laporan kasus tht raymond 4 may 2011
DESCRIPTION
caseTRANSCRIPT
LAPORAN KASUSILMU PENYAKIT THT – KL
RUMAH SAKIT PANTI RAPIH YOGYAKARTA
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. P
Umur : 29 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : -
Alamat : Sendowo G 79 Sleman - Yogyakarta
Tanggal Pemeriksaan : 4 May 2011
No Rekam Medik : 496335
II. ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 29 April 2011
KELUHAN UTAMA : Keluar cairan bening dari telinga sejak 3 bulan
KELUHAN TAMBAHAN : pendengaran berkurang,terasa penuh pada telinga
kanan
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
+ 4 bulan SMRS pasien mengalami batuk dan pilek ,kemudian pasien merasa penuh
pada telinga kiri pasien, pasien berobat ke dokter umum, dan setelah berobat batuk dan
pilek tidak sembuh. 3 minggu kemudian pasien merasakan nyeri pada telinga, demam,
pendengaran mulai berkurang dan terasa penuh. Pasien kembali berobat ke dokter
umum, keluhan yang dirasakan mulai berkurang.
+ 3 bulan SMRS pasien merasakan telinga berdenging, telinga keluar cairan bening
hilang timbul kemudian pasien berobat ke dokter spesialis THT dan keluhan berkurang
namun kemudian timbul lagi
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
- Pasien sering menderita batuk dan pilek yang berulang sejak 1 tahun yang lalu
- Riwayat alergi disangkal
1
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan pasien
RIWAYAT PENGOBATAN
Pasien sudah berobat sebanyak 2 kali ke dokter spesialis THT dan sudah pernah
diberikan obat : amoxicillin mg 625 3x1, kortikosteroid 2x1, pseudoefedrin HCl 2x1
III. PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital
Suhu : afebris, 36,7 C
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Laju nadi : 80 x/menit (teratur, kuat, penuh)
Laju napas : 18 x/menit
Pemeriksaan hidung
- Inspeksi dan palpasi hidung luar : dbn
- Rinoskopi anterior : dbn
- Rinoskopi posterior : dbn
Pemeriksaan tenggorok : faring hiperemis, tonsil dbn,
Pemeriksaan telinga
- AS : dbn
- AD :
o Aurikular : nyeri tarik aurikula -/-
o Pre-aurikular : nyeri tekan tragus -/-
o Retro-aurikular : tidak ada kelainan
o Liang telinga : hiperemis,edem, sekret +
o Ostium eksterna : hiperemis,
o Membran timpani : perforasi sentral subtotal, discharge +
,mukopurulen,tidak berbau busuk
o Fungsi pendengaran : berkurang
2
IV. RESUME
Pasien laki – laki datang dengan keluhan keluar cairan bening dari telinga kanan yang
berulang sejak 3 bulan lalu, + 4 bulan SMRS pasien mengalami batuk dan pilek
,kemudian pasien merasa penuh pada telinga kiri pasien, pasien berobat ke dokter umum,
dan setelah berobat batuk dan pilek tidak sembuh. 3 minggu kemudian pasien merasakan
nyeri pada telinga, demam, pendengaran mulai berkurang dan terasa penuh. Pasien
kembali berobat ke dokter umum, keluhan yang dirasakan mulai berkurang. + 3 bulan
SMRS pasien merasakan telinga berdenging, telinga keluar cairan bening hilang timbul
kemudian pasien berobat ke dokter spesialis THT dan keluhan berkurang namun
kemudian timbul lagi. Dari pemeriksaan fisik didapatkan Liang telinga hiperemis,edem,
sekret +. Ostium eksterna : hiperemis, .Membran timpani : perforasi sentral
subtotal, discharge + ,mukopurulen,tidak berbau busuk. Fungsi pendengaran : berkurang
V. DIAGNOSIS KERJA
Otitis media supurativa kronis benigna aktif
VI. DIAGNOSIS BANDING
Otitis media akut
Otitis media nonsupuratif
Otitis media nekrotik akut
Perforasi traumatik
VII.PENATALAKSANAAN
- Perhidrol 3 % 3 x 3 tetes AD - Amoxicillin asam clavulanat 500 mg 3 x 1
- Otopain FL 1 3 x GTT 2 - Tineridine HCl 3 x 1
- Kotrimoxazol 500 mg XX 3 x 1
3
OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK
I. DEFINISI
Radang telinga tengah menahun atau otitis media supuratif kronik (OMSK)
atau yang biasa disebut “congek” adalah radang kronis telinga tengah dengan adanya
lubang (perforasi) pada gendang telinga (membran timpani) dan riwayat keluarnya
cairan (sekret) dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang
timbul. Sekret mungkin serous, mukous atau purulen.1
II. EPIDEMIOLOGI
OMSK dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih
sering dijumpai pada orang Eskimo dan Indian Amerika, anak-anak aborigin Australia
dan orang kulit hitam di Afrika Selatan.2 Walaupun demikian, lebih dari 90% beban
dunia akibat OMSK ini dipikul oleh negara-negara di Asia Tenggara, daerah Pasifik
Barat, Afrika, dan beberapa daerah minoritas di Pasifik.4 Kehidupan sosial ekonomi
yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan
faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada negara yang
sedang berkembang.2
Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi dalam hal
definisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan beban dunia
akibat OMSK melibatkan 65–330 juta orang dengan telinga berair, 60% di antaranya
(39–200 juta) menderita kurang pendengaran yang signifikan.4 Secara umum,
prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan pasien OMSK merupakan 25% dari
pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia.1
4
III. ETIOLOGI5
Kuman gram negatif dan gram positif aerob dan anaerob berperan pada
OMSK dengan insiden yang berbeda-beda. Pseudomonas aeruginosa merupakan
kuman tersering ditemukan pada biakan sekret OMSK tanpa kolesteatoma.
Kuman yang ditemukan pada OMSK dengan kolesteatoma dari data yang bisa
dikumpulkan dari rekam medik pasien-pasien yang menjalani mastoidektomi radikal di
RSUPN Cipto Mangunkusumo didapat kuman yang paling sering ditemukan adalah
Proteus mirabilis sebanyak 58,5%, sedangkan Pseudomonas ditemukan pada 31,5%.
Berbagai kuman lain juga ditemukan. Beberapa kuman lain yang harus diperhatikan
karena sifat-sifat khususnya adalah Staphylococcus aureus yang telah resisten terhadap
ampisilin/amoksisilin, Staphylococcus epidermidis dan Klebsiela pneumonia yang juga
sudah 100% resisten terhadap penisilin. Bakteri yang harus diperhatikan juga adalah
Bacterioides fragilis dan Haemophilus influenza yang mempunyai potensi untuk
menghasilkan β-laktamase.
IV. PATOGENESIS
Banyak penelitian pada hewan percobaan dan preparat tulang temporal
menemukan bahwa adanya disfungsi tuba Eustachius, yaitu suatu saluran yang
menghubungkan rongga di belakang hidung (nasofaring) dengan telinga tengah
(kavum timpani), merupakan penyebab utama terjadinya radang telinga tengah ini
(otitis media, OM).6
Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius berada dalam keadaan tertutup
dan akan membuka bila kita menelan. Tuba Eustachius ini berfungsi untuk
menyeimbangkan tekanan udara telinga tengah dengan tekanan udara luar (tekanan
udara atmosfer). Fungsi tuba yang belum sempurna, tuba yang pendek, penampang
relatif besar pada anak dan posisi tuba yang datar menjelaskan mengapa suatu infeksi
saluran nafas atas pada anak akan lebih mudah menjalar ke telinga tengah sehingga
lebih sering menimbulkan OM daripada dewasa.2,7
Pada anak dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri menyebar dari nasofaring
melalui tuba Eustachius ke telinga tengah yang menyebabkan terjadinya infeksi dari
telinga tengah.
5
Pada saat ini terjadi respons imun di telinga tengah. Mediator peradangan pada
telinga tengah yang dihasilkan oleh sel-sel imun infiltrat, seperti netrofil, monosit, dan
leukosit serta sel lokal seperti keratinosit dan sel mastosit akibat proses infeksi tersebut
akan menambah permiabilitas pembuluh darah dan menambah pengeluaran sekret di
telinga tengah.8,9
Selain itu, adanya peningkatan beberapa kadar sitokin kemotaktik yang
dihasilkan mukosa telinga tengah karena stimulasi bakteri menyebabkan terjadinya
akumulasi sel-sel peradangan pada telinga tengah.10
Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia, mukosa berubah bentuk dari
satu lapisan, epitel skuamosa sederhana, menjadi pseudostratified respiratory
epithelium dengan banyak lapisan sel di antara sel tambahan tersebut. Epitel respirasi
ini mempunyai sel goblet dan sel yang bersilia, mempunyai stroma yang banyak serta
pembuluh darah. Penyembuhan OM ditandai dengan hilangnya sel-sel tambahan
tersebut dan kembali ke bentuk lapisan epitel sederhana.11
Terjadinya OMSK disebabkan oleh keadaan mukosa telinga tengah yang tidak
normal atau tidak kembali normal setelah proses peradangan akut telinga tengah,
keadaan tuba Eustachius yang tertutup dan adanya penyakit telinga pada waktu bayi.2,7
V. KLASIFIKASI
Radang telinga tengah menahun ini dibagi atas 2 tipe, yaitu:
1. Tipe tubotimpanal.
Tipe tubotimpanal disebut juga sebagai tipe jinak (benigna) dengan
perforasi yang letaknya sentral. Biasanya tipe ini didahului dengan gangguan
fungsi tuba yang menyebabkan kelainan di kavum timpani. Tipe ini disebut juga
dengan tipe mukosa karena proses peradangannya biasanya hanya pada mukosa
telinga tengah, dan disebut juga tipe aman karena tidak menimbulkan komplikasi
yang berbahaya.3
2. Tipe atikoantral
Beberapa nama lain digunakan untuk tipe ini OMSK tipe tulang karena
penyakit menyebabkan erosi tulang, tipe bahaya ataupun sering disebut sebagai
chronic supurative otitis media with cholesteatoma.3
Perforasi membran timpani yang terjadi pada tipe ini biasanya perforasi
yang marginal yang dihasilkan dari suatu kantong retraksi dan muncul di pars 6
plasida, merupakan perforasi yang menyebabkan tidak ada sisa pinggir membran
timpani (anulus timpanikus). Oleh sebab itu dinding bagian tulang dari liang
telinga luar, atik, antrum, dan sel-sel mastoid dapat terlibat dalam proses inflamasi
sehingga tipe ini disebut ‘penyakit atikoantral’.12, 13
Kolesteatoma pada OMSK tipe atikoantral adalah suatu kantong retraksi
yang dibatasi oleh epitel sel skuamosa yang diisi dengan debris keratin yang
muncul dalam ruang yang berpneumatisasi dari tulang temporal. Kolesteatoma
mempunyai kemampuan untuk tumbuh, mendestruksi tulang, dan menyebabkan
infeksi kronik sehingga suatu otitis media kronik dengan kolesteatoma sering
dikatakan sebagai ‘penyakit yang tidak aman’ dan secara umum memerlukan
penatalaksanaan bedah.12
VI. DIAGNOSIS
Diagnosis OMSK ditegakan dengan cara:12, 13, 14
1. Anamnesis (history-taking)
Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita
seringkali datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang
paling sering dijumpai adalah telinga berair, adanya secret di liang telinga yang
pada tipe tubotimpanal sekretnya lebih banyak dan seperti berbenang (mukous),
tidak berbau busuk dan intermiten, sedangkan pada tipe atikoantral, sekretnya
lebih sedikit, berbau busuk, kadangkala disertai pembentukan jaringan granulasi
atau polip, maka sekret yang keluar dapat bercampur darah. Ada kalanya
penderita datang dengan keluhan kurang pendengaran atau telinga keluar darah.
2. Pemeriksaan otoskopi
Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari perforasi
dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah.
3. Pemeriksaan audiologi
Evaluasi audiometri, pembuatan audiogram nada murni untuk menilai hantaran
tulang dan udara, penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan pendengaran dan
untuk menentukan gap udara dan tulang. Audiometri tutur berguna untuk menilai
‘speech reception threshold’ pada kasus dengan tujuan untuk memperbaiki
pendengaran.
7
4. Pemeriksaan radiologi
Radiologi konvensional, foto polos radiologi, posisi Schüller berguna untuk
menilai kasus kolesteatoma, sedangkan pemeriksaan CT scan dapat lebih efektif
menunjukkan anatomi tulang temporal dan kolesteatoma.
VII. KOMPLIKASI
Komplikasi OMSK dapat dibagi atas:14, 15, 16
1. Komplikasi intratemporal (komplikasi ekstrakranial) terdiri dari parese n. fasial
dan labirinitis.
2. Komplikasi ekstratemporal (komplikasi intrakranial) terdiri dari abses ekstradural,
abses subdural, tromboflebitis sinus lateral, meningitis, abses otak, hidrosefalus
otitis.
Pada radang telinga tengah menahun ini walaupun telinga berair sudah
bertahun-tahun lamanya telinga tidak merasa sakit, apabila didapati telinga terasa sakit
disertai demam, sakit kepala hebat dan kejang menandakan telah terjadi komplikasi ke
intrakranial.
Kekurangan pendengaran sering menyertai OMSK. Kekurangan yang terjadi
biasanya bersifat tuli konduksi (conductive hearing loss) derajat ringan hingga
menengah (sekitar 30–60 dB). Kekurangan pendengaran ini merupakan akibat dari
perforasi membrana timpani dan putusnya rantai tulang pendengaran pada telinga
tengah karena proses osteomielitis sehingga suara yang masuk ke telinga tengah
langsung menuju tingkap oval (foramen ovale). Kekurangan pendengaran derajat yang
lebih tinggi lagi dapat terjadi bila proses infeksi melibatkan koklea atau saraf
pendengaran.4
Penelitian di beberapa negara oleh WHO, 2004, menunjukkan kekurangan
pendengaran terjadi pada ± 50% penderita OMSK dan secara keseluruhan tidak kurang
dari 164 juta kasus dengan kekurangan pendengaran merupakan akibat dari OMSK dan
sekitar 90% kejadian ini terjadi pada negara yang sedang berkembang.
8
Onset, progresifitas, predisposisi, penyakit
sistemik, fokus infeksi, riwayat pengobatan
VIII. PENATALAKSANAAN
ALGORITMA 1
ALGORITMA 2
9
OTORE KRONIS
MT PERFORASIMT UTUH
otoskopi
OE difus
Otomikosis
Dermatitis eksim
OE maligna
Miringitis granulomatosa
OMSK
KOMPLIKASI - KOMPLIKASI +
Kolesteatoma -
(OMSK BENIGNA)
Kolesteatoma +
(OMSK MALIGNA)
Algoritma 2 Algoritma 3
Algoritma 4
Kolesteatoma –
(OMSK BENIGNA)
OMSK aktifOMSK tenang
Stimulasi epitelisasi tepi perforasi
Perforasi menutup Perforasi menetap
Cuci telinga, ab topikal + ab sistemik
Otore STOPOtore menetap > 1
minggu
Tuli konduktif +Tuli konduktif -
Ideal : timpanoplasti dengan atau tanpa mastoidektomi
Ro mastoid (Schuller x-ray)
AudiogramMenetap > 3 bulan
Ideal : mastoidektomi + timpanolasti
Ab, berdasarkan pemeriksaan MO
ALGORITMA 3
ALGORITMA 4
10
- OMSK tipe maligna bersifat progresif
- Kolesteatoma yang semakin luas akan
mendestruksi tulang yang dilewatinya
- Infeksi sekunder akan menyebabkan
keadaan septik lokal dan nekrosis septik
di jaringan lunak yang dilalui
kolesteatoma dan di jaringan sekitarnya
juga menyebabkan destruksi jaringan
lunak yang mengancam akan terjadinya
komplikasi-komplikasi
- Satu-satunya cara pengobatan adalah
bedah
Pilihan :
- Atikotomi posterior
- Timpanoplasti dinding utuh (Canal wall
up tympanoplasty)
- Timpanoplasti dinding runtuh (Canal wall
dow tympanoplasty)
- Atticoantroplasti/osteoplastik
epitimpanotomi
- Timpanoplasti buka-tutup (open and close
tympanoplasty)
Kolesteatoma +(OMSK MALIGNA)
OMSK + Komplikasi
Komplikasi Intratemporal
Komplikasi Intratemporal
Abses subperiostealLabirinitis
Paresis FasialPetrositis
Abses Ekstra DuraAbses Perisinus
Tromboflebitis Sinus LateralMeningitisAbses Otak
Meningitis Otikus
ANTIBIOTIK DOSIS TINGGI
MASTOIDEKTOMI
DEKOMPRESI N.VII
PETROSEKTOMI
Rawat Inap
Periksa sekret telinga
Ab IV dosis tinggi 7-15 hari
Konsul spesialis saraf/saraf anak
Mastoidektomi
Operasi bedah saraf
Terapi medikamentosa
Prinsip mendasar penatalaksanaan medis pada OMSK adalah:13
1. Aural toilet, yaitu pembersihan telinga dari sekret.
2. Terapi antimikroba topikal, yaitu pemberian tetes telinga antibiotik topikal.
Terapi bedah
Penatalaksanaan bedah dari OMSK adalah secara operasi mastoidektomi, yang terdiri
dari:17, 18
1. Mastoidektomi sederhana
Bertujuan untuk mengevakuasi penyakit yang hanya terbatas pada rongga
mastoid.
2. Mastoidektomi radikal
Bertujuan untuk mengeradikasi seluruh penyakit di mastoid dan telinga tengah, di
mana rongga mastoid, telinga tengah, dan liang telinga luar digabungkan menjadi
satu ruangan sehingga drainase mudah.
3. Untuk kasus-kasus yang akan dilakukan perbaikan fungsi pendengaran dilakukan
timpanoplasti.
Pemilihan Obat Secara Rasional
Pada OMSK telah terjadi perubahan yang menetap. Yang harus diingat dalam
pengobatan OMSK adalah kronisitas penyakit ini dengan fase aktif dan fase tenang
yang bergantian yang dapat terjadi sepanjang umur penderitanya. Penderita akan
memerlukan antimikroba pada setiap fase aktif. Idealnya, pemilihan tersebut harus
berdasarkan identifikasi kuman penyebab, informasi yang akurat tentang kepekaan
kuman disamping keterangan mengenai faktor pejamu, kondisi penderita itu sendiri.
1. Antibiotik sistemik
Antibiotik dapat diberikan pada setiap fase aktif dan disesuaikan dengan kuman
penyebab. Kuman patogen OMSK terutama kuman gram negatif, yaitu
Pseudomonas aeruginosa yang tidak sensitif lagi terhadap antibiotik klasik seperti
penisilin G, amoksisilin, eritromisin, tetrasiklin dan kloramfenikol. Kotrimoksazol
juga kurang poten tetapi masih lebih baik. Antibotik sistemik pertama dapat
langsung dipilih yang sesuai dengan keadaan klinis, penampilan sekret yang
11
keluar serta riwayat pengobatan sebelumnya. Sekret hijau kebiruan menandakan
Pseudomonas sebagai kuman penyebab, sekret kuning pekat sering kali
disebabkan oleh Staphylococcus, sekret berbau busuk sering kali mengandung
kuman anaerob. Kotrimoksazol atau ampisilin-sulbaktam dapat dipakai bila tidak
ada kecurigaan terhadap Pseudomonas sebagai kuman penyebab. Golongan
fluorokuinolon (ofloksacin dan ciprofloksasin) dapat dipakai bila tidak ada
kecurigaan terhadap kuman anaerob sebagai penyebab. Bila sukar menentukan
kuman penyebab, dapat dipakai campuran trimetoprim + sulfametoksazol atau
amoksisilin + klavulanat. Bila ingin diberikan golongan aminoglikosida dapat
dimulai dengan gentamisin, sedangkan amikasin, netilmisin atau tobramisin
sebagai pilihan kedua.
Dengan tujuan antara lain untuk mengobati infeksi atau untuik mencapai
sinergisme, dapat deiberikan dua atau lebih anti mikroba. Misalnya pemberian
golongan penisilin dengan aminoglikosida. Penisilin yang bekerja pada dinding
sel bakteri, akan meningkatkan penetrasi aminoglikosida ke dalam sel bakteri.
Contoh lain adalah kombinasi amoksisilin dengan klavulanat, ampisilin dengan
sulbaktam untuk membunuh kuman penghasil β-laktamase; kombinasi
trimetoprim dengan sulfometoksazol.
Kombinasi obat bisa juga bersifat antagonistik. Misalnya kombinasi
kloramfenikol dengan preparat penisilin yang merupakan kombinasi bakteriostatik
dan bakterisid.
Bila dalam 7 hari tidak tampak perbaikan klinis, sebaiknya diusahakan
pemeriksaan mikrobiologik guna memilih antibiotik yang lebih tepat.
Pemeriksaan mikrobiologi sekret telinga, apabila dapat dilakukan akan sangat
membantu menentukan antibiotik yang sesuai, tetapi pengobatan dengan
antibiotik lini pertama tidak harus menunggu hasil pemeriksaan ini.
2. Antiseptik topikal
Pada umumnya diperlukan pembersihan liang telinga dengan menggunakan
larutan antiseptik. Larutan antiseptik yang dapat digunakan antara lain asam asetat
1-2%, hidrogen peroksida 3%, povidon iodine 5% atau dengan garam fisiologis.
Pemberian dapat dilakukan 1 atau 2 kali sehari sampai otore berhenti.
12
3. Antibiotik topikal
Obat tetes antibiotik dapat dipakai sebagai obat lini pertama dan sebagai obat
tunggal. Pada umumnya obat ototopik di pasaran berisi salah satu atau campuran
neomisin, gentamisin, kloramfenikol, soframisin atau yang lain. Obat-obat
tersebut dapat bersifat ototoksik.
Walaupun pemberian antimikroba sebagai obat tetes telinga pada keadaan tertentu
sangat membantu penyembuhan fase aktif OMSK, penggunaannya tetap harus
dengan hati-hati mengingat obat tersebut bersifat ototoksisitas.
Obat tetes telinga jenis kuinolon terbukti aman, tidak toksik terhadap labirin,
mempunyai efektifitas tinggi sebagai obat tunggal untuk pengobatan, karenanya
direkomendasikan sebagai obat lini pertama.
IX. PROGNOSIS
Frekuensi komplikasi yang mengancam jiwa pada OMSK telah menurun
secara dramatis dengan ditemukannya antibiotik. Angka mortalitas menurun tajam dari
76% pada tahun 1930-an menjadi 36% pada tahun 1980-an.4
Komplikasi ke intrakranial, merupakan penyebab utama kematian pada
OMSK di negara sedang berkembang, yang sebagian besar kasus terjadi karena
penderita mengabaikan keluhan telinga berair. (WHO) Meningitis atau radang selaput
otak adalah komplikasi intrakranial OMSK yang paling sering ditemukan di seluruh
dunia, biasanya mempunyai gejala demam, sakit kepala serta adanya tanda-tanda
perangsangan meningen, seperti kejang. Kematian terjadi pada 18,6% kasus OMSK
dengan komplikasi intrakranial.4
13
ALGORITMA SKENARIO PENATALAKSANAAN OMSK WHO
(Untuk Dokter Umum)
Pasien dengan otore 2 minggu atau lebih
14
Demam, nyeri telinga hebat, sakit kepalaSempoyongan/vertigo
bengkak di sekitar telinga
Skenario penatalaksanaan 1 :Pasien dengan otore baru, belum pernah diobati Periksa tanda, tidak hanya gejala Anamnesis yang teliti Periksa secara nyata keadaan membran
timpani Waspada terhadap tanda bahaya Ajari pasien atau pengantarnya cara
membersihkan liang telinga pada kunjungan pertama
Bersihkan dan keringkan liang telinga, bila tidak mungkin dilakukan, pasanglah tampon longgar
Rujuk tiap pasien dengan kemungkinan OMSK untuk otoskopi secara teliti
Mulai antiseptik atau antibiotik topikal pada kunjungan pertama
Pastikan antimikroba topikal tersebut mencapai telinga tengah
TIDAK
YASkenario penatalaksanaan 4 :Pasien dengan otore rekuren, telinga bengkak, atau nyeri, atau demam Rujuk untuk kemungkinan mastoi-
dektomi segera Mulai antibiotik dosis tinggi Pilih eradikasi infeksi : bedah
sampai rekonstruksi telinga tengah
Otore hilang setelah 2 minggu pengobatan
TIDAK
Skenario penatalaksanaan 2 :Pasien dengan otore baru, telah diobati tetapi tidak sembuh Pertimbangkan kemungkinan resistensi
antimikroba Periksa kepatuhan pasien dalam cara
pemberian obat di rumah Rujuk untuk konfirmasi otoskopi Pertimbangkan pemberian antibiotik
parenteral Waspada terhadap tanda bahaya
Perhatikan kemungkinan kekam-buhan Bila otore kambuh (skenario pena-
talaksanaan 2) Bila otore kambuh dengan sakit
kepala, demam, pusing (skenario penatalaksanaan 4)
Bila otore tidak kambuh dalam waktu paling sedikit 1 tahun (skenario penatalaksanaan 5)
YA
15
Otore hilang
TIDAK
Demam, nyeri telinga hebat, sakit kepalaSempoyongan/vertigo
bengkak di sekitar telinga
YA
Skenario penatalaksanaan 4 :Pasien dengan otore rekuren, telinga bengkak, atau nyeri, atau demam Rujuk untuk kemungkinan mastoi-
dektomi segera Mulai antibiotik dosis tinggi Pilih eradikasi infeksi : bedah
sampai rekonstruksi telinga tengahTIDAK
Skenario penatalaksanaan 3 :Pasien dengan otore berulang, dengan atau tanpa riwayat pengobatan sebelumnya Mulai pemberian antimikroba dan
pembersihan telinga Rujuk segera untuk otoskopi dan
kemungkinan operasi Pertimbangkan pelayanan mastoidektomi Pertimbangkan kemudahan pelayanan
otologik
Otore hilang
TIDAK
Rujuk untuk kemungkinan mastoid-dektomi
Anjurkan eradikasi operatif terhadap infeksi sampai rekonstruksi pendengaran
YASkenario penatalaksanaan 5 :Pasien tanpa otore tetapi dengan kurang pendengaran Tawarkan operasi rekonstruksi atau
alat bantu dengar
DAFTAR PUSTAKA
1. Kelompok studi otologi PERHATI–KL. Panduan Penatalaksanaan Baku Otitis Media
Supuratif Kronik (OMSK) di Indonesia. Jakarta, Mei, 2002.
2. Browning G.G. Aetiopathology of Inflammatory Conditions of the External and Middle
Ear. In: Scott-Brown’s Otolaryngology. 6th edition. Vol. 3. Butterworth-Heinemann,
1997; 3/3/15.
3. Helmi. Otitis Media Supuratif Kronis. Dalam: Helmi. Otitis Media Supuratif Kronis.
Balai Penerbit FK-UI, Jakarta, 2005; 55 – 7.
4. World Health Organization. Chronic suppurative otitis media: Burden of Illness and
Management Options. Geneva, Switzerland, 2004.
5. Helmi. Otitis Media Supuratif Kronis. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2005. 55 – 6
6. Healy G.B., Rosbe K.W. Otitis Media and Middle Ear Effusions. In: Ballenger’s
Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery, Sixteenth edition, BC. Decker, Hamilton,
Ontario, p. 249-50.
7. Adenan A. Kumpulan Kuliah Telinga. Bagian THT Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
8. Ovesen T., Borglum J.D. New Aspects of Secretory Otitis Media, Eustachian Tube
Function and Middle Ear Gas. Ear, Nose and Throat Journal; Sep 1998; 77, 9; 770-6.
9. Ryan A.F., Juhn S.K., Andalibi A., et al. Biochemistry. In: Lim DJ, ed. Recent
Advances in Otitis Media Report of The Eighth Research Conference, The Annals of
Otology, Rhinology and Laryngology; Jan 2005; 114, 1; 50-4.
10. Sato K., Nonomura N., Kawana M., Nakano Y. Course of IL-1ß, IL-6, IL-8, and TNF-α
in the Middle Ear Fluid of the Guinea Pig Otitis Media Model Induced by Nonviable
Haemophilus Influenzae. The Annals of Otology, Rhinology & Laryngology; Jun 1999;
108, 6; 559-63.
11. Barenkamp S.J., Ogra P.L., Bakaletz L.O., et al. Microbiology and Immunology. In:
Lim DJ, ed. Recent Advances in Otitis Media Report of The Eighth Research
Conference, The Annals of Otology, Rhinology and Laryngology; Jan 2005; 114, 1; 60-
7).
16
12. Telian S.A., Schmalbach C.E. Chronic Otitis Media. In: Ballenger’s
Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. 16th edition. BC. Decker, Hamilton,
Ontario, 2003; 261–7.
13. Mills R.P. Management of Chronic Suppurative Otitis Media. In: Scott- Brown’s
Otolaryngology. 6th edition. Vol. 3. Butterworth-Heinemann, 1997; 3/10/1-6.
14. Ballenger J.J. Penyakit Telinga Kronis. Dalam: Ballenger J.J. Penyakit Telinga, Hidung,
Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi 13. Jilid dua. Binarupa Aksara, Jakarta, 1997; 392.
15. Ludman H. Complications of Suppurative Otitis Media. In: Scott-Brown’s
Otolaryngology. 6th edition. Vol. 3. Butterworth-Heinemann, 1997; 3/12/1.
16. Neely J.G. Intratemporal and Intracranial Complications of Otitis Media. In: Bailey J.B.
Head and Neck Surgery – Otolaryngology. Second Edition. Lippincott – Raven
Publisher, Philadelphia, 1998; 2011.
17. Frootko N.J. Reconstruction of the Middle Ear. In: Scott-Brown’s Otolaryngology. 6th
edition. Vol. 3. Butterworth-Heinemann, 1997; 3/11/1-2.
18. Johnson G.D. Simple Mastoid Operation. In: Glasscock-Shambough Surgery of the Ear.
5th edition. BC. Decker, Hamilton, Ontario, 2003; 487.
17