laporan kasus karsinoma anorektal
DESCRIPTION
anorektalTRANSCRIPT
Laporan Kasus Karsinoma Anorektal
Oleh :Yulius Ciputra (11.2013.242)
Pembimbing:dr.Rachmat. C.Nikijuluw,Sp.B
dr.Diah Asih Lestari,Sp.Bdr.Michael,Sp.Bdr. Rhino, Sp.B
Kepaniteraan Klinik BedahFakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Rumah Sakit Umum Daerah TarakanPeriode 9 maret-16 mei 2015
1
I. IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Tn J (01326356) Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 45 thn Suku bangsa : Indonesia
Status perkawinan : Sudah Menikah Agama : Buddha
Pekerjaan : Pensiun Pendidikan : SMP
Alamat : Jl Kesehatan, Jakarta Barat
II.ANAMNESIS
Diambil dari: Autoanamnesis Tanggal : 10 April 2015, Jam : 14.10 WIB
Keluhan Utama:
Os mengeluh nyeri Nyeri pada dubur
Riwayat Penyakit Sekarang:
4 bulan SMRS os mengeluh nyeri pada dubur. Setiap kali ke toilet untuk BAB,
pasien mengaku harus mengedan dan membutuhkan waktu yang lama untuk
mengeluarkan feses. Feses yang keluar sedikit-sedikit dan bentuknya lebih kecil, feses
keluar selalu bercampur darah dan lendir. Darah yang keluar berwarna merah segar dan
terkadang merah kehitaman, darah tetap menetes setelah feses keluar dan beberapa saat
setelah selesai BAB, darah berhenti keluar. Pasien merasa selalu tidak tuntas saat BAB.
Nyeri dirasakan hilang timbul pada daerah anus yang menjalar ke atas, nyeri terutama
dirasakan ketika BAB dan kentut. Os juga mengaku lemas dan adanya pegal-pegal di
sekujur tubuh pasien. Mual muntah dan perut kembung disangkal pasien, Os juga sering
minum obat-obatan penahan rasa sakit yaitu “ponstan”. Os mengaku belum pernah
seperti ini dan juga os mengaku sebelumnya belum pernah ada riwayat operasi.
3 bulan SMRS os mengaku berobat ke alternative pengobatan tradisional
hemoroid namun tidak membuahkan hasil, os mengaku 2x berobat ke alternative tetapi
hasilnya sama saja dan os dianjurkan berobat ke RS.
2 bulan SMRS os masih merasakan nyeri di daerah dubur bertambah parah dan
nyeri muncul tiba-tiba dan apabila os bicara, batuk dan BAK selalu mengeluarkan nanah
dari lubang dubur.Os mengaku sekarang sudah tidak mengeluarkan darah, hanya lendir
2
saja. Mual muntah disangkal pasien, Os juga sering minum obat-obatan penahan rasa sakit yaitu
“ponstan”. Os mengaku belum pernah seperti ini dan juga os mengaku sebelumnya belum pernah
ada riwayat operasi. Os juga tidak ada riwayat alergi obat.
Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi (-), DM (-), jantung (-)
Riwayat Hidup
Riwayat kelahiran:
(√ ) Di Rumah ( ) Rumah Sakit ( ) Rumah Bersalin
Ditolong oleh ( ) Dokter ( ) Bidan (√ ) Dukun ( ) Lainnya…
Kehidupan Berkeluarga dan Perkawinan:
Adanya kesulitan:
Pekerjaan : ibu rumah tangga
Keuangan : tidak diketahui
Keluarga : ada, suami. anak laki laki dan perempuan)
Riwayat Makanan : tidak diketahui
Frekuensi/hari : 2x/hari atau lebih
Variasi/hari : variasi makanan cukup bervariasi
Jumlah/hari : 2 porsi piring atau kurang makan/hari
Nafsu makan : berkurang
Riwayat Imunisasi : tidak diketahui
( √) BCG ( √) DPT ( √ ) Polio
( √) Hep B ( √) Campak ( √ ) Lainnya,……….
Penyakit Dahulu (Tahun)
(-) Wasir/Hemorrhoid (-) Appendisitis (-) Hepatitis
(-) Batu Ginjal / Saluran Kemih (-) Tumor (-) Fistel
(-) Batu ginjal/saluran kemih (-) Penyakit Prostat (-) Struma tiroid
3
(-) Hernia (-) Diare Kronis (-) Penyakit jantung bawaan
(-) Typhoid (-) DM (-) Perdarahan otak
(-) Batu empedu (-) Kelainan kongenital (-) Gastritis
(-) Tifus abdominalis (-) Colitis (-) Hipertensi
(-) Ulkus ventrikuli (-) Tetanus (-) Penyakit pembuluh darah
(-) ISK (-) Volvulus (-) Abses hati
(-) Patah tulang
(-) Luka bakar
Lain-lain : (-) Operasi
(-) Kecelakaan
Riwayat Keluarga
Hubungan Umur
(tahun)
Jenis
Kelamin
Keadaan Kesehatan Penyebab Meninggal
Kakek - Laki-laki - -
Nenek - Perempuan - -
Ayah - Laki-laki - -
Ibu - Perempuan - -
Saudara - Lelaki - -
Anak-anak - Perempuan - -
Adakah Keluarga /Kerabat Yang Menderita:
Penyakit Ya Tidak Hubungan
Alergi - - -
Asma - - -
Tuberkulosis - - -
Arthritis - - -
Rematisme - - -
Hipertensi √ - Orang tua
Jantung - - -
Ginjal - - -
4
Lambung - - -
ANAMNESIS SISTEM
Kulit
(-) Bisul (-) Rambut (-) Keringat Malam (-) Petechie
(-) Kuku (-) Kuning/Ikterus (-) Sianosis
Kepala
(-) Trauma (-) Sakit Kepala
(-) Sinkop (-) Nyeri pada Sinus
Mata
(-) Nyeri (-) Radang
(-) Sekret (-) Gangguan Penglihatan
(-) Kuning/Ikterus (-) Ketajaman Penglihatan menurun
Telinga
(-) Nyeri (-) Tinitus
(-) Sekret (-) Gangguan Pendengaran
(-) Kehilangan Pendengaran
Hidung
(-) Trauma (-) Gejala Penyumbatan
(-) Nyeri (-) Gangguan Penciuman
(-) Sekret (-) Pilek
(-) Epistaksis
Mulut
(-) Bibir kering (-) Lidah kotor
(-) Gangguan pengecapan (-) Gusi berdarah
(-) Selaput (-) Stomatitis
Tenggorokan
(-) Nyeri Tenggorokan (-) Perubahan Suara
Leher
(-) Benjolan (-) Nyeri Leher
Dada ( Jantung / Paru – paru )
5
(-) Nyeri dada (-) Sesak Napas
(-) Berdebar (-) Batuk Darah
(-) Ortopnoe (-) Batuk
Abdomen ( Lambung Usus )
(-) Rasa Kembung (-) Perut Membesar
(-) Mual (-) Wasir
(-) Muntah (-) Mencret
(-) Muntah Darah (-) Tinja Darah
(-) Sukar Menelan (-) Tinja Berwarna Dempul
(+) Nyeri Perut (-) Benjolan
Saluran Kemih / Alat Kelamin
(-) Disuria (-) Kencing Nanah
(-) Stranguri (-) Kolik
(-) Poliuria (-) Oliguria
(-) Polakisuria (-) Anuria
(-) Hematuria (-) Retensi Urin
(-) Kencing Batu (-) Kencing Menetes
(-) Ngompol (-) Penyakit Prostat
Katamenia
(-) Leukore (-) Pendarahan
(-) lain – lain
Saraf dan Otot
(-) Riwayat trauma (-) Nyeri (-) Bengkak
(-) Otot Lemah (-) Kejang (-) Asfiksia
(-) Sukar mengingat (-) Ataksia (-) Hipo/hiperestesi
(-) Pingsan (-) Kedutan (-) Pusing
(-) Gangguan bicara
6
Ekstremitas
(-) Bengkak (-) Deformitas
(-) Nyeri (-) Sianosis
BERAT BADAN :
Berat badan rata-rata (Kg) : kg
Berat tertinggi (Kg) : kg
Berat badan sekarang (Kg) : kg
Tetap ( )
Turun ( √ )
Naik ( )
III. STATUS GENERALIS
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda-tanda vital : TD : 140/80 mmHg N : 82x/menit RR : 22x/menit S : 36°C
Kepala : Normocephali, rambut hitam, terlihat ada uban, distribusi merata.
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, refleks cahaya +/+
Telinga : Normotia, sekret -/-, liang telinga lapang/lapang, abses -/-
Hidung : Deviasi septum(-), Normosepta, deformitas (-), sekret (-), perdarahan (-)
Tenggorokan : Faring tidak hiperemis, Tonsil T1/T1, uvula di tengah.
Leher : KGB leher dan kelenjar tiroid tidak teraba membesar
Thorax :
Paru-paru :
Inspeksi : Kedua hemi thorax simetris dalam keadaan statis dan dinamis
Palpasi : Vocal fremitus sama pada paru kiri dan kanan dan benjolan (-)
Perkusi : nyeri (-)
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung :
7
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada intercostal 5 linea midclavicular sinistra,
berdiameter 2 cm.
Perkusi : Bunyi redup
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : perut datar warna kulit kunitng lang, lesi (-),benjolan(-) simetris, tidak
tegang
Palpasi : Defans Muskular (-), Nyeri tekan permukaan perut terutama di supra
pubik dan umbilikal regio.
Hati : Permukaan rata, tepi tumpul, tidak teraba pembesaran
Limpa : Tidak teraba pembesaran
Ginjal : ballotemen (-), bimanual (-)
Perkusi : bunyi timpani di seluruh abdomen
Auskultasi : bising usus (+) Mettalic Sound (-)
Rectal Touche: Tonus spinchter ani lemah, mukosa licin, ampula rekti tidak collaps.
Teraba massa solid jam 9 dengan letak 8 cm dari anocutan line, tidak nyeri, kurang lebih
4 cm, anuler, tidak bertangkai, batas tegas, pada hanscoon didapatkan darah (-) lendir
(+), feses (+).
Alat kelamin (atas indikasi) : tidak dilakukan
Extremitas (lengan & tungkai):
Kanan Kiri
Tonus normotonus normotonus
Massa (-) (-)
Sendi normal normal
Gerakan normal normal
Kekuatan + 5 +5
Edem (-) (-)
8
Lain-lain (-) (-)
Refleks
Kanan Kiri
Refleks tendon + +
Bisep + +
Trisep + +
Patella + +
Archiles + +
Kremaster - -
Refleks kulit + +
Refleks patologis - -
IV. STATUS LOKALIS
- Perut supel, datar, simteris dan Terdapat nyeri tekan pada region inquinal kiri bagian
bawah (+) supra pubik (+) Defans Muskular (-)
- Perkusi timpani, BU meningkat
Nyeri tekan pada region inquinal kiri bagian
bawah (+) supra pubik (+)
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tanggal 9 April 2015
• Hb: 10,6
• HT: 32,2
• Eritrosit 3,88
• Lekosit 13.720
• Trombosit 387.200
• Hitung jenis
9
– Basofil 0
– Eosinofil 3
– Batang 0
– Neutrofil 72
– Limfosit 18
– Monosit 7
– LED 35
• Hemostasis
– BT 2
– CT 11
• Kimia Klinik
– Na 133
– K 4,4
– CL 102
• Gula darah
– Glukosa Darah Sewaktu 105
• Fungsi liver
– SGOT 28
– SGPT 25
• Fungsi Ginjal
– Ureum 13
– Kreatinin 0,87
• Fungsi liver
– Albumin 3,14
Tanggal 13 April 2015
• Hemoglobin 10,0
• Hematokrit 30,9
• Eritrosit 3,77
• Lekosit 13.200
• Trombosit 441.000
Tanggal 15 April 2015
10
Hemostasis
– PT 12,9
– INR 0,64
– PT control 14,8
– APTT 35,5
– APTT control 34,7
Kimia klinik
– Elektrolit
Natrium 140
Kalium 4,1
Clorida 105
– D-Dimer 2,40
VI. RINGKASAN (RESUME/SILENT FEATURES)
4 bulan SMRS os mengeluh nyeri pada dubur. Setiap kali ke toilet untuk BAB, pasien mengaku
harus mengedan dan membutuhkan waktu yang lama untuk mengeluarkan feses. Feses yang keluar
sedikit-sedikit dan bentuknya lebih kecil, feses keluar selalu bercampur darah dan lendir. Darah yang
keluar berwarna merah segar dan terkadang merah kehitaman, darah tetap menetes setelah feses keluar
dan beberapa saat setelah selesai BAB, darah berhenti keluar. Pasien merasa selalu tidak tuntas saat BAB.
Nyeri dirasakan hilang timbul pada daerah anus yang menjalar ke atas, nyeri terutama dirasakan ketika
BAB dan kentut. Os juga mengaku lemas dan adanya pegal-pegal di sekujur tubuh pasien. Mual muntah
dan perut kembung disangkal pasien, Os juga sering minum obat-obatan penahan rasa sakit yaitu
“ponstan”. Os mengaku belum pernah seperti ini dan juga os mengaku sebelumnya belum pernah ada
riwayat operasi
TD : 140/80 mmHg N : 82x/m RR : 22x/menit S : 36°C
Inspeksi : perut rata warna kulit kuning langsat, lesi (-),benjolan (-),simetris
Palpasi : Defans Muskular (-), Nyeri tekan permukaan perut terutama di supra pubik dan
ingquinak kiri.
Hati : Permukaan rata, tepi tumpul, tidak teraba pembesaran
Limpa : tidak teraba pembesaran
Ginjal : ballotemen (-), bimanual (-)
Perkusi : bunyi timpani di seluruh abdomen
11
Auskultasi : bising usus (+) Mettalic Sound (-)
Rectal Touche: Tonus spinchter ani lemah, mukosa licin, ampula rekti tidak collaps. Teraba massa solid
jam 9 dengan letak 8 cm dari anocutan line, tidak nyeri, kurang lebih 4 cm, anuler, tidak bertangkai, batas
tegas, pada hanscoon didapatkan darah (-) lendir (+), feses (+).
DIAGNOSIS KERJA PRA BEDAH
Tumor Anorekti
DIAGNOSIS PASCA BEDAH
VII. DIAGNOSIS DEFERENSIAL
Hemorrhoid interna grade I
Polip Colon
VIII.PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
RL/ 8 jam
Pemberian KCL 30mEq
Ceftriaxone 1x2gr
Omerprazole
Tindakan :
NGT
Catheter
EKG
Miles Procedure
12
IX. PROGNOSIS
- Vitam : ad bonam
- Fungsionam : ad bonam
- Sanationam : ad bonam
TinjauanPustaka
Karsinoma rekti merupakan tumor ganas terbanyak di antara tumor ganas saluran cerna,
lebih 60% tumor kolorektal berasal dari rektum. Salah satu pemicu kanker rektal adalah masalah
nutrisi dan kurang berolah raga. Kanker rektal merupakan salah satu jenis kanker yang tercatat
sebagai penyakit yang paling mematikan di dunia. Kanker rektal adalah kanker yang menyerang
kolon dan rektum. Namun, penyakit ini bukannya tidak dapat disembuhkan. Jika penderita telah
terdeteksi secara dini, maka kemungkinan untuk sembuh bisa mencapai 50 persen.3
Setiap waktu, kanker ini bisa menyerang seseorang. Risikonya akan terus meningkat
seiring dengan penambahan usia. Data dari Amerika Serikat dan Inggris memperlihatkan, orang
yang berusia antara 60 sampai 80 tahun berisiko tiga kali lipat dari kelompok usia lainnya.
Mereka yang memiliki riwayat peradangan saluran cerna seperti kolit usus kronis, tergolong
berisiko tinggi untuk berkembang menjadi kanker kolorektal. Demikian juga dengan mereka
yang memiliki riwayat penyakit kanker tersebut, risiko terkena penyakit ini bisa menyerang pada
kelompok usia mana pun di bawah 60 tahun. 3
Umumnya penderita datang dalam stadium lanjut, seperti kebanyakan tumor ganas
lainnya; 90% diagnosis karsinoma rekti dapat ditegakkan dengan colok dubur. Sampai saat ini
pembedahan adalah terapi pilihan untuk karsinoma rekti. 1,2,3,10
13
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI DAN ANATOMI
Ca Rekti adalah kanker yang terjadi pada rektum. Rektum terletak di anterior sakrum and
coccyx panjangnya kira kira 15 cm. Rectosigmoid junction terletak pada bagian akhir mesocolon
sigmoid. Bagian sepertiga atasnya hampir seluruhnya dibungkus oleh peritoneum. Di setengah
bagian bawah rektum keseluruhannya adalah ektraperitoneral. Vaskularisasi rektum berasal dari
cabang arteri mesenterika inferior dan cabang dari arteri iliaka interna. Vena hemoroidalis
superior berasal dari pleksus hemorriodalis internus dan berjalan ke kranial ke vena mesenterika
inferior dan seterusnya melalui vena lienalis ke vena porta. Ca Recti dapat menyebar sebagai
embulus vena kedalam hati. Pembuluh limfe dari rektum diatas garis anorektum berjalan seiring
vena hemorriodalos superior dan melanjut ke kelenjar limfa mesenterika inferior dan aorta.
Operasi radikal untuk eradikasi karsinoma rektum dan anus didasarkan pada anatomi saluran
limfa ini. Dinding rektum terdiri dari 5 lapisan, yaitu mukosa yang tersusun oleh epitel
kolumner, mukosa muskularis, submukosa, muscularis propria dan serosa. 1,2,5,11
II. ANGKA KEJADIAN
Di USA Ca kolorektal merupakan kanker gastrointestinal yang paling sering terjadi dan
nomor dua sebagai penyebab kematian di negara berkembang. Tahun 2005, diperkirakan ada
145,290 kasus baru kanker kolorektal di USA, 104,950 kasus terjadi di kolon dan 40,340 kasus
di rektal. Pada 56,300 kasus dilaporkan berhubungan dengan kematian, 47.700 kasus Ca kolon
dan 8,600 kasus Ca rectal. Ca kolorektal merupakan 11 % dari kejadian kematian dari semua
jenis kanker. 1, 4
Diseluruh dunia dilaporkan lebih dari 940,000 kasus baru dan terjadi kematian pada
hampir 500,000 kasus tiap tahunnya. (World Health Organization, 2003). Menurut data di RS
Kanker Dharmais pada tahun 1995-2002, kanker rektal menempati urutan keenam dari 10 jenis
kanker dari pasien yang dirawat di sana. Kanker rektal tercatat sebagai penyakit yang paling
mematikan di dunia selain jenis kanker lainnya. Namun, perkembangan teknologi dan juga
adanya pendeteksian dini memungkinkan untuk disembuhkan sebesar 50 persen, bahkan bisa
dicegah.1,3,4
14
Dari selutruh pasien kanker rektal, 90% berumur lebih dari 50 tahun. Hanya 5% pasien
berusia kurang dari 40 tahun. Di negara barat, laki – laki memiliki insidensi terbanyak mengidap
kanker rektal dibanding wanita dengan rasio bervariasi dari 8:7 - 9:5. 1,2
Gambar 2. 1 Ca rekti
III. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
1. Polip
Kepentingan utama dari polip bahwa telah diketahui potensial untuk menjadi kanker kolorektal.
Evolusi dari kanker itu sendiri merupakan sebuah proses yang bertahap, dimana proses dimulai dari
hiperplasia sel mukosa, adenoma formation, perkembangan dari displasia menuju transformasi maligna
dan invasif kanker. Aktifasi onkogen, inaktifasi tumor supresi gen, dan kromosomal deletion
memungkinkan perkembangan dari formasi adenoma, perkembangan dan peningkatan displasia dan
invasif karsinoma.13
2. Idiopathic Inflammatory Bowel Disease
2.1 Ulseratif Kolitis
Ulseratif kolitis merupakan faktor risiko yang jelas untuk kanker kolon sekitar 1% dari pasien
yang memiliki riwayat kronik ulseratif kolitis. Risiko perkembangan kanker pada pasien ini berbanding
terbalik pada usia terkena kolitis dan berbanding lurus dengan keterlibatan dan keaktifan dari ulseratif
kolitis. Risiko kumulatif adalah 2% pada 10 tahun, 8% pada 20 tahun, dan 18% pada 30 tahun.
Pendekatan yang direkomendasikan untuk seseorang dengan risiko tinggi dari kanker kolorektal pada
ulseratif kolitis dengan mengunakan kolonoskopi untuk menentukan kebutuhan akan total
proktokolektomi pada pasien dengan kolitis yang durasinya lebih dari 8 tahun. Strategi yang digunakan
berdasarkan asumsi bahwa lesi displasia bisa dideteksi sebelum terbentuknya invasif kanker. Sebuah studi
prospektif menyimpulkan bahwa kolektomi yang dilakukan dengan segera sangat esensial untuk semua
15
pasien yang didiagnosa dengan displasia yang berhubungan dengan massa atau lesi, yang paling penting
dari analisa mendemonstrasikan bahwa diagnosis displasia tidak menyingkirkan adanya invasif kanker.
Diagnosis dari displasia mempunyai masalah tersendiri pada pengumpulan sampling spesimen dan variasi
perbedaan pendapat antara para ahli patologi anatomi.13
2.2 Penyakit Crohn’s
Pasien yang menderita penyakit crohn’s mempunyai risiko tinggi untuk menderita kanker
kolorektal tetapi masih kurang jika dibandingkan dengan ulseratif kolitis. Keseluruhan insiden dari kanker
yang muncul pada penyakit crohn’s sekitar 20%. Pasien dengan striktur kolon mempunyai insiden yang
tinggi dari adenokarsinoma pada tempat yang terjadi fibrosis. Adenokarsinoma meningkat pada tempat
strikturoplasty menjadikan sebuah biopsy dari dinding intestinal harus dilakukan pada saat melakukan
strikturoplasty. Telah dilaporkan juga bahwa squamous sel kanker dan adenokarsinoma meningkat pada
fistula kronik pasien dengan crohn’s disease.14
3. Faktor Genetik
3.1 Riwayat Keluarga
Sekitar 15% dari seluruh kanker kolon muncul pada pasien dengan riwayat kanker kolorektal
pada keluarga terdekat. Seseorang dengan keluarga terdekat yang mempunyai kanker kolorektal
mempunyai kemungkinan untuk menderita kanker kolorektal dua kali lebih tinggi bila dibandingkan
dengan seseorang yang tidak memiliki riwayat kanker kolorektal pada keluarganya.13
3.2 Herediter Kanker Kolorektal
Abnormalitas genetik terlihat mampu memediasi progresi dari normal menuju mukosa kolon
yang maligna. Sekitar setengah dari seluruh karsinoma dan adenokarsinoma yang besar berhubungan
dengan mutasi. Langkah yang paling penting dalam menegakkan diagnosa dari sindrom kanker herediter
yaitu riwayat kanker pada keluarga. Mutasi sangat jarang terlihat pada adenoma yang lebih kecil dari 1
cm. Allelic deletion dari 17p ditunjukkan pada ¾ dari seluruh kanker kolon, dan deletion dari 5q
ditunjukkan lebih dari 1/3 dari karsinoma kolon dan adenoma yang besar.2 Dua sindrom yang utama dan
beberapa varian yang utama dari sindrom ini menyebabkan kanker kolorektal telah dikenali karakternya.
Dua sindrom ini, dimana mempunyai predisposisi menuju kanker kolorektal memiliki mekanisme yang
berbeda, yaitu familial adenomatous polyposis (FAP) dan hereditary non polyposis colorectal cancer
(HNPCC).13
16
3.3 FAP (Familial Adenomatous Polyposis)
Gen yang bertanggung jawab untuk FAP yaitu gen APC, yang berlokasi pada kromosom 5q21.
Adanya defek pada APC tumor supresor gen dapat menggiring kepada kemungkinan pembentukan
kanker kolorektal pada umur 40 sampai 50 tahun. Pada FAP yang telah berlangsung cukup lama,
didapatkan polip yang sangat banyak untuk dapat dilakukannya kolonoskopi polipektomi yang aman dan
adekuat; ketika hal ini terjadi, direkomendasikan untuk melakukan prophylactic subtotal colectomy
diikuti dengan endoskopi pada bagian yang tersisa. Idealnya prophylactic colectomy harus ditunda
kecuali terdapat terlalu banyak polip yang dapat ditangani dengan aman. Prosedur pembedahan elektif
harus sedapat mungkin dihindari ketika memungkinkan. Screening untuk polip harus dimulai pada saat
usia muda. Pasien dengan FAP yang diberi 400 mg celecoxib, dua kali sehari selama enam bulan
mengurangi rata rata jumlah polip sebesar 28%. Tumor lain yang mungkin muncul pada sindrom FAP
adalah karsinoma papillary thyroid, sarcoma, hepatoblastomas, pancreatic carcinomas, dan
medulloblastomas otak. Varian dari FAP termasuk gardner’s syndrom dan turcot’s syndrom.13,15
3.4 HNPCC (Hereditary Non Polyposis Colorectal Cancer)
Pola autosomal dominan dari HNPCC termasuk lynch’s sindrom I dan II.2 Generasi multipel
yang dipengaruhi dengan kanker kolorektal muncul pada umur yang muda (±45 tahun), dengan
predominan lokasi kanker pada kolon kanan. Abnormalitas genetik ini terdapat pada mekanisme
mismatch repair yang bertanggung jawab pada defek eksisi dari abnormal repeating sequences dari DNA,
yang dikenal sebagai mikrosatellite (mikrosatellite instability). Retensi dari squences ini mengakibatkan
ekspresi dari phenotype mutator, yang dikarakteristikkan oleh frekuensi DNA replikasi error (RER+
phenotype), dimana predisposisi tersebut mengakibatkan seseorang memiliki multitude dari malignansi
primer. Pasien dengan HNPCC mungkin juga memiliki adenoma sebaceous, carcinoma sebaceous, dan
multipel keratocanthoma, Termasuk kanker dari endometrium, ovarium, kandung kemih, ureter, lambung
dan traktus biliaris. Jika dibandingkan dengan sporadic kanker kolorektal, tumor pada HNPCC seringkali
poorly differentiated, dengan gambaran mucoid dan signet-cell, reaksi yang mirip crohn’s (nodul
lymphoid, germinal centers, yang berlokasi pada perifer inflitrasi kanker kolorektal), kehadiran infiltrasi
lymphocytes diantara tumor. Karsinogenesis yang terakselerasi muncul pada HNPCC, pada keadaan ini
adenoma kolon yang berukuran kecil dapat menjadi karsinoma dalam 2-3 tahun, bila dibandingkan
dengan proses pada rata-rata kanker kolorektal yang membutuhkan waktu 8-10 tahun.
Pasien dengan HNPCC mempunyai kecenderungan untuk menderita kanker kolorektal pada umur
yang sangat muda, dan screening harus dimulai pada umur 20 tahun atau lebih dini 5 tahun dari umur
anggota keluarga yang pertama kali terdiagnosa kanker kolorektal yang berhubungan HNPCC. Angka
rata-rata pasien dengan HNPCC yang didiagnosa menderita kanker kolorektal pada umur 44 tahun,
17
dibandingkan dengan pasien kontrol yang menderita kanker kolorektal pada umur 68 tahun. Prognosis
dari pasien HNPCC terlihat lebih baik daripada pasien dengan sporadic kanker kolon. Dari penelitian
menunjukkan bahwa pasien dengan HNPCC kurang mendapat manfaat dari adjuvant kemoterapi
berdasarkan kombinasi fluorourasil daripada pasien tanpa kelainan ini. 13,15
4. Diet
Masyarakat yang diet tinggi lemak, tinggi kalori, daging dan diet rendah serat berkemungkinan
besar untuk menderita kanker kolorektal pada kebanyakan penelitian, meskipun terdapat juga penelitian
yang tidak menunjukkan adanya hubungan antara serat dan kanker kolorektal. Ada dua hipotesis yang
menjelaskan mekanisme hubungan antara diet dan resiko kanker kolorektal. Teori pertama adalah
pengakumulasian bukti epidemiologi untuk asosiasi antara resistensi insulin dengan adenoma dan kanker
kolorektal. Mekanismenya adalah menkonsumsi diet yang berenergi tinggi mengakibatkan perkembangan
resistensi insulin diikuti dengan peningkatan level insulin, trigliserida dan asam lemak tak jenuh pada
sirkulasi. Faktor sirkulasi ini mengarah pada sel epitel kolon untuk menstimulus proliferasi dan juga
memperlihatkan interaksi oksigen reaktif. Pemaparan jangka panjang hal tersebut dapat meningkatkan
pembentukan kanker kolorektal. Hipotesis kedua adalah identifikasi berkelanjutan dari agen yang secara
signifikan menghambat karsinogenesis kolon secara experimental. Dari pengamatan tersebut dapat
disimpulkan mekanismenya, yaitu hilangnya fungsi pertahanan lokal epitel disebabkan kegagalan
diferensiasi dari daerah yang lemah akibat terpapar toksin yang tak dapat dikenali dan adanya respon
inflamasi fokal, karakteristik ini didapat dari bukti teraktifasinya enzim COX-2 dan stres oksidatif dengan
lepasnya mediator oksigen reaktif. Hasil dari proliferasi fokal dan mutagenesis dapat meningkatkan resiko
terjadinya adenoma dan aberrant crypt foci. Proses ini dapat dihambat dengan (a) demulsi yang dapat
memperbaiki permukaan lumen kolon; (b) agen anti-inflamasi; atau (c) anti-oksidan. Kedua mekanisme
tersebut, misalnya resistensi insulin yang berperan melalui tubuh dan kegagalan pertahanan fokal epitel
yang berperan secara lokal, dapat menjelaskan hubungan antara diet dan resiko kanker kolorektal.13,16
5. Gaya Hidup
Pria dan wanita yang merokok kurang dari 20 tahun mempunyai risiko tiga kali untuk memiliki
adenokarsinoma yang kecil, tapi tidak untuk yang besar. Sedangkan merokok lebih dari 20 tahun
berhubungan dengan risiko dua setengah kali untuk menderita adenoma yang berukuran besar.
Diperkirakan 5000-7000 kematian karena kanker kolorektal di Amerika dihubungkan dengan
pemakaian rokok. Pemakaian alkohol juga menunjukkan hubungan dengan meningkatnya risiko kanker
kolorektal.
18
Pada berbagai penelitian telah menunjukkan hubungan antara aktifitas, obesitas dan asupan energi
dengan kanker kolorektal. Pada percobaan terhadap hewan, pembatasan asupan energi telah menurunkan
perkembangan dari kanker. Interaksi antara obesitas dan aktifitas fisik menunjukkan penekanan pada
aktifitas prostaglandin intestinal, yang berhubungan dengan risiko kanker kolorektal. The Nurses Health
Study telah menunjukkan hubungan yang berkebalikan antara aktifitas fisik dengan terjadinya adenoma,
yang dapat diartikan bahwa penurunan aktifitas fisik akan meningkatkan risiko terjadinya adenoma.
6. Usia
Proporsi dari semua kanker pada orang usia lanjut (≥ 65 thn) pria dan wanita adalah 61% dan
56%. Frekuensi kanker pada pria berusia lanjut hampir 7 kali (2158 per 100.000 orang per tahun) dan
pada wanita berusia lanjut sekitar 4 kali (1192 per 100.000 orang per tahun) bila dibandingkan dengan
orang yang berusia lebih muda (30-64 thn). Sekitar setengah dari kanker yang terdiagnosa pada pria yang
berusia lanjut adalah kanker prostat (451 per 100.000), kanker paru-paru (118 per 100.000) dan kanker
kolon (176 per 100.000). Sekitar 48% kanker yang terdiagnosa pada wanita yang berusia lanjut adalah
kanker payudara (248 per 100.000), kanker kolon (133 per 100.000), kanker paru paru (118 per 100.000)
dan kanker lambung (75 per 100.000).
Usia merupakan faktor paling relevan yang mempengaruhi risiko kanker kolorektal pada sebagian
besar populasi. Risiko dari kanker kolorektal meningkat bersamaan dengan usia, terutama pada pria dan
wanita berusia 50 tahun atau lebih, dan hanya 3% dari kanker kolorektal muncul pada orang dengan usia
dibawah 40 tahun. Lima puluh lima persen kanker terdapat pada usia ≥ 65 tahun, angka insiden 19 per
100.000 populasi yang berumur kurang dari 65 tahun, dan 337 per 100.000 pada orang yang berusia lebih
dari 65 tahun.13
Di Amerika seseorang mempunyai risiko untuk terkena kanker kolorektal sebesar 5%. Sedangkan
kelompok terbesar dengan peningkatan risiko kanker kolorektal adalah pada usia diatas 40 tahun.
Seseorang dengan usia dibawah empat puluh tahun hanya memiliki kemungkinan menderita kanker
kolorektal kurang dari 10%. Dari tahun 2000-2003, rata-rata usia saat terdiagnosa menderita kanker
kolorektal pada usia 71 tahun. Insidensi berdasarkan usia dibawah 20 tahun sebesar 0,0%, 20-34 tahun
sebesar 0,9%, 35-44 tahun sebesar 3,5%, 45-54 tahun sebesar 10,9%, 55-64 tahun sebesar 17,6%, 65-74
tahun sebesar 25,9%, 75-84 tahun sebesar 28,8%, dan > 85 sebesar 12,3%.17
IV. MANIFESTASI KLINIK
1. Histologi
Histologi merupakan suatu faktor penting dalam hal etiologi, penanganan dan prognosis
dari kanker. Secara mikroskopis kanker kolorektal mempunyai derajat differensiasi yang
19
berbeda-beda, tidak hanya dari tumor yang satu dengan tumor yang lain tetapi juga dari area ke
area pada tumor yang sama, mereka cenderung mempunyai morfologi yang heterogen.
Gambaran histopatologis yang paling sering dijumpai adalah tipe adenocarcinoma (90-95%),
adenocarcinoma mucinous (17%), signet ring cell carcinoma (2-4%), dan sarcoma (0,1-3%).
Pada penelitian mengenai gambaran histologi kanker kolorektal dari tahun 1998-2001 di Amerika
Serikat yang melibatkan 522.630 kasus kanker kolorektal. Didapatkan gambaran histopatologis dari
kanker kolorektal sebesar 96% berupa adenocarcinoma, 2% karsinoma lainnya (termasuk karsinoid
tumor), 0,4% epidermoid carcinoma, dan 0,08% berupa sarcoma. Proporsi dari epidermoid carcinoma,
mucinous carcinoma dan carcinoid tumor banyak diketemukan pada wanita. Secara keseluruhan,
didapatkan suatu pola hubungan antara tipe histopatologis, derajat differensiasi dan stadium dari kanker
kolorektal. Adenocarcinoma sering ditemukan dengan derajat differensiasi sedang dan belum
bermetastase pada saat terdiagnosa, signet ring cell carcinoma banyak ditemukan dengan derajat
differensiasi buruk dan telah bermetastase jauh pada saat terdiagnosa, lain pula pada carcinoid tumor dan
sarcoma yang sering dengan derajat differensiasi buruk dan belum bermetastase pada saat terdiagnosa,
sedangkan small cell carcinoma tidak memiliki derajat differensiasi dan sering sudah bermetastase jauh
pada saat terdiagnosa.
Dari 201 kasus kanker kolorektal periode 1994-2003 di RS Kanker Dharmais (RSKD) didapatkan
bahwa tipe histopatologis yang paling sering dijumpai adalah adenocarcinoma [diferensiasi baik 48
(23,88%), sedang 78 (38,80%), buruk 45 (22,39%)], dan yang jarang adalah musinosum 19 (9,45%) dan
signet ring cell carcinoma 11 (5,47%). Jika dari hasil penelitian di RSKD didapatkan bahwa frekuensi
terbanyak adalah adenocarcinoma dengan derajat differensiasi sedang (38,80%), maka lain halnya dengan
penelitian yang dilakukan oleh Soeripto et al di Jogjakarta pada tahun 2001 yang mendapati frekuensi
derajat differensiasi kanker kolorektal banyak didominasi oleh derajat differensiasi baik. Perbedaan pola
demografik dan klinis yang berhubungan dengan tipe histopatologis akan sangat membantu untuk studi
epidemiologi, laboratorium dan klinis di masa yang akan datang. 13,16
2. Gejala Klinis
Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada kanker rektal antara lain ialah : 1,2,5,7,8,12
Perubahan pada kebiasaan BAB atau adanya darah pada feses, baik itu darah segar maupun
yang berwarna hitam.
Diare, konstipasi atau merasa bahwa isi perut tidak benar benar kosong saat BAB
Feses yang lebih kecil dari biasanya
20
Keluhan tidak nyama pada perut seperti sering flatus, kembung, rasa penuh pada perut atau
nyeri
Penurunan berat badan yang tidak diketahui sebabnya
Mual dan muntah,
Rasa letih dan lesu
Pada tahap lanjut dapat muncul gejala pada traktus urinarius dan nyeri pada daerah gluteus.
3. Metastase
Metastase ke kelenjar limfa regional ditemukan pada 40-70% kasus pada saat direseksi. Invasi ke
pembuluh darah vena ditemukan pada lebih 60% kasus. Metastase sering ke hepar, cavum peritoneum,
paru-paru, diikuti kelenjar adrenal, ovarium dan tulang. Metastase ke otak sangat jarang, dikarenakan
jalur limfatik dan vena dari rektum menuju vena cava inferior, maka metastase kanker rektum lebih sering
muncul pertama kali di paru-paru. Berbeda dengan kolon dimana jalur limfatik dan vena menuju vena
porta, maka metastase kanker kolon pertama kali paling sering di hepar.11
V. DIAGNOSIS DAN STAGING
1. Diagnosis
Ada beberapa tes pada daerah rektum dan kolon untuk mendeteksi kanker rektal, diantaranya ialah : 1,2,5,7,8,9,12
1) Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan CEA (Carcinoma Embrionik Antigen) dan Uji
faecal occult blood test (FOBT) untuk melihat perdarahan di jaringan
2) Digital rectal examination (DRE) dapat digunakan sebagai pemeriksaan skrining awal.
Kurang lebih 75 % karsinoma rektum dapat dipalpasi pada pemeriksaan rektal,
pemeriksaan digital akan mengenali tumor yang terletak sekitar 10 cm dari rektum, tumor
akan teraba keras dan menggaung.
21
1. Gambar 3. Pemeriksaan colok dubur pada Ca Rekti
Ada 2 gambaran khas dari pemeriksaan colok dubur, yaitu indurasi dan adanya suatu
penonjolan tepi, dapat berupa :
a. suatu pertumbuhan awal yang teraba sebagai indurasi seperti cakram yaitu suatu
plateau kecil dengan permukaan yang licin dan berbatas tegas.
b. suatu pertumbuhan tonjolan yang rapuh, biasanya lebih lunak, tetapi umumnya
mempunyai beberapa daerah indurasi dan ulserasi
c. suatu bentuk khas dari ulkus maligna dengan tepi noduler yang menonjol dengan
suatu kubah yang dalam (bentuk ini paling sering)
d. suatu bentuk karsinoma anular yang teraba sebagai pertumbuhan bentuk cincin
Pada pemeriksaan colok dubur ini yang harus dinilai adalah:
a. Keadaan tumor: ekstensi lesi pada dinding rektum serta letak bagian terendah
terhadap cincin anorektal, cervix uteri, bagian atas kelenjar prostat atau ujung os
coccygis. Pada penderita perempuan sebaiknya juga dilakukan palpasi melalui vagina
untuk mengetahui apakah mukosa vagina di atas tumor tersebut licin dan dapat
digerakkan atau apakah ada perlekatan dan ulserasi, juga untuk menilai batas atas dari
lesi anular. Penilaian batas atas ini tidak dapat dilakukan dengan pemeriksaan colok
dubur.
b. Mobilitas tumor: hal ini sangat penting untuk mengetahui prospek terapi
pembedahan. Lesi yang sangat dini biasanya masih dapat digerakkan pada lapisan
otot dinding rektum. Pada lesi yang sudah mengalami ulserasi lebih dalam umumnya
terjadi perlekatan dan fiksasi karena penetrasi atau perlekatan ke struktur ekstrarektal
seperti kelenjar prostat, buli-buli, dinding posterior vagina atau dinding anterior
uterus.
c. Ekstensi penjalaran yang diukur dari besar ukuran tumor dan karakteristik
pertumbuhan primer dan sebagian lagi dari mobilitas atau fiksasi lesi.
3) Dapat pula dengan Barium Enema,. yaitu Cairan yang mengandung barium dimasukkan
melalui rektum kemudian dilakukan seri foto x-rays pada traktus gastrointestinal bawah.
22
4) Sigmoidoscopy , yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum dan sigmoid
apakah terdapat polip kakner atau kelainan lainnya. Alat sigmoidoscope dimasukkan
melalui rektum sampai kolon sigmoid, polip atau sampel jaringan dapat diambil untuk
biopsi.
5) Colonoscopy yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum dan sigmoid
apakah terdapat polip kanker atau kelainan lainnya. Alat colonoscope dimasukkan melalui
rektum sampai kolon sigmoid, polip atau sampel jaringan dapat diambil untuk biopsi.
6) Biopsi. Jika ditemuka tumor dari salah satu pemeriksaan diatas, biopsi harus dilakukan.
Secara patologi anatomi, adenocarcinoma merupakan jenis yang paling sering yaitu sekitar
90 sampai 95% dari kanker usus besar. Jenis lainnya ialah karsinoma sel skuamosa,
carcinoid tumors, adenosquamous carcinomas, dan undifferentiated tumors.1,2
23
2. Staging
The American Joint Committee on Cancer (AJCC) memperkenalkan TNM staging
system, yang menempatkan kanker menjadi satu dalam 4 stadium (Stadium I-IV). 1,2,5
1. Stadium 0
Pada stadium 0, kanker ditemukan hanya pada bagian paling dalam rektum.yaitu pada mukosa
saja. Disebut juga carcinoma in situ.
2. Stadium I
Pada stadium I, kanker telah menyebar menembus mukosa sampai lapisan muskularis dan
melibatkan bagian dalam dinding rektum tapi tidak menyebar kebagian terluar dinding rektum
ataupun keluar dari rektum. Disebut juga Dukes A rectal cancer.
3. Stadium II
Pada stadium II, kanker telah menyebar keluar rektum kejaringan terdekat namun tidak
menyebar ke limfonodi. Disebut juga Dukes B rectal cancer.
4. Stadium III
Pada stadium III, kanker telah menyebar ke limfonodi terdekat, tapi tidak menyebar kebagian
tubuh lainnya. Disebut juga Dukes C rectal cancer.
5. Stadium IV
Pada stadium IV, kanker telah menyebar kebagian lain tubuh seperti hati, paru, atau ovarium.
Disebut juga Dukes D rectal cancer
Gambar 7. Stadium Ca Recti
24
Tabel 1. CT Staging System for Rectal Cancer*
Stadium Deskripsi
T1 Massa polypoid Intraluminal; tidak ada penebalan pada dinding rectum
T2 Penebalan dinding rectum >6 mm; tidak ada perluasan ke perirectal
T3a Penebalan dinding rectum dan invasi ke otot dan organ yang berdekatan.
T3b Penebalan dinding rectum dan invasi ke pelvic atau dinding abdominal
T4 Metastasis jauh, biasanya ke liver atau adrenal
*Modified from Thoeni (Radiology, 1981)
Tabel 2. TNM/Modified Dukes Classification System*
TNM StadiumModified Dukes
StadiumDeskripsi
T1 N0 M0 A Tumor terbatas pada submucosa
T2 N0 M0 B1 Tumor terbatas pada muscularis propria
T3 N0 M0 B2 Penyebaran transmural
T2 N1 M0 C1 T2, pembesaran kelenjar mesenteric
T3 N1 M0 C2 T3, pembesaran kelenjar mesenteric
T4 C2 Penyebaran ke organ yang berdekatan
Any T, M1 D Metastasis jauh
*Modified from the American Joint Committee on Cancer (1997)
VI. PENTATALAKSANAAN
25
Berbagai jenis terapi tersedia untuk pasien kanker rektal. Beberapa adalah terapi standar
dan beberapa lagi masih diuji dalam penelitian klinis. Tiga terapi standar untuk kanker rektal
yang digunakan antara lain ialah :
1. Pembedahan
Pembedahan merupakan terapi yang paling lazim digunakan terutama untuk stadium I
dan II kanker rektal, bahkan pada pasien suspek dalam stadium III juga dilakukan pembedahan.
Meskipun begitu, karena kemajuan ilmu dalam metode penentuan stadium kanker, banyak pasien
kanker rektal dilakukan pre-surgical treatment dengan radiasi dan kemoterapi. Penggunaan
kemoterapi sebelum pembedahan dikenal sebagai neoadjuvant chemotherapy, dan pada kanker
rektal, neoadjuvant chemotherapy digunakan terutama pada stadium II dan III. Pada pasien
lainnya yang hanya dilakukan pembedahan, meskipun sebagian besar jaringan kanker sudah
diangkat saat operasi, beberapa pasien masih membutuhkan kemoterapi atau radiasi setelah
pembedahan untuk membunuh sel kanker yang tertinggal. 2,7
Tipe pembedahan yang dipakai antara lain : 1,2,9
Eksisi lokal : jika kanker ditemukan pada stadium paling dini, tumor dapat dihilangkan tanpa tanpa
melakukan pembedahan lewat abdomen. Jika kanker ditemukan dalam bentuk polip, operasinya
dinamakan polypectomy.
Reseksi: jika kanker lebih besar, dilakukan reseksi rektum lalu dilakukan anastomosis. Jiga dilakukan
pengambilan limfonodi disekitan rektum lalu diidentifikasi apakah limfonodi tersebut juga mengandung
sel kanker.
Gambar 8. Reseksi dan Anastomosis Gambar 9. Reseksi dan Kolostomi
26
Pengangkatan kanker rektum biasanya dilakukan dengan reseksi abdominoperianal, termasuk
pengangkatan seluruh rectum, mesorektum dan bagian dari otot levator ani dan dubur. Prosedur ini
merupakan pengobatan yang efektif namun mengharuskan pembuatan kolostomi permanen.
Rektum terbagi atas 3 bagian yaitu 1/3 atas, tengah dan bawah. Kanker yang berada di lokasi 1/3
atas dan tengah ( 5 s/d 15 cm dari garis dentate ) dapat dilakukan ” restorative anterior resection” kanker
1/3 distal rectum merupakan masalah pelik. Jarak antara pinggir bawah tumor dan garis dentate
merupakan faktor yang sangat penting untuk menentukan jenis operasi.
Goligher dkk berdasarkan pengalamannya menyatakan bahwa kegagalan operasi ”Low anterior
resection ” akan terjadi pada kanker rectum dengan jarak bawah rectum normal 2 cm. Angka 5 cm telah
diterima sebagai jarak keberhasilan terapi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh venara dkk pada 243
kasus menyimpulkan bahwa jarak lebih dari 3 cm dari garis dentate aman untuk dilakukan operasi ”
Restorative resection”. ”Colonal anastomosis” diilhami oleh hasil operasi Ravitch dan Sabiston yang
dilakukan pada kasus kolitis ulseratif. Operasi ini dapat diterapkan pada kanker rectum letak bawah,
dimana teknik stapler tidak dapat dipergunakan. Local excision dapat diterapkan untuk mengobati kanker
rectum dini yang terbukti belum memperlihatkan tanda-tanda metastasis ke kelenjar getah bening.
Operasi ini dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan yaitu transanal, transpinchteric atau transsacral.
Pendekatan transpinshter dan transacral memungkinkan untuk dapat mengamati kelenjar mesorectal
untuk mendeteksi kemungkinan telah terjadi metastasis. Sedang pendekatan transanal memiliki
kekurangan untuk mengamati keterlibatan kelenjar pararektal.
Pada tumor rektum sepertiga tengah dilakukan reseksi dengan mempertahankan sfingter anus,
sedangkan pada tumor sepertiga distal dilakukan amputasi rektum melalui reseksi abdominoperineal
Quenu-Miles. Pada operasi ini anus turut dikeluarkan.
Pada pembedahan abdominoperineal menurut Quenu-Miles, rektum dan sigmoid dengan
mesosigmoid dilepaskan, termasuk kelenjar limf pararektum dan retroperitoneal sampai kelenjar limf
retroperitoneal. Kemudian melalui insisi perineal anus dieksisi dan dikeluarkan seluruhnya dengan
rektum melalui abdomen.
Reseksi anterior rendah pada rektum dilakukan melalui laparotomi dengan menggunakan alat
stapler untuk membuat anastomosis kolorektal atau koloanal rendah.
Eksisi lokal melalui rektoskop dapat dilakukan pada karsinoma terbatas. Seleksi penderita harus
dilakukan dengan teliti, antara lain dengan menggunakan endoskopi ultrasonografik untuk menentukan
tingkat penyebaran di dalam dinding rektum clan adanya kelenjar ganas pararektal.
Indikasi dan kontra indikasi eksisi lokal kanker rectum
1. Indikasi
27
Tumor bebas, berada 8 cm dari garis dentate
T1 atau T2 yang dipastikan dengan pemeriksaan ultrasound
Termasuk well-diffrentiated atau moderately well diffrentiated secara histologi
Ukuran kurang dari 3-4 cm
2. Kontraindikasi
Tumor tidak jelas
Termasuk T3 yang dipastikan dengan ultrasound
Termasuk Poorly diffrentiated secara histologi
2. Radiasi
Sebagai mana telah disebutkan, untuk banyak kasus stadium II dan III lanjut, radiasi
dapat menyusutkan ukuran tumor sebelum dilakukan pembedahan. Peran lain radioterapi adalah
sebagai sebagai terapi tambahan untuk pembedahan pada kasus tumor lokal yang sudah diangkat
melaui pembedahan, dan untuk penanganan kasus metastasis jauh tertentu. Terutama ketika
digunakan dalam kombinasi dengan kemoterapi, radiasi yang digunakan setelah pembedahan
menunjukkan telah menurunkan resiko kekambuhan lokal di pelvis sebesar 46% dan angka
kematian sebesar 29%. Pada penanganan metastasis jauh, radiesi telah berguna mengurangi efek
lokal dari metastasis tersebut, misalnya pada otak. Radioterapi umumnya digunakan sebagai
terapi paliatif pada pasien yang memiliki tumor lokal yang unresectable. 1,2,9
3. Kemoterapi
Adjuvant chemotherapy, (menengani pasien yang tidak terbukti memiliki penyakit
residual tapi beresiko tinggi mengalami kekambuhan), dipertimbangkan pada pasien dimana
tumornya menembus sangat dalam atau tumor lokal yang bergerombol ( Stadium II lanjut dan
Stadium III). Terapi standarnya ialah dengan fluorouracil, (5-FU) dikombinasikan dengan
leucovorin dalam jangka waktu enam sampai dua belas bulan. 5-FU merupakan anti metabolit
dan leucovorin memperbaiki respon. Agen lainnya, levamisole, (meningkatkan sistem imun,
dapat menjadi substitusi bagi leucovorin. Protopkol ini menurunkan angka kekambuhan kira –
kira 15% dan menurunkan angka kematian kira – kira sebesar 10%. 1,2,9
28
VII. PROGNOSIS
Secara keseluruhan 5-year survival rates untuk kanker rektal adalah sebagai berikut :
a. Stadium I - 72%
b. Stadium II - 54%
c. Stadium III - 39%
d. Stadium IV - 7%
Lima puluh persen dari seluruh pasien mengalami kekambuhan yang dapat berupa
kekambuhan lokal, jauh maupun keduanya. Kekambuhan lokal lebih sering terjadi pada.
Penyakit kambuh pada 5-30% pasien, biasanya pada 2 tahu pertama setelah operasi. Faktor –
faktor yang mempengaruhi terbentuknya rekurensi termasuk kemampuan ahli bedah, stadium
tumor, lokasi, dan kemapuan untuk memperoleh batas - batas negatif tumor. 2
DAFTAR PUSTAKA
1. Hassan, Isaac., 2006. Rectal carcinoma. Available from www.emedicine.com. (Download : 18
Juni 2009)
2. Cirincione, Elizabeth., 2005. Rectal Cancer. Available from www.emedicine.com. (Download :
18 Juni 2009).
3. Anonim, 2006. Mengatasi Kanker Rektal. Republika online. Available from
www.republika.co.id. (Download : 18 Juni 2009)
4. American Cancer Society, 2006. Cancer Facts and Figures 2006. American Cancer Society Inc.
Atlanta
5. Anonim, 2006. A Patient’s Guide to Rectal Cancer. MD Anderson Cancer Center, University of
Texas.
6. Azamris, Nawawir Bustani, Misbach Jalins., 1997. Karsinoma Rekti di RSUP Dr. Jamil Padang,
Cermin dunia Kedokteran No.120. Available from http://www.kalbe.co.id (Download : 18 Juni
2009)
7. Anonim, 2006. Rectal Cancer Facts : What’s You Need To Know. Available from Available
from www.healthABC.info. (Download : 18 Juni 2009)
8. Anonim, 2006. Rectal Cancer - Overview, Screening, Diagnosis & Staging. Available from
www.OncologyChannel.com. (Download : 18 Juni 2009)
9. Anonim, 2005. Rectal Cancer Treatment. Available from www.nationalcancerinstitute.htm.
(Download : 18 Juni 2009)
29
10. Marijata, 2006. Pengantar Dasar Bedah klinis. Unit Pelayanan Kampus, FK UGM.
11. De Jong Wim, Samsuhidajat R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
12. Mansjoer Arif et all, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Penerbit Buku Media
Aesculapius. Jakarta.
13. Casciato DA, (ed). 2004. Manual of Clinical Oncology 5th ed. Lippincott Willi ams & Wilkins:
USA.p 201
14. Schwartz SI, 2005. Schwartz’s Principles of Surgery 8th Ed. United States of America: The
McGraw-Hill Companies.
15. Lynch HT, Chapelle ADL. Hereditary Colorectal Cancer. the New England Journal of Medicine.
Available from www.pubmed.com. p.348:919-932, (Download : 24 Juni 2009)
16. Soeripto et al. Gastro-intestinal Cancer in Indonesia. Asian Pacific Journal of Cancer Prevention,
(Online), 2003; Vol. 4, No. 4, Available from http://www.apocp.org/
cancer_download/Vol4_No4/Soeripto.pdf,. (Download : 24 Juni 2009)
17. National Cancer Institute. 2006. SEER Cancer Statistics Review 1975-2003, Available from
http://seer.cancer.gov/statfacts/html/colorect.html. (Download : 24 Juni 2009)
30