laporan kasus pansitopenia
DESCRIPTION
laporan contohTRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
PANSITOPENIA
Oleh :
Putri Rara Imas Balerna Pratiwi
FAA 110 030
Pembimbing :
dr. Sutopo Marsudi Widodo, Sp.RM
dr. Tagor Sibarani
dr. Tharina Lawei
Dibawakan dalam rangka tugas kepaniteraan klinik pada bagianIlmu Rehabilitasi Medik dan Emergency Medicine
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU REHABILITASI MEDIK DAN EMERGENCY MEDICINE
RSUD dr. DORIS SYLVANUS/FK UNPARPALANGKA RAYA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Pansitiopenia adalah reduksi pada semua jalur sel major seperti sel darah
merah, sel darah putih dan trombosit. Biasanya kausa dari kejadian ini disebabkan
oleh penurunan produksi sumsum tulang dan destruksi sel darah yang meningkat
di perifer. Penurunan produksi sumsum tulang biasanya pada kasus anemia
aplastik, leukemia akut, mielodisplasia, mioloma, limfoma, tumor solid dan kasus
tuberkulosis, anemia megaloblastik dan sebagainya. Peningkatan destruksi sel
darah perifer yang meningkat biasanya disebabkan kasus hipersplenisme
Anemia aplastik terjadi pada semua umur, dengan awitan klinis pertama
terjadi pada usia 1,5 sampai 22 tahun, dengan rerata 6-8 tahun. Di Departemen
Ilmu Kesehatan Anak FKUI RSCM, dalam kurun satu tahun (Mei 2002 – Mei
2003) terdapat 9 kasus anemia aplastik, 4 anak perempuan dan 5 anak laki-laki.
BAB II
LAPORAN KASUS
I. Primary Survey
Tn. H , laki-laki
Vital sign :
Tekanan Darah : 150/40 mmHg
Nadi : 110 x/menit
Pernapasan : 22 x/menit
Suhu : 37,5℃Airway : tidak terdapat sumbatan jalan nafas
Breathing : Spontan, 22x/menit dengan jenis pernapasan
torakoabdominal, pergerakan thoraks simetris dan
tidak ditemukan ketinggalan gerak pada salah satu
thoraks.
Circulation : TD 150/40 mmHg. Nadi 110 kali/menit, reguler, isi
cukup, kuat angkat.CRT > 2 detik.
Dissability : badan lemas dan semakin pucat
Evaluasi masalah : Kasus ini merupakan kasus yang termasuk dalam
priority yaitu pucat. Pasien pada kasus ini diberi
label pewarnaan triase dengan warna kuning
Tatalaksana awal : Pasien ditempatkan di ruangan non-bedah.
II. Identitas Penderita
Nama : Tn. H
Usia : 26 tahun
Agama : Kristen
Pekerjaan : Koki restorant
Alamat : Jln. Seth Adji
III. Anamnesis
Autoanamnesis dengan penderita pada tanggal 29 Desember 2015 pukul
11.00 WIB.
1. Keluhan Utama : badan lemas
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengatakan badan terasa lemas sejak 2 hari SMRS. Pasien
mengatakan 2 minggu yang lalu pasien ada muntah darah sebanyak 1
telapak tangannya. Muntah 1x saja dan tidak ada muntah lagi hingga
datang ke IGD. Setelah muntah pasien tidak minum obat dan kembali
bekerja seperti biasa. Pasien mengatakan semenjak muntah darah,
badanya semakin pucat.
1 bulan sebelumnya pasien mengeluh berat badannya 78 kg dan saat
datang berat badan pasien menjadi 70 kg.
BAB berwarna hitam
BAK tidak ada keluhan, warna kuning muda tidak nyeri.
Batuk disangkal.
Mual - , sesak nafas -, nyeri dada –
Demam kadang-kadang sejak 2 minggu yang lalu. Menggigil -,
berkeringat –
Riwayat sakit serupa sebelumnya disangkal. Riwayat pernah dirawat di
rumah sakit disangkal.
IV. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum: Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : Eye (4), Motorik (6), Verbal (5).
2. Tanda vital :
Tensi : 150/40 mmHg
Nadi : 110x/menit, reguler, isi cukup, kuat angkat
Suhu : 37,5°C, aksila
Respirasi : 22 x/menit, torakoabdominal.
3. Kepala : normocepal, CA +/+ , SI -/- , pupil isokor
4. Leher : peningkatan JVP (+). KGB membesar (-)
5. Thoraks :
a. Paru
Inspeksi : Simetris, tidak ada ketinggalan gerak, frekuensi napas
22 kali/menit, jenis pernapasan torakoabdominal.
Palpasi : Fremitusvocal +/+, NT -
Perkusi : Sonor +/+ pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler pada kedua lapang paru, ronki
(-/-), wheezing (-/-).
b. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis terlihat di SIC IV midclavicula S,
thrill +
Palpasi : Teraba pada SIC V 1 jari lateral midklavikula
sinistra
Auskultasi : S1-S2 tunggal, murmur (+) Gallop (-)
6. Abdomen : datar, supel bising usus (+), perkusi timpani ,
hepatomegali (-), Splenomegali garis Schuffner IV.,
nyeri tekan (-).
7. Ekstremitas : Akral hangat, CRT > 2 detik.
8.
V. Pemeriksaan Penunjang
WBC : 2,33 /uL
RBC : 1,49 /uL
HGB : 2,5 g/dL
HCT : 9,9%
MCV :66,7
MCH : 16,8
MCHC :25,2
PLT : 73 /uL
GDS : 98 mg/dL
Kreatinin : 1,38mg/dl
VI. Diagnosis Banding
Anemia Aplastik
Anemia Megaloblastik
Sindroma Mielodisplastik
VII. Diagnosis Kerja
Observasi Pansitopenia dd Anemia Aplastik
VIII. Penatalaksanaan
- Oksigenasi 4 lpm NK
- Injeksi Lansoprazole 2 x 1 gr
o I : ulkus duodenum, benign ulkus gaster, Refluks esofagus
o KI : reaksi hipersensitif
- Injeksi Kalnex 3 x 500 mg
o I : obat anti fibrinolitik, antiplasminik, epistaksis, edema
angioneurotik heredikter, perdarahan abnormal, penderita
hemofilia
o KI : reaksi hipersensitif
- Pro Transfusi PRC 4 kolf
IX. Usulan
- Cek MDT
- Rontgen thorax
- USG abdomen
- CT scan
BAB III
PEMBAHASAN
Seorang laki-laki Tn. H datang dengan keluhan badan lemas, dan
semakin pucat sejak 2 minggu SMRS. Pada pemeriksaan penunjang, didapati
jumlah sel darah merah dan sel darah putih menurun.
Anemia aplastik adalah kelainan hematologik yang ditandai dengan
penurunan komponen seluler pada darah tepi yang diakibatkan oleh kegagalan
produksi sumsum tulang. Pada keadaan ini, jumlah sel darah yang diproduksi
tidak mencukupi. Penderita mengalami pansitopenia, yaitu keadaan dimana terjadi
kekurangan jumlah sel darah merah, sel darah putih dan trombosit.
Diagnosis anemia aplastik dapat ditegakkan berdasarkan gejala subyektif,
gejala obyektif, pemeriksaan darah serta pemeriksaan sumsum tulang. Gejala
subyektif dan objektif merupakan manifestasi dari pansitopenia yang terjadi.
Namun gejala dapat bervariasi dan tergantung dari sel mana yang mengalami
depresi paling berat. Diagnosa pasti anemia aplastik adalah berdasarkan
pemeriksaan darah dan sumsum tulang. Penegakkan diagnose dini sangatlah
penting sebab semakin dini penyakit ini didiagnosa, kemungkinan sembuh secara
spontan atau parsial semakin besar.
Anemia aplastik umumnya diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Klasifikasi menurut kausa:
- Idiopatik: apabila kausanya tidak diketahui. 50% kasus anemia aplastik.
- Sekunder: apabila kausanya diketahui.
- Konstitusional: apabila adanya kelainan DNA yang dapat diturunkan
misalnya pada anemia Fanconi.
2. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan atau prognosis:
Anemia aplastik berat - Selularitas sumsum tulang <25%
atau 25-50% dengan <30% sel
hematopoetik residu, dan
- Dua dari tiga kriteria berikut:
Netrofil <0,5 x 109/1
Trombosit <20 x 109/1
Retikulosit <20 x 109/1
Anemia aplastik sangat
berat
Sama seperti anemia aplastik berat kecuali
netrofil <0,2 x 109/1
Anemia aplastik bukan
berat
Pasien tidak memenuhi kriteria anemia
aplastik berat atau sangat berat; dengan
sumsum tulang yang hiposeluler dan
memenuhi dua dari tiga kriteria berikut:
Netrofil <1,5 x 109/1
Trombosit <100 x 109/1
Hemoglobin <10g/dl
Pada pasien ditemukan penurunan jumlah sel darah merah dan putih
secara drastis tanpa riwayat trauma sejak 2 minggu yang lalu.
Ada tiga mekanisme terjadinya anemia aplastik. Anemia aplastik yang
diturunkan (inherited aplastic anemia), terutama anemia Fanconi disebabkan oleh
ketidakstabilan DNA. Beberapa bentuk anemia aplastik yang didapatkan (acquired
aplastic anemia) disebabkan kerusakan langsung stem sel oleh agen toksik,
misalnya radiasi. Patogenesis dari kebanyakkan anemia aplastik yang didapatkan
melibatkan reaksi autoimun terhadap stem sel.
Anemia Fanconi meruapakan bentuk inherited anemia aplastik yang paling
sering kerana bentuk inherited yang lain meruapkan penyakit yang langka.
Kromosom pada penderita anemia Fanconi sensitif untuk mengalami perubahan
DNA akibat obat-obat tertentu. Sebagai akibatnya, pasien pada anemia Fanconi
memiliki resiko tinggi terjadinya aplasia, mielodisplastik sindrom (MDS) dan
leukemia mielogenus akut (AML). Kerusakkan DNA juga mengaktifkan suatu
kompleks yang terdiri daripada protein Fanconi A, C, G, dan F. Hal ini
menyebabkan perubahan pada protein FANCD2. Protein ini dapat berinteraksi,
contohnya dengan gen BRCA1 (gen yang terkait dengan kanker payudara).
Mekanisme bagaimana berkembangnya anemia Fanconi menjadi anemia
aplastik dari sensitifitas mutagen dan kerusakan DNA masih belum diketahui
dengan pasti. Kerusakan oleh agen toksik secara langsung terhadap stem sel dapat
disebabkan oleh paparan radiasi, kemoterapi sitotoksik atau benzene. Agen-agen
ini dapat menyebabkan rantai DNA putus sehingga menyebabkan inhibisi sintesis
DNA dan RNA. Kehancuran hematopoesis stem sel yang dimediasi sistem imun
mungkin merupakan mekanisme utama patofisiologi anemia aplastik.
Walaupun mekanismenya belum diketahui benar, tampaknya limfosit T
sitotoksik berperan dalam menghambat proliferasi stem sel dan mencetuskan
kematian stem sel. Efek langsung terhadap stem sel telah dihipotesa terjadi
melalui interaksi antara Fas kigand yang terekspresi pada sel T dan Fas (CD95)
yang ada pada stem sel, yang kemudian terjadi perangsangan kematian sel
(apoptosis).
Gejala dan pemeriksaan fisik
Pada anemia aplastik terdapat pansitopenia sehingga keluhan dan gejala
yang timbul adalah akibat dari pansitopenia tersebut. Hipoplasia eritropoietik akan
menimbulkan anemia di mana timbul gejala-gejala anemia antara lain lemah,
dsypneu d’effort, palpitasi cordis, takikardi, pucat dan lain-
lain. Pengurangan elemen lekopoisis menyebabkan granulositopenia yang akan
menyebabkan penderita menjadi peka terhadap infeksi sehingga mengakibatakn
keluhan dan gejala infeksi baik bersifat lokal maupun bersifat sistemik.
Trombositopenia tentu dapat mengakibatkan pendarahan di kulit, selaput lendir
atau pendarahan di organ-organ. Pada kebanyakan pasien, gejala awal dari anemia
aplastik yang sering dikeluhkan adalah anemia atau pendarahan, walaupun demam
atau infeksi kadang-kadang juga dikeluhkan.
Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Darah
Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan anemia yang
bersifat normokrom normositer, tidak disertai dengan tanda-tandaregenerasi.
Adanya eritrosit muda atau leukosit muda dalam darah tepi menandakan bukan
anemia aplastik. Kadang-kadang pula dapat ditemukan makrositosis, anisositosis,
dan poikilositosis. Jumlah granulosit ditemukan rendah. Pemeriksaan hitung jenis
sel darah putih menunjukkan
penurunan jumlah neutrofil dan monosit. Limfositosis relatif terdapat pada lebih
dari 75% kasus. Jumlah neutrofil kurang dari 500/mm dan trombosit kurang dari
20.000/mm3 menandakan anemia aplastik berat. Jumlah neutrofil kurang dari
200/mm3 menandakan anemia aplastik sangat berat.
Jumlah trombosit berkurang secara kuantitias sedang secara kualitas
normal. Perubahan kualitatif morfologi yang signifikan dari eritrosit, leukosit atau
trombosit bukan merupakan gambaran klasik anemia aplastik yang didapat
(acquired aplasticanemia). Pada beberapa keadaan, pada mulanya hanya produksi
satu jenis sel yang yang berkurang sehingga didiagnosis menjadi red sel aplasia
atau megakariotik trombositopenia. Pada pasien seperti ini, lini produksi
sel darah lain juga akan berkurang dalam beberapa hari sampai beberapa minggu
sehingga diagnosis anemia aplastik dapat ditegakkan
Laju endap darah biasanya meningkat. Waktu pendarahan biasanya memanjang
dan begitu juga dengan waktu pembekuan akibat adanya trombositopenia.
Hemoglobin F meningkat pada anemia aplastik anak dan mungkin ditemukan
pada anemia aplastik konstitusional. Plasma darah biasanya mengandung growth
factor hematopoesis, termasuk eritropoetin, trombopoetin, dan faktor yang
menstimulasi koloni myeloid. Kadar Fe serum biasanya meningkat dan klirens Fe
memanjang dengan penurunan inkorporasi Fe ke eritrosit yang bersirkulasi.
b. Pemeriksaan sumsum tulang
Aspirasi sumsum tulang biasanya mengandung sejumlah spikula dengan
daerah yang kosong, dipenuhi lemak dan relatif sedikit
sel hematopoiesis. Limfosit, sel plasma, makrofag dan sel mast mungkin
menyolok dan hal ini lebih menunjukkan kekurangan sel-sel yang lain daripada
menunjukkan peningkatan elemen-elemen ini. Pada kebanyakan kasus gambaran
partikel yang ditemukan sewaktu aspirasi adalah hiposelular. Pada beberapa
keadaan, beberapa spikula dapat ditemukan normoseluler atau bahkan
hiperseluler, akan tetapi megakariosit rendah.
Biopsi sumsum tulang dilakukan untuk penilaian selularitas baik secara kualitatif
maupun kuantitatif. Semua spesimen anemia aplastik ditemukan gambaran
hiposelular. Aspirasi dapat memberikan kesan hiposelular akibat kesalahan teknis
(misalnya terdilusi dengan darah perifer), atau dapat terlihat hiperseluler karena
area fokal residual hematopoiesis sehingga aspirasi sumsum tulang ulangan dan
biopsy dianjurkan untuk mengklarifikasi diagnosis. Suatu spesimen biopsi
dianggap hiposeluler jika ditemukan kurang dari 30% sel pada individu berumur
kurang dari 60 tahun atau jika kurang dari 20% pada individu yang berumur lebih
dari 60 tahun. International Aplastic Study Group mendefinisikan anemia aplastik
berat bila selularitas sumsum tulang kurang dari 25% atau kurang dari 50%
dengan kurang dari 30% sel hematopoiesis terlihat pada sumsum tulang.
c. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologis umumnya tidak dibutuhkan untuk menegakkan
diagnosa anemia aplastik. Survei skletelal khusunya berguna untuk sindrom
kegagalan sumsum tulang yang diturunkan, karena banyak diantaranya
memperlihatkan abnormalitas skeletal. Pada pemeriksaan MRI (Magnetic
Resonance Imaging) memberikan gambaran yang khas yaitu
ketidakhadiran elemen seluler dandigantikan oleh jaringan lemak.
Penatalaksanaan
Terapi utama:
- Transplantasi stem sel allogenic
Dianggap terapi paling baik untuk orang muda dengan anemia
aplastik. Pasien anemia aplastik menerima transplantasi sumsum
tulang dari donor. Pada orang tua, sukar ditoleransi. Kebanyakkan
pasien berusia lebih daripada 30 dan 40 tahun, terapi yang diberikan
biasanya terapi imun. Pada transplantasi sumsum tulang, perlukan
donor yang kompatibel dan ditentukan melalui tes HLA typing.
Biasanya diambil dari saudara terdekat seperti ahli keluarga.
Pada transplantasi sumsum tulang, pasien mulanya menerima
kemoterapi seperti cylcophosphamide dan fludarabine untuk
mensupresi sumsum tulang. Terapi ini diperlukan untuk memastikan
sistem imun tidak menyerang sel stem yang baru ditransplantasi.
Kemudian sel stem akan ditransplantasi melalui transfusi sel darah
yang mengandung sumsum tulang. Sel stem diambil dari sumsum
tulang donor di kamar operasi dengan anestesi umum. Sel stem juga
bisa diperoleh melalui satu tindakan yang disebut apheresis.
- Terapi immunosupresif
Pada pasien yang tidak bisa menerima transfusi sumsum tulang,
terapi dengan menggunakan obat-obat imunosupresif biasanya
dilakukan. Kebanyakkan kasus anemia aplastik biasanya disebabkan
sistem imun tubuh menyerang sumsum tulang pasien. Terapi
immunosupresif menghalang sistem imun dari terus menyerang
sumsum tulang tubuh.
Obat-obat yang biasa digunakan ialah:
Antityhmocyte globulin (ATG)
Cyclosporine
Alemtuzumab
Cyclophosphamide dosis tinggi
Kadang pada terapi immunosupresif, obat granulocyte colony-stimulating
factor (G-CSF) juga bisa diberikan. Obat ini membantu sumsum tulang
menghasilkan lebih banyak sel.
Terapi suportif:
- Transfusi darah lengkap
- Pemberian antibiotik
Diberikan untuk mengelakkan daripada infeksi kerana sel darah putih
yang berkurang.
- Pemberian Growth Factor
Diberikan untuk meningkat jumlah total sel darah putih. Obat yang
biasa diberikan ialah filgrastim (G-CSF atau Neupogen),
pegfilgrastim (Neulasta) dan sargramostim (GM-CSF atau Leukine)
- Pemberian androgen
Terapi ini biasanya pada pasien anemia aplastik yang baru terjadi
atau anemia aplastik sedang. Androgen adalah terapi pertama yang
diberikan pada pasien anemia aplastik yang diwarisi.
- Menurunkan kadar ferum dalam darah
Diberikan obat seperti Desferoxamine kerana terjadi pengumpulan
lebihan besi di dalam tubuh kerana tranfusi darah. Desferoxamine
mengurangkan lebihan Fe dalam tubuh. Diberikan secara I.V atau
subkutan. Diberikan 5 – 7 kali per minggu dan diberikan secara
perlahan-lahan. Deferasirox (Exjade) adalah obat yang diberikan
secara oral satu kali per hari untuk mengatasi lebihan Fe dalam tubuh
akibat transfusi darah.
BAB IV
KESIMPULAN
Demikian telah dilaporkan suatu kasus pansitopenia dari seorang pasien,
Tn. H dengan keluhan badan lemas dan semakin pucat.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pada pasien ditemukan pansitopenia dan didiagnosa
banding sementara dengan Anemia Aplastik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Aplastic Anemia, Myelodysplasia and Related Bone Marrow Failure
Syndromes. 663 - 670, 17th Edition Harrison’s: Principles Of Internal
Medicine. Volume II. Fauci. Braunwald. Kasper. Hauser. Longo. Jameson.
Loscalzo.
2. Aplastic Anemia Guideline, American Cancer Society, diunduh dari:
http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/002279-
pdf.pdf