laporan kfa

20
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI ANALISIS Kromatografi Lapis Tipis Disusun oleh : Novi Lingga Setyaningsih / 3311091057

Upload: novilingga

Post on 05-Aug-2015

993 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

KLT

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan KFA

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA FARMASI ANALISIS

Kromatografi Lapis Tipis

Disusun oleh :

Novi Lingga Setyaningsih / 3311091057

LABORATORIUM FARMASI FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI

CIMAHI 2011

Page 2: Laporan KFA

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Prinsip Percobaan

Pemisahan dengan teknik kromatografi lapis tipis didasarkan pada adsorpsi larutan

(fase gerak atau eluennya) terhadap adsorben yang digunakan, dimana adsorbens

dilapiskan pada lempeng kaca/kertas alumunium yang bertindak sebagai penunjang

pada fase diamnya.

I.2 Tujuan Percobaan

Mempelajari dan memahami metode pemisahan dengan metode kromatografi lapis

tipis

Dapat menentukan nilai Rf komponen-komponen yang dipisahkan dan

mengidentifikasi zat yang dipisahkan.

Page 3: Laporan KFA

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan molekul berdasarkan perbedaan

pola pergerakan antara fase gerak dan fase diam untuk memisahkan komponen

(berupa molekul) yang berada pada larutan. Molekul yang terlarut dalam fase gerak,

akan melewati kolom yang merupakan fase diam. Molekul yang memiliki ikatan yang

kuat dengan kolom akan cenderung bergerak lebih lambat dibanding molekul yang

berikatan lemah. Dengan ini, berbagai macam tipe molekul dapat dipisahkan

berdasarkan pergerakan pada kolom.

Setelah komponen terelusi dari kolom, komponen tersebut dapat dianalisa

dengan menggunakan detektor atau dapat dikumpulkan untuk analisa lebih lanjut.

Beberapa alat-alat analitik dapat digabungkan dengan metode pemisahan untuk

analisis secara on-line (on-line analysis) seperti: penggabungan kromatografi gas (gas

chromatography) dan kromatografi cair (liquid chromatography) dengan mass

spectrometry (GC-MS dan LC-MS), Fourier-transform infrared spectroscopy (GC-

FTIR), dan diode-array UV-VIS (HPLC-UV-VIS).

Jenis Kromatografi ;

a. Kromatografi Cair (Liquid Chromatography)

Kromatografi cair merupakan teknik yang tepat untuk memisahkan ion

atau molekul yang terlarut dalam suatu larutan. Jika larutan sampel berinteraksi

dengan fase stasioner, maka molekul-molekul didalamnya berinteraksi dengan fase

stasioner; namun interaksinya berbeda dikarenakan perbedaan daya serap

(adsorption), pertukaran ion (ion exchange), partisi (partitioning), atau ukuran.

Perbedaan ini membuat komponen terpisah satu dengan yang lain dan dapat dilihat

perbedaannya dari lamanya waktu transit komponen tersebut melewati

kolom. Terdapat beberapa jenis kromatografi cair, diantaranya: reverse phase

chromatography, High Performance Liquid Chromatography (HPLC), size exclusion

chromatography, serta supercritical fluid chromatography.

b. Reverse phase chromatography

Page 4: Laporan KFA

Reverse phase chromatography merupakan alat analitikal yang kuat dengan

memadukan sifat hidrofobik serta rendahnya polaritas fase stasioner yang terikat

secara kimia pada padatan inert seperti silika. Metode ini biasa digunakan untuk

proses ekstraksi dan pemisahan senyawa yang tidak mudah menguap (non-volatile).

c. High performance liquid chromatography

High performance liquid chromatography (HPLC) mempunyai prinsip yang

mirip dengan reverse phase. Hanya saja dalam metode ini, digunakan tekanan dan

kecepatan yang tinggi. Kolom yang digunakan dalam HPLC lebih pendek dan

berdiameter kecil, namun dapat menghasilkan beberapa tingkatan equilibrium dalam

jumlah besar.

d. Size exclusion chromatography

Size exclusion chromatography, atau yang dikenal juga dengan gel

permeation atau filtration chromatography biasa digunakan untuk memisahkan dan

memurnikan protein. Metode ini tidak melibatkan berbagai macam penyerapan dan

sangat cepat. Perangkat kromatografi berupa gel berpori yang dapat memisahkan

molekul besar dan molekul kecil. Molekul besar akan terelusi terlebih dahulu karena

molekul tersebut tidak dapat penetrasi pada pori-pori.

e. Kromatografi Pertukaran Ion (Ion-Exchange Chromatography)

Kromatografi pertukaran ion (ion-exchange chromatography) biasa digukanan

untuk pemurnian materi biologis, seperti asam amino, peptida, protein. Metode ini

dapat dilakukan dalam dua tipe, yaitu dalam kolom maupun ruang datar (planar).

Terdapat dua tipe pertukaran ion, yaitu pertukaran kation (cation exchange) dan

pertukaran anion (anion exchange). Pada pertukaran kation, fase stasioner

bermuatan negatif; sedangkan pada pertukaran anion, fase stasioner bermuatan positif.

Molekul bermuatan yang berada pada fase cair akan melewati kolom. Jika muatan

pada molekul sama dengan kolom, maka molekul tersebut akan terelusi. Namun jika

muatan pada molekul tidak sama dengan kolom, maka molekul tersebut akan

membentuk ikatan ionik dengan kolom. Untuk mengelusi molekul yang menempel

pada kolom diperlukan penambahan larutan dengan pH dan kekuatan ionik tertentu.

Pemisahan dengan metode ini sangat selektif dan karena biaya untuk menjalankan

metode ini murah serta kapasitasnya tinggi, maka metode ini biasa digunakan pada

awal proses keseluruhan.

Page 5: Laporan KFA

Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatif dari suatu

sampel yang ingin dideteksi dengan memisahkan komponen-

komponensampel berdasarkan perbedaan kepolaran.

Prinsip kerjanya memisahkan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara

sampel dengan pelarut yang digunakan. Teknik ini biasanya menggunakan fase diam

dari bentuk plat silika dan fase geraknya disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin

dipisahkan. Larutan atau campuran larutan yang digunakan dinamakan eluen.

Semakin dekat kepolaran antara sampel dengan eluen maka sampel akan semakin

terbawa oleh fase gerak tersebut.

Visualisasi, Proses berikutnya dari kromatografi lapis tipis adalah

tahap visualisasi. Tahapan ini sangat penting karena diperlukan

suatu keterampilan dalam memilih metode yang tepat karena harus disesuaikan

dengan jenis sampel yang sedang di uji. Salah satu yang dipakai adalah penyemprotan

dengan larutan ninhidrin. Ninhidrin (2,2-Dihydroxyindane-1,3-dione) adalah suatu

larutan yang akan digunakan untuk mendeteksi adanya gugus amina. Apabila pada

sampel terdapat gugus amina maka ninhidrin akan bereaksi menjadi berwarna

ungu. Biasanya padatan ninhidirn ini dilarutkan dalam larutan butanol.

Nilai Rf, Jarak antara jalannya pelarut bersifat relatif. Oleh karena itu,

diperlukan suatu perhitungan tertentu untuk memastikan spot yang terbentuk memiliki

jarak yang sama walaupun ukuran jarak plat nya berbeda. Nilai perhitungan tersebut

adalah nilai Rf, nilai ini digunakan sebagai nilai perbandingan relatif antar sampel.

Nilai Rf juga menyatakan derajat retensi suatu komponen dalam fase diam sehingga

nilai Rf sering juga disebut faktor retensi. Nilai Rf dapat dihitung dengan rumus

berikut :

Rf = Jarak yang ditempuh substansi

Jarak yang ditempuh oleh pelarut

Semakin besar nilai Rf dari sampel maka semakin besar pula jarak

bergeraknya senyawa tersebut pada plat kromatografi lapis tipis. Saat

membandingkan dua sampel yang berbeda di bawah kondisi kromatografi yang sama,

nilai Rf akan besar bila senyawa tersebut kurang polar dan berinteraksi

dengan adsorbent polar dari plat kromatografi lapis tipis.

Page 6: Laporan KFA

Nilai Rf dapat dijadikan bukti dalam mengidentifikasikan senyawa. Bila

identifikasi nilai Rf memiliki nilai yang sama maka senyawa tersebut dapat dikatakan

memiliki karakteristik yang sama atau mirip. Sedangkan, bila nilai Rfnya berbeda,

senyawa tersebut dapat dikatakan merupakan senyawa yang berbeda.

Page 7: Laporan KFA

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

III.1 Alat Percobaan

1. Chamber

2. Plat KL ( Kertas Alumunium)

3. Penotol (Pipa Kapiler)

4. Spayer untuk penampak noda

5. Pipet tetes

6. Mistar

7. Pensil

8. Keping tetes

III.2 Bahan Percobaan

1. Sampel campuran senyawa sulfonamida

2. Eluen (n-butanol yang dijenuhkan dengan amoniak)

3. Zat Pembanding (Sulfadimidin)

4. Aseton (Pelarut)

5. P-DAB (Penampak Noda)

III.3 Prosedur Percobaan

1. Disiapkan larutan pengelusi (eluen) dengan menjenuhkan n-butanol dengan amoniak

(NH4OH).

2. Larutan pengelusi dimasukkan kedalam chamber yang ditutup dengan kaca yang

dilapisi dengan vaselin album

3. Pada plat KLT (Kertas Alumunium) diberi tanda garis dengan pensil bagian bawah

1,5 cm dan bagian atas 0,5 cm

4. Sampel campuran senyawa sulfonamida dilarutkan dalam aseton hingga larut

5. Pembanding (sulfadimidin) dilarutkan dalam aseton hingga larut

Page 8: Laporan KFA

6. Pada bagian bawah plat KLT (Kertas Alumunium) yang diberi tanda garis sebelah

kanan ditotolkan larutan pembanding (sulfadimidin) dan sebelah kiri ditotolkan

sampel larutan zat dengan menggunakan pipa kapiler

7. Sampel larutan zat dan larutan pembanding ditotolkan dengan diameter ≤ 3 mm

kemudian ditunggu sampai totolan kering

8. Plat KLT (Kertas Alumunium) dimasukkan kedalam wadah kromatografi chamber

yang berisi eluen. Kertas yang tercelup eluen dibawah garis batas bagian bawah plat

9. Dielusi hingga eluen mencapai garis batas bagian atas

10. Plat KLT dikeluarkan dari chamber dan dikeringkan sampai kering (kira-kira 10

menit 10)

11. Setelah kering plat KLT disemprotkan penampak noda (p-DAB) sebanyak 2 kali dan

diamati bentuk noda dan spot yang terbentuk

12. Ditentukan nilai Rf dari masing-masing komponen yang terpisah

III.3 Diagram Alir Percobaan

Jenuhkan dengan amoniak (NH4OH).

Masukkan kedalam Chamber

Beri tanda garis plat KLT (atas-bawah 0,5 cm)

Campuran sulfonamide dan pembanding dilarutkan dalam

aseton

Totolkan dengan pipa kapiler pada plat KLT bagian

bawah kanan larutan pembanding (sulfadimidin), bagian

kiri ditotolkan sampel larutan zat (sulfonamida)

Tunggu sampai kering

Masukkan kedalam kromatografi chamber berisi eluen

Elusi hingga eluen mencapai batas garis atas

Keluarkan, keringkan

Semprotkan penampak noda (p-DAB)

Siapkan Larutan pengelusi

Hasil(Hitung Rf dari sampel dan zat pembanding)

Page 9: Laporan KFA

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Percobaan dan Perhitungan

1. Jarak eluen : 4,6 cm

2. Jarak noda (sampel) : 1,6 cm

3. Jarak noda (pembanding) : 1,8 cm

4. Rf sampel : 0,3478

5. Rf pembanding : 0,391

Perhitungan Nilai Rf komponen yang terpisah

1. Rf sampel = Jarak Noda (sampel)

Jarak eluen

= 1,6

4,6

= 0,347

2. Rf Pembanding = Jarak Noda (pembanding)

Jarak eluen

= 1,8

4,6

= 0,391

Page 10: Laporan KFA

IV.2 Pembahasan

Pada percobaan praktikum Kimia Farmasi Analisis ini dilakukan percobaan

kromatrogarfi lapis tipis yang mempunyai tujuan untuk mempelajari dan memahami

metode pemisahan dengan metode kromatografi lapis tipis dan juga agar dapat

mengetahui bagaimana cara menentukan nilai Rf komponen-komponen yang

dipisahkan dan mengidentifikasi zat yang dipisahkan.

Pengertian dari Kromatografi lapis tipis itu sendiri merupakan salah

satu analisis kualitatif dari suatu sampel yang ingin dideteksi dengan memisahkan

komponen-komponen sampel berdasarkan perbedaan kepolaran. Prinsip kerjanya

memisahkan sampel (campuran senyawa sulfonamida) berdasarkan perbedaan

kepolaran antara sampel (campuran senyawa sulfonamida) dengan pelarut (Aseton)

yang digunakan. Teknik ini biasanya

Pada percobaan ini menggunakan teknik fase diam dari bentuk plat KL

(Kertas Alumunium)  dan fase geraknya dengan sampel (Campuran senyawa

sulfonamida )yang ingin dipisahkan. Larutan atau campuran larutan yang digunakan

dinamakan eluen, eluan yang digunakan pada percobaan ini Eluen (n-butanol yang

dijenuhkan dengan amoniak). Semakin dekat kepolaran antara sampel dengan eluen

maka sampel akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut.

Pada percobaan metode kromatografi lapis tipis ini dilakukan pengidentifikasian

suatu sampel antara campuran senyawa sulfonamida dan zat pembanding

sulfadimidin. Percobaan ini dilakukan dengan cara menotolkan masing-masing zat

pada plat KLT (kertas Alumunium) yang telah diberi tanda batas tujuannya agar eluen

yang ditotoli tidak terendam. Alat yang digunakan untuk menotolkan adalah dengan

menggunakan pipa kapiler, pipa kapiler tersebut dapat menarik larutan zat sampel

dengan sendirinya karena mempunyai gaya kapilaritas yang baik. Penotolan harus

dilakukan secara hati-hati dan diameternya tidak boleh lebih dari 3 mm.

Hal-hal yang harus diperhatikan pada saat melakukan penyiapan larutan

pengelusi (eluen) n-butanol, terlebih dahulu dilakukan dengan menjenuhkan n-

butanol dengan amoniak (NH4OH). Fungsi penjenuhan sendiri adalah untuk

membantu mempercepat proses elusi. Ciri karakteristik sulfonamida yang tidak

berwarna maka dibantu dengan menyemprotkan penampak bercak noda dengan

Page 11: Laporan KFA

menggunakan pereaksi p-DAB. Penyemprotan dilakukan dengan jarak kurang lebih

30 cm agar hasilnya terlihat lebih jelas. jika totolan yang dihasilkan tidak begitu jelas

atau tidak dapat ditentukan titiknya, maka dapat kita ambil titik beratnya agar dapat

ditentukan jarak yang dihasilkan dari sampel maupun zat pembandingnya yaitu

sulfadimidin. Dan didapatkan hasil nilai Rf dari sampel yaitu 0,3478 cm dan zat

pembanding sulfadimidin yaitu 0,391 cm.

Page 12: Laporan KFA

BAB V

KESIMPULAN

Pada percobaan yang telah kami lakukan dapat ditarik kesimpulan ternyata :

a. Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatif dari suatu

sampel yang ingin dideteksi dengan memisahkan komponen-komponen

sampel berdasarkan perbedaan kepolaran. Semakin dekat kepolaran antara

sampel dengan eluen maka sampel akan semakin terbawa oleh fase gerak

tersebut.

b. Nilai Rf, digunakan sebagai nilai perbandingan relatif antar sampel juga

menyatakan derajat retensi suatu komponen dalam fase diam. Rumusnya :

Rf = Jarak yang ditempuh substansi

Jarak yang ditempuh oleh pelarut

Semakin besar nilai Rf dari sampel maka semakin besar pula jarak

bergeraknya senyawa tersebut pada plat kromatografi lapis tipis.

c. Didapatkan hasil nilai Rf dari sampel yaitu 0,3478 cm dan zat pembanding

sulfadimidin yaitu 0,391 cm. Hal ini menunjukkan bahwa sampel dan zat

pembanding tersebut adalah sama. Nilai Rf memiliki nilai yang sama maka

senyawa tersebut dapat dikatakan memiliki karakteristik yang sama atau mirip.

Page 13: Laporan KFA

DAFTAR PUSTAKA

1. Skoog DA, West DM, Holler FJ. 1996. Fundamentals of Analytical

Chemistry. 7th edition. New York: Saunders College Publishing. Hal. 17-25.

2. Kaiser E, Colescott RL, Bossinger CD, Cook PI. 1970. Color test for detection

of free terminal amino groups in the solid-phase synthesis of peptides. Anal

Biochem 34:595-598.

3. Feist P. 2010. TLC - Retention Factor (Rf). [terhubung

berkala] http://orgchem.colorado.edu/hndbksupport/TLC/TLCrf.html [15 Mei

2010].

4. http://id.wikipedia.org/wiki/Kromatografi_lapis_tipis

5. http://id.wikipedia.org/wiki/Kromatografi

6. Buku Panduan Pratikum Kimia Farmasi Analisis

Page 14: Laporan KFA

LAMPIRAN

Page 15: Laporan KFA