 7,546%, sesuai AOAC, hal ini menunjukkan bahwa nilai keseksamaan tidak
teliti
- Nilai LOD = 1,3964 ppm, sehingga PCT tidak akan bisa diukur oleh instrumen jika nilainya
lebih rendah dari nilai ini
- Nilai LOQ = 4,6547 ppm, hal ini menunjukkan jika kadar PCT lebih rendah dari nilai
tersebut, PCT masih dapat terdeteksi walaupun secara kuantifikasi kurang baik
- Kadar PCT dan Kafein yang dibaca oleh detektor masing-masing sebesar dan
ppm, sehingga didapatkan pula %UPK dari PCT dan Kafein, yaitu dan
. Dapat dilihat bahwa terjadi penyimpangan nilai %UPK yang sangat jauh dari
persyaratan (85-115%)
- Dari beberapa parameter validasi analisis yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa metode
yang digunakan tidak memenuhi persyaratan dalam pengguanaannya.
DAFTAR PUSTAKA
Huda, Nurul. 2001. Pemeriksaan Kinerja Spektrofotometer Uv-Vis. GBC 911 A Menggunakan Pewarna Tartrazine CL 19140. Sigma Epsilon ISSN 0853-9013, No. 20-21. Bidang Evaluasi dan Pengembangan Keselamatan Instalasi, P2TKN-BATAN.
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press.
Widjayanti, 2004. Obat-Obatan. Kanisius: Jakarta.
Departemen Farmakologi dan Terapetik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2011. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Badan Penerbit FKUI
Tjay, Tan Hoan,Kirana Rahardja.2007. Obat-obat Penting. Jakarta: Elex Media Komputindo
LAMPIRAN
Penimbangan
Paracetamol
Pembuatan
larutan induk 100 ppm
Pembuatan
seri larutan dari larutan induk
Pembuatan
seri pada konsentrasi 6,8,10 sebanyak 5 kali untuk uji
presisi, akurasi, dll.
Hasil pembuatan seri larutan
Analisa
menggunakan spektrofotometer UV-Vis
Hasil pembacaan pada spektrofotemeter UV-Vis
Didapat hasil absorban dari larutan yang diuji
Memasukan
larutan yang
akan diuji ke
dalam kuvet